You are on page 1of 12

EKSTRAKSI SENYAWA DENGAN METODE MESERASI

Disusun oleh:

Kelompok
Rombongan

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2017
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Tanaman merupakan salah satu sumber senyawa kimia yang peting dalam
pengobatan. Umumnya senyawa kimia ini berupa senyawa metabolit sekunder
berupa seperti alkaloid, flavonoid, fenolik, terpenoid, steroid, dan lain-lain yang
memiliki aktivitas biologis yang beragam, hal ini mendorong para ahli kimia
untuk megisolasi zat aktif biologis yang terdapat dalam tanaman. Diharapkan
nantinya dapat menghasilkan berbagai zat kimia yang dapat digunakan sebagai
obat, baik untuk kesehatan manusia maupun agroomi (Dirjen POM, 1979).
Berbagai jenis bahan terdapat di alam memiliki jenis, bentuk dan komposisi
yang beragam. Dalam pemanfaatanya, manusia dapat mengambil seluruh zat
dari bahan tersebut atau dapat mengambil beberapa zat yang dibutuhkannya saja
dari suatu bahan. Untuk dapat mengambil atau memperoleh zat tersebut dapat
dilakukan dengan berbagai proses, salah satunya yaitu ekstraksi (Dirjen POM,
1986)
Maserasi istilah aslinya adalah macerare (bahasa Latin, artinya merendam)
adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi bahan nabati yaitu
direndam menggunakan pelarut bukan air (pelarut nonpolar) atau setengah air,
misalnya etanol encer, selama periode waktu tertentu sesuai dengan aturan
dalam buku resmi kefarmasian (Metri, 1991).

1.2 Tujuan

Tujuan praktikum kali ini adalah mampu membuat ekstrak senyawa-senyawa


yang ada dalam simplisia.
II. MATERI DAN PROSEDUR KERJA

2.1 Materi

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu teh (Cammelia sinensis),
seledri (Apium graveolens), serbuk kunyit (Curcuma longa), etanol 96% dan kapur
tohor.
Alat- alat yang digunakan antara lain timbangan analitik, batang pengaduk,
gelas beaker 500 ml, jerigen 1 liter, aluminium foil, corong, mangkuk porselen, bak
plastik dan vacuum rotary evaporator.

2.2 Prosedur Kerja


Eanol
Sampel
96%
10 gr

Bahan Di timbang Di rendam Di tutup Cairan


dalam aluminium meserat
etanol 96 % foil dan dituang ke
sampai diamkan 24 jerigen
ketinggian jam
2,5 cm

Diuapkan Langkah 4-
dengan 6 dilakukan
vacum sampai 3 x
rotary 24 jam
Ekstrak
evaporator Di
kental
remeserasi
dan ditutup
kembali

Disimpan Ditutup dan


dalam bak disimpan
plastik dan
ditaburi
kapur tohor
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Gambar 3.2 Ekstrak


kental kunyit

Gambar 3.3 Ekstrak Gambar 3.4 Ekstrak


kental seledri kental teh
3.2 Pembahasan

Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan


pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur
untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain
(Vargaz & Lopez, 2003). Ekstraksi adalah jenis pemisahan satu atau beberapa
bahan dari suatu padatan atau cairan (Smith et al., 2003).Ekstraksi bertujuan
untuk melarutkan senyawa-senyawa yang terdapat dalam jaringan tanaman ke
dalam pelarut yang dipakai untuk proses ekstraksi tersebut (Hamzah, 2009).
Proses ekstraksi bermula dari penggumpalan ekstrak dengan pelarut
kemudian terjadi kontak antara bahan dan pelarut sehingga pada bidang datar
antarmuka bahan ekstraksi dan pelarut terjadi pengendapan massa dengan
cara difusi (Hanum, 2000).
Ekstraksi dengan pelarut dapat dilakukan dengan cara dingin dan cara
panas. Jenis-jenis ekstraksi menurut Winarno, (1997) sebagai berikut:
a. Ekstraksi Cara Dingin
Metoda ini artinya tidak ada proses pemanasan selama proses ekstraksi
berlangsung, tujuannya untuk menghindari rusaknya senyawa yang dimaksud
rusak karena pemanasanan. Jenis ekstraksi dingin adalah maserasi dan
perkolasi
b. Ekstraksi Cara Panas
Metoda ini pastinya melibatkan panas dalam prosesnya, dengan adanya
panas secara otomatis akan mempercepat proses penyarian dibandingkan cara
dingin. Metodanya adalah refluks, ekstraksi dengan alat soxhlet dan infusa.
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi
dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari.
Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel
yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dengan karena adanya
perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di
luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut
berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel
dan di dalam sel (Hagerman, 2002).
Proses maserasi merupakan proses sederhana untuk
mendapatkanekstrak dan diuraikan dalam kebanyakan farmakope. Cara ini
digunakan untukskala kecil maupun skala industri. Proses yang paling
sederhana hanyamenuangkan pelarut pada simplisia (Pemilihan
pelarut yang sesuai akanmemberikan efektifitas yang tinggi). Sesudah
mengatur waktu sehingga sesuaiuntuk tiap – tiap bahan tanaman (simplisia),
ekstrak dikeluarkan, dan ampas hasilekstraksi dicuci dengan pelarut yang
segar sampai didapat berat yang sesuai.Prosedur ini sama dengan pembuatan
tinctur atau ekstrak khusus, dan kadang –kadang merupakan satu – satunya
prosedur untuk tanaman yang mengandung zatberlendir (musilago) tinggi.
Sebetulnya cara ini tidak begitu berguna karena tidakpernah dapat menarik
zat berkhasiat dari tanaman secara sempurna. Ampasmenahan
sejumlah besar solute, yang untuk perolehanya harus dilakukan
prosespemerasan (penekanan) atau cara sentrifugasi dan metode ini
digunakan untukmencari komponen kimia yang mudah larut dalam
cairan penyari dan tidakmengandung benzoin, tiraks dan lilin
(Agoes,2007).
Rotary vacum evaporator merupakan suatu instrumen yang tergabung
antara beberapa instrumen, yang menggabung menjadi satu bagian, dan
bagian ini dinamakan rotary vakum evaporator. Rotary vakum evaporator
adalah instrumen yang menggunakan prinsip destilasi (pemisahan). Prinsip
utama dalam instrumen ini terletak pada penurunan tekanan pada labu alas
bulat dan pemutaran labu alas bulat hingga berguna agar pelarut dapat
menguap lebih cepat dibawah titik didihnya. Instrumen ini lebih disukai,
karena hasil yang diperoleh sangatlah akurat. Bila dibandingkan dengan
teknik pemisahan lainnya, misalnya menggunakan teknik pemisahan biasa
yang menggunakan metode penguapan menggunakan oven. Maka bisa
dikatakan bahwa instrumen ini akan jauh lebih unggul. Karena pada
instrumen ini memiliki suatu teknik yang berbeda dengan teknik pemisahan
yang lainnya (Chaovanalikit &Wrolstad, 2004).
Seledri (Apium graveolens L.) adalah sayuran daun dan tumbuhan obat
yang biasa digunakan sebagai bumbu masakan. Beberapa negara termasuk
Jepang, Cina dan Korea mempergunakan bagian tangkai daun sebagai bahan
makanan. Di Indonesia tumbuhan ini diperkenalkan oleh penjajah Belanda
dan digunakan daunnya untuk menyedapkan sup atau sebagai lalap.
Penggunaan seledri paling lengkap adalah di Eropa: daun, tangkai daun, buah,
dan umbinya semua dimanfaatkan (Watt &Breyer, 1962).Seledri telah dikenal
sejak ribuan tahun yang lalu sebagai unsur pengobatan dan penyedap
masakan. Salman Tua telah menuliskannya sejak awal penanggalan modern.
Linnaeus mendeskripsikannya pertama kali dalam edisi pertama Species
Plantarum. Ia memasukkan seledri dalam suku Umbelliferae, yang sekarang
dinamakan Apiaceae (suku adas-adasan) (Ika & Soemarno, 1991).
Seledri adalah terna kecil, kurang dari 1m tingginya. Daun tersusun
gemuk dengan tangkai pendek. Tangkai ini pada kultivar tertentu dapat sangat
besar dan dijual sebagai sayuran terpisah dari emaknya. Batangnya biasanya
sangat bantet. Kelompok budidaya tertentu membesar membentuk umbi, yang
juga dapat dimakan. Bunganya tersusun majemuk berkarang. Buahnya kecil-
kecil berwarna coklat gelap (Osol & Farrar, 1955). Ada tiga kelompok seledri
yang dibudidayakan menurut Perry (1980):
 Seledri daun atau seledri iris (A. graveolens kelompok secalinum) yang
biasa diambil daunnya dan banyak dipakai di masakan Indonesia.
 Seledri tangkai (A. graveolens kelompok dulce) yang tangkai daunnya
membesar dan beraroma segar, biasanya dipakai sebagai
komponen salad.
 Seledri umbi (A. graveolens kelompok rapaceum), yang membentuk
umbi di permukaan tanah; biasanya digunakan dalam sup, dibuat semur,
atau schnitzel. Umbi ini kaya provitamin A dan K.
Seluruh herba seledri mengandung glikosida apiin (glikosida flavon),
isoquersetin, dan umbelliferon, juga mengandung mannite, inosite,
asparagine, glutamine, choline, linamarose, pro vitamin A, vitamin C, dan B.
Kandungan asam-asam dalam minyak atsiri pada biji antara lain : asam-asam
resin, asam-asam lemak terutama palmitat, oleat, linoleat, dan petroselinat.
Senyawa kumarin lain ditemukan dalam biji, yaitu bergapten, seselin,
isomperatorin, osthenol, dan isopimpinelin (Sudarsono et al., 1996).
Teknik pasca panen adalah pemanfaatan ilmu teknik dalam kegiatan
pensortiran, pengemasan, pengaturan temperatur, transportasi, dan
penyimpanan sementara bahan biologis pertanian. Aktivitas pasca panen
melindungi kualitas produk pertanian yang dipanen. Pensortiran misalnya,
diperlukan agar mengetahui apakah produk memenuhi kriteria standar
kualitas untuk dipasarkan, dan memisahkan antara bahan yang berbeda
kualitasnya. Secara singkat, pasca panen adalah aktivitas yang dilakukan
terhadap hasil pertanian yang telah dipanen tanpa mengubah susunan
kimiawinya dan wujud fisiknya secara signifikan (Hong Seok-In,
2006).Istilah pasca panen pada bidang pertanian diartikan sebagai berbagai
tindakan atau perlakuan yang diberikan pada hasil pertanian setelah panen
sampai komoditas berada di tangan konsumen. Istilah tersebut secara
keilmuan lebih tepat disebut Pasca produksi (Postproduction) yang dapat
dibagi dalam dua bagian atau tahapan, yaitu pasca panen (postharvest) dan
pengolahan (processing) (Bautista, 1990).
Penanganan pasca panen (postharvest) sering disebut juga sebagai
pengolahan primer (primary processing) merupakan istilah yang digunakan
untuk semua perlakuan dari mulai panen sampai komoditas dapat dikonsumsi
“segar” atau untuk persiapan pengolahan berikutnya. Umumnya perlakuan
tersebut tidak mengubah bentuk penampilan atau penampakan, kedalamnya
termasuk berbagai aspek dari pemasaran dan distribusi. Pengolahan
(secondary processing) merupakan tindakan yang mengubah hasil tanaman
ke kondisi lain atau bentuk lain dengan tujuan dapat tahan lebih lama
(pengawetan), mencegah perubahan yang tidak dikehendaki atau untuk
penggunaan lain. Ke dalamnya termasuk pengolahan pangan dan pengolahan
industri (Wills et al., 1998). Penanganan pasca panen bertujuan agar hasil
tanaman tersebut dalam kondisi baik dan sesuai atau tepat untuk dapat segera
dikonsumsi atau untuk bahan baku pengolahan (Kader, 1992). Penangan
pasca panen dapat melibatkan suatu teknologi yang sederhana, yang mungkin
diadaptasi dari daerah pedesaan, maupun teknologi-teknologi canggih,
dengan penerapan teknologi pasca panen, maka akan didapat beberapa
keuntungan menurut Weichmann, (1987) sebagai berikut:
1. Memperpanjang waktu serta jumlah ketersediaan bahan pangan.
2. Mempermudah penyimpanan serta distribusi.
3. Menaikkan nilai tambah ekonomis yang berupa profit atau keuntungan
maupun nilai tambah social berupa ketersediaan lowongan kerja yang lebih
baik.
4. Memperoleh produk hasil pertanian yang lebih menarik, seperti kenampakan,
cita rasa dan sifat-sifat fisik lainnya.
5. Ketersediaan bahan limbah hasil pertanian yang mungkin masih bisa
digunakan untuk memproduksi bahan lain, seperti ampas tebu sebagai bahan
pembuatan kertas.
6. Mendorong pertambahan industri-industri nonpertanian yang menunjang
industri pertanian, seperti industri kimia, gelas, bahan pengepak dan lain
sebagainya.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa cara membuat


ekstrak senyawa-senyawa yang ada dalam simplisia yaitu bahan (seledri) ditimbang
10 gram, kemudian ditambah etanol 96 % 300 ml (tinggi 2,5 cm dari atas bahan).
Langkah selanjutnya ditutup dengan alumunium foil selama 24 jam, kemudian cairan
maserat dituang ke jerigen. Selanjutnya dilakukan remaserasi menggunakan etanol
96 % 300 ml dan ditutup kembali dengan alumunium foil (ulangi sampai 3 kali 24
jam). Maserat diuapkan dengan Rotary Vacum Evaporatordan dihasilkan ekstrak
kental. Ekstrak disimpan dalam baki plastik dan ditaburi kapur tohor.
4.2 Saran
Saran dari praktikum kali ini diharapkan praktikan megetahui cara ekstrak
menggunakan vacum rotary evaporator dan sebaiknya satu kelompok terdiri dari
beberapa praktikan maksimal 5, sehingga menjadi kondusif.
DAFTAR REFERENSI

Agoes, G.2007. Teknologi Bahan Alam.21,38 – 39. Bandung : ITB Press.

Bautista, O.K. 1990. Postharvest Technology for Southeast Asian Perishable Crops.
Technology and Livelifood Resource Centre. Los Banos: The Philippines.

Chaovanalikit, A. and R. E. Wrolstad, 2004. Total anthocyanins and total phenolics


of fresh andprocessed cheries and their antioxidant properties. JFS: Food
Chem. and Technol. 69(1): 67-72.

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III.Jakarta : Departemen Kesehatan


RI.

Dirjen POM. 1986. Sediaan Galenik. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

Hagerman, A.E. 2002. Condensed Tannin Structural Chemistry. Department of


Chemistry and Biochemistry. Oxford : Miami University.

Hamzah, B. 2009. Fitokimia 1. Palu : STIFA PM.

Hanum, T., 2000. Ekstraksi dan Stabilitas Zat Pewarna Alam dari Katul Beras Ketan
Hitam (Oryza sativa glutinosa). Bul. Teknol. Dan Industri Pangan. Bandar
Lampung : Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Lampung.

Hong Seok-In. 2006. Packaging Technology for Fresh Produce. One Day
International Seminar “Post-Harvest Losses of Cole Crops (Brassica
vegetables) Causes and Solutions. Bandung : FTIP, Unpad.

Ika R.S., dan Soemarno. 1991.Budidaya Berbagai Jenis Tanaman Tropika.Malang :


Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.

Kader, A.A. 1992. Postharvest Technology of Horticultural Crops.USA : The


Regents of the University of California

Metri W., 1991. Khasiat Herba Putri Malu. Jurusan Farmasi FMIPA UNAND.

Osol A., & Farrar G.E. 1955.The Dispensatory of The United States of America.,
25th Ed., J.B. Lippingcott Co. Philadelphia: USA.

Perry L.M. 1980.Medicinal Plants of East and Southeast Asia: Attributed,


Properties, and Uses. The MIT Press: Massachusetts.

Smith A. H., J.A. Imlay, and R.I. Mackie. 2003. Increasing the oxidative stress
response allows Escherichia coli to overcome inhibitory effect of condensed
tannins. Appl. and Environ. Microb. 69 (6): 3406-3411.
Sudarsono, Pudjoanto, A., Gunawan, D., Wahyuono, S., Donatus, I. A., Drajad, M.,
Wibowo, S., dan Ngatidjan. 1996.Tumbuhan Obat, Hasil Penelitian, Sifat-
sifat dan Penggunaan.Yogyakarta : Pusat Penelitian Obat Tradisional, UGM.

Vargaz, F.D and Lopez,O.D. 2003. Natural Colorants for Food and Reutra Ceutical
Uses. New York : CRC Press.

Watt J.M., & M.G. Breyer-BrandWijk. 1962.The Medicinal and Poisonous Plants of
Southern and Eastern Africa., 2nd Ed., E.S. London : Livingstone Ltd.

Weichmann, J. 1987. Postharvest Physiology of Vegetables. Marcel Dekker, Inc.


USA : NY.

Wills, R.; B. McGlasson; D. Graham; D. Joyce. 1998. Postharvest. An Introduction


to the Physiology and Handling of Fruit, Vegetables and Ornamentals. :
South Australia : Hyde Park Press, Adelaide

Winarno, F.G., 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT. Gramedia.

You might also like