Professional Documents
Culture Documents
Saat ini terdapat sekitar 400 jam atom di seluruh dunia yang dimiliki oleh 70 lembaga
metrologi dan observatorium. Semuanya berkontribusi terhadap perhitungan Waktu Atom
Internasional (TAI) untuk menentukan UTC (Universal Time, Coordinated).
Mungkin sejak kecil kita mengenal istilah Greenwich Mean Time (GMT), atau sistem
pengaturan perbedaan waktu di negara-negara dunia berdasarkan letak geografis. Namun
dalam perjalanannya, GMT kini telah digantikan dengan UTC.
Tujuannya adalah agar adanya keseragaman dan keakuratan waktu di setiap negara meskipun
memiliki selisih waktu yang besar akibat berada di letak geografis yang berseberangan. Hal
ini menjadi penting dewasa ini karena kita memasuki era digital yang "menyatukan"
masyarakat dunia tanpa memandang letak geografis lagi.
Tanpa adanya keseragaman, maka sejumlah aktivitas, baik bersifat internasional maupun
nasional, tidak akan bisa berjalan dengan baik.
Indonesia pun memiliki jam atom yang menjadi instrumen standar pengukur keakuratan
waktu nasional. Keberadaannya menjadikan Indonesia menjadi negara yang dapat
diperhitungkan dalam masalah sistem akurasi pengukuran.
Namun dalam praktiknya, masih banyak gawai elektronik, lembaga-lembaga, hingga industri
yang belum memanfaatkan atau bahkan belum mengetahui keberadaan jam atom tersebut.
Sebelum membicarakan akibat dari tidak adanya keseragaman waktu, mari kita simak dahulu
sejarah awal munculnya standarisasi waktu internasional.
Menilik sejarah singkatnya, pada 1884 kota Greenwich di Inggris telah resmi disepakati oleh
sejumlah besar ilmuwan perbintangan (ahli astronomi) sebagai pusat nol derajat, menjadi
awal perhitungan waktu.
Alasannya terkait dengan jaringan transportasi kereta api jarak jauh yang mulai berkembang
masa itu. Tanpa adanya sistem waktu yang baku, jadwal kereta api bisa kacau ketika
memasuki wilayah yang menggunakan sistem waktu berbeda. Hal ini terutama dirasakan oleh
jaringan kereta api di Kanada dan Amerika Serikat.
GMT atau Waktu Rata-rata Greenwich sendiri adalah rujukan waktu internasional yang pada
mulanya didasarkan pada jam matahari di Greenwich.
Sampai pertengahan abad ke-19, masing-masing negara menggunakan sistem jam matahari
sendiri dengan menggunakan meridian masing-masing -- garis hubung utara-selatan yang
melalui zenit yang dilintasi matahari saat tengah hari.
Pada 1928, dalam konferensi astronomi internasional, berdasarkan kajian soal waktu, maka
penamaan GMT diubah menjadi Universal Time (UT). Rujukan waktunya tetap jam
matahari, sehingga tergantung rotasi Bumi yang sebenarnya tidak konstan.
Tahun 1955 ditemukanlah jam atom Cesium yang memiliki perhitungan waktu lebih stabil.
Hal ini menyebabkan adanya perbedaan dengan UT, walau dalam skala yang sangat kecil
dalam ukuran milisecond (seperseribu detik).
Pada akhir 1960-an sampai awal 1970-an, banyak dilakukan kajian soal waktu yang sinkron
antara UT dan jam atom. Akhirnya pada 1967, Konferensi Umum mengenai Berat dan
Ukuran atau CGPM (Conference Generale des Poids et Mesures) memberikan definisi baru
ukuran detik berdasarkan atom Cesium 133.
Baru pada 1972 jam atom digunakan sebagai alat yang diakui menjadi patokan keseragaman
detik secara internasional.
Saat ini UT bukan lagi murni didasarkan pada jam matahari, tetapi berdasarkan jam atom
yang disinkronkan dengan konsep jam matahari. Namanya menjadi UTC (Universal Time,
Coordinated), nama gabungan dari usulan dua bahasa: bahasa Inggris "CUT" untuk
"Coordinated Universal Time" dan bahasa Perancis "TUC" untuk "Temps Universel
Coordonne".
TAI menjadi standar internasional yang digunakan sebagai dasar untuk UTC per 1 Januari
1972.
Kini jika dibandingkan dengan ukuran waktu sebenarnya, waktu TAI lebih maju 37 detik.
Hal ini berarti telah terjadi penyesuaian 37 kali leap second atau detik kabisat. Penambahan
terakhir adalah pada 31 Desember 2016 lalu. Perhitungan waktu menjadi 23:59:60 sebelum
tanggal berganti ke 1 Januari 2017.
Kembali lagi, leap second ini terjadi karena adanya penyesuaian dari perhitungan rotasi Bumi
yang tidak selalu tepat sama setiap periode.
Di Indonesia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam hal ini Pusat Penelitian
Metrologi LIPI (Puslit Metrologi-LIPI), menjadi satu-satunya lembaga nasional yang
bertugas mengelola Standar Nasional Satuan Ukuran (SNSU). Puslit Metrologi-LIPI telah
mendapat pengakuan internasional internasional dari BIPM (Bureau International des Poids
et Mesures) sebagai lembaga metrologi nasional di Indonesia. Waktu dan frekuensi
merupakan salah satu SNSU yang dikelola oleh Puslit Metrologi-LIPI.
Maka dari itu, Indonesia pun memiliki jam atom yang menggunakan resonansi atom sebagai
penghitungnya. Tidak hanya satu, saat ini Puslit Metrologi-LIPI memiliki tiga jam atom yang
aktif berbasiskan atom Cesium 133.
Jam atom Cs 1 yang menjadi jam utama di Puslit KIM LIPI. | Yoseph Edwin /Beritagar.id
Prinsip operasi dari jam atom sendiri tidak didasarkan pada fisika nuklir, tetapi lebih pada
fisika atom.
Dalam jam atom, osilasi --variasi pengulangan -- alami atom bertindak layaknya pendulum di
jam kuno. Namun, jam atom jauh lebih akurat daripada jam konvensional karena osilasi atom
memiliki frekuensi yang lebih tinggi dan jauh lebih stabil.
Keakuratan jam atom bervariasi. Namun tingkat kesalahan yang diperkirakan hanya 1 detik
pada sekitar periode 1 juta tahun.
Sistem Satuan Internasional (SI) mendefinisikan sedetik sebagai waktu yang dibutuhkan atom
Cesium 133 untuk berosilasi 9.192.631.770 kali.
Lebih lanjut, Kepala Subbidang Metrologi Waktu dan Frekuensi, Ratnaningsih, menjelaskan
maksud dari diaktifkannya tiga jam atom sekaligus yakni CS 1, CS 2, dan CS 3. Ia
mengatakan bahwa keberadaan dua jam atom lain adalah sebagai cadangan jika sewaktu-
waktu jam atom utama yang diberi kode CS 1 rusak.
Jam atom harus beroperasi seacara terus menerus selama 24 jam 7 hari. Oleh sebab itu selain
memanfaatkan jalur tenaga listrik dari PLN, Puslit Metrologi-LIPI menyediakan UPS dan
baterai yang dapat tetap mengaktifkan jam atom jika tenaga listrik PLN terputus.
"Tapi sejauh ini sangat jarang terjadi putusnya aliran listrik, meski terjadi pun tidak sampai
hitungan jam," tambah Ratna.
Internet juga menjadi infrastruktur inti. Melalui internet jam atom Puslit Metrologi-LIPI
dapat terhubung dengan BIPM. Tidak perlu kecepatan yang besar, yang penting adalah
kestabilan koneksi guna pengiriman data (FTP).
Puslit Metrologi-LIPI telah menjamin ketepatan pengukuran jam atom melalui uji banding
terus-menerus secara langsung dengan lembaga-lembaga metrologi dunia melalui hubungan
satelit GPS. Dengan demikian, penunjukan jam atom di Puslit Metrologi dijamin tertelusur
atau sesuai dengan penunjukan waktu yang menjadi acuan global.
Set instrumen pengolah keluaran dari jam atom guna pengukuran standarisasi waktu | Yoseph
Edwin /Beritagar.id
Manfaat paling besar akan lebih terasa pada penentuan waktu transaksi elektronik. Antara
lain komunikasi, perbankan, bursa saham, medis, dan lelang daring. Penyelidikan dan
penyidikan forensik dalam kasus cybercrime atau kejahatan dunia maya akan terlacak dengan
lebih baik jika adanya standarisasi waktu yang jelas.
Sebagai contoh di bidang komunikasi. Jika sebuah operator memberikan tambahan kuota data
pada jam 00:00 hingga jam 6:00, tapi pada praktiknya masih ada pengguna operator tersebut
yang pulsa teleponnya terpotong, belum tentu karena praktik curang sang operator.
Kemungkinan besar hal itu terjadi karena adanya perbedaan jam gawai pengguna dengan jam
server dari sang operator. Meski di jam gawai pengguna telah mencapai pukul 00:00, bisa
saja jam pada server masih berada pada pukul 23:59.
Contoh lain adalah di dunia perbankan. Dengan majunya teknologi membuat transaksi
perbankan kini dilakukan secara digital. Persamaan waktu antar wilayah menjadi sangat
krusial terhadap kesuksesan setiap aktivitas perbankan.
Misal jika Anda mentransfer sejumlah uang pada pukul 9.00, tapi jika wilayah sang penerima
ternyata masih berada di pukul 8.55, mungkin hasil transfer tersebut tidak instan masuk
rekening penerima. Bahkan ada kemungkinan transaksi menjadi gagal karena perbedaan
waktu tersebut.
Efek kegunaan standarisasi waktu juga akan sangat terasa pada transaksi lelang daring.
Bayangkan jika dalam sebuah lelang, jam di lokasi lelang menunjukan waktu tersisa tinggal
satu menit lagi. Lalu Anda mengirim penawaran tepat pada sisa waktu 5 detik lagi. Saat
penawaran masuk ke server, mungkin penawaran Anda tidak diterima karena jam server
telah menunjukkan bahwa waktu sudah habis.
Sadar akan pentingnya keseragaman waktu secara nasional, Puslit Metrologi-LIPI memiliki
sejumlah program untuk menyebarluaskan keberadaan standar waktu nasional UTC(KIM)
serta mengusahakan pemanfaatannya.
"Selain kebaikan yang akan didapatkan, kami merasa bahwa investasi dalam bidang ini yang
tergolong tidak murah akan sayang jika tidak dimanfaatkan secara maksimal," kata Ratna.
Salah satu usahanya adalah penyediaan Network Time Protocol (NTP) dari LIPI.
Pada masa lalu, diseminasi atau penyebaran tanda waktu dilakukan melalui media
konvensional seperti telepon, radio dan televisi. Saat ini, teknologi yang digunakan adalah
penyebaran tanda waktu melalui jaringan internet, menggunakan standar komunikasi yang
disebut NTP.
Bagi pengguna komputer berbasiskan Windows, Anda yang ingin mencoba dapat masuk ke
bagian pengaturan waktu dan tanggal, kemudian masuk ke tab "Internet Time". Dari sini
silakan mengubah pengaturan server sinkronisasi ke alamat di atas.
Ratna menjelaskan memang sekarang ini belum ada aturan resmi dari pemerintah mengenai
penggunaan standar waktu nasional. Sejauh ini masih berupa anjuran, belum masuk ke aturan
resmi layaknya TKDN (Tingkat Kandungan Dalam Negeri).
Ia berharap ke depannya pemerintah dapat menelurkan aturan resmi mengenai hal ini.
Sehingga ke depannya dunia digital di Indonesia memiliki kesamaan standar mengenai
waktu.
Mengenai masa depan, keberadaan jam atom bisa saja tergantikan. Saat ini para ilmuwan di
dunia sedang menguji sebuah instrumen baru yang diklaim lebih akurat lagi dari jam atom
yang digunakan saat ini.
Dilansir dari Time and Date, Jam optik menjadi kandidat terbaik. Ia menggunakan cahaya
dalam spektrum yang kasat mata untuk mengukur osilasi atomik. Frekuensi resonansi dari
sinar cahaya sekitar 50 ribu kali lebih tinggi dari yang dihasilkan oleh radiasi gelombang
mikro.
Hal tersebut memungkinkan untuk melakukan pengukuran yang lebih presisi lagi. Jika
tingkat kesalahan jam atom diperkirakan 1 detik pada sekitar periode 1 juta tahun, Jam optik
diperkirakan mencapai angka 1 detik pada sekitar 15 miliar tahun.
Catatan Redaksi: Tulisan ini telah mengalami sejumlah perubahan dan perbaikan minor sesuai dengan
informasi dari Puslit Metrologi-LIPI
1442 SEBARAN
BACA JUGA
Pada 2040 komputer mungkin sedot habis energi listrik
dunia
Asosiasi Industri Semikonduktor (ISA) khawatir dalam 26 tahun energi yang dibutuhkan
komputer bakal melebihi ketersediaan energi di dunia.
1. BERANDA
2. EDITORIAL
Ilustrasi: masalah perbukuan dan literasi bukan hanya terkait minat baca | Salni Setiadi
/Beritagar.id
Sudah terlalu biasa, setiap kali membahas persoalan perbukuan dan literasi, sorotan lebih
diarahkan ke aspek manusianya sebagai pembaca. Rendahnya minat membaca dalam
masyarakat kita selalu menjadi narasi utama dalam membahas persoalan tersebut.
Pada tahun 2016 studi Most Literate Nation in the World yang dilakukan oleh Central
Connecticut State University menempatkan Indonesia di peringkat ke-60 dari 61 negara soal
minat membaca. Berada di peringkat itu tentu bukanlah prestasi.
Artinya tak sampai 1 buku dalam 1 bulan. Per minggu, rata-rata orang Indonesia hanya
membaca buku 3-4 kali saja. Itu pun dengan durasi waktu membaca 30-59 menit per hari.
Namun, apa betul pembaca merupakan satu-satunya atau pusat dari persoalan perbukuan dan
literasi dalam masyarakat kita?
Jawaban atas pertanyaan itu bisa kita telusuri lewat pernyataan Kepala Perpustakaan Nasional
M Syarif Bando tahun 2017 saat membuka Pameran Minang Book Fair.
"Sebenarnya bukan minat baca yang rendah, tapi buku yang mau dibaca amat kurang," kata
Syarif saat itu.
Pernyataan itu bisa kita elaborasi lebih jauh lagi. Apakah itu berarti jumlah judul bukunya
yang sedikit? Apakah jumlah eksemplar bukunya yang kurang? Apakah tempat yang
menyediakan bukunya yang kurang? Atau apa?
Ketua Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Rosidayati Rozalina pernah mengungkapkan,
pada tahun lalu jumlah judul buku baru yang mendapatkan nomor International Standard
Book Number (ISBN) dari Perpustakaan Nasional yang mencapai 100.000 judul.
Dari jumlah itu, diperkirakan hanya 40 persen sampai 45 persen saja yang akhirnya benar-
benar diterbitkan.
Rata-rata setiap judul buku baru dicetak hingga 3.000 eksemplar saja.
Berdasarkan data itu, kita bisa memperkirakan buku baru yang diproduksi tahun lalu hanya
45 ribu judul baru, dengan jumlah buku yang dicetak sekitar 135 juta eksemplar.
Masih menurut Rosidayati, 60 persen buku yang terjual diserap oleh pasar pemerintah untuk
keperluan pendidikan. Sisanya barulah terjual di pasar buku umum.
Pertanyaan berikutnya, dari jumlah judul baru dan total eksemplar yang diproduksi penerbit,
berapa banyak buku yang memang dibutuhkan dan cocok dengan preferensi warga
masyarakat kita?
Pertanyaan itu layak diajukan karena, bagaimanapun, buku adalah produk komunikasi. Di
setiap buku yang diterbitkan, harus ada irisan yang mempertemukan pengalaman penulis dan
kebutuhan pembaca yang disasarnya. Jika tidak, buku itu kehilangan targetnya.
Dalam situasi demikian, tidaklah fair jika hanya menyalahkan minat membaca masyarakat
kita.
Hal tersebut membawa kita kepada persoalan sumber daya dalam menyediakan naskah yang
tepat bagi masyarakat. Berapa banyak orang mampu menulis? Berapa banyak orang mau
menulis?
Lebih jauh lagi, apakah sistem pendidikan kita telah menyiapkan cara agar sumber daya
manusia kita mempunyai kecakapan dalam menulis?
Itu baru satu soal di luar minat baca. Masih ada soal lain yang berkelindan dalam persoalan
besar perbukuan dan literasi masyarakat kita.
Sebut saja, bahan baku buku cetak, pendistribusian dan saluran yang memungkinkan warga
masyarakat mendapatkan buku.
Bahan baku cetak masih sangat penting. Meskipun telah memasuki era digital, industri
perbukuan kita masih mengandalkan penjualan buku cetak, bukan e-book.
Menurut Ikapi, meskipun tumbuh, kontribusi penjualan e-book sangatlah kecil. Pada 2015
disebut-sebut masih kurang dari 2 persen pada pasar buku lokal.
Faktanya, Maret lalu, harga kertas yang menjadi bahan baku buku cetak mengalami kenaikan.
Dan pertengahan Mei masih terus merangkak. Akibatnya, sejumlah penerbit pun mulai
memperkecil volume produksinya.
Yang pasti, berkat kenaikan bahan baku itu, harga buku menjadi naik antara 10 persen sampai
20 persen.
Berkat Internet jenis saluran yang memungkinkan warga mendapatkan buku boleh jadi
bertambah. Selain toko buku dan perpustakaan berlantai, Internet memungkinkan warga
masyarakat mendapatkan buku secara online.
Berkat toko buku online, warga masyarakat--terutama di luar Pulau Jawa--jauh lebih mudah
mendapatkan buku.
Namun itu bukan tanpa persoalan. Biaya ongkos kirim buku dari toko ke pembeli di luar
Pulau Jawa sangatlah mahal, bahkan bisa jadi, dalam banyak kasus, biaya ongkos kirim jauh
lebih mahal ketimbang harga buku yang dibeli.
Tampaklah persoalan perbukuan dan literasi masyarakat kita tak hanya berkait dengan soal
minat baca semata. Ada banyak aspek lain yang saling kait mengait, yang berpengaruh
banyak dalam hal tersebut.
Negaralah yang pertama-tama harus bertanggung jawab di atasnya: menyiapkan sistem yang
memungkinkan tumbuhnya penulis yang mampu menghasilkan naskah yang tepat dan
bermutu, tersedianya bahan baku dengan harga yang ramah bagi pembeli, insentif usaha bagi
penerbit dan toko buku -baik berlantai maupun online, serta pembangunan infrastruktur yang
bisa menekan biaya logistik.
Warga masyarakat, sebagai pembaca, adalah pihak yang paling pertama harus dilayani dalam
konteks ini; bukan justru malah dianggap sebagai pihak yang paling bermasalah.
33 SEBARAN
<a
href='//ads.brta.in/www/delivery/ck.php?n=a5122457&cb=INSERT_RANDOM_NUM
BER_HERE' target='_blank'><img
src='//ads.brta.in/www/delivery/avw.php?zoneid=256&cb=INSERT_RANDOM_NUM
BER_HERE&n=a5122457' border='0' alt='' /></a>
TERPOPULER
Tentang Kami
Iklan
Kebijakan
Karier
Hubungi Kami
Panduan Media Siber
Bahasa
English
Login Intra
Kontak
Tentang LIPI
Kedeputian
Layanan
Informasi Publik
Produk Hukum
Direktori Ilmiah
Berita Terkait
Saat ini jam atom digunakan sebagai patokan standarisasi waktu secara internasional, karena
tingkat akurasi yang sangat baik serta tingkat kesalahan yang kecil.
Saat ini terdapat sekitar 400 jam atom di seluruh dunia yang dimiliki oleh 70 lembaga metrologi dan
observatorium. Semuanya berkontribusi terhadap perhitungan Waktu Atom Internasional (TAI)
untuk menentukan UTC (Universal Time, Coordinated).
Mungkin sejak kecil kita mengenal istilah Greenwich Mean Time (GMT), atau sistem pengaturan
perbedaan waktu di negara-negara dunia berdasarkan letak geografis. Namun dalam perjalanannya,
GMT kini telah digantikan dengan UTC.
Tujuannya adalah agar adanya keseragaman dan keakuratan waktu di setiap negara meskipun
memiliki selisih waktu yang besar akibat berada di letak geografis yang berseberangan. Hal ini
menjadi penting dewasa ini karena kita memasuki era digital yang "menyatukan" masyarakat dunia
tanpa memandang letak geografis lagi.
Tanpa adanya keseragaman, maka sejumlah aktivitas, baik bersifat internasional maupun nasional,
tidak akan bisa berjalan dengan baik.
Indonesia pun memiliki jam atom yang menjadi instrumen standar pengukur keakuratan waktu
nasional. Keberadaannya menjadikan Indonesia menjadi negara yang dapat diperhitungkan dalam
masalah sistem akurasi pengukuran.
Namun dalam praktiknya, masih banyak gawai elektronik, lembaga-lembaga, hingga industri yang
belum memanfaatkan atau bahkan belum mengetahui keberadaan jam atom tersebut. Sebelum
membicarakan akibat dari tidak adanya keseragaman waktu, mari kita simak dahulu sejarah awal
munculnya standarisasi waktu internasional.
Menilik sejarah singkatnya, pada 1884 kota Greenwich di Inggris telah resmi disepakati oleh
sejumlah besar ilmuwan perbintangan (ahli astronomi) sebagai pusat nol derajat, menjadi awal
perhitungan waktu.
Alasannya terkait dengan jaringan transportasi kereta api jarak jauh yang mulai berkembang masa
itu. Tanpa adanya sistem waktu yang baku, jadwal kereta api bisa kacau ketika memasuki wilayah
yang menggunakan sistem waktu berbeda. Hal ini terutama dirasakan oleh jaringan kereta api di
Kanada dan Amerika Serikat.
GMT atau Waktu Rata-rata Greenwich sendiri adalah rujukan waktu internasional yang pada
mulanya didasarkan pada jam matahari di Greenwich.
Sampai pertengahan abad ke-19, masing-masing negara menggunakan sistem jam matahari sendiri
dengan menggunakan meridian masing-masing -- garis hubung utara-selatan yang melalui zenit yang
dilintasi matahari saat tengah hari.
Pada 1928, dalam konferensi astronomi internasional, berdasarkan kajian soal waktu, maka
penamaan GMT diubah menjadi Universal Time (UT). Rujukan waktunya tetap jam matahari,
sehingga tergantung rotasi Bumi yang sebenarnya tidak konstan.
Tahun 1955 ditemukanlah jam atom Cesium yang memiliki perhitungan waktu lebih stabil. Hal ini
menyebabkan adanya perbedaan dengan UT, walau dalam skala yang sangat kecil dalam ukuran
milisecond (seperseribu detik).
Pada akhir 1960-an sampai awal 1970-an, banyak dilakukan kajian soal waktu yang sinkron antara UT
dan jam atom. Akhirnya pada 1967, Konferensi Umum mengenai Berat dan Ukuran atau CGPM
(Conference Generale des Poids et Mesures) memberikan definisi baru ukuran detik berdasarkan
atom Cesium 133.
Baru pada 1972 jam atom digunakan sebagai alat yang diakui menjadi patokan keseragaman detik
secara internasional.
Saat ini UT bukan lagi murni didasarkan pada jam matahari, tetapi berdasarkan jam atom yang
disinkronkan dengan konsep jam matahari. Namanya menjadi UTC (Universal Time, Coordinated),
nama gabungan dari usulan dua bahasa: bahasa Inggris "CUT" untuk "Coordinated Universal Time"
dan bahasa Perancis "TUC" untuk "Temps Universel Coordonne".
TAI menjadi standar internasional yang digunakan sebagai dasar untuk UTC per 1 Januari 1972.
Kini jika dibandingkan dengan ukuran waktu sebenarnya, waktu TAI lebih maju 37 detik. Hal ini
berarti telah terjadi penyesuaian 37 kali leap second atau detik kabisat. Penambahan terakhir adalah
pada 31 Desember 2016 lalu. Perhitungan waktu menjadi 23:59:60 sebelum tanggal berganti ke 1
Januari 2017.
Kembali lagi, leap second ini terjadi karena adanya penyesuaian dari perhitungan rotasi Bumi yang
tidak selalu tepat sama setiap periode.
Di Indonesia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam hal ini Pusat Penelitian Metrologi
LIPI (Puslit Metrologi-LIPI), menjadi satu-satunya lembaga nasional yang bertugas mengelola Standar
Nasional Satuan Ukuran (SNSU). Puslit Metrologi-LIPI telah mendapat pengakuan internasional
internasional dari BIPM (Bureau International des Poids et Mesures) sebagai lembaga metrologi
nasional di Indonesia. Waktu dan frekuensi merupakan salah satu SNSU yang dikelola oleh Puslit
Metrologi-LIPI.
Maka dari itu, Indonesia pun memiliki jam atom yang menggunakan resonansi atom sebagai
penghitungnya. Tidak hanya satu, saat ini Puslit Metrologi-LIPI memiliki tiga jam atom yang aktif
berbasiskan atom Cesium 133.
Prinsip operasi dari jam atom sendiri tidak didasarkan pada fisika nuklir, tetapi lebih pada fisika
atom.
Dalam jam atom, osilasi --variasi pengulangan -- alami atom bertindak layaknya pendulum di jam
kuno. Namun, jam atom jauh lebih akurat daripada jam konvensional karena osilasi atom memiliki
frekuensi yang lebih tinggi dan jauh lebih stabil.
Keakuratan jam atom bervariasi. Namun tingkat kesalahan yang diperkirakan hanya 1 detik pada
sekitar periode 1 juta tahun.
Sistem Satuan Internasional (SI) mendefinisikan sedetik sebagai waktu yang dibutuhkan atom
Cesium 133 untuk berosilasi 9.192.631.770 kali.
Lebih lanjut, Kepala Subbidang Metrologi Waktu dan Frekuensi, Ratnaningsih, menjelaskan maksud
dari diaktifkannya tiga jam atom sekaligus yakni CS 1, CS 2, dan CS 3. Ia mengatakan bahwa
keberadaan dua jam atom lain adalah sebagai cadangan jika sewaktu-waktu jam atom utama yang
diberi kode CS 1 rusak.
Jam atom harus beroperasi seacara terus menerus selama 24 jam 7 hari. Oleh sebab itu selain
memanfaatkan jalur tenaga listrik dari PLN, Puslit Metrologi-LIPI menyediakan UPS dan baterai yang
dapat tetap mengaktifkan jam atom jika tenaga listrik PLN terputus.
"Tapi sejauh ini sangat jarang terjadi putusnya aliran listrik, meski terjadi pun tidak sampai hitungan
jam," tambah Ratna.
Internet juga menjadi infrastruktur inti. Melalui internet jam atom Puslit Metrologi-LIPI dapat
terhubung dengan BIPM. Tidak perlu kecepatan yang besar, yang penting adalah kestabilan koneksi
guna pengiriman data (FTP).
Puslit Metrologi-LIPI telah menjamin ketepatan pengukuran jam atom melalui uji banding terus-
menerus secara langsung dengan lembaga-lembaga metrologi dunia melalui hubungan satelit GPS.
Dengan demikian, penunjukan jam atom di Puslit Metrologi dijamin tertelusur atau sesuai dengan
penunjukan waktu yang menjadi acuan global.
Keseragaman pengaturan waktu semakin terasa nilai kepentingannya sekarang ini. Cakupan bidang
yang bisa dipengaruhi waktu pun semakin luas; bukan hanya transportasi.
Manfaat paling besar akan lebih terasa pada penentuan waktu transaksi elektronik. Antara lain
komunikasi, perbankan, bursa saham, medis, dan lelang daring. Penyelidikan dan penyidikan
forensik dalam kasus cybercrime atau kejahatan dunia maya akan terlacak dengan lebih baik jika
adanya standarisasi waktu yang jelas.
Sebagai contoh di bidang komunikasi. Jika sebuah operator memberikan tambahan kuota data pada
jam 00:00 hingga jam 6:00, tapi pada praktiknya masih ada pengguna operator tersebut yang pulsa
teleponnya terpotong, belum tentu karena praktik curang sang operator.
Kemungkinan besar hal itu terjadi karena adanya perbedaan jam gawai pengguna dengan jam server
dari sang operator. Meski di jam gawai pengguna telah mencapai pukul 00:00, bisa saja jam pada
server masih berada pada pukul 23:59.
Contoh lain adalah di dunia perbankan. Dengan majunya teknologi membuat transaksi perbankan
kini dilakukan secara digital. Persamaan waktu antar wilayah menjadi sangat krusial terhadap
kesuksesan setiap aktivitas perbankan.
Misal jika Anda mentransfer sejumlah uang pada pukul 9.00, tapi jika wilayah sang penerima
ternyata masih berada di pukul 8.55, mungkin hasil transfer tersebut tidak instan masuk rekening
penerima. Bahkan ada kemungkinan transaksi menjadi gagal karena perbedaan waktu tersebut.
Efek kegunaan standarisasi waktu juga akan sangat terasa pada transaksi lelang daring. Bayangkan
jika dalam sebuah lelang, jam di lokasi lelang menunjukan waktu tersisa tinggal satu menit lagi. Lalu
Anda mengirim penawaran tepat pada sisa waktu 5 detik lagi. Saat penawaran masuk ke server,
mungkin penawaran Anda tidak diterima karena jam server telah menunjukkan bahwa waktu sudah
habis.
Sadar akan pentingnya keseragaman waktu secara nasional, Puslit Metrologi-LIPI memiliki sejumlah
program untuk menyebarluaskan keberadaan standar waktu nasional UTC(KIM) serta mengusahakan
pemanfaatannya.
"Selain kebaikan yang akan didapatkan, kami merasa bahwa investasi dalam bidang ini yang
tergolong tidak murah akan sayang jika tidak dimanfaatkan secara maksimal," kata Ratna.
Salah satu usahanya adalah penyediaan Network Time Protocol (NTP) dari LIPI.
Pada masa lalu, diseminasi atau penyebaran tanda waktu dilakukan melalui media konvensional
seperti telepon, radio dan televisi. Saat ini, teknologi yang digunakan adalah penyebaran tanda
waktu melalui jaringan internet, menggunakan standar komunikasi yang disebut NTP.
Contoh sederhana, pada komputer-komputer yang kita gunakan biasanya melakukan sinkronisasi
waktu ke suatu server. Umumnya server yang digunakan adalah server internasional. LIPI telah
menyediakan server khusus untuk layanan NTP ini.
Pengguna dapat memanfaatkan sinkronisasi waktu Indonesia yang sudah terstandarisasi secara
internasional melalui alamat ntp.metrologi.lipi.go.id. "Sistem tersebut sudah memperhitungkan
delay dalam proses transmisi, sehingga ketepatannya dapat dijamin di mana pun ada koneksi ke
jaringan internet," kata ahli LIPI, DR Mego Pinandito.
Bagi pengguna komputer berbasiskan Windows, Anda yang ingin mencoba dapat masuk ke bagian
pengaturan waktu dan tanggal, kemudian masuk ke tab "Internet Time". Dari sini silakan mengubah
pengaturan server sinkronisasi ke alamat di atas.
Ratna menjelaskan memang sekarang ini belum ada aturan resmi dari pemerintah mengenai
penggunaan standar waktu nasional. Sejauh ini masih berupa anjuran, belum masuk ke aturan resmi
layaknya TKDN (Tingkat Kandungan Dalam Negeri).
Ia berharap ke depannya pemerintah dapat menelurkan aturan resmi mengenai hal ini. Sehingga ke
depannya dunia digital di Indonesia memiliki kesamaan standar mengenai waktu.
Mengenai masa depan, keberadaan jam atom bisa saja tergantikan. Saat ini para ilmuwan di dunia
sedang menguji sebuah instrumen baru yang diklaim lebih akurat lagi dari jam atom yang digunakan
saat ini.
Dilansir dari Time and Date, Jam optik menjadi kandidat terbaik. Ia menggunakan cahaya dalam
spektrum yang kasat mata untuk mengukur osilasi atomik. Frekuensi resonansi dari sinar cahaya
sekitar 50 ribu kali lebih tinggi dari yang dihasilkan oleh radiasi gelombang mikro.
Hal tersebut memungkinkan untuk melakukan pengukuran yang lebih presisi lagi. Jika tingkat
kesalahan jam atom diperkirakan 1 detik pada sekitar periode 1 juta tahun, Jam optik diperkirakan
mencapai angka 1 detik pada sekitar 15 miliar tahun.
Catatan Redaksi: Tulisan ini telah mengalami sejumlah perubahan dan perbaikan minor sesuai
dengan informasi dari Puslit Metrologi-LIPI
jam atom
waktu standar indonesia
pusat penelitian metrologi LIPI
Privacy Policy
Legal Disclaimer
Non-Discrimination Policy
« ISSN 2086-5309 »
Dalam sejarah, jam yang lebih stabil dan akurat telah membawa
inovasi dalam komunikasi dan navigasi. Saat ini sebuah jam yang 1000 kali lebih akurat
daripada jam manapun sebelumnya telah ada yang memberikan presisi lebih tinggi tentang
seberapa lama sebenarnya satu detik itu. Jam ini adalah variasi dari jam atom yang muncul
pada tahun 1950-an. Jam atom biasanya bekerja dengan mengukur frekuensi dari resonansi
atom. Sebagai contoh, elektron luar dari atom caesium-133 bergetar persi 9.192.631.770 kali
per-detik. Kenyataan ini telah digunakan sejak tahun 1967 untuk mendefinisikan panjang
waktu 1 detik – yaitu waktu yang dibutuhkan atom caesium untuk bergetar sebesar
9.192.631.770 kali. Jam atom pertama dapat kelihangan satu bagian dari 1010 getarannya.
Jam atom saat ini dapat kehilangan satu bagian dari 1015 getarannya yang berarti 1 detik
dalam 30 juta tahun. Tetapi tetap saja manusia berusaha menciptakan jam yang lebih akurat
lagi.
Satu cara untuk membuat jam yang lebih akurat adalah dengan meningkatkan
“getarannya”, kata Thomas Udem dari Max Planck Institute untuk Optik Quantum di
Gaching, Jerman. “Sebuah jam harus menghitung sebuah periode. Lebih pendek periodanya,
makin akurat jamnya. Makanya manusia dari menggunakan jam Matahari menjadi jam
dengan pendulum, dengan satu getaran per-detiknya, hingga jam dengan kristal quartz
dengan 10.000 getaran per-detik. Sekarang kita memiliki jam atom caesium dengan getaran 9
milyar per-detik. Jadi apakah yang dapat bergetar lebih cepat daripada atom caesium?
Banyak elemen telah diteliti termasuk ytterbium, merkuri dan strontium yang bergetar
sebanyak 429.228.004.229.952 kali per-detik. Tetapi hingga sekarang belum ditemukan cara
untuk membuat jam atom strontium.
Secara prinsip, ada dua cara untuk membuat jam strontium: menggunakan oscilasi
dari atom tunggal, atau dengan banyak atom pada waktu yang sama. Keuntungan dari dari
menggunakan atom tunggal adalah relatif lebih mudah untuk melindunginya dari gangguan
elektromagnetik dari luar. Kerugiannya adalah sangat sulit untuk mengukur getaran atom
pada frekuensi tinggi. Sebuah jam dengan banyak atom menghasilkan sinyal yang lebih
jernih tetapi kurang akurat karena interferensi elektromagnetik dari tiap atomnya sendiri.
Sekarang Hidetoshi Katori dan koleganya pada Universitas Tokyo telah menemukan
cara dengan menggabungkan kedua sistem (Nature vol 435 halaman 321). Katori
menggunakan 6 sinar laser untuk membuat sebuah pola gelombang elektromagnetik. Cara ini
membuat sumur-sumur energi yang tiap sumurnya diisi satu atom strontium. Cara ini
mencegah interferensi dari sesama atom. Cara sebelumnya untuk membuat jam semacam ini
gagal karena laser saling berinterferensi dengan frekuensi getaran atom. Tim Katori
menemukan cara dengan mengubah frekuensi laser dengan metoda yang dinamakan “optical
lattice clock (lihat gambar)”. Katori mengklaim jam ini akurat hingga 1018.
Iklan
Report this ad
Report this ad
Terkait
This entry was posted on Sabtu, Maret 14th, 2009 at 05:52 and is filed under Artikel Sains. You can follow any
responses to this entry through the RSS 2.0 feed. Both comments and pings are currently closed.
Navigasi pos
Komentar ditutup.
Admin
A. JASA EDUKASI
Jasa Analisis Data Statistik
Jasa Bimbingan Skripsi-Tesis
Jasa Pelatihan ICT
Jasa Pembuatan Website
B. SITUS FISIKA
Budak Fisika
Fisika Menyenangkan
Gudang Ilmu
Gudang Ilmu Fisika Gratis
Guru Fisika
Kurniafisika
Laboratorium Maya
Media Pembelajaran
Pendidikan Sains
Physics Prolem & Solution
Refleksi dan Blog Tutorial
Sain dan Religi
SAINs Modern
Kumpulan Artikel
Kumpulan Artikel
Jumlah Kunjungan
333.024 + 1
Menu
Skip to content
Matematika
Puzzle and Games
sains
illusion
Teknologi terbaru
About Miss Diip’One
Jam atom adalah sebuah jenis jam yang menggunakan standar frekuensi resonansi atom
sebagai penghitungnya. Jam atom awal adalah maser dengan peralatan lainnya. Standar
frekuensi atom terbaik sekarang ini berdasarkan fisika yang lebih maju melibatkan atom
dingin dan air mancur atomik.
National Institute of Standards and Technology – NIST (Lembaga Nasional Standar dan
Teknologi Amerika Serikat) mempertahankan keakuratan 10 pangkat -9 detik per hari, dan
ketepatan yang sama dengan frekuensi radio pemancar yang memompa maser. Jam ini
mempertahankan skala waktu yang stabil dan berkelanjutan, yaitu Waktu Atom Internasional
(International Atomic Time) (TAI). Untuk penggunaan masyarakat, skala waktu lainnya
digunakan, Coordinated Universal Time (UTC). UTC diturunkan dari TAI, tetapi
disinkronisasi dengan lewatnya hari dan malam berdasarkan pengamatan astronomikal.
Jam atom pertama dibuat pada 1949 di National Bureau of Standards A.S. Jam atom pertama
yang akurat, berdasarkan transisi dari atom caesium-133, dibuat oleh Louis Essen pada 1955
di National Physical Laboratory di Britania. Hal ini menyebabkan persetujuan internasional
yang menjelaskan detik sebagai dasar dari waktu atomik.
Pada Agustus 2004, ilmuwan NIST mempertunjukkan sebuah jam atom skala-chip. Menurut
para periset, jam ini seukuran seperseratus dari jam lainnya yang telah ada sebelumnya. Dan
mereka menyatakan bahwa jam ini hanya memerlukan 75 milliwatt, membuatnya cocok
untuk aplikasi yang menggunakan baterai.
Jam radio modern menggunakan jam atom sebagai referensi, dan menyediakan sebuah cara
mendapatkan waktu yang disediakan oleh jam atom berkualitas tinggi di wilayah yang luas
dengan menggunakan perlatan yang tidak mahal.
Cara kerja
Maser untuk referensi frekuensi menggunakan ruangan (atau chamber) berbinar berisi gas
terionisasi, pada umumnya caesium, karena caesium adalah elemen yang digunakan di dalam
definisi resmi detik internasional.
Sejak tahun 1967, Sistem Satuan Internasional (SI) telah mendefinisikan detik sebagai
9.192.631.770 getaran dari radiasi yang berhubungan dengan transisi antara dua tingkat
energi dari ground state atom Caesium-133. Definisi ini membuat osilator caesium (yang
sering disebut jam atom) sebagai standard utama untuk waktu dan pengukuran frekuensi
(lihat standard caesium). Kuantitas lain, seperti volt dan meter, berpegang pada definisi detik
sebagai bagian dari definisinya.
Isi dari jam atom adalah sebuah microwave cavity (lubang resonansi) yang berisi gas
terionisasi, sebuah oscillator microwave tertala (tunable), dan sebuah feedback loop yang
digunakan untuk menyetel oscillator ke frekuensi yang paling tepat dari karakteristik absorpsi
(penyerapan) yang ditentukan oleh perilaku masing-masing atom.
Sebuah pemancar microwave mengisi ruangan dengan gelombang radio berdiri (standing
wave). Saat frekuensi radio bertepatan dengan frekuensi transisi hyperfine dari caesium, atom
caesium tersebut menyerap gelombang radio dan selanjutnya memancarkan cahaya.
Gelombang radio membuat elektron menjauh dari nukleus. Saat elektron kembali ke dekat
nukleus, karena gaya tarik muatan yang berbeda, elektron tersebut bergetar sebelum berdiam
diri di tempat yang baru. Perpindahan ini menyebabkan pancaran cahaya, yang sebenarnya
adalah getaran listrik dan magnetisme.
Sebuah fotosel menerima cahaya tersebut. Saat cahaya itu meredup karena frekuensi
rangsangan telah bergeser dari frekuensi resonansi, peralatan elektronik di antara fotosel dan
pemancar radio menyetel frekuensi pemancar radio itu.
Proses penyetelan inilah letak sebagin besar kompleksitas sistem ini berada. Penyetelan
mencoba untuk menghilangkan efek samping, seperti frekuensi dari transisi elektron yang
lain, distorsi dalam medan kuantum dan efek suhu dalam mekanisme tersebut. Sebagai
contoh, frekuensi radio itu diubah-ubah secara sinusoida untuk membentuk modulasi sinyal
di fotosel. Sinyal dari fotosel kemudian bisa didemodulasi untuk digunakan sebagai kontrol
terhadap pergeseran jangka panjang di frekuensi radio. Dengan demikian, sifat-sifat ultra-
akurat dari kuantum mekanika dari frekuensi transisi atom caesium bisa digunakan untuk
menyetel oscillator microwave ke frekuensi yang sama (kecuali untuk kesalahan
eksperimentasi yang kecil). Dalam prakteknya, mekanisme feedback dan pemantauan adalah
jauh lebih kompleks dari yang dijelaskan di atas. Saat jam baru dihidupkan, jam tersebut
memakan waktu yang lama sebelum bisa dipercaya.
Sebuah penghitung menghitung jumlah gelombang yang dibuat oleh pemancar radio. Sebuah
komputer membaca penghitung, dan menghitungnya untuk mengubah angka tersebut
kedalam sesuatu yang kelihatannya mirip dengan jam digital atau gelombang radio yang
dipancarkan. Tentu saja, yang sebenarnya menjadi jam adalah mekanisme cavity, osilator,
dan feedback loop yang menjaga standar frekuensi yang mana menjadi dasar jam tersebut.
Sejumlah metode lain digunakan untuk jam atom untuk keperluan lainnya. Jam Rubidium
sangat disuka karena harganya murah, dan ukurannya yang kecil (standard komersial sekecil
400 cm3), dan kestabilitasan jangka pendeknya. Jam-jam ini banyak digunakan dalam
aplikasi-aplikasi komersial, portable, dan angkasa luar. Maser hidrogen (sering buatan Rusia)
memiliki stabilitas jangka pendek yang tangguh dibandingkan dengan standard lain, namun
memiliki kelemahan dalam akurasi jangka panjang.
Sering, satu standar digunakan untuk memperbaiki standard lainnya. Sebagai contoh, sebuah
aplikasi komersial menggunakan standar Rubidium yang dipautkan ke sebuah penerima GPS.
Sistem ini memiliki ketangguhan akurasi jangka pendek, dengan akurasi jangka panjang
setara ke standard nasional waktu Amerika Serikat.
Umur standar adalah sebuah masalah penting. Standard modern Rubidium bisa bertahan lebih
dari sepuluh tahun, dan menghabiskan ongkos sekecil US $50. Tabung referensi Caesium
sangat cocok untuk standar nasional, saat ini awet sampai tujuh tahun, dan menghabiskan
ongkos seharga US $35.000. Standard Hidrogen bisa awet sepanjang umur.
Jet Propulsion Laboratory (JPL) di NASA mengembangkan teknologi jam atom terbaru
disebut Deep Space Atomic Clock (DSAC) dengan 10 kali lebih akurat dibanding jam atom
saat ini. Teknologi jam atom DSAC berbasis ion merkuri dikembangkan sebagai pengukur
waktu untuk misi-misi ruang angkasa NASA masa depan.
Source: id.wikipedia.org
Advertisements
Report this ad
Report this ad
Share this:
Twitter
Facebook
Related
Post navigation
← Peneliti Eropa Akhirnya Temukan Partikel Higgs Bosson
Akibat Pestisida, Kini Lebah Tidak Tahu Jalan Pulang →
Leave a Reply
Search
Search
Top Posts & Pages
KOMPONEN-KOMPONEN SCRATCH Sebelum kita membuat aplikasi
sederhana,
Taste Test Science: Fool Your Tongue!
METODE KONSENTRASI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN
MEMBACA DALAM HATI
July 2013
M T W T F S S
« Jun Sep »
1 2 3 4 5 6 7
8 9 10 11 12 13 14
15 16 17 18 19 20 21
22 23 24 25 26 27 28
29 30 31
Archives
September 2015
April 2014
March 2014
December 2013
October 2013
September 2013
July 2013
June 2013
May 2013
April 2013
Statistik Blog
27,063 hits
[tutup]
Ikuti Wikipedia bahasa Indonesia di Facebook, Twitter, Instagram, dan
Telegram
Jam atom
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Jump to navigation Jump to search
Untuk kegunaan lain dari Jam, lihat Jam (disambiguasi).
Jam atom
Jam atom skala-chip diungkapkan oleh NIST.
Jam atom adalah sebuah jenis jam yang menggunakan standar frekuensi resonansi atom
sebagai penghitungnya. Jam atom awal adalah maser dengan peralatan lainnya. Standar
frekuensi atom terbaik sekarang ini berdasarkan fisika yang lebih maju melibatkan atom
dingin dan air mancur atomik.
National Institute of Standards and Technology - NIST (Lembaga Nasional Standar dan
Teknologi Amerika Serikat) mempertahankan keakuratan 10−9 detik per hari, dan ketepatan
yang sama dengan frekuensi radio pemancar yang memompa maser. Jam ini
mempertahankan skala waktu yang stabil dan berkelanjutan, yaitu Waktu Atom Internasional
(International Atomic Time) (TAI). Untuk penggunaan masyarakat, skala waktu lainnya
digunakan, Coordinated Universal Time (UTC). UTC diturunkan dari TAI, tetapi
disinkronisasi dengan lewatnya hari dan malam berdasarkan pengamatan astronomikal.
Jam atom pertama dibuat pada 1949 di National Bureau of Standards A.S. Jam atom pertama
yang akurat, berdasarkan transisi dari atom caesium-133, dibuat oleh Louis Essen pada 1955
di National Physical Laboratory di Britania. Hal ini menyebabkan persetujuan internasional
yang menjelaskan detik sebagai dasar dari waktu atomik.
Pada Agustus 2004, ilmuwan NIST mempertunjukkan sebuah jam atom skala-chip. Menurut
para periset, jam ini seukuran seperseratus dari jam lainnya yang telah ada sebelumnya. Dan
mereka menyatakan bahwa jam ini hanya memerlukan 75 milliwatt, membuatnya cocok
untuk aplikasi yang menggunakan baterai.
Jam radio modern menggunakan jam atom sebagai referensi, dan menyediakan sebuah cara
mendapatkan waktu yang disediakan oleh jam atom berkualitas tinggi di wilayah yang luas
dengan menggunakan perlatan yang tidak mahal.
Cara kerja
Maser untuk referensi frekuensi menggunakan ruangan (atau chamber) berbinar berisi gas
terionisasi, pada umumnya caesium, karena caesium adalah elemen yang digunakan di dalam
definisi resmi detik internasional.
Sejak tahun 1967, Sistem Satuan Internasional (SI) telah mendefinisikan detik sebagai
9.192.631.770 getaran dari radiasi yang berhubungan dengan transisi antara dua tingkat
energi dari ground state atom Caesium-133. Definisi ini membuat osilator caesium (yang
sering disebut jam atom) sebagai standard utama untuk waktu dan pengukuran frekuensi
(lihat standard caesium). Kuantitas lain, seperti volt dan meter, berpegang pada definisi detik
sebagai bagian dari definisinya.
Isi dari jam atom adalah sebuah microwave cavity (lubang resonansi) yang berisi gas
terionisasi, sebuah oscillator microwave tertala (tunable), dan sebuah feedback loop yang
digunakan untuk menyetel oscillator ke frekuensi yang paling tepat dari karakteristik absorpsi
(penyerapan) yang ditentukan oleh perilaku masing-masing atom.
Sebuah pemancar microwave mengisi ruangan dengan gelombang radio berdiri (standing
wave). Saat frekuensi radio bertepatan dengan frekuensi transisi hyperfine dari caesium, atom
caesium tersebut menyerap gelombang radio dan selanjutnya memancarkan cahaya.
Gelombang radio membuat elektron menjauh dari nukleus. Saat elektron kembali ke dekat
nukleus, karena gaya tarik muatan yang berbeda, elektron tersebut bergetar sebelum berdiam
diri di tempat yang baru. Perpindahan ini menyebabkan pancaran cahaya, yang sebenarnya
adalah getaran listrik dan magnetisme.
Sebuah fotosel menerima cahaya tersebut. Saat cahaya itu meredup karena frekuensi
rangsangan telah bergeser dari frekuensi resonansi, peralatan elektronik di antara fotosel dan
pemancar radio menyetel frekuensi pemancar radio itu.
Proses penyetelan inilah letak sebagian besar kompleksitas sistem ini berada. Penyetelan
mencoba untuk menghilangkan efek samping, seperti frekuensi dari transisi elektron yang
lain, distorsi dalam medan kuantum dan efek suhu dalam mekanisme tersebut. Sebagai
contoh, frekuensi radio itu diubah-ubah secara sinusoida untuk membentuk modulasi sinyal
di fotosel. Sinyal dari fotosel kemudian bisa didemodulasi untuk digunakan sebagai kontrol
terhadap pergeseran jangka panjang di frekuensi radio. Dengan demikian, sifat-sifat ultra-
akurat dari kuantum mekanika dari frekuensi transisi atom caesium bisa digunakan untuk
menyetel oscillator microwave ke frekuensi yang sama (kecuali untuk kesalahan
eksperimentasi yang kecil). Dalam praktiknya, mekanisme feedback dan pemantauan adalah
jauh lebih kompleks dari yang dijelaskan di atas. Saat jam baru dihidupkan, jam tersebut
memakan waktu yang lama sebelum bisa dipercaya.
Sebuah penghitung menghitung jumlah gelombang yang dibuat oleh pemancar radio. Sebuah
komputer membaca penghitung, dan menghitungnya untuk mengubah angka tersebut
kedalam sesuatu yang kelihatannya mirip dengan jam digital atau gelombang radio yang
dipancarkan. Tentu saja, yang sebenarnya menjadi jam adalah mekanisme cavity, osilator,
dan feedback loop yang menjaga standar frekuensi yang mana menjadi dasar jam tersebut.
Sejumlah metode lain digunakan untuk jam atom untuk keperluan lainnya. Jam Rubidium
sangat disuka karena harganya murah, dan ukurannya yang kecil (standard komersial sekecil
400 cm3), dan kestabilitasan jangka pendeknya. Jam-jam ini banyak digunakan dalam
aplikasi-aplikasi komersial, portable, dan angkasa luar. Maser hidrogen (sering buatan Rusia)
memiliki stabilitas jangka pendek yang tangguh dibandingkan dengan standard lain, namun
memiliki kelemahan dalam akurasi jangka panjang.
Sering, satu standar digunakan untuk memperbaiki standard lainnya. Sebagai contoh, sebuah
aplikasi komersial menggunakan standar Rubidium yang dipautkan ke sebuah penerima GPS.
Sistem ini memiliki ketangguhan akurasi jangka pendek, dengan akurasi jangka panjang
setara ke standard nasional waktu Amerika Serikat.
Umur standar adalah sebuah masalah penting. Standard modern Rubidium bisa bertahan lebih
dari sepuluh tahun, dan menghabiskan ongkos sekecil US $50. Tabung referensi Caesium
sangat cocok untuk standar nasional, saat ini awet sampai tujuh tahun, dan menghabiskan
ongkos seharga US $35.000. Standard Hidrogen bisa awet sepanjang umur.
Jet Propulsion Laboratory (JPL) di NASA mengembangkan teknologi jam atom terbaru
disebut Deep Space Atomic Clock (DSAC) dengan 10 kali lebih akurat dibanding jam atom
saat ini. Teknologi jam atom DSAC berbasis ion merkuri dikembangkan sebagai pengukur
waktu untuk misi-misi ruang angkasa NASA masa depan.
Lihat pula
Takometer
Alat ukur
Jam radio
Jam atom optikal [1]
Pranala luar
Atomic Clock United Kingdom
National Physical Laboratory (UK) time website
NIST Internet Time Service (ITS): Set Your Computer Clock Via the Internet
NIST press release about chip-scaled atomic clock
NIST website
Web pages on atomic clocks by The Science Museum (London)
Kategori:
Jam
Fisika atom
Menu navigasi
Belum masuk log
Pembicaraan
Kontribusi
Buat akun baru
Masuk log
Halaman
Pembicaraan
Baca
Sunting
Sunting sumber
Versi terdahulu
Pencarian
Halaman Utama
Perubahan terbaru
Peristiwa terkini
Halaman baru
Halaman sembarang
Komunitas
Warung Kopi
Portal komunitas
Bantuan
Wikipedia
Tentang Wikipedia
Pancapilar
Kebijakan
Menyumbang
Hubungi kami
Bak pasir
Bagikan
Facebook
Twitter
Google+
Cetak/ekspor
Buat buku
Unduh versi PDF
Versi cetak
Wikimedia Commons
Perkakas
Pranala balik
Perubahan terkait
Halaman istimewa
Pranala permanen
Informasi halaman
Item di Wikidata
Kutip halaman ini
Pranala menurut ID
Bahasa lain
العربية
English
Español
हिन्दी
Bahasa Melayu
Português
Русский
اردو
中文
Sunting interwiki
Kebijakan privasi
Tentang Wikipedia
Penyangkalan
Pengembang
Cookie statement
Tampilan seluler