Professional Documents
Culture Documents
Daftar Pustaka:
1. Kabo, Peter, editor. Bagaimana Menggunakan Obat-obat Kardiovaskular secara Rasional.
Jakarta: FKUI; 2010. h. 138-148, 172-175
Hasil pembelajaran:
1. Penanganan awal dan life saving kasus asma bronkhial.
2. Edukasi pasien mengenai asma bronkhial.
1. Subyektif:
Sesak nafas disertai suara mengi. Sesak seperti rasa penuh dan berat di bagian dada
dan dirasakan terus menerus. Sesak dirasakan memberat bila malam hari atau terpapar
debu, cuaca dingin serta saat banyak melakukan aktivitas.
2. Obyektif:
a. Status Generalis :
Sakit Sedang/Gizi baik/Compos Mentis/GCS (E4M6V5)
- BB : 55 kg
- TB : 160 cm
b. Status Vitalis :
- T= 140/90mmHg
- N= 80 x/menit
- P= 28 x/menit (Thoracoabdominal)
- S= 37 °C (axilla)
c. Kepala :
- Anemis (-/-),
- Ikterus (-/-),
- Sianosis (-),
d. Leher :
- Pembesaran kelenjar tiroid (-),
- Massa tumor (-),
- Nyeri tekan (-),
- Deviasi trachea (-),
- Pembesaran kelenjar getahbening (-),
e. Thorax :
- I= Simetris (ki=ka), mengikuti gerak napas, reguler, jejas (-)
- P= Nyeri tekan (-), massa tumor (-), krepitasi (-)
- P= Sonor ki=ka, batas paru hepar ICS V dextra anterior.
- A=Bunyi pernapasan vesikuler, bunyi tambahan : wheezing (+/+) di seluruh
lapangan paru, ekspirasi memanjang, ronkhi (-/-).
f. Jantung :
- I= Ictus cordis tidak nampak
- P= Ictus cordis sulit teraba
- P= Batas jantung normal, pekak relatif
Batas kanan atas ICS II linea sternalis lateralis dextra,
Batas kanan bawah ICS V linea parastenalis dextra
Batas kiri atas ICS II linea parasternalis sinistra
Batas kiri bawah ICS V linea mediocalvicularissinistra.
- A= BJ I/II murni reguler.
g. Abdomen :
- I= Datar, ikut gerak napas.
- A= Peristaltik (+) kesan normal.
- P= Massa tumor (-), nyeri tekan (-), hepar (tidak teraba), lien (tidak
teraba)
- P= Timpani (+), acites (-)
h. Ektremitas :
- Edema (-/-), deformitas (-/-), krepitasi (-/-) , fraktur (-/-)
3. Assesment:
Berdasarkan anamnesis, pasien datang dengan sesak nafas disertai suara mengi
dirasakan kurang lebih 1 jam SMRS. Keluhan dirasakan secara tiba-tiba saat selesai
membersihkan rumah. Keluhan tidak berkurang dengan beristirahat.
Sesak nafas disertai suara mengi adalah khas pada kasus asma akibat adanya obstruksi
saluran nafas, sehingga pada auskultasi didapatkan suara mengi. Dalam kasus ini, terdapat
faktor genetik yaitu ayah kandung pasien sendiri juga menderita asma. Menurut data
penelitian, didapatkan kemungkinan kejadian asma bronkial diturunkan sebesar 60-70%.
Dimana pada kasus asma yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat
mudah terkena penyakit asthma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu
hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
Pada kasus di atas selain faktor genetik, terdapat juga riwayat alergi pada penderita
yakni alergi debu dan cuaca dingin. Dalam kasus ini, adanya riwayat alergi merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya keluhan sesak pada kasus asma bronkhial. Dua pertiga
penderita asma bronkial merupakan asma bronkial alergi (atopi) dan 50% pasien asma
bronkial berat merupakan asma bronkial atopi. Asma bronkial atopi ditandai dengan
timbulnya antibodi terhadap satu atau lebih alergen seperti debu, tungau rumah, bulu binatang
dan jamur. Atopi ditandai oleh peningkatan produksi IgE sebagai respon terhadap alergen.
Prevalensi asma bronkial non atopi tidak melebihi angka 10%. Alergen akan memicu
terjadinya bronkokonstriksi akibat dari pelepasan IgE dependent dari sel mast saluran
pernafasan dari mediator, termasuk diantaranya histamin, prostaglandin, leukotrin, sehingga
akan terjadi kontraksi otot polos. Asma bronkial merupakan interaksi yang kompleks antara
faktor genetik dan lingkungan.
Dari pemeriksaan fisis didapatkan pada auskultasi adanya bunyi mengi (wheezing)
pada seluruh lapangan paru serta didapatkan ekspirasi memanjang. Dalam kasus ini,
wheezing merupakan tanda yang khas pada kasus asma bronkhial. Wheezing terutama
terdengar saat ekspirasi. Bunyi mengi (wheezing) timbul akibat adanya obstruksi saluran
nafas, sehingga pada auskultasi didapatkan suara mengi (wheezing). Obstruksi saluran napas
pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, sumbatan mukus, edema, dan
inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara
fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal
tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi.
Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang
menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan
gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di dada terutama
pada malam hari atau dini hari yang umumnya bersifat revrsibel baik dengan atau tanpa
pengobatan. Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea
dan bronchi berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma Bronkial
adalah penyakit pernapasan obstruktif yang ditandai oleh spame akut otot polos bronkiolus.
Hal ini menyebabkan obsktrusi aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus. Jadi dapat
disimpulkan bahwa asma adalah penyakit jalan napas obstruktif yang disebabkan oleh
berbagai stimulan, yang ditandai dengan spasme otot polos bronkiolus.
Asma dapat ditemukan pada laki – laki dan perempuan di segala usia, terutama pada
usia dini. Perbandingan laki – laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia
remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa. Berdasarkan data
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini jumlah penderita asma di dunia
diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan angka ini akan terus meningkat
hingga 400 juta penderita pada tahun 2025.
Hasil penelitian International Study on Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC)
pada tahun 2005 menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi penyakit asma meningkat dari
4,2% menjadi 5,4%. Diperkirakan prevalensi asma di Indonesia 5% dari seluruh penduduk
Indonesia, artinya saat ini ada 12,5 juta pasien asma di Indonesia.
Sesuatu yang dapat memicu serangan asma ini sangat bervariasi antara satu individu
dengan individu yang lain. Beberapa hal diantaranya adalah alergen, polusi udara, infeksi
saluran nafas, kecapaian, perubahan cuaca, makanan, obat atau ekspresi emosi yang
berlebihan, rinitis, sinusitis bakterial, poliposis, menstruasi, refluks gastroesofageal dan
kehamilan.1
Pada penderita asma bronkial karena saluran napasnya sangat peka (hipersensitif)
terhadap adanya partikel udara, sebelum sempat partikel tersebut dikeluarkan dari tubuh,
maka jalan napas (bronkus) memberi reaksi yang sangat berlebihan (hiperreaktif), maka
terjadilah keadaan dimana
Proses inflamasi kronik ini berhubungan dengan peningkatan kepekaan saluran napas
sehingga memicu episode mengi berulang, sesak napas, batuk terutama pada malam hari.
Hiperresponsivitas saluran napas adalah respon bronkus berlebihan yaitu penyempitan
bronkus akibat berbagai rangsangan spesifik dan non-spesifik.8
Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus,
sumbatan mukus, edema, dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama
ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini
mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi
Histamin
LTC4, D4,E4
Prostaglandin dan Thromboksan A2 Kontruksi otot polos
Bradikinin
Platelet-activating factor (PAF)
Histamin
LTC4, D4,E4
Prostaglandin dan Thromboksan E2
Bradikinin Udema mukosa
Platelet-activating factor (PAF)
Chymase
Radikal oksigen
Histamin
LTC4, D4,E4 Sekresi mukus
Prostaglandin
Hidroxyeicosatetraenoic acid
Radikal oksigen
Enzim proteolitik Deskuamasi epitel bronkial
Faktor inflamasi dan sitokin
1. Anamnesis
Anamnesis meliputi adanya gejala yang episodik, gejala berupa batuk, sesak
napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Faktor –
faktor yang mempengaruhi asma, riwayat keluarga dan adanya riwayat alergi.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi saluran
napas. Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernapasan dan denyut nadi juga
meningkat, ekspirasi memanjang, bunyi mengi (wheezing).
3. Pemeriksaan Laboratorium
Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman, kristal
Charcot Leyden).
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Spirometri
Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi
paru. Reversibilitas penyempitan saluran napas yang merupakan ciri khas asma
dapat dinilai dengan peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1)
dan atau kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak 20% atau lebih sesudah pemberian
bronkodilator.
b. Uji Provokasi Bronkus
Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada
penderita dengan gejala sma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji
provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus merupakan cara untuk
membuktikan secara objektif hiperreaktivitas saluran napas pada orang yang
diduga asma. Uji provokasi bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu uji provokasi
dengan beban kerja (exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik
seperti metakolin dan histamin.
c. Foto Toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang
memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas,
pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan,
gambaran radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan adanya kelainan.
Peserta, Pendamping,