You are on page 1of 19

Borang Portofolio I (Kasus Kegawatdaruratan)

No. ID dan Nama Peserta : / dr. Uni Insyirah


No. ID dan Nama Wahana:/ IGD RSUD Arifin Nu’mang
Topik: Asma Bronkhial Eksaserbasi Akut
Tanggal (kasus) :14 September 2017
Nama Pasien :Ny. S No. RM :022210
Tanggal Presentasi : Pendamping: dr. Kasmawati Amin
Tempat Presentasi:RSUD Arifin Nu’mang
Obyek presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi: Perempuan, 70 tahun, sesak nafas disertai suara mengi di alami sejak 1 yang lalu
sebelum masuk RS. Sesak nafas dirasakan terus menerus, sesak disertai batuk berlendir.
Tujuan: Melakukan penanganan awal dalam rangka life saving pasien nyeri dada.
Bahan Tinjauan Riset Kasus Audit
bahasan: pustaka
Cara Diskusi Presentasi dan E-mail Pos
membahas: diskusi

Data Pasien: Nama: Ny. S No.Registrasi: 022210


Nama klinik RSUD Arifin Nu’mang
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/gambaran klinis: Sesak nafas disertai suara mengi dialami sejak 1 jam yang
lalu SMRS. Sesak nafas dirasakan secara tiba-tiba saat penderita selesai membersihkan
rumah. Sesak dirasakan seperti rasa penuh dan berat di bagian dada, sesak nafas
dirasakan terus menerus dan tidak berkurang dengan istirahat serta dengan perubahan
posisi. Sesak dirasakan memberat bila malam hari atau terpapar debu, cuaca dingin serta
saat banyak melakukan aktivitas. Sesak disertai batuk berlendir.
2. Riwayat pengobatan: (-)
3. Riwayat kesehatan/penyakit: riwayat penyakit asma (+), riwayat alergi debu dan cuaca
dingin (+)
4. Riwayat keluarga: riwayat penyakit ayah (+), ibu (-)
5. Riwayat pekerjaan: ibu rumah tangga
6. Lain-lain: penggunaan obat-obatan (-)

Daftar Pustaka:
1. Kabo, Peter, editor. Bagaimana Menggunakan Obat-obat Kardiovaskular secara Rasional.
Jakarta: FKUI; 2010. h. 138-148, 172-175

Hasil pembelajaran:
1. Penanganan awal dan life saving kasus asma bronkhial.
2. Edukasi pasien mengenai asma bronkhial.

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:

1. Subyektif:
Sesak nafas disertai suara mengi. Sesak seperti rasa penuh dan berat di bagian dada
dan dirasakan terus menerus. Sesak dirasakan memberat bila malam hari atau terpapar
debu, cuaca dingin serta saat banyak melakukan aktivitas.

 Dialami sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit.


 Batuk berlendir (+), nyeri dada (-), mual (-), muntah (-). Demam (-)
 BAK : kesan lancar
 BAB : kesan normal

2. Obyektif:
a. Status Generalis :
Sakit Sedang/Gizi baik/Compos Mentis/GCS (E4M6V5)
- BB : 55 kg
- TB : 160 cm
b. Status Vitalis :
- T= 140/90mmHg
- N= 80 x/menit
- P= 28 x/menit (Thoracoabdominal)
- S= 37 °C (axilla)
c. Kepala :
- Anemis (-/-),
- Ikterus (-/-),
- Sianosis (-),
d. Leher :
- Pembesaran kelenjar tiroid (-),
- Massa tumor (-),
- Nyeri tekan (-),
- Deviasi trachea (-),
- Pembesaran kelenjar getahbening (-),
e. Thorax :
- I= Simetris (ki=ka), mengikuti gerak napas, reguler, jejas (-)
- P= Nyeri tekan (-), massa tumor (-), krepitasi (-)
- P= Sonor ki=ka, batas paru hepar ICS V dextra anterior.
- A=Bunyi pernapasan vesikuler, bunyi tambahan : wheezing (+/+) di seluruh
lapangan paru, ekspirasi memanjang, ronkhi (-/-).
f. Jantung :
- I= Ictus cordis tidak nampak
- P= Ictus cordis sulit teraba
- P= Batas jantung normal, pekak relatif
Batas kanan atas ICS II linea sternalis lateralis dextra,
Batas kanan bawah ICS V linea parastenalis dextra
Batas kiri atas ICS II linea parasternalis sinistra
Batas kiri bawah ICS V linea mediocalvicularissinistra.
- A= BJ I/II murni reguler.
g. Abdomen :
- I= Datar, ikut gerak napas.
- A= Peristaltik (+) kesan normal.
- P= Massa tumor (-), nyeri tekan (-), hepar (tidak teraba), lien (tidak
teraba)
- P= Timpani (+), acites (-)
h. Ektremitas :
- Edema (-/-), deformitas (-/-), krepitasi (-/-) , fraktur (-/-)
3. Assesment:
Berdasarkan anamnesis, pasien datang dengan sesak nafas disertai suara mengi
dirasakan kurang lebih 1 jam SMRS. Keluhan dirasakan secara tiba-tiba saat selesai
membersihkan rumah. Keluhan tidak berkurang dengan beristirahat.
Sesak nafas disertai suara mengi adalah khas pada kasus asma akibat adanya obstruksi
saluran nafas, sehingga pada auskultasi didapatkan suara mengi. Dalam kasus ini, terdapat
faktor genetik yaitu ayah kandung pasien sendiri juga menderita asma. Menurut data
penelitian, didapatkan kemungkinan kejadian asma bronkial diturunkan sebesar 60-70%.
Dimana pada kasus asma yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat
mudah terkena penyakit asthma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu
hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
Pada kasus di atas selain faktor genetik, terdapat juga riwayat alergi pada penderita
yakni alergi debu dan cuaca dingin. Dalam kasus ini, adanya riwayat alergi merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya keluhan sesak pada kasus asma bronkhial. Dua pertiga
penderita asma bronkial merupakan asma bronkial alergi (atopi) dan 50% pasien asma
bronkial berat merupakan asma bronkial atopi. Asma bronkial atopi ditandai dengan
timbulnya antibodi terhadap satu atau lebih alergen seperti debu, tungau rumah, bulu binatang
dan jamur. Atopi ditandai oleh peningkatan produksi IgE sebagai respon terhadap alergen.
Prevalensi asma bronkial non atopi tidak melebihi angka 10%. Alergen akan memicu
terjadinya bronkokonstriksi akibat dari pelepasan IgE dependent dari sel mast saluran
pernafasan dari mediator, termasuk diantaranya histamin, prostaglandin, leukotrin, sehingga
akan terjadi kontraksi otot polos. Asma bronkial merupakan interaksi yang kompleks antara
faktor genetik dan lingkungan.
Dari pemeriksaan fisis didapatkan pada auskultasi adanya bunyi mengi (wheezing)
pada seluruh lapangan paru serta didapatkan ekspirasi memanjang. Dalam kasus ini,
wheezing merupakan tanda yang khas pada kasus asma bronkhial. Wheezing terutama
terdengar saat ekspirasi. Bunyi mengi (wheezing) timbul akibat adanya obstruksi saluran
nafas, sehingga pada auskultasi didapatkan suara mengi (wheezing). Obstruksi saluran napas
pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, sumbatan mukus, edema, dan
inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara
fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal
tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi.
Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang
menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan
gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di dada terutama
pada malam hari atau dini hari yang umumnya bersifat revrsibel baik dengan atau tanpa
pengobatan. Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea
dan bronchi berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma Bronkial
adalah penyakit pernapasan obstruktif yang ditandai oleh spame akut otot polos bronkiolus.
Hal ini menyebabkan obsktrusi aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus. Jadi dapat
disimpulkan bahwa asma adalah penyakit jalan napas obstruktif yang disebabkan oleh
berbagai stimulan, yang ditandai dengan spasme otot polos bronkiolus.
Asma dapat ditemukan pada laki – laki dan perempuan di segala usia, terutama pada
usia dini. Perbandingan laki – laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia
remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa. Berdasarkan data
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini jumlah penderita asma di dunia
diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan angka ini akan terus meningkat
hingga 400 juta penderita pada tahun 2025.
Hasil penelitian International Study on Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC)
pada tahun 2005 menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi penyakit asma meningkat dari
4,2% menjadi 5,4%. Diperkirakan prevalensi asma di Indonesia 5% dari seluruh penduduk
Indonesia, artinya saat ini ada 12,5 juta pasien asma di Indonesia.
Sesuatu yang dapat memicu serangan asma ini sangat bervariasi antara satu individu
dengan individu yang lain. Beberapa hal diantaranya adalah alergen, polusi udara, infeksi
saluran nafas, kecapaian, perubahan cuaca, makanan, obat atau ekspresi emosi yang
berlebihan, rinitis, sinusitis bakterial, poliposis, menstruasi, refluks gastroesofageal dan
kehamilan.1

Alergen akan memicu terjadinya bronkokonstriksi akibat dari pelepasan IgE


dependent dari sel mast saluran pernafasan dari mediator, termasuk diantaranya histamin,
prostaglandin, leukotrin, sehingga akan terjadi kontraksi otot polos. Keterbatasan aliran udara
yang bersifat akut ini kemungkinan juga terjadi oleh karena saluran pernafasan pada pasien
asma sangat hiper responsif terhadap bermacam-macam jenis serangan. Akibatnya
keterbatasan aliran udara timbul oleh karena adanya pembengkakan dinding saluran nafas
dengan atau tanpa kontraksi otot polos. Peningkatan permeabilitas dan kebocoran
mikrovaskular berperan terhadap penebalan dan pembengkakan pada sisi luar otot polos
saluran pernafasan.

Gambar 1. bronkiolus normal dan bronkiolus pada asma bronkial

Penyempitan saluran pernafasan yang bersifat progresif yang disebabkan oleh


inflamasi saluran pernafasan dan atau peningkatan tonos otot polos bronkioler merupakan
gejala serangan asma akut dan berperan terhadap peningkatan resistensi aliran, hiper inflasi
pulmoner, dan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi.

Pada penderita asma bronkial karena saluran napasnya sangat peka (hipersensitif)
terhadap adanya partikel udara, sebelum sempat partikel tersebut dikeluarkan dari tubuh,
maka jalan napas (bronkus) memberi reaksi yang sangat berlebihan (hiperreaktif), maka
terjadilah keadaan dimana

 Otot polos yang menghubungkan cincin tulang rawan akan


berkontraksi/memendek/mengkerut
 Produksi kelenjar lendir yang berlebihan
 Bila ada infeksi akan terjadi reaksi sembab/pembengkakan dalam saluran napas
Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas. Akibatnya
menjadi sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha untuk membersihkan diri, keluar
dahak yang kental bersama batuk, terdengar suara napas yang berbunyi yang timbul apabila
udara dipaksakan melalui saluran napas yang sempit. Suara napas tersebut dapat sampai
terdengar keras terutama saat mengeluarkan napas.
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas dan disebabkan oleh hiperreaktivitas
saluran napas yang melibatkan beberapa sel inflamasi terutama sel mast, eosinofil, sel
limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel yang menyebabkan pelepasan mediator seperti
histamin dan leukotrin yang dapat mengaktivasi target saluran napas sehingga terjadi
bronkokonstriksi, kebocoran mikrovaskular, edema dan hipersekresi mukus. Inflamasi
saluran napas pada asma merupakan proses yang sangat kompleks melibatkan faktor genetik,
antigen dan berbagai sel inflamasi, interaksi antara sel dan mediator yang membentuk proses
inflamasi kronik.8

Proses inflamasi kronik ini berhubungan dengan peningkatan kepekaan saluran napas
sehingga memicu episode mengi berulang, sesak napas, batuk terutama pada malam hari.
Hiperresponsivitas saluran napas adalah respon bronkus berlebihan yaitu penyempitan
bronkus akibat berbagai rangsangan spesifik dan non-spesifik.8

Gambar 2. Patofisiologi Asma

Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus,
sumbatan mukus, edema, dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama
ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini
mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi

Tabel 1. Mediator Sel Mast dan Pengaruhnya terhadap Asma

Mediator Pengaruh terhadap asma

 Histamin
 LTC4, D4,E4
 Prostaglandin dan Thromboksan A2 Kontruksi otot polos
 Bradikinin
 Platelet-activating factor (PAF)
 Histamin
 LTC4, D4,E4
 Prostaglandin dan Thromboksan E2
 Bradikinin Udema mukosa
 Platelet-activating factor (PAF)
Chymase
 Radikal oksigen
 Histamin
 LTC4, D4,E4 Sekresi mukus
 Prostaglandin
 Hidroxyeicosatetraenoic acid
 Radikal oksigen
 Enzim proteolitik Deskuamasi epitel bronkial
 Faktor inflamasi dan sitokin

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi


timbulnya serangan asthma bronkial.
a. Faktor predisposisi
1) Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Karena adanya bakat alergi ini,
penderita sangat mudah terkena penyakit asthma bronkhial jika terpapar dengan
faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa
diturunkan.
b. Faktor presipitasi
1) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan, seperti: debu, bulu binatang,
serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut, seperti : makanan dan obat-obatan.
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit, seperti : perhiasan,
logam dan jam tangan.
2) Perubahan cuaca.
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim
hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin
serbuk bunga dan debu.
3) Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada.
4) Lingkungan kerja.
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas.
5) Olah raga/aktifitas jasmani yang berat.
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas
jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan
serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah
selesai aktifitas tersebut.
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,
yaitu:
1) Ekstrinsik (alergik)
Asma ekstrinsik ditandai dengan adanya reaksi alergik yang disebabkan oleh
faktor-faktor pencetus spesifik (alergen), seperti serbuk bunga, bulu binatang,
obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Oleh karena itu jika ada
faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi
serangan asthma ekstrinsik. Pasien dengan asma ekstrinsik biasanya sering
dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi dalam
keluarganya.
2) Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang
tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan
oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi
lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang
menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma
gabungan.
3) Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik.
Adapun asma berdasarkan gambaran klinis :
Asma berdasarkan derajat serangan :

TANDA DAN GEJALA


Gejala klinis asma klasik terdiri dari trias sesak nafas, batuk, dan mengi. Gejala
lainnya dapat berupa rasa berat di dada, produksi sputum, penurunan toleransi kerja, nyeri
tenggorokan, dan pada asma alergik dapat disertai dengan pilek atau bersin. Timbulnya gejala
juga sangat dipengaruhi oleh adanya faktor pencetus seperti paparan terhadap alergen, udara
dingin, infeksi saluran nafas, obat-obatan, atau aktivitas fisik. Faktor sosial juga
mempengaruhi munculnya serangan pada pasien asma, seperti karakteristik rumah, merokok
atau tidak, karakteristik tempat bekerja atau sekolah, tingkat pendidikan penderita, atau
pekerjaan.
Wheezing terutama terdengar saat ekspirasi. Berat ringannya wheezing tergantung
cepat atau lambatnya aliran udara yang keluar masuk paru. Bila dijumpai obstruksi ringan
atau kelelahan otot pernafasan, wheezing akan terdengar lebih lemah atau tidak terdengar
sama sekali. Batuk hampir selalu ada, bahkan seringkali diikuti dengan sahak putih berbuih.
Selain itu, makin kental dahak maka keluhan sesak akan semakin berat.4
Tanda lain yang menyertai sesak nafas adalah pernafasan cuping hidung yang sesuai
dengan irama pernafasan. Frekuensi pernafasan terlihat meningkat ( takipnea) otot bantu
pernafasan ikut aktif, dengan tampak gelisah. Pada fase permulaan, sesak nafas akan diikuti
dengan penurunan Pa02 dan PaCO2 tetapi pH normal atau naik sedikit. Hipoventilasi yang
terjadi kemudian akan meperberat sesak nafas, karena menyebabkan penurunan PaO2 dan PH
serta meningkatkan PaCO2 darah. Salin itu, terjadi kenaikan tekanan darah dan denyut nadi
sampai 110-130/menit, karena peningkatan konsentrasi kaekolamin dalam darah akibat
respon hipoksemia.1

a. Gejala awal berupa:


- Batuk terutama pada malam atau dini hari
- Sesak napas
- Napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan napasnya
- Rasa berat di dada
- Dahak sulit keluar.
- Belum ada kelainan bentuk thorak
- Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E
- BGA belum patologis
b. Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa atau disebut
juga stadium kronik. Yang termasuk gejala yang berat adalah:
- Serangan batuk yang hebat
- Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal
- Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut)
- Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk
- Kesadaran menurun
- Thorak seperti barel chest
- Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
- Sianosis
- BGA Pa O2 kurang dari 80%
- Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)
Diagnosis asma dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium, dan pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis
Anamnesis meliputi adanya gejala yang episodik, gejala berupa batuk, sesak
napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Faktor –
faktor yang mempengaruhi asma, riwayat keluarga dan adanya riwayat alergi.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi saluran
napas. Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernapasan dan denyut nadi juga
meningkat, ekspirasi memanjang, bunyi mengi (wheezing).
3. Pemeriksaan Laboratorium
Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman, kristal
Charcot Leyden).
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Spirometri
Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi
paru. Reversibilitas penyempitan saluran napas yang merupakan ciri khas asma
dapat dinilai dengan peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1)
dan atau kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak 20% atau lebih sesudah pemberian
bronkodilator.
b. Uji Provokasi Bronkus
Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada
penderita dengan gejala sma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji
provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus merupakan cara untuk
membuktikan secara objektif hiperreaktivitas saluran napas pada orang yang
diduga asma. Uji provokasi bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu uji provokasi
dengan beban kerja (exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik
seperti metakolin dan histamin.
c. Foto Toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang
memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas,
pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan,
gambaran radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan adanya kelainan.

Tatalaksana di Ruang Emergensi.


Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan
kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan
aktiviti sehari-hari.
Tujuan penatalaksanaan asma :
1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
2. Mencegah eksaserbasi akut
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
4. Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise
5. Menghindari efek samping obat
6. Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel
7. Mencegah kematian karena asma
1) Oksigen.
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%
sekitar 2-4 liter/menit.
2) Pelega (reliever)
Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau
menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di
dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif
jalan napas. Termasuk pelega adalah :
a) Agonis beta2 kerja singkat
Agonis beta-2 kerja singkat. Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin,
fenoterol, dan prokaterol yang telah beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai
kerja (onset) yang cepat. Mekanisme kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi
otot polos saluran napas, meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti
pembuluh darah dan modulasi penglepasan mediator dari sel mast. Merupakan terapi
pilihan pada serangan akut dan sangat bermanfaat sebagai praterapi pada
exerciseinduced asthma
b) Kortikosteroid sistemik.
Steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega bila penggunaan bronkodilator yang
lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai, penggunaannya dikombinasikan
dengan bronkodilator lain).
c) Antikolinergik
Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek penglepasan
asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan
menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga menghambat refleks
bronkokostriksi yang disebabkan iritan. Termasuk dalam golongan ini adalah
ipratropium bromide dan tiotropium bromide.
d) Aminofillin
e) Adrenalin
Tabel 1. obat-obat reliever pada Asma bronkial
3) Pengontrol (Controllers)
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan
setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma
persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol :
a) Kortikosteroid inhalasi
Pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma. Penggunaan
steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan
napas, mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki
kualiti hidup. Steroid inhalasi adalah pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan
sampai berat).
b) Kortikosteroid sistemik
Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu diingat indeks terapi (efek/
efek samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik daripada steroid oral jangka
panjang.
c) Sodium kromoglikat dan Nedokromil sodium
Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium) Pemberiannya secara
inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten ringan. Dibutuhkan
waktu 4-6 minggu pengobatan untuk menetapkan apakah obat ini bermanfaat atau
tidak.
d) Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti
antiinflamasi. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat digunakan sebagai obat
pengontrol, berbagai studi menunjukkan pemberian jangka lama efektif mengontrol
gejala dan memperbaiki faal paru.
e) Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi
Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan
formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam). Seperti lazimnya agonis
beta-2 mempunyai efek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier,
menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan memodulasi penglepasan mediator dari
sel mast dan basofil.
f) Agonis beta-2 kerja lama, oral
g) Leukotrien modifiers
Obat ini merupakan anti asma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral.
Mekanisme kerja menghasilkan efek bronkodilator minimal dan menurunkan
bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat
bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi. Kelebihan obat ini adalah
preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga mudah diberikan. Saat ini yang
beredar di Indonesia adalah zafirlukas (antagonis reseptor leukotrien sisteinil).
h) Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1)
Tabel 2. Obat-obat controllers pada asma bronkial
Diagnosis:
Dyspneu e.c Asma Bronkhial Eksaserbasi Akut
Penatalaksanaan:
 O2 3-4 L/ mnt via nasal kanul
 Connecta
 Nebu Farbivent 1 amp/8 jam/nebu
 Inj. Dexamethason 1 amp/8 jam/iv
 Ambroxol 3x1

Konsultasi : Konsultasi ke Internist untuk penatalaksanaan selanjutnya.


Rujukan : (-)
Kontrol : (-)
Sidrap, September 2017

Peserta, Pendamping,

dr. Uni Insyirah dr.Kasmawati Amin

You might also like