Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan industri makanan dan minuman. Berdasarkan
hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2015 rata-rata konsumsi gula pasir perkapita selama
sebulan sebesar 5,95 ons, dengan proyeksi jumlah penduduk pada tahun 2015 sebesar juta
255,461 juta jiwa, diperkirakan konsumsi gula pasir pada tahun 2015 mencapai 5,7 juta ton
Akan tetapi, konsumsi gula pasir (sukrosa) yang terlalu tinggi dapat menyebabkan Commented [s2]: Sumber: Jurnal UNS
tingginya kadar gula dalam tubuh sehingga dapat memicu penyakit degeneratif lainnya karena Commented [MA3]: Menurut
https://www.docdoc.com/id/info/condition/penyakit-yang-terus-
jumlah kalori sukrosa cukup tinggi yaitu sebesar 3,94 kkal/g. Oleh sebab itu diperlukan pemanis memburuk/
yang rendah kalori seperti sorbitol. Bahan pengganti gula harus memenuhi persyaratan yaitu Penyakit degenerative adalah: kondisi kesehatan yang
menyebabkan jaringan atau organ memburuk dari waktu ke
waktu. Faktor2nya kondisi normal tubuh, gaya hidup yg buruk
harus mempunyai rasa manis, tidak toksik, tidak mahal, tidak bisa diragikan oleh bakteri plak dll
gigi, berkalori, disamping itu juga harus dapat dikerjakan secara industrial. Dari semua Beberapa jenis penyakit degeneratif paling umum adalah
kanker, diabetes, Parkinson, Alzheimer dan osteoporosis.
persyaratan tersebut, sorbitol memenuhi kriteria sebagai pengganti gula sukrosa.
Sorbitol merupakan gula alkohol yang paling banyak digunakan sebagai pengganti Commented [s4]: Sumber: Jurnal UNS
sukrosa di Indonesia. Sebagai pemanis pengganti sukrosa, sorbitol memiliki tingkat kemanisan
lebih rendah jika dibandingkan dengan sukrosa. Tingkat kemanisan sorbitol sebesar 0,5 sampai
dengan 0,7 kali tingkat kemanisan sukrosa dengan nilai kalori sebesar 2,6 kkal/g. Sorbitol tidak
menimbulkan efek toksik, sehingga aman dikonsumsi manusia dan tidak menyebabkan karies
gigi serta sangat bermanfaat sebagai gula bagi penderita diabetes dan diet rendah kalori.
Sorbitol banyak dimanfaatkan di industri pangan, farmasi, kosmetik, serta bidang industri Commented [s5]: Sumber: BPS
lainnya. Akan tetapi, kebutuhan berbagai bahan baku dan bahan penunjang di Indonesia masih
banyak di impor dari luar negeri. Jika bahan baku dan bahan penunjang ini bisa dihasilkan di
dalam negeri dan di ekspor ke luar negeri, hal ini tentunya akan menghemat pengeluaran negara.
Akan tetapi, pada kenyataanya ekspor sorbitol semakin menurun sedangkan impor semakin
meningkat. Menurut data dari BPS pada tahun 2010-2017, di Indonesia mengalami penurunan
jumlah sorbitol yang di ekspor dengan jumlah ekspor terendah pada tahun 2017 sebesar
65.177.685,32 kg. Sedangkan untuk impor nya mengalami peningkatan dengan jumlah impor
tertinggi pada tahun 2017 sebesar 4.265.773 kg.
Supaya tidak terjadi impor terus menerus dan ekspor dapat dikembalikan seperti keadaan
semula, maka produksi sorbitol dalam negeri harus ditingkatkan. Untuk itu diperlukan pabrik
untuk mengolah sirup glukosa menjadi sorbitol agar dapat memenuhi permintaan pasar domestik
maupun luar negeri. Sehingga pendirian pabrik sorbitol di Indonesia memiliki prospek positif
kedepannya.
(Litbang Pertanian)
I.2.2 Hidrogen
Hidrogen (H2) merupakan bahan baku utama pembuatan sorbitol dari dari sirup glukosa
yang dibeli dari PT Aneka Gas Industri TBK di Kabupaten Sidoarjo. Berikut ini adalah sifat
fisika dari hidrogen :
Berat molekul : 2,016 g/mol
Specific gravity : 0,06948
Melting point : -259,1 °C
Boiling point : -252,8 °C
Kelarutan dalam air : 2,1 cm3/100 g at 0 °C dan 0,85 cm3/100 g at 80 °C
(Faith, 1975)
Sedangkan sifat kimia hidrogen, yaitu :
Mudah terbakar
Bereaksi dengan oksigen akan menghasilkan air
Larut dalam berbagai senyawa yang termasuk logam transisi
Sangat reaktif
(Sitohang, 2017) Commented [MA6]:
Commented [MA7]: Hidrogen sangat mudah terbakar
karena mudah berikatan dengan atom lain. Ia
memiliki energi aktivasi yang rendah, dan sangat
tidak stabil.
Secara umum perkembangan ekspor sorbitol mengalami penurunan. Hal ini merupakan
indikasi bahwa permintaan akan sorbitol dalam negeri naik sehingga jumlah sorbitol yang di
ekspor berkurang. Maka, terdapat peluang untuk menggairahkan kembali proses ekspor sorbitol
dengan meningkatkan kapasitas produksi untuk beberapa tahun kedepan.
I.6 Konsumsi
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), perkembangan ekspor sorbitol di
Indonesia dapat dilihat pada Gambar I.3
Ekspor
100.00
90.00
Juta KG
80.00
70.00
60.00
50.00
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Tahun
Gambar I.3 Grafik Perkembangan Ekspor Sorbitol di Indonesia
Dari Gambar I.3, dapat dilihat bahwa secara umum perkembangan ekspor sorbitol
mengalami penurunan dan terjadi sedikit kenaikan pada tahun 2014. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh meningkatnya permintaan di Indonesia yang lebih banyak daripada di luar
negeri, sehingga kebutuhan di dalam negeri harus dipenuhi dengan pengurangan jumlah ekspor.
Untuk data lebih detail akan disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Sedangkan data impor sorbitol di Indonesia menurut BPS dapat dilihat seperti pada Gambar I.4.
Impor
5.00
4.00
Juta KG
3.00
2.00
1.00
0.00
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Tahun
Berdasarkan data impor pada Tabel I.7 dapat disimpulkan bahwa konsumsi sorbitol di Commented [MA11]: Grafik impor dari sorbitol menunjukan
pola yang fluktuatif. Barang yang bergerak merupakan barang
Indonesia meningkat. Hal ini menyebabkan jumlah ekspor nya semakin menurun. Hal ini sesuai konsumsi, bahan baku, sangat fluktuatif, tergantung musim, perilaku
konsumsi masyarakt dan terdapat banyak ketidakpastian.
dengan analisis sebelumnya bahwa di negara berkembang seperti India, Thailand dan Indonesia Terutama, barang ini spesifik dan lebih sulit untuk mendapatkan
angka yang akurat. Terdapatnya beberapa instansi pemerintah
terdapat peningkatan konsumsi sorbitol. Maka dari itu, pendirian pabrik sorbitol berpeluang (Kemenperin dan BPS) yang dapat mengeluarkan analisis data juga
dapat menimbulkan ketimpangan informasi.
untuk memenuhi permintaan di dalam negeri maupun di luar negeri.