You are on page 1of 9

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Di Indonesia, kebutuhan gula pasir terus meningkat seiring dengan terjadinya Commented [s1]: Sumber: BPS

peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan industri makanan dan minuman. Berdasarkan
hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2015 rata-rata konsumsi gula pasir perkapita selama
sebulan sebesar 5,95 ons, dengan proyeksi jumlah penduduk pada tahun 2015 sebesar juta
255,461 juta jiwa, diperkirakan konsumsi gula pasir pada tahun 2015 mencapai 5,7 juta ton
Akan tetapi, konsumsi gula pasir (sukrosa) yang terlalu tinggi dapat menyebabkan Commented [s2]: Sumber: Jurnal UNS

tingginya kadar gula dalam tubuh sehingga dapat memicu penyakit degeneratif lainnya karena Commented [MA3]: Menurut
https://www.docdoc.com/id/info/condition/penyakit-yang-terus-
jumlah kalori sukrosa cukup tinggi yaitu sebesar 3,94 kkal/g. Oleh sebab itu diperlukan pemanis memburuk/

yang rendah kalori seperti sorbitol. Bahan pengganti gula harus memenuhi persyaratan yaitu Penyakit degenerative adalah: kondisi kesehatan yang
menyebabkan jaringan atau organ memburuk dari waktu ke
waktu. Faktor2nya kondisi normal tubuh, gaya hidup yg buruk
harus mempunyai rasa manis, tidak toksik, tidak mahal, tidak bisa diragikan oleh bakteri plak dll

gigi, berkalori, disamping itu juga harus dapat dikerjakan secara industrial. Dari semua Beberapa jenis penyakit degeneratif paling umum adalah
kanker, diabetes, Parkinson, Alzheimer dan osteoporosis.
persyaratan tersebut, sorbitol memenuhi kriteria sebagai pengganti gula sukrosa.
Sorbitol merupakan gula alkohol yang paling banyak digunakan sebagai pengganti Commented [s4]: Sumber: Jurnal UNS

sukrosa di Indonesia. Sebagai pemanis pengganti sukrosa, sorbitol memiliki tingkat kemanisan
lebih rendah jika dibandingkan dengan sukrosa. Tingkat kemanisan sorbitol sebesar 0,5 sampai
dengan 0,7 kali tingkat kemanisan sukrosa dengan nilai kalori sebesar 2,6 kkal/g. Sorbitol tidak
menimbulkan efek toksik, sehingga aman dikonsumsi manusia dan tidak menyebabkan karies
gigi serta sangat bermanfaat sebagai gula bagi penderita diabetes dan diet rendah kalori.
Sorbitol banyak dimanfaatkan di industri pangan, farmasi, kosmetik, serta bidang industri Commented [s5]: Sumber: BPS

lainnya. Akan tetapi, kebutuhan berbagai bahan baku dan bahan penunjang di Indonesia masih
banyak di impor dari luar negeri. Jika bahan baku dan bahan penunjang ini bisa dihasilkan di
dalam negeri dan di ekspor ke luar negeri, hal ini tentunya akan menghemat pengeluaran negara.
Akan tetapi, pada kenyataanya ekspor sorbitol semakin menurun sedangkan impor semakin
meningkat. Menurut data dari BPS pada tahun 2010-2017, di Indonesia mengalami penurunan
jumlah sorbitol yang di ekspor dengan jumlah ekspor terendah pada tahun 2017 sebesar
65.177.685,32 kg. Sedangkan untuk impor nya mengalami peningkatan dengan jumlah impor
tertinggi pada tahun 2017 sebesar 4.265.773 kg.
Supaya tidak terjadi impor terus menerus dan ekspor dapat dikembalikan seperti keadaan
semula, maka produksi sorbitol dalam negeri harus ditingkatkan. Untuk itu diperlukan pabrik
untuk mengolah sirup glukosa menjadi sorbitol agar dapat memenuhi permintaan pasar domestik
maupun luar negeri. Sehingga pendirian pabrik sorbitol di Indonesia memiliki prospek positif
kedepannya.

I.2 Bahan Baku Produksi


Bahan baku yang digunakan dalam produksi pabrik sorbitol dari sirup glukosa dengan
proses hidrogenasi katalitik dibagi menjadi dua, yaitu :

I.2.1 Sirup Glukosa (Dekstrosa)


Glukosa (C6H12O6) merupakan gula monosakarida dan salah satu sumber karbohidrat
terpenting bagi hewan dan tumbuhan. Di industri pangan, glukosa alami (D-glukosa) disebut
juga dekstrosa. Industri yang memanfaatkan glukosa antara lain adalah industri kembang gula,
minuman, biskuit, es krim, jamu, campuran madu, dan farmasi. Selain itu, glukosa diperlukan
sebagai bahan baku monosodium glutamate dan etanol.
(Litbang Pertanian)

Gambar I.1 Sirup Glukosa


Dalam pembuatan sorbitol digunakan glukosa dalam bentuk sirup yang merupakan hasil
dari hidrolisi pati. Sirup Glukosa yang digunakan dibeli dari PT Sorini Agro Asia Corporindo
Tbk di Pasuruan. Syarat baku mutu sirup glukosa, yaitu :
Tabel I.1 Syarat Baku Mutu Sirup Glukosa
Keadaan Standar Mutu Glukosa
Bau Tidak Berbau
Rasa Manis
Warna Tidak Berwarna
Air (%b/b) Maks 20
Abu (%) Maks 1
Gula Pereduksi (%b/b) Min 30
Pati Tidak Nyata

(Litbang Pertanian)

I.2.2 Hidrogen
Hidrogen (H2) merupakan bahan baku utama pembuatan sorbitol dari dari sirup glukosa
yang dibeli dari PT Aneka Gas Industri TBK di Kabupaten Sidoarjo. Berikut ini adalah sifat
fisika dari hidrogen :
 Berat molekul : 2,016 g/mol
 Specific gravity : 0,06948
 Melting point : -259,1 °C
 Boiling point : -252,8 °C
 Kelarutan dalam air : 2,1 cm3/100 g at 0 °C dan 0,85 cm3/100 g at 80 °C
(Faith, 1975)
Sedangkan sifat kimia hidrogen, yaitu :
 Mudah terbakar
 Bereaksi dengan oksigen akan menghasilkan air
 Larut dalam berbagai senyawa yang termasuk logam transisi
 Sangat reaktif
(Sitohang, 2017) Commented [MA6]:
Commented [MA7]: Hidrogen sangat mudah terbakar
karena mudah berikatan dengan atom lain. Ia
memiliki energi aktivasi yang rendah, dan sangat
tidak stabil.

Make Google view image button visible


again: https://goo.gl/DYGbub
I.3 Aspek Marketing
Secara garis besar, produk sorbitol memiliki market yang cukup luas karena sorbitol
memiliki banyak kegunaan pada berbagai bidang diantaranya bidang pangan, farmasi, kosmetik,
serta bidang industri lainnya. Konsumsi sorbitol terbesar berada di negara Tiongkok yang
kemudian disusul oleh Amerika Utara dan Eropa. Tiongkok mengonsumsi sebanyak 43% dari
produksi sorbitol di dunia pada tahun 2016 terutama untuk pembuatan vitamin C. Konsumsi
sorbitol di dunia dapat dilihat pada Gambar I.2.

Gambar I.2 Konsumsi Sorbitol di Dunia Tahun 2016


Peluang pemasaran produk sorbitol di dalam dan di luar negeri cukup terbuka karena
permintaan cenderung meningkat tiap tahunnya. Menurut laporan dari IHS Markit pada bulan
Februari 2017, konsumsi sorbitol di negara-negara Asia (tidak termasuk Tiongkok) dan Oseania
diperkirakan akan tumbuh pada tingkat mulai dari 0,0% hingga 3,8% per tahun selama 2016-
2021. Khususnya di negara berkembang seperti India, Thailand, dan Indonesia permintaan
diperkirakan akan naik lebih dari 3.0% per tahun.
Berdasarkan data Kemenperin, konsumsi sorbitol di Indonesia bersifat fluktuatif tetapi
cenderung meningkat seperti yang terlihat pada Tabel I.2.

Tabel 1.2 Perkembangan Konsumsi Sorbitol di Indonesia


Tahun Jumlah
2010 175.697.965
2011 190.893.832
2012 167.981.872
2013 174.118.762

Sedangkan kapasitas produksi sorbitol di Indonesia bersifat fluktuatif dan terjadi


penurunan yang sangat signifikan pada tahun 2011, sesuai dengan Tabel I.3. Jika dibandingkan
dengan permintaan kebutuhan sorbitol menjadi tidak seimbang. Maka dari itu, untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri dan menambah nilai devisa negara dalam bentuk ekspor, dibutuhkan
pendirian pabrik sorbitol di Indonesia.

Tabel 1.3 Kapasitas Produksi Sorbitol di Indonesia


Tahun Jumlah
2010 198,973,209
2011 12,925,600
2012 42,392,073
2013 57,102,225
(Kementerian Perindustrian, 2015)

1.4 Prospek Sorbitol


Seperti pada marketing aspek yang telah dibahas sebelumnya, berdasarkan riset oleh IHS
Markit, permintaan sorbitol pada negara-negara berkembang seperti di India, Thailand dan
Indonesia diprediksi akan mengalami peningkatan hingga lebih dari 3% per tahunnya.
Peningkatan tersebut membuat industri sorbitol sangatlah atraktif. Permintaan sorbitol dari dalam
negeri dapat dipenuhi dengan meningkatkan kapasitas produksi. Sedangkan permintaan sorbitol
dari luar negeri dapat dipenuhi melalui kegiatan ekspor. Dengan begitu, Indonesia dapat
memanfaatkan peluang ini untuk memperoleh keuntungan. Tabel I.4 merupakan valuasi yang
diperoleh dari kegiatan ekspor sorbitol.

Tabel 1.4 Valuasi dari Ekspor Sorbitol Tahun 2010-2017


Tahun Valuasi Ekspor ($)
2010 48,888,112.00
2011 61,117,108.00
2012 57,444,613.00
2013 50,648,536.00
2014 55,675,456.00
2015 45,874,458.00
2016 43,498,166.00
2017 41,736,244.00
(Badan Pusat Statistik, 2017)

Secara umum perkembangan ekspor sorbitol mengalami penurunan. Hal ini merupakan
indikasi bahwa permintaan akan sorbitol dalam negeri naik sehingga jumlah sorbitol yang di
ekspor berkurang. Maka, terdapat peluang untuk menggairahkan kembali proses ekspor sorbitol
dengan meningkatkan kapasitas produksi untuk beberapa tahun kedepan.

I.5 Penggunaan Produk


Konsumsi sukrosa sebagai pemanis makanan sekarang sudah mulai digantikan dengan
gula alkohol. Sorbitol merupakan bahan pengganti gula dari golongan gula alkohol yang paling
banyak digunakan di Indonesia. Sorbitol mempunyai beberapa keunggulan, yaitu bahan dasarnya
mudah diperoleh, harganya murah, tidak bersifat kariogenik, dan rasa manisnya hanya 60% dari Commented [s8]: Ini bener kariogenik kok. Menyebabkan
karies gigi
rasa manis sukrosa sehingga sangat cocok untuk penderita diabetes.
(Soesilo, 2005)
Sorbitol digunakan sebagai bahan baku oleh berbagai macam industri, seperti pasta gigi,
industri ascorbic acid, obat-obatan, surfaktan, makanan, dan lain-lain. Komposisi penggunaan Commented [MA9]: Gatau gw kok bisa jadi asam askorbat dari
sorbitol
sorbitol, yaitu : Commented [s10]: Ini nama lain vitamin C

Tabel I.5 Persentase Penggunaan Sorbitol di Indonesia


Kegunaan Persen
Toothpaste and toiletries 37
Ascorbic Acid 25
Pharmaceuticals 11
Surfactants 11
Foods 10
Miscellaneous 5
Exports 5
(Faith, 1975)
 Industri Pangan
Dalam industri makanan, sorbitol banyak digunakan sebagai pemanis pengganti sukrosa
seperti yang ada dalam permen karet. Akan tetapi, sorbitol tidak boleh dikonsumsi secara
berlebihan karena akan mengakibatkan diare. Sorbitol merupakan gula yang diabsorbsi sangat
sedikit oleh usus halus, sehingga sorbitol akan langsung masuk ke usus besar dan dapat
menunjang terjadinya diare & perut kembung.
(Soesilo, 2005)
 Industri Farmasi
Pada industri farmasi sorbitol digunakan sebagai salah satu bahan untuk memproduksi
vitamin C. Selain itu, sorbitol juga dapat digunakan sebagai pengganti sukrosa pada penderita
penyakit diabetes karena rasa manisnya kira-kira hanya 60 persen rasa manis sukrosa.
(Soesilo, 2005)
 Industri Kosmetik
Salah satu produk kosmetik yang mempunyai jangkauan luas di dalam masyarakat adalah
sediaan pasta gigi. Salah satu penyusun pasta gigi adalah humectant. Beberapa humectan yang
dipakai adalah gliserin, propilenglikol, dan sorbitol. Humectant sorbitol dalam pasta gigi
berfungsi untuk menjadikan pasta gigi yang memiliki viskositas yang tinggi.
(Maharani, 2009)

I.6 Konsumsi
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), perkembangan ekspor sorbitol di
Indonesia dapat dilihat pada Gambar I.3

Ekspor
100.00
90.00
Juta KG

80.00
70.00
60.00
50.00
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Tahun
Gambar I.3 Grafik Perkembangan Ekspor Sorbitol di Indonesia
Dari Gambar I.3, dapat dilihat bahwa secara umum perkembangan ekspor sorbitol
mengalami penurunan dan terjadi sedikit kenaikan pada tahun 2014. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh meningkatnya permintaan di Indonesia yang lebih banyak daripada di luar
negeri, sehingga kebutuhan di dalam negeri harus dipenuhi dengan pengurangan jumlah ekspor.
Untuk data lebih detail akan disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Tabel I.6 Jumlah Ekspor Sorbitol di Indonesia


Tahun Berat (ton) Perkembangan (%)
2010 84,181,728.00 0.00
2011 89,065,496.00 5.80
2012 82,899,200.00 -6.92
2013 72,574,985.00 -12.45
2014 83,548,977.00 15.12
2015 69,612,110.00 -16.68
2016 66,601,933.00 -4.32
2017 65,177,685.32 -2.14

Sedangkan data impor sorbitol di Indonesia menurut BPS dapat dilihat seperti pada Gambar I.4.

Impor
5.00
4.00
Juta KG

3.00
2.00
1.00
0.00
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Tahun

Gambar I.4 Grafik Perkembangan Impor Sorbitol di Indonesia


Sedangkan untuk impor, pada data trending secara tahunan, tidak bisa dipungkiri terdapat
musim-musim dimana kapasitas produksi tidak dapat berjalan secara penuh. Sehingga, produksi
tidak merata disepanjang tahun. Salah satu contohnya yaitu akibat dari libur panjang seperti libur
hari raya lebaran. Pada libur hari raya, akan terdapat pengurangan tenaga kerja yang bekerja pada
pabrik dan bisa terdapat permintaan yang lebih tinggi dari musim lainnya. Sehingga, kapasitas
produksi dapat turun ataupun kurang untuk memenuhi permintaan yang lebih tinggi. Untuk
menutupi permintaan yang ada, maka akan dilakukan upaya penambahan pasokan sorbitol
dengan melakukan impor. Untuk data lebih detail akan disajikan dalam bentuk tabel sebagai
berikut:
Tabel I.7 Jumlah Impor Sorbitol di Indonesia
Tahun Berat (ton) Perkembangan (%)
2010 1,750,065.00 0,00
2011 3,277,815.00 87.30
2012 2,054,980.00 -37.31
2013 3,466,476.00 68.69
2014 3,014,757.00 -13.03
2015 1,410,911.00 -53.20
2016 3,287,554.00 133.01
2017 4,265,773.00 29.76

Berdasarkan data impor pada Tabel I.7 dapat disimpulkan bahwa konsumsi sorbitol di Commented [MA11]: Grafik impor dari sorbitol menunjukan
pola yang fluktuatif. Barang yang bergerak merupakan barang
Indonesia meningkat. Hal ini menyebabkan jumlah ekspor nya semakin menurun. Hal ini sesuai konsumsi, bahan baku, sangat fluktuatif, tergantung musim, perilaku
konsumsi masyarakt dan terdapat banyak ketidakpastian.
dengan analisis sebelumnya bahwa di negara berkembang seperti India, Thailand dan Indonesia Terutama, barang ini spesifik dan lebih sulit untuk mendapatkan
angka yang akurat. Terdapatnya beberapa instansi pemerintah
terdapat peningkatan konsumsi sorbitol. Maka dari itu, pendirian pabrik sorbitol berpeluang (Kemenperin dan BPS) yang dapat mengeluarkan analisis data juga
dapat menimbulkan ketimpangan informasi.
untuk memenuhi permintaan di dalam negeri maupun di luar negeri.

You might also like