You are on page 1of 5

BAB II

ISI DAN PEMBAHASAN

A. Amar Ma’ruf Nahi Mungkar

1. Pengertian Amar Ma’ruf Nahi Mungkar

Secara harfiah kata ‘Amar’ memiliki arti sebagai seruan atau perintah, sedangkan

‘Nahi’ adalah melarang sesuatu atau mencegah sesuatu. Al-Ma’ruf adalah setiap

perbuatan yang dipandang baik menurut akal atau agama (Syara’) sedangkan Al-

Mungkar berarti setiap perbuatan yang oleh akal sehat atau agama dipandang buruk.

(Taimiyyah, 1419 H).

Amar Ma’ruf Nahi Mungkar adalah perintah untuk melakukan segala perbuatan

baik yang menjadi perintah Allah dan melarang setiap perbuatan yang tidak baik yang

bertentangan dengan kehendak Allah. (Purwono dan Ulaeka, 2017).

2. Dalil Al-Quran dan Sunnah

a. Alqur’an

Amar Ma’ruf Nahi Mungkar telah dijelaskan dalam firman Allah Surat Ali-Imran

ayat 104 :

Artinya:

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada

kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar;

merekalah orang-orang yang beruntung. (Q.S Al-Imran: 104).


b. Sunnah

Dari Abu Said Al-Khudri RA, beliau berkata “Aku mendengar rasulullah

bersabda:

Artinya :

Dari Abu Said Alkhudri berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda :

Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah ia

mengubahnya dengan tangannya. Jika ia tidak mampu, maka dengan lisannya, dan

jika tidak mampu maka dengan hatinya dan itulah selemah-lemah iman. (Azean,

2018).

3. Rukun dan Syarat Amar Ma’ruf Nahi Mungkar

a. Rukun Amar Ma’ru Nahi Mungkar

Rukun Amar Ma’ruf Nahi Mungkar terdiri atas 4 yaitu :

1. Muhtasib (orang yang menyerukan atau memerintah)

2. Muhtasab alaih (orang yang disuruh)

3. Muhtasab fiih (perintah perbuatan)

4. Nafsul-ihtisab (pelaksanaan perbuatan)

b. Syarat Amar Ma’ru Nahi Mungkar

Syarat Amar Ma’ruf Nahi Mungkar terdiri atas 5 taitu :


1. Mampu membedakan mana yang Ma’ruf dan mana yang mungkar, Orang yang

melaksanakan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar hendaknya mengetahui hakikat apa

yang diperintahkan maupun apa yang dilarangnya.

2. Ikhlas

3. Menggunakan metode yang baik, penuh kasih sayang terhadap orang yang

dinasehati, menggunakan kata-kata halus dan bersikap ramah.

4. Sabar dan tenang

5. Melakukan hal-hal yang diperintahkan yaitu menyesuaikan perkataan dan

perbuatan. (Hidayati,2018).

4. Penerapan Amal Ma’ruf Nahi Mungkar dalam Bidang Farmasi.

Apoteker bertanggung jawab terhadap semua kegiatan pekerjaan kefarmasian,

sebagaimana yang tertera pada Peraturan menteri kesehatan nomor 73 tahun 2016

bahwa pelayanan kefarmasian adalah pelayanan langsung dan bertanggung jawab

kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil

yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. (Pemenkes 73, 2016).

Amar Ma’ruf Nahi Mungkar mencakup semua konsep dalam bidang ilmu

farmasi, mulai dari proses pengadaan, produksi, distribusi/penyaluran sampai dengan

pelayanan sediaan farmasi, termasuk juga kode etik seorang Apoteker. Apoteker dapat

bertindak sebagai Muhtasib dalam berbagai bidang kefarmasian misalnya dalam bidang

industri farmasi, seorang Apoteker berperan penting pada bagian produksi, pengawasan

dan pemastian mutu serta bidang pendistribusian.

Sebagai Apoteker penanggung jawab di industri, Apoteker bertanggung jawab

untuk memberikan pengarahan teknis dan administratif untuk semua pelaksanaan

operasional dengan cara membuat SOP yang nantinya akan dijalankan oleh TTK

maupun staf lain yang terlibat agar tercapai CPOB, hal ini sesuai dengan Peraturan
Pemerintah No.51 tahun 2009 bahwa dalam melakukan pekerjaan kefarmasian

Apoteker harus menetapkan standar prosedur operasional.

Selanjutnya pada bidang pelayanan kefarmasian, seorang Apoteker harus mampu

menerapkan standar pelayanan kefarmasian misalnya memberikan arahan kepada

teman sejawat atau TTK untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian, dan

bertindak sesuai dengan kode etik. Seorang Apoteker juga harus mampu melindungi

pasien dari penggunaan obat yang tidak rasional dan mendukung sejawat petugas

kesehatan lain untuk selalu mengutamakan peningkatan kesehatan pasien misalnya jika

dalam secrening resep ada pengobatan yang tidak rasional maka seorang Apoteker

harus memberikan masukan atau memberi tahu kepada dokter terkait dengan

pengobatan yang tepat untuk pasien.

Selain sebagai muhtasib seorang Apoteker juga dapat bertindak sebagi muhtasab

alaih yang menciptakan Nafsul-Ihtisab dengan cara mentaati semua peraturan atau

prosedur yang telah ditetapkan dalam bidang kefarmasian baik berupa Peraturan

Pemerintah, Permenkes, peraturan BPOM, dan peraturan lain yang berkaitan dengan

tanggung jawab Apoteker, misalnya keputusan kongres nasional yang mengatur tentang

kode etik Apoteker yang meliputi :

1. kewajiban umum yaitu seorang apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan

mengamalkan Sumpah janji Apoteker, senantiasa menjalan profesinya yang

berpegang teguh pada perinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya,

menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan untuk diri sendiri, menjadi sumber

informasi sesuai dengan profesinya.

2. Kewajiban Apoteker terhadap pasien yaitu seorang Apoteker dalam melakukan

praktik kefarmasian harus mengutamakan kepentingan pasien dan menghormati

hak asasi pasien.


3. Kewajiban Apoteker terhadap teman sejawat yaitu seorang Apoteker harus

memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.

Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk

mematuhi ketentuan-ketentuan kode etik, juga harus mempergunakan setiap

kesempatan untuk meningkatkan kerja sama yang baik sesama Apoteker didalam

memelihara keluhuran martabat jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa saling

mempercayai didalam menunaikan tugasnya

4. Kewajiban Apoteker terhadap sejawat petugas kesehatan lain yaitu seorang

Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun dan

meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan menghormati

sejawat petugas kesehatan lain. Seorang Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari

tindakan atau perbuatan yang dapat mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya

kepercayaan masyarakat kepada sejawat petugas kesehatan lain . (ISFI,2009).

You might also like