You are on page 1of 50

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mata merupakan salah satu organ indra manusia yang mempunyai


fungsi yang sangat besar. Penyakit mata seperti kelainan-kelainan refraksi
sangat membatasi fungsi tersebut. Ada tiga kelainan refraksi, yaitu: miopia,
hipermetropia, astigmatisme, atau campuran kelainan-kelainan tersebut.
Diantara kelainan refraksi tresebut, miopia adalah yang paling sering
dijumpai, kedua adalah hipermetropia, dan yang ketiga adalah astigmatisma
(Ilyas, 2007).
Mata adalah alat indera kompleks yang berevolusi dari bintik-bintik
peka sinar yang primitive pada permukaan invertebrate. Di dalam wadahnya
yang protektif, setiap mata memiliki lapisan reseptor, sistem lensa yang yang
memfokuskan cahaya ke reseptor tersebut, serta sistem saraf yang
menghantarkan implus dari reseptor ke otak (Ganong, 2008).
Sedangkan pada gangguan penglihatan ada beberapa macam
gangguan antara lain myopia, hipermetropi dan astigmatisme. (Ilyas, 2007).

Menurut WHO (2008) Miopia merupakan salah satu gangguan mata


yang mempunyai prevalensi yang tinggi. Kejadian miopia semakin lama
semakin meningkat dan diestimasikan bahwa separuh dari penduduk dunia
menderita miopia pada tahun 2020.

Miopia yang merupakan kelainan rekfraksi dapat menyebabkan


kebutaan jika tidak dilakukan tindakan dengan segera. World Health
Organization (WHO), memperkirakan terdapat 45 juta penderita kebutaan di
dunia, di mana sepertiganya berada di Asia Tenggara. Diperkirakan 12 orang
menjadi buta tiap menit di dunia, dan 4 orang di antaranya berasal dari Asia

1
Tenggara, sedangkan di Indonesia diperkirakan setiap menit ada satu orang
menjadi buta. Sebagian besar orang buta (tunanetra) di Indonesia berada di
daerah miskin dengan kondisi sosial ekonomi lemah.

astigmatisma pada anak-anak dan remaja menemukan bahwa


prevalensi astigmatisma sedikitnya 28% pada usia 5-17 tahun di Amerika
Serikat. Penelitian pada populasi antara 5-17 tahun di beberapa negara
menemukan bahwa prevalensi astigmatisma juga bervariasi. Di India
prevalensinya antara 3%-7%, di Cina 6%, dan di Australia5%. Di Amerika
prevalensi astigmatisma pada populasi dewasa sekitar 20% dan lebih tinggi
pada pria. Prevalensi hyperopia sekitar 10% pada penduduk Amerika
Serikat dan meningkat seiring bertambahnya usia.

Tabel 1. Perhitungan Jumlah Penduduk dengan Kebutaan dan Severe Low Vision Tahun 2013

Sumber: Riskesdas 2013, diolah oleh Pusdatin Kementerian Kesehatan

2
Tabel 2. Prevalensi Kebutaan dan Severe Low Vision Menurut Jenis Kelamin Tahun 2013

Sumber: Riskesdas 2013, diolah oleh Pusdatin Kementerian Kesehatan

1.2 Terapi Untuk Gangguan Penglihatan

Gambar 1.2 Kaca mata cekung untuk miopia

Penanganan pada miopi dengan menggunakan lensa cekung atau


lensa negatif. Kelainan ini dapat dikoreksi dengan kacamata lensa bikonkaf,
yang membuat berkas cahaya sejajar sedikit berdivergensi sebelum masuk
ke mata (Ganong, 2008).

3
Tindakan medis lanjutan untuk rabun jauh dapat meliputi Bedah
retraktif yaitu salah satu bentuk tindakan medis permanen atau biasa disebut
operasi laser mata. Tindakan dari prosedur ini bertujuan untuk membentuk
ulang kornea mata agar dapat memfokuskan cahaya ke retina secara normal.

Sedangkan pada kasus hipermetropi, kelainan ini dapat diperbaiki


dengan menggunakan kacamata lensa konveks, yang membantu daya
pembiasan mata dalam memprpendek jarak focus (Ganong, 2008)

Pada pasien dengan hipermetropia maka diebrikan kacamata sferis


positif terkuat atau lensa positif terbesar yang masih memberikan tajam
penglihatan yang maksimal. Pada pasien dengan +3.0 dan +3.25 maka
diberikan kacamata +3.25, hal ini untuk memberikan istirahat pada mata.
(Ilyas, 2007)

Gambar 1.3 Kaca mata untuk hipermetropi

Sedangkan pada Astigmatisme biasanya dapat diperbaiki dengan


lensa silinder yang ditempatkan sedemikian sehingga lensa tersebut
menyamakan refraksi di semua meridian (Ganong, 2008).

4
1.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi fisiologi mata?
2. Apa yang dimaksud dengan miopi, hipermetropi dan astigmatisme?
3. Apa saja faktor penyebab miopi, hipermetropi dan astigmatisme?
4. Apa saja tanda dan gejala pada miopi, hipermetropi dan
astigmatisme?
5. Bagaimana penata laksanaan pada klien miopi, hipermetropi dan
astigmatisme?
6. Bagaimana asuhan keperawatan terhadap klien yang mengidap miopi,
hipermetropi dan astigmatisme?

1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui bagaimana asyhan keperawatan terhadap klien
dengan miopia, hipermetropi, dan astigmatisme

1.4.2 Tujuan Umum

1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi mata


2. Untuk mengetahui pengertian dari miopi, hipermetropi dan
astigmatisme
3. Untuk mengetahui factor penyebab miopi, hipermetropi dan
astigmatisme
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala pada miopi, hipermetropi dan
astigmatisme
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada klien miopi, hipermetropi
dan astigmatisme
6. Untuk mengetahui asuhan keperawatan terhadap klien yang mengidap
miopi, hipermetropi dan astigmatisme

5
1.5 Manfaat

1.5.1 Bagi Responden

Diharapkan tugas makalah ini agar responden bisa lebih berhati-hati


lagi akan penyakitnya agar tidak bertambah parah.

1.5.2 Bagi Rumah Sakit

Diharapkan tugas makalah ini manfaat yang didapat bagi rumah sakit
yaitu menambah referensi atau informasi tentang penyakit mata miopi,
hipermetropi dan astigmatisme.

1.5.3 Bagi Lembaga

Diharapkan tugas makalah ini manfaat yang didapat bagi lembaga


yaitu menambah informasi atau pengetahuan tentang penyakit mata.
Agar tugas makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca di lembaga
tersebut.

1.5.4 Bagi Sesama Profesi

Diharapkan tugas makalah ini manfaat yang didapat bagi sesama


profesi sebagai perawat menambah wawasan bahwa penyakit mata
miopi, hipermetropi dan astigmatisme ini penyembuhannya tidak
hanya di lakukan dengan pengobatan medis saja.

1.5.5 Bagi Keluarga Pasien

Diharapkan tugas makalah ini manfaat yang didapat bagi keluarga


pasien yaitu agar keluarga pasien bisa berhati-hati akan kesehatannya
dan menjaga kesehatan mata mereka agar tidak seperti pasien miopi,
hipermetropi dan astigmatisme tersebut. Kemudian keluarga pasien

6
bisa mengetahui bagaimana cara menangani pola makan, pola hidup
pasien saat berada dirumah tanpa pengawasan dokter atau perawat.

1.5.6 Bagi Masyarakat

Diharapkan tugas makalah ini manfaat yang didapat bagi masyarakat


yaitu agar masyarakat lebih berhati-hati akan pola hidup dan pola
makan karena sangat berpengaruh terhadap kesehatan. Agar
masyarakat bertambah wawasan tentang penyakit mata mipi,
hipermitropi dan astigmatisme.

1.5.7 Bagi peneliti yang akan datang

Diharapkan tugas makalah ini manfaat yang didapat bagi peneliti yang
akan datang yaitu penelitian yang dilakukan dapat bermanfaat untuk
menambah wawasan dalam memecahkan suatu masalah baik, bagi
para peneliti maupun orang-orang atau instansi yang menerapkan
hasil penelitian tersebut

1.5.8 Bagi Dinas Kesehatan

Diharapkan tugas makalah ini manfaat yang didapat bagi dinas


kesehatan yaitu dapat membantu untuk memberikan rekomendasi
bagi suatu kebijakan atau program yang akan dicanangkan oleh
sebuah dinas atau instansi maupun kelompok masyarakat. Dimana hal
tersebut dapat meningkatkan kinerja dari para pelaksana penelitian.

7
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi Mata


Mata adalah suatu bola berisi cairan yang terbungkus oleh tiga lapisan
jaringan khusus (Sherwood, 2011).
Mata adalah indra penglihatan. Mata dibentuk untuk menerima
rangsangan berkas-berkas cahaya pada retina, lantas dengan perantara
serabut-serabut nervus optikus mengalihkan rangsangan ini ke pusat
penglihatan paada otak untuk ditafsirkan (Pearce, 2011).

Gambar 2.1 Anatomi Mata

Mata menagkap pola iluminasi dalam lingkungan sebagai suatu


gambaran optik pada sebuah sel-sel peka cahaya, yaitu retina, seperti
kamera menangkap bayangan pada film. Seperti film dicuci cetak untuk
menghasilkan gambar yang mirip dengan bayangan asli, demikian juga
bayangan diretina disalurkan melalui serangkaian pengolahan visual yang
kompleks sampai akhirnya secara sadar dipresepsikan sebagai gambar yang
mirip dengan gambar asli (Sherwood, 2011).

8
2.1.1 Bagian-bagian pada mata

Umumnya mata dilukiskan sebagai bola, tetapi sebetulnya lonjong dan


bukan bulat seperti bola. Bola mata mempunyai garis menengah kira-kira
2,5cm, bagian depannya bening serta terdisi atas 3 lapisan:

1. Lapisan luar, fibrus, yang merupakan lapisan penyangga


2. Lapisan tengah, vaskuler
3. Lapisan dalam, lapisan saraf

Ada 6 otot penggerak mata, 4 diantaranya lurus, sementara 2 yang lain


agak serong. Otot-otot ini terletak disebelah dalam orbita, dan bergerak dari
dinding tulang orbita untuk dikaitkan pada pembungkus sklerotik mata
sebelah belakang kornea. Otot-otot lurus terdiri atas otot rektus mata
superior, inverior, medial, dan lateral. Otot-otot ini menggerakkan mata ke
atas, ke bawah, ke dalam, dan ke sisi luar bergantian (Pearce,2011)

Otot-otot oblik adalah otot inverior dan superior. Otot oblik superior
menggerakkan mata ke bawah dan ke sisi luar, sementara otot oblik inverior
menggerakkan mata ke atas dan juga ke sisi luar. Mata bergerak serentak,
dalam arti kedua mata bergerak bersamaan ke kanan atau ke kiri, ke atas
atau ke bawah, dan seterusnya. Serabut-serabut saraf yang melayani otot-
otot ini adaalah nervi motores okuli, yaitu saraf cranial ke 3, ke 4, dan ke 6
(Pearce, 2011).

Lapisan protektif di luar bola mata, sklera, mengalami modifikasi di bagian


anterior untuk mebentuk kornea yang transparan, tempat masuknya berkas
cahaya ke mata. Di bagian dalam sklera terdapat koroid, lapisan yang
mengandung banyak pembuluh darah yang memberi asupan kepada
struktur-struktur dalam bola mata. Lapisan di dua pertiga posterior koroid
adalah retina, jaringan saraf yang mengandung sel reseptor (Ganong, 2008).

9
Gambar 2.2 Anatomi Bola Mata

Lensa adalah struktur jernih yang dipertahankan di tempatnya oleh


ligamentum lensa (zonula) sirkular. Zonula melekat ke bagian anterior koroid
yang menebal, badan siliaris. Di depan lensa terdapat iris yang yang
berpigmen, yaitu bagian mata yang berwarna. Iris mengandung serabut-
serabut otot sirkular yang yang mengecilkan dan serabut-serabut radial yang
melebarkan pupil. Variasi pada diameter pupil dapat menghasilkan
perubahan jumlah cahaya yang menncapai retina sampai lima kali lipat.

Ruang diantara lensa dan retina sebagian diisi oleh cairan gelatinosa
jernih yang disebut vitreosa (vitreous humor), yang berguna untuk memberi
nutrisi ke kornea dan lensa, dihasilkan di badan siliaris melalui difusi dan
transpor aktif plasma. Cairan ini mengalir melalui pupil dan mengisi ruang
anterior mata. Cairan ini dalam keadaan normal deserap kembali melalui
jaringan trabekula ke dalam kanal schleem, yakni saluran venosa pada
sambungan antara iris dan kornea. Sumbatan pada saluran keluar ini akan
menyebabkan peningkatan tekanan intraokular dan bisa menyebabkan
glaukoma memburuk (Ganong, 2008).

10
Gambar 2.3 retina

Retina adalah lapisan saraf pada mata. Retina meluas ke arterior hampir
mencapai badan silaris. Struktur ini tersusun dalam 10 lapisan dan
mengandung sel batang (rods) dan sel kerucut (cones), Semuanya termasuk
dalam kontruksi retina, yang merupakan jaringan saraf halus yang
mengantarkan impuls saraf dari luar menuju diskusoptik, yang merupakan
titik tempat saraf optic meninggalkan biji mata. Titik ini disebut bintik buka
karena tidak mempunyai retina, bagian yang paling peka pada retina adalah
macula, yang terletak tepat eksternal terhadap diskus optic, persis
berhadapan dengan pusat pupil (pearce, 2011). Ditambah empat jenis
neuron: sel bipolar, sel ganglion, sel horizontal, dan sel amakrin. Sel batang
dan kerucut, yang terletak di samping koroid; bersinaps dengan sel bipolar,
dan sel bipolar bersinaps dengan sel ganglion. Berdasarkan morfologi dan
fungsinya, terdapat sekitar 12 jenis sel bipolar (Ganong, 2008).

11
Gambar 2.4 sel batang dan sel kerucut

Sel batang diberi nama demikian karena segmen Luarnya tampak tipis
dan seperti batang. Sel kerucut umumnya memiliki segmen dalam yang tebal
dan segmen luar seperti kerucut, walaupun morfologinya bervariasi dari satu
bagian retina ke bagian lainnya.

Gambar 2.5 sel batang dal sel kerucut

12
gambar 2.6 bagian-bagian mata

Jika kita teliti bagian–bagian mata, akan terlihat bagian-bagian berikut:

1. Alis adalah dua potong kulit tebal melengkung yang ditumbuhi bulu, alis
dikaitkan pada otot-otot sebelah bawahnya sertaberfungsi melindungi
mata dari sinar matahari yang terlalu terik.
2. Kelopak mata merupakan 2 lempengan, yaitu lempeng karsal yang terdiri
atas jaringan vibrus yang sangat padat, serta dilapisi kulit dan dibatasi
konjungtiva. Jaringan dibawah kulit ini tidak mengandung lemak. Kelopak
mata atas lebih besar daripada kelopak mata bawah, serta digerakkan ke
atas oleh otot levator palpebrae. Kelopak-kelopak itu ditutup oleh otot-
otot melingkar, yaitu muskulus orbikularis okuli. Bulul mata dikaitkan
pada pinggiran kelopak mata, serta melindungi mata dari debu dan
cahaya.
3. Konjungtiva adalah selaput lendir yang melapisi sisi dalam kelopak mata,
serta menutupi bagian depan sclera. Selaput itu bersambung dengan
selaput lendir yang melapisi saluran mata, kantong air mata dan juga
bersambung dengan saluran naso-lakrimal.

13
4. Sclera adalah pembungkus yang kuat dan vibrus. Sclera membentuk
putih mata dan bersambung pada bagian depan dengan sebuah jendela
membrane yang bening,yaitu kornea. Sclera melindungi struktur mata
yang sangat halus, serta membantu mempertahankan bentuk biji mata.
5. Koroid atau lapisan tengah berisi pembuluh darah, yang merupakan
ranting-ranting arteria oftalmika, cabang dari arteria karotis interna.
Lapisan vaskuler ini membentuk iris yang berlubang di tengahnya, atau
yang disebut pupil (manik) mata.
6. Retina adalah lapisan saraf pada mata, yang terdiri atas sejumlah lapisan
serabut, yaitu sel-sel saraf, batang-batang, dan kerucut (). Semuanya
termasuk
7. Kornea, merupakan bagian depan yang transparan dan bersambung
dengan sclera yang putih dan tidak tembus cahaya. Kornea terdiri atas
beberapa lapisan. Lapisan putih adalah epithelium yang bersambung
dengan konjugtiva.
8. Bilik anterior (kamera okuli anterior), yang terletak antara kornea dan iris.
9. Iris adalah tirai berwarna didepan lensa yang bersambung dengan
selaput koroid. Iris berisi 2 kelompok serabut otok tak sadar atau otot
polos kelompok yang satu mengecilkan ukuran pupil, sementara
kelompok yang lain melebarkan ukuran pupil itu.
10. Pupil bintik tengah berwarna hitam yang merupakan celah dalam iris,
tempat cahaya masuk guna mencapai retina.
11. Bilik posterior (kamera okuli posterior) terletak diantara iris dan lensa.
Baik bilik anterior maupun bilik posterior di isi dengan akueus humor.
12. Akueus humor. Cairan ini berasal dari korpus siliare dan diserap kembali
kedalam aliran darah pada suatu sudut antara iris dan kornea melalui
vena halus yang dikenal sebagai saluran schlemm.
13. Lensa adalah sebuah benda transparan bikonveks (cembung depan
belakang) yang terdiri atas beberapa lapisan. Lensa terletak persis
dibelakang iris. Membrane yang dikenal sebagai ligamentum

14
suspensorium terdapat didepan maupun dibelakang lensa itu, yang
berfungsi mengaitkan lensa itu pada korpus siliare. Bila ligamentum
suspensorium mengendur, lensa mengerut dan menebal sebaliknya bila
ligament menegang lensa menjadi gepeng. Mengendur lensa
dikendalikan kontraksi otot siliare.
14. Vitreus humor. Darah sebelah belakang biji mata, mulai dari lensa hingga
retina, diisi cairan penuh albumen berwarna keputih-putihan seperti agar-
agar, yaitu vitreus humor. Vitreus humor berfungsi memberi bentuk dan
kekokohan pada mata, serta mempertahankan hubungan antara retina
dan selaput koroid dan sklerotik.

(Pearce, 2011)

15
2.2 Proses Penglihatan

Gambar 2.7 proses penghilatan

Proses penglihatan normal terjadi melalui 5 tahap yaitu 1) refraksi


berkas cahaya yang memasuki mata; 2) memfokus bayangan pada retina
melalui akomodasi; 3) mengubah gelombang cahaya menjadi impuls saraf; 4)
mengolah aktivitas saraf dalam retina yang diteruskan melalui Nervus
Optikus; dan 5) mengolah impuls saraf itu di otak. Berkas cahaya yang
memasuki mata harus melalui beberapa media refraksi, yaitu kornea, humor
akueus, lensa mata, dan korpus vitreus. (Tambayong,2000)

Sebuah bayangan tertangkap (tertangkap mata), berkas-berkas


cahaya benda yang di lihat menembus kornea, akueus humor, lensa, dan
bagan vitreus guna merangsang ujung-ujung syaraf dalam retina.
Rangsangan yang diterima retina bergerak melalui traktur optikus menuju
daerah visual dalam otak, untuk ditafsirkan kedua daerah visual menerima
berita dari kedua mata, sehingga menimbulkan lukisan dan bentuk. (Pearce,
2011)

16
Sebelah dalam tepi retina terdapat lapisan-lapisan batang-batang dan
kerucut-kerucut yang merupakan sel-sel penglihat khusus yang peka
terhadap cahaya. Sela-sela berupa lingkaran yang terdapat diantaranya
disebut granula. Ujung proksimal batang-batang dan kerucut-kerucut itu
membentuk sinapsis (penghubung) pertama dengan lapisan sel di polar
dalam retina. Proses kedua yang dilakukan sel-sel itu adalah membentuk
sinapsis kedua dengan sel-sel ganglion besar, juga dalam retina. Akson-
akson sel-sel ini merupakan serabut-serabut dalam nervus optiku. Serabut-
serabut saraf ini bergerak ke belakang, mula-mula mencapai pusat yang lebih
rendah dalam badan-badan khusus thalamus, lantas akhirnya mencapai
pusat visual khusus dalam lobus oksipitalis otak, tempat penglihatan
ditafsirkan. (Pearce, 2011).

Gambar 2.8 perbandingan antara mata normal dengan miopi dan hipermetropi

17
Proses visual dimulai saat cahaya memasuki mata, terfokus pada
retina dan menghasilkan sebuah bayangan yang kecil dan terbalik. Ketika
dilatasi maksimal, pupil dapat dilalui cahaya sebanyak lima kali lebih banyak
dibandingkan ketika sedang konstriksi maksimal. Diameter pupil ini sendiri
diatur oleh dua elemen kontraktil pada iris yaitu papillary constrictor yang
terdiri dari otot-otot sirkuler dan papillary dilator yang terdiri dari sel-sel
epitelial kontraktil yang telah termodifikasi. Sel-sel tersebut dikenal juga
sebagai myoepithelial cells (Saladin, 2006).

Jika sistem saraf simpatis teraktivasi, sel-sel ini berkontraksi dan


melebarkan pupil sehingga lebih banyak cahaya dapat memasuki mata.
Kontraksi dan dilatasi pupil terjadi pada kondisi dimana intensitas cahaya
berubah dan ketika kita memindahkan arah pandangan kita ke benda atau
objek yang dekat atau jauh. Pada tahap selanjutnya, setelah cahaya
memasuki mata, pembentukan bayangan pada retina bergantung pada
kemampuan refraksi mata (Saladin, 2006).

2.3 Gangguan Penglihatan

Gangguan pada mata atau kelainan refraksi adalah akibat kerusakan


pada akomodasi visual, entah itu sebagai akibat perubahan biji mata,
maupun kelainan pada lensa. (Pearce, 2011)

Kelainan refraksi mata atau refraksi anomali adalah keadaan dimana


bayangan tegas tidak dibentuk pada retina tetapi di bagian depan atau
belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan
refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia, dan astigmatisma (Ilyas,
2007).

18
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh
dataran depan dan kelengkungan kornea serta panjangnya bola mata.
Kornea mempunyai daya pembiasan sinar terkuat dibanding media
penglihatan mata lainnya. Lensa memegang peranan terutama pada saat
melakukan akomodasi atau bila melihat benda yang dekat. Panjang bola
mata seseorang berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh
kornea (mendatar, mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih
panjang, lebih pendek) bola mata, maka sinar normal tidak dapat terfokus
pada makula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia (Ilyas, 2007).

2.4 Gangguan Penglihatan Miopi

2.4.1 Pengertian Miopi

Miopi (dari bahasa Yunani: myopia "penglihatan-dekat) atau rabun


jauh adalah sebuah kerusakan refraktif mata di mana citra yang dihasilkan
berada di depan retina ketika akomodasi dalam keadaan santai. Miopi dapt
terjadi karena bola mata yang terlalu panjang atau karena kelengkungan
kornea yang terlalu besar sehingga cahaya yang masuk tidak difokuskan
secara baik dan objek jauh tampak buram.

Gambar 2.9 titik bayangan pada miopi

19
Menurut Fauziah, Hidayat, dan Julizar (2014), miopia adalah suatu
keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar yang berlebihan
sehingga sinar sejajar yang datang dibiaskan di depan retina (bintik kuning).

Miopia atau rabun jauh dikarenakan anteroposterior bola mata yang


terlalu panjang (Ganong, 2008).

2.4.2 Etiologi Miopi

Pada miopia karena bola mata terlalu panjang atau lensa teralu kuat,
maka sumber cahaya dekat dibawa ke retina tanpa akomodasi (meskipun
akomodasi dalam keadaan normal digunakan unuk melihat benda dekat),
sementara sumber cahaya jauh terfokus di depan retina dan tampak kabur
(Sherwood, 2011)

Faktor yang mempengaruhi miopia adalah aktivitas melihat dekat .


Adanya kemajuan teknologi dan telekomunikasi. Faktor gaya hidup
mendukung tingginya akses terhadap visual yang ada apabila tidak disertai
pengawasan terhadap jarak lihat yang terlalu dekat serta istirahat yang
kurang dapat meningkatkan terjadinya miopia (Sahat, 2006)

Miopia dikatakan bersifat genetik. Apabila salah satu atau kedua orang
tua memiliki miopia maka 35% turunannya akan mengalami miopia. Selain itu
stress visual seperti mata kelelahan juga dapat menjadi faktor resiko miopia.

2.4.3 Patofisiologi

Miopia aksial karena sumbu aksial mata lebih panjang dari normal.
Miopia kurvatura karena kurvatura kornea atau lensa lebih kuat dari normal.
Miopia indeks karena indeks bias mata lebih tinggi dari normal.

20
2.4.4 Gejala klinis

1. Gejala utamanya kabur mellihat jauh.


2. Sakit kepala (jarang)
3. Cenderung memincingkan mata bila melihat jauh.
4. Suka membaca dalam jarak dekat

2.4.5 Diagnosis/ cara pemeriksaan

Refraksi subyektif

Metode “trial and error” :

1. Jarak pemeriksaan 6 meter/ 5 meter/ 20 feet.


2. Digunakan kartu snellen yang diletakkan setinggi mata penderita.
3. Mata diperiksa satu persatu.
4. Ditentukan visus/ tajam penglihatan masing-masing mata
5. Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis negative.

Refraksi obyektif:

1. Retinoskopi: dengan lensa kerja ..+ 2.00, pemeriksaan mengamati


refleksi fundus yang bergerak berlawanan dengan arah gerakan
retinoskop (against movement) kemudian dikoreksi dengan lensa
sferis negative sampai tercapai netralisasi.
2. Autorefraktometer (computer)

2.4.6 Penatalaksanaan

1. Kacamata
Koreksi dengan lensa sferis negative terlemah yang menghasilkan
tajam penglihatan terbaik.
2. Lensa kontak
Untuk: anisometropia

21
3. Bedah refraktif
a. Bedah refraktif kornea: tindakan untuk merubah kurvatura
permukaan anterior kornea (excimer laser, operasi lasik)
b. Bedah refraktif lensa: tindakan ekstraksi lensa jernih, biasanya
diikuti dengan implantasi lensa intraokuler.

2.4.7 Komplikasi

1. Ablasio retina terutama pada miopi tinggi.


2. Strabismus
a. Esotropia bila miopia cukup tinggi bilateral.
b. Exotropia pada miopia dengan anisometropia.
3. Amblyopia terutama pada miopia dan anisometropia.

2.5 Gangguan Penglihatan Hipermetropi

2.5.1 Pengertian Hipermetropi

Hipermetropi atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan


kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan
sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina. Pada hipermetropi sinar
sejajar difokuskan di belakang macula lutea (Ilyas,2007).

Pada hipermetropi bola mata terlalu pendek atau lensa terlalu lemah
benda jauh difokuskan di retina hanya dengan akomodasi, sedangkan benda
dekat terfokus di belakang retina bahkan dengan akomodasi oleh karena itu
tampak kabur (Sherwood, 2011).

Hipermetropi atau rabun dekat karena bola mata yang berukuran lebih
pendek daripada ukuran normal dan berkas cahaya yang sejajar difokuskan
di belakang retina akan menyebabkan akomodasi yang terus menerus
sehingga akan menimbulkan kelelahan dan dapat menyebabkan nyeri kepala
dan semakin mengaburkan pandangan.

22
Gambar 2.10 gambar hipermetropi dengan koreksi lensa cembung

2.5.2 Etiologi Hipermetropi

Hipermetropi dapat disebabkan:

1. Hipermetropi sumbu atau aksial merupakan kelainan refraksi akibat


bola mata pendek, atau sumbu arteroposterior yang pendek
2. Hipermetropi kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa
kurang sehingga bayangan difokuskan di belakang retina
3. Hipermetropi refraktif, dimana terdapat indeks bias kurang pada sistem
optik mata (Ilyas, 2007)

2.5.3 Patofisiologi

Hipermetropia aksial karena sumbu aksial mata lebih pendek dari


normal. Hipermetropia kurvatura karena kurvatura kornea atau lensa lebih
lemah dari normal. Hipermrtropia indeks karena indeks bias mata lebih
rendah dari normal.

23
2.5.4 Gejala klinis

1. Penglihatan jauh kabur, terutama pada hipermetropi 3 D atau lebih,


hipermetropia pada orang tua di mana amplitude akomodasi menurun.
2. Penglihatan dekat kabur lebih awal, terutama bila lelah, bahan cetakan
kurang terang atau penerangan kurang.
3. Sakit kepala terutama daerah depan dan makin kuat pada
penggunaan mata yang lama dan membaca dekat.
4. Penglihatan tidak enak (asthenopia akomodatif = eye strain) terutama
bila melihat pada jarak yang tetap dan diperlukan penglihatan jelas
pada jangka waktu yang lama, misalnya menonton TV, dll.
5. Mata sensitif terhadap sinar.
6. Spasme akomodasi yang dapat menimbulkan pseudomiopia.
7. Perasaan mata juling karena akomodasi yang berlebihan akan diikuti
konvergensi yang berlebihan pula.
2.5.5 Klasifikasi

Berdasarkan besar kelainan refraksi, dibagi:

1. Hipermetropia ringan: ∫ + 0.25 s/d ∫ + 3.00


2. Hipermetropia sedang: ∫ + 3.25 s/d + 6.00
3. Hipermetropia berat: ∫ + 6.25 atau lebih

Berdasarkan kemampuan akomodasi, dibagi:

1. Hipermetropi latent: kelainan hipermetropik yang dapat dikoreksi


dengan tonus otot siliaris secara fisiologis, di mana akomodasi masih
aktif.
2. Hipermetropi manifest, dibagi:
a. Hipermetropia manifest fakultatif: kelainan hipermetropik yang
dapat dikoreksi dengan akomodasi sekuatnya atau dengan lensa
sferis positif.

24
b. Hipermetropi manifest absolut: kelainan hipermetropik yang tidak
dapat dikoreksi dengan akomodasi sekuatnya.
3. Hipermetropi total:
Jumlah dari hipermetropia latent dan manifest.

2.5.6 Diagnosis

Refraksi subyektif

Metoda “trial and error”

1. Jarak pemeriksaan 6 meter/ 5 meter/ 20 feet dengan menggunakan


kartu snellen yang diletakkan setinggi mata penderita.
2. Mata diperiksa satu persatu.
3. Ditentukan visus/tajam penglihatan masing-masing mata.
4. Pada dewasa dan visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis positif.
5. Pada anak-anak dan remaja dengan visus 6/6 dan keluhan asthenopia
akomodativa dilakukan tes sikloplegik, kemudian ditentukan
koreksinya.

Refraksi obyektif

1. Retinoskop
Dengan lensa kerja ∫ + 2.00, pemeriksa mengamati refleksi fundus
yang bergerak searah gerakan retinoskop (with movement), kemudian
dikoreksi dengan lensa sferis positif sampai tercapai netralisasi.
2. Autorefraktometer.

2.5.7 Penatalaksanaan

1. Kacamata
Koreksi dengan lensa sferis positif terkuat yang menghasilkan tajam
penglihatan terbaik

25
2. Lensa kontak
Untuk: anisometropia dan hipermetropia

2.5.8 Komplikasi

1. Glaucoma sudut tertutup.


2. Esotropia pada hipermeropi > 2.0 D
3. Amblyopia terutama pada hipermetropia dan anisotropia.
Hipermetropia merupakan penyebab tersering amblyopia pada anak
dan bisa bilateral.

2.6 Gangguan Penglihatan Astigmatisme

2.6.1 Pengertian astigmatisme

Astigmatisme adalah Keadaan kelengkungan kornea yang tidak


merata,. Jika kelengkungan di satu meridian berbeda dengan kelengkungan
di meridian lain, berkas cahaya di meridian tersebut akan dibelokkan ke focus
yang berbeda sehingga bayangan retina dibagian tersebut menjadi kabur
(Ganong, 2008)

Gambar 2.11 perbandingan antara mata normal dengan astigmatisme

26
Pada astigmatisme berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik
dengan tajam pada retina akan tetapi pada 2 titik yang paling tegak lurus
yang terjadi akibat kelainan kelengkungan di kornea. Pada astigmatisme
lengkungan jari-jari pada satu meridian kornea lebih panjang daripada jari-
jari meridian yang tegak lurus padanya (Ilyas,2007)

2.6.2 Etiologi Astigmatisme

Penyebab tersering astigmatisme adalah kelainan bentuk kornea.


Pada sebagian kecil dapat pula disebabkan kelainan lensa. Pada umumnya
astigmatisme bersifat menurun, beberapa orang dilahirkan dengan kelainan
bentuk anatomi kornea yang menyebabkan gangguan penglihatan dapat
memburuk seiring bertambahnya waktu. Namun astigmatisme juga dapat
disebabkan karena trauma pada mata sebelumnya yang menimbulkan
jaringan parut pada kornea, dapat juga karena jaringan parut bekas operasi
pada mata sebelumnya atau dapat pula disebabkan oleh keratokonus
(Vaughan, 2009).

Selain itu daya akomodasi mata tidak dapat mengkonpensasi kelainan


astigmatisme karena pada akomodasi, lekung lensa mata tidak berubah
sama kuatnya di semua bidang. Dengan kata lain, kedua bidang memerlukan
koreksi derajat akomodasi yang berbeda, sehingga tidak dapat dikoreksi
pada saat bersamaan tanpa dibantu kacamata (Ilyas, 2007).

2.6.3 Patofisiologi

Penyebab tersering dari astigmatisme adalah kelainan bentuk kornea.


Pada sebagian kecil dapat pula disebabkan kelainan lensa.

27
2.6.4 Klasifikasi

Bentuk astigmatisme menurut menurut Ilyas (2009) dibagi menjadi 2,


yaitu:

1. Astigmatisme Reguler
Astigmatisme dikategorikan regular jika meridian-meredian utamanya
(meridian dimana terdapat terdapat daya bias terkuat dan terlemah di
sistem optis bolamata), mempunyai arah yang saling tegak lurus
2. Astigmatisme Ireguler
Pada bentuk ini didapatkan titik focus yang beraturan/tidak saling
tegak lurus. Penyebab tersering adalah kelainan kornea seperti sikatrik
kornea, keratokonus. Bisa juga disebabkan kelainan lensa seperti
katarak imatur.

2.6.5 Diagnosis

Refraksi subyektif

Metoda “Trial and error”

1. Jarak pemeriksaan 6 meter/ 5 meter/ 20 feet dengan menggunakan


kartu snellen yang diletakkan setinggi mata penderita.
2. Mata diperiksa satu persatu.
3. Ditentukan visus/ tajam penglihatan masing-masing mata
4. Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa silinder negative atau positif
dengan aksis diputar 0° sampai 180°. Kadang-kadang perlu
dikombinasi dengan lensa sferis negative atau positif.

Refraksi obyektif

1. Retinoskopi: dengan lensa ∫ + 200, pemeriksa mengamati refleksi


fundus, bila berlawanan dengan gerakan retinoskop (against
movement) dikoreksi dengan lensa sferis negative, sedangkan bila

28
searah dengan gerakan retinoskop (with movement) dikoreksi dengan
lensa sferis positif. Meridian yang netral lebih dulu adalah komponen
sferisnya. Meridian yang belum netral dikoreksi dengan lensa silinder
positif sampai tercapai netralisasi. Hasil akhirnya dilakukan transposisi.
2. Autorefraktometer .

2.6.6 Penatalaksanaan

1. Astigmatisme regular, diberikan kacamata sesuai kelainan yang


didapatkan, yaitu dikoreksi dengan lensa silinder negative atau positif
dengan atau tanpa kombinasi lensa sferis.
2. Astigmatisme irregular, bila ringan bisa dikoreksi dengan lensa kontak
keras, tetapi bila berat bisa dilakukan rtansplantasi kornea.

29
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.1.1 Pengumpulan data
1. Data Demograf
a. Biodata, meliputi :
Nama, Usia, Jenis kelamin, Alamat, Suku / bangsa, Status pernikahan,
Agama / keyakinan, Pekerjaan, perlu dikaji terutama pada pekerjaan
yang memerlukan pengelihatan ekstra dan pada pekerjaan yang
membutukan kontak dengan cahaya yang terlalu lama, seperti operator
computer, perarasi jam. Diagnosa medik, No. medical record, Tanggal
masuk, Tanggal pengkajian.
b. Penanggung jawab, meliputi :
Nama, Usia, Jenis kelamin, Pekerjaan, Hubungan dengan klien.

3.1.2Riwayat Kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
Pandangan atau pengelihatan kabur, kesulitan memfokuskan
pandangan, epifora, pusing, sering lelah dan mengantuk, pada klien
myopia terdapat astenopia astenovergen dan pada hyperopia terjadi
astenopia akomodasi yang menyebabkan klien lebih sering istirahat.
2. Riwayat kesehatan lalu
Pada myopia mungkin terdapat retinitis sentralis dan ablasio retina,
sedangkan pada astigmatisme didapatkan riwayat kerakotonus dan
keratektisia. Kaji pula adanya difisit vitamin A yang dapat
mempengaruhi sel batang dan krucut serta produksi akueus humor dan
kejernihan kornea.
a. Adakah riwayat masalah penglihatan sebelumnya?
b. Adakah riwayat diabetes melitus?
c. Adakah riwayat hipertensi?

30
d. Adakah riwayat penyakit neurologis?
e. Pernahkah pasien menjalani terapi mata tertentu (misalnya laser)
3. Riwayat kesehatan keluarga
Umumnya didapatkan riwayat penyakitdiabetes militus dan pada
myopia aksialis didapatkan factor herediter
3.1.3 Pemeriksaan fisik
1. Pada miopi pemeriksaan dilakukan guna mengetahui derajat lensa
negatif yang diperlukan untuk memperbaiki tajam penglihatan
sehingga tajam penglihatan menjadi normal atau tercapai tajam
penglihatan terbaik. Mata miopi mempunyai daya lensa positif yang
lebih sehingga sinar yang sejajar atau datang dari tidak terhingga
difokuskan di depan retina.Lensa negatif menggeser bayangan benda
ke belakang sehingga dapat diatur tepat jatuh pada retina.
2. Alat antara lain; bingkai percobaan dan sebuah set lensa coba
3. Teknik :
a. Pasien duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter
b. Pada mata dipasang bingkai percobaan
c. Satu mata ditutup
d. Pasien diminta membaca kartu Snellen mulai huruf terkecil yang
masih dibaca
e. Lensa negatif terkecil dipasang pada tempatnya dan bila tajam
penglihatan menjadi lebih baik ditambah kekuatannya perlahan-
lahan hingga dapat dibaca huruf pada kata terbawa
f. Sampai terbaca baris 6/6
g. Mata yang lain dikerjakan dengan cara yang sama
4. Nilai
a. Bila dengan S – 1.50 tajam penglihatan 6/6, kemudian dengan S–
1.75 penglihatan 6/6-2 sedang dengan S–2.00 penglihatan 6/7.5
maka pada keadaan ini derajat miopi mata yang diperiksa adalah S
– 1.50 dan kaca mata dengan ukuran ini diberikan pada pasien

31
b. Pada pasien miopi selamanya diberikan lensa sferia minus terkecil
yang memberikan tajam penglihatan terbaik
5. Pada hipermitropi pemeriksaan bertujuan mengetahui derajat lensa
positif yang diperlukan untuk memperbaiki tajam penglihatan sehingga
tajam penglihatan menjadi normal atau tercapai tajam penglihatan
yang terbaik . Mata hipermitropi mempunyai kekuatan lensa positif
kurang sehingga sinar sejajar tanpa akomodasi difokus di belakang
retina. Lensa positif menggeser bayangan benda ke depan sehingga
pada mata hipermitropi lensa positif dapat diatur derajat kekuatannya
untuk mendapatkan bayangan jatuh tepat pada retina
6. Alat antara lain; kartu Snellen, gagang lensa coba, satu set lensa coba
7. Teknik
a. Pasien duduk menghadap kartu Snelen pada jarak 6 meter
b. Pada mata dipasang gagang lensa
c. Satu mata ditutup, biasana mata kiri ditutup terlebih dahulu untuk
memeriksa mata kanan
d. Pasien diminta membaca kartu Snellen mulai huruf terbesar
(teratas) dan diteruskan pada baris bawahnya sampai pada huruf
terkecil yang masih dapat dibaca
e. Lensa positif terkecil ditambah pada mata yang diperiksa dan bila
tampak lebih jelas oleh pasien lensa positif tersebut ditambah
kekuatannya perlahan-lahan dan diminta membaca huruf-huruf
pada baris lebih bawah
f. Ditambah kekuatan lensa sampai terbaca huruf-huruf pada baris
6/6
g. Ditambah lensa positif + 0.25 lagi dan ditanyakan apakah masih
melihat huruf-huruf diatas
h. Mata yang lain dilakukan dengan cara yang sama

32
8. Nilai
a. Bila dengan S +200 tajam penglihatan 6/6, kemudian dengan S
+2.25 tajam penglihatan 6/6 sedang
b. Dengan S +2.50 tajam penglihatan 6/6=2 maka pada keadaan ini
derajat hipermitropi yang diperiksa S +2.25 dan kaca mata dengan
ukuran ini diberikan pad pasien
c. Pada pasien hipermitropi selamnya diberikan lensa sferia positif
terbesar yang memberikan tajam penglihatan terbaik
9. Pada astigmatisme pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui derajat
lensa silinder yang diperlukan dan sumbu silinder yang dipasang untuk
memperbaiki tajam penglihatan menjadi normal atau tercapai tajam
penglihatan terbaik
10. Alat antara lain: Kartu Snellen, bingkai percobaan, sebuah set lensa
coba, kipas astigmat
11. Teknik
a. Pasien duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter
b. Pada mata dipasang bingkai percobaan
c. Satu mata diiutup
d. Dengan mata yang terbuka pada pasien dilakukan terlebih dahulu
pemeriksaan dengan lensa (+) atau (-) sampai tercapai ketajaman
penglihatan terbaik, dengan lensa positif atau negatif tersebut
e. Pada mata tersebut dipasang lensa + (positif) yang cukup besar
(misal S + 300) untuk membuat pasien mempunyai kelainan
refraksi astigmat miopikus
f. Pasien diminta meminta kartu kipas astigmat
g. Pasien ditanya tentang garis pada kipas yang paling jelas terlihat
h. Bila belum terlihat perbedaan tebal garis kipas astigmat maka lensa
S + 3.00 diperlemah sedikit demi sedikit sehingga pasien dapat
menentukan garis mana yang terjelas dan mana yang terkabur

33
i. Lensa silinder negatif diperkuat sedikit demi sedikit dengan sumbu
tersebut hingga pada satu saat tampak garis yang sebelumnya
terlihat terjelas
j. Bila sudah tampak sama jelas garis pada kipas astigmat, dilakukan
tes melihat kartu Snellen
k. Bila penglihatan belum 6/6 sesuai kartu Snellen, maka mungkin
lensa positif (+) yang diberikan terlalu berat, sehingga perlu secara
perlahan-lahan dikurangi kekuatan lensa positif tersebut secara
perlahan-lahan dikurangi kekuatan lensa positif tersebut atau
ditambah lensa negatif
l. Pasien diminta membaca kartu Snellen pada saat lensa negatif (-)
ditambah perlahan-lahan sampai tajam penglihatan menjadi 6/6
12. Nilai
Derajat astigmat sama dengan ukuran lensa silinder negatif (-) yang
dipakai sehingga gambar kipas astigmat tampak sama jelas

3.1.4 Aktivitas Sehari-Hari


a. Nutrisi; perubahan kebutuhan nutrisi karena klien mual yang
disebabkan rasa nyeri
b. Cairan
c. Eliminasi ( BAB & BAK )
d. Istirahat Tidur
e. Olahraga
f. Rokok / alkohol dan obat-obatan
g. Aktifitas: perubahan aktifitas berhubungan dengan gangguan refraksi
mata
3.1.5 Data psikososial
Klien hidup rukun dengan sesama anggota masyarakat di lingkunganya.

34
3.1.6 Data psikologis
Klien tampak cemas dan gelisah. Klien sering menanyakan tentang
penyakitnya.
3.1.7 Data spritual
Klien taat beribadah.

3.2 Analisa Data

No. Data Etiologi Masalah


1. Ds : Rasa pusing Gangguan rasa
- Klien mengatakan karena usaha nyaman
susah membaca huruf pemfokusan mata
pada jarak tertentu
- Pusing karena mata
kelelahan
Do :
- Kesulitan mebaca
tulisan
- Menjauhkan bacaan
pada saat membaca
- Fungsi penglihatan
menurun pada jarak
dekat
2 Ds : Penurunan fungsi Ansietas
penglihatan
- Klien sering
menanyakan tentang
penyakitnya
Do :
- Klien tampak cemas
- Klien terlihat gelisah

35
3 Ds: Keterbatasan Resiko cidera
- Klien mengatakan penglihatan
tidak bisa melihat
dengan jelas pada
jarak tertentu
- Klien mengatakan
penglihatannya
membayang
Do:
Klien terlihat kesulitan
saat beraktifitas karena
penglihatannya yang
tidak jelas
4 Ds: Kesulitan dalam Intoleransi
-klien mengatakan beraktivitas. aktivitas.
tidak bisa melihat
tulisan dalam jarak
tertentu
- Klien mengatakan
pandangan
mengabur.

Do: klien tampak tidak


bisa menyelesaikan
suatu aktivitas yang
disebabkan karena
penglihatannya yang
kabur.

36
5 Ds: -klien sering Kurangnya Defisiensi
menanyakan informasi. pengetahuan.
penyakitnya.
Do: -klien tidak
mengerti mengenai
penyakitnya dan
sering bertanya
kepada perawat.
6 Ds : Kelelahan otot-otot Nyeri akut
- Klien mengatakan penggerak lensa
apabila lama membaca
dia sering pusing dan
sakit kepala.
Do :
- Skala nyeri 3 (0-5)

3.3 Daftar Diagnosa Keperawatan


No. Daftar Diagnosa
1 Gangguan rasa nyaman
2 Ansietas
3 Resiko Cidera
4 Intoleransi aktivitas
5 Defisiensi pengetahuan
6 Nyeri akut

37
3.4 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


1 Gangguan Setelah dilakukan - Jelaskan dengan
rasa nyaman tindakan jelas mengenai
berhubungan keperawatan tindakan dan apa
degan rasa diharapkan: yang dirasakan
pusing karena - Status selama tindakan
usaha kenyamanan klien - Bantu klien
pemfokusan meningkat mengenali situasi
mata - Status lingkungan yang membuatnya
yang nyaman tidak nyaman
- Mengontrol nyeri - Ciptakan suasana
yang nyaman dan
aman

2 Ansietas Setelah dilakukan - Gunakan


berhubungan tindakan pendekatan yang
dengan keperawatan, pasie menenangkan
penurunan diharapkan: - Identifikasi tingkat
fungsi - Klien mampu kecemasan
penglihatan mengidentifikasi - Dorong keluarga
dan untuk menemani
mengungkapkan dan mendengarkan
gejala cemas dengan penuh
- Postur tubuh, perhatian
ekspresi wajah, - Instruksikan pasien
bahasa tubuh dan untuk melakukan
tingkat aktifitas teknik relaksasi

38
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan
3 Resiko Cidera Setelah dilakukan - Sediakan
berhubungan tindakan lingkungan yang
dengan keperawatan aman untuk pasien
keterbatasan diharapkan: - Menghindarkan
penglihatan - Klien terbebas dari lingkuangan yang
cidera berbahaya
- Klien mampu - Menganjurkan
menjelaskan cara keluarga untuk
mencegah dari menemani dan
cidera menjaga klien
- Mampu - Memasang side rail
memodifikasi tempat tidur dan
gaya hidup untuk mendekatkan saklar
mencegah cidera lampu yang dapat
- Mampu mengenali dijangkau oleh klien
perubahan status
kegiatan
4 Intoleransi Setelah dilakukan - Bantu klien untuk
aktivitas tindakan mengidentifikasi
berhubungan keperawatan klien aktivitas yang
dengan diharapkan mampu mampu dilakukan.
aktivitas melakukan aktivitas - Monitor respon fisik.
sehari-hari sehari-hari secara - Emosi sosial dan
mandiri tanpa spiritual.
adanya kendala - Kolaborasikan
gangguan sensorik: dengan tenaga

39
penglihatan. rehabilitasi medic
dalam
merencanakan
program terapi yang
tepat.

5 Defisiensi Setelah dilakukan - Berikan penilaian


pengetahuan tindakan tentang tingkat
berhubungan keperawatan klien di pengetahuan pasien
dengan topic harapkan: -pasien tentang proses
tertentu. dan keluarga penyakit yang
menyatakan spesifik
pemahaman tentang - Jelaskan
penyakit, kondisi, patofisiologi dari
prognosis dan penyakit dan
program pengobatan bagaimana hal ini
- Pasien dan berhubungan
keluarga mampu dengan anatomi dan
melaksanakan fisiologi, dengan
prosedur yang cara yang tepat.
sudah di jelaskan. - Gambarkan tanda
dan gejala yang
biasanya muncul
pada penyakit.
- Identifikasi
kemungkinan
penyebab, dengan
cara yang tepat.
- Diskusikan

40
perubahan gaya
hidup yang mungkin
diperlukan untuk
mencegah
komplikasi di masa
yang akan datang
dan atau proses
pengontrolan
penyakit.
- Diskusikan pilihan
terapi atau
penanganan dukung
pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan
second opinion
dengan cara yang
tepat atau
diindikasikan.
6 Nyeri Akut Setelah di lakukan - Lakukan pengkajian
berhubungan tindakan nyeri secara
dengan keperawatan pasien komprehensif
kelelahan otot diharapkan: termasuk lokasi,
mata - Mampu karakteriktik, durasi,
mengontrol nyeri frekuensi, kualitas,
(tahu penyebab dan faktor presipitasi
nyeri) - Gunakan teknik
- Mampu komunikasi
mengenali nyeri terapeutik untuk

41
(skala, intensitas, mengetahui
frekuensi dan pengalaman nyeri
tanda nyeri) pasien
- Menyatakan rasa - Evaluasi
nyaman setelah pengalaman nyeri
nyeri berkurang masa lampau
- Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi, dan
interpersonal)
- Kolaborasikan
dengan dokter jika
ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak
berhasil
- Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri

42
3.5 Contoh Asuhan Keperawatan Pada Klien Miopi

1. Pengkajian

a. Identitas pasien, meliputi :

1) Nama : Ny. X

2) Jenis kelamin : Perempuan

3) Usia : 45 tahun

4) Pekerjaan : Swasta

5) Agama : Islam

6) Pendidikan : SMP

7) Status perkawinan : Menikah

8) Alamat : Surabaya

9) Penanggung jawab :

1. Nama : Tn. B
2. Usia : 50 tahun
3. Hubungan dengan klien : Suami
4. Alamat : Surabaya
b. Keluhan utama

Pandangan atau penglihatan yang kabur, kesulitan memfokuskan


pandangan, pusing karena sering lelah dan mengantuk, kesulitan
beraktivitas.

c. Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke RS dengan keluhan pandangan kabur pada jarak


jauh, pasien mengatakan pandangan kabur setiap saat,

43
d. Riwayat penyakit dahulu

Pasien mengatakan,sebelumnya belum pernah mengalami hal seperti ini,

e. Riwayat kesehatan keluarga

Pasien mengatakan keluarga tidak ada yang mengalami seperti ini.

d. Riwayat psikososial spiritual

a. Psikologi : pasien tampak menerima penyakit ini dengan ikhlas

b. Sosial : pasien menjaga hubungan baik dengan pasien sebelahnya

c. Spiritual : pasien terlihat berdoa dengan agama dan kepercayaan


yang dianut

e. pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum pasien :

2. Tanda-tanda vital :

Suhu tubuh : 36°C

Denyut nadi : 88 X/mnt

Tensi darah : 130/80 mm/Hg

Respirasi : 20 X/mnt

TB/BB : 153 cm/ 60 kg

3. Sistem pernafasan

44
Hidung : berbentuk simetris, tidak adanya sekret/polip. Leher : tidak
adanya pembesaran kelenjar, tidak adanya tumor, bentuk simetris. Dada :
berbentuk simetris, tidak ada suara nafas tambahan,

4. Sistem pencernaan

Bibir terlihat kering, mulut stomatitis, mampu menelan dengan baik.


Bentuk abdomen simetris, tidak terdengar suara timpani

5. Sistem mata

Mata kanan dan kiri tampak tidak simetris, mata terlihat berair, sclera
tampah kemerahan, pada kornea diberikan sinar secara serong dari
beberapa sudut tampak tidak halus dan tidak transparan.

6. sistem pendengaran

Bentuk daun telinga kanan dan kiri tampak simetris, fungsi


pendengaran masih baik.

7. Pola aktivitas

a. Makan :

saat dirumah pasien menghabiskan porsi makan, sehari 3kali

saat di RS pasien menghabiskan setengah porsi makan yg diberikan

b. minum :

saat dirumah pasien menghabiskan sekitar kurang lebih 1000-1500 ml

saat di RS pasien menghabiskan sekitar kurang lebih 500-900 ml

c. BAK :

saat dirumah pasien melakukan aktivitas BAK secara normal, bau khas
urin, warna khas urin

45
Saat di RS pasien melakukan aktivitas BAK sebanyak 2-3 kali, bau khas
urin, warna khas urin

d. BAB :

saat dirumah pasien melakukan aktivitas BAB secara normal dan rutin, bau
khas feses, tekstur lembek

saat di RS pasien melakukan aktivitas BAB sebanyak 1-2 kali

e. pola tidur :

Saat dirumah pasien tidur jam 22.00-05.00WIB. sekitar 7-8 jam perhari

Saat di RS pasien tidur jam 21.00-03.00 WIB. Sekitar 5-6 jam perhari

f. pola aktivitas :

Saat dirumah pasien melakukan aktivitas dengan mandiri, seperti makan,


minum, BAB, BAK.

Saat di RS pasien tampak dibantu oleh keluarga untuk melakukan


aktivitas seperti makan, minum, BAB, BAK.

2. Diagnosa

NO Analisa Data Etiologi Masalah


1. Ds : - pasien Ansietas Ansietas/ketakutan
mengatakan cemas berhubungan dengan
terhadap penyakitnya perubahan status
Do : - pasien tampak kesehatan (nyeri pada
terlihat gelisah kepala, kelelahan pada
- TTV : mata)
TD : 130/80mmhg
Suhu :36°C

46
RR : 20x/mnt
Nadi : 88x/mnt

2. Ds : - pasien Defisiensi Kurang


mengatakan tidak tau pengetahuan pengetahuan/informasi
tentang penyakitnya tentang kondisi
Do : - pasien sering
bertanya tentang
penyakitnya
- TTV :
TD :130/80mmhg
Suhu : 36°C
RR : 20x/mnt
Nadi : 88x/mnt
3. Ds : - pasien Intoleransi aktivitas Pola aktivitas yang
mengatakan penglihatan berhubungan dengan
kabur penglihatan kabur
Do : - pasien tampak
menciutkan mata ketika
melihat benda yang jauh
- TTV :
TD : 130/80mmhg
Suhu : 36°C
RR : 20x/mnt
Nadi : 88x/mnt

3. Intervensi

NO. Masalah Intervensi

47
D/
1. Ansietas/ketakutan berhubungan - Gunakan pendekatan yang
dengan perubahan status menennangkan.
kesehatan (nyeri pada kepala, - Temani pasien untuk
kelelahan pada mata) memberikan keamanan dan
mengurangi takut.
- Dengarkan dengan penuh
perhatian.
- Bantu pasien mengenal
situasi
Yang menimbulkan
kecemasan
- Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi.
- Berikan obat untuk
mengurangi kecemasan.
2 Kurang pengetahuan/informasi - Berikan penilaian tentang
tentang kondisi tingkat pengetahuan pasien
tentang proses penyakit
yang spesifi.
- Gambarkan tanda dan gejala
yang biasa muncul pada
penyakit, dengan cara yang
tepat.
- Instruksikan pasien
mengenai tanda dan gejala
untuk melaporkan pada
pemberi perawatan

48
kesehatan, dengan cara
yang tepat.
3 Intoleransi aktivitas yang - Bantu klien untuk
berhubungan dengan penglihatan mengidentifikasi aktifitas
kabur yang mampu dilakukan
bantu untuk memilih
aktifitas konsisten yang
sesuai dengan
kemampuan fisik,
psikologi, sosial.
- Bantu pasien atau
keluarga untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktifitas.

49
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Mata merupakan salah satu alat indera. Mata merupakan indera


penglihatan yang mempunyai fungsi yang penting yaitu untuk melihat semua
objek baik itu yang makroskopis maupun mikroskopis.

Namun ada beberapa gangguan yang terjadi pada mata, antara lain;
Miopi (Rabun Jauh) adalah mata yang tidak mampu melihat benda yang jauh.
Jadi pada penderita miopi matanya terlalu cembung oleh karena itu dibantu
dengan lensa cekung sehingga bayangan tepat jatuh pada retina.

Hipermetropi (Rabun Dekat) adalah keadaan mata yang dapat melihat


dari jarak jauh lebih baik daripada jarak dekat. Jadi, pada penderita
hipermetropi lensa matanya terlalu cekung sehingga dibantu dengan lensa
cembung agar bayangan tepat jatuh di retina.

Astigmatisma adalah sebuah gejala penyimpangan dalam


pembentukkan bayangan pada lensa, pada astigmatisme lensa yang
digunakan pada kacamata untuk penderita astigmatisme dibuat dengan lensa
silinder.

4.2 Saran

Dalam penyusunan makalah ini, mungkin masih banyak terdapat


kesalahan.Untuk itu, diperlukan kritik dan saran dari para pembaca.

50

You might also like