You are on page 1of 6

A.

penyakit jantung dalam kehamilan

Keperluan janin yang sedang bertumbuh akan oksigen dan zat-zat


makanan bertambah dan berlangsungnya kehamilan, yang harus di penuhi dalam
darah ibu. Banyaknya darah yang beredar bertambah, sehingga jantung harus
bekerja lebih berat. Karena itu, dalam kehamilan selalu terjadi perubahan-
perubahan dalam system kardiovaskular yang biasanya masih dalam batas-batas
fisiologik

Perubahan-perubahan itu terutama disebabkan:

1. karena hidremia (hipervolemia)dalam kehamilan, yang sudah dimulai


sejak umur kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya antara 32 dan
36 minggu;
2. karena uterus gravidus yang makin lama makin besar mendorong
diafragma ke atas, ke kiri, dan ke depan, sehingga pembuluh-pembuluh
darah besar dekat jantung mengalami lekukan dan putaran.

Adams mendapatkan peningakatan volume plasma darah yang dimulai kira-


kira akhir trimester pertama dan mencapai puncaknya pada minggu ke 32-34,
yang selanjutnya menetap selama trimester terakhir kehamilan, di mana volume
darah bertambah sebesar 22%. Besar dan saat terjadinya peningkatan volume
plasma berbeda dengan peningkatan volume sel darah merah; hal ini
mengakibatkan terjadinya anemia delusional (pencairan darah)

Setelah 12-24 jam pascapersalinan terjadi peningkatan volume plasma


karena proses imbibisi cairan dari ekstravaskuler ke dalam pembuluh darah yang
kemudian akan diikuti oleh periode diuresis pascapersalinan yang mengakibatkan
terjadinya penurunan volume plasma (adanya hemokonsentrasi). Dua minggu
pascapersalinan merupakan periode penyesuaian untuk kembali ke nilai volume
plasma seperti sebelum hamil.
Dalam kehamilan frekuensi detik jantung agak meningkat dan nadi rata-rata
mencapai 88 per menit dalam kehamilan 34-36 minggu. Dalam kehamilan lanjut
prekordium mengalami pergeseran ke kiri dan pula sering terdengan bising
sistolik di daerah apeks dan katup pulmonal. Kita harus waspada dalam membuat
diagnosis penyakit jantung dalam kehamilan apbila di jumpai gejala-gejala seperti
itu. Jadi hendaknya jangan kita membuat diagnosis penyakit jantung pada wanita
yang tidak menderitanya, dan sebaliknya penyakit jantung jangan sampai tidak
dikenal.

Saat-saat berbahaya bagi penderitra ialah:


1. kehamilan 32-36 minggu apabila hipervolemia mencapai puncaknya.
2. partus kala II apabila wanita mengerahkan tenasganya untuk meneran
3. masa postpartum, karena dengan lahirnya plasenta anastomosis arteria-vena
hilang dan darah yang sehrtusnya masuk kedalam ruang intervilus sekarang
masuk ke dalam sirkulasi besar.

Dalam tiga hal tersebut diatas jantung harus bekerja lebih berat. Apabila
tenaga volume cadangan jantung di lampau, maka terjadi dekompensasi kordisi;
janting tidak sanggup lagi menunaikan tugasnya.

Perubahan volume plasma darah yang terjadi pada penderita penyakit jantung
merupakan proses adaptasi sebagai upaya konpensasi untuk mengatasi kelainan
yang ada dan jangka waktu kelainan yang timbul. Penderita dengan gangguan
kardiovaskular mempunyai toleransi yang sangat buruk terhadap penurunan
volume darah dan pada saat yang sama juga tidak beradaptasi terhadap kelebihan
volume sirkulasi. Volume darah yang terdapat dalam sirkulasi penderita berada
dalam keseimbangan sesuai dengan kelainan yang ada.

Perubahan volume darah yang di temukan pada penderita penyakit jantung


dapat digolongkan dalam 3 kategori.

1) Oligositemik-hipoplasmik-hipovolemia: keadaan ini di temukan pada penderita


yang mengalami steonosis katup.
2) Polisitemik-hiperplasmik-hipervolemia: di temukan pada penyakit jantung
bawaan di mana terjadi campuran antara darah arteri dan vena, hubungan arteri
dan vena, regurgitasi dan hambatan aliran darah.
3) Polisitemik-normoplasmik atau hiperlasmik hipervolemia ditemukan pada
penderita penyakit jantung bawaan, di mana terjadi campuran darah arteri dan
vena yang hebat, tetraligy fallot, defek septum, dan patensi duktus arteriosus.

Raharja, rachimhadhi, prihartono dan samil (1988) mendapatkan volume


plasma pada kasus penyakit jantung kelainan katup dalam kehamilan, lebih rendah
dari kehamilan normal baik pada usia kehamilan 32 minggu, partus kala I maupun
saat dua minggu postpartum; dengan anemia sebagai penyerta yang sering di
temukan.
Gejalah klinis tampak bahwa makin meningkat kelas fungsional penyakit jantung
yang di derita, maka volume darah cenderung lebih rendah.

Sebaliknya penyakit jantung memberi pengaruh tidak baik pada kehamilan


dan janin dalam kandungan. Apabila ibu menderita hipoksia dan sianosi, hasil
konsepsi dapat menderita pula dan mati, kemudian disusul oleh abortus. Apabila
konsepsinya dapat hidup terus, anak dapat lahir premature atau lahir cukup bulan
akan tetapi dengan berat badan rendah (dismaturitas). Selain itu janin
bisa menderita hipoksia dan gawat janin dalam persalinan, sehingga neonatus
lahir mati atau dengan nilai AFGAR rendah. Ditemukan konplikasi prematuritas
dan BBRL pada penderita penyakit jantung dalam kehamilan lebih sering terjadi
pada ibu dengan volume plasma pada usia kehamilan 32 minggu dan partus kala I
yang lebih rendah. Juga nifas yang merupakan masa yang berbahaya dan
mengancam keselamatan ibu.

Hampir semua kelainan kardiovaskuler, baik yang bawaan maupun yang di


peroleh, baik yang organic maupun yang fungsionil, dapat dijumpai pada wanita
hamil, hanya frekuensi masing-masing tidak sama. Frekuensi penyakit jantung
dalam kehamilan kira-kira 1-4%; yang tersering ialah penyakit jantung akibat
demam rheuma.
Suryadi dan samil RSCM mendapatkan 31 dari 39 (79,48%) kasus
penyakit jantung dalam kehmilan adalah dengan kelainan katoup kronik, di mana
96,777% dengan kelainan katup mitral, 87,09% dengan kelainan dasar steonosis
katup mitral. Sebagian kasus berada dalam kelompok kurun reproduksi sehat yaitu
20-29 tahun dengan paritas 2-5. pada tahun 1987 paritas ini bergeser menjadi
lebih banyak pada paritas 0-1. disini tampak bahwa peran keluarga berencana
cukup besar untuk dapat menurunkan kejadian penyakit jantung dalam kehamilan.
Dalam tahu-tahun terakhir sering pula dijumpai kelainan jantung bawaan.

B. Etiologi
Lesi kongenital bertanggung jawab pada > 50 % penyakit jantung dalam
kehamilan. Penyebab lainnya: arteri koroner, hipertensi, disfungsi laroid

C. Diagnosis
Pemeriksaan diagnostik lanjut perlu di lakukan padawanita hamil yang
mempunyai: riwayat kelainan jantung , gejal yang melebihi kehamilan
normal, bising patologi, tanda kegagalan jantung pemeriksaan fisik atau
desaturasi oksigen arteri tanpa kelainan paru. Pemeriksaan yang tepat
untuk menilai wanita hamil dengan dugaan kelainan jantung adalah’’
ekokardiografi transtorasik’’. Pemeriksaan radiografi paru hanya
bermanfaat pada dugaan kegagalan jantung. Pemeriksaan
elektrokardiografi (EKG) nampaknya tidak spesifik. Bila ada gejala
aritmia jantung yang menetap maka perlu dilakukan monitor EKG selam
24 jam. Kateterisasi jantung jarang di perlukan untuk membuat diagnosis
penyakit jantung kongenital atau kelainan katup jantung., namun
pemeriksaan ini bermanfaat bila ada gejala penyakit jantung koroner akut
selama kehamilan sebab mempunyai paparan radiasi yang kecil sehingga
diagnosis dapat di tegakkan lebih dini dan dapat di lakukan evaskularisasi
untuk mencegah infark miokard
D. Tanda dan Gejalan
1. Mudah lelah
2. Nafas terengah-engah
3. Ortopnea (pernafasan sesak, kecuali dalam posisi tegak)
4. Batuk malam hari
5. Hemoptisis
6. Sinkop
7. Nyeri dada
8. Riwayat keluarga

Beberapa indikator klinik dari penyakit jantung dalam kehamilan


1. Gejala
a. Dispnea yang progresif atau orthopnhea
b. Batuk pada malam hari
c. Hemoptisis
d. Sinkop
e. Nyeri dada
2. Tanda tanda klinik
a. Sianosis
b. Clubbing pada jari jari
c. Distensi vena di daerah leher yang menetap
d. Bising sistolik derajat 3/6 atau lebih
e. Bising diastolik
f. Kardiomegali
g. Aritmia persisten
h. Terpisahnya bunyi jantung dua yang persisten
i. Adanya kriteria hipertensi pulmonal

D. Klasifikasi penyakit jantung dalam kehamilan


Klasifikasi penyakit jantung yang sifatnya fungisional dan berdasarkan
keluhan keluhan yang dahulu dan sekarang di alami oleh penderita – seperti telah
di terima oleh new york heart association – sangat praktis dalam penanggulangan
dan penentuan prognosis penyakit jantung dalam kehamilan. Klasifikasi itu ialah
sebagai berikut:

Kelas I
Para penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan fisik,
dan tanpa gejala –gejala penyakit jantung apabila mereka melakukan kegiatan
biasa.
Kelas II
Para penderita penyakit jantung dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan
fisik. Mereka tidak mengeluh apa apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik
biasa menimbulkan gejala gejala insufiensi jantung, seperti kelelahan, jantung
berdebar (palpitasi kordis), sesak nafas atau angina pektoris.
Kelas III
Para penderita penyakit jantung dengan banyak pembatasan dalam
kegiatan fisik. Mereka tidak mengekuh apa apa waktu istirahat, akan
tetapi kegiatan fisikyang kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan gejala
gejal insufiensi jantung seperti di sebut dalam kelas II.
Kelas IV
Para penderita penyakit jantung yang tidak mampu melakukan kegiatan
fisik apapun tanpa menimbulkan keluhan. Waktu istirahat juga dapat timbul gejala
gejala insufiensi jantung, yang bertambah apabila mereka melakukan kegiatan
fisik walaupun yang sangat ringan.
E. Komplikasi penyakit jantung dalam kehamilan
Prognosis penyakit jantung dalam kehamilan bagi ibu dan janin , yakni
bergantung pada beratnya penyakit, umur dan penyulit penyulit lain. Begitu ibu
pengawasan pengobatan , pimpinan persalinan , dan kerja sama dengan penderita
serta kepatuhan dalam mentaati larangan, ikut menentukan prognosis. Angka
kematian meternal secara keseluruhan 1 – 5 %, angka kematian maternal bagi
penderita berat : 15%, bagi janin bila penyakit jantung tidak terlalu berat tidak
begitu mempengaruhi kematian perinatal. Namunpada penyakit yang berat,
prognosis akan buruk karena akan tejadi gawat janin.
F. Komplikasi penyakit jantung dalam kehamilan
Prognosis penyakit jantung dalam kehamilan bagi ibu dan janin , yakni
bergantung pada beratnya penyakit, umur dan penyulit penyulit lain. Begitu ibu
pengawasan pengobatan , pimpinan persalinan , dan kerja sama dengan penderita
serta kepatuhan dalam mentaati larangan, ikut menentukan prognosis. Angka
kematian meternal secara keseluruhan 1 – 5 %, angka kematian maternal bagi
penderita berat : 15%, bagi janin bila penyakit jantung tidak terlalu berat tidak
begitu mempengaruhi kematian perinatal. Namunpada penyakit yang berat,
prognosis akan buruk karena akan tejadi gawat janin.
G. Penatalaksanaan pada Kehamilan
1. Memberikan pengertian kepada ibu hamil untuk melaksanakan pengawasan
antenatal yang teratur.
2. Kerjasama dengan ahli penyakit dalam atau kardiolog.
3. Pencegahan terhadap kenaikan berat badan dan retensi air yang berlebihan. Jika
terdapat anemia, harus diobati.
4. Timbulnya hipertensi atau hipotensi akan memberatkan kerja jantung, hal ini
harus diobati.
5. Bila terjadi keluhan yang agak berat, seperti sesak napas, infeksi saluran
pernapasan, dan sianosis, penderita harus dirawat di rumah sakit.
6. Skema kunjungan antenatal yaitu setiap 2 minggu menjelang kehamilan 28
minggu dan 1 kali seminggu setelahnya.
7. Harus cukup istirahat, cukup tidur, diet rendah garam, dan pembatasan jumlah
cairan.
8. Pengobatan khusus bergantung pada kelas penyakit :
a. Kelas I
Tidak memerlukan pengobatan tambahan.
b. Kelas II
Biasanya tidak memerlukan terapi tambahan. Mengurangi kerja fisik terutama
antara kehamilan 28-36 minggu.
c. Kelas III
Memerlukan digitalisasi atau obat lainnya. Sebaiknya dirawat di rumah sakit sejak
kehamilan 28-30 minggu.
d. Kelas IV
Harus dirawat di rumah sakit dan diberikan pengobatan, bekerjasama dengan
kardiolog. Penatalaksanaan Pada Persalinan
Penderita kelas I dan kelas II biasanya dapat meneruskan kehamilan dan bersalin
per vaginam, namun dengan pengawasan yang baik serta kerjasama dengan ahli
penyakit dalam. Penderita kelas III dan IV tidak boleh hamil karena kehamilan
sangat membahayakan jiwanya. Bila hamil, segera konsultasikan ke dokter ahli
atau sedini mungkin abortus buatan medikalis. Pada kasus tertentu tubektomi. Bila
tidak mau sterilisasi, dianjurkan memakai kontrasepsi yang baik adalah IUD
(AKDR). Penatalaksanaan kelas III dan IV, pada penyakit yang tidak terlalu
parah, dianjurkan analgesia epidural. Kelahiran pervaginam dianjurkan pada
sebagian besar kasus yang ada indikasi obstetrinya. Keputusan untuk melakukan
SC juga harus mempertimbangkan penyakit jantung spesifiknya, kondisi ibu
keseluruhan, ketersediaan dan pengalaman ahli anestesi, serta fasilitas yang ada.

You might also like