You are on page 1of 33

MAKALAH STUDI DIAGNOSTIK

PEMERIKSAAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING

Dosen Pembimbing :
Joko Suwito

Disusun Oleh :
Sukma Amalia K (P27820117050)
Fatkhiyatur Rahma (P27820117053)
Icha Anggi Saputri (P27820117063)
Chelsia Desca M (P27820117069)
Mulik Nur’aini (P27820117075)
Intan Triangriwarni (P27820117077)

II REGULER B

PRODI DIII KEPERAWATAN KAMPUS SOETOMO


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
TAHUN AJARAN 2018/2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan karunianya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
PEMERIKSAAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bahasa
Indonesia. Dalam makalah ini mengulas tentang cara menulis dan penyusun kata
pengantar dan daftar isi dengan baik dan benar .
Kami juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu
Joko Suwito selaku dosen mata kuliah dosen pembimbing yang sudah
memberikan kepercayaan kepada kami untuk menyelesaikan tugas ini.
Kami pun menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan
adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah yang akan kami buat di masa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun. Mudah-mudahan makalah sederhana ini dapat dipahami oleh semua
orang khususnya bagi para pembaca. Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya
jika terdapat kata-kata yang kurang berkenan.

Surabaya, 24 September 2018

Penyusun

2
DAFTAR ISI

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam kemajuan zaman, semakin memudahkan kita dalam melakukan
kegiatan sehari-hari, tidak menutup kemungkinan dalam hal pekerjaan, terutama
dalam bidang kesehatan. Kemajuan teknologi di bidang kesehatan yang ada pada
saat ini memberi kemudahan bagi para praktisi kesehatan untuk mendiagnosa
penyakit serta menentukan jenis pengobatan bagi pasien. Salah satu bentuk
kemajuan tersebut adalah penggunaan alat MRI (Magnetic Resonance Imaging)
untuk melakukan pencitraan diagnosa penyakit pasien.
MRI( Magnetic Resonance Imaging ) merupakan suatu alat diagnostik
mutakhir untuk memeriksa dan mendeteksi tubuh anda dengan menggunakan
medan magnet yang besar dan gelombang frekuensi radio, tanpa operasi,
penggunaan sinar X, ataupun bahan radioaktif. selama pemeriksan MRI akan
memungkinkan molekul-molekul dalam tubuh bergerak dan bergabung untuk
membentuk sinyal-sinyal. Sinyal ini akan ditangkap oleh antena dan dikirimkan
ke komputer untuk diproses dan ditampilkan di layar monitor menjadi sebuah
gambaran yang jelas dari struktur rongga tubuh bagian dalam.
MRI menciptakan gambar yang dapat menunjukkan perbedaan sangat jelas dan
lebih sensitive untuk menilai anatomi jaringan lunak dalam tubuh, terutama
otak,.sumsum tulang belakang, susunan saraf dibandingkan dengan pemeriksaan
x-ray biasa maupun CT scan Juga jaringan lunak dalam susunan musculoskeletal
seperti otot, ligament , tendon , tulang rawan , ruang sendi seperti misalnya pada
cedera lutut maupun cedera sendi bahu. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan
dengan MRI yaitu evaluasi anatomi dan kelainan dalam rongga dada, payudara ,
organ organ dalam perut, payudara, pembuluh darah, dan jantung.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana teori dan kasus dari pemeriksaan MRI ?


1.3 Tujuan

Untuk mengetahui pemeriksaan MRI dan contoh kasusnya.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teori MRI

2.1.1 Definisi MRI

Magnetic Resonance Imaging ( MRI ) adalah suatu alat diagnostik


muthakhir untuk memeriksa dan mendeteksi tubuh dengan menggunakan
medan magnet yang besar dan gelombang frekuensi radio, tanpa operasi,
penggunaan sinar X, ataupun bahan radioaktif, yang menghasilkan
rekaman gambar potongan penampang tubuh / organ manusia dengan
menggunakan medan magnet berkekuatan antara 0,064 – 1,5 tesla (1 tesla
= 1000 Gauss) dan resonansi getaran terhadap inti atom hidrogen.
Merupakan metode rutin yang dipakai dalam diagnosis medis karena
hasilnya yang sangat akurat.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) menggunakan medan magnetik
untuk mendapatkan gambaran daerah yang berbeda pada tubuh. Foto
magnetik (nukleus hidrogen) di dalam tubuh seperti magnet-magnet kecil
di dalam medan magnet. Setelah pengboman dengan getaran
radiofrekuensi, foto memancarkan sinyal-sinyal, yang diubah menjadi
bayangan. MRI mempunyai potensial untuk mengidentifikasi keadaan
abnormal serebri dengan mudah dan lebih jelas dari tes diagnostik lainnya.
MRI dapat memberikan informasi kepada perawat dalam memantau
respons tumor terhadap pengobatan. MRI tidak menyebabkan radiasi ion.
MRI scan membuat gambaran grafik dari struktur tulang, cairan,
dan jaringan lunak. MRI ini memberikan gambaran yang lebih jelas
tentang detail anatomi dan dapat membantu seseorang mendiagnosis tumor
yang kecil atau sindrom infark awal.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah suatu teknik
penggambaran penampang tubuh berdasarkan prinsip resonansi magnetik
inti atom hidrogen. Tehnik penggambaran MRI relatif komplek karena
gambaran yang dihasilkan tergantung pada banyak parameter. Alat
tersebut memiliki kemampuan membuat gambaran potongan coronal,

5
sagital, aksial dan oblik tanpa banyak memanipulasi tubuh pasien Bila
pemilihan parameternya tepat, kualitas gambaran detil tubuh manusia akan
tampak jelas, sehingga anatomi dan patologi jaringan tubuh dapat
dievaluasi secara teliti. Untuk itu perlu dipahami hal-hal yang berkaitan
dengan prosedur tehnik MRI dan tindakan penyelamatan bila terjadi
keadaan darurat. Beberapa faktor kelebihan yang dimilikinya, terutama
kemampuannya membuat potongan koronal, sagital, aksial dan oblik tanpa
banyak memanipulasi posisi tubuh pasien sehingga sangat sesuai untuk
diagnostik jaringan lunak. Teknik penggambaran MRI relatif komplek
karena gambaran yang dihasilkan tergantung pada banyak parameter. Bila
pemilihan parameter tersebut tepat, kualitas gambar MRI dapat
memberikan gambaran detail tubuh manusia dengan perbedaan yang
kontras, sehingga anatomi dan patologi jaringan tubuh dapat dievaluasi
secara teliti.

2.1.1 Cara kerja MRI


Alat MRI berupa suatu tabung berbentuk bulat dari magnet yang
besar. Penderita berbaring di tempat tidur yang dapat digerakkan ke dalam
(medan) magnet. Magnet akan menciptakan medan magnetik yang kuat
lewat penggabungan proton-proton atom hidrogen dan dipaparkan pada
gelombang radio. Ini akan menggerakkan proton-proton dalam tubuh dan

6
menghasilkan sinyal yang diterima akan diproses oleh komputer guna
menghasilkan gambaran struktur tubuh yang diperiksa. Untuk
menghasilkan gambaran MRI dengan kualitas yang optimal sebagai alat
diagnostik, maka harus memperhitungkan hal-hal yang berkaitan dengan
teknik penggambaran MRI, antara lain :
a. Persiapan pasien serta teknik pemeriksaan pasien yang baik
b. Kontras yang sesuai dengan tujuan pemeriksaanya
c. Artefak pada gambar, dan cara mengatasinya
d. Tindakan penyelamatan terhadap keadaan darurat

2.1.2 Indikasi Pemeriksaan MRI


Pemeriksaan MRI dapat dilakukan pada berbagai organ dan sistem
tubuh. Sebuah jaringan tubuh yang rusak akan menimbulkan
pembengkakan (edema). Adanya pembengkakan ini akan memberikan
warna kontras yang berbeda dengan jairngan normal. MRI dapat
digunakan untuk berbagai kelainan di bidang saraf, anggota gerak tubuh,
tumor, dan penyakit jantung.

1. Di bidang saraf : Stroke, tumor otak, kelainan mielinisasi otak,


gangguan aliran cairan otak/hidrocephalus, beberapa bentuk infeksi
otak, gangguan pembuluh darah otak, Infeksi dan sebagainya.

7
2. Di bidang muskuloskeletal : Tumor jaringan tulang atau otot,
kelainan saraf tulang belakang, tumor spinal, jeputan akar saraf tulang
belakang, dsb.
3. Di bidang kardiologi : Pembuluh darah besar, pemeriksaan MRA
(Magnetic Resonance Angiografi) carotis, dsb.

Indikasi penggunaan MRI, tergantung dari organ yang ingin dilihat :

a. Indikasi MRI Jantung:


1. Stenosis aorta
2. Defek septum
3. Stenosis trikuspid dan mitral
4. Aneurisma aorta
5. Trombus
6. Kardiomiopati
7. Infark

b. Indikasi MRI hati:


1. Tumor padat
2. Sirosis
3. Hemosiderosis
4. Perlemakan
c. Indikasi MRI kandung empedu:
1. Batu kandung empedu

d. Indikasi MRI pankreas:


1. Pankreatitis akut
2. Pankreatitis kronik
3. Kista pankreas
4. Tumor pankreas
e. Indikasi MRI ginjal:
1. Sumbatan ureter
2. Fibrolipomatosis

8
3. Infeksi
4. Kista ginjal
5. Tumor

f. Indikasi MRI Tulang belakang:


1. Tumor
2. Infeksi
3. Penyakit degeneratf / HNP
4. Trauma
5. Metastase
6. Kelainan vaskular

2.1.3 Kontraindikasi Pemeriksaan MRI

1. Pasien yang terpasang alat/metal yang bersifat ferromagnetik dalam


tubuh, seperti pacu jantung, klip aneurisma, dan lain-lain.
2. Pasien dengan benda asing logam didalam tubuh pasien
3. Pasien dengan klostrophobia atau seseorang yang takut masuk ke dalam
trowongan.

2.1.4 Macam-macam Pemeriksaan MRI


Macam – macam MRI bila ditinjau dari tipenya terdiri dari :
a. MRI yang memiliki kerangka terbuka (open gantry) dengan ruang luas
b. MRI yang memiliki kerangka (gantry) biasa yang berlorong sempit.

Macam – macam MRI bila ditinjau dari kekuatan magnetnya terdiri dari :

a. MRI Tesla tinggi ( High Field Tesla ) memiliki kekuatan di atas 1 – 1,5
T
b. MRI Tesla sedang (Medium Field Tesla) memiliki kekuatan 0,5 – T
c. MRI Tesla rendah (Low Field Tesla) memiliki kekuatan di bawah 0,5 T

Sebaiknya suatu rumah sakit memilih MRI yang memiliki tesla tinggi
karena alat tersebut dapat digunakan untuk teknik Fast Scan yaitu suatu
teknik yang memungkinkan 1 gambar irisan penampang dibuat dalam

9
hitungan detik, sehingga kita dapat membuat banyak irisan penampang
yang bervariasi dalam waktu yang sangat singkat. Dengan banyaknya
variasi gambar membuat suatu lesi menjadi menjadi lebih spesifik.

2.1.5 Kelebihan Pemeriksaan MRI


Ada beberapa kelebihan MRI dibandingkan dengan pemeriksaan CT Scan
yaitu
1. MRI lebih menguntungkan dibanding CT scan karena dapat untuk
mendeteksi beberapa kelainan pada jaringan lunak seperti otak,
sumsum tulang sertamuskuloskeletal.
2. Mampu memberi gambaran detail anatomi dengan lebih jelas.
3. Mampu melakukan pemeriksaan fungsional seperti pemeriksaan
difusi, perfusi dan spektroskopi yang tidak dapat dilakukan dengan
CT Scan.
4. Mampu membuat gambaran potongan melintang, tegak, dan miring
tanpa merubah posisi pasien.
5. MRI tidak menggunakan radiasi pengion.

2.1.6 Kelemahan Pemeriksaan MRI


Meskipun sistem scan MRI ideal untuk mendiagnosa dan
mengevaluasi sejumlah kondisi dan posisi, MRI juga memiliki
kelemahan. Misalnya :
1. Tedapat banyak orang yang tidak aman discan dengan MRI (misalnya
karena menggunakan alat pacu jantung) dan juga orang yang terlalu
besar/gemuk untuk discan.
2. Terdapat banyak orang yang claustrophobic dan orang yang karena
pengalaman sebelumnya, jika berada dalam mesin MRI merasa
kebingungan.
3. Mesin MRI membuat kegaduhan selama scan, suara noise secara
berkesinambungan. Pasien diberi headphone untuk meredam suara
noise. Noise timbul karena adanya arus listrik dalam kawat magnet
gradient yang berlawanan dengan medan magnit utama. Medan

10
magnet utama lebih kuat menimbulkan gradient noise yang lebih
keras.
4. Scan MRI menghendaki pasien untuk bertahan diam selama
pemeriksaan. MRI dapat memeriksa dengan cakupan waktu selama 20
menit sampai dengan 90 menit atau lebih. Bahkan dengan sedikit
gerakan dari bagian tubuh yang di scan dapat menyebabkan kerusakan
gambar dan harus diulangi.
5. Perangkat keras ortopedi (sekrup, pelat dan sambungan tiruan) dalam
area scan dapat menyebabkan kerusakan artifak (distorsi) pada
gambar. Perangkat keras menyebabkan alterasi signifikan dalam
medan magnet utama. Ingat keseragaman medan merupakan medan
kritis untuk penggambaran yang baik.
6. Sistem MRI, sangat mahal harganya, dan oleh karena itu pemeriksaan
dengan MRI juga sangat mahal.

2.1.7 Persiapan Pasien Sebelum Pemeriksaan MRI


Pemeriksaan MRI tidak memerlukan banyak persiapan khusus.
MRI tidak memberikan rasa sakit. Waktu yang diperlukan adalah berkisar
antara 30-45 menit. Pasien diharap tidak mengenakan aksesoris tubuh
yang berasal dari bahan logam secara berlebih. Hal ini penting karena MRI
menggunakan prinsip magnetisasi. Pasien akan diminta diam untuk
beberapa saat sampai prose magnetisasi selesai. Ada baiknya pasien
melihat dulu alat MRI beberapa saat sebelum prosedur dilakukan. Hal ini
terutama sekali dianjurkan bagi orang-orang yang memiliki ketakutan
terhadap ruang sempit (klustrofobia). Pada pemeriksaan tertentu
diperlukan kontras. Pada Anda akan disuntikkan zat kontras, kemudian
dilakukan MRI ulang. Pemberian kontras adalah prosedur yang sangat
aman, dikerjakan sesuai prosedur, dan dikerjakan oleh ahlinya.

2.1.8 Penatalaksanaan Pasien Dan Teknik Pemeriksaan


Pada pemeriksaan MRI perlu diperhatikan bahwa alat-alat seperti
tabung oksigen, alat resusistasi, kursi roda, dan lain-lain yang bersifat

11
feromagnetik tidak boleh dibawa ke ruang MRI. Untuk keselamatan,
pasien diharuskan memakai baju pemeriksaan dan menanggalkan benda-
benda feromagnetik, seperti : jam tangan, kunci, perhiasan jepit rambut,
gigi palsu dan lainnya.
Screening dan pemberian informasi kepada pasien dilakukan
dengan cara mewawancarai pasien, untuk mengetahui apakah ada sesuatu
yang membahayakan pasien bila dilakukan pemeriksaan MRI, misalnya:
pasien menggunakan alat pacu jantung, logam dalam tubuh pasien seperti
IUD, sendi palsu, neurostimulator, dan klip anurisma serebral, dan lain-
lain.
Transfer pasien menuju ruangan MRI, khususnya pasien yang tidak
dapat berjalan (non ambulatory) lebih kompleks dibandingkan peme-
riksaan imaging lainnya. Hal ini karena medan magnet pesawat MRI selalu
dalam keadaan “on” sehingga setiap saat dapat terjadi resiko kecelakaan,
dimana benda-benda feromagnetik dapat tertarik dan kemungkinan
mengenai pasien atau personil lainnya. Salah satu upaya untuk meng-atasi
hal tersebut, meja pemeriksaan MRI dibuat mobile, dengan tujuan : pasien
dapat dipindahkan ke meja MRI di luar ruang pemeriksaan dan da-pat
segera dibawa ke luar ruangan MRI bila terjadi hal-hal emergensi. Selain
itu meja cadangan pemeriksaan perlu disediakan, agar dapat mempercepat
penanganan pasien berikutnya sebelum pemeriksaan pasien sebelumnya
selesai. Upaya untuk kenyamanan pasien diberikan, anta-ra lain dengan
penggunaan Earplugs bagi pasien untuk mengurangi kebisingan,
penggunaan penyangga lutut / tungkai , pemberian selimut bagi pasien,
pemberian tutup kepala.
Untuk persiapan pelaksanaan pemeriksaan perlu dilakukan
beberapa hal berikut. 5 Persiapan console yaitu memprogram identitas
pasien seperti nama, usia dan lain-lain, mengatur posisi tidur pasien sesuai
dengan obyek yang akan diperiksa. Memilih jenis koil yang akan diguna-
kan untuk pemeriksaan, misalnya untuk pemerik-saan kepala digunakan
Head coil, untuk pemeriksaan tangan, kaki dan tulang belakang digunakan
Surface coil. Memilih parameter yang tepat, misalnya untuk citra anatomi

12
dipilih para-meter yang Repetition Time dan Echo Time pendek, sehingga
pencitraan jaringan dengan konsentrasi hidrogen tinggi akan berwarna
hitam. Untuk citra pathologis dipilih parameter yang Repetition Time dan
Echo Time panjang, sehingga misalnya untuk gambaran cairan serebro
spinalis dengan konsentrasi hidrogen tinggi akan tampak berwarna putih.
Untuk kontras citra antara, dipilih parameter yang time repetition panjang
dan time echo pendek sehingga gambaran jaringan dengan konsentrasi
hidrogen tinggi akan tampak berwarna abu-abu.
Untuk mendapatkan hasil gambar yang optimal, perlu penentuan
center magnet (land marking patient) sehingga coil dan bagian tubuh yang
diamati harus sedekat mungkin ke center magnet, misalnya pemeriksaan
MRI kepala, pusat magnet pada hidung.
Untuk menentukan bagian tubuh dibuat Scan Scout (panduan
pengamatan), dengan parameter, ketebalan irisan dan jarak antar irisan
serta format gambaran tertentu. Ini merupakan gambaran 3 dimensi dari
sejumlah sinar yang telah diserap. Setelah tergambar scan scout pada TV
monitor, maka dibuat pengamatan- peng-amatan berikutnya sesuai dengan
kebutuhan.
Pemeriksaan MRI yang menggunakan kon-tras media, hanya pada
kasus-kasus tertentu saja . Salah satu kontras media untuk pemeriksaan
MRI adalah Gadolinium DTPA yang disuntikan intra vena dengan dosis
0,0 ml / kg berat badan.

2.1.9 Tindakan yang Perlu di Lakukan Bila Terjadi Kecelakaan pada


Pemeriksaan MRI
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan
kecelakaan selama pemeriksaan MRI. Bila terjadi keadaan gawat pada
pasien, segera menghentikan pemeriksaan dengan menekan tombol
ABORT, pasien segera dikeluarkan dari pesawat MRI dengan menarik
meja pemeriksaan dan segera berikan perto-longan dan apabila tindakan
selanjutnya memer-lukan alat medis yang bersifat ferromagnetik harus
dilakukan di luar ruang pemeriksaan . Seandainya terjadi kebocoran

13
Helium, yang ditandai dengan bunyi alarm dari sensor oxigen, tekanlah
EMERGENCY SWITCH dan segera membawa pasien ke luar ruang
pemeriksaan serta buka pintu ruang pemeriksaan agar terjadi pertukaran
udara, karena pada saat itu ruang pemeriksaan kekurangan oksigen.
Apabila terjadi pemadaman (Quenching), yaitu hilangnya sifat medan
magnet yang kuat pada gentry (bagian dari pesawat MRI) secara tiba-
tiba, tindakan yang perlu dilakukan buka pintu ruangan lebar- lebar agar
terjadi pertukaran udara dan pasien segera di bawa keluar ruangan
pemeriksaan. Hal perlu dilakukan karena Quenching menyebabkan
terjadinya penguapan helium, sehingga ruang pemeriksaan MRI
tercemar gas Helium. Selama pemeriksaan MRI untuk anak kecil atau
bayi, sebaiknya ada keluarganya yang menunggu di dalam ruang
pemeriksaan.

2.1.10 Keselamatan Pemeriksaan MRI


Terutama bagi pasien atau anggota staff pendukung dalam ruang
scan, secara menyeluruh akan terdeteksi penggunaan logam. Pada
pembahasan ini hanya tentang obyek eksternal. Bagaimanapun
seringkali pasien memiliki implant di dalam tubuh yang membuatnya
sangat berbahaya jika berada dalam medan magnet yang kuat. Fragmen
metalik dalam mata sangat berbahaya karena gerakan pada fragmen
dapat menyebabkan mata dalam bahaya atau kebutaan. Seorang dengan
pacemaker (alat pemicu jantung) tidak dapat discan atau berada di dekat
scanner karena magnit dapat menyebabkan pacemaker malfungsi.
Aneurysm clips dalam otak dapat berbahaya sebab magnet dapat
memindahkannya, menyebabkan setiap arteri yang akan diperbaiki
tercabik. Beberapa dental implant magnetik, orthopedic implant,
kemungkinan terbuat dari bahan feromagnit namun tidak bermasalah
karena ditempelkan pada tulang dengan kuat, bahkan metal staples
dalam bagian tubuh baik kuat, kemungkinan ini berada dalam tubuh
pasien untuk beberapa minggu (biasanya 6 minggu), jaringan parut yang
dibentuk cukup kuat menahannya. Setiap pasien dengan implant metalik

14
di dalam tubuh, akan ditanya untuk meyakinkan bahwa mereka aman
discan. Beberapa pasien dikembalikan atau dibataalkan untuk discan
karena itu terlalu membahayakan. Bila ini terjadi, biasanya dipilih
metode imaging yang dapat membantunya secara aman.
Tidak ada resiko secara biologi pada manusia yang dikenai medan
magnit kuat, yang digunakan untuk imaging kedokteran saat ini. Banyak
fasilitas image yang tidak disediakan untuk wanita hamil. Ini adalah
fakta bahwa belum banyak dilakukan riset biologi tentang pengaruh
perkembangan janin. Pada 3 bulan pertama dalam kehamilan sangat
kritis karena pada saat itu, divisi dan reproduksi selular berkembang
sangat cepat. Dalam pengambilan keputuan ya atau tidaknya untuk
meneliti seorang pasien hamil, dibuat kasus per kasus berdasarkan pada
konsultasi antara radiologi MRI dan dokter kandungan. Keuntungan dari
tindakan scan harus dibandingkan dengan risiko, oleh karena itu sedikit
dilakukan terhadap janin dan ibu hamil.

2.2 Kasus Pemeriksaan MRI


2.2.1 Pengkajian
Tn. A berusia 19 tahun didiagnosa cedera tulang belakang karena
mengalami kecelakaan lalulintas 2 hari lalu. Tn. A dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan MRI untuk mengetahui kelainan pada tulang
dan struktur jaringan lunak pada tulang belakang. Tn.A merasa cemas
dengan pemeriksaan tersebut karena dia tidak tau akan diapakan pada
pemeriksaan tersebut. Tn. A mengatakan bahwa dirinya merasa tidak
nyaman. Tn. A juga merasakan gelisah.
2.2.2 Diagnosa
Kecemasan berhubungan dengan program pengobatan (pemeriksaan
MRI)
2.2.3 Intervensi :
a. Tujuan : rasa cemas berkurang atau hilang
b. Kriteria hasil : mampu mengontrol kecemasan, status kenyamanan
meningkat, dapat mengontrol ketakutan,

15
c. Perencanaan :
1) Gunakan pendekatan yang menenangkan.
2) Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama
prosedur.
- Berikan kesempatan bagi pasien untuk melihat alat MRI
beberapa saat sebelum pemeriksaan
- Sampaikan pada pasien bahwa pemeriksaan ini tidak
memerlukan waktu banyak, hanya berkisar 30-45 menit,
dan pemeriksaan ini tidak menimbulkan rasa sakit
- Sampaikan pada pasien untuk melepas semua aksesoris
tubuh yang berasal dari logam, dan mengganti pakaian
dengan pakaian yang disediakan rumah sakit
- Sampaikan pada pasien untuk tetap diam selama proses
pemeriksaan
- Sampaikan pada pasien bahwa proses pemeriksaan ini
mungkin terjadi kebisingan yang ditimbulkan oleh alat
MRI, maka dari itu pasien akan diberikan
earplug/headphone untuk mengurangi kebisingan
3) Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi
takut.
4) Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan.
5) Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, dan
persepsi.
6) Identifikasi tingkat kecemasan
7) Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi

2.2.4 Implementasi :

Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari


rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan.

1) Menenangkan pasien
2) Menjelaskan prosedur dan apa yang akan dirasakan oleh pasien
3) Menemani pasien selama pemeriksaan

16
4) Membantu pasien mengenal situasi
5) Mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan,
persepsi
6) Mengidentifikasi tingkat kecemasan
7) Mengintruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi

2.2.5 Evaluasi :

Evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencaan


tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan
tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi pada pemeriksaan ini adalah respon
klien yang menerima petunjuk dari perawat untuk mengurangi rasa cemas.

17
BAB III
MULTIPEL SKLEROSIS

3.1 Definisi Multipel Sclerosis


Multipel sklerosis merupakan salah satu gangguan neurologis yang paling
seringditemukan pada usia muda. Kasus ini sedikit lebih banyak menyerang
wanita dibandingkan dengan pria. Usia rata-rata penderita penyakit ini adalah 30
tahun, dengan batas antara 18-40 tahun.
Sklerosis ditandai dengan adanya bercak kerusakan mielin yang tersebar,
diikuti dengan gliosis dari substansia alba sistem persarafan. Bercak-bercak
berwarna kekuning kuningan dan keras yang ditemukan pada otopsi dipakai
sebagai sumber nama penyakit ini. Sifat perjalanan penyakit merupakan
serangkaian serangan pada berbagai bagian sistem saraf pusat. Setiap serangan
memperlihatkan derajat remisi tertentu tetapi secara meyeluruh gambarannya
adalah ke arah yang (Brunner dan Suddarth, 2002).

3.2 Etiologi Multipel Sklerosis


Sifat mendasar gangguan yang menyebabkan multipel sklerosis tidak
diketahui dan selalu merupakan bahan spekulasi. Penyakit ini lebih sering
dijumpai pada daerah beriklim sedang (Eropa Utara dan Amerika Utara), dengan
insidens kurang lebih 10 per 10.000 penduduk. Penyakit ini jarang ditemukan di
daerah tropis tetapi multipel sklerosis juga jarang dijumpai di Jepang. Penyakit ini
sedikit lebih banyak ditemukan di antara keluarga yang pernah menderitapenyakit
tersebut, yaitu kira-kira 6-8 kali lebih sering pada keluarga dekat.
Masih dipertanyakan apakah meningkatnya kasus pada keluarga
diakibatkan oleh predisporsi genetik (tidak terdapat pola herediter) atau
disebabkan karena sering kontak dengan agen infeksi (mungkin virus) pada masa
kanak-kanak yang entah dapat menyebabkan multipel sklerosis pada waktu mulai
menginjak masa dewasa muda.
Penyelidikan migrasi meununjukkan bahwa jika orang dewasa pindah dari
tempat dengan risiko tinggi ke tempat dengan risiko rendah, mereka tetap
mempunyai risiko tinggi untuk menderita multipel sklerosis. Tetapi jika migrasi

18
terjadi sebelum mencapai usia 15 tahun, maka individu tersebut mempunyai risiko
yang rendah sesuai dengan tempat tinggalnya yang baru. Data-data ini sesuai
dengan teori yang menyatakan virus mungkin merupakan penyebabnya dengan
periode latenyang panjang antara paparan awal dengan awitan (onset) penyakit.
Mekanisme kerjanya mungkin merupakan reaksi autoimun yang menyerang
mielin.
Sejumlah virus diduga sebagai agen penyebab multipel sklerosis. Oleh
bebrapa peneliti, virus campak (rubella) diduga sebagai virus penyebab penyakit
ini. Pada penderita multipel sklerosis ternyata serum dan cairan suerebrospinal
mengandung berbagai antibodi campak serta bukti yang menyatakan bahwa zat
anti tersebut dihasilkan dalam otak.
Penyelidikan lain mengajukan kemungkinan adanya faktor-faktor genetik
sehingga ada orang-orang yang lebih rentan terhadap serangan berbagai virus
yang bereaksi lambat padasistem saraf pusat. Virus lambat ini mempunyai masa
inkubasi yang lama dan mungkin hanya berkembang dalam kaitannya
denganstatus imun yang abnormal atau terganggu.

19
3.3 Patofisiologi

Gambar 1.1 Patofisiologi Multipel Sklerosis disertai Masalah Keperawatan

3.4 Penatalaksanaan Medis


Program pengobatan sesuai dengan inndividu, kelompok, dan rasional
yang menjadi indikasi untuk mengurangi gejala dan memberikan dukungan secara
terus-menerus. Banyak klien multipel sklerosis megalami keadaan stabil dan

20
hanya memerlukan penngobatan yang lebih sering yang ditujukan pengontrolan
gejala sedangkan yang lain mengalami progresi penyakit yang mantap.
Farmakoterapi
 Kortikosteroid dan ACTH digunakan sebagai agen anti-inflamasi yang dapat
meningkatkan konduksi saraf. Karena mekanisme imun merupakan faktor
patogenesis multipel sklerosis, maka sejumlah agen farmakologik dicoba
untuk modulasi respons imun dan menurunkan kecepatan perkembangan
penyakit dan serangan yang sering dan menurunkan keadaan yang semakin
buruk. Obat-obatan ini mencakup azatioprin, siklofosfamid, dan interferon.
 Beta interferon (Betaseron) telah disetujui untuk digunakan dalam perjalanan
relapsing-remitting. Betaseron telah diketahui efektif dalam menurunkan
secara signifikan jumlah dan beratnya eksaserbasi akut dengan pemindaian
MRI yang menunjukkan area demielinisasi yang lebih kecil pada jaringan
otak. Ini merupakan obat baru yang dapat menjanjikan untuk pengobatan
multipel sklerosis meskipun telah ratusan kali dicoba.

3.5 Sebelum Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging


3.6 Setelah Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging

21
BAB IV
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
MULTIPEL SKLEROSIS

4.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan menunjukan masalah yang aktual dan risiko
berkaitan dengan penyakit yang mencakup masalah neurologis, komplikasi
sekunder, dan pengaruh penyakit terhadap klien dan keluarga. Gerakan dan
kemampuan berjalan klien diobservasi untuk menentukan apakah ada
kemungkinan risiko jatuh. Pengkajian fungsi dilakukan baik ketika klien
cukup istirahat dan ketika mengalami kelelahan. Perlu dikaji untuk adanya
kelemahan, spastisitas, kerusakan pengliahatan, dan inkotinensia.

4.1.1 Anamnesis
Identitas klien meliputi nama, umur,(lebih sering pada kelompok
dewasa muda) antara 18 – 40 tahun), jenis kelamin (lebih sering menyerang
wanita dibandingkan pria), pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, dan diagnosis
medis.
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dan keluarga untuk
meminta pertolongan kesehatan adalah kelemahan anggota gerak, penurunan
daya ingat, serta gangguan sensorik dan pengliahatan.

Pada anamnesis, klien sering mengeluhkan parestesia (baal, perasaan


geli, perasaan “mati”, “tertusuk-tusuk jarum dan peniti”), penglihatan kabur,
lapang pandang semakin menyempitdan mengeluh tungakinya seakan-akan
mau meloncat secara spontan terutama apabial ia sedang berada di tempat
tidur. Merasa lelah dan berat pada satu tungkai dan pada waktu berjalan
terlihat jelas kaki yang sebelah terseret maju, dan pengontrolannya kurang
sekali.
Pada beberapa kasus, keluarga sering mengeluhkan bahwa klien yang
bertingkah laku euforia, suatu perasaan senang yang tidak terealistis. Ini

22
diduga disebabkan terserangnya substans, penglihatan kabur, lapang pandang
semakin menyempitdan mengeluh tungakinya seakan-akan mau meloncat
secara spontan terutama apabial ia sedang berada di tempat tidur. Merasa lelah
dan berat pada satu tungkai dan pada waktu berjalan terlihat jelas kaki yang
sebelah terseret maju, dan pengontrolannya kurang sekali.
Pada beberapa kasus, keluarga sering mengeluhkan bahwa klien yang
bertingkah laku euforia, suatu perasaan senang yang tidak terealistis. Ini
diduga disebabkan terserangnya substansia alba lobus frontalis. Pada tahap
lanjut dari penyakit, klien sring mengeluhkan retensi akut dan inkontinensia.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Pengkajian yang perlu ditayakan meliputi adanya riwayat infeksi virus
pada masa kanak-kanak. Namun hubungan riwayat infeksi virus yang
menyerang pada masa kanak-kanak belum diketahui bagaimana menyebabkan
multipel sklerosis pada waktu mulai menginjak masa dewasa muda. Virus
campak (rubella) diduga sebagai virus penyebab penyakit ini.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Penyakit ini sedikit lebih banyak di temukan diantara keluarga yang
pernah menderita penyakit tersebut, yaitu kira-kira 6-8 kali lebih sering pada
keluarga dekat. Masih dipertanyakan apakah meningkatnya kasus pada
keluarga diakibatkan oleh predidposisi genetik ( tak terdapat pada herediter)

Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat.adanya perubahan hubungan dan peran
karena klien mengalami kesulitam untuk berkomunikasi akibat gangguan
bicara. Pola persepsi dan konsep diri didapatkan klien merasa tidak berdaya,
tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif. Perubahan yang
terpenting pada klien dengan penyakitb multipel sklerosis adalah adanya
penyakit afek, berupa euforia. Keluhan lain yang melibatkan gangguan serebri

23
dapat berupa hilangnya dayaingat dan demensia. Masalah0masalah emosi,
sosial, pernikahan, ekonomi, pendidikan yang dihadapi klien juga dapat
menjadi akibat dari penyakit.
 Modalitas lain (misalnya radiasi, kopolimer 1, dan kladribin) sekarang
masih diteliti sebagai pengobatan yamg mungkin untuk bentuk multipel
sklerosis progresif.
 Baklofen sebagai agen antispasmodik merupakan pengobatan yang dipilih
untuk spastisitas. Klien dengan spastisitas berat dan kontraktur
memerlukan blok saraf dan intervensi pembedahan untuk mencegah
kecacatan lebih lanjut.

4.1.2 Pemeriksaan Fisik


Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-
keluhan kliien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data
dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per
sistem (B1-B6) dan terarah dengan fokus pemeriksaan fisik pada
pemeriksaan B3 (Brain) dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari
klien.

Keadaan Umum
Klien dengan multipel sklerosis umumnya tidak mengalami penurunan
kesadaran.adanya perubahan pada tanda vital melipuri brakikardi,
hipotensi, dan penurunan frekuensi pernapasan yang berhubungan dengan
bercak lesi di medula spinalis.

a. B1 (Breathing)
Pada umumnya klien dengan mltipel sklerosis tidak mengalami gangguan
pada sistem pernapasan. Pada beberapa klien yang telah lama menderita
multipel sklerosis akan mengalami gangguan fungsi pernapasan. Ini terjadi
akibat tirah baring dalam jangka waktu yang lama. Pemeriksaan fisik yang
didapat meliputi :

24
- Inspeksi, didapatkan klien batuk atau mengalami penurunan
kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, dan penggunaan otot batu napas.
- Palpasi, didapatkan taktil premitrus seimbang kanan dan kiri.
- Perkusi, didapatkan adanya suara resonan pada seluruh lapanganparu.
- Auskultasi, didapatkan bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi
stridor, ronkhi pada klien dengan peninngkatan produksi sekret, dan
kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien
dengan inaktivitas.
b. B2 (Blood)
Pada umumnya klien dengan multipel sklerosis tidak mengalami gangguan
pada sistem kardiovaskular. Akibat dari firah baring lama dan inaktivitas
biasanya klien mengalamihipotensi postural.
c. B3 (Brain)
Peningkajian B3 (Brain) merupakanpemeriksaan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
Inspeksi umum, didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan
tingklah laku.
1) Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran klien biasanya compos mentis.
2) Pemeriksaan Fungsi Serebri
Status mental : Biasanya status mental klien mengalami perubahan
yang berhubungan dengan penurunan status kognitif, penurunan
persepsi, dan penurunan memori baik jangka pendek dan jangka
panjang. Adanya gangguan afek berupa euforia merupakan tanda
khas klien multipel sklerosis.
3) Pemeriksaan Saraf Kranial
a). Saraf I, Biasanya pada klien multipel sklerosis tidak ada
kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan.
b). Saraf II, Hasil tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan
penurunan ketajaman penglihatan. Sejumlah besar klien menderita
gangguan penglihatan sebagai gejala-gejala awal. Dapat terjadi

25
kekaburan, penglihatan, lapang pandang yang abnormal dengan
bintik buta (skotoma) baik pada satu maupun pada kedua mata.
Salah satu mata mungkin mengalami kebutaan total. Gangguan-
gangguan visual ini mungkin diakibatkana). Saraf I, Biasanya pada
klien multipel sklerosis tidak ada kelainan dan fungsi penciuman
tidak ada kelainan.
b). Saraf II, Hasil tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan
penurunan ketajaman penglihatan. Sejumlah besar klien menderita
gangguan penglihatan sebagai gejala-gejala awal. Dapat terjadi
kekaburan, penglihatan, lapang pandang yang abnormal dengan
bintik buta (skotoma) baik pada satu maupun pada kedua mata.
Salah satu mata mungkin mengalami kebutaan total. Gangguan-
gangguan visual ini mungkin diakibatkan oleh neuritis saraf
optikus. Lesi pada batang otak yang menyerang nukleus atau
serabut-serabut traktus pada otot-otot ekstraokular dan nistagmus
(gerakan osilasi bola mata yang cepat dalam arah horizontal atau
vertikal).
c). Saraf III, IV, dan VI, Pada beberapa kasus penyakit multipel
sklerosis biasanya tidak ditemukan adanya kelainan pada saraf ini.
d). Saraf V, wajah simetris dan tidak ada kelainan pada saraf ini.
e). Saraf VII, Persepsi pengecapan dalam batas normal.
f). Saraf VIII, Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
g). Saraf IX dan X, Didapatkan kesulitan dalam menelan makanan
yang berhubungan dengan perubahan status kognitis (klien tidak
kooperatif).

Risiko dari multipel sklerosis terhadap sistem ini berupa


komplikasi sekunder seperti risiko kerusakan integritas jaringan kulit
(dekubitus) akibat penekanan setempat dari tirah baring lama, deformitas,
kontraktur, dan edema dependen pada kaki

26
4.1.3 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan elektroforesis terhadap SSP biasanya mengungkapkan
adanya ikatan oligoklonal (beberapa piita imunoglobulin gamma [IgG]),
yang menunjukkan abnormalitas imunoglobulin. Dalam kenyataannya,
hampir 95% antibodi igG normal terlihat di SSP pada klien dengan
multipel sklerosis. Pemeriksaan potensial bangkitan dilakukan untuk
membantu memastikan luasnya proses penyakit dan memantau perubahan.

4.2 Diagnosa Keperawatan


1. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kelemahan, paresis,
dan spastisitas.
2. Risiko tinggi cedera yang berhubungan dengan kerusakan sensorik dan
penglihatan, dampak tirah baring lama, dan kelemahan spastis.
3. Defisit perawatan diri (makan, minum, berpakaian, higiene) yang
berhubungan dengan perubahan kemampuan merawat diri sendiri,
kelemahan fisik spastis.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan intake nutrisi yang tidak adekuat.
5. Perubahan pola eliminasi urine yang berhubungan dengan kelumpuhan
saraf perkemihan.
6. Risiko tinggi gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah
baring lama.
7. Perubahan proses pikir (kehilangan memori, demensia, euforia) yang
berhubungan dengan disfungsi serebri.
8. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan perubahan
proses pikir dan disfungsi akibat perkembangan penyakit.

4.3 Intervensi
Risiko tinggi cedera yng berhubungan dengan kerusakan sensorik penglihatan, dampak
tirah baring lama, dan kelemahan spastis.

27
Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam , resikoo trauma terjadi.

Kriteria hasil : klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan trauma, decubitus tidak
terjadi, kontraktur sendi tidak terjadi, klien tidak jatuh dari tempat tidur.
Intervensi Rasionalisasi
Pertahankan tirah barin dan imobilisasi Meminimalkan rangsang nyeri akibat
gesekan antara fragmn tulang dengan
sesuai indikasi.
jaringan lunak sekitarnya.

Berikan kacamata yang sesuai pada klien. Tameng mata atau kacamata penutup
dapat digunkan untuk memblok impuls
penglihatan pada satu mata bila klien
mengalami diplopia (penglihatan ganda).
Kacamata prisma dapat membantu klien
yang terbaring di tempat tidur yang
mempunyai kesulitan penglihatan saat
membaca dengan posisi telentang.
Individu dengan keterbatasan fisik perlu
menghindari membaca bacaan yang
dicetak biasa, hal ini merupakan pilihan
untuk bebas dari buku –buku yang
berbicara tentang politik atau dapat
diharapkan untuk memperoleh buku-buku
dengan tipe yang banyak tersedia pada
perpustakaan local.
Minimalkan efek imobilitas Karena penurunan aktifitas fisik dan
imobilitas sering terjadi pada multiple
sclerosis, maka komplikasi yang
dihubungkaan dengan imobilisasi (tidak
melakukan mobilisasi) mencakup
decubitus dan langkah untuk
mencegahnya. Penanganan untuk
mencegah komplikasi berupa pengkajian
dan mempertahankan integritas kulit dan
latihan napas dalam serta batuk.

28
Modifikasi pencegahan cedera. Pencegahan cedera dilakukan pada klien
multiple skerosis jika disfungsi motoric
menyebabkan masalah akibat tidak adanya
koordinasi dan adanya kekakuan, atau jika
ataksida ada, klien beresiko jatuh.
Modifikasi lingkungan Untuk mengatasi ketidakmampuan, klien
dianjurkan untukberjalan dengan kaki
pada ruaang yang luas untuk menyediakan
dasar yang luas dan untuk meningkatkan
kemampuan berjalan dengan stabil.
Ajarkan teknik berjalan Jika kehilangan sensasi terhadap posisi
tubuh, klien dianjurkan untuk melihat kaki
sambil berjalan. Berjalan dengan langkah
cepat dicoba dengan alat bantu (walker,
tongkat, brace, kruk, pegngan parallel) dan
terapi fisik. Jika gaya berjalan tetap tidak
efisien, kursi roda atau motor skuter
menjadi pilihan penyelesaiannya.
Berikan terapi okupasi Terapi okupasi merupakan sumber yang
membantu individu dalam memberi
anjuran dan menjamin bantuan untuk
meningkatkan kemandirian. Jika tidak ada
koordinasi dan tremor ekstremitas atas
terjadi ketika gerakan volunteer
diupayakan (tremor intensi), gelag
pemberat atau manset pada pergelangan
tangan dapat menolong. Klien dilatih
untuk berpindah dan melakukan aktifitas
sehari-hari.

Minimalkan risiko dekubitus Karena hilangnya sensorik dapat


menyebabkan bertambahnya kehilangan
gerak motoric, decubitus terus diatasi
untuk integritas kulit. Penggunaan kursi
roda meningkatkan risiko.
Inspeksi kulit bagian distal setiap hari. Deteksi dini adanya gangguan sirkulasi dan

29
Pantau kulit dan membrane mukosa hilangnya sensasi risiko yinggi kerusakan
terhadap iritasi, kemerahan, atau luka integritas kulit kemungkinan komplikasi
imobilisasi
Meminimalkan spastisitas dan kontraktur Spastisitas otot biasa terjadi pada tahap
lanjut, yang terlihatdaam bentuk spasme
adductor yang berat pada pinggul, dengan
spasme fleksor pada pinggul dan lutut. Jika
tidak berkurang maka kontraktur fibrosa
pada sendi ini diakibatkan leh adanya
decubitus yang terjadi pada daerah sacrum
dan pinggul (karena ketidakmampuan klien
mengatur posisi dengan benar). Kantung
hangat mungkin menguntungkan, tetapi
mandi panas harus dihindari karena
beresiko terhadap terjadinya luka bakar
sekunder akibat adanya kehilangan
sensorik dan risiko meningkatnya gejala
yang berhubungan dengan peningkatan
suhu tubuh.
Ajarkan teknik latihan Latihan setiap hari untuk menguatkan otot
diberikan untuk meminimalkan kontraktur
sendi. Perhatian khusus diberikan pada
otot-otot paha, otot gastroknemeus,
adductor, biseps, pergelangn tangan, serta
fleksor jari-jari. Spastisitas otot biasanya
terjadi dan mengganggu fungsi normal.
Latihan rutin dengan regang-tahan-rileks
otot-otot dapat membantu relaksasi dan
memperbaiki spastisitas otot. Berenang
dan sepeda stasionari dpat dilakukan dan
menahan beban dengan berat yng
perlahan-lahan ditambah dapat
mengurangi spastisitas kaki. Klien tidak

30
harus terburu-buru dalam melakukan
aktivitas ini, karena spastisitas ini sering
meningkat.
Pertahankan sendi 90o terhadap papan Telapak kaki dalam posisi 90o dapat
kaki mencegah terjadinya footdrop
Evaluasi tanda/gejala perluasan cedera Menilai perkembangan masalah klien
jaringan (peradangan local/sistemik
seperti peningkatan nyeri, edema, demam)

31
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Magnetic Resonance Imaging ( MRI ) adalah suatu alat diagnostik
muthakhir untuk memeriksa dan mendeteksi tubuh dengan menggunakan
medan magnet yang besar dan gelombang frekuensi radio, tanpa operasi,
penggunaan sinar X, ataupun bahan radioaktif, yang menghasilkan rekaman
gambar potongan penampang tubuh. MRI berguna untuk mendeteksi
beberapa kelainan pada jaringan lunak seperti otak, sumsum tulang serta
muskuloskeletal.

Alat MRI berupa suatu tabung berbentuk bulat dari magnet yang
besar. Penderita berbaring di tempat tidur yang dapat digerakkan ke dalam
(medan) magnet. Magnet akan menciptakan medan magnetik yang kuat lewat
penggabungan proton-proton atom hidrogen dan dipaparkan pada gelombang
radio. Ini akan menggerakkan proton-proton dalam tubuh dan menghasilkan
sinyal yang diterima akan diproses oleh komputer guna menghasilkan
gambaran struktur tubuh yang diperiksa. Untuk menghasilkan gambaran MRI
dengan kualitas yang optimal sebagai alat diagnostik, maka harus
memperhitungkan hal-hal yang berkaitan dengan teknik penggambaran MRI

5.2 Saran
Selalu memperhatikan keselamatan saat melakukan pemeriksaan MRI.
Terutama bagi pasien atau anggota staff pendukung dalam ruang scan, secara
menyeluruh akan terdeteksi penggunaan logam.

32
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Setiadi.2012. Konsep & Penulisan Asuhan Keperawatan.Yogyakarta: Graha Ilmu

Nurarif, Amin Huda, Kusuma, Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc. Yogyakarta :
MediAction.

Herdman, T. Heather. 2015. Nanda international Inc. diagnosis keperawatan :


definisi & klasifikasi 2015/2017. Jakarta : EGC.

Jennifer P. Kowalak. 2009. Buku Pegangan Uji Diagnostik Edisi 3. Jakarta: EGC.

33

You might also like