You are on page 1of 50

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA ANAK A DENGAN KEJANG DEMAM SEDERHANA


DI RUANG NAKULA 4 RSUD K.R.M.T. WONSONEGORO KOTA SEMARANG
Jl. Fatmawati No. 1 Semarang 50272 Telp. (024) 6711500, Fax. (024) 6717755

Disusun Oleh :

 G. Satria Pramantara (P1337420917030)


 Khairun Nuhan (P1337420917031)
 Ratnaningtya Kusumastuti (P1337420917033)
 Rina Yulistyawati (P1337420917032)
 Titia Kusuma Wijayanti (P1337420917025)
 Zulaika Nur I (P1337420917027)

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI NERS
2017
BAB I

1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal lebih dari 380C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium. Kejang demam adalah kasus kejang yang sering terjadi pada
anak-anak biasanya terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Menurut
IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) kejang demam terjadi pada usia anak 6
bulan sampai 5 tahun, ini terjadinya bangkitan kejang demam bergantung pada
umur anak.
Menurut WHO, memperkiraan pada tahun 2005 terdapat 21,65 juta
penderita kejang demam dan lebih dari 216 ribu diantaranya meninggal.
Selain itu di Kuwait dari 400 anak berusia 1 bulan – 13 tahun dengan riwayat
kejang, yang mengalami kejang demam sekitar 77% (WHO, 2005 dalam
Ervina Tri Untari, 2013). Menurut Hernal, 2010 dalam Ervina Tri Untari,
2013. Insiden terjadi nya kejang demam di perkirakan mencapai 4-5% dari
jumlah penduduk di Amerika Serikat, Amerika Selatan, dan Eropa Barat.
Namun di Asia angka kejadian kejang lebih tinggi , seperti di jepang di
laporkan antara 6-9% kejadian kejang demam, di india yaitu 5-10%, dan di
Guam adalah 14% (Ervina, 2013).
Angka kejadian kejang demam di Indonesia dalam jumlah persentase
yang cukup seimbang dengan negara lain. Disini kejang demam dilaporkan di
Indonesia mencapai 2% sampai 4% dari tahun 2005 sampai 2006. Di wilayah
provinsi Jawa Tengah tahun 2012-2013 mencapai 2% sampai 3 %.
Berdasarkan data yang dimiliki oleh Fakultas Kedokteran Muhammadiyah
Surakarta, angka kejadian di wilayah Jawa Tengah sekitar 2 % sampai 5%
pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun setiap tahunnya (Iksan, 2011).
Berdasarkan data yang dimiliki oleh Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta, angka kejadian di wilayah Jawa Tengah sekitar
2% hingga 5% pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun disetiap tahunnya.
Peran seorang perawat dalam menangani pasien dengan kejang demam
pada prinsipnya adalah menjaga agar tidak terjadi serangan kejang berulang.
Dengan demkian perawat melakukan asuhan keperawatan pasien kejang
demam pada anak. Melihat kejadian diatas di daerah Jawa Tengah yaitu
kejang demam pada anak, maka dari itu tertarik untuk melakukan Asuhan
Keperawatan pasien kejang deman pada anak yang dilakukan di RSUD
KRMT Wongsonegoro Kota Semarang Provinsi Jawa Tengah. Hasil yang
diharapkan yaitu dapat meningkatkan kesehatan pada anak-anak khususnya
kejang demam dan tidak mengalami kejang demam berulang.

2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tentang kejang demam pada anak yang telah
dipaparkan diatas maka kelompok bermaksud ingin membahas tentang
kejadian kejang demam pada anak di RSUD KRMT Wongsonegoro yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Pada An. A dengan Kejang Demam
Sementara Di Ruang Nakula 4 Rsud K.R.M.T. Wonsonegoro Kota
Semarang”.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Membuat asuhan keperawatan dengan kasus kejang demam pada anak
di RSUD KRMT Wongsonegoro.
2. Tujuan Khusus
a. Mengkaji anak yang mengalami kejang demam
b. Merumuskan masalah kejang demam pada anak
c. Menentukan diagnosa keperawatan kejang demam pada anak
d. Merumuskan intervensi kejang demam pada anak
e. Melakukan implementasi kejang demam pada anak
f. Mengevaluasi tindakan keperawatan kejang demam pada anak

D. Manfaat
Dari hasil Asuhan Keperawatan yang dilakukan diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi semua pihak dan meningkatkan ilmu pengetahuan terutama
pengembangan teknologi pada asuhan keperawatan anak dengan kasus kejang
demam pada anak-anak

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara
sebagai akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik
serebral yang berlebihan.(betz & Sowden,2002). Kejang demam adalah
serangan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh suhu rektal di atas
38°C. (Riyadi dan Sujono, 2009)
Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi
bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan
neurologik yang paling sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang
sekitar 4% anak. Kebanyakan serangan kejang terjadi setelah usia 6 bulan dan
biasanya sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada
anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan. Kejang demam jarang terjadi
setelah usia 5 tahun. (Dona L.Wong, 2008)
Sehingga, kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan
perubahan fungsi otak akibat perubahan potensial listrik serebral yang
berlebihan sehingga mengakibatkan renjatan berupa kejang.

B. Etiologi
Menurut Mansjoer, dkk (2000: 434) ada beberapa penyebab kejang pada anak
yaitu ;
1. Demam itu sendiri
2. Demam yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis
media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak
selalu timbul pada suhu yang tinggi.
3. Efek produk toksik daripada mikroorganisme

4
4. Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.
5. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.
6. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak
diketahui atau enselofati toksik sepintas.
7. Perubahan cairan dan elektrolit.
8. Faktor predispisisi kejang deman, antara lain:
 Riwayat keluarga dengan kejang biasanya positif, mencapai 60%
kasus. Diturunkan secara dominan, tapi gejala yang muncul tidak
lengkap.
 Angka kejadian adanya latar belakang kelainan masa pre-natal dan
perinatal tinggi
 Angka kejadian adanya kelainan neurologis minor sebelumnya juga
tinggi, tapi kelainan neurologis berat biasanya jarang terjadi.
Penyebab kejang demam belum dapat dipastikan. Pada sebagian besar
anak, tingginya suhu tubuh, bukan kecepatan kenaikan suhu tubuh, menjadi
faktor pencetus serangan kejang demam. Biasanya suhu demam lebih dari
38°C dan terjadi saat suhu tubuh naik dan bukan pada saat setelah terjadinya
kenaikan suhu yang lama. (Dona L.Wong, 2008). Penyebab kejang mencakup
faktor-faktor perinatal, malformasi otak kogenital, faktor genetik, penyakit
infeksi (ensefalitis, meningitis), penyakit demam, gangguan metabolisme,
trauma, neuplasma toksin, sirkulasi, dan penyakit degeneratif sususnan
syaraf. Kejang disebut ideopatik bila tidak dapat ditemukan penyebabnya
(Cecily L. Betz dan A.sowden, 2002).
Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain; infeksi
yang mengenai jaringan ekstrakranial seperti tonsilitis, otitis, media akut,
bronkitis. (Riyadi dan sujono, 2009).

C. Klasifikasi
Menurut Livingston, kejang demam dapat diklasikfikasi sebagai berikut:
1. Kejang demam sederhana
Kejang demam sederhana yaitu kejang berlangsung kurang dari 15 menit
dan umum. Adapun pedoman untuk mendiagnosa kejang demam
sederhana dapat diketahui melalui kriteria Livingstone yaitu :
 Umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
 Kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit.
 Kejang bersifat umum
 Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam.
 Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
 Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu
normal tidak menunjukan kelainan.

5
 Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
2. Kejang kompleks
Kejang kompleks adalah tidak memenuhi salah satu lebih dari ketujuh
criteria Livingstone. Menurut Mansyur ( 2000 ) biasanya dari kejang
kompleks diandai dengan kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit,
fokal atau multiple ( lebih dari 1 kali dalam 24jam). Di sini anak
sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurology atau riwayat kejang
dalam atau tanpa kejang dalam riwayat

D. Manifestasi
1. Kejang parsial (fokal, lokal)
a. Kejang parsial sederhana
Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal
berikut ini :
 Tanda-tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi
tubuh; umumnya gerakan setiap kejang sama.
 Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah,
dilatasi pupil.
 Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik,
merasa seakan jatuh dari udara, parestesia.
 Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
b. Kejang parsial kompleks
 Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai
kejang parsial simpleks
 Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap–
ngecapkan bibir, mngunyah, gerakan menongkel yang berulang–
ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
 Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
2. Kejang umum (konvulsi atau non konvulsi)
a. Kejang absens
 Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
 Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung
kurang dari 15 detik
 Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan
konsentrasi penuh
b. Kejang mioklonik
 Kedutan–kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang
terjadi secara mendadak.

6
 Sering terlihat pada orang sehat selama tidur tetapi bila patologik
berupa kedutan kedutan sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan
kaki.
 Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam
kelompok
 Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
c. Kejang tonik klonik
 Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum
pada otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung
kurang dari 1 menit
 Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
 Saat tonik diikuti klonik pada ekstremitas atas dan bawah.
 Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal

d. Kejang atonik
 Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan
kelopak mata turun, kepala menunduk, atau jatuh ke tanah.
 Singkat dan terjadi tanpa peringatan

E. Patofisiologi
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10% - 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.
Pada seorang anak berumur 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari
seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi
pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari
membran sel neuron dalam waktu yang tingkat terjadi difusi dari ion kalium
maupun ion natrium melalui membran tadi, dari akibat terjadinya lepas
muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat
meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan
bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang. Pada anak dengan
ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38°C sedangkan
pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu
40ºC atau lebih. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis
laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai
denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan

7
makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak
meningkat.

F. Pathway / Pohon Masalah


Infeksi bakteri, virus dan
parasit

Proses inflamasi

Proses demam
MK : Hipertermi
Keseimbangan
membran sel MK : resiko
neuron Metabolisme basal kekurangan
Difusi ion kalium meningkat volume cairan
dan ion natrium

O2 ke otak menurun
Kejang demam
Pengobatan
Kejang demam Kejang demam kondisi, perawatan
sederhana kompleks lanjutan

Kurang dari 15 Lebih dari 15 menit Resiko


menit Kurang informasi,
kejang
kondisi prognosis
berulang
dan perawatan
MK : Resiko
Tidak cidera Perubahan suplai
MK: Kurang
menimbulkan darah ke otak
pengetahuan
gejala sisa
Resiko kerusakan sel
neuron otak MK: Cemas
MK: Resiko
MK : Gangguan perfusi
tinggi gangguan
jaringan
tumbuh kembang 8
G. Komplikasi
Menurut Arif Mansjoers ( 2000 ) Komplikasi kejang demam umumnya
berlangsung lebih dari 15 menit yaitu :
1. Kerusakan otak
Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu
kejang melepaskan glutamat yang mengikat resptor MMDA ( M Metyl D
Asparate ) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang
merusak sel neuoran secara irreversible.
2. Retardasi mental
Retasdasi mental dapat terjadi karena deficit neurolgis pada demam
neonatus.
3. Aspirasi
4. Asfiksia

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektroensefalogram (EEG) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis
dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dari
biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. MRI : menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik
dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah–daerah otak
yang tidak jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT
4. Pemindaian Positron Emission Tomography (PET) : untuk mengevaluasi
kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan
metabolik atau aliran darah dalam otak
5. Uji laboratorium
 Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
 Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
 Panel elektrolit
 Skrining toksik dari serum dan urin
 AGD
 Kadar kalsium darah
 Kadar natrium darah
 Kadar magnesium darah

I. Penatalaksanaan
Saat anak mengalami Kejang Demam, hal hal penting yang harus kita
lakukan antara lain:
1. Jika anak anda mengalami kejang demam, cepat bertindak untuk
mencegah luka.

9
2. Letakkan anak anda di lantai atau tempat tidur dan jauhkan dari benda
yang keras atau tajam
3. Palingkan kepala ke salah satu sisi sehingga saliva (ludah) atau muntah
dapat mengalir keluar dari mulut
4. Jangan menaruh apapun di mulut pasien. Anak anda tidak akan menelan
lidahnya sendiri.
5. Hubungi dokter anak anda
Akhirnya timbul pertanyaan bagaimana cara mencegah agar anak tidak
mengalami Kejang Demam, seperti yang saya tulis diatas kejang bisa terjadi
jika suhu tubuh naik atau turun dengan cepat. Pada sebagian besar kasus,
kejang terjadi tanpa terduga atau tidak dapat dicegah. Dulu digunakan obat
anti kejang sebagai tindakan pencegahan pada anak-anak yang sering
mengalami kejang demam, tetapi hal ini sekarang sudah jarang dilakukan.
Pada anak-anak yang cenderung mengalami kejang demam, pada saat mereka
menderita demam bisa diberikan diazepam (baik yang melalui mulut maupun
melalui rektal). Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, perjalanan
penyakitnya baik dan tidak menimbulkan kematian. Pada umumnya kejang
pada BBLR merupakan kegawatan, karena kejang merupakan tanda adanya
penyakit mengenai susunan saraf pusat, yang memerlukan tindakan segera
untuk mencegah kerusakan otak lebih lanjut.

Penatalaksanaan Umum terdiri dari :


1. Mengawasi bayi dengan teliti dan hati-hati
2. Memonitor pernafasan dan denyut jantung
3. Usahakan suhu tetap stabil
4. Perlu dipasang infus untuk pemberian glukosa dan obat lain
5. Pemeriksaan EEG, terutama pada pemberian pridoksin intravena
Bila etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer
segera dilakukan. Bila terdapat hipogikemia, beri larutan glukosa 20 %
dengan dosis 2 – 4 ml/kg BB secara intravena dan perlahan kemudian
dilanjutkan dengan larutan glukosa 10 % sebanyak 60 – 80 ml/kg secara
intravena. Pemberian Ca – glukosa hendaknya disertai dengan monitoring
jantung karena dapat menyebabkan bradikardi. Kemudian dilanjutkan
dengan peroral sesuai kebutuhan. Bila secara intravena tidak mungkin,
berikan larutan Ca glukosa 10 % sebanyak 10 ml per oral setiap sebelum
minum susu.
Bila kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium dalam
bentuk larutan 50% Mg SO4 dengan dosis 0,2 ml/kg BB (IM) atau larutan

10
2-3 % mg SO4 (IV) sebanyak 2 – 6 ml. Hati-hati terjadi hipermagnesemia
sebab gejala hipotonia umum menyerupai floppy infant dapat muncul.
Pengobatan dengan antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan
metabolik seperti hipoglikemia atau hipokalsemia tidak dijumpai. Obat
konvulsan pilihan utama untuk bayi baru lahir adalah Fenobarbital (Efek
mengatasi kejang, mengurangi metabolisme sel yang rusak dan
memperbaiki sirkulasi otak sehingga melindungi sel yang rusak karena
asfiksia dan anoxia). Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg . kg BB IV
berikan dalam 2 dosis selama 20 menit.
Diazepam jarang digunakan untuk memberantas kejang pada BBL dengan
alasan
 Efek diazepam hanya sebentar dan tidak dapat mencegah kejang
berikutnya
 Pemberian bersama-sama dengan fenobarbital akan mempengaruhi
pusat pernafasan
 Zat pelarut diazepam mengandung natrium benzoat yang dapat
menghalangi peningkatan bilirubin dalam darah.
6. Obat pilihan adalah diazepam yang diberikan secara intravena
7. Diare paru : dosis :
BB 10 kg : 0,5 – 0,7 mg/kg BB IV, BB 20 kg : 0,5 mg 1 kg BB IV, Usia
5 tahun : 0,3 – 5 mg/kg BB IV
8. Diazepam Supp : BB 10 kg : 5 mg, BB 10 kg : 10 mg
9. Pengobatan penunjang
Perawatan
- Semua pakaian dibuka
- Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi lembut
- Bebaskan jalan nafas
- Suction teratur dan beri O2
10. Pengobatan rumatan
Propilaksis Intermitas : paroid atau rectal, campuran anti piretik dan
konvulean
Profilaksi jangka panjang : Fenobarbital, Sodium valpoat atau asam
valpoat, Femition

11
Proses Keperawatan
A. Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan
menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut
Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi :
a. Data Subjektif
a. Biodata/Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.Biodata orang tua
perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi
nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan,
penghasilan, alamat.
b. Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000).
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan :
1. Apakah betul ada kejang ?
Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan
menirukan gerakan kejang si anak
2. Apakah disertai demam ?
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang,
maka diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam
terjadinya bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang
dengan demam.
3. Lama serangan
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu
berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui
kemungkinan respon terhadap prognosa dan pengobatan.
4. Pola serangan
Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola
serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik ?
5. Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran
seperti epilepsi mioklonik ?
6. Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai
gangguan kesadaran seperti epilepsi akinetik ?
7. Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi
sementara tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme
infantile ?
8. Frekuensi serangan

12
9. Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa
kejang terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per
tahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul
pertama kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
10. Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan
tertentu yang dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah,
muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana kejang dimulai dan
bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah
penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise,
menangis dan sebagainya ?
b. Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada
penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA,
Morbili dan lain-lain.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah
penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat
kejang terjadi untuk pertama kali ? Apakah ada riwayat trauma
kepala, radang selaput otak, KP, OMA dan lain-lain.
d. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah
mengalami infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma,
perdarahan per vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan
maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah
sukar, spontan atau dengan tindakan ( forcep/vakum ), perdarahan
ante partum, asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah
bayi panas, diare, muntah, tidak mau menetek, dan kejang-kejang.
e. Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan
serta umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada
umumnya setelah mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah
panas yang dapat menimbulkan kejang.
f. Riwayat Perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :
 Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) : berhubungan
dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi
dengan lingkungannya.
 Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak
untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan
bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil

13
dan memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya menggambar,
memegang suatu benda, dan lain-lain.
 Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan
sikap tubuh.
 Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara,
mengikuti perintah dan berbicara spontan.
g. Riwayat kesehatan keluarga.
Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 % penderita
kejang demam mempunyai faktor turunan). Adakah anggota keluarga
yang menderita penyakit syaraf atau lainnya ? Adakah anggota
keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau penyakit
infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya kejang demam

2. Data Objektif
a.Pemeriksaan Umum
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran,
tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam
sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran
setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang tanpa
kelainan neurologi.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala : Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali?
Adakah dispersi bentuk kepala? Apakah tanda-tanda
kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar
cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau
belum ?.
2) Rambut : Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta
karakteristik lain rambut. Pasien dengan malnutrisi energi
protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti
rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa
sakit pada pasien.
3) Muka/ Wajah : Paralisis fasialis menyebabkan asimetri
wajah; sisi yang paresis tertinggal bila anak menangis atau
tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat. Adakah tanda
rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada
gangguan nervus cranial ?

14
4) Mata : Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu
periksa pupil dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan
sklera, konjungtiva ?
5) Hidung : Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang
menyumbat jalan napas ? Apakah keluar sekret, bagaimana
konsistensinya, jumlahnya ?
6) Mulut : Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis?
Bagaimana keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa
jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi ?
7) Tenggorokan :Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ?
Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat ?
8) Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya?
Apakah terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan
turgor kulit ?
9) Ekstremitas : Apakah terdapat oedema, atau paralise
terutama setelah terjadi kejang? Bagaimana suhunya pada
daerah akral ?
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan penyakit infeksi
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kebutuhan
oksigen otak kurang
3. Resiko aspirasi b.d akumulasi sekret, muntah, penurunan
kesadaran

4. Risiko injuri / cedera b.d. adanya kejang, hipoksia jaringan


5. Perfusi jaringan serebral tak efektif b.d. hipovolemia, gangguan
aliran vena dan arteri.
6. Kecemasan (orang tua, anak) b.d. ancaman perubahan status
kesehatan, krisis situasional

15
C. Intervensi
Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan
1. Hipertermi b.d Setelah dilakukan tindakan Mengatur Demam NIC 1
proses infeksi perawatan selama … X 24 jam suhu 1. Monitor suhu sesuai kebutuhan
Batasan badan pasien normal, dengan kriteria 2. Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi
karakteristik : : 3. Monitor suhu dan warna kulit
 Suhu tubuh > Termoregulasi 4. Monitor dan laporkan tanda dan gejala hipertermi
normal  Suhu kulit normal 5. Anjurkan intake cairan dan nutrisi yang adekuat
 Kejang  Suhu badan 35,9˚C- 37,3˚C 6. Ajarkan klien bagaimana mencegah panas yang tinggi
 Takikardi  Tidak ada sakit kepala / pusing 7. Berikan antipiretik sesuai advis dokter
 Respirasi  Tidak ada nyeri otot Mengobati Demam NIC 2
meningkat  Tidak ada perubahan warna kulit 1. Monitor suhu sesuai kebutuhan
 Diraba hangat  Nadi, respirasi dalam batas 2. Monitor IWL
 Kulit memerah normal 3. Monitor suhu dan warna kulit
1. Hidrasi adequate 4. Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi
2. Pasien menyaman 5. Monitor derajat penurunan kesadaran
6. MonitorI kemampuan aktivitas
7. Monitord leukosit, hematokrit, Hb
8. Monitor intake dan output
9. Monitor adanya aritmia jantung
10. Dorong peningkatan intake cairan
11. Berikan cairan intravena
12. Tingkatkan sirkulasi udara dengan kipas angin

16
13. Dorong atau lakukan oral hygiene
14. Berikan obat antipiretik untuk mencegah klien menggigil /
kejang
15. Berikan obat antibiotic untuk mengobati penyebab demam
16. Berikan oksigen
17. Kompres hangat diselangkangan, dahi dan aksila.
18. Anjurkan klien untuk tidak memakai selimut
19. Anjurkan klien memakai baju berbahan dingin, tipis dan
menyerap keringat
Manajemen Lingkungan NIC 3
1. Berikan ruangan sendiri sesuai indikasi
2. Berikan tempat tidur dan kain / linen yang bersih dan
nyaman
3. Batasi pengunjung
Mengontrol Infeksi NIC 4
1. Anjurkan klien untuk mencuci tangan sebelum makan
2. Gunakan sabun untuk mencuci tangan
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah me-lakukan kegiatan
perawatan klien
4. Ganti tempat infuse dan bersihkan sesuai dengan SOP
5. Berikan perawatan kulit di area yang odem
6. Dorong klien untuk cukup istirahat
7. Lakukan pemasangan infus dengan teknik aseptik
8. Anjurkan klien minum antibiotik sesuai advis dokter

17
2. Potensial Setelah dilakukan tindakan 1. Tentukan apa klien merasakan aura sebe-lum awitan
komplikasi : kejang keperawatan selama ...x 24 jam aktivitas kejang. Jika ya, beri-tahu tindakan pengamanan
perawat akan mengatasi dan untuk diambil jika aura tersebut dirasakan
mengurangi episode kejang 2. Bila aktivitas kejang terjadi, observasi dan
dokumentasikan hal berikut :
a. Bila kejang mulai
b. Jenis gerakan, bagian tubuh yang terlihat
c. Perubahan ukuran pupil dan posisi
d. Inkontinensia urine atau feses
e. Durasi
f. Ketidaksadaran (durasi) perilaku setelah kejang ,
kelemahan, paralisis setelah kejang, tidur setelah kejang
(periode pasca-taktile) (progresi aktivitas kejang dapat
membantu dalam mengidentifikasi fokus anatomik dari
kejang
3. Berikan privasi selama dan sesudah aktivitas kejang
4. Selama aktivitas kejang, lakukan tindakan untuk menjamin
ventilasi adekuat (misal-nya dengan melepaskan pakaian).
Jangan coba memaksa jalan napas atau spatel li-dah masuk
pada gigi yang mengatup. (ge-rakan tonik / klonik kuat
dapat menye-babkan sumbatan jalan napas. Pemasukan
jalan napas paksa dapat menyebabkan cidera)
5. Selama aktivitas kejang, bantu gerakan secara hati-hati

18
untuk mencegah cidera. Jangan coba membatasi gerakan.
(restrain fisik dapat mengakibatkan trauma pada
muskuloskeletal)
6. Bila kejang terjadi saat klien sedang du-duk, bantu
turunkan klien ke lantai dan tempatkan sesuatu yang lunak
dibawah kepalanya. (tindakan ini akan membantu
mencegah trauma)
7. Jika kejang telah teratasi letakkan klien pada posisi miring.
(posisi ini membantu mencegah aspirasi sekret)
8. Biarkan individu tidur setelah periode ke-jang, orientasi
lagi setelah bangun. (indi-vidu ini akan mengalami
amnesia, orient-tasi ulang akan membantu klien untuk
memperoleh rasa kontrol dan dapat menu-runkan ansietas)
9. Jika orang tersebut berlanjut mengalami kejang umum,
lapor dokter dan awali tin-dakan :
a. Pertahankan jalan napas
b. Penghisapan jika diperlukan
c. Berikan oksigen melalui kanul nasal
d. Awali untuk pemberian infus
10. Pertahankan tempat tidur pada posisi rendah dengan pagar
tempat tidur terpa-sang serta lapisi pagar tempat tidur de-
ngan kain (sebagai tindakan hati-hati un-tuk mencegah
bahaya jatuh atau trauma)
11. Jika kondisi klien kronis, evaluasi kebu-tuhan penyuluhan

19
tehnik penatalaksanaan diri sendiri

3. Resiko aspirasiSetelah dilakukan tindakan Memonitor Respirasi NIC 1


b.d akumulasi keperawatan selama … x 24 jam 1. Monitor rata-rata, ritme, kedalaman, dan usaha napas
sekret, muntah, klien tidak mengalami aspirasi, 2. Catat gerakan dada apakah simetris, ada penggunaan otot
penurunan dengan kriteria : tambahan, dan retraksi
kesadaran Respiratory status : ventilation 3. Monitor crowing, suara ngorok
 Respirasi dalam rentang normal 4. Monitor pola napas : bradipneu, takipneu, kusmaull, apnoe
Faktor Resiko :  Ritme dalam batas normal 5. Dengarkan suara napas : catat area yang ventilasinya
- Penurunan  Ekspansi dada simetris menurun / tidak ada dan catat adanya suara tambahan
reflek ba-tuk  Tidak ada sputum 6. K/p suction dengan mendengarkan suara ronkhi atau
dan gag reflek  Tidak ada penggunaan otot-otot krakles
- Ngt tambahan 7. Monitor peningkatan gelisah, cemas, air hunger
- Penurunan  Tidak ada retraksi dada 8. Monitor kemampuan klien untuk batuk efektif
kesadaran 9. Catat karakteristik dan durasi batuk
 Tidak ditemukan dispneu
- Gangguan 10. Monitor secret di saluran napas
 Dispneu saat aktivitas ti-dak
menelan 11. Monitor adanya krepitasi
ditemukan
- Produksi secret 12. Monitor hasil roentgen thorak
 Napas pendek-pendek ti-dak
me-ningkat 13. Bebaskan jalan napas dengan chin lift atau jaw thrust bila
ditemukan
- Dispneu perlu
 Tidak ditemukan taktil fremitus
14. Resusitasi bila perlu
 Tidak ditemukan suara napas
15. Berikan terapi pengobatan sesuai advis (oral, injeksi, atau
tambahan
terapi inhalasi)
Respiratory status : gas ekchange
Membersihkan Jalan Nafas NIC 2
 Status mental dalam batas normal 1. Pastikan kebutuhan suctioning

20
 Bernapas dengan mudah 2. Auskultasi suara napas sebelum dan sesudah suctioning
 Gelisah tidak ditemukan 3. Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
 Tida ada sianosis 4. Meminta klien napas dalam sebelum suctioning
 Tidak ada somnolent 5. Berikan oksigen dengan kanul nasal untuk memfasilitasi
suctioning na-sotrakheal
6. Gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan
7. Ajurkan klien napas dalam dan istirahat setelah kateter
dikeluarkan dari nasotrakheal
8. Monitor status oksigen pasien
9. Hentikan suction apabila klien me-nunjukkan bradikardi
Manajemen Jalan Nafas NIC 3
1. Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust
bila perlu
2. Posisikan klien untuk memaksi-malkan ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya pema-sangan jalan napas
buatan
4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi dada bila perlu
6. Keluarkan secret dengan batuk atau suction
7. Auskultasi suara napas , catat adanya suara nafas tambahan
8. Kolaborasi pemberian bronkodilator bila perlu
9. Monitor respirasi dan status oksigen
Mencegah Aspirasi NIC 4
1. Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk, gag reflek dan

21
kemampuan menelan.
2. Monitor status paru-paru
3. Pertahankan airway
4. Alat suction siap pakai, tempatkan disamping bed, dan
suction sebelum makan
5. Beri makanan dalam jumlah kecil
6. Pasang NGT bila perlu
7. Cek posisi NGT sebelum membe-rikan makan
8. Cek residu sebelum memberikan makan
9. Hindari pemberian makanan jika residu banyak
10. Libatkan keluarga selama pemberian makan
11. Potong makanan menjadi kecil-kecil
12. Mintakan obat dalam bentuk sirup
13. Puyer pil sebelum diberikan
14. Jaga posisi kepala klien elevasi 30-40˚ selama dan setelah
pemberian makan
15. Anjurkan / atur posisi klien semi fowler atau fowler ketika
makan
16. K/p per sonde atau drip feeding
17. Cek apakah makanan mudah di telan
Mengatur posisi NIC 5
1. Miringkan kepala bila kejang untuk mencegah aspirasi
ludah atau muntahan.
4 Risiko injuri / Setelah dilakukan tindakan Manajemen Lingkungan NIC 1

22
cedera b.d. adanya keperawatan selama … X 24 jam 1. Diskusikan tentang upaya-upaya mencegah cedera, seperti
kejang, hipoksia tidak terjadi cidera, dengan kriteria : lingkungan yang aman untuk klien, menghindarkan
jaringan Status neurologist lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan
 Fungsi neurologi: sadar, kontrol perabotan)
gerakan pusat, fungsi motorik 2. Memasang pengaman tempat tidur
atau sensorik otak dalam batas 3. Memberikan penerangan yang cukup
yang diharapkan. 4. Menganjurkan keluarga untuk menemani klien
 Dapat berkomunikasi 5. Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
- Ukuran pupil dalam batas 6. Bersama tim kesehatan lain, berikan penjelasan pada klien
normal dan keluarga adanya perubahan status kesehatan
- Pupil reaktif Manajemen kejang NIC 2
- Pola gerakan mata a. Tunjukkan gerakan yang dapat mencegah injury / cidera.
- Tak ada kejang b. Monitor hubungan antara kepala dan mata selama kejang.
- Tak ada sakit kepala c. Longgarkan pakaian klien
- Pola nafas dalam batas normal. d. Temani klien selama kejang
- Pola istirahat tidur tercukupi e. Mengatur airway
 Kontrol Resiko f. Berikan oksigen bila perlu
- Mengakui adanya risiko g. Berikan terapi iv line bila perlu
- Monitor faktor risiko h. Monitor status neurology
lingkungan. i. Monitor vital sign
- Mengembangkan strategi j. Orientasikan kembali klien setelah kejang
kontrol risiko yang efektif. k. Laporkan lamanya kejang
- Menghindari eksposur yang l. Laporkan karakteristik kejang: bagian tubuh yang terlibat,
mengancam kese-hatan. aktivitas motorik, dan pening-katan kejang.

23
- Mengenali perubahan sta-tus m. Dokumentasikan informasi tentang kejang
kesehatan n. Kelola medikasi (kolaborasi)
o. Kelola anti kejang (kolaborasi) bila diperlukan.
p. Monitor tingkat obat antiepilepsi, bila perlu
q. Monitor lama periode postictal dan karak-teristiknya
Pencegahan kejang NIC 3
a. Sediakan tempat tidur yang bisa diatur rendah-tinggi, bila
perlu.
b. Temani klien selama melakukan aktivitas diluar rumah
sakit, bila perlu
c. Monitor regimen terapi
d. Monitor pemenuhan medikasi antiepilepsi.
e. Instruksikan keluarga / orang terdekat untuk melaporkan
medikasi dan aktivitas kejang yang terjadi.
f. Ajarkan pada klien tentang medikasi dan efek sampingnya.
g. Monitor tingkat obat antiepilepsi, bila perlu
h. Sediakan suction, ambubag, nasopharyngeal airway
disamping tempat tidur.
i. Pasang side rail tempat tidur.
j. Ajarkan orang tua untuk mengenali faktor pemicu.

5 Perfusi jaringan Setelah dilakukan tindakan Peningkatan perfusi cerebral :NIC 1


serebral tak efektif keperawatan selama … X 24 jam 1. Mengkonsultasikan dengan dokter untuk menentukan
b.d. hipovolemia, perfusi jaringan serebral efektif, parameter hemodinamik (volume perfusi darah, nadi,

24
gangguan aliran dengan criteria : respirasi, kesadaran, perdarahan), dan mengelola parameter
vena dan arteri. Perfusi jaringan cerebral tersebut dalam batas normal
 Fungsi neurology 2. Kelola / kolaborasi obat vasoaktif, untuk mengatur
 Tekanan intrakranial da-lam batas hemodinamik
normal 3. Monitor prothrombin, partial thromboplastin.
 Tak ada sakit kepala 4. Atur serum glukosa dalam batas normal
 Tak ada bunyi bruit carotis 5. Jaga hematokrit pada rentang 33% untuk terapi hemodilusi
 Tak gelisah hipervolemia.
 Tak ada agitasi 6. Monitor tanda perdarahan, status neurologi-kesadaran
7. Monitor tanda overload cairan.
 Tak ada muntah
8. Monitor intake dan out put
 Tak ada sinkope

Monitoring Neurologik NIC 2


Status neurology : kesadaran
1. Monitor ukuran pupil, bentuk, kesimetrisan, dan
 Membuka mata terhadap
reaktivitas.
stimulasi eksternal
2. Monitor tingkat kesadaran
 Orientasi cognitif
3. Monitor tingkat orientasi
 Komunikasi sesuai situasi
4. Monitor PCS
 Mematuhi perintah 5. Monitor memori saat ini, rentang perhatian, memori masa
 Berespon (gerak) terhadap lalu, mood, perasaan/emosi, tingkah laku.
stimulus yang berbahaya (nyeri). 6. Monitor vital sign suhu, tekanan darah, nadi, respirasi.
 Mengikuti terhadap stimulus dari 7. Monitor status respirasi (kedalaman, pola, usaha untuk
lingkungan bernafas)
 Tak ada kejang 8. Monitor refleks kornea

25
9. Monitor refleks batuk dan refleks mMonitor tonus otot,
gerakan motorik.
10. Monitor adanya tremor
11. Monitor gangguan visual: diplopia, nistagmus,
pemendekan lapang pandang, aktivitas visual
12. Monitor karakteristik bicara: lancar, aphasia, kesulitan
menemukan kata-kata.
13. Monitor respon terhadap stimulus: verbal, taktil, stimulus
berbahaya
14. Monitor adanya parestesia
15. Monitor refleks babinski, respon cushing

6. Kecemasan (orang Setelah dilakukan tindakan 1. Menurunkan Cemas


tua, anak) b.d. keperawatan selama … X 24 jam 2. Gunakan pendekatan dengan konsep atraumatik care
ancaman kecemasan orang tua berkurang / 3. Jangan memberikan jaminan tentang prognosis penyakit
perubahan status hilang, dengan criteria : 4. Jelaskan semua prosedur dan dengarkan keluhan
kese-hatan, krisis klien/keluarga
situasional 5. Pahami harapan pasien/keluarga dalam situasi stres
Mengotrol cemas 6. Temani pasien/keluarga untuk memberikan keamanan
 Klien/keluarga mampu dan mengurangi takut
mengidentifikasi dan 7. Bersama tim kesehatan, berikan informasi mengenai
mengungkapkan gejala cemas. diagnosis, tindakan prognosis
 Mengidentifikasi, 8. Anjurkan keluarga untuk menemani anak dalam
mengungkapkan, dan pelaksanaan tindakan keperawatan

26
menunjukkan teknik untuk 9. Lakukan massage pada leher dan punggung, bila lperlu
mengontrol cemas 10. Bantu pasien mengenal penyebab kecemasan
 Vital sign (TD, nadi, respirasi) 11. Dorong pasien/keluarga untuk mengungkapkan perasaan,
dalam batas normal ketakutan, persepsi tentang penyakit
 Postur tubuh, ekspresi wajah, 12. Instruksikan pasien/keluarga menggunakan teknik
bahasa tubuh, dan tingkat relaksasi (sepert tarik napas dalam, distraksi, dll)
aktivitasmenunjukkan 13. Kolaborasi pemberian obat untuk mengurangi kecemasan
berkurangnya kecemasan.
 - Menunjukkan peningkatan
konsentrasi dan akurasi dalam
berpikir

27
BAB III
LAPORAN KASUS

I. PENGKAJIAN
A. Data Demografi
1. Klien/Pasien
a. Tanggal Pengkajian : 17 November 2017
b. Tanggal masuk :16 November 2017
c. Ruangan : Nakula 4
d. Identitas
 Nama : An. A
 Tanggal lahir/umur : 20-12-2016 (10 bulan 26 hari)
 Jenis kelamin : Laki-laki
 Agama : Islam
 Suku : Jawa
 Diagnosa medis : Kejang Demam Sementara
 Penanggung jawab : Tn. ES

2. Orang Tua/Penanggung jawab


Ibu
a. Nama : Ny. Z
b. Umur : 24 tahun
c. Hubungan dengan klien : Ibu kandung
d. Pendidikan : SMP
e. Pekerjaan : IRT
f. Suku : Jawa
g. Agama : Islam
h. Alamat : Rowosari RT 2/RW 3, Tembalang

Ayah
a. Nama : Tn.ES
b. Umur : 27 tahun
c. Hubungan dengan klien : Ayah kandung
d. Pendidikan : SMK
e. Pekerjaan : Security
f. Suku : Jawa
g. Agama : Islam
h. Alamat : Rowosari RT 2/RW 3, Tembalang

28
B. Riwayat Pasien
1. Riwayat penyakit pasien sebelumnya :
An. A datang ke RSUD IGD RSU K.R.M.T Wongsonergoro pada
tanggal 16 November 2017 pukul 20.35 WIB diantar oleh ibunya
dengan keluhan demam tinggi, tidak mau makan, muntah, dan diare ±5
kali cair berampas. Saat di IGD klien mengalami kejang. Ibu pasien
mengatakan An. A saat ini baru pertama kali pasien dirawat di rumah
sakit dan tidak pernah mengalami kejang sebelumnya.

2. Riwayat kesehatan saat ini


Ibu mengatakan bahwa badan bayi panas naik turun serta tidak mau
menetek karena bayi akan mual.

3. Riwayat kehamilan
Selama kehamilan, ibu pasien melakukan ANC ke bidan secara teratur
sesuai dengan anjuran dari bidan, selama hamil tidak ada keluhan dan
penyakit yang diderita ibu pasien, dan ketuban jernih.

4. Riwayat Persalinan
An. A lahir secara spontan dalam usia gestasi 40 minggu ditolong oleh
bidan dengan BBL 3 kg. ASI ibu lancar dan langsung diberikan ke An.
A, dan APGAR Score 9-9-10

5. Riwayat Imunisasi
Hepatitis B I, II: lahir dan usia 1 bulan
BCG, Polio,DPT I: usia 2 bulan
Polio II, DPT II : usia 4 bulan
Hepatitis B III, Polio III, DPT III: usia 6 bulan
Imunisasi yang belum dilakukan yaitu MMR dan campak karena pada
umur 9 bulan anak demam

6. Riwayat alergi
An. A tidak mempunyai alergi terhadap makanan atau obat.

7. Riwayat pemakaian obat-obatan


Tidak ada

8. Riwayat tumbuh kembang


Tanggal Pengkajian: 17-11-2017
Tanggal Kelahiran : 20-12-2016

29
Usia Kronologis : 10 bulan 26 hari

Motorik halus Y T
1. Letakkan pensil di telapak tangan bayi. Coba √
ambil pensil tersebut dengan perlahan-lahan.
Sulitkah anda mendapatkan pensil itu kembali?
2. Apakah anak dapat mengambil Benda kecil seperti √
kacang atau kismis, dengan meremas di antara ibu
jari dan jarinya seperti pada gambar?
3. Tanpa bantuan, apakah anak dapat √
mempertemukan dua kubus kecil yang ia pegang?
Kerincingan bertangkai dan tutup panel tidak ikut
dinilai.
Motorik kasar √

1. Apakah anak dapat berdiri selama 30 detik atau



lebih dengan berpegangan pada kursi/meja?
2. Apakah anak dapat mengangkat badannya ke

posisi berdiri tanpa bantuan anda?
3. Apakah anak dapat duduk sendiri tanpa bantuan?
Bahasa

1. Sebut 2-3 kata yang dapat ditiru oleh anak (tidak
perlu kata-kata yang lengkap).Apakah ia mencoba
meniru menyebutkan kata-kata tadi ? √
2. Apakah anak dapat mengatakan 2 suku kata yang
sama, misalnya: “ma-ma”, “da-da”atau “pa-pa”.
Jawab YA bila ia mengeluarkan salah—satu suara
tadi.
Personal sosial √

1. Jika anda bersembunyi di belakang sesuatu/di


pojok, kemudian muncui dan menghilang secara
berulang-ulang di hadapan anak, apakah ia

mencari anda atau mengharapkan anda muncul
kembali?
2. Apakah anak dapat membedakan anda dengan
orang yang belum ia kenal? la akan menunjukkan
sikap malu-malu atau ragu ragu pada saat permulaan
bertemu dengan orang yang belum dikenalnya.

Kesimpulan : Sesuai

30
C. Riwayat kesehatan keluarga
1. Riwayat penyakit dalam keluarga
Anggota keluarga An. A memilik riwayat penyakit keturunan dari
nenek sang ibu yaitu hipertensi, diabetes mellitus dan stroke

31
2. Genogram

Keterangan gambar :
= Laki-laki
= Perempuan
= Riwayat hipertensi, DM, dan stroke
= pasien
----- = Tinggal serumah
X = Meninggal

D. Riwayat penyakit sekarang


1. Penampilan umum
a. Keadaan umum : Baik
b. Pemeriksaan Tanda-tanda vital
1) Pernapasan : 38 x/menit
2) Suhu : 37,9oCoc
3) Nadi : 120 x/menit
c. Penggunaan alat bantu napas (Oksigen, dll)
Menggunakan alat bantu oksigen nasal kanul 2 liter
2. Nutrisi dan cairan
Nutrisi :
a. Lingkar lengan atas : 14 cm
b. Panjang badan/tinggi badan : 87 cm
c. Berat badan : 8 kg
d. Lingkar kepala : 44 cm
e. Lingkar dada : 47 cm
f. Lingkar perut : 48 cm
g. Jenis makanan : ASI ibu dan makan nasi lauk pauk

32
Z score:
BB/U : -1,2 (gizi baik)
PB/U : 2 (normal)
BB/PB: 4 ( gemuk)
h. Kesulitan saat makan : tidak mau menetek
3. Istirahat tidur
a. Lama waktu tidur (24 jam) :
saat dirumah: saat malam ± 11 jam dan tidur siang 2,5 jam
Saat sakit: tidak menentu kadang malam terbangun, siang bisa 3-4
jam
b. Kualitas tidur : Sering terbangun saat dirumah sakit
c. Tidur siang ; Ya
d. Kebiasaan sebelum tidur : menetek ibu

4. Pengkajian nyeri (sesuai usia, lampirkan alat ukur)


Tidak ada nyeri
5. Pemeriksaan fisik
Kepala : Bentuk normochepal, tidak ada lesi
Mata : Simetris antara kanan dan kiri, konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : Bentuk simetris, tidak ada polip, tidak terpasang
oksigen.
Mulut : Tidak ada stomatitis, gigi tumbuh 8
Telinga : Bentuk simetris, bersih tidak ada penumpukan
serumen
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
nyeri telan

Dada, Paru-paru
Inspeksi : Simetris kanan dan kiri, tidak ada retraksi dinding
dada
Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor
Auskultasi : vesikuler
Abdomen
Inspeksi : Tidak ada lesi
Auskultasi : Peristaltik usus 9 x/mnt
Perkusi : Thympani
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

33
Ekstremitas
Atas : tidak terdapat oedem, pada tangan kanan terpasang
infus.
Bawah : tidak terdapat oedem
Kulit : CRT 2 detik, akral teraba hangat
Genetalia : jenis kelamin laki- laki
6. Psikososial anak dan keluarga
a. Respon hospitalisasi : Ibu pasienkooperatif, berkomunikasi baik
dengan tenaga kesehatan dan dengan sekitarnya
b. Kecemasan (anak dan orang tua)
Ibu pasienmencemaskan kesehatan anaknya karena takut jik
kejangnya kambuh lagi.
c. Koping klien/keluarga dalam menghadapi masalah
Di selesaikan secara kekeluargaan, dan terus berdoa
d. Pengetahuan orang tua tentang penyakit anak
Ibu pasienkurang mengetahui penyakit yang sedang diderita
anaknya. Ibu pasiencuma sedikit mengethui penyakit anaknya yaitu
kejang.ibunya menanyakan jika takut saat di rumah
pasienmengalami kejang.
e. Keterlibatan orang tua dalam perawatan anak
Ibu pasienkooperatif dan mandiri dalam merawat pasienselama
sakit
f. Adakah terapi lain selain medis yang digunakan : tidak ada

E. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
Hematologi tanggal 16 dan 17 November 2017

Hasil (tanggal) Nilai


No Parameter Satuan
16/11/2017 18/11/2017 rujukan
1 Hemoglobin 10,6 11,3 11.00-16.00 g/dL
3 Hematokrit 32,8 34,7 35 - 47 ∞
4 Leukosit 11,1 10,5 9,6-11,0 /uL
5 Trombosit 370 382 150 - 400 /uL
6 GDS 159 - 70 - 115 mg/dL
135,0 –
7 Natrium 136 133 mmol/L
147,0
8 Kalium 3,2 4,9 3,50 – 5,0 mmol/L
9 Calsium 1,32 1,16 1,12 – 1,32 mmol/L
2. Pengobatan

34
- Terapi Obat
Jam
No. Nama Obat Dosis Jalur
P S M
1 Paracetamol 3 x3/4 Oral
2 Tab zink 1x20 mg Oral
3 Ranitidine 2x15 mg IV

Paracetamol 80 ml jika suhu


4 IV
≥ 39 C
5 Metronidazole 2x200mg IV

- Terapi Infus
RL + KCL 5 meq 24 cc/jam habis 1 flabot diganti RL 10 tpm

35
F. ANALISA DATA

NO Tanggal/jam Data fokus Masalah Etiologi


1. 17/11/2017 DS Hipertermi penyakit
Pukul 13.00 Ibu pasien
mengatakan
badannya panas
naik turun
DO
- Suhu 37,9 C
- Akral teraba
hangat
- Leukosit:
11,1/uL
2 17/11/2017 DS: Diare infeksi
Pukul 13.00 Ibu mengatakan
bayi BAB cair
ampas bewarna
kuning 3 kali, ada
lendir
DO
- BU: 9x/menit
- Leukosit: 11,1
/uL
- BAB tampak
cair

3 17/11/2017 DS Resiko cedera


Pukul 13.00 - Ibu pasien
mengatakan
hari ini
sudah satu
kali kejang
dan ibu
terasa
bingung jika
anaknya
kejang
DO
- Resiko tinggi

36
cidera skore
14

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolism
2. Diare berhubungan dengan infeksi
3. Resiko cedera

37
RENCANA
Diagnosa
KEPERAWATAN NO NOC NIC
Keperawatan
jam
18/11/2017 1 Hipertermi Thermoregulation NIC 1
Pukul 07.00 berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x Fever treatment
penyakit 24 jam diharapkan suhu tubuh pasien kembali 1. Monitor IWL
normal dengan kriteria hasil: 2. Monitor warna dan suhu kulit
Kriteria Hasil: 3. Monitor tekanan darah, nadi
 Suhu tubuh dalam rentang normal dan RR
 Nadi dan RR dalam rentang normal 4. Monitor intake dan output
 Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada 5. Lakukan tapid sponge
pusing 6. Kolaborasi pemberian cairan
 Hasil laboratorium leukosit normal: 9,6-11.0 /uL intravena
7. Kompres pasien pada lipat
paha dan aksila
8. Tingkatkan sirkulasi udara
9. Berikan pengobatan untuk
mencegah terjadinya
menggigil
10. Temperature regulation
11. Monitor suhu minimal tiap 2
jam
12. Berikan anti piretik jika perlu

38
NIC 2
Vital sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR

18/11/2017 2 Diare berhubungan produk eliminasi fekal dapat berbentuk Manajemen diare
Pukul 07.00 denganinfeksi fisiologis dengan kriteri hasil :Eliminasi fekal 1. Tentukan riwayat diare
 Pola eliminasi tidak dikompromi (5) 2. Peroleh feses untuk kultur
 Feses berbentuk tidak dikompromi (5) jika diare berlanjut
 Warna feses tidak dikompromi (5) 3. Evaluasi efek obat
 Diare tidak ada (5) 4. Ajarkan pasien untuk
Keseimbangan cairan tidak megonsumsi
 Keseimbangan cairan masuk dan keluar makanan yang bergas dan
dalam 24 jam tidak dikompromi (5) pedas.
 Tidak ada haus (5) 5. Monitor kulit di sekitar
Keseimbangan elektrolit perianal
 Nadi apical tidak ada penyimpangan 6. Ukur output diare
(5) 7. Ajarkan pasien untuk
 RR tidak ada penyimpangan (5) makan dalam porsi kecil
 Hematokrit tidak ada penyimpangan dan bertambah banyak

39
(5) secara bertahap
 Fatigue ringan (4) 8. Instruksikan pasien dan
Fungsi gastrointestinal keluarga untuk
 Tidak ada distensi abdomen (5) mendokumentasikan
 Tidak ada peningkatan jumlah sel produk feses (volume,
darah putih (5) warna, frekuensi, dan
 Tidak ada nyeri (5) konsistensi).
Hidrasi 9. Evaluasi asupan
 Turgor kulit tidak dikompromi (5) nutrisinya.
 Membrane mukosa lembab (5) Manajemen cairan dan
 Asupan cairan tidak dikompromi(5) elektrolit
 Tidak ada penurunan tekanan darah (5) 1. Monitor tingkat serum
 Output urin tidak dikompromi (5) elektrolit yang tidak
Status nutrisi : asupan makanan dan cairan. normal
 Asupan makanan melalui oral adekuat 2. Peroleh hasil laboratorium
total (5) dari perubahan cairan dan
 Asupan cairan oral adekuat total (5) elektrolit
 Intake cairan intravena adekuat total 3. Berikan cairan
(5) 4. Promosikan intake cairan
Respon medikasi 5. Ukur cairan masuk dan
 Efek terapeutik yang diharapkan tidak keluar secara akurat
dikompromi (5) Manajemen medikasi
Efek perubahan gejala yang diharapkan tidak 1. Tentukan obat yang
dikompromi (5) diperlukan dan

40
kolaborasikan.
2. Monitor efektivitas
pengobatan
3. Fasilitasi perubahan
pengobatan dengan dokter.
4. Berikan obat sesuai dengan
6B
18/11/2017 3 Resiko cedera Risk Kontrol NIC 1
Pukul 07.00 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x Environment Management
24 jam diharapkan tidak terjadi cidera pada pasien (Manajemen lingkungan)
dengan kriteria hasil: 1. Sediakan Iingkungan yang
Kriteria Hasil : aman untuk pasien
 Pasien terbebas dari cedera 2. Identifikasi kebutuhan
keamanan pasien, sesuai
dengan kondisi fisik dan
fungsi kognitif pasien dan
riwayat penyakit terdahulu
pasien
3. Menghindarkan lingkungan
yang berbahaya (misalnya
memindahkan perabotan)
4. Memasang side rail tempat
tidur
5. Menyediakan tempat tidur

41
yang nyaman dan bersih
6. Menganjurkan keluarga untuk
menemani pasien.
7. Berikan penjelasan pada
keluarga atau pengunjung
adanya perubahan status
kesehatan dan penyebab
penyakit pada pasien.

42
H. TINDAKAN KEPERAWATAN
Waktu No. Dx Implementasi Evaluasi
Tgl/jam
18 November
2017
Pukul: Dx.1: 1.3,1.11 - Mengukur ttv - S:-
07.15 ,2.1 - O: Nadi : 124 x/menit, pernapasan: 36
x/menit, suhu: 37,9oC
Dx.1:1.7
- Melakukan kompres hangat - S: Ibu mengatakan anaknya panas
07.30 - O: Pasien dilakukan kompres hangat pada
frontalis, dan axila dextra dan sinistra.
Dx.3: 1.5 - Melakukan injeksi ranitidin
Dx.1:1.12 - Memberikan obat penurun demam - S:-
08.00 - O: Injeksi Ranitidine 15 mg intravena, sudah
diberikan
Dx.3 : - Mengukur BB dan PB pasien Paracetamol infus 80 ml, sudah diberikan
2.1,1.1,1.3,2.5 - Menanyakan pada keluarga
10.00 tentang riwayat alergi pasien - S: Keluarga mengatakan pasien tidak
- Memberikan makanan sesuai diit mempunyai alergi, makan makanan dari rumah
dari ahli gizi sakit hanya habis 3 sendok, mual (+)
- Menanyakaan apakah pasien - O: BB: 8 Kg, PB: 87 cm, pasien hanya minum
masih mual atau muntah ASI

43
Dx.2: 1.1,1.4 - Mengkaji skor resiko jatuh
- Memasang stiker resiko jatuh
11.00 - Memasang pengaman bed - S: Keluarga mengatakan tidak pernah
- Meminta keluarga untuk selalu meninggalkan pasien sendirian selama di RS
menemani pasien sendirian
- O: terpasang pengaman bed, dan stiker resiko
Dx.1: 1.6 jatuh
11.45 - Mengganti cairan infus

- S:-
- O: pasien terpasang IV cath pada tangan kiri.
dengan cairan RL + KCL + 5 meq, 10 tpm
19 November
2017
Pukul: Dx.3 : 1.3, - Memberikan makanan sesuai diit - S: Keluarga mengatakan pasien menghabiskan
18.00 2.3, 2.5 dari ahli gizi setengah dari porsi makanan yang diberikan
- Mengkaji turgor kulit, mual dan dari RS
muntah O: turgor kulit elastis, pasien tidak mual dan
muntah
Dx.1: 1.3,1.11
19.00 ,2.1 - Mengukur suhu, nadi, dan
pernapasan pasien - S:- Ibu mengatakan anaknya sudah tidak panas

44
- O: Nadi : 124 x/menit, pernapasan: 30
Dx.3: 1.5 x/menit, suhu: 37,4oC
20.00 - Melakukan injeksi ranitidin
- S:-
- O: Injeksi Ranitidine 15 mg intravena, sudah
Dx.3 : 2.1,1.3 diberikan
20.20 - Menganjurkan kluarga untuk
selalu memasang bed rail
- Meminta keluarga untuk selalu - S: Keluarga mengatakan selalu menemani
menemani pasien pasien di RS
- O: terpasang pengaman bed
Dx.1: 1.6
09.30 - Mengganti cairan infus

- S:-
- O: pasien terpasang IV cath pada tangan kiri.
dengan cairan RL

45
I. EVALUASI
Waktu No. Evaluasi Paraf
Tgl/jam Dx
1 S:
- Keluarga mengatakan panas anaknya sudah mulai turun

O:
- Nadi : 124 x/menit, pernapasan: 36 x/menit, suhu: 37,9oC
- Pasien telah dikompres hangat
- Paracetamol infus 80 ml sudah masuk

A: Hipertermi teratasi

P: Pertahankan intervensi
NIC 1: 2,3,4,6,7,11,12
NIC 2: 1
18 November
2017 2 S:
Pukul 14.00 - Keluarga mengatakan tidak pernah meninggalkan pasien sendirian
selama di RS sendirian

O:
- Terpasang pengaman bed dan stiker resiko jatuh pada gelang
identitas pasien

46
A: Resiko Jatuh

P: Pertahankan intervensi
NIC 1: 1,2,3,4,6,7

3 S:
- Keluarga mengatakan pasien tidak mempunyai alergi, makan
makanan dari rumah sakit hanya habis 3 sendok

O:
- BB: 7.3 Kg, PB: 87 cm, pasien hanya minum ASI, mual (+)
- Injeksi Ranitidine 15 mg intravena, sudah diberikan

A: Resiko kekurangan nutrisi belum teratasi

P: Lanjutkan intervensi
NIC 1: 3,4,5
NIC 2:1,3,4,5,6,7,8

1 S:
19 November - Ibu mengatakan badan anaknya hangat tidak panas
2017

47
Pukul 21.00 O:
- O: Nadi : 124 x/menit, pernapasan: 30 x/menit, suhu: 37,4oC

A: Hipertermi teratasi

P: Pertahankan intervensi
NIC 1: 2,3,4,6,7,11,12
NIC 2: 1
2 S:
- Keluarga mengatakan selalu menemani pasien di RS

O:
- Terpasang pengaman bed

A: Resiko Jatuh

P: Pertahankan intervensi
NIC 1: 1,2,3,4,6,7

3 S:
- Keluarga mengatakan pasien menghabiskan setengah dari porsi
makanan yang diberikan dari RS

O:

48
- turgor kulit elastis, pasien tidak mual dan muntah

A: Resiko kekurangan nutrisi belum teratasi

P: Lanjutkan intervensi
NIC 1: 3,4,5
NIC 2:1,3,4,5,6,7,8

49
DAFTAR PUSTAKA
Betz Cecily L, Sowden Linda A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri.
Jakarta : EGC
Fishman, Marvin A. 2007. Buku Ajar Pediatri, volume 3 edisi 20. Jakarta:EGC
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi Dan Klasifikasi
2012-2014/Editor,T. Heather Herdman; Alih Bahasa, Made Suwarwati
Dan Nike Budhi Subekti. Jakarta: EGC
Hidayat, Aziz. A. (2005). Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta : CV.
Sagung Seto
Huda, Nuratif dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa NANDA NIC-NOC. Jakarta: Media Action
Nurarif, Amin H., Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta :
Mediaction Jogja
Wong, D.L,dkk. 2008. Pedoman Klinik Keperawatan Pediatrik. Jakarta. Buku
Kedokteran

50

You might also like