You are on page 1of 18

Nama Peserta : dr.

Gracendy Cherly
Nama Wahana : RS Krakatau Medika
Topik :Idiopatik Trombositopenia Purpura
Tanggal (kasus) : 12/09/2018
Nama Pasien :Ny.K No. RM :0017xxxx
Tanggal Presentasi : Pendamping :dr.Devy Nugraha
Tempat Presentasi :RS Krakatau Medika
Obyek Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Wanita, usia 43 tahun, datang dengan lemas sejak 1 minggu SMRS

Tujuan : Mengetahui diagnosis dan penatalaksanaan ITP


Bahan bahasan : Tinjauan pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas : Diskusi Presentasi Email Pos
dan diskusi

Data pasien: Nama : Ny.K No. Registrasi: 0017xxxx


Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis / gambaran klinis :
Pasien Ny.K, berusia 43 tahun, datang ke UGD RSKM dengan keluhan lemas sejak
± 1 minggu lalu disertai mual, muntah (+) 4-5x dalam seminggu ini, pusing, sesak (-),
mimisan (+) 3 hari lalu, ada lebam kebiruan di tungkai kanan, demam 2 hari lalu naik
turun.

2. Riwayat Pengobatan :
Pasien sudah pernah transfusi sebelumnya karena keluhan sama, obat rutin
methilprednisolon, omeprazole
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit :
Riwayat ITP (+) rutin control
4. Riwayat Keluarga :(-)
5. Lain-lain :-

1
6. Pemeriksaan :
Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum : tampak sakit sedang
 Kesadaran : komposmentis
 Tanda vital
 Nadi : 88 x/menit , reguler
 Pernapasan : 20 x/menit
 Suhu : 36,5C (aksilla)
 Tekanan Darah : 110/80 mmHg
 Kepala
 Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat, isokor, diameter 3
mm, reflek cahaya +/+
 THT : T1-T1 ≠ hiperemis, arcus faring hiperemis
 Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), Tyroid: tidak membesar, nodul (-)
 Paru
 BND : Ekspirasi memanjang +/+, Rh (-/-), wheezing (+/+)
 Jantung
 Auskultasi : bunyi jantung I/II murni, regular, bising (-)
 Abdomen
 Inspeksi : datar, massa (-)
 Auskultasi : bising usus (+) kesan normal
 Palpasi : nyeri tekan epigastrik (-)
 Ekstremitas:
 Akral hangat, edema tungkai (-), CRT 2 detik, Purpura (+) di tungkai kanan

Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap
Parameter Hasil Nilai normal
Hemoglobin 9.2 g/dL 12.0 - 14.0
Leukosit 7.300/mm3 5000 - 10.000
Hematokrit 29,4 % 37,0 - 46,0
Trombosit 10.000/mm3 150.000 - 400.000

2
Daftar Pusaka :

1. Bakta IM. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC, 2006.

2. Tepie MAF, Roux GL, Beach KJ, Bennett D, Robinson NJ. Comorbidities of
Idiopathic Thrombocytopenic Purpura: A Population-Based Study 2008;2009:1-12.

3. Neunert C, Lim W, Crowther M, Cohen A, Solberg L, Crowther MA. The American


Society of Hematology 2011 evidence-based practice guideline for immune
thrombocytopenia. Blood 2011 117: 4190-4207

4. Tim Penulis. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Jakarta : Media Aesculapius, 2000.

5. Cines DB, Blanchette VS. Immune thrombocytopenia purpura. N Engl J Med 2002;
346(13):995-1008

6. Aru. W. S., dkk., 2006., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Edisi IV.,
Jakarta: Departemen Penyakit Dalam FK UI.

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:


1. Subyektif
Ny. K, 43 tahun datang ke UGD RSKM dengan keluhan lemas sejak 1 minggu SMRS disertai
mual muntah, mimisan (+), bercak/ lebam kebiruam di tungkai kanan.

2. Obyektif
Pada pemeriksaan fisik tanda vital dalam batas normal, di ekstremitas didaptkan purpura
padan tungkai dekstra
3. Assesment
ITP adalah singkatan dari Idiopathic Thrombocytopenic Purpura atau singkatan dari
'Immune Thrombocytopenic Purpura'. 'Idiopathic' berarti tidak diketahui penyebabnya.
'Thrombocytopenic' berarti darah yang tidak cukup memiliki sel darah merah (trombosit).
'Purpura' berarti seseorang memiliki luka memar yang banyak (berlebihan). ITP adalah
suatu gangguan autoimun yang ditandai dengan trombositopenia yang menetap (angka
trombosit darah perifer kurang dari 150.000/μL) akibat autoantibody yang mengikat antigen
trombosit menyebabkan destruksi premature trombosit dalam system retikuloendotel terutama
di limpa.

Insidensi ITP pada anak-anak antara 4,0 – 5,3 per 100.000 ITP akut umumnya
menyerang anak-anak usia antara 2 – 6 tahun. 7 – 28 % anak-anak dengan ITP akut

3
berkembang menjadi kronik 15 – 20 %. ITP pada anak berkembang menjadi bentuk ITP
kronik pada beberapa kasus menyerupai ITP dewasa yang khas. Insideni ITP pada anak
diperkirakan 0,46 per 100.000 anak per tahun. Insidensi ITP kronis dewasa adalah 58 – 66
kasus baru per satu juta populasi pertahun (5,8 – 6,6 per 100.000) di Amerika dan serupa yang
ditemukan di Inggris. ITP kronik pada umumnya terdapat pada orang dewasa dengan median
rata-rata usia 40 – 45 tahun. Rasio antara perempuan dan laki-laki adaah 1:1 pada pasien ITP
akut sedangkan pada ITP kronik adalah 2 – 3 : 1.

Pasien ITP refrakter didefinisikan sebagai suatu ITP yang gagal diterapi dengan
kortikosteroid dosis standard dan splenektomi yang selanjutnya mendapat terapi karena angka
trombosit dibawah normal atau ada perdarahan. Pasien ITP refrakter ditemukan kira-kira 25
– 30 % dari jumlah pasien ITP. Kelompok ini mempunyai respon jelek terhadap pemberan
terapi dengan morbiditas yang cukup bermakna dan mortalitas kira-kira 16 %.

Penyebab

Penyebab ITP ini tidak diketahui. Seseorang yang menderita ITP, dalam tubuhnya
membentuk antibodi yang mampu menghancurkan sel-sel darah merahnya. Dalam kondisi
normal, antibodi adalah respons tubuh yang sehat terhadap bakteri atau virus yang masuk ke
dalam tubuh. Tetapi untuk penderita ITP, antibodinya bahkan menyerang sel-sel darah merah
tubuhnya sendiri.

Jenis-jenis ITP

Ada 2 tipe ITP, antara lain:

1. Umumnya menyerang kalangan anak-anak. berusia 2 hingga 4 tahun yang umumnya


menderita penyakit ini. ITP yang dialami anak-anak berbeda dengan yang dialami
oleh orang dewasa. Sebagian besar anak yang menderita ITP memiliki jumlah sel
darah merah yang sangat rendah dalam tubuhnya, yang menyebabkan terjadinya
perdarahan tiba-tiba. Gejala-gejala yang umumnya muncul di antaranya luka memar
dan bintik-bintik kecil berwarna merah di permukaan kulitnya. Selain itu juga
mimisan dan gusi berdarah.
2. Menyerang orang dewasa. sebagian besar dialami oleh wanita muda, tapi dapat pula
terjadi pada siapa saja (ITP bukanlah penyakit keturunan). Penyakit ITP untuk
penderita orang dewasa dapat berlangsung lebih lama dibandingkan yang dialami

4
anak-anak. Pada saat dilakukan diagnosa, sebagian besar penderita dewasa ITP
umumnya telah mengalami adanya perdarahan yang terus meningkat dan mudah
sekali mengalami luka memar dalam kurun waktu beberapa minggu, atau bahkan
bulan. Untuk pasien wanita, meningkatnya aliran darah menstruasi juga merupakan
tanda-tanda utama. Banyak orang dewasa yang mengalami thrombocytopenia (jumlah
sel darah merah dalam darah relatif sedikit) yang tidak terlalu parah. Pada
kenyataannya,sebagian kecil orang bahkan tidak mengalami gejala-gejala perdarahan.
Kalangan ini umumnya didiagnosa ITP saat melakukan tes pemeriksaan darah untuk
suatu keperluan, dan ternyata salah satu hasilnya menunjukkan jumlah sel darah
merah yang sedikit.

Patofisiologi

Sindroma ITP disebabkan oleh antibody trombosit spesifik yang berikatan dengan
trombosit autolog kemudian dengan cepat dibersihkan dari sirkulasi oleh system fagosit
mononuklir melalui reseptor Fe makrofag. Pada tahun 1982 Van Leeuwen pertama
mengidentifikasi membrane trombosit glikoprotein IIb/IIIa (CD41) sebagai antigen yang
dominant dengan mendemostrasikan bahwa elusi autoantibody dari trombosit pasien ITP
berikatan dengan trombosit normal.

Diperkiraan ITP diperantai oleh suatu autoantibody, mengingat kejadian transient


trombositopeni pada neonatus yang lahir dari ibu yang menderita ITP, dan perkiraan ini
didukung oleh kejadian transient trombositopeni pada orang sehat yang menerima transfuse
plasma kaya Ig G, dari seorang pasien ITP. Trombosit yang diselimuti oleh autoantibody Ig
G akan mengalami percepatan pembersihan di lien dan di hati setelah berikatan dengan
reseptor Fcg yang diekspresikan oleh makrofag jaringan. Pada sebagian besar pasien, akan
terjadi mekanisme kompensasi dengan peningkatan produksi trombosit. Pada sebagian kecil
yang lain, produksi trombsit tetap terganggu, sebagian akibat destruksi trombosit yang
diselimuti autoantibody oleh makrofag di dalam sumsum tulang (intramedullary) atau karena
hambatan pembentukan megakariosit (megakaryocytopoiesis), kadar trombopoetin tidak
meningkat, menunjukkan adanya masa megakariosit normal.

Antigen pertama yang berhasil diidentifikasikan berasal dari kegagalan antibody ITP
untuk berikatan dengan trombosit yang secara genetic kekurangan kompleks glikoprotein

5
Ib/IX, Ia/IIa, IV dan V dan determinan trombosit yang lain. Juga dijumpai antibody yang
bereaksi terhadap berbagai antigen yang berbeda. Destruksi trombosit dalam sel penyaji
antigen diperkirakan dipicu oleh antibody, akan menimbulkan pacuan pembentukan
neoantigen, yang berakibat produksi antibody yang cukup untuk menimbulkan
trombositopeni (Gambar I). Secara alamiah, antibody terhadap kompleks glikoprotein IIb/IIIa
memperlihatkan restriksi penggunaan rantai ringan, sedangkan antibody ang berasal dari
display phage menunjukkan penggunaan gen VH+. Pelacakan pada daerah yang berikatan
dengan antigen dari antibody-antibodi ini menunjukkan bahwa antibody tersebut berasal dari
klon sel B yang mengalami seleksi afinitas yang diperantai antigen dan melalui mutasi
somatic. Pasien ITP pada orang dewasa sering menunjukan peningkatan jumlah HLA-DR +
T cells, peningkatan jumah interleukin 2 dan peningkatan profil sitokin yang menunjukkan
aktivitas precursor sel T helper dan sel T helper tipe 1. Pada pasien-pasien ini, sel T akan
merangsang sintesis antibody setelah terpapar fragmen glikoprotein IIb/IIIa tetapi bukan
karena terpapar oleh protein alami. Penurunan epitop kriptik ini secara in vivo dan alasan
aktivasi sel yang bertahan lama tidak diketahui dengan pasti.

Dari gambar 1 dapat memperjelas bahwa, factor yang memicu produksi autoantibody
tidak diketahui. Kebanyakan pasien mempunyai antibody terhadap glikoprotein pada
permukaan trombosit pada saat penyakit terdiagnosis secara klinis. Pada awalnya
glikoprotein II/IIIa dikenali autoantibody, sedangkan antibody yang mengenali glikoprotein
Ib/IX belum terbentuk pada tahap ini (1). Trombosit yang diselimuti autoantibodi akan
berikatan dengan sel penyaji antigen (makrofag atau sel dendritik) melalui reseptor Fcg
kemudian mengalami proses internalisasi dan degradasi (2). Sel penyaji antigen yang

6
teraktivasi (4) mengekspresikan peptide baru pada permuakaan sel dengan bantuan
kostimulasi (yang ditunjukkan oleh interaksi antara CD 154 dan CD 40) dan sitokin yang
memfasilitasi proliferasi inisiasi CD4-positif T cellclone (T-cell clone-1) dan spesifitas
tambahan (T-cell clone-2) (5). Reseptor sel immunoglobulin sel B yang mengenali antigen
trombosit (B-cell clone-2) dengan demikian akan menginduksi proliferasi dan sintesis
antiglikoprotein Ib/IX antibody dan juga meningkatkan produksi anti-glikoprotein IIb/IIIa
antibody oeh B-cell clone 1.

Metode yang saat ini digunakan untuk penatalaksanaan ITP diarahkan secara langsung
pada berbagai aspek berbeda dari lingkaran produksi antbosi dan sensitisasi. Klirens dan
produki trombosit (2).

Dari gambar 2 dijelaskan bahwa pada umumnya obat yang digunakan sebagai terapi
awal ITP menghambat terjadinya klirens antibody yang menyelimuti trombosit oleh ekspresi
reseptor Fcg pada makrofag jaringan (1). Splenektomi sedikitnya bekerja pada sebagian
mekanisme ini namun mungkin pula menggangu interaksi sel-T dan sel-B yang terlibat dalam
sintesis antibody pada beberapa pasien. Kortikosteroid dapat pula meningkatan trombosit
dengan cara menghalangi kemampuan makrofag dalam sumsum tulang untuk menghancurkan
trombosit, seangkan trombopoetin berperan merangsang progenitor megakariosit (2).
Beberapa immunosupresan non spesifik seperti azathioprin dan siklosporin, bekerja pada
tingkat sel-T (3). Antibody monoclonal terhadap CD 154 yang saat ini menjadi target uji
klinik, merupakan kostimulasi molekul yang diperlukan untuk mengoptimalkan sel-T
makrofag dan interaksi sel-T dan sel-B yang terlibat dalam interaksi antibody dan pertukaran

7
klas (4). Immunoglobulin iv mengandung antiidiopytic antybody yang dapat menghambat
produksi antibody. Antibody monoclonal yang mengenali ekspresi CD20 pada sel-sel B
masih menjadi penelitan (5). Plasmaferesis dapat mengeluarkan antibody sementara dari
plasma (6). Tranfusi trombosit diperlukan pada kondisi darrat untuk terapi perdarahan. Efek
dari stafilokokkus protein A masih dalam penelitian (7).

Genetik

ITP telah didiagnosa pada kembar monozigot dan pada beberapa keluarga, serta telah
diketahui adanya kecenderungan menghasilkan autoantibody pada anggota keluarga yang
sama. Adanya peningkatan prevalensi HLA-DRW2 dan DRB*0410 pada beberapa populasi
etnis diketahui. Alel HLA-DR4 dan DRB*0410 dihubungkan dengan respon yang
menguntungkan dan merugikan terhadap kortikosteroid, dan HLADRB1*1510 dihubungkan
dengan respon yang tidak menguntungkan terhadap splenektomi. Meskipun demikian,
banyak penelitian gagal menunjukkan hubungan yang konsisten antara ITP dan kompleks
HLA yang spesifik.

Antibodi-anti Trombosit

Autoantibody yang berhubungan dengan trombositopenia ditemukan pada 75 % pasien


ITP. Autoantibody IgG antitrombosit ditemukan pada + 50 – 85 % pasien. Antibody
antitrombosit IgA serum ditemukan sesering IgG, dan hampir 50 % kasus, kedua serotype
immunoglobulin tersebut ditemukan pada pasien yang sama. Antibody IgM juga ditentukan
pada sejumah kecil pasien tetapi tidak pernah sebagai autoantibody tunggal. Peningkatan
jumlah IgG telah tampak di permukaan trombosit dan kecepatan destruksi trombosit pada ITP
adalah proporsional terhadap kadar yang menyerupai trombosit yang berhubungan dengan
immunoglobulin. Autoantibody dengan mudah ditemukan dalam plasma atau dalam elusi
trombosit pada pasien dengan penyakit yang aktif, tetapi jarang ditemukan pada pasien yang
mengalami remisi. Hilangnya antibody-antibodi berkaitan dengan kembalinya jumlah
trombosit yang normal.

Masa Hidup Trombosit

Masa hidup trombosit memendek pada ITP berkisar dari 2-3 hari sampai beberapa
menit. Pasien yang trombositopenia ringan sampai dengan mempunyai masa hidup terukur
yang lebih lama dibandingkan dengan pasien dengan trombositopenia berat.

8
Gambaran Klinis

IPT Akut

IPT akut lebih sering dijumpai pada anak-anak, jarang pada umur dewasa, awitan
biasanya mendadak riwayat infeksi sering mengawali terjadinya perdarahan berulang, sering
dijumpai eksantem pada anak-anak (rubella dan rubeola) dan penyakit saluran pernafasan
yang disebabkan oleh virus merupakan 90% dari kasus pediatric trombositopenia imunologik.
Virus yang paling banyak diidentifikasi adalah varisella zooser dan Ebstein barr. Manifestasi
perdarahan IPT akut pada anak biasanya ringan, perdarahan intracranial biasanya terjadi
kurang dari 1% pasien. Pada IPT umur dewasa bentuk akut jarang terjadi, namun dapat
mengalami perdarahan dan perjalanan penyakit lebih fulminan. IPT akut pada anak basanya
Self limiting, remisi spontan terjadi pada 90% pasien, 60% sembuh dalam 4-6 minggu dan
lebih dari 90% sembuh dalam 3-6 minggu.

IPT Kronik

Awitan IPT kronk biasanya tidak menentu, riwayat perdarahan sering dari ringan
sampai sedang, infeksi dan pembesaran lien jarang terjadi, serta memiliki perjalanan yang
fluktuatif. Episode perdarahan dapat terjadi beberapa hari sampai beberapa minggu, mungkin
intermitten atau bahkan terus menerus. Remisi spontan jarang terjadi dan dampaknya remisi
tidak lengkap.

Manifestasi perdarahan IPT berupa ekimosis, petekie, purpura, pada umumnya berat dan
frekuensi perdarahan berkorelasi dengan jumlah trombosit. Secara umum hubungan antara
jumlah trombosit dan gejala antara lain bila pasien dengan AT > 50.000 /μL maka biasanya
asimptomatik, AT 30.000 – 50.0000 //μL terdapat luka memar/ hematom, AT 10.000 –
30.000 /μL terdapat perdarahan spontan, menoragia, dan perdarahan memanjang bila ada
luka, AT < 10.000 /μL terjadi perdarahan mukosa (epistasis, perdarahan gastrointestinal dan
genitourinaria) dan risiko perdarahan system saraf pusat. Perdarahan gusi dan epistaksis
sering terjadi, ini dapat berasal dari lesi petekie pada mukosa nasal, juga dapat ditemukan
ditenggorokan dan mulut. Traktus genitouinaria merupakan gejala satu-satunya dari IPT dan
mungkin tampak perama kali pada pubertas. Hematuria juga merupakan gejala yang sering.

9
Perdarahan gastrointestinal bisanya bermanifestasi melena dan lebih jarang lagi dengan
hematemesis. Perdarahan intrakanial merupakan komplikasi yang paling serius dari IPT. Hal
ini mengenai hampir 1% pasien dengan trombositopenia berat. Perdarahan biasanya di
subarachnoid, sering multiple dan ukuran bervariasi dari petekie sampai ekstravasasi darah
yang luas.

Diagnosa

Lamanya perdarahan dapat membantu anak menentukan dan membedakan ITP akut dan
ITP kronik, serta tidak terdapatnya gejala sistemik dapat membantu dokter untuk
menyingkirkan bentuk sekunder dan diagnosa lain. Penting untuk anamnesa pemakaian obat-
obatan yang dapat menyebabkan trombositopenia dan pemeriksaan fisis hanya didapatkan
perdarahan karena trombosit yang rendah (petekie, purpura, perdarahan konjungiva dan
perdarahan selaput lendir yang lain). ITP dewasa terjadi umumnya pada usia 18 – 40 tahun
dan 2 – 3 kali lebih sering mengenai perempuan daripada pria.

Splenomegali ringan ((hanya ruang troube yang terisi), tidak ada limfadenopati. Selain
trombositopenia hitung darah yang lain normal. Pemeriksaan darah tepi diperlukan untuk
menyingkirkan pseudotrombositopenia dan kelainan hematology yang lain. Megatrombosit
sering terlihat pada pemeriksaan darah tepi, trombosit muda ini bisa dideteksi oleh flow
sitometri berdasarkan messenger RNA yang menerangkan bahwa perdarahan pada ITP tidak
sejelas gambaran pada kegagalan sumsum tulang pada hitung trombosit yang serupa. Salah
satu diagnosa penting adalah fungsi sumsum tulang. Pada sumsum tulang dijumpai banyak
megakariosit dan agranuler atau tidak mengandung trombosit.

Secara praktis pemeriksaan sumsum tulang dilakukan pada pasien lebih dari 40 tahun,
pasien dengan gambaran tidak khas (misalnya dengan gambaran sitopenia) atau pada pasien
yang tidak berespon baik dengan terapi. Meskipun tidak dianjurkan, banyak ahli pediatric
hematology merekomendasikan dilakukan pemeriksaan sumsum tulang sebelum mulai terapi
kortikosteroid untuk menyingkirkan kasus leukemia akut.

Pengukuran trombosit dihubungkan dengan antibody secara uji langsung untuk


mengukur trombosit yang berikatan dengan antibody yakni dengan Monoclonal-Antigen-
Capture Assay, sensitivitasnya 45 – 66%, spesifitasnya 78 – 92% dan diperkirakan bernilai
positif 80 -83 %. Uji negative tidak menyingkirkan diagnosa deteksi yang tanpa ikatan
antibody plasma tidak digunakan. Uji ini tidak membedakan bentuk primer ataupun bentuk

10
sekunder.

Diagnosa ITP selama kehamilan cukup sulit dilakukan, karena jumlah sel-sel darah
merah pada wanita hamil memang cukup rendah. Sekitar 5% wanita hamil memiliki jumlah
sel darah merah yang normalnya juga cukup rendah di masa kehamilan tuanya. Penyebabnya
juga tidak diketahui. Tetapi kondisi ini akan kembali normal sesaat setelah proses bersalin
dilakukan. Bayi yang lahir dari seorang ibu yang menderita ITP kemungkinan juga memiliki
jumlah sel darah merah yang rendah dalam tubuhnya. Kondisi ini bisa berlangsung selama
beberapa hari hingga beberapa minggu setelah ia dilahirkan. Setelah lahir, bayi umumnya
tetap dirawat di rumah sakit untuk keperluan observasi beberapa hari. Sampai diperoleh
kepastian bahwa tidak ada masalah, bayi boleh dibawa pulang ke rumah.

Diagnosa Banding

Diagnosa banding IPT antara lain: anemi aplastik, leukemia akut, Dissaminated
intravascular coagulation (DIC), Thrombotic thtombocytopenic purpura-hemolytic uremic
syndrome (TTP-HUS), Antiphospholipid antibody syndrome (APS), Myelodysplastic
syndrome, hiperspelnisme, alcoholic liver disease, bentuk sekunder IPT (SLE, HIV, leukemia
limfositik kronik), psedutrombositopenia karena ethylenediamine tetraacetat (EDTA), obat-
obatan untuk menentukkan diagnosa banding IPT tersebut perlu meninjau kembali
patofisiologi klasifikasi trombositopenia pada table 1.

Tabel.1 Patofisiologi Klasifikasi Trombositopenia

a) Trombositopenia artifaktual
- Trombosit bergerombol disebabkan oleh anticoagulant-dependent
immunoglobulin (pseudotrombositopenia)
- Trombosit satelit
- Gaint trombosit
b) Penurunan produksi trombosit
- Hiposplasi megakariosit
- Trombopoesis yang tidak efektif
- Gangguan control trombopoetik
- Trombositopenia herediter.
c) Peningkatan destruksi trombosit
- Proses imunologis

11
 Autoimun
Idiopatik sekunder: infeksi, kehamilan, gangguan vaskuler kolagen
gangguan limfopriliferatif.

 Alloimun
Trombositopenia neonatus

Purpura pasca tranfusi

- Proses Non imunologis


 Trombosis mikroangiopati
Disseminated intravascular coagulation (DIC)

Thrombotic thrombositoeni purpura (TTP)

Hemolityc-uremic syndrome (HUS)

 Kerusakan trombosit oleh karena abnormalitas permukaan vascular


Infeki

Transfusi darah massif

Lain-lain

- Abnormalitas distribusi trombosit atau pooling


Gangguan pada limfa (neoplastik, kongestif, infiltratif infeksi yang tidak
diketahui sebabnya)

Hipotermia

Dilusi trombosit dengan transfuse massif.

Pemeriksaan Penunjang

Untuk menegakkan diagnosa ITP diperlukan pemerikan penunjang, antara lain:

1. Pemeriksaan labolatorium darah rutin dan lengkap untuk mencari adanya anemia
hemolitika dengan fragmentasi eritrosit.
2. Pemeriksaan fungsi ginjal untuk mencari apakah ada gangguan fungsi ginjal.
3. Biopsi kulit, otot, gusi, kelenjar getah bening atau sumsum tulang untuk mencari

12
apakah ada kelainan arterioal yang khas.

Penatalaksanaan

Terapi PTI ditujukan untuk menjaga jumlah trombosit dalam kisaran aman sehingga
mencegah terjadinya perdarahan mayor. Terapi umum meliputi menghindari aktivitas fisik
berlebihan untuk mencegah trauma kepala. Terapi khusus yaitu terapi farmakologis, antara
lain:

1. Terapi Awal PTI (Standar)


 Prednisolon. Terapi awal prednisolon atau prednisone dosis 1.0 – 1.5
mg/KgBB/hari selama 2 minggu. Respon terapi prednisone terjadi dalam 2
minggu dan pada umumnya terjadi dalam minggu pertama, bila respon baik
kortikosteroid dilanjutkan sampai 1 bulan, kemudian tapering. Kriteria respon
awal adalah peningkatan AT < 30.000 /ml, AT > 50.000/ μL setelah 10 hari
terapi awal, terhentinya perdarahan. Tidak berespon bila peningkatan AT <
30.000/ μL, AT 50.000/ μL setelah terapi 10 hari. Respon menetap bila AT >
50.000/ μL setelah 6 bulan follow up. Pasien yang simptomatik persisten dan
trombositopenia berat (AT < 10.000/ μL) setelah mendapat terapi prednisolon
perlu dipertimbangkan untuk splenektomi.
 Immunoglobullin Intervena. Immunogobullin intervena (Ig IV) dosis
1gr/Kg/hari selama 2 – 3 hari berturut-turut bila terjadi perdarahan interna,
setelah 5000/ μL meskipun telah mendapatkan kortikosteroid dalam beberapa
hari atau adanya purpura yang progresif. Hampir 80 % pasien berespon baik
dengan cepat meningatkan AT namun perlu pertimbangan biaya. Gagal ginjal
dan insufisiensi paru dapat terjadi serta syok anafilaktik pada pasien yang
mempunyai defisiensi IgA congenital. Mekanisme kerja IgIV pada PTI masih
belum banyak diketahui, namun meliputi blockade fc reseptor, anti-idiotype
antibodies pada IgIV yang menghambat ikatan autoantibodi dengan trombosit
yang bersirkulasi dan imunosupresi.
 Splenektomi. Splenektomi untuk terapi PTI sudah digunakan sejak tahun 1916
dan digunakan sebagai pilihan terapi setelah steroid sejak tahun 1950-an.

13
Splenektomi pada PTI dewasa dipertimbangkan sebagai terapi lini kedua yang
gagal berespon dengan terapi kortikosteroid atau yang perlu terapi trombosit
terus-menerus. Efek splenektomi pada kasus yang berhasil adalah
menghilangkan tempat-tempat antbodi yang tertempel trombosit yang bersifat
merusak dan menghilangkan produksi antibody antitrombin. Indikasi
splenektomi sebagai berkut: Bila AT < 50.000/ μL setelah 4 minggu (satu studi
menyatakan bahwa semua pasien yang mengalami remisi komplit mempunyai
AT >50.000/μL dalam 4 minggu), angka trombosit tidak menjadi normal
setelah 6 -8 minggu (karena problem efek samping), angka trombosit normal
tetapi menurun bila dosis diturunkan (tapering off). Respon pasca splenektomi
didefinisikan sebagai: tak ada respon bila gagal mempertahankan > 50.000/
μL beberapa waktu setelah splenektomi. Relaps bila AT turun < 50.000/ μL.
Angka 50.000 dipilih karena diatas batas ini, pasien tidak diberi terapi.
Respon splenektomi bervariasi antara 50% sampai dengan 80%.
2. Penanganan Relaps Pertama
Splenektomi perlu bagi orang dewasa pada umumnya yang relaps atau yang tidak
berespon dengan kortikosteroid, IgIV dan Ig anti-D.

14
3. Terapi PTI Kronik Refrakter
Pasien refakter (+ 25 – 30 % pada PTI) didefinsikan sebagai terap kortikosteroid dosis
standar dan splenektomi serta lebih membutuhkan terapi lanjut karena AT yang
rendah atau terjadi perdarahan klinis. Kelompok ini memiliki respon terapi yang
rendah, mempunyai morbiditas yang bermakna terhadap penyakit ini dan terapinya
serta memiliki mortalitas sekitar 16%. PTI refrakter kronik ditegakkan bila ditemukan
3 kriteria sebagai berikut: PTI menetap lebih dari 3 bulan, pasien gagal berespon
dengan splenektomi dan AT < 30.000/ mL.

4. Pendekatan Terapi Konvensional Lini Kedua


Untuk pasien yang terapi standar kortikosteroid tidak membaik, ada beberapa pilihan
terapi yang dapat digunakan sebagai berikut:

 Steroid dosis tinggi. Terapi pasien PTI refrakter selain prednisolon dapat

15
digunakan deksametason oral dosis tinggi. Deksametason 40 mg/hari selama 4
hari, diulang setiap 28 hari untuk 6 siklus. Dari 10 pasien dalam penelitian
kecil ini semua memberi respon yang baik (dengan AT >100.000/mL) bertahan
sekurang-kurangnya selama 6 bulan. Pasien yang tidak berespon dengan
deksametason dosis tinggi segera diganti obat lainnya.
 Metilpednisolon. Steroid perenteral seperti metilprednisolon digunakan
sebagai terapi lini kedua dan ketiga pada PTI refrakter. Metilprednisolon pada
dosis tinggi dapat diberikan pada PTI anak dan dewasa yang resisten terhadap
prednisolon dosis konvensional. Dari penelitian Weil pada pasien PTI berat
menggunakan dosis tinggi metilprednisolon 30 mg/kg iv kemudian dosis
diturunkan tiap 3 hari sampai 1 mg/kg/hari dibandingkan dengan pasien PTI
klinis ringan yang telah mendapat terapi prednisolon dosis konvensional.
Pasien yang mendapat terapi metilprednisolon dosis tinggi mempunyai respon
lebih cepat (4.7 vs 8.4 hari) dan mempunyai angka respon (80% vs 53%).
Respon steroid intravena bersifat sementara pada semua pasien dan
memerlukan steroid oral untuk menjaga agar AT tetap adekuat.
 IVIg dosis tinggi. Immunoglobulin intravena dosis tinggi 1 mg/kgBB/hari
selama 2 hari berturut-turut sering dikombinasikan dengan kortikosteroid, akan
meningkatkan AT dengan cepat. Efek samping terutama sakit kepala, namun
jika berhasil maka dapat diberikan secara intermitten atau substitusi dengan
anti-D intravena.
 Anti-D intravena. Anti-D intravena telah menunjukkan peningatan AT 79-
90% pada orang dewasa. Dosis anti-D 50-75% mg/kg/hari IV. Mekanisme
kerja anti-D yakni destruksi sel darah merah rhesus D-positif yang secara
khusus dibersihkan oleh RES terutama dilien, jadi bersaing dengan
autoantibody yang menyelimuti trombosit melalui Fc reseptor blockade.
 Alkaloid vinka. Semua terapi golongan alkaloid vinka jarang digunakan
meskipun mungkin bernilai ketika terapi lainnya gagal dan ini diperlukan
untuk meningkatkan AT dengan cepat, misalnya vinkristin 1 mg atau 2 mg iv,
vinblastin 5 - 10 mg, setiap minggu selama 4 – 6 minggu.
 Danazol. Dosis danazol 200 mg p.o 4x sehari selama 6 bulan karena respon
sering lambat. Fungsi hati harus diperiksa setiap bulan. Bila respon terjadi,
dosis diteruskan sampai dosis maksimal sekuang-kurangnya 1 tahun dan

16
kemudian diturunkan 200 mg/hari selama 4 bulan.
 Immunosupresif dan kemoterapi kombinasi. Immunosuprsif digunakan
pada pasien yang gagal berespon dengan terapi lainnya. Terapi dengan
azatrioprin (2 mg/kg maksimal 150 mg/hari) atau siklofosfamid sebagai obat
tunggal yang dapat dipertimbangkan dan responya bertahan sampai 25%. Pada
pasien yang berat, simptomatik, PTI kronik refrakter terhadap berbagai terapi
sebelumnya. Pemakaian siklofosfamid, vinkristin dan prednisolon sebagai
kombinasi telah efektif digunakan seperti pada limfoma. Siklofosfamid 50 –
100 mg p.o bila 3 bulan tidak ada respon obat dihentikan, bila ada respon
sampai 3 bulan turunkan sampai dosis terkecil.
 Dapsone. Dapson dosis 75 mg p.o per hari, respon terjadi dalam 2 bulan.
Pasien-pasien harus diperiksa G6PD, karena pasien dengan kadar G6PD yang
rendah mempunyai risiko hemolisis yang serius.
5. Pendekatan Pasien yang Gagal Terapi Standard dan Terapi Lini Kedua
Sekitar 25% PTI refrakter dewasa gagal berespon dengan terapi lini pertama atau
kedua dan memberi masalah besar. Beberapa diantaranya mengalami perdarahan aktif
namun lebih banyak yang berpotensi untuk perdarahan serta masalah penanganannya.
Pada umumnya PTI refrakter kronis bisa mentoleransi trombositopenia dengan baik
dan bisa mempunyai kualitas hidup normal atau mendekati normal. Bagi mereka yang
gagal dengan terapi lini pertama dan kedua hanya memilih terapi yang terbatas
meliputi: interferon-α, anti-CD20, Campath-1H, mikofenolat mofetil, protein A
columnd dan terapi lainnya.

6. Rekomendasi Terapi PTI Yang Gagal Terapi Lini Pertama dan Kedua
Campatth-H dan Rituximab adalah obat yang mungkin bermanfaat pada pasien tidak
berespon dengan terapi lain dan dibutuhkan untuk meningkatkan AT (misalnya:
perdarahan aktif). Mikofenolat mofetil tampak efektif pada beberapa pasien PTI
refrakter tetapi studi lebih besar diperlukan untuk mengkonfirmasikan efikasi dan
keamanannya. Dalam hal pertimbangan resiko: rasio manfaat, terapi dengan
interferon-α, protein A columns, plasmaferesis dan liposomal doksorubisin tidaklah
direkomendasikan.

Prognosis

Respons terapi dapat mencapai 50 – 70% dengan kortikosteroid. Pasien PTI dewasa

17
hanya sebagian kecil dapat mengalami remisi spontan penyebab kematian pada PTI biasanya
disebabkan oleh perdarahan intracranial yang berakibat fatal berkisar 2.2% untuk usia lebih
dari 40 tahun dan sampai 47.8% untuk usia lebih dari 60 tahun.

4. Plan
Diagnosis :
Dari anamnesis, pemeriksaan fisis, pada pasien ini didiagnosis dengan Idipopatik
Trombositopenia Purpura dan malaise
Pengobatan : memperbaiki keadaan umum, dan saran rawat inap
Medikamentosa :
 IVFD : RL 18 tpm
 Ranitidin 50 mg inj
 Ondansentron 4 mg inj
 Rawat inap  konsul penyakit dalam , advice :
 Metilprednisolon 3x1
 Omeprazol 2x1
 Vit k 2x1
 Pro transfusi

Pendidikan:Menjelaskan tentang penyakit ITP dan pentalaksanaannya


Konsultasi : -

18

You might also like