You are on page 1of 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lansia merupakan sebuah bagian dari proses tumbuh kembang

manusia. Manusia berkembang dimulai dari bayi, anak-anak, dewasa dan

akhirnya menjadi tua (Azizah, 2011). Pada tahap ini, tubuh akan mencapai

titik perkembangan yang maksimal. Setelah itu tubuh mulai menyusut

dikarenakan berkurangnya jumlah sel-sel yang ada di dalam tubuh, akibatnya

tubuh juga akan mengalami penurunan fungsi secara perlahan (Maryam,

dkk.,2011).

Semakin bertambahnya usia, maka individu akan banyak mengalami

perubahan baik secara fisik maupun mental. Perubahan penampilan fisik

sebagai bagian dari proses penuaan yang normal seperti menurunnya

ketajaman panca indera, berkurangnya daya tahan tubuh merupakan ancaman

bagi integritas orang usia lanjut. Selain itu, lansia masih harus berhadapan

dengan perubahan peran, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orang-

orang yang dicintai. Selain itu, lansia lebih mungkin untuk mengalami

peristiwa seperti berkabung, penurunan status sosial ekonomi dengan

pensiun, atau cacat. Semua faktor ini dapat menyebabkan isolasi, hilangnya

kemerdekaan, kesepian dan tekanan psikologis pada orang tua (WHO, 2015).
Maka dalam hal ini, lansia yang tidak mampu menyesuaikan diri

dengan berbagai peranan dan tugas perkembangannya dengan maksimal akan

mudah mengalami stress. Stres adalah reaksi tubuh terhadap situasi yang

menimbulkan tekanan, perubahan, dan ketegangan emosi, Sunaryo (2013).

Stress merupakan reaksi tubuh dan psikis terhadap tuntutan-tuntutan

lingkungan kepada seseorang Saam dan Wahyuni (2012). Reaksi tubuh

terhadap stres misalnya berkeringat dingin, nafas sesak, dan jantung berdebar-

debar. Reaksi psikis terhadap stres misalnya frustasi, tegang, marah, dan

agresi. Dalam situasi stres tersebut terdapat sejumlah perasaan seperti frustasi,

ketegangan, marah, rasa permusuhan, atau agresi. Dengan kata lain, kedaan

tersebut berada dalam tekanan (pressure).

Sebagaimana juga dikatakan Fitriana (dikutip dari Harmila, 2013)

bahwa tekanan atau stressor yang besar melebihi daya tahan dapat

menyebabkan peningkatan hormon adrenokortikotropik (ACTH) yang

merupakan hormon penyebab stres. Stres bisa berasal dari segala usia, dalam

hal ini tidak terkecuali lansia juga dapat mengalami stres karena memasuki

usia tua merupakan stressor bagi seseorang. Hal ini tergantung pada

kepribadiannya, hidup personilnya, dan bagaimana lingkungan sosialnya

mengahadapi hal itu. Umur merupakan salah satu faktor penyebab

stres(Nasution,2011). Semakin bertambahnya umur seseorang, maka akan

semakin mudah mengalami stres (Sari,dkk, 2015).

Hal yang sama di ungkapkan oleh Sapkota dan Pandey (2012)

menyatakan bahwa dalam usia tua,seseorang secara bertahap atau tiba-tiba


kehilangan kemampuan fisiknya, sumber fisiologis dari fungsi tubuh,

pekerjaan, teman, dan pasangan di antara anggota keluarga. Akibatnya

mereka menjadi putus asa dan tak berdaya dan menderita berbagai jenis

masalah psikologis dan fisik dengan kualitas hidup terganggu. Sebagai

hasilnya, populasi lansia mengalami lebih banyak stres, merasa putus asa dan

tidak berdaya untuk menangani masalah. Stres yang terus menerus dalam

kehidupan seorang lansia juga memainkan peran utama dalam meningkatkan

keparahan stres yang berujung pada depresi.

Rumah di mana lansia tinggal merupakan salah satu alternatif utama

kepada lanjut usia untuk mendapatkan perhatian keluarga yang layak dalam

hal perawatan. Umumnya lanjut usia yang berada di rumah dengan berbagai

alasan akan merasa kesepian bila tidak ada kegiatan yang terorganisasi dan

jarang dikunjungi oleh anggota keluarga atau saudara dekat. Perasaan ini

terjadi akibat terputusnya atau hilangnya interaksi sosial yang merupakan

salah satu faktor pencetus terjadinya stress pada lansia (Sumirta, 2009).

Penelitian yang dilakukan oleh Indriana, dkk. (2010) di Panti Wredha

Pucang Gading Semarang, menunjukkan bahwa faktor-faktor yang

menyebabkan stres bagi para lansia di panti ini dalam urutan 5 besar antara

lain : perubahan dalam aktivitas sehari-hari, perubahan dalam perkumpulan

keluarga, kematian pasangan, kematian anggota keluarga, dan perubahan

dalam pilihan maupun kuantitas olahraga maupun rekreasi, dan perubahan

dalam pekerjaan. Faktor yang mempengaruhi stres pada lansia ada dua, yaitu

factor internal dan eksternal. Faktor internal adalah sumber yang berasal dari
diri seorang lansia sendiri, seperti penyakit dan konflik. Sedangkan faktor

eksternal adalah sumber stres yang berasal dari luar diri lansia seperti

keluarga dan lingkungan. Pravelensi stress yang di temukan oleh Nussbaum

(1998) yang dikutip dalam Puspasari (2009) melaporkan bahwa kelaziman

stres adalah antara 2% dan 8% bagi warga lanjut usia yang tinggal di

komunitas. Skala ini meningkat sampai 10% bagi warga lanjut usia di panti

jompo. Dan skala lazim tentang stres di antara warga lanjut usia secara

konsisten antara 18% dan 40%.

Stres juga dapat menimbulkan dampak negatif pada lansia, misalnya

pusing, frekuensi napas meningkat, kelelahan, tekanan darah tinggi, mudah

marah, sedih, sulit berkonsentrasi, nafsu makan berubah, tidak bisa tidur,

ataupun merokok terus menerus(Arumsari, 2014). Stres yang berkepanjangan

dapat berdampak buruk bagi kesehatan lansia.

Stres dapat menyebabkan aktivitas hipotalamus yang selanjutnya

mengendalikan dua sistem neuroendokrin, yaitu sistem simpatis dan sistem

korteks adrenal yang dapat menimbulkan berbagai dampak seperti gangguan

pernafasan akibat spasme jalan napas, jantung berdebar-debar, pembuluh

darah menyempit (conctriction), peningkatan kadar glukosa darah, serta dapat

mengakibatkan depresi sistem imun sehingga lansia yang mengalami stres

mudah terserang penyakit(Sriati,2007). Stres yang berkepanjangan dapat

menggangu atau menghambat kelancaran menyelesaikan tugas

perkembangan. Lansia biasanya menghadapi adaptasi terhadap perubahan


dalam keluarga dan kemungkinan terhadap kematian dari pasangan atau

teman hidup (Potter & Perry, 2005).

Stres dapat diatasi dengan terapi farmakologis dan terapi non

farmakologis. Terapi farmakologis penanganan stres berupa obat anti cemas

(axiolytic) dan anti depresan (anti depressant) yang dalam penerapannya

menyebabkan ketergantungan yang cukup besar (Sari, dkk., 2015). Salah satu

upaya dalam mengatasi stress adalah melakukan tindakan positif dan

konstruktif dalam mengatasi sumber stres di dalam pekerjaan, misalnya terapi

musik, doa, pernapasan, dorongan keluarga, Tapas Acupressure Technique

(TAT) dan sebagainya (Lokker,2005).

Tapas Acupressure Technique (TAT) adalah teknik yang baru,

sederhana dan efektif untuk menciptakan rasa damai, rileks, dan sehat dalam

waktu yang singkat. TAT merupakan salah satu bentuk terapi dalam kelompok

ilmu energy psychology yang sedang berkembang pesat. Teknik ini dilakukan

dengan menyentuh ringan beberapa titik akupunktur di kepala (posisi TAT),

sambil mengarahkan perhatian pada masalah yang ingin diatasi (7 langkah

penyembuhan TAT yaitu berdoa, berbicara dengan diri sendiri, berbicara

dengan Tuhan, proses penyembuhan, bersyukur, memaafkan dan visualisasi).

Menyentuh titik-titik ini dengan ringan akan memberikan efek pudarnya stres,

sehingga pikiran dan perasaan hati yang negatif pun berkurang, terutama

setelah mengalami peristiwa yang kurang menyenangkan (Fadlilah, 2012).

TAT memiliki manfaat merilekskan otot-otot. Saat berkonsentrasi, masalah

sehari-hari, baik besar maupun kecil, akan mencair sehingga akan terbebas
dari tekanan stres. Konsentrasi bisa menjadi sarana relaksasi pikiran yang

sangat dibutuhkan oleh pikiran yang sedang stress.

TAT memiliki manfaat merilekskan otot-otot. Saat berkonsentrasi,

masalah sehari-hari, baik besar maupun kecil, akan mencair sehingga akan

terbebas dari tekanan stres. Konsentrasi bisa menjadi sarana relaksasi pikiran

yang sangat dibutuhkan oleh pikiran yang sedang stres. Relaksasi dengan

menggunakan TAT mendorong hipotalamus bagian dari otak yang terdiri dari

sejumlah nukleus dengan berbagai fungsi yang sangat peka terhadap steroid,

glukokortikoid, glukosa, suhu dan emosi dapat dimanipulasi dengan cara

menghiraukan stresor meskipun dengan konsekuensi tingkat/level stresor

tetap dipertahankan dalam individu (Copstead dan Banasik, 2000).

Aspek penting lain dari TAT adalah juga tidak mengharuskan orang

untuk mengalami kembali atau menjalani peristiwa traumanya. TAT tidak

terlalu banyak menggunakan bahasa / percakapan dibanding dengan bentuk

terapi lainya, dan memungkinkan indifidu memfokuskan perhatianya pada

masalah sesuai dengan persepsi mereka sendiri. Berkaitan dengan

pengaplikasian terapi Tapas Acupressure Technique (TAT). Menurut

penelitian sebelumnya mengenai terapi tapas aqupresure oleh Apriliyanik

(2013) menyatakan ada pengaruh terapi tapas acupressure technique (TAT)

terhadap tingkat stress pada mahasiswa S1 keperawatan yang sedang

menyusun skripsi di STIKES Ngudi Waluyo Ungaran, dengan p-value 0,001<

α(0,05). Dengan di dalam sesi TAT terdapat sesi relaksasi yangsangat

diperlukan untuk mengembalikan keadaan tubuh secara stabil, apabila ada


yang kelebihan oksigen di tempat tertentu. Tubuh akan menjadi rileks dan

pikiran menjadi tenang dengan melakukan relaksasi maka karena oksigen

yang berada dalam tubuh seimbang sehingga dapat memperlancar peredaran

darah. Terapi perilaku berdasarkan pembangkitan respon relaksasi merupakan

upaya mempermudah mengatasi masalah (Benson, 2000).

Berdasarkan studi pendahuluan pada tanggal 16 januari 2018 di Panti

Panti Among Jowo Ngaliyan terdapat 80 lansia yang terdiri dari 45 lansia laki-

laki dan 35 lansia perempuan. Dan hasil wawancara kepada 10 orang lansia di

panti di Panti Among Jowo Ngaliyan didapatkan bahwa 6 orang lansia

mengalami stress. Lansia yang teridentifikasi stress mengungkapkan gejala

stress seperti mudah merasa kesal dan marah , insomnia, sering terbangun

pada malam hari dan terkadang terlalu banyak tidur, badan terasa letih, nafas

sesak dan jantung berdebar-debar, sedih dan takut keluarga akan

melupakannya, kehilangan semangat, otot punggung dan leher terasa tegang,

sulit untuk konsentrasi dalam beraktivitas, mudah lupa dan tidak bisa relaks.
Di dapatkan data 3 orang lansia mengatakan masuk panti dengan

keinginannya sendiri karena tidak memiliki anak dan kerabat yang lain sibuk

bekerja sehingga tidak bisa mengurusinya, sedih karena kerabat sudah jarang

menghubunginya, merasa sedih, takut dan cemas karena penyakit asam urat

yang tidak kunjung sembuh. Dan data lain didapatkan 3 orang lansia

mengatakan masuk panti diantarkan oleh keluarga karena kemiskinan dan

keluarga tidak mampu merawat di rumah.

Berdasarkan pada uraian latar belakang tersebut, penulis ingin

melakukan penelitian guna mengetahui tentang pengaruh TAT ( terapi terapi


Tapas Acupressure Technique terhadap tingkat stres lansia di Panti dan hal ini

merupakan kompetensi perawat untuk melakukan tindakan keperawatan.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian masalah pada latar belakang di atas, maka penulis

merumuskan masalah penelitian ini yaitu apakah ada pengaruh TAT ( terapi

Tapas Acupressure Technique terhadap tingkat stres lansia di Panti Among

Jowo Ngaliyan?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran tingkat stress pada lansia sebelum dan

sesudah diberikan terapi Tapas Acupressure Technique (TAT) pada

kelompok intervensi di Panti Among Jowo Ngaliyan.


b. Untuk mengetahui gambaran tingkat stress pada lansia sebelum dan

sesudah diberikan terapi Tapas Acupressure Technique (TAT) pada

kelompok kontrol di Panti Among Jowo Ngaliyan.


c. Untuk mengetahui perbedaan tingkat tingkat stress pada lansia

sebelum dan sesudah diberikan terapi Tapas Acupressure Technique

(TAT) pada kelompok intervensi di Panti Among Jowo Ngaliyan.


d. Untuk mengetahui perbedaan tingkat stress pada lansia sebelum dan

sesudah diberikan terapi Tapas Acupressure Technique (TAT) pada

kelompok kontrol di Panti Among Jowo Ngaliyan.


e. Untuk mengetahui pengaruh terapi Tapas Acupressure Technique

(TAT) terhadap tingkat stress pada lansia di Panti Among Jowo

Ngaliyan.

D. Keaslian penelitian
Tabel 1.1

peneliti Judul Metode Variabel Analisa


penelitian penelitian penelitian penelitian
Lalu rodi Tapas Penelitian quasi Tapas Analisa
sanjaya, acupressure eksperimen acupressure univariat,
sulistyaningsih tecnique dengan desain tecnique, bivariat
(2012) (TAT) penelitian pre test penurunan
intervensi dan post test cemas
tepat untuk nonquivalen pasien
menurunkan control group preoperasi
kecemasan
pada pasien
preoperasi
Apriliyanik Pengaruh Penelitian quasi Tapas Analisa
(2012) Tapas experiment acupressure univariat,
acupressure dengan desaign tecnique, bivariat
tecnique non Tingkat
(TAT) equivalent(pretest stress
terhadap dan mahasiswa
tingkat stress posttest)control
pada group desaign
mahasiswa
s1
keperawatan
yang sedang
menyusun
skripsi di
stikes ngudi
waluo
ungaran
tahun
2012/2013
Ni kadek ayu Pengaruh Penelitian dengan Tapas Analisa
puspa Tapas quasy acupressure univariat,
sariningsih acupressure experiment(non tecnique bivariat
(2014) tecnique equivalen control (TAT)
(TAT) group desaign) Insomnia
terhadap lansia
pemenuhan
kebutuhan
tidur lansia
dengan
insomnia di
unit
rehabilitas
sosial
wening
wardoyo
ungaran

Sedangkan peneliti sendiri tertarik untuk mengambil judul pengaruh

Tapas Acupressure Technique terhadap tingkat stress lansia di Panti Among

Jowo Ngaliyan. Yang membedakan dengan peneliti sebelumnya adalah

terletak pada tempat, waktu serta variabel bebas yaitu tingkat stress pada

lansia

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Panti

Diharapkan agar dapat menerapkan Tapas Acupressure Technique di Panti

Among Jowo Ngaliyan bisa digunakan sebagai salah satu cara untuk

mengatasi masalah stres pada lansia.

2. Bagi Pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu sumber ilmu

yang menambah pengetahuan dan wawasan dalam bidang keperawatan

mengenai penggunaan Tapas Acupressure Technique (TAT) sebagai salah

satu metode nonfarmakologis dalam pengelolaan stres pada lansia.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya


Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan data awal

untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan Tapas Acupressure

Technique (TAT) dan tingkat stres lansia.

You might also like