You are on page 1of 17

KELIMPAHAN RELATIF HAMA DAN MUSUH ALAMI DALAM

SISTEM PERTANIAN

Oleh:
Siti Khoerun Nisa (B1A015016)
Adhelia Syefanis (B1A015032)
Femilia Hajar Ilhami (B1A015058)
Mufadila Day Muhyi (B1B015039)
Solikin (B1J014001)
Kelompok :2
Rombongan : IV
Asisten : Bhisma Triwidianto

LAPORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN HAYATI

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2018
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengendalian hayati merupakan salah satu solusi dalam masalah hama pertanian
yang seharusnya lebih banyak dipraktekkan di lapangan karena lebih ramah lingkungan
dan dapat mengurangi dampak negatif penggunaan pestisida. Pengendalianhayati
didefinisikan sebagai pengurangan populasi hama dengan musuh alami dan biasanya
melibatkan peran manusia yang aktif. Ini mencakup kontrol hewan, gulma dan penyakit.
Pengendalian biologis meminimalkan penggunaan pestisida kimia (Holmes &
Sivanadane 2016). Menurut Yaherwandi et al., (2007), mendefinisikan pengendalian
hayati sebagai penggunaan parasitoid, predator, patogen, antagonis atau populasi
kompetitor untuk menekan populasi hama, membuat hama menjadi lebih sedikit
kelimpahannya dan lebih sedikit merusak daripada seharusnya bila agens hayati tidak
ada. Prinsip pengendalian hayati adalah pengendalian serangga hama dengan cara
biologi, yaitu dengan memanfaatkan musuh-musuh alami (agen pengendali biologi),
seperti predator, parasit dan patogen.
Lahan pertanian adalah sekumpulan ekosistem yang tidak hanya meliputi lahan
pertanaman (agroekosistem) tetapi juga ekosistem diluarnya, seperti tumbuhan liar, jalan
raya, perkampungan dan lainnya. Lahan pertanian modern struktur spasial,
keanekaragaman habitat dan komposisi habitat sangat bervariasi dari satu lanskap ke
lanskap yang lain. Lanskap pertanian yang sangat sederhanamisalnya, hanya terdiri atas
satu jenis pertanaman (monokultur) dan tumbuhan liar, sedangkan lanskap penanian
yang kompleks tidak hanya terdiri atas berbagai pertanaman (polikultur), tetapi juga
rerdapat banyak tumbuhan liar (Yaherwandi et al., 2007).
Van Emden (1991) menyatakan peningkatan keanekaragaman habitat dalam
lanskap pertanian dapat meningkatkan keanekaragaman dan kelimpahan serangga hama
dan serangga bemanfaat dan seringkali kerusakan tanaman oleh hama berkurang.
Selanjutnya Kruess and Tschamtke (2000) menambahkan bahwa tipe dan kualitas
habitat, susunan spasial dan keterhubungan (connectivity) antar habitat di dalam suatu
lanskap dapat mempengaruhi keanekaragaman hayati dan fungsi ekosistem.
Keanekaragaman stuktur lanskap pertanian tidak hanya mempengaruhi keanekaragarnan
hama dan musuh alami di dalam pertanian, tetapi juga kelimpahan dan keefektifannya.
Hama adalah semua organisme atau agens biotik yang merusak tanaman dengan
cara yang bertentangan dengan kepentingan manusia. Hama dalam arti yang luas adalah
makhluk hidup yang mengurangi kualitas dan kuantitas beberapa sumber daya manusia
yang berupa tanaman atau binatang yang dipelihara yang hasil dan seratnya dapat
diambil untuk kepentingan manusia. Berbicara soal tentang sistem pertanian, ekosistem
sawah tentu identic dengan ekosistem pertanian yang tak lain merupakan sistem
ekosistem sederhana juga monokultur. Ekosistem persawahan jika ditinjau dari segi
teoritik adalah jenis ekosistem yang tidak stabil. Ada banyak faktor yang mempengaruhi
kestabilan dari ekosistem sawah ini antara lain interaksi antara komponen ekosistem di
dalam sawah itu sendiri. Komponen dalam ekosistem sawah mencakup semua
komponen abiotik dan biotik yang ada di dalam lingkungan sawah itu sendiri mulai dari
tanah, bebatuan, padi, hama, predator dan masih banyak lagi lainnya. Ekosistem sawah
bisa dibagi menjadi dua yakni parasitoid dan juga predator (Herlinda, 2005).

B. Tujuan

Tujuan praktikum kali ini adalah untuk mengetahui kelimpahan hama dan musuh
alami sistem pertanian belakang Fakultas Biologi Unsoed.
II. TELAAH PUSTAKA

Kelimpahan atau kepadatan suatu populasi dapat dilakukan dengan menaksir


ukuran populasi di dalam batas suatu populasi. Penaksiran ukuran populasi dapat
dilakukan dengan atau tanpa harus menghitung organisme yang ada di dalamnya.
Estimasi yang dapat dilakukan, diantaranya perhitungan jumlah sarang, lubang yang ada,
jejak, maupun feses yang ditinggalkan (Campbell et al., 2010).
Terdapat tiga metode atau macam populasi dalam upaya dalam menaksir populasi
menurut Untung (2006), yaitu metode mutlak (absolut), metode nisbi (relatif), dan
metode indeks populasi. Metode mutlak, pendugaan suatu kepadatan populasi dalam
bentuk jumlah individu per satuan unit permukaan tanah atau habitat. Metode ini
memiliki ketelitian yang tinggi dengan meerlukan biaya, waktu, dan tenaga yang cukup
banyak. Metode relatif, pendugaan populasi dengan mengambil sampel menggunakan
alat perangkap dengan satuan waktu tertentu. Metode ini lebih praktis dan mudah, tetapi
ketelitiannya kurang. Metode indeks populasi, pengukuran populasi dilakukan dengan
mengukur bekas atau jejak yang ditinggalkan oleh hewan, seperti kotoran, kokon,
sarang, maupun kerusakan yang ada (Untung, 2006).
Kelimpahan populasi serangga dalam sistem pertanian ditentukan oleh adanya
keragaman dan kelimpahan sumber pakan maupun sumber daya lain pada habitat
tersebut. Populasi serangga yang sering ditemukan pada tanah pertanian berfungsi
sebagai hama maupun musuh alami seperti predator ataupun parasitoid.
Keanekaragaman fungsi tersebut bermanfaat menjaga keseimbangan ekosistem.
Ekosistem persawahan merupakan ekosistem yang tidak stabil (Tauruslina, 2015).
Menurut beberapa penelitian yang dilakukan, areal persawahan yang tidak
menggunakan insektisida menunjukkan bahwa musuh alami lebih banyak dibandingkan
hama. Musuh alami merupakan organisme di alam yang mampu membunuh,
melemahkan, dan bahkan dapat mematikan serangga, serta mengurangi fase reproduktif
serangga. Pengendali hayati terpadu (PHT) mengutamakan pemanfaatan musuh alami
hama (Untung, 1993 dalam Tauruslina et al., 2015) dalam menurunkan populasi sampai
pada tingkat populasi yang tidak merugikan. Musuh alami sendiri terdiri atas parasitoid
dan predator (Tauruslina et al., 2015).
Penggunaan pestisida sintesis dalam sistem pertanian akan menyebabkan
rendahnya populasi predator (Effendy et al., 2013). Efek yang ditimbulkan akibat
pestisida yang dapat menurunkan kestabilan ekoistem, dibutuhkan cara lain untuk
menurunkan populasi hama. PHT merupakan taktik pengendalian hama dengan
memanfaatkan musuh alami hama yang tidak menimbulkan pencemaran baik dari segi
ekologi dan penggunaannya jangka panjang. Keuntungan pengendali hayati, yaitu
selektivitasnya tinggi, organisme berupa musuh alami yang tersedia di alam, organisme
yang digunakan mampu mencari inang sendiri, dapat berkembang biak, tidak resisten,
dan pengendalian berjalan dengan sendirinya (Yusniar, 2005).
III. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah tali rafia 8 meter,
kamera, dan loop.
Bahan-bahan yang digunakan adalah organisme yang ditemukan di
persawahan belakang Fakultas Biologi.

B. Metode

1. Pemeriksaan langsung terhadap individu tanaman padi Commented [BT1]: Sesuaikan dengan yang dilakukan pada
praktikum
1. Satu tumbuhan padi dipilih secara acak

2. Semua daun (permukaan atas dan bawah), tangkai daun, batang, bunga, dan
buahnya diperiksa.

3. Amati hewan (serangga, kutu, acari, laba-laba) yang anda temukan baik
menggunakan mata telanjang ataupun loup

4. Tabulasikan hasil pemeriksaan dengan cara mengelompokkan yang termasuk


hama, musuh alami dan lainnya
.2. Pemeriksaan langsung pada suatu jarak
1. Berjalanlah lurus sejauh 4 m di antara dua pematang sawah

2. Disepanjang perjalanan tersebut, periksalah setiap individu tanaman padi di salah


satu sisi anda dengan cara membolak-balikkan bagian tumbuhan tersebut

3. Amati hewan (serangga, kutu, acari, laba-laba) yang anda temukan dan
catatlah jumlah maupun jenisnya.
4. Kelompokkan hewan yang termasuk hama, musuh alami dan lainnya
5. Hitunglah jumlah individu per hektar
Jumlah individu per hektar =

(jumlah individu dalam M meter jalur di survei x 10.000)


(jarak tanam dalam meter x M meter jalur yang disurvei)

3. Pemeriksaan menggunakan jaring serangga


1. Lakukan ayunan sepanjang satu baris tumbuhan
2. Ayunan dapat menggunakan pola huruf S atau angka 8.
3. Catatlah hewan yang apa saja yang anda temukan. Hitunglah jumlah individu
setiap jenisnya
4. Kelompokkan yang termasuk hama, musuh alami dan lainnya
5. Tabulasikan hasil pengamatan anda
4. Pemeriksaan menggunakan aspirator

1. Dipilih satu individu tanaman padi


2. Apabila anda temukan hewan yang bergerak lambat, gunakan aspirator untuk
menghisap hewan tersebut masuk ke dalam botol aspirator
3. Catatlah hewan yang anda temukan. Hitunglah jumlah individu setiap jenisnya
4. Kelompokkan yang termasuk hama, musuh alami dan lainnya
5. Tabulasikan hasil pengamatan anda
5. Pemeriksaan menggunakan perangkap pitfall
1. Isilah perangkap pitfall dengan alkohol 70%
2. Tempatkan perangkap pitfall untuk setiap lajur tanaman jagung sebanyak 3 buah
dengan jarak setiap lajur 4 m
3. Ambillah perangkap tersebut pada keesokan harinya
4. Amati di bawah mikroskop binokuler organisme permukaan tanah apa saja yang
anda peroleh
5. Tabulasikan hasil pengamatan anda
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 4.1 Data Kelimpahan Relatif Hama dan Musuh Alami dalam Sistem
Pertanian
Peranan
No Organisme Jumlah
Hama
1 Jangkrik 3
Musuh Alami
2 Semut 10
Musuh Alami
3 Kumbang 3
Musuh Alami
4 Capung 2
Hama
5 Belalang 4
Musuh Alami
6 Burung 2
Musuh Alami
8 Tomcat 4
Lain-lain
9 Cacing 6
34
Total

Perhitungan:
𝑧
KR Hama = 𝑦x 100%
7
= x 100%
28

= 25%
𝑧
KR Musuh Alami =𝑦x 100%
21
= x 100%
28

= 75%
𝒂 𝒙 𝟏𝟎.𝟎𝟎𝟎
Populasi Absolut Hama =
𝒃𝒙𝒄
𝟕 𝒙 𝟏𝟎.𝟎𝟎𝟎
= 𝟎,𝟑 𝒎 𝒙 𝟖 𝒎

= 29166,67/ha
𝒂 𝒙 𝟏𝟎.𝟎𝟎𝟎
Populasi Absolut Musuh Alami =
𝒃𝒙𝒄
𝟐𝟏 𝒙 𝟏𝟎.𝟎𝟎𝟎
=
𝟎,𝟑 𝒎 𝒙 𝟖 𝒎

= 87. 500
B. Pembahasan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, kelimpahan organisme dalam sistem


pertanian dapat didefinisikan sebagai banyaknya organisme atau melimpahnya
organisme yang menghuni suatu area pertanian yang membentuk satu komunitas,
dimana organisme itu mempunyai peran masing-masing. Kelimpahan ini kemungkinan
diakibatkan karena adanya sumber makanan (sumber nutrisi) yang tersedia secara terus
menerus serta kondisi suatu area pertanian yang mendukung jalannya sistem rantai
makanan yang melibatkan semua organisme yang berada di area pertanian tersebut
Kelimpahan jenis serangga sangat ditentukan oleh aktifitas reproduksinya yang
didukung oleh lingkungan yang cocok dan tercukupinya kebutuhan sumber
makanannya. Kelimpahan dan aktifitas reproduksi serangga di daerah tropik sangat
dipengaruhi oleh musim , karena musim berpengaruh kepada ketersediaan sumber pakan
dan kemampuan hidup serangga yang secara langsung mempengaruhi kelimpahan
(Erawati dan Sih Kahono, 2010).
Kelimpahan relatif adalah proporsi yang direpresentasikan oleh masing – masing
spesies dari seluruh individu dalam suatu komunitas (Campbell et al., 2010).
Kelimpahan adalah jumlah yang dihadirkan oleh masing-masing spesies dari seluruh
individu dalam komunitas. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
kelimpahan adalah jumlah atau banyaknya individu pada suatu area tertentu dalam suatu
komunitas. Kelimpahan adalah jumlah individu yang menempati wilayah tertentu atau
jumlah individu suatu spesies per kuadrat atau persatuan volume. (Michael, 1994, h. 89).
Selain itu, kelimpahan relatif adalah proporsi yang direpresentasikan oleh masing-
masing spesies dari seluruh individu dalam suatu komunitas. kelimpahan sebagai
pengukuran sederhana jumlah spesies yang terdapat dalam suatu komunitas atau
tingkatan trofik (Campbell et al., 2010).
PHT merupakan suatu cara pendekatan atau cara berpikir tentang pengendalian
OPT yang didasarkan pada dasar pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam
rangka pengelolaan agro-ekosistem yang berwawasan lingkungan yang berkelanjutan.
Sasaran teknologi PHT adalah : 1) produksi pertanian mantap tinggi, 2) Penghasilan dan
kesejahteraan petani meningkat, 3) Populasi OPT dan kerusakan tanaman tetap pada
aras secara ekonomi tidak merugikan dan 4) Pengurangan resiko pencemaran
Lingkungan akibat penggunaan pestisida yang berlebihan. Tiga komponen komponen
dasar yang harus dibina, yaitu : Petani, Komoditi dasil pertanian dan wilayah
pengembangan dimana kegiatan pertanian berlangsung, disamping pembinaan
terhadap petani diarahkan sehingga menghasilkan peningkatan produksi serta
pendapatan petani, pengembangan komoditi hasil pertanian benar-benar berfungsi
sebagai sektor yang menghasilkan bahan pangan, bahan ekspor dan bahan baku
industri, sedangkan pembinaan terhadap wilayah pertanian ditujukan agar dapat
menunjang pembangunan wilayah seutuhnya dan tidak terjadi ketimpangan antar
wilayah ( Kusnadi, 1999).
PHT memiliki beberapa prinsip yang khas, yaitu; (1) sasaran PHT bukan
eradikasi/pemusnahan hama tetapi pembatasan atau pengendalian populasi hama
sehingga tidak merugikan, (2) PHT merupakan pendekatan holostik maka
penerapannya harus mengikutsertakan berbagai disiplin ilmu dan sektor pembangunan
sehingga diperoleh rekomendasi yang optimal, (3) PHT selalu mempertimbangkan
dinamika ekosistem dan variasi keadaan sosial masyarakat maka rekomendasi PHT
untuk pengendalian hama tertentu juga akan sangat bervariasi dan lentur, (4) PHT lebih
mendahulukan proses pengendalian yang berjalan secara alami (non-pestisida), yaitu
teknik bercocok tanam dan pemanfaatan musuh alami seperti parasit, predator, dan
patogen hama. Penggunaan pestisida harus dilakukan secara bijaksana dan hanya
dilakukan apabila pengendalian lainnya masih tidak mampu menurunkan populasi
hama, dan (5) program pemantauan/pengamatan biologis dan lingkugan sangat mutlak
dalam PHT karena melalui pemantauan petani dapat mengetahui keadaan agro-
ekosistem kebun pada suatu saat dan tempat tertentu, selanjutnya melalui analisis agro-
ekosistem (AAES) dapat diputuskan tindakan yang tepat dalam mengelola kebunnya.
Dengan bekal materi pelatihan, petani belajar melaksanakan pengambilan keputusan
dalam pengelolaan kebun, terutama pengendalian hama penyakit tanaman (Kusnadi,
1999).
Menurut Moningka et al., (2012) menyatakan bahwa ada 3 metode pokok
pengambilan sampel yaitu metode mutlak (absolut), metode nisbi (relatif) dan indeks
populasi.
1. Metode Mutlak (Absolut), yaitu data yang didapat merupakan angka pendugaan
kepadatan populasi dalam bentuk jumlah individu per satuan unit permukaan tanah
atau habitat serangga yang kita amati. Pelaksanaan sampling lebih dahulu
ditetapkan unit sampel berupa satuan luas permukaan tanah (1 X 1 m2 ) kemudian
semua individu serangga yang ada dalam unit sampel yang kita amati dikumpulkan
dan dihitung jumlahnya. Untuk suatu petak pengamatan biasanya diambil beberapa
unit sampel, lalu dihitung rat-rata kepadatan populasi dari petak pengamatan
tersebut.
Apabila perhitungan populasi dilakukan pada pertanaman yang teratur dalam
baris dan kolom maka dengan menggunakan unit sampel berupa satu tanaman/pohon
atau rumpun dapat diperoleh jumlah populasi serangga untuk satu wilayah
pengamatan. Misalnya tanaman padi yang ditanam dengan jarak tanam 25 X 25 cm,
maka dalam 1 m2 luas tanah terdapat 16 rumpun padi, jika pada setiap rumpun
ditemukan 10 ekor wereng maka dapat diperkirakan untuk luasan 1 m2 permukaan
tanah terdapat 160 ekor wereng. Kelebihan metode mutlak adalah memiliki
ketelitian yang tinggi, tetapi memerlukan biaya, waktu dan tenaga yang cukup
banyak untuk menghitung serangga yang terkumpul.
2. Metode Nisbi (Relatif), yaitu data penduga populasi yang diperoleh sulit untuk
dikonversi dalam unit permukaan tanah karena banyaknya faktor yang
mempengaruhi angka penduga tersebut. Cara pengambilan sampel dengan alat
perangkap serangga seperti lampu perangkap (light trap) atau perangkap jebakan
(pitfal trap) akan memperoleh angka yang sulit untuk dikonversikan pada unit
permukaan tanah. Dibandingkan dengan metode mutlak, metode nisbi merupakan
metode yang lebih mudah dan praktis karena umumnya individu serangga lebih
mudah tertangkap dan dihitung. Kekurangannya adalah dari segi ketelitian statistik
metode ini termasuk rendah. Hal ini karena dipengaruhi banyak faktor seperti
keadaan lingkungan sekitar, alat perangkap, keadaan dan kemampuan pengamat,
waktu pengumpulan serangga dan lain-lain. Metode nisbi tidak dianjurkan untuk
studi ekologi serangga yang memerlukan ketelitian tinggi.
3. Metode Indeks Populasi, yaitu yang diukur dan dihitung adalah bekas yang
ditinggalkan oleh serangga seperti kotoran, kokon dan sarang. Misalnya kita
mengamati tikus maka yang dihitung adalah jumlah liang. Indeks populasi yang
sering digunakan adalah kerusakan atau akibat serangan hama pada tanaman,
biasanya angka tersebut disebut intensitas kerusakan atau serangan.
Menurut Irawan (2002), semua makhluk hidup dalam ekosistem alami berada
dalam keadaan seimbang dan saling mengendalikan sehingga tidak terjadi hama.
Keragaman jenis di ekosistem alamiah sangat tinggi yang berarti dalam setiap kesatuan
ruang terdapat flora dan fauna tanah yang beragam. Sistem pertanaman yang
beranekaragam berpengaruh kepada populasi spesies hama (Riyani, 1992). Menurut
Irawan (2002), ada 6 faktor yang saling berkaitan menentukan derajat naik turunnya
keragaman, jenis yaitu :
a. Waktu, kelimpahan komunitas bertambah sejalan waktu, berarti komunitas tua yang
sudah lama berkembang, lebih banyak terdapat organisme dari pada komunitas
muda yang belum berkembang. Waktu dapat berjalan dalam ekologi lebih pendek
atau hanya sampai puluhan generasi.
b. Heterogenitas ruang, semakin heterogen suatu lingkungan fisik semakin kompleks
komunitas flora dan fauna disuatu tempat tersebar dan semakin tinggi keragaman
jenisnya.
c. Kompetisi, terjadi apabila sejumlah organisme menggunakan sumber yang sama
yang ketersediannya kurang, atau walaupun ketersediannya cukup, namun
persaingan tetap terjadi juga bila organisme-organisme itu memanfaatkan sumber
tersebut, yang satu menyerang yang lain atau sebaliknya.
d. Pemangsaan, untuk mempertahankan komunitas populasi dari jenis persaingan yang
berbeda di bawah daya dukung masing-masing selalu memperbesar kemunginan
hidup berdampingan sehingga mempertinggi keragaman. Apabila intensitas dari
pemangsaan terlalu tinggi atau rendah dapat menurunkan keragaman jenis.
e) Kestabilan iklim, makin stabil, suhu, kelembaban, salinitas, pH dalam suatu
lingkungan tersebut. Lingkungan yang stabil, lebih memungkinkan
keberlangsungan evolusi.
f) Produktifitas, juga dapat menjadi syarat mutlak untuk keanekaragaman yang
tinggi.
Berdasarkan hasil praktikum, luas petakkan dengan ukuran 2x2m diperoleh
organisme sebanyak 34 individu dengan jumlah kelimpahan relatif hama adalah 25%
dan jumlah kelimpahan musuh alami sebesar 75% serta populasi absolut hama yaitu
sebesar 29166,67 sedangkan populasi absolut musuh alami sebesar 87.500. Hama yang
ditemukan pada area persawahan belakang Fakultas Biologi adalah jangkrik, semut
kumbang, capung, belalang, burung, tomcat dan cacing (Qomarodin, 2006).
Sebanyak 7 individu merupakan hama, 21 individu sebagai musuh alami dan 6
individu hewan lainnya.Musuh alami yang didapatkan memiliki keragaman yang banyak
dengan jumlah yang sedikit. Semut memiliki jumlah terbanyak, yaitu 10 diikuti dengan
belalang dan tomcat. Jangkrik dapat menjadi predator bagi telur serangga atau serangga
lain seperti ulat atau kutu (Kalshoven, 1981 dalam Puspasari et al., 2016). Salah satu
jenis kumbang yang merupakan musuh alami hama, yaitu Menochilus sexmaculatus (F.)
atau kumbang kubah yang polifag terhadap Acyrthosiphon pisum, Aphis sp.,
Rhopalosiphum maidis, Tentranychus orientalis, dan banyak lagi lainnya(Moningka et
al., 2012). Hemiptera, misalnya Cyrorhinus lividipenis sebagai predator telur dan nimfa
wereng pada sistem pertanian. Nyamuk (Dipthera) dapat menjadi predator bagi serangga
lain. Menurut Jumar (2002), semua ordo serangga memiliki jenis yang menjadi predator
yang beberapa diantaranya digunakan dalam pengendalian hayati. Banyaknya predator
pada lahan pertanian menunjukkan kelimpahan musuh alami. Menurut Arifin et al.
(1997) dalam Tauruslina et al. (2015), menyatakan bahwa jenis dan populasi predator
pada ekosistem padi sawah tanpa penyemprotan insektisida lebih tinggi dibandingkan
dengan penyemprotan.
V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan:


Organisme yang ditemukan di persawahan belakang Fakultas Biologi dengan luas
petakkan yang ukuran 2x2m diperoleh organisme sebanyak 34 individu dengan jumlah
kelimpahan relative hama adalah 25% dan jumlah kelimpahan musuh alami sebesar 75%
serta populasi absolut hama yaitu sebesar 29166,67 sedangkan populasi absolut musuh
alami sebesar 87.500. Hama yang ditemukan pada area persawahan belakang Fakultas
Biologi adalah jangkrik, semut kumbang, capung, belalang, burung, tomcat dan cacing

B. Saran

Sebaiknya praktikum dilakukan dengan hati-hati dan teliti agar hasil didapat bisa
lebih akurat.
DAFTAR REFERENSI

Campbell, N.A., Jane B.R., Lisa A.U., Michael L.C., Steven A.W., Peter V.M., &
Robert B.J. 2010. Biologi Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga.
Effendy, Usna H., Siti H., Chandra I., & Rosdah T. 2013. Analisis kemiripan komunitas
artropoda predator hama padi penghuni permukaan tanah sawah rawa lebak
dengan lahan pinggir di sekitarnya. Jurnal Entomologi Indonesia, 10(2), pp. 60-
69.
Erawati, Nety Virgo,& Sih Kahono. 2010. Keanekaragaman dan Kelimpahan Belalang
dan Kerabatnya (Orthoptera) pada Dua Ekosistem Pegunungan di Taman Nasional
Gunung Halimun-Salak. Jurnal Entomologi Indonesia, 7 (2),pp. 100-115.

Herlinda S. 2005. Jenis dan kelimphan parasitoid Plutella xylostella L. (Lepidoptera:


lutellidae) di Sumatera Selatan. Agria 1(2):78–83.
Holmes, L., Sivanadane, M. 2016. Biological Control of Agriculture Insect Pests.
European Scientific Journal. pp : 215-225.
Irawan, Bambang. 2002. Analisis nilai ekonomi sumberdaya lahan pertanian. Laporan
Hasil penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.
Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Jakarta: Rineka Cipta.

Kruess, A. and T. Tschamtke. 2000. Spesies dchness and parasitism in afragmented


landscape: experiments and field studies with insects on Viciasepium. Oecolagia
lZ2: 129-137.

Kusnaedi, 1999. Pengendalian Hama tanpa Pestisida. Jakarta : Penebar Swadaya.


Moningka, M., Dantje T., & Jeane K. 2012. Keragaman Jenis Musuh Alami pada
Serangga Hama Padi Sawah di Kabupaten Minahasa Selatan. Eugenia, 18(2), pp.
89-97.
Puspasari, L.T., M.Suhunan S., & Sri H. 2016. Komposisi Komunitas Serangga
Aphidophaga dan Coccidophaga pada Agroekosistem Kacang Panjang (Vignia
sinensis L.) di Kabupaten Garut. Jurnal Agrikultura, 27(1), pp. 30-37.
Qomarodin. 2006. Pengendalian Walang Sangit (Leptocorisa oratus F.) Ramah
Lingkungan di Tingkat Petani Lahan Rawa Lebak. Temu Teknis Nasional
Tenaga Fungsional Pertanian,
Riyani, W. 1992. Analisis konversi lahan dari pertanian ke lahan perumahan dengan
metode sewa ekonomi lahan (land rent): Studi kasus di wilayah Dati II Kodya
Bogor.Propinsi Jawa Barat.
Tauruslina, E.A., Trizelia, Yaherwandi, & Hasmiandy H. 2015. Analisis
keanekaragaman hayati musuh alami pada ekosistem padi sawah di daerah
endemik dan non-endemik wereng batang cokelat Nilaparvata lugens di
Sumatera Barat. Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas
Indonesia, 1(3), pp. 581-589.
Untung, K. 2006. Pengantar Pengendalian Hama Terpadu Edisi Kedua. Yogyakarta:
UGM press.

Van Emden, H.F. 1991. Plant diveNity and natural enemy efficiency inecosystems.
Pages 63 - 80 in: Mackkaue, M., L.E. Ehte. & J. Roland, eds.Critical Issws in
Biological Control. Alheneum Press. Creat Brilain.

Yaherwandi, S. Manurwoto, D. Buchori, P. Hidayat, dan L.B. Prasetyo.


2007.Keanekaragaman hymenoptera parasitoid pada struktur landskap
pertanianberbeda di daerah aliran sungai (DAS) Cianjur, Jawa Barat. Jurnal
HPTTropika. 1 (1): 10-20.

Yusniar, L. 2005. Peranan Keanekaragaman Hayati Artropoda sebagai Musuh Alami


pada Ekosistem Padi Sawah. Jurnal Penelitian, 3(3), pp. 16-24.

You might also like