You are on page 1of 17

Kesehatan sel dan jaringan tidak hanya bergantung pada sirkulnsi yang utuh untuk

mengirimkan oksigen dan membuang sampah, tetapi juga bergantung pada homeostosis cairan
normal; penyebab utama kesakitan dan kematian di negara maju berkaitan pada satu sisi atau sisi
lain, dengan kegagalan mempertahankan status cairan normal. Homeostssis normal mencakup
pemeliharann keutuhan dinding pembuluh darah serta tekanan dan osmolaritas intravaskular
dalam kisaran fisiologis tertentu. Perubahan pada volume, tekanan, atau kandungan protein
vaskular atau perubahan pada fungsi endotel mempengaruhi pergerakan air yang
melewati dinding pembuluh darah. Ekstravasasi air ke dalam rongga interstisial semacam itu
disebut dengan edemo dan mempunyai kepentingan yang

2.1. Edema
Sekitar 60% dari berat badan tubuh pada saat istirahat (lean body weight) adalah air,
dengan dua pertiganya berada dalam ruang intrasel dan sisanya dalam ruang ekstrasel, yang
sebagian besar sebagai cairan interstisial (hanya kira-kira Sok dari air tubuh total berada
dalam plasma darah). Istilah edema menandakan meningkatnya cairan dalam ruang
jaringan interstisial.
Selain itu, bergantung pada lokasinya,pengumpulan cairan dalam rongga tubuh yang
berbedadiberi sebutan yang beragam, seperti hidrotoraks, hidroperikardium , atau
hidroperitoneum (yang te rakhir ini lebih lazim disebut asites). Anasorka adalah suatu edema
berat dan menyeluruh disertai pembengkakan hebat pada jaringan subkutan.
Secara umum, efek berlawanan antara tekanan hidrostatik vaskular dan tekanan osmotik
koloid plasma merupakan faktor utama yang mengatur pergerakan cairan antara ruang vaskular
dan interstisial. Biasanya, keluarnya cairan ke dalam interstisial dari ujung arteriol mikrosirkulasi
hampir diimbangi oieh aliran masuk pada ujung venula; kelebihan cairan interstisial yang tersisa
dalam jumlah yang kecil dialirkan melalui saluran limfe. Meningkatnya tekanan kapiier ataupun
berkurangnya tekanan osmotik koloid dapat meningkatkan cairan interstisial. Oleh karena cairan
ekstravaskular terkumpul pada salah satu ruang, meningkatnya tekanan hidrostatik jaringan
dan tekanan osmotik koloid plasma pada akhirnya akan mencapai suatu keseimbangan
(ekuilibrium) yarg baru, dan air kembali memasuki venula. Cairan edema interstisial yang
berlebihan dibuang melalui saluran limfe, kembali terutama ke dalam aliran darah melalui
duktus torasikus jelasnya, sumbatan saluran limfe (misalnya, karena pembentukan jaringan
parut atau tumor) dapat pula mengganggu drainase cairan dan menyebabkan edema. Akhirnya,
suatu retensi primer natrium (dan air yang pasti menyertainya) pada penyakit ginjal juga
menimbulkan edema.
Cairan edema yang terjadi pada kekacauan hidrodinamik secara khas merupakan snatu
transudat yang miskin protein dengan berat jenis di bawah 1,012. Sebaliknya, karena
peningkatan permeabilitas vaskular, edema akibat radang merupakan suatu eksudat kaya protein
dengan berat jenis biasanya diatas 1,020.
Peningkatan Tekanan Hidrostatik. Peningkatan tekanan intravascular lokal dapat
diakibatkan oleh gangguan aliran darah balik vena sebagai contoh, yang diakibatkan oleh
trombosis vena dalam pada ekstremitas inferior yang disertai dengan cdema vang terbatas pada
tungkai yang terkena. Peningkatan tekanan vena umum yarrg mengakibatkan edema sistemik,
paling lazim terjadi pada gagal jantung kongestif yang memengaruhi fungsi ventrikel
kanan jantung. Meskipun peningkatan tekanan hidrostatik vena merupakan hal yang penting,
pathogenesis edema jantung merupakan hal yang lebih kompleks. Gagal jantung kongestif
disertai dengan penurunan curah jantung sehingga menurunkan perfusi ginjal. Hipoperfusi ginjal
kemudian akan memicu poros renin-angiotensin-aldosteron, yang menginduksi retensi natrium
dan air oleh ginjal (aldosteronisme sekunder). Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan volume
intravaskular sehingga akan meningkatkan curah jantung yang disertai perbaikan perfusi ginjal
normal. Namun, jika jantung yang mengalami kegagalan tersebut tidak dapat meningkatkan
curah jantung, beban cairan tambahan mengakibatkan peningkatan tekanan vena dan akhirnya
terjadi edema. Jika curah jantrlng tidak diperbaiki atau retensi air tidak berkurang (misalnya,
dengan pembatasan garam, diuretik, atau antagonis aldosteron), terjadi suatu siklus retensi cairan
ginjal dan akan memperburuk edema. Meskipun dibahas di sini dalam konteks edema pada gagal
jantung kongestif, seharusnya dipahami bahwa pembatasan garam, diuretik, serta antagonis
aldosteron juga bernilai dalam penatalaksanaan edema umum akibat berbagai macam
penyebab lainnya.

Penurunan Tekanan Osmotik Plasma. Keadaan ini dapat disebabkan oleh kehilangan yang
berlebihan atau penurunan sintesis albumin, yaitu suatu protein serum yang paling berperan
untuk mempertahankan tekanan osmotik koloid. Penyebab penting kehilangan albumin adalah
sindrom nefrotik yang ditandai oleh kebocoran dinding kapiler glomerulus dan edema umum.
Penurunan sintesis albumin terjadi pada keadaan penyakit hati difus (mlsalnya, sirosis) atau
sebagai akibat malnutrisi gizi protein. Dalam setiap kasus, penurunan tekanan osmotik plasma
menyebabkan pergerakan cairan ke dalam jaringan interstisial dan mengakibatkan penyusutan
volume plasma. Dengan penurunan volume intravaskular, dapat diperkirakan bahwa akan terjadi
hipoperfusi ginjal disertai dengan aldosteronisme sekunder. Sayangnya, retensi natrium dan air
tidak dapat memperbaiki kekurangan volume plasma karena masih terdapat gangguan primer
protein serum yang rendah. Pada gagal jantung kongestif, edema yang ditimbulkan oleh kadar
protein yang rendah diperburuk oleh retensi natrium dan cairan sekunder.
Surnbatan Saluran Limfe. Gangguan drainase saluran limfe dan akibatnya terjadi
limfedema biasanya bersifat 1okal; ganggllan ini dapat disebabkan oleh obstruksi akibat radang
atau neoplastik. Contoh, infeksi parasit filoriosis sering kali menyebabkan fibrosis saluran dan
kelenjar getah bening yang masif di daerah inguinal. Edema pada genitalia eksterna serta
ekstremitas inferior yang terjadi sangat hebat sehingga disebtrt elefnntinsis. Kanker payudara
dapat diterapi dengan pengangkatan dan/atau melakukan radiasi pada payudara serta kelenjar
getah bening aksila yang berkaitan. Reseksi terhadap saluran limfe serta pembentukan jaringan
parut yang berhubungan dengan pembedahan dan radiasi dapat menyebabkan edema berat pada
lengan. Pada karsinoma payudara, infiltrasi serta obstruksi pada saluran limfe superfisial dapat
menyebabkan edema pada kulit yang menutupinya, dan menimbulkan gambaran yang disebut
dengan gambaran peau d'oronge (kulit jeruk). Gambaran berbintik-bintik halus semacam itu
disebabkan oleh aksentuasi tekanan pada kulit di daerah folikel rambut.
Retensi Natrium dan Air. Kedua hal ini jelas merupakan faktor pendukung pada
beberapa bentuk edema; namun, retensi garam dapat pula merupakan penyebab primer edema.
Peningkatan garam, yang pasti disertai dengan peningkatan air, baik menyebabkan peningkatan
tekanan hidrostatik (karena bertambahnya volume cairan intravaskular) maupun penurunan
tekanan osmotik koloid vaskular. Retensi garam dapat terjadi pada setiap penurunan fungsi ginjal
akut, termasuk glomerulonefritis pasca streptokokus dan gagal ginjal akut.

o MORFOLOGI
Edema paling mudah dikenali secara makroskopis; secara mikroskopis, cairan edema
pada umumnya hanya muncul sebagai pembengkakan sel yang kecil, disertai dengan pembukaan
dan pemisahan unsur matriks ekstraselular. Meskipun setiap organ atau jaringan dalam tubuh
dapat terkena, edema paling sering ditemukan dalam jaringan subkutan, paru, dan otak. Edema
umum yang berat disebut pula anasarka.
Edema subkutan dapat mempunyai sebaran yang berbeda bergantung pada penyebabnya.
Edema ini dapat bersifat difus, atau dapat lebih mencolok pada daerah bertekanan hidrostatik
tertinggi. Pada daerah tersebut, distribusi edema dipengaruhi oleh gravitasi, dan diberi istilah
terkait. Edema pada bagian tubuh terkait (misalnya, tungkai saat berdiri, panggul saat berbaring)
merupakan gambaran mencolok gagal jantung, terutama pada ventrikel kanan. Edema yang
disebabkan oleh disfungsi ginjal atau sindrom nefrotik pada umumnya lebih berat daripada
edema jantung dan memengaruhi semua bagian tubuh secara sama. Namun, edema awalnya
dapat muncul pada jaringan dengan matriks jaringan ikat yang longgar seperti palpebra, yang
menyebabkan edema periorbital. Tekanan jari tangan pada jaringan subkutan yang mengalami
edema secara bermakna akan memindahkan cairan interstisial dan meninggalkan suatu cekungan
berbentuk jari tangan, disebut dengan edema pitting. Edema paru merupakan masalah klinis
umum yang paling sering ditemukan dalam kasus gagal ventrikel kiri (sering kali mempunyai
suatu sebaran terkait dalam paru), tetapi juga terjadi pada gagal ginjal, sindrom gagal napas
dewasa (ARDS, adult respiratory disfress syndrome;), infeksi paru, dan reaksi hipersensitivitas.
Secara khusus paru akan mempunyai berat dua hingga tiga kali berat normalnya, dan pada
potongannya akan tampak cairan berbuih, kadangkadang berwarna seperti darah yang
menunjukkan adanya percampuran antara udara, cairan edema, dan ekstravasasi sel darah merah.
Edema otak dapat terlokalisasi pada tempat jejas fokal (misalnya, abses atau neoplasma) atau
dapat generalisata, misalnya pada ensefalitis, krisis hipertensi, atau sumbatan pada aliran keluar
vena di otak. Trauma dapat menyebabkan edema lokalisata atau generalisata, bergantung pada
sifat dan luas jejas. Pada edema generalisata, otak mengalami pembengkakan secara
makroskopis yang disertai dengan sulkus yang menyempit serta girus yang menggelembung
yang menunjukkan adanya tanda pemipihan yang menekan kranium yang keras.
Korelasi Klinis. Efek edema dapat berkisar dari hal yang semata-mala mengganggu
sampai ke hal yang fatal. Edema jaringan subkutan pada gagal jantung atau gagal ginjal
merupakan hal yang penting, terutama karena mengarah pada penyakit yang rnendasarinya;
namun, edema jika signifikan dapat mengganggu proses penyembuhan luka atau pembersihan
terhadap infeksi. Sebaliknya, edema paru dapat menyebabkan kematian karena mengganggu
fungsi ventilasi normal. Cairan yang terkumpul dalam sekat alveolus di sekitar kapiler tidak
hanya akan menghalangi difusi oksigen, tetapi cairan edema dalam rongga alveolus juga
merupakan lingkungan yang menguntungkan untuk terjadi infeksi bakteri. Edema otak bersifat
serius dan dapat menimbulkan kematian dengan cepat; jika edema tersebut parah, substansi otak
dapat mengalarni herniasi (terdorong keluar) melewati, misalnya foramen magnum, atau
persediaan darah batang otak dapat tertekan, Setiap kondisi tersebut dapat mencederai pusat
medula dan menyebabkan kematian.

2.2 HIPEREMIA DAN KONGESTI

Baik istilah hiperemia maupun kongesti, keduanya menunjukkan suatu peningkatan


volnme darah setempat pada jaringan tertenLu. Hiperemia merupakan suatu proses aktif
yangberasal dari peningkatan aliran darah yang disebabkan oleh dilatasi arteriol-misalnya, pada
tempat inflamasi atau pada otot rangka selama berolahraga. Jaringan yang terkena akan berwarna
lebih merah karena penyumbatan oleh darah yang teroksigenasi.

Kongesti merupakan proses pasif yang diakibatkan oleh terganggunya aliran darah balik
vena dari suatu jaringan. Proses ini dapat terjadi secara sistemik, seperti pada gagal jantung, atau
dapat secara lokal, yang diakibatkan oleh obstruksi vena tersendiri. Jaringan yang bersangkutan
berwarna merah-biru (sinnosis), terutama pada saat kongesti yang memburuk sehingga terjadi
akumulasi hemoglobin terdeoksigenasi pada jaringan yang terkena.

MORFOLOGI

Permukaan irisan jaringan yang hiperemis atau kongestif bersifat hemoragis dan basah. Secara
mikroskopis, kongesti paru akut ditandai dengan adanya kapiler alveolus yang tersumbat oleh
darah; dapat pula disertai dengan edema sekat alveolus dan/atau perdarahan intraalveolus fokal
yang kecil. Pada kongesti paru kronis, sekat tersebut menebal dan fibrotik, dan rongga alveolus
dapat mengandung banyak makrofag yang berisi hemosiderin ("sel pada gagal jantung"). Pada
kongesti hepatik akut, vena sentralis serta sinusoid akan menggelembung oleh darah, bahkan
dapat terjadi degenerasi hepatosit sentral; hepatosit periportal, teroksigenasi lebih baik karena
kedekatannya dengan arteriol hepatika, dan mengalami hipoksia ringan dan hanya dapat
mengalami perubahan perlemakan. Pada kongesti hepatik pasif kronis, daerah sentral lobules
hepar secara makroskopis berwarna tengguli (merah-cokelat) dan sedikit mencekung (karena
hilangnya sel) dan sangat berbeda dengan daerah sekitar hepar yang tidak mengalami kongesti
yang berwarna samak (kecokelatan), dan kadang-kadang berlemak Secara mikroskopis, terlihat
nekrosis sentrilobular disertai dengan hilangnya hepatosit dan terjadi perdarahan, termasuk
makrofag yang mengandung hemosiderin. Pada kongesti hepar yang parah dan berlangsung lama
(paling lazim disertai dengan gagal jantung), secara makroskopis bahkan dapat terlihat adanya
fibrosis hepar ("sirosis kardiak"). Penting untuk diperhatikan bahwa karena bagian sentral
lobulus hepar adalah bagian yang terakhir rnenerima darah, nekrosis sentrilobular dapat pula
terjadi jika terjadi penurunan aliran darah hepar (termasuk syok karena penyebab apa pun); tidak
perlu adanya kongesti hepar sebelumnya.

A. Perdarahan petekie pungtata pada mukosa kolon, di siniterlihat sebagai akibat


trombositopenia.

B. Perdarahan intraserebral fatal. Bahkan, jumlah perdarahan pada tempat penting, atau dalam
rongga tertutup (sepedi kranlum) secara relatif tidak berkaitan, tetapi dapat beralibat fatal.
TROMBOSIS

Thrombosis dapat dipikirkan sebagai pembentukan suatu bekuan darah (trombus) dalam
pembuluh darah yang tidak mengalami cedera, atau oklusi trombotik pada suatu pembuluh darah
setelah mengalami cedera yang relatif ringan. Baik hemostasis maupun trombosis bergantung
pada tiga komponen umum: dinding pembuluh dnrah, trombosit, dan knskade koagulasi. Kami
memulai pembahasan dengan proses hemostasis normal serta suatu gambaran mengenai cara
pengaturannya.

Trombosit berperan penting dalam hemostasis normai. Pada saat dalam darah, trombosit
merupakan cakram halus dilapisi mernbran yang mengeluarkan sejumlah reseptor glikoprotein
kelompok integrin. Trombosit mengandung dua tipe gramrla yang spesifik. Granula-ɑ
mengeluarkan molekui adhesi seiektin-P pada dan mengandung fibrir-rogen, fibronektin, faktor
V dan VIII, faktor 4 trombosit (kemokin pengikat heparin), faktor pertumbuhan yang berasal dari
trombosit (PDGF), serta transforming growth factor-ɑ (TGF-ɑ). Granula lain rnerupakan benda
padat (dense bodies), atau granula-δ, yang mengandung adenin nukleotida (ADp dan ATp),
kalsium terionisasi, histamin, serotonin, dan epinefrin. Setelah terjadi jejak vaskular, trombosit
bertemu dengan unsur ECM yang biasanya tersimpan di bawah endotel yang utuh; unsur ini
meliputi kolagen (terpenting), proteoglikan, fibronektin, dan glikoprotein adhesif lain. Saat
bertemu dengnn ECM, trombosit mengalami tiga reaksi umum (1) adhesi dan perubahan bentuk,
(2) sekresi (reaksi pelepasan), dan (3) agregasi.
Gambaran diagramatik proses hemostasis normal.

A. Setelah terjadi jejas vaskular, faktor neurohu moral local menginduksi vasokonstriksi
sementara.
B. Trombosit menempel pada matriks ekstraselular yang terpajan melalui faktor von Willebrand
dan trombosit diaktifkan, yang mengalami perubahan bentuk dan pelepasan granula; adenosin
difosfat (ADP) dan tromboksan A, (TXA,) yang dilepaskan menyebabkan agregasi trombosit
lebih lanjut, untuk membentuk sumbat hemostasrs primer.

C. Aktivasi lokal kaskade koagulasi (melibatkan faktor jaringan dan fosfolipid trombosit)
menyebabkan polimerisasi fibrin, "menyemen" trombosit menjadi sumbat hemostatik sekunder
definitif.

D. Mekanisme kontraregulasi, seperti pelepasan t-PA (tissue plasminogen activafor, suatu


produk fibrinolisis) dan trombomodulin (mengganggu kaskade koagulasi), membatasi proses
hemostasis pada lokasi jejas.

MORFOLOGI

Trombus dapat terjadi di mana pun dalam sistem kardiovaskular: di dalam rongga jantung, pada
daun katup, atau dalam arteri, vena, atau kapiler. Trombus tersebut mempunyai ukuran dan
bentuk yang beragam, bergantung pada tempat asal dan lingkungan yang menyebabkan
pembentukannya. Trombus arteri atau jantung biasanya dimulai pada tempat terjadinya cedera
endotel (misalnya, plak aterosklerotik) atau terjadinya turbulensi (percabangan pembuluh darah);
thrombus vena khas terjadi pada tempat stasis. Karakteristik semua trombus adalah adanya
daerah perlekatan pada pembuluh darah atau dinding jantung yang mendasari, yang sering kali
paling keras pada titik asal trombus. Trombus arteri cenderung tumbuh ke arah yang retrograd
dari titik perlekatannya; trombus vena akan menuju ke arah aliran darah, yaitu menuju jantung.
Bagian belakang yang membesar dapat tidak melekat dengan baik, dan terutama pada vena,
menjadi mudah pecah dan menghasilkan suatu embolus.

Trombus arteri biasanya menyumbat (oklusif); lokasi yang paling lazim adalah (dari yang
paling besar) arteria koronaria, arteria serebri, dan arteria femoralis. Trombus biasanya akan
menutupi suatu plak aterosklerotik, meskipun dapat melibatkan bentuk lain jejas vaskular
(vaskulitis, trauma). Secara khusus thrombus melekat kuat pada dinding arteri yang mengalami
jejas, berwarna putih kelabu dan mudah pecah, tersusun atas anyaman kusut trombosit, fibrin,
eritrosit, dan leukosit yang berdegenerasi.
Trombosis vena atau flebotrombosis, hampir pasti akan menyumbat; trombus ini sering kali
membentuk suatu sumpalan memanjang yang mengisi lumen vena. Oleh karena terbentuk dalam
aliran darah vena yang lambat, trombus ini cenderung lebih banyak mengandung eritrosit
beranyam sehingga dikenal sebagai trombus merah atau trombus stasis.

trombus mural dapat muncul dalam rongga jantung atau lumen aorta, trombus arteri ini
biasanya melekat pada dinding struktur yang mendasari.

Trombus mural.

A. Trombus pada apeks ventrikel kiri dan kanan, melapisi suatu parut fibrosa putih.

B. Trombus berlapis-lapis pada aneurisma aorta abdominalis yang berdilatasi. Sejumlah trombus
mural yang mudah pecah juga tertutupi pada lesi aterosklerotik lanjut aorta yang lebih proksimal
(sebelah kiri gambar).
Akibat yang mungkin terjadi pada trombosis vena.

Manifestasi Klinis:

Trornbosis Vena versus Trombosis Arteri. Trombus signifikan karena: (1) menyebabkan
obstruksi arteri dan vena, dan (2) kemungkinan menimbulkan emboli. Kepentingan masing-
masing bergantung pada lokasi terjadinya trombus. Oleh karena itu, saat trombus vena dapat
menyebabkan kongesti dan edema pada pembuluh darah di daerah distal obstruksi, akibat yang
jauh lebih membahayakan, yaitu trombus tersebut dapat menimbulkan emboli paru, yang
menyebabkan kematian. Sebaliknya, meskipun trombus arteri dapat menimbulkan emboli,
perannya pada obstruksi pembuluh darah di lokasi penting, seperti pembuiuh darah jantung dan
otak, jauh lebih penting.
 Trombosis vena (flebotrombosis). Sebagian besar trombus vena terjadi, baik di dalam
vena superfisial maupun vena profunda tringkai. Trombus vena superfisial biasanya
terjadi dalam ,sistem safena, khususnya jika terdapat varises. Trombus semacam itu dapat
menyebabkan kongesti lokal serta menyebabkan pembengkakan, nyeri, dan nyeri tekan di
sepanjang vena yang terkena, tetapi emboli jarang terjadi. Namun, edema lokal serta
gangguan aliran vena memudahkan terjadinya infeksi pada kulit di atasnya dari trauma
ringan sampai ulkus varikosum. Trombus vena dalam pada vena tungkai yang lebih besar
pada atau di atas sendi lutut (misalnya, vena poplitea, vena femoralis, dan vena iliaka)
akan lebih serius karena trombus tersebut dapat menyebabkan emboli. Meskipun trombus
tersebut dapat menyebabkan nyeri dan edema lokal, penyumbatan vena dapat segera
diimbangi dengan pembentukan saluran pintas kolateral. Akibatnya, trombosis vena
dalam secara keseluruhan bersifat asimtomatis pada kira-kira 50% penderita dan hanya
diketahui melalui pemeriksaan ulang (restrospektif) setelah mengalami emboli.

 Trombosis jantung dsn arteri, Infark miokard dapat disertai gangguan kontraksi miokard
serta kerusakan pada endokard yang berdekatan, sehingga menjadi tempat asal terjadinya
trombus mural. Penynkit jantung rematik dapat mengakibatkan stenosis katup mitral,
diikuti dengan dilatasi atrium kiri; fibrilasi atrium yang menyertai meningkatkan stasis
darah arteri dan membentuk trombus mural. Aterosklcrosis merupakan inisiator utama
trombosis, yang berkaitan dengan hilangnya keutuhan endotel dan aliran vaskular
abnormal. Selain menimbulkan obstruksi, trombus mural jantung dan aorta dapat pula
menyebabkan emboli di perifer. Yang jelas setiap jaringan dapat terkena, tetapi sasaran
utamanya adalah otak, ginjal, dan limpa karena volume aiiran darahnya yang besar.
Gambaran mikroskop arteri yang mengalami trombosis dengan cahaya lemah.

A. Potongan yang diwarnai H & E.

B. pewarnaan untuk jaringan elastis. Lumen asal digambarkan oleh lamina elastis interna (panah)
dan dengan sepenuhnya terisi oleh trombus yang mengalami organisasi, sekarang digambarkan
dengan sejumlah saluran yang mengalami rekanalisasi.

2.2. Emboli
Embolus adalah suatu massa berbentuk padat, cair, atau gas intravaskular yang terlepas
dan dibaca oleh darah ke tempat yang jauh dari tempat asalnya. Sesungguhnya 99% dari
semua emboli menggambarkan bagian tertentu suatu trombus yang terlepas, sehingga istilah
yang lazim digunakan adalah tromboemboli. Bentuk emboli yang jarang, meliputi butiran
lemak, gelembung udara atau nitrogen, debris aterosklerotik (emboli kolesterol), fragmen
tumor, kepingan sumsum tulang, atau benda asing seperti peluru. Namun, jika tidak khas,
suatu emboli seharusnya dianggap bersifat trombotik pada awalnya. Emboli pasti tersangkut
dalam pembuluh darah sehingga terlalu kecil untuk dilewati, mengakibatkan oklusi
pembuluh darah parsial atau komplet. Akibat potensial peristiwa tromboemboli seperti itr_r
adalah nekrosis iskemik pada jaringan sebelumnya, yang dikenal sebagai infark. Emboli
dapat tersangkut di mana pun dalam lintasan aliran darah bergantung pada tempat asalnya;
dampak klinisnya paling baik dipahami dari sudut pandang bahwa emboli tersangkut dalam
sirkulasi pulmonal ataukah sirkulasi sistemik.

3.1. Penyebab Edema


a. Secara klinis sebagian besar emboli paru (60% - 80%) adalah tenang karena berukuran
kecil. Dengan berjalannya waktu, emboii tersebut mengalami organisasi dan menyatu ke
dalam dinding vaskular; dalam beberapa kasns, organisasi pada tromboembolus
meninggalkan jaring fibrosa yang halus dan saiing berhubungan.
b. Ada beberapa macam penyebab edema paru, biasanya berhubungan dengan gangguan
pada jantung. Namun, edema paru juga dapat terjadi tanpa gangguan jantung.
Jantung berfungsi untuk memompa darah ke seluruh tubuh dari bagian rongga jantung yang
disebut ventrikel kiri. Ventrikel kiri mendapat darah dari paru-paru, yang merupakan tempat
pengisian oksigen ke dalam darah untuk kemudian disalurkan ke seluruh tubuh. Darah dari paru-
paru, sebelum mencapai ventrikel kiri, akan melewati bagian rongga jantung lainnya, yaitu
atrium kiri. Edema paru yang disebabkan oleh gangguan jantung terjadi akibat ventrikel kiri
tidak mampu memompa masuk darah dalam jumlah yang cukup, sehingga tekanan di dalam
atrium kiri, serta pembuluh darah di paru-paru meningkat. Peningkatan tekanan ini kemudian
menyebabkan terdorongnya cairan melalui dinding pembuluh darah ke dalam alveoli. Beberapa
penyakit jantung yang dapat menyebabkan edema paru, antara lain:

 Penyakit jantung koroner.


 Kardiomiopati.
 Hipertensi.
 Penyakit katup jantung.

Selain akibat masalah yang berkaitan dengan jantung, edema paru juga bisa disebabkan oleh
beberapa kondisi atau faktor lainnya, seperti:

 Acute respiratory distress syndrome.


 Infeksi virus.
 Emboli paru.
 Cedera pada paru-paru.
 Tenggelam.
 Berada di ketinggian (di atas 2.400 meter di atas permukaan laut).
 Cedera kepala, kejang, atau setelah operasi otak.
 Menghirup asap saat terjadi kebakaran.Terpapar racun amonia dan klorin, yang mungkin
terjadi saat kecelakaan kereta.
 Kecanduan kokain.

Diagnosis Edema Paru


Selain melakukan pemeriksaan fisik sebagai upaya mencocokkan gejala yang ada, serta mengkaji
riwayat kesehatan pasien terhadap kemungkinan memiliki masalah pada jantung, dokter perlu
juga melakukan sejumlah metode pemeriksaan tertentu, di antaranya adalah:

 Pulse oximetry, untuk mengukur secara cepat kadar oksigen di dalam darah, dengan
menempatkan sensor pada jari tangan atau kaki.
 Elektrokardiografi (EKG), untuk melihat adanya tanda-tanda serangan jantung dan
masalah pada irama jantung.
 Foto Rontgen dada, untuk memastikan bahwa pasien benar-benar mengalami edema
paru, serta melihat kemungkinan lain penyebab sesak napas.
 Tes darah, untuk mengukur kadar oksigen dan karbon dioksida di dalam darah (analisis
gas darah), mengukur kadar hormon B-type natriuretic peptide (BNP) yang meningkat
pada gagal jantung, serta melihat fungsi tiroid dan ginjal. Ekokardiografi, untuk
mengetahui adanya masalah pada otot jantung. Kateterisasi jantung, dilakukan bila
edema paru disertai nyeri dada, namun tidak ditemukan kelainan di EKG maupun
ekokardiografi.
 Kateterisasi arteri paru, untuk mengukur tekanan di dalam pembuluh darah paru-paru.
Pemeriksaan ini dilakukan bila pemeriksaan lain tidak mampu memastikan penyebab
edema paru.

Pengobatan Edema Paru

Jika Anda melihat seseorang mengalami serangan edema paru akut dengan gejala berupa pusing,
sesak napas yang terjadi tiba-tiba, napas terengah-engah disertai mengi, batuk yang disertai
dahak berbusa atau bercampur darah, terlihat lelah, kulit menjadi berwarna biru, dan
mengeluarkan banyak keringat akibat tekanan darah yang turun, segera bawa ke rumah sakit atau
hubungi ambulans. Edema paru akut yang tidak segera ditangani berpotensi mengakibatkan
kematian.

Sebagai penanganan pertama edema paru, dokter akan memberikan penderita oksigen. Setelah
itu, untuk mengurangi tekanan pada pembuluh darah, baik sebelum masuk paru-paru dan
jantung, atau setelahnya. Obat yang diberikan adalah diuretik seperti furosemide dan obat
golongan nitrat seperti nitrogliserin. Diuretik bekerja dengan membuang lebih banyak cairan,
sedangkan nitrat bekerja dengan melebarkan pembuluh darah. Kedua hal tersebut dapat
mengurangi tekanan di dalam pembuluh darah.

Edema paru sering disertai dengan naiknya tekanan darah atau malah menurunkan tekanan
darah, obat untuk membuat tekanan darah optimal akan diberikan, baik menurunkan atau
menaikkan.

Bila diperlukan, pasien akan dipasangkan selang untuk disambungkan ke alat bantu napas, untuk
memastikan oksigen yang masuk ke dalam tubuh cukup.

Pencegahan Edema Paru

Mencegah edema paru dapat dilakukan dengan cara mencegah penyakit jantung, seperti:

 Berolahraga sebanyak 30 menit tiap hari.


 Mengonsumsi makanan sehat berupa sayur-sayuran, buah-buahan, serta makanan rendah
lemak, gula, dan garam. Hal tersebut bertujuan untuk menjaga berat badan, kadar
kolesterol dalam darah, dan tekanan darah Anda selalu berada di batas normal.
 Tidak merokok dan hindari stres.

Komplikasi Edema Paru

Edema paru yang tidak tertangani atau terus berlanjut dapat menyebabkan peningkatan tekanan
di ruang jantung sebelah kanan, yang menerima darah dari seluruh tubuh. Kondisi ini
mengakibatkan ruang jantung kanan gagal berfungsi dan terjadi penumpukan cairan di rongga
perut (asites), bengkak pada tungkai, dan pembengkakan organ hati.

MANIFESTASI KLINIS
Gejala dan Tanda :
1. Distensi vena jugularis, Peningkatan tekanan vena sentral
2. Peningkatan tekanan darah, Denyut nadi penuh,kuat
3. Melambatnya waktu pengosongan vena-vena tangan
4. Edema perifer dan periorbita
5. Asites, Efusi pleura, Edema paru akut ( dispnea,takipnea,ronki basah di seluruh lapangan
paru )
6. Penambahan berat badan secara cepat : penambahan 2% = kelebihan ringan, penambahna
5% = kelebihan sedang, penambahan 8% = kelebihan berat
7. Hasil laboratorium : penurunan hematokrit, protein serum rendah, natrium serum normal,
natrium urine rendah ( <10 mEq/24 jam ).

You might also like