Professional Documents
Culture Documents
DI RUANG BOUGENVILE
RST DR. SOEDJONO MAGELANG
DISUSUN OLEH :
A. Latar Belakang
Tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan keperawatan dirasakan
sebagai suatu fenomena yang harus direspon oleh perawat. Oleh karena itu
pelayanan keperawatan ini perlu mendapat prioritas utama dalam pengembangan
ke masa depan. Perawat harus mau mengembangkan ilmu pengetahuannya dan
berubah sesuai tuntutan masyarakat dan menjadi tenaga perawat yang
professional, tidak hanya dalam ketrampilan teknis namun juga kemampuan
manajerial.
Pengembangan dalam berbagai aspek keperawatan bersifat saling
berhubungan, saling bergantung, saling mempengaruhi dan saling berkepentingan.
Oleh karena itu inovasi dalam pendidikan keperawatan, praktek keperawatan ,
ilmu keperawatan dan kehidupan keprofesian merupakan fokus utama
keperawatan Indonesia. Saat ini, dunia keperawatan Indonesia masih berusaha
mewujudkan keperawatan sebagai profesi. Proses ini tentunya membawa berbagai
perubahaan dalam aspek keperawatan yaitu : penataan pendidikan tinggi
keperawatan, pelayanan dan asuhan keperawatan, pembinaan dan kehidupan
keprofesian, dan penataan lingkungan untuk perkembangan keperawatan.
Perubahaan-perubahaan ini akan membawa dampak yang positif seperti
makin meningkatnya mutu pelayanan kesehatan/keperawatan yang
diselenggarakan, makin sesuainya jenis dan keahlian tenaga
kesehatan/keperawatan yang tersedia dengan tuntutan masyarakat, bertambahnya
kesempatan kerja bagi tenaga kesehatan. Oleh karena alasan-alasan di atas maka
pelayanan keperawatan di rumah sakit mana pun harus dikelola secara profesional,
tentunya dengan mengembangkan ilmu Manajemen Keperawatan. Manajemen
Keperawatan harus dapat diaplikasikan dalam tatanan pelayanan nyata di Rumah
Sakit, sehingga perawat perlu memahami bagaimana konsep dan aplikasinya di
dalam organisasi keperawatan itu sendiri.
Pengarahan adalah langkah keempat dari fungsi manajemen, yaitu
penerapan perencanaan dalam bentuk tindakan dalam rangka mencapai tujuan
organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Istilah lain yang digunakan sebagai
padanan pengarahan adalah pengkoordinasian, pengaktivan. Apapun istilah yang
digunakan pada akhirnya akan bermuara pada “melaksanakan” kegiatan yang
telah direncanakan sebelumnya (Keliat Anna, 2009).
Pengarahan di ruang MPKP diterapkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan,
antara lain menciptakan budaya motivasi, manajemen waktu, komunikasi efektif,
supervise, manajemen konflik, kolaborasi, dan pendelegasian.
Pendelegasian merupakan proses terorganisasi dalam kerangka hidup
organisasi/keorganisasian untuk secara langsung melibatkan sebanyak mungkin
orang atau pribadi dalam pembuatan keputusan, pengarahan, dan pengerjaan kerja
yang berkaitan dengan pemastian tugas (Simamora, 2012).
Pendelegasian adalah melakukan pekerjaan melalui orang lain. Dalam
organisasi pendelegasian dilakukan agar aktivitas organisasi tetap berjalan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Delegasi dilaksanakan di MPKP dalam
bentuk pendelegasian tugas oleh Kepala ruang kepada Ketua Tim, Ketua Tim
kepada perawat pelaksana. Pendelegasian dilakukan melalui mekanisme
pelimpahan tugas dan wewenang. Pendelegasian tugas ini dilakukan secara
berjenjang. Penerapannya dibagi menjadi dua jenis yaitu pendelegasian terencana
dan pendelegasian insidentil.
Pendelegasian terencana adalah pendelegasian yang secara otomatis terjadi
sebagai konsekuensi sistem penugasan yang diterapkan di ruang MPKP.
Pendelegasian insidentil terjadi apabila salah satu personil ruang MPKP
berhalangan hadir maka pendelegasian tugas harus dilakukan. Dalam hal ini yang
mengatur pendelegasian adalah Kepala Seksi Perawatan, Kepala ruang, Ketua Tim,
atau Penanggung Jawab Shift, tergantung pada personil yang berhalangan.
Prinsip – prinsip pendelegasian tugas di MPKP ialah pendelegasian tugas
yang terencana harus menggunakan format pendelegasian tugas, personil yang
menerima pendelegasian tugas adalah personil yang berkompeten dan setara dengan
kemampuan yang digantikan tugasnya, uraian tugas yang didelegasikan harus secara
verbal dan terperinci, disertai tertulis, pejabat yang mengatur pendelegasian tugas
wajib memonitor pelaksanaan tugas dan menjadi rujukan bila ada kesulitan yang
dihadapi, dan setelah selesai pendelegasian dilakukan serah terima tugas yang sudah
dilaksanakan sebelumnya.
Berdasarkan Observasi dan wawancara yang dilakukan pada tanggal 6
Agustus Sampai dengan 10 Agustus 2018 dengan Kepala Ruang dan Katim serta
Perawat PA (Perawat Assosiate) di ruang/ Ruang Bougenvile RST Dr. Soedjono
Magelang, didapatkan data bahwa, di ruangan tersebut sudah sering melaksanakan
Pendelegasian dan alur pendelegasian tugas sudah sesuai dengan struktur organisasi
ruangan yaitu dari Kepala Ruang ke Katim, Katim ke PA serta dari PA ke PA. Jenis-
jenis tugas yang di delegasikan dan dilaksanakan tersebut yaitu tugas jaga bangsal,
pembagian tim dan pelaksanaan asuhan keperawatan.
Dari hasil Observasi dan wawancara sudah tersedia SOP serta format
dokumentasi pendelegasian namun dalam pelaksanaan pendelegasian dan
proses pendokumentasiannya belum berjalan sesuai MPKP dan SOP yang sudah
tersedia. Katim mengatakan Ruang Bougenvile sudah memiliki berkas
pendelegasian lengkap dengan pendokumentasian, dan sudah pernah dilaksanakan,
namun setelah ruangnya di pindahkan karena masih di renovasi, berkas berkasnya
sulit di temukan dan proses delegasi yang sebelumnya sudah dilaksanan menjadi
terputus dan hanya di laksanakan secara verbal tanpa adanya pendokumentasian dan
sampai saat ini karena tidak ada evaluasi berlanjut dari atasan tentang hal tersebut
sehingga pendokumentasian pendelegasian tidak dilaksakan.
Hasil wawancara dengan perawat PA (perawat Assosiate) didapatkan data
bahwa semua pernah melakukan pendelegasian tugas namun tidak semuannya di
laksanakan pendokumentasikan apalagi setelah ruangnya di pindahkan. Delegasi
hanya dilaksanakkan secara verbal saja tanpa pendokumentasian. Hal tersebut
diakui langsung oleh kepala Ruang, Katim Serta perawat PA pada saat proses
wawancara. Hal tersebut terjadi karena ada beberapa alasan yaitu lupa membuat
dokumentasi, format dokumentasi tidak ketemu, tidak sempat karena mendadak,
kurang motivasi serta tidak ada supervisi terkait hal tersebut oleh atasan sehingga
tidak di laksanakan. Setelah tugas yang di delegasikan oleh delegator dilaksanakan,
Evaluasi terhadap tugas yang di delegasikan tersebut dilakukan oleh delegator
sendiri secara verbal kepada penerima delegasi untuk memastikan sudah di
laksanakan atau belum. Kepala ruang mengatakan tidak ada supervisi di lakukan
terkait evaluasi pelaksanaan pendelegasian. Kepala ruang hanya memberikan
himbauan terkait pendelgasian yang secara umum di laksanakan pada saat rapat
rutin ruangan.
Berdasarkan hasil pengkajian melalui Observasi selama di Ruang
Bougenvile RST Dr. SoedjonoMagelang, serta hasil wawancara dengan kepala
ruang dan ketua tim serta perawat PA ruangan didapatkan bahwa pelaksanaan
kegiatan Pendelegasian di Ruang Bougenvile belum berjalan secara optimal.
Sehingga, dibutuhkan alternatif pemecahan masalah serta pengelolaan bersama-
sama terhadap proses pendelegasian yang sesuai dengan MPKP untuk tercapainya
kelancaran proses asuhan keperawatan sesuai dengan program yang sudah di
tetappkan dan peningkatan mutu pelayanan.
Dalam rangka meningkatkan keterampilan manajerial keperawatan selain
mendapatkan materi manajemen keperawatan juga melakukan praktek secara
langsung di lapangan. Mahasiswa melakukan praktik stase manajemen keperawatan
di Ruang Bougenvile RST Dr. Soedjono Magelang untuk mengaplikasikan
manajemen keperawatan dengan arahan pembimbing lapangan dan pembimbing
akademik.
B. Tujuan Praktik
1. Tujuan Umum
Setelah melakukan praktik manajemen keperawatan selama dua minggu
di Ruang Bougenvile RST Dr. Soedjono Magelang, mahasiswa mampu
menerapkan pengelolaan ruangan dengan pendekatan Model Praktik
Keperawatan Profesional (MPKP) berdasarkan langkah-langkah penyelesaian
masalah (problem solving cycle) menggunakan keterampilan manajemen dan
kepemimpinan untuk menghasilkan kualitas pelayanan profesional yang
berkualitas.
2. Tujuan Khusus
Setelah melakukan praktek manajemen keperawatan di Ruang Bougenvile mahasiswa mampu
:
a. Melakukan pengkajian manajemen keperawatan sesuai pendekatan Model
Praktik Keperawatan Professional (MPKP) tentang pengelolaan di Ruang Bougenvile
RST Dr. Soedjono Magelang.
b. Mengidentifikasi masalah yang ada di ruangan dengan pendekatan
penyelesaian masalah (problem solving cycle) di Ruang Bougenvile RST Dr. Soedjono
Magelang.
c. Bersama perawat menentukan prioritas masalah yang terkait dengan masalah-
masalah yang dijumpai dalam pengelolaan ruangan di Ruang Bougenvile RST Dr.
Soedjono Magelang.
d. Bersama perawat mengidentifikasi jenis pendelegasian, mekanisme
pendelegasian, prinsip Pendelegasian, menguraikan dan menetapkan tugas yang akan
didelegasikan serta melakukan dokumentasi pendelegasian tugas dalam format
delegasi yang sudah tersedia dalam proses pendelegasian tugas dengan pendekatan
Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) dan sesuai fungsi manajemen di
Ruang Bougenvile RST Dr. Soedjono Magelang.
e. Bersama perawat melakukan implementasi sesuai dengan perencanaan yang
telah dibuat di Ruang Bougenvile RST Dr. Soedjono Magelang.
f. Bersama Kepala ruang melakukan Supervisi untuk mngevaluasi proses
pendelegasian yang sudah dilaksanakan dengan pendekatan Model Praktik
Keperawatan Profesional (MPKP) di Ruang Bougenvile RST Dr. Soedjono Magelang.
g. Melakukan evaluasi proses dan hasil terhadap implementasi yang sudah
dilakukan menggunakan format yang telah dibuat di Ruang Bougenvile RSJ Prof. Dr
Soerojo Magelang.
C. Manfaat
1. Institusi Rumah Sakit
Memberi masukan dalam proses peningkatan mutu pelayanan keperawatan yang terbaik bagi
pasien melalui manajemen keperawatan operasional dan manajemen asuhan
keperawatan profesional khususnya di Ruang Bougenvile RST Dr. Soedjono
Magelang
2. Mahasiswa
Mengaplikasikan dan meningkatkan ketrampilan dalam manajemen keperawatan professional.
3. Perawat
a. Tercapainya pengoptimalan pembuatan rencana harian untuk semua perawat
baik itu kepala ruang, KATIM dan perawat pelaksana
b. Tercapainya pengoptimalan proses Pre & Post Comfrence
c. Tercapainya sistem Pendelegasian tugas yang sesuai dengan MPKP
BAB II
TINJAUAN TEORI
2. Komunikasi
Berkomunikasi merupakan salah satu fungsi pokok manajemen
khususnya pengarahan. Komunikasi adalah proses tukar menukar pikiran,
perasaan, pendapat, dan saran yang terjadi antara dua manusia atau lebih
yang bekerja sama. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih
bermakna karena merupakan metode utama dalam mengimplementasikan
proses keperawatan. Kemampuan keterampilan dalam berkomunikasi yang
baik dan efektif tidak diperoleh begitu saja tetapi harus dipelajari dan
dipraktekkan dalam kegitan pelayanan keperawatan. Manajer keperawatan
harus memiliki keterampilan komunikasi interpersonal yang baik. Kepala
ruangan setiap hari berkomunikasi dengan pasien, staf, dan atasan setiap hari
(Nursalam, 2012).
a. Bentuk komunikasi
Bentuk komunikasi terbagi dua yaitu komunikasi vebal/non
verbal dan kommunikasi formal dan non formal.Jenis komunikasi yang
paling lazim digunakan di rumah sakit dalam pelayanan keperawatan
adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan
tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu
sedankan keuntungannya memungkinkan tiap individu untuk berespon
secara langsung. Komunikasi verbal yang efektif harus jelas dan ringkas,
perbendaharaan kata harus bias dipahami, selaan dan kesempatan
berbicara dan waktu yang tepat sangat menentukan untuk
mengungkapkan perasaan. Komunikasi non verbal merupakan cara
paling menyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain.
b. Tujuan komunikasi
Tujuan dari komunikasi menurut Marquis (2010) adalah untuk
mengetahui perilaku orang lain, memahami kebijakan dan pedoman
organisasi untuk disampaikan kepada staf, menciptakan suasana yang
konduksif, member pujian, membimbing untuk mencapai tujuan
organisasi, dan member umban balik/koreksi.
c. Hambatan dalam komunikasi
Dalam berkomunikasi ada beberapa faktor yang menghambat
komunikasi sehingga tujuan organisasi tidak tercapai. Faktor penghambat
dalam komunikasi yaitu pemimpin semata-mata sebagai pemberi
informasi, kurang merangsang kreatifitas, pengaruh kolegalitas, sikap
otoriter, pengetahuan yang tidak adekuat, perencanaan yang lemah,
kurang mampu mendengar dengan penuh perhatian, emosi yang tidak
stabil dan kepribadian yang kurang matang.
d. Cara komunikasi untuk mencapai sasaran
Komunikasi yang efektif dapat mencapai sasaran yang kita
harapkan maka hal-hal yanh harus dilakukan menurut (Marquis, 2010)
adalah:
1. Ciptakan saluran komunikasi melalui dialog, ronde keperawatan,
iklim keterbukaan untuk menghindari kesalah pahaman dan
meningkatkan kerjasama.
2. Bersikap terbuka dan supel.
3. Bersikap asertif, kemampuan pemimpin khususnya
untukmenyampaikan umpan balik negative secara konstruktif.
4. Mendengarkan secara aktif, rela mendengarkan, member waktu,
memberi contoh dan menghindari kesalahpahaman.
5. Umban balik yaitu pemimpin memberikan umpan balik untuk
meningkatkan kesadaran diri stafnya dan member
petunjuk/bimbingan.
6. Mengkomunikasikan visi organisasi secara jelas. Komunikasi visi
akan meningkatkan motivasi dan semangat tim untuk mencapai
tujuan.
7. Membuat hubungan dan jaringan yaitu menciptakan hubungan
diantara masing-masing anggota sehingga informasi dapat dipahami
dan dilaksanakan. Jaringan untuk mendapatkan informasiaktual, ide-
ide baru dari luar organisasi.
Adapun bentuk komunikasi di ruang MPKP Jiwa (Keliat, 2009)
yaitu :
a. Pre conference
Pre conference adalah komunikasi katim dan perawat pelaksana setelah selesai
operan untuk rencana kegiatan pada shift tersebut yang dipimpin oleh ketua
tim atau penanggung jawab tim. Jika yang dinas pada tim tersebut hanya
satu orang, maka pre conference ditiadakan. Komunikasi Katim dan
perawat pelaksana setelah selesai operan mengenai rencana kegiatan pada
shift tersebut yang dipimpin oleh Katim.
b. Post conference
adalah komunikasi katim dan perawat pelaksana tentang hasil kegiatan sepanjang
shift dan sebelum operan kepada shift berikutnya. Komunikasi Katim dan
perawat pelaksana tentang hasilkegiatan sepanjang shift dan dilakukan
sebelum operan kepada shift berikutnya. Konferensi merupakan pertemuan
tim yang dilakukan setiap hari. Konferensi dilakukan sebelum atau setelah
melakukan operan dinaas, sore atau malam sesuai dengan jadwal dinas
perawatan pelaksanaan konference sebaiknya dilakukan di tempat tersendiri
sehingga dapat mengurangi gangguan dari luar.
c. Operan
Komunikasi dan serah terima antara sift pagi, sore dan malam. Operan dari dinas
malam ke dinas sore dipimpin oleh kepala ruangan, sedangkan operan dari
dinas sore ke dinas malam dipimpin oleh penanggung jawab sift sore.
3. Supervisi
Supervisi berasal dari kata super (bahasa Latin yang berarti diatas)
dan videre (bahasa Latin yang berarti melihat). Bila dilihat dari asal kata
aslinya, supervisi berarti “melihat dari atas”. Pengertian supervisi secara
umum adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh
“atasan” terhadap pekerjaan yang dilakukan “bawahan” untuk kemudian bila
ditemukan masalah,segera diberikan bantuan yang bersifat langsung guna
mengatasinya.
Supervisi adalah suatu aktivitas pengawasan yang biasa dilakukan
untuk memastikan bahwa suatu proses pekerjaan dilakukan sesuai dengan
yang seharusnnya. Dalam aktivitas supervisi ini pihak yang melakukan
supervisi disebut supervisior. Seorang supervisior dituntut untuk dapat
menguasai paling tidak dua hal penting agar proses supervisi menjadi
bernilai tambah, yaitu kemampuan teknis sesuai proses pekerjaan yang
ditangani dan kemampuan managemen. Supervisi adalah suatu aktivitas
pengawasan yang biasa dilakukan untuk memastikan bahwa suatu proses
pekerjaan dilakukan sesuai dengan yang seharusnnya. Dalam aktivitas
supervisi ini pihak yang melakukan supervisi disebut supervisior. Seorang
supervisior dituntut untuk dapat menguasai paling tidak dua hal penting agar
proses supervisi menjadi bernilai tambah, yaitu kemampuan teknis sesuai
proses pekerjaan yang ditangani dan kemampuan managemen (Simamora,
2012).
Supervisi merupakan bagian yang penting dalam menejemen serta
keseluruhan tanggung jawab pemimpin. Pemahaman ini juga ada dalam
manajemen keperawatan. Sehingga untuk mengelola asuhan keperawatan
dibutuhkan kemampuan supervisi dari seorang manajer keperawatan.
Supervisi adalah suatu proses kemudahan untuk penyelesaiam tugas-tugas
keperawatan. Dimana supervisor merencanakan, mengarahkan,
membimbing, mengajar seta mengevaluasi secara terus menerus pada setiap
perawat (Swansburg 1999 dalam Suyanto 2009).
Supervisi atau pengawasan adalah proses pengawasan terhadap
pelaksanaan kegiatan untuk memastikan apakah kegiatan tersebut berjalan
sesuai tujuan organisasi dan standar yang telah ditetapkan. Supervisi
dilaksanakan oleh orang yang memiliki kemampuan yang cakap dalam
bidang yang disupervisi. Dalam struktur organisasi,supervisi biasanya
dilakukan oleh atasan terhadap bawahan atau konsultan terhadap pelaksana.
Dengan supervisi, kegiatan yang dilakukan diharapkan sesuai dengan tujuan
organisasi,tidak menyimpang,dan menciptakan hasil seperti yang
diinginkan. Supervisi tidak diartikan sebagai pemeriksaan atau mencari
kesalahan, tapi lebih diartikan sebagai pengawasan partisipatif, yaitu
mendahulukan penghargaan terhadap pencapaian atau hal positif yang
dilakukan dan memberikan jalan keluar untuk hal yang masih belum dapat
dilakukan. Dengan demikian,bawahan tidak merasakan bahwa ia sedang
dinilai. Namun,ia juga dibimbing untuk melakukan pekerjaaannya dengan
benar (Keliat Anna, 2006).
MPKP kegiatan supervisi dilaksanakan secara optimal untuk
menjamin kegiatan pelayanan di MPKP sesuai standar mutu professional
yang telah ditetapkan.Supervisi dilakukan oleh perawat yang memiliki
kompetensi baik dalam manajemen maupun asuhan keperawatan serta
menguasai pilar-pilar profesionalisme yang diterapkan di MPKP. Materi
supervisi atau pengawasan disesuaikan dengan uraian tugas dari masing-
masing staf perawat yang disupervisi.Materi supervisi untuk kepala ruangan
berkaitan dengan kemampuan managerial dan kemampuan asuhan
keperawatan. Ketua tim disupervisi terkait dengan kemampuan pengelolaan
di timnya dan kemampuan asuhan kperawatan. Dilain pihak, perawat
pelaksana disupervisi terkait dengan kemampuan asuhan keperawatan yang
dilaksanakan.
Agar supervisi dapat menjadi alat pembinaan dan tidak menjadi
momok bagi staf, perlu disusun jadwal supervisi dan standar kinerja masing-
masing staf.
1. Kepala ruang rawat (Karu)
Karu bertanggung jawab dalam supervisi keperawatan kepada pasien.
Karu merupakan ujung tombak tercapai tidaknya tujuan pelayanan
keperawatan di rumah sakit. Ia bertanggungjawab mengawasi perawat
pelaksana dalam melakukan praktik keperawatan.
2. Pengawas perawatan
Pengawas bertanggung jawab terhadap supervisi pelayanan keperawatan
pada areanya yaitu beberapa Karu yang ada pada Unit Pelaksana
Fungsional (UPF).
3. Tujuan Pelaksanaan Supervisi
a. Tujuan Umum
Memberikan bantuan teknis dan bimbingan kepada perawat dan staf agar personil
tersebut mampu meningkatkan kualitas kinerjanya,dalam melaksanakan tugas
dan melaksanakan proses pelayanan asuhan keperawatan.
b. Tujuan khusus
1. Meningkatkan kinerja perawat dalam perannya sebagai pelayanan
asuhan keperawatan sehingga berhasil membantu pasien untuk
mencapai derajat kesehatan yang optimal.
2. Meningkatkan efektifitas sistem pelayanan keperawatan sehingga
berdaya guna,berhasil guna dan keefektifan sarana dan efisiensi
prasarana untuk dikelola dan dimanfaatkan dengan baik
3. Meningkatkan kualitas pengelolaan pelayanan situasi secara
umum.
4. Manfaat Supervisi
Apabila supervisi dapat dilakukan dengan baik, akan diperoleh banyak
manfaat. Manfaat tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Supervisi dapat lebih meningkatkan efektifitas kerja
b. Peningkatan efektifitas kerja ini erat hubungannya dengan peningkatan
pengetahuan dan keterampilan bawahan,serta makin terbinanya hubungan dan suasana
kerja yang lebih harmonis antara atasan dan bawahan.
c. Supervisi dapat lebih meningkatkan efisiensi kerja
Peningkatan efisiensi kerja ini erat kaitannya dengan makin
berkurangnya kesalahan yang dilakukan bawahan, sehingga
pemakaian sumber daya (tenaga,harta dan sarana) yang sia-sia akan
dapat dicegah. Apabila kedua peningkatan ini dapat diwujudkan, sama
artinya dengan telah tercapainya tujuan suatu organisasi.
Sesungguhnya tujuan pokok dari supervisi ialah menjamin
pelaksanaan berbagai kegiatan yang telah direncanakan secara benar
dan tepat, dalam arti lebih efektif dan efisien, sehingga tujuan yang
telah ditetapkan organisasi dapat dicapai dengan memuaskan (Suarli
& Bahtiar, 2009).
5. Fungsi Supervisi
a. Dalam keperawatan fungsi supervisi adalah untuk mengatur dan
mengorganisir proses pemberian pelayanan keperawatan yang
menyangkut pelaksanaan kebijakan pelayanan keperawatan tentang
standar asuhan yang telah disepakati.
b. Fungsi utama supervisi modern adalah menilai dalam
memperbaiki factor-factor yang mempengaruhi proses pemberian
pelayanan asuhan keperawatan.
c. Fungsi utama supervisi dalam keperawatan adalah
mengkoordinasikan, menstimuli, dan mendorong ke arah peningkatan
kualitas asuhan keperawatan.
d. Fungsi supervisi adalah membantu (assisting), memberi support
(supporting) dan mangajak untuk diikutsertakan (sharing).
6. Penerapan Supervisi di Ruang MPKP
Di MPKP kegiatan supervisi dilaksanakan secara optimal untuk
menjamin kegiatan pelayanan di MPKP sesuai standar mutu professional
yang telah ditetapkan. Supervisi dilakukan oleh perawat yang memiliki
kompetensi baik dalam manajemen maupun asuhan keperawatan serta
menguasai pilar-pilar profesionalisme yang diterapkan di MPKP. Untuk
itu pengawasan berjenjang dilakukan sebagai berikut :
a. Kepala Seksi Keperawatan atau konsultan melakukan
pengawasan terhadap Kepala ruang
b. Kepala ruang melakukan pengawasan terhadap Ketua Tim dan
Perawat Pelaksana
c. Ketua Tim melakukan pengawasan terhadap Perawat Pelaksana
Materi supervisi atau pengawasan disesuaikan dengan uraian tugas
dari masing-masing staf perawat yang disupervisi. Materi supervisi untuk
kepala ruangan berkaitan dengan kemampuan managerial dan kemampuan
asuhan keperawatan. Ketua tim disupervisi terkait dengan kemampuan
pengelolaan di timnya dan kemampuan asuhan kperawatan. Di lain pihak,
perawat pelaksana di supervisi terkait dengan kemampuan asuhan
keperawatan yang dilaksanakan. Agar supervisi dapat menjadi alat
pembinaan dan tidak menjadi momok bagi staf,perlu disusun jadwal
supervisi dan standar kinerja masing-masing staf.
4. Manajemen konflik
Manajemen konflik adalah perbedaan pandangan atau ide antara satu
orang dengan orang lain. Dalam organisasi yang dibentuk dari sekumpulan
orang yang memiliki latar belakang yang berbeda, konflik mudah terjadi.
Demikian juga di ruangan MPKP konflik pun bisa terjadi. Untuk
mengantisipasi terjadinya konflik maka perlu dibididayakan upaya-upaya
mengantisipasi konflik dan mengatasi konflik sedini mungkin di raung
MPKP.
Cara-cara penanganan konflik ada beberapa macam, meliputi
bersaing, berkolaborasi, menghindar, mengakomodasi, berkompromi dan
bermusyawarah. Upaya mengatasi konflik yang diterapkan di MPKP adalah
upaya yang win-win solution. Suatu upaya berkolaborasi. Untuk itu
pembudayaan kolaborasi antar staf menjadi prioritas utama dalam
menyelenggarakan pengelolaan ruangan MPKP.
6. Pendelegasian
Pendelegasian merupakan proses terorganisasi dalam kerangka
hidup organisasi/keorganisasian untuk secara langsung melibatkan sebanyak
mungkin orang atau pribadi dalam pembuatan keputusan, pengarahan, dan
pengerjaan kerja yang berkaitan dengan pemastian tugas (Simamora, 2012).
Pendelegasian ialah tindakan mempercayakan tugas (yang pasti dan
jelas), kewenangan, hak, tanggung jawab, kewajiban, dan
pertanggungjawaban kepada bawahan secara individu dalam setiap posisi
tugas. Pendelegasian dilakukan dengan cara membagi tugas, kewenangan,
hak, tanggung jawab, kewajiban, serta pertanggungjawaban, yang ditetapkan
dalam suatu penjabaran/deskripsi tugas formil dalam organisasi.
Delegasi dapat diartikan sebagai penyelesaian suatu pekerjaan
melalui orang lain. Atau pemberian tugas kepada seseorang atau
kelompok dalam menyelesaikan tujuan organisasi.
Delegasi kepada orang lain di tempat kerja melibatkan empat
komponen utama: delegator, delegatee, tugas,dan klien/situasi.
1. Delegator
Delegator memiliki wewenang untuk mendelegasikan, karena
posisinya di suatu organisasi dan memiliki ijin pemerintah untuk
melakukan tugas-tugas tertentu. kebijakan lembaga menjelaskan bahwa
delegator dapat mendelegasikan tugas dan tanggung jawab
(responsibility), tapi tanggung gugat (accountability) tetap pada
delegator.
a. Delegatee
Sebuah delegatee menerima arah untuk apa yang harus dilakukan
dari delegator. Hubungan antara dua individu yang ada dalam lingkungan
kerja atau melalui badan kebijakan. Delegatee memiliki kewajiban untuk
menolak utau menerima tugas-tugas yang diberikan oleh delegator,
kemampuan atau deskripsi pekerjaan.
b. Tugas
Tugas adalah aktivitas yang didelegasikan. Aktivitas yang
didelegasikan umumnya harus sebuah tugas rutin. Tugas-tugas rutin
memiliki hasil yang diprediksi, dan ada metode langkah demi langkah
untuk menyelesaikan tugas. Pengambilan keputusan pada bagian dari
delegatee untuk didelegasikan tugas itu terbatas bagaimana untuk
mengatur waktu dan menyelesaikan tugas dengan berbagai pasien atau
variasi dalam peralatan.
c. Klien/ Situas
Identifikasi klien tertentu atau situasi untuk didelegasikan
perawatan diperlukan untuk memastikan bahwa tujuan untuk perawatan
pasien dapat dipenuhi oleh delegatee. Situasi baru memerlukan orientasi,
bahkan jika klien dan tugas lazim.
1. Dasar Pendelegasian
Pokok pembahasan tentang dasar pendelegasian ini berupaya untuk
menjawab pertanyaan "mengapa pendelegasian itu penting?" atau "mengapa
pendelegasian itu dibutuhkan dalam hidup dan kerja suatu organisasi?"
Pendelegasian itu sangat penting bagi hidup dan kerja setiap organisasi dengan
alasan-alasan mendasar berikut di bawah ini.
a. Pemimpin hanya dapat bekerja bersama dan bekerja melalui orang lain,
sesuatu yang hanya dapat diwujudkannya melalui pendelegasian.
b. Melalui pendelegasian, pemimpin memberi tugas, wewenang, hak,
tanggung jawab, kewajiban, dan pertanggungjawaban kepada bawahan
demi pemastian tanggung jawab tugas (agar setiap individu peserta suatu
organisasi berfungsi secara normal).
c. Dengan pendelegasian, pekerjaan keorganisasian dapat berjalan dengan
baik tanpa kehadiran pemimpin puncak atau atasan secara langsung.
d. Dalam pendelegasian, pemimpin memercayakan tugas, wewenang,
hak, tanggung jawab, kewajiban, dan pertanggungjawaban yang sekaligus
"menuntut" adanya hasil kerja yang pasti dari bawahan.
e. Dalam pendelegasian, pemimpin memberikan tugas, wewenang, hak,
tanggung jawab, kewajiban, dan pertanggungjawaban yang sepadan bagi
pelaksanaan kerja sehingga bawahan dengan sendirinya dituntut untuk
bertanggung jawab penuh dalam pelaksanaan kerja.
3. Sifat Delegasi
Perlu diingat bahwa pendelegasian tidak sama pada setiap tingkat
hierarki organisasi. Besar kecilnya pendelegasian adalah sesuai dengan tugas,
hak, wewenang, kewajiban, tanggung jawab, dan pertanggungjawaban setiap
individu dalam hierarki organisasi. Pendelegasian tidak dapat ditransfer dari
satu tugas ke tugas yang lain dalam suatu organisasi karena satu pendelegasian
berlaku untuk satu tugas saja.
Pemimpin Sering Tidak Mendelegasikan Tugas Karena berbagai alasan,
yaitu pemimpin tidak tahu atau takut, dan mempertahankan status quo, serta
tidak memercayai orang lain/mencurigai orang lain.
a. Pemimpin sering mendelegasikan semua tugas karena pemimpin tidak tahu
ataupun ingin membebaskan diri/meringankan diri dari kewajibannya.
b. Pemimpin sering mendelegasikan sedikit tugas karena pemimpin takut atau
sangat hati-hati, atau kurang/tidak percaya.
c. Pemimpin dapat dan patut mendelegasikan tugas dengan bertanggung jawab.
4. Pelaksanaan Pendelegasian
Lima benar untuk pelaksanaan delegasi :
a. Tugas yang benar (Right Task)
Salah satu alasan untuk mendelegasikan adalah bahwa masing-
masing perawat memiliki waktu terbatas dan energi untuk merawat klien,
Jangan mendelegasikan hanya untuk tugas-tugas yang remeh, karena
pelaksanaan delegasi adalah membagi pekerjaan kepada anak buah
termasuk tugas penting yang sangat menonjol dan juga tugas rutin.
b. Orang yang benar (Right Person)
Delegasi melibatkan perawat sebagai salah satu delegator atau
delegatee. Tetapkan tujuan perawatan klien tertentu dan kegiatan dengan
orang untuk mempercayakan dengan tanggung-jawab sesuai otoritas
sebuah tantangan.
c. Keadaan yang benar (Right Circumstance)
Situasi untuk didelegasikan perawatan diperlukan untuk memastikan bahwa
tujuan untuk perawatan pasien dapat dipenuhi oleh perawat. Ketika satu
perawat merawat satu klien, ada sedikit kebutuhan untuk mendelegasikan
perawatan.
d. Arah/komunikasi yang benar (Right direction/communication)
Komunikasi harus Jelas, akurat, petunjuk yang disampaikan juga
harus jelas dan dimengerti oleh delegatee. Berkomunikasi dengan baik, bila
akan mendelegasikan tugas, sebaiknya dijelaskan secara gamblang,
sehingga yang bersnagkutan tidak perlu bertanya-tanya, atau mengerjakan
dengan salah, karena, kurang jelas hal tersebut merupakan pemberatan
waktu.
e. Pengawasan yang benar (Right Supervision)
Pengawasan personil penting untuk memastikan keselamatan dan
kelengkapan perawatan klien. Bila terjadi kesalahan sebaiknya diberikan
umpan balik dalam bentuk saran terbaik dan beri kritik & keluhan.
5. Manfaat Delegasi
Melaksanakan delegasi tidaklah mudah. Pelaksanaan delegasi
memerlukan waktu, upaya dan motivasi. Jika kita tidak yakin akan adanya
manfaat dalam pelaksanaan delegasi, anda tidak akan termotivasi untuk
melaksanakannya. Berikut ini adalah beberapa keuntungan besar yang dapat
dipertimbangkan :
a. Memiliki lebih banyak waktu untuk melaksanakan fungsi manajerial oleh para
manajer seharusnya menjalankan fungsi perencanaan, pengorganisasian, penempatan
staf, pengarahan, pengendalian dan inofasi. Namun sebaliknya, tanpa adanya delegasi
mereka akan terperangkap kedalam berbagai pekerjaan yang remeh, mengatasi
kesulitan-kesulitan, menanggapi gangguan, dan memperbaiki kesalahan yang
dilakukan oleh orang lain.
b. Meringankan tekanan Kebanyakan manajer berorientasi kepada tindakan-
tindakan (action oriented). Mereka lebih senang berada ditengah kegiatan, lebihsenang
bertindak ketimbang mengawasi. Tidak adanya pelaksanaan delegasi menyebabkan
kecendrungan tersebut tidak dapat di kndalikan.
c. Mengembangkan manusia Pelaksanaan delegasi juga memungkinkan mereka
untuk menerima tanggung jawab yang lebih besar secara perlahan-lahan dalam
lingkungan yang penuh pengertian, untuk mempersiapkan mereka bagi perkembangan
lebih lanjut. Pelaksanaan delegasi mendorong mereka untuk lebih kreatif dan
menggunakan bakat yang mereka miliki untuk mmpraktekkan keterampilan dalam
menyelesaikan persoalan.
d. Menciptakan suasana penuh motivasi Motivasi hanyalah membantu orang lain
untuk meraih apa yang dapat mereka capai. Kaena pelaksanaan delegasi memerlukan
pengetahuan tentang tujuan, kemampuan, dan keinginan pribadi karyawan, maka akan
lebih baik jika manajer dapat memberikan peluang kepada para individu untuk
menonjol dalam bidang yang sesuai dengan kemampuan mereka khususnya.
6. Proses Pendelegasian
a. Memutuskan Apa yang harus Didelegasikan
Salah satu langkah utama yang harus diambil bila memutuskan apa
yang harus didelegasikan adalah mengadakan suatu analisis lengkap tentang
kegiatan pekerjaan. Buatlah formulir, pada kolom sebelah kiri, tuliskan
semua kegiatan yang Anda lakukan dan keputusan yang bisa diambil. Jangan
sampai ada yang terlewat. Jika anda yang harus membuka pintu kantor pada
pagi hari, tuliskanlah itu. Jika Anda kadang-kadang menerima telepon untuk
atasan Anda, catatlah itu.
b. Analisis Kegiatan
Kemudian, untuk setiap kegiatan, perkirakanlah waktu yang
diperlukan tiap bulan untuk mengerjakannya, dan catatlah angka itu pada
kolom sebelah kanan. Barangkali baru untuk pertama kali inilah Anda
mengetahui jumlah waktu yang Anda gunakan untuk berbagai kegiatan itu.
Hal tersebut akan membuat Anda mengerti berapa biaya atau nilai kegiatan
tersebut bagi Anda dan perusahaan Anda. Anda juga harus berhati-hati untuk
tidak merasionalisasikan alasan mengapa Anda mempertahankan suatu
pekerjaan. Jujurlah terhadap diri sendiri. Tak akan ada orang lain yang perlu
melihat catatan itu.
Pelaksanaan delegasi mencakup proses pelatihan dan
pengembangan, dan semua karyawan Anda harus diikutsertakan dalam
proses ini. Anda harus membuat seimbang semua beban kerja pada waktu
delegasi dilaksanakan. Tidaklah praktis untuk menugaskan semuanya
kepada satu orang saja. Namun, jika memang hanya terdapat satu orang yang
menurut pendapat Anda mempunyai pendidikan latar belakang, dan
kemampuan yang diperlukan untuk diberi pelatihan bagi tugas khusus
tersebut, maka masukkanlah hanya satu itu saja. Pada awalnya pembinaan
dan pelatihan memang memerlukan waktu. Tetapi jika Anda melihat
hasilnya, maka investasi tersebut akan sepadan nilainya. Setelah Anda tahu
perkiraan jumlah waktunya, Anda harus menentukan bagaimana caranya
sehingga mereka akan terbebas dari pekerjaan rutin sebanyak waktu tersebut.
Ada kemungkinan bahwa waktu mereka sudah cukup tersedia, tetapi lebih
besar kemungkinanya bahwa Anda harus menghilangkan, menggabungkan,
atau memberikan kepada orang lain beberapa pekerjaan yang sekarang
sedang mereka tangani.
c. Mengklarifikasi Penugasan Anda
Pada saat memberikan tugas kepada seorang karyawan, pastikan
bahwa Anda telah memberikan semua informasi yang diperlukan untuk
menyelesaikan tugas itu. Jangan sekali-kali beranggapan bahwa para
karyawan mengerti seluruh penjelasan Anda tentang tugas itu. Walaupun
sangat penting bagi Anda bahwa mereka sungguh-sungguh mengerti apa
yang Anda katakan, jangan menghina dengan meminta mereka untuk
mengulangi apa yang telah Anda katakan. Cara itu sudah kuno.
Pendelegasian dapat dilakukan dengan memerhatikan beberapa
faktor penting berikut ini:
1. Tugas yang tepat harus diberikan kepada orang yang tepat pula, sesuai
dengan kapasitas/kompetensi yang ada padanya.
2. Tugas yang tepat yang akan didelegasikan harus sepadan dengan
wewenang, hak, tanggung jawab, kewajiban, dan pertanggungjawaban
yang tepat pula.
3. Memercayakan suatu tugas harus disertai perhitungan waktu yang tepat,
kondisi yang tepat dalam suatu sistem manajemen terpadu yang baik.
4. Pendelegasian harus dilaksanakan dengan ekspektasi pragmatis yang
didukung oleh sistem pengawasan yang baik guna menciptakan
efektivitas dan efisiensi kerja serta produksi yang tinggi.
5. Pemimpin sebagai pemberi tugas harus secara konsisten memberikan
dukungan penuh ("backing") kepada setiap bawahan yang menerima
pendelegasian tugas darinya.
6. Pendelegasian yang dilaksanakan dengan cara yang tepat.
BAB III KAJIAN SITUASI MANAJE
KAJIAN SITUASI MANAJEMEN KEPERAWATAN
6. Letak/Denah Ruangan
7. MAKP Ruang Bougenvile
Model Praktek Keperawatan Profesional yang digunakan di bangsal Bougenville yaitu model
TIM, yaitu pengorganisasian pelayanan keperawatan oleh sekelompok perawat yang
dipimpin oleh perawat yang berijazah dan berpengalaman serta memiliki pengetahuan
dalam bidangnya. Pembagian tugas di dalam kelompok dilakukan oleh pemimpin
kelompok, selain itu pemimpin kelompok bertanggungjawab dalam mengarahkan
anggota tim, menerima laporan kemajuan pelayanan keperawatan klien serta membantu
anggota tim dalam menyelesaikan tugas apabila mengalami kesulitan. Kemudian
selanjutnya pemimpin tim yang melaporkan kepada kepala ruangan tentang kemajuan
pelayanan atau asuhan keperawatan klien.
Di ruang perawatan Bougenville Pelaksanaan Model Tim sudah mulai diterapkan. Dalam ruang
perawatan bougenville dibagi menjadi 2 tim . TIM 1 bertanggungjawab kepada semua
pasien Laki –laki. Dan tim 2 yang bertanggungjawab kepada semua pasien perempuan.
TIM 1 diketuai oleh Ibu Istiningsih yang berlatar belakang pendidikan D3 namun sudah
mempunyai pengalaman kerja yang cukup lama dengan memimpin 7 perawat pelaksana
dengan pendidikan D3. TIM 2 diketuaiolehBpk. Sugiyono yang berpendidikan D3
dengan pangkat sertu memimpin 8 perawat dengan pendidikan D3.Dalam setiap shift
disusun atas komposisi 2 tim yaitu tim 1 dan tim 2. Ketua tim mengarahkan tugas-tugas
anggota tim, membantu anggota ketua tim yang kesulitan menerima laporan kemajuan
perlayanan keperawatan klien yang dilaporkan kepada kepala ruangan yaitu Ibu.
LinaHastuti.
Meskipun secara administratif pelaksanaan metode sudah mulai berjalan namun dalam
pelaksanaan tindakan keperawatan kepada pasien belum mampu dibagi sesuai tim karena
banyaknya pasien maupun karena hal-hal lain. Sehingga untuk melaksanakan tindakan
kepada pasien didasarkan pada siapa yang sedang lenggang, siapa yang mampu dan siapa
yang berkompeten. Operan dilakukan dengan operan gabungan antara Tim 1 dan 2.
Masing- masing TIM mengetahui program-program terapi perawatan semua pasien baik
itu pasien laki-laki maupun perempuan.
Secara umum penerapan metode Tim di ruang Bougenville saling member pengalaman antar
sesama tim, dan juga pasien dilayani secara komprehensif. Namun dalam penerapan
metode tersebut akuntabilitas dalam tim menjadi kabur karena pelaksanaan tugas
masing–masing tim kepada masing-masing kelompok pasien tidak benar-benar dibagi
atau dibedakan. Selain itu pelaksanaan metode ini juga menjadi tidak jelas atas
pertanggungjawaban kepada masing-masing pasien atau kelompok pasien.
BAB IV
PERENCANAAN