You are on page 1of 20

BAB I

PENDAHULUAN

Mortalitas dan morbilitas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah
besar di negara berkembang, sekitar 25 – 50% kematian di Negara tersebut
disebabkan oleh hal yang berkaitan dengan kehamilan. Tahun 1999 WHO (World
Health Organization) memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya
meninggal saat hamil dan bersalin. Dimana 15% dari seluruh wanita hamil akan
berkembang menjadi komplikasi yang berkaitan dengan kehamilannya serta dapat
mengancam jiwanya dan janin yang dilahirkannya. (Saifuddin dkk, 2002).
Angka kematian ibu dan perinatal merupakan ukuran penting dalam
menilai keberhasilan pelayanan kesehatan dalam suatu negara. Angka kematian
ibu di Indonesia masih tergolong tinggi yaitu 390 per 100.000 persalinan hidup.
Jika perkiraan persalinan di Indonesia sebesar 5.000.000 orang, maka akan
terdapat sekitar 19.500 – 20.000 kematian ibu tiap tahunnya yang terjadi setiap 26
– 27 menit sekali. Dimana sekitar 3 – 10% disebabkan oleh kasus komplikasi
obstetrik, seperti kasus berat pendarahan anterpartum (karena plasenta previa
atau karena solusio plasenta), pendarahan postpartum, kepala janin dan ruang
panggul yang tak seimbang, ruptura uteri serta malpresentasi letak janin
(Manuaba, 1998). Plasenta previa sendiri merupakan komplikasi yang terjadi pada
kira-kira 1 dari 200 kehamilan dan merupakan salah satu penyebab utama
perdarahan pervaginam pada trimester ke 2 dan ke 3 (Getahun D, 2006).
Perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan plasenta dan tidak
terlampau sulit untuk menentukannya adalah plasenta previa. Plasenta previa
ditemukan kira-kira dengan frekuensi 0,3 – 0,6% dari seluruh persalinan. Di
Negara-negara berkembang berkisar antara 1 – 2,4%, sedangkan di RS. Cipto
Mangunkusumo terjadi 37 kasus plasenta previa antara 4781 persalinan
(Saifuddin dkk, 2002).
Banyaknya faktor yang menyebabkan meningkatnya kejadian plasenta
previa disebabkan oleh faktor umur penderita, faktor paritas karena pada paritas
yang tinggi endometrium belum sempat tumbuh, faktor endometrium di fundus
belum siap menerima implantasi, endometrium, vaskularisasi yang kurang pada

1
desidua, riwayat plasenta previa. Hal tersebut jika dibiarkan begitu saja akan
mengakibatkan terjadinya komplikasi baik pada ibu maupun pada janinnya
(Manuaba, 1998).

2
BAB II
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. TH
Umur : 43 tahun
Paritas : G6P3A2
Alamat : Beureghang Tanah Luas, Aceh Utara
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
HPHT : :
UK :
Tanggal masuk :
No. MR : 46.83.38

B. Anamnesis
1. Keluhan utama : Nyeri perut bagian bawah
2. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke poli kebidanan RSUD Cut Meutia dengan keluhan
nyeri perut bagian bawah, tidak adanya darah maupun cairan yang
keluar dari jalan lahir. Air ketuban belum merembes dan pasien masih
merasakan gerakan janin.
3. Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat penyakit asma, hipertensi, diabetes mellitus dan penyakit
jantung disangkal oleh pasien. Riwayat hipertensi dalam kehamilan
sebelumnya juga disangkal oleh pasien.
4. Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit dan keluhan yang sama.
Riwayat asma, hipertensi, diabetes mellitus, dan penyakit jantung
dalam keluarga juga disangkal oleh pasien.
5. Riwayat operasi
Pasien pernah menjalani kuretase 2 kali pada tahun 1999 dan tahun
2000. Pasien juga mempunyai riwayat operasi Caesar pada tahun 2010.
6. Riwayat perkawinan
Pernikahan yang ke-3 dengan suami sekarang sejak 2 tahun yang lalu.
Pernikahan sebelumnya mengalami cerai hidup.
C. Pemeriksaan fisik
Status generalisata
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Vital sign : TD : 120/80 mmHg
N : 88 x/menit

3
RR : 20 x/menit
T : 36,5˚ C
4. Tinggi badan : 157 cm
5. Berat Badan : 62 kg
6. Gizi : Baik
7. Kulit : Turgor dan elastisitas baik, tak tampak kelainan
kulit
8. Kepala : Mesocephal
9. Mata : Conjunctica anemis +/+, sclera ikterik -/-
10. Telinga : Tidak ada secret, tidak ada perdarahan
11. Hidung : Tidak ada secret, tidak ada perdarahan
12. Mulut : Bibir tidak sianosis, lidah tidak kotor, tremor (-)
13. Leher : JVP tidak meningkat, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid dan tidak ada pembesaran getah bening
14. Dada
Inspeksi : bekas luka (-), retraksi (-)
Perkusi : sonor +/+
Palpasi : pengembangan dada simetris +/+
Fremitus (+) normal
Auskultasi :
Cor : S1 S2 reguler, bising jantung (-)
Pulmo : vesikuler +/+, suara tambahan ronkhi (-), wheezing (-)
15. Perut : membesar, sesuai umur kehamilan, stria gravidarum (+),
janin tunggal, punggung kiri, presentasi bokong, his (-), DJJ = 142
x/menit, TFU = 31 cm.
16. Anggota gerak : akral hangat, tidak ada edema, tidak ada varices

D. Status obstetric
1. Inspeksi
Kepala : Kloasma gravidarum (-)
Dada : Mammae tegang, areola dan paplilla mammae
hiperpigmentasi
Abdomen : perut tampak membesar kedepan, stria gravidarum (+),
bekas operasi Caesar (+)
2. Palpasi
Leopod I : Teraba bagian bulat dan keras, TFU : 31 cm
Leopod II : Kanan : teraba bagian kecil-kecil dari janin, Kiri: Teraba
bagian yang memanjang, DJJ 142 x/mnt, His (-)
Leopod III: Teraba bagian lunak, keras, bagian terbawah belum masuk
panggul, teraba 5/5 bagian.
Leopod IV: Konvergen
3. Pemeriksaan dalam : tidak dilakukan

4
E. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
 Hb : 10,4 gr%
 Leukosit : 10.02 ribu/mm3
 Trombosit : 243 ribu/mm3
 HMT : 36,9 %
 Gol. Darah : “AB”
 Masa Perdarahan : 2`30` menit
 Masa Pembekuan : 7` menit
 Glukosa stik : 138 mg/dl
Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
 Janin tunggal, memanjang, preskep, nampak plasenta menutupi OUI
 BPD: 9 ,0cm
 AC: 30,1 cm
 FL: 7 cm
 US-GA 34w 3d
 EFW 2287g
Kesan : plasenta previa totalis

F. Assessment
G6P3A2 hamil Aterm dengan janin presentasi bokong dan plasenta previa
totalis.

G. Rencana
Pro – Seksio sesaria (elektif)

H. Follow up kasus

5
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi dan Klasifikasi


Plasenta previa ialah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim sedemikian rupa sehingga menutupi sebagian atau seluruh dari ostium uteri
internum.
Klasifikasi :
1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh
ostium uteri internum
2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri
internum
3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir
ostium uteri internum
4. Plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim sedemikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih
kurang 2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2cm dianggap
plasenta letak normal (Chalik, 2009).

6
Gambar 1. Plasenta
Previa (Hacker, 2007)
Menurut de Snoo, berdasarkan keadaan pada saat pembukaan 4 -5 cm :
1. Plasenta previa sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm teraba plasenta
menutupi seluruh ostea.
2. Plasenta previa lateralis : bila mana pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan
ditutupi oleh plasenta, dibagi 2 :
2.1 Plasenta previa lateralis posterior : bila sebagian menutupi ostea bagian
belakang.
2.2 Plasenta previa lateralis anterior : bila sebagian menutupi ostea bagian
depan.
2.3 Plasenta previa marginalis : bila sebagian kecil atau hanya pinggir ostium
yang ditutupi plasenta (Hanafiah, 2004).

3.2 Epidemiologi
Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi, dan
pada usia diatas 30 tahun. Pada beberapa rumah sakit umum pemerintah
dilaporkan insiden plasenta previa berkisar 1,7% sampai dengan 2,9%. Di Negara
maju insidensinya lebih rendah yaitu kurang dari 1%, hal ini kemungkinan

7
disebabkan oleh berkurangnya wanita hamil paritas tinggi. Dengan meluasnya
penggunaan ultrasnografi dalam obstetrik yang menungkinkan deteksi lebih dini
insiden plasenta previa bisa lebih tinggi (Chalik, 2009).

3.3 Faktor Resiko


1. Operasi sesar sebelumnya. Pada wanita–wanita yang pernah menjalani
operasi sesar sebelumnya, maka sekitar 1% wanita tersebut akan
mengalami plasenta previa. Resiko akan makin meningkat setelah
mengalami empat kali atau lebih operasi sesar dimana 10% wanita
tersebut akan mengalami plasenta previa.
2. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap
menerima hasil konsepsi.
3. Riwayat tindakan medis yang dilakukan pada uterus, seperti dilatasi dan
kuretase atau aborsi medisinalis.
4. Multiparitas dan jarak kehamilan. Plasenta previa terjadi pada 1 dari
1500 wanita yang baru pertama kali hamil. Bagaimanapun, pada wanita
yang telah 5 kali hamil atau lebih, maka resiko terjadinya plasenta
previa adalah 1 diantara 20 kehamilan. Secara teori plasenta yang baru
berusaha mencari tempat selain bekas plasenta sebelumnya.
5. Usia ibu hamil. Diantara wanita-wanita yang berusia kurang dari 19
tahun, hanya 1 dari 1500 yang mengalami plasenta previa. Satu dari 100
wanita yang berusia lebih dari 35 tahun 3 kali lebih berisiko akan
mengalami plasenta previa.
6. Kehamilan dengan janin lebih dari satu.
7. Kebiasaan tidak sehat seperti merokok dan minum alkohol. Pada
perempuan perokok dijumpai insidensi plasenta previa lebih tinggi 2
kali lipat.
8. Defek vaskularisasi desidua yang kemungkinan terjadi akibat
perubahan atrofik dan inflamatorotik.
9. Adanya gangguan anatomis/tumor pada rahim sehingga mempersempit
permukaan bagi penempelan plasenta.
10. Adanya jaringan parut pada rahim oleh operasi sebelumnya.
Dilaporkan, tanpa jaringan parut berisiko 0,26%. Terdapatnya jaringan

8
parut bekas operasi berperan menaikkan insiden dua sampai tiga kali
lipat.
11. Riwayat plasenta previa sebelumnya, berisiko 12 kali lebih besar.
12. Malnutrisi ibu hamil (Fortner KB, 2007; Hanafiah 2004).

3.4 Etiologi
Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belum
diketahui secara pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa
desidua di daerah segmen bawah rahim tanpa latar belakang lain yang mungkin.
Teori lain mengemukakan sebagai salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi
desidua yang tidak memadai, mungkin sebagai akibat dari proses radang atau
atrofi. Paritas tinggi, usia lanjut, cacat rahim misalnya bekas bedah sesar, kerokan,
miomektomi, dan sebagainya berperan dalam proses peradangan dan kejadian
atrofi di endometrium yang semuanya dapat dipandang sebagai faktor resiko bagi
terjadinya plasenta previa. Cacat bekas bedah sesar berperan menaikkan insiden
dua sampai tiga kali. Pada perempuan perokok dijumpai insidensi plasenta previa
lebih tinggi 2 kali lipat. Hipoksemia akibat karbon mono-oksida hasil pembakaran
rokok menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi.
Plasenta yang mengalami hipertrofi akan mendekati atau menutupi ostium uteri
internum. Plasenta yang terlalu besar seperti pada kehamilan ganda dan
eritroblastosis fetalis bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar ke segmen
bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum
(Chalik, 2009).

3.5 Patofisiologi

Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada timester ketiga dan
mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah
rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Dengan melebarnya isthmus
uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi di situ
sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai
tapak plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan

9
membuka (dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat
laserasi itu akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari
ruangan intervillus dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen
bawah rahim itu perdarahan pada plasenta previa betapa pun pasti akan terjadi
(unavoidable bleeding). Perdarahan di tempat itu relatif dipermudah dan
diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu
berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya sangat minimal,
dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan tertutup dengan
sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika ada
laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta yang akan mengakibatkan
perdarahan yang berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena
pembentukan segmen bawah rahim itu akan berlangsung progresif dan bertahap,
maka laserasi baru akan mengulang terjadinya perdarahan. Pada plasenta yang
menutupi seluruh ostium uteri internum perdarahan terjadi lebih awal dalam
kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian
terbawah yaitu ostium uteri internum. Sebaliknya, pada plasenta previa parsialis
atau letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai
persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak
pada perdarahan berikutnya. Perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada
kehamilan di bawah 30 minggu tetapi lebih separuh kejadiannya pada umur
kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung tempat perdarahan terletak dekat
dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah terjadi ke luar rahim
dan tidak membentuk hematoma retroplasenta yang mampu merusak jaringan
lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan
demikian sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa (Chalik, 2009).
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang
tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari tropoblas, akibatnya plasenta
melekat lebih kuat pada dindig uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan
plasenta inkreta, bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai
menembus vesica urinaria dan rektum bersama plasenta previa. Plasenta akreta
dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah bedah sesar.

10
Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya
elemen otot yang terdapat disana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan
kejadian perdarahan pasca persalanan pada plasenta previa, misalnya dalam kala 3
karena plasenta sukar melepas dengan sempurna (retensio plasenta) atau setelah
uri lepas karena segmen bawah rahim tidak dapat berkontraksi dengan baik
(Chalik, 2009).

3.6 Manifestasi Klinis


1. Gejala klinis
a) Gejala utama plasenta previa adalah pendarahan tanpa sebab, tanpa
rasa nyeri, dan biasanya berulang. Darah biasanya berwarna merah
segar.
b) Bagian terdepan janin tinggi (floating).
c) Sering dijumpai kelainan letak janin.
d) Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak
fatal, kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya, sehingga pasien
sempat dikirim ke rumah sakit. Tetapi perdarahan berikutnya (reccurent
bleeding) biasanya lebih banyak.
e) Janin biasanya masih baik.
2. Pemeriksaan in spekulo
Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari
ostium uteri eksternum atau dari kelainan cervix dan vagina. Apabila perdarahan
berasal dari ostium uteri eksternum, adanya perdarahan yang berasal dari
plasenta harus dicurigai.
3. Penentuan letak plasenta tidak langsung
Dapat dilakukan dengan radiografi, radiosotop dan ultrasonografi. Akan
tetapi pada pemerikasaan radiografi clan radiosotop, ibu dan janin dihadapkan
pada bahaya radiasi sehingga cara ini ditinggalkan. Sedangkan USG tidak
menimbulkan bahaya radiasi dan rasa nyeri dan cara ini dianggap sangat tepat
untuk menentukan letak plasenta.
USG transbadominal dapat dilakukan untuk mengetahui letak implantasi
plasenta namun USG transabdominal kurang sensisitf dalam melihat bagian

11
plasenta posterior, karena kepala atau bagian terbawah janin dapat menutupi
plasenta atau hasil USG terhalangi oleh vesica urinaria yang penuh. Oleh
karena itu USG transvaginal lebih akurat dalam mendiagnosis plasenta previa.
Selain itu, pada USG transvaginal juga sangat sensitif untuk mengetahui jarak
pinggir plasenta dari OUI (sensitivitas 87,5% dan spesivitas 98,8%)
(Oppenheimer, L et. al, 2007a; Oppenheimer L, 2007b).

4. Penentuan letak plasenta secara langsung


Pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan
banyak. Pemeriksaan harus dilakukan di meja operasi. Perabaan forniks. Mulai
dari forniks posterior, apa ada teraba tahanan lunak (bantalan) antara bagian
terdepan janin dan jari kita. Pemeriksaan melalui kanalis servikalis, jari di
masukkan hati-hati kedalam OUI untuk meraba adanya jaringan plasenta
(Hanafiah, 2004).

3.7 Penatalaksanaan

Semua penderita perdarahan antepartum tidak boleh dilakukan pemeriksaan


dalam kecuali kemungkinan plasenta previa telah disingkirkan atau diagnosa
solusio plasenta telah ditegakkan. Penatalaksanaan plasenta previa di RSUP NTB
yang tercantum dalam Standar Pelayanan Medik (2008), dibedakan menjadi 2,
yaitu:
1. Perawatan konservatif
2. Perawatan aktif

3.7.1 Perawatan konservatif

Dilakukan pada bayi prematur dengan umur kehamilan < 37 minggu dengan
syarat denyut jantung janin baik dan perdarahan sedikit atau berhenti.
Cara perawatan :
a. Observasi ketat di kamar bersalin selama 24 jam
b. Keadaan umum ibu diperbaiki, bila anemia berikan transfusi PRC (Packed
Red Cell) sampai Hb 10-11 gr%

12
c. Berikan kortikosteroid untuk maturitas paru janin (kemungkinan
perawatan konservatif gagal) dengan injeksi Betametason/Deksametason 12
mg tiap 12 jam bila usia kehamilan < 34 minggu
d. Bila perdarahan telah berhenti, penderita dipindahkan ke ruang perawatan
dan tirah baring selama 2 hari, bila tidak ada perdarahan dapat mobilisasi.
e. Observasi perdarahan, denyut jantung janin dan tekanan darah setiap 6
jam.
f. Bila perdarahan berulang dilakukan penanganan aktif
g. Bila perdarahan ulang tidak terjadi setelah dilakukan mobilisasi penderita
dipulangkan dengan nasehat :
- Istirahat,
- Segera masuk Rumah Sakit bila terjadi perdarahan lagi
- Dilarang koitus dan kontrol tiap minggu

3.7.2 Perawatan aktif


Segera dilakukan terminasi kehamilan. Jika perdarahan aktif (perdarahan >
500 cc dalam 30 menit) dan diagnosa sudah ditegakkan segera dilakukan seksio
sesarea dengan memperhatikan keadaan umum ibu. Perawatan aktif dilakukan
apabila :
- Perdarahan aktif
- Perkiraan berat bayi > 2000 gram
- Gawat janin
- Anemia dengan Hb < 6 g%, janin hidup, perkiraan berat bayi >
2000 gram (Doddy, A. K., et al. 2008.)
Pada plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan mendekati
ostium uteri internum ataupun yang menutupi ostium uteri internum pada umur
kehamilan 18-24 minggu, evaluasi kembali diperlukan untuk mengetahui lokasi
plasenta pada trimester ke 3. Plasenta yang menutupi OUI lebih dari 15 mm
sangat besar kemungkinannya untuk megalami plasenta previa pada kehamilan
aterm. Ketika pinggir plasenta berada diantara 20 mm dari OUI dan menutupi
sampai 20 mm dari OUI pada umur kehamilan 26 minggu, USG sebaiknya
diulangi dengan rutin bergantung pada umur kehamilan, jarak dari OUI, dan

13
gejala klinis seperti perdarahan, karena perubahan posisi pada plasenta sangat
memungkinkan. Overlap yang melebihi 20 mm atau lebih pada OUI kapanpun
pada trimester ke 3 sangat besar kemugkinan untuk dilakukan seksio sesarea.
Jarak antara OUI dan pinggir plasenta pada USG transvaginal setelah umur
kehamilan 35 minggu sangat bermanfaat untuk menentukan persiapan rute
kelahiran. Ketika pinggir plasenta berada lebih 20 mm dari OUI, maka dapat
dilakukan persalinan pervaginam dengan kemungkinan keberhasilan yang tinggi.
Jarak pinggir plasenta antara 0 sampai 20 mm dari OUI, rasio untuk dilakukan
tindakan seksio sangat tinggi, meskipun persalinan pervaginam masih
memungkinkan bergantung pada keadaan klinis. Dan pada derajat overlap pada 0
mm atau lebih pada usia kehamilan lebih dari 35 minggu merupakan indikasi
untuk dilakukannya seksio sesarea (Oppenheimer L, 2007b)

3.8 Komplikasi
Komplikasi dari plasenta previa termasuk seksio sesarea, perdarahan post
partum, malpresentasi janin, kematian ibu akibat perdarahan uterus dan
disseminated intravascular coagulation (DIC) (Gibbs, RS., et. al, 2008).

3.9 Prognosis
Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika
dibandingkan dengan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak
invasif dengan USG, disamping ketersediaan transfusi darah dan infus cairan telah
ada di hampir semua rumah sakit kabupaten. Rawat inap yang lebih radikal ikut
berperan terutama bagi kasus yang pernah melahirkan dengan seksio sesarea atau
bertempat tinggal jauh dari fasilitas yang diperlukan. Penurunan jumlah ibu hamil
dengan paritas tinggi dan usia tinggi berkat sosialisasi program keluarga
berencana menambah penurunan insiden plasenta previa. Dengan demikian
banyak komplikasi maternal dapat dihindarkan. Namun, nasib janin masih belum
terlepas dari komplikasi kelahiran prematur baik yang lahir spontan maupun
karena intervensi seksio sesarea. Karenanya kelahiran prematur belum
sepenuhnya bisa dihindari sekalipun tindakan konservatif diberlakukan. Pada satu

14
penelitian yang melibatkan 93.000 persalinan oleh Crane dan kawan-kawan
(1999) dilaporkan angka kelahiran prematur 47%. Hubungan hambatan
pertumbuhan janin dan kelainan bawaan dengan plasenta previa belum terbukti
(Chalik, 2009).
Butler dan kawan-kawan (2001) mendapatkan bahwa wanita dengan
plasenta previa memeiliki kadar serum alpha-fetoprotein yang dapat
meningkatkan resiko perdarahan pada trimeseter tiga dan kelahiran preterm
(Cunningham FG et al. 2003).

15
BAB IV
PEMBAHASAN

Dari anamnesis didapatkan keterangan bahwa pasien usia 43 tahun bekerja


sebagai seorang Ibu rumah tangga dengan G6P3A2 datang ke poli kandungan
RSUD Cut Meutia dengan keluhan nyeri perut bagian bawah dan nyeri pinggang.
keluar darah dan cairan dari jalan lahir (-), gerak janin (+). Menurut pernyataan
dari pasien didapatkan adanya riwayat kuretase dua kali dan operasi sesar pada
tahun 2010. Pasien tidak menggunakan KB dan tidak merokok serta bukan
seorang alkoholik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan perut yang membesar
sesuai umur kehamilan pada inspeksi. Pada palpasi didapatkan janin tunggal, letak
memanjang, punggung di sebelah kiri, presentasi bokong. DJJ = 142 x/menit,
TFU = 31 cm. Pada pemeriksaan penunjang (USG) didapatkan hasil Janin
tunggal, memanjang, presbo, nampak plasenta menutupi OUI dengan kesan
plasenta previa totalis
Perdarahan antepartum merupakan perdarahan dari jalan lahir yang terjadi
setelah umur kehamilan 22 minggu , umumnya terjadi pada triwulan ketiga atau
setelah kehamilan 28 minggu. Perdarahan antepartum biasanya bersumber dari
kelainan plasenta seperti placenta previa, solusio plasenta, rupture sinus
marginalis dan vasa previa.
Pada pasien ini ditemukan plasenta previa yaitu suatu keadaan dimana
letak plasenta yang abnormal, pada segmen bawah uterus sehingga plasenta
menutupi seluruh jalan lahir.
Plasenta previa juga memiliki faktor resiko, salah satunya yang sesuai
dengan pasien ini adalah riwayat operasi sebelumnya. Berdasarkan literature
diketahui bahwa pada wanita dengan riwayat operasi sebelumnya terdapat
jaringan parut pada uterus yang menyebabkan tidak adekuatnya persediaan darah
ke plasenta sehingga plasenta menjadi lebih tipis dan mencakup daerah uterus
yang lebih lama. Pada pasien ini juga diketahui memiliki riwayat kuretase yang
merupakan faktor resiko lainnya untuk kejadian plasenta previa.
Selain faktor di atas, pasien juga diketahui sebagai multipara dengan usia
43 tahun memiliki resiko terjadinya plasenta previa 1 dari 20 kehamilan. Secara

16
teori plasenta yang baru berusaha mencari tempat selain bekas plasenta
sebelumnya.
Penatalaksanaan pasien dengan plasenta previa tergantung pada keadaan
umum pasien (kadar Hb>8gr%), umur kehamilan, banyaknya perdarahan, serta
ada tidaknya tanda persalinan. Pada awal masuk rumah sakit dilakukan
manajemen ekspektatif terhadap pasien ini. Hal ini sesuai dengan beberapa
kriteria manajemen ekspektatif, antara lain umur kehamilan < 37 minggu,
perdarahan sedikit, belum ada tanda-tanda persalinan, keadaan umum pasien baik
(Hb = 9,8 gr%). Manajemen ini bertujuan supaya janin tidak lahir premature.
Penanganan tersebut berupa :
- Rawat inap, tirah baring mutlak, berikan antibiotik profilaksis

- Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi plasenta, usia


kehamilan, profil biofisik, letak dan presentasi janin
- Infus D 5% dan elektrolit
- Spasmolitik. Tokolitik (bila ada kontraksi: MgSO4 4 g IV dosis awal
dilanjutkan 4 g setiap 6 jamNifedipin 3×20 mg/hariBetamethason 24
mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru janin), plasentotrofik,
roboransia.
- Pematangan paru pada janin 28-34 minggu
- Persiapan transfusi autologus bila Hb ibu < 11g%
- Awasi perdarahan terus-menerus, tekanan darah, nadi dan denyut jantung
janin.
- Bila setelah usia kehamilan di atas 34 minggu, plasenta masih berada
disekitar ostium uteri internum, maka dugaan plasenta previa menjadi
jelas, sehingga perlu dilakukan observasi dan konseling untuk menghadapi
kemungkinan keadaan gawat darurat.
- Bila perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih
lama, pasien dapat dipulangkan untuk rawat jalan (kecuali apabila rumah
pasien di luar kota dan jarak untuk mencapai rumah sakit lebih dari 2 jam).

BAB V
KESIMPULAN

17
Kesimpulan kasus ini terdiri dari:
1. Diagnosis pada pasien ini sudah tepat sesuai dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang berupa USG yaitu G6P3A2 hamil Aterm
dengan janin presentasi bokong dan plasenta previa totalis.
2. Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini sudah tepat yaitu terapi
konservatif plasenta previa
3. Faktor predisposisi dari pasien ini adalah paritas tinggi dan riwayat operasi
caesar serta tindakan medis berupa kuretase.

DAFTAR PUSTAKA

18
Chalik, T.M.A. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan. Dalam
Saifudin, AB, Rachimhadhi, T dan Winkjosastro, GH. Ilmu
Kebidanan. ed. 4. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
2009: p. 495-503

Cunningham FG et al. 2003. Williams Obstetrics 21st edition, United States of


America: The McGraw-Hill Companies inc.

Doddy, A. K., et al. 2008. Standar Pelayanan Medik Ilmu Obstetri dan
Ginekologi RSU Provinsi Nusa Tenggara Barat. RSU Mataram :
Mataram

Fortner KB, Szymanski LM, Fox HE and Wallach EE. 2007. John Hopkins
Manual of Gynecology and Obstetrics 3rd Edition. Baltimore,
Maryland : Lippincott Williams & Wilkins.

Gibbs, RS et. al, 2008. Danforth's Obstetrics and Gynecology, Ed 10th ,


Lippincott Williams & Wilkins. New York

Hacker NF, Moore JG, Gambone JC, 2007. Essentials of Obstetrics &
Gynecology 4E, Elsevier Saunders, United States.

Hanafiah, TM. 2004. Plasenta Previa. USU Digital Library. Available at :


http://www.usu.ac.id/ (Accessed : December 01 2014).

Manuaba, Ida Bagus Gede. 1998. Sinopsis Obstetry Jilid I. EGC. Jakarta.

Oppenheimer, L et. al, 2007a. Diagnosis and Management of Placenta Previa.


Society of Obstetricians and Gynaecologists. Canada.

Oppenheimer L, 2007b. Diagnosis and Management of Placenta Previa. SOGC


Clinical Practice Guideline. J Obstet Gynaecol Can 2007;29(3):261-
266.

19
Saifudin, Abdul Bahri. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal Neonatal. JHPIEGO. Jakarta.

20

You might also like