You are on page 1of 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah,
yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal
yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Kebudayaan dalam bahasa Inggris
disebut culture. Kata tersebut sebenarnya berasal dari bahasa Latin = colere yang
berarti pemeliharaan, pengolahan tanah menjadi tanah pertanian. Selanjutnya kata itu
diberi arti “pembentukan dan pemurnian jiwa”. Manusia memiliki unsur-unsur
potensi budaya yaitu pikiran (cipta), rasa, dan kehendak (karsa). Hasil ketiga potensi
budaya itulah yang disebut kebudayaan. Dengan kata lain kebudayaan adalah hasil
cipta, rasa dan karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan cipta
manusia mengembangkan kemampuan alam pikir yang menimbulkan ilmu
pengetahuan. Dengan rasa manusia menggunakan panca inderanya yang
menimbulkan karya-karya seni atau kesenian. Dengan karsa manusia menghendaki
kesempurnaan hidup, kemuliaan dan kebahagiaan sehingga berkembanglah
kehidupan beragama dan kesusilaan.
setiap manusia memiliki kebudayaan yang berbeda-beda itu di sebabkan
mereka memiliki komunitas tersendiri di wilayahnya sehingga apabila kita amati
manusia di belahan dunia manapun memiliki kebudayaannya masing-masing tak
terkecuali di indonesia yang memiliki banyak keberagaman budaya. Perbedaan
kebudayaan ini sangatlah wajar karna perbedaan yang dimiliki seperti faktor
Lingkungan, faktor alam, manusia itu sendiri dan berbagai faktor lainnya yang
menimbulkan Keberagaman budaya tersebut.
Sulawesi merupakan sebuah pulau dengan panjang garis pantai sekitar 3.500
mil, terdiri atas empat semenanjung utama yang terpisahkan oleh teluk dalam, dengan
dua semenanjung mengarah ke selatan dan dua lainnya ke utara, Kendari atau
tepatnya di Konawe. Secara geografis suku Tolaki mendiami wilayah daratan
Sulawesi bagian Tenggara, yang mendiami beberapa daerah kabupaten yaitu
Kabupaten Konawe, Kota Kendari, Konawe Selatan, Konawe Utara, Kolaka, Kolaka
Utara, dan Kolaka Timur. Beberapa daerah kabupaten tersebut berada di daerah
daratan Sulawesi bagian Tenggara.
B. RUMUSAN MASALAH

a) Bagaimana budaya Suku Tolaki di Sulawesi Tenggara?

C. TUJUAN

a) mengetahui lebih dalam kebudayaan suku Tolaki


BAB II
PEMBAHASAN

A. SUKU TOLAKI
Suku Tolaki adalah sebuah komunitas masyarakat yang mendiami pulau
Sulawesi di sebelah Tenggara persisnya di Kota Kendari, Kabupaten Konawe,
Konawe Selatan, Konawe Utara. Kebanyakan dari mereka punya profesi sebagai
petani yang rajin dalam bekerja. Selain itu mereka juga punya semangat gotong
royong yang tinggi.
Nama suku Tolaki tidak begitu saja ada dan terjadi dibalik nama tersebut tentu
mengandung arti atau sejarahnya, nama suku Tolaki ini berasal dari kata TOLAKI,
TO=orang atau manusia, LAKI= Jenis kelamin laki-laki, jadi artinya adalah manusia
yang memiliki kejantanan yang tinggi, berani dan menjunjung tinggi kehormatan
diri/harga diri.
Sehingga dari hal tersebut akhirnya Suku Tolaki menjadi salah satu suku
terbesar yang ada di Propinsi Sulawesi Tenggara di samping Suku Buton dan Suku
Muna yang tersebar di Kab. Kendari dan Kab. Kolaka, yang berada di Kab. Kolaka
dan mendiami daerah Mowewe, Rate-rate dan Lambuya sedangkan yang berada di
Kab. Kendari mendiami daerah Asera, Lasolo, Wawotobi, Abuki dan Tinanggea.
Orang Tolaki pada mulanya menamakan dirinya Tolohianga (orang dari langit).
Mungkin yang dimaksud “langit” adalah “kerajaan langit” sebagaimana dikenal
dalam budaya Cina. Dalam dugaannya, ada keterkaitan antara kata “hiu” yang dalam
bahasa Cina berarti “langit” dengan kata “heo” (Tolaki) yang berarti “ikut pergi ke
langit”.
Masyarakat Tolaki sejak zaman prasejarah telah memiliki jejak peradaban, hal
ini dibuktikan dengan ditemukannya peninggalan arkeologi di beberapa gua atau
kumapo di Konawe bagian utara maupun beberapa gua yang ada di daerah ini. Lokasi
situs gua-gua di daerah ini umumnya terletak di Konawe bagian Utara seperti Asera,
Lasolo, Wiwirano, Langgikima, Lamonae, diantaranya gua Tanggalasi, gua
Tengkorak I, gua Tengkorak II, gua Anawai Ngguluri, gua Wawosabano, gua
Tenggere dan gua Kelelawar serta masih banyak situs gua prasejarah yang belum
teridentifikasi.
Dari hasil penelitian tim Balai Arkeologi Makassar dari tinggalan materi uji
artefak di Wiwirano berupa sampel dengan menggunakan metode uji karbon 14 di
laboratorium Arkeologi Miami University Amerika Serikat, menyimpulkan bahwa
dari pada artefak di Wiwirano Konawe Utara berumur sekitar 7000 tahun yang lalu
atau dengan evidensi ini maka peradaban Tolaki di Konawe telah berlangsung sejak
5000 tahun Sebelum Masehi. Di dalam gua-gua tersebut menyimpan banyak artefak
baik tengkorak manusia, alat kerja seperti alat-alat berburu, benda pemujaan, guci,
tempayan, gerabah, porselin baik itu buatan Cina, Thailand, VOC, Hindia Belanda,
batu pemujaan, terdapat beberapa gambar atau adegan misalnya binatang, tapak
tangan, gambar berburu, gambar sampan atau perahu, gambar manusia, gambar
perahu atau sampan, patung, terakota, dan sebagainya. Secara linguistik bahasa
Tolaki merupakan atau masuk kedalam rumpun bahasa Austronesia, secara
Antropologi manusia Tolaki merupakan Ras Mongoloid, yang datang ditempat ini
melalui jalur migrasi dari Asia Timur, masuk daerah Sulawesi, hingga masuk daratan
Sulawesi Tenggara.

B. KEBUDAYAAN SUKU TOLAKI

Kota Kendari terdiri dari beberapa suku bangsa, salah satunya adalah suku bangsa
Tolaki. Suku ini merupakan suku asli di daratan Sulawesi Tenggara selain suku Muna
dari Pulau Muna dan Suku Buton yang berasal dari pulau Buton. Sekitar abad ke-10
daratan Sulawesi Tenggara memiliki dua kerajaan besar yaitu kerajaan Konawe
(wilayah Kabupaten Konawe) dan Kerajaan Mekongga (Wilayah Kabupaten Kolaka)
secara umum kedua Kerajaan ini serumpun dan dikenal sebagai suku Tolaki.

Ditengah-tengah kehidupan sosial kemasyarakatan Tolaki terdapat satu simbol


peradaban yang mampu mempersatukan dari berbagai masalah atau persoalan yang
mampu mengangkat martabat dan kehormatan mereka disebut: “KALO SARA” serta
kebudayaan Tolaki ini yang lahir dari budi, tercermin sebagai cipta rasa dan karsa
akan melandasi ketentraman, kesejahteraan kebersamaan dan kehalusan pergaulan
dalam bermasyarakat.

Kalosara sebagai adat pokok dapat digolongkan ke dalam 5 cabang, yaitu: (1)
sara wonua, yaitu adat pokok dalam pemerin- tahan; (2) sara mbedulu, yaitu adat
pokok dalam hubungan kekeluargaan dan persatuan pada umumnya; (3) sara
mbe’ombu, yaitu adat pokok dalam aktivitas agama dan kepercayaan; (4) sara
mandarahia, yaitu adat pokok dalam pekerjaan yang berhubungan dengan keahlian
dan keterampilan; dan (5) sara monda’u, mom- bopaho, mombakani, melambu,
dumahu, meoti-oti, yaitu adat pokok dalam berladang, berkebun, beternak, berburu,
dan menangkap ikan.

Ada empat fungsi kalosara, yaitu: (1) ide, (2) focus dan pengintegrasian
unsur-unsur kebudyaan, (3) pedoman hidup, serta (4) pemersatu. Fungsi kalosara
sebagai media etnopeda- gogik merupakan praktek pendidikan berbasis kearifan lokal
dalam berbagai ranah seperti pengobatan, seni bela diri, lingkungan hidup, pertanian,
ekonomi, pemerintahan, dan sistem penanggalan. Melalui media kalosara, maka
pengetahuan, nilai, dan keterampilan berbasis sosial budaya Tolaki dapat tumbuh dan
berkembang di tengah-tengah masyarakat sebagai pengembangan karakter bangsa.

Didalam berinteraksi sosial kehidupan bermasyarakat terdapat nilai-nilai luhur


lainnya yang merupakan Filosofi kehidupan yang menjadi pegangan , adapun filosofi
kebudayaan masyarakat tolaki dituangkan dalam sebuah istilah atau perumpamaan,
antara lain sebagai berikut :

 Budaya O’sara (Budaya patuh dan setia dengan terhadap putusan lembaga
adat), masyarakat Tolaki merupakan masyarakat lebih memilih menyelesaikan
secara adat sebelum dilimpahkan/diserahkan ke pemerintah dalam hal sengketa
maupun pelanggaran sosial yang timbul dalam masyarakat tolaki, misalnya
dalam masalah sengketa tanah, ataupun pelecehan. Masyarakat tolaki akan
menghormati dan mematuhi setiap putusan lembaga adat. Artinya masyarakat
tolaki merupakan masyarakat yang cinta damai dan selalu memilih jalan damai
dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Hal ini sesuai dengan filosofi
kehidupan masyarakat tolaki dalam bentuk perumpamaan antara lain sebagai
berikut

“Inae Ko Sara Nggoie Pinesara, Mano Inae Lia Sara Nggoie Pinekasara”
Artinya :
Barang siapa yang patuh pada hukum adat maka ia pasti dilindungi dan
dibela oleh hukum, namun barang siapa yang tidak patuh kepada hukum
adat maka ia akan dikenakan sanksi/hukuman.

 Budaya Kohanu (budaya malu), Budaya Malu sejak dulu merupakan inti dari
pertahanan diri dari setiap pribadi masyarakat tolaki yang setiap saat,
dimanapun berada dan bertindak selalu dijaga, dipelihara dan dipertahankan. Ini
bisa dibuktikan dengan sikap masyarakat Tolaki yang akan tersinggung dengan
mudah jika dikatakan , pemalas, penipu, pemabuk, penjudi dan miskin, dihina,
ditindas dan sebagainya. Budaya Malu dapat dikatakan sebagai motivator untuk
setiap pribadi masyarakat tolaki untuk selalu menjadi lebih kreatif, inovatif dan
terdorong untuk selalu meningkatkan sumber dayanya masing-masing untuk
menjadi yang terdepan.
 Budaya Merou (Paham sopan santun dan tata pergaulan), budaya ini merupakan
budaya untuk selalu bersikap dan berperilaku yang sopan dan santun, saling
hormat-menghormati sesama manusia. Hal ini sesuai dengan filosofi kehidupan
masyarakat tolaki dalam bentuk perumpamaan antara lain sebagai berikut:
“Inae Merou, Nggoieto Ano Dadio Toono Merou Ihanuno”
Artinya :
Barang siapa yang bersikap sopan kepada orang lain, maka pasti orang lain
akan banyak sopan kepadanya.

 Budaya “samaturu” “medulu ronga mepokoo’aso” (budaya bersatu, suka tolong


menolong dan saling membantu), Masyarakat tolaki dalam menghadapi setiap
permasalahan sosial dan pemerintahan baik itu berupa upacara adat,pesta
pernikahan, kematian maupun dalam melaksanakan peran dan fungsinya
sebagai warga negara, selalu bersatu, bekerjasama, saling tolong menolong dan
bantu-membantu .
 Budaya “taa ehe tinua-tuay” (Budaya Bangga terhadap martabat dan jati diri
sebagai orang tolaki), budaya ini sebenarnya masuk kedalam “budaya kohanu”
(budaya malu) namun ada perbedaan mendasar karena pada budaya ini tersirat
sifat mandiri,kebanggaan, percaya diri dan rendah hati sebagai orang tolaki .

C. TARIAN ADAT SUKU TOLAKI

Mengenakan busana tradisional berwarna kuning menyala, dilengkapi


selendang biru, dan ikat kepala merah, serta aksesoris kalung etnik. Para penari
wanita muda dan cantik ini berlenggak-lenggok atraktif dan kadang gemulai
mengikuti irama musik. Tarian itu kerap disuguhkan di berbagai acara khusus untuk
menerima atau menjemput tamu kehormatan.

Soal seni budaya, Kota Kendari pun tak kalah dengan daerah lain. Kalau Aceh
identik dengan Tari Seudati, Jakarta tersohor dengan Tari Topeng Betawi, maka Kota
Kendari pun memiliki beberapa tarian tradisional yang khas dan pantas dibanggakan,
seperti Tari Monotambe dan Lulo.

 Tari Monotambe atau tari penjemputan


merupakan tarian khas Suku Tolaki yang kerap ditampilkan saat ada event
berskala besar untuk menjemput tamu besar. Misalnya saat pembukaan Festival
Tekuk Kendari (Festek) yang kerap dihadiri beberapa tamu penting dari Jakarta
dan daerahlain. Sebagai catatan Suku Tolaki merupakan penduduk asli Kota
Kendari sebagaimana Suku Betawi di Kota Jakarta.
tarian ini dilakoni oleh 12 penari perempuan muda dan 2 penari lelaki sebagai
pengawal. Para penari perempuanyya mengenakan busana motif Tabere atau
hiasan, sarung tenun Tolaki, dan aksesoris seperti Ngaluh atau ikat kepala, dan
kalung. Dalam tarian berdurasi sekitar 5 sampai 10 menit ini, beberapa penari
perempuan membawa Bosara atau bokor dari rotan, sedangkan dua penari
lelakinya memegang senjata tradisional.
 Tari Lulo
merupakan tari pergaulan khas Sulawesi Tenggara yang juga populer di Kota
Kendari. Tarian ini biasanya dilakukan oleh kawula muda sebagai ajang
perkenalan. Kini Tari Lulo juga kerap disuguhkan saat ada tamu kehormatan
sebagai tanda persahabatan antara warga Kota Kendari dengan pendatang, dalam
hal ini wisatawan. Gerakan Tari Lulo tidaklah serumit tarian tradisonal lain. Para
penarinya saling berpegang tangan satu sama lain membetuk lingkaran yang
saling menyambung. Dalam sebuah acara besar yang dihadiri pengujung dari luar
Kota Kendari, para penari Lulo selalu mengajak tamu dengan ramah untuk ikut
menari. Setiap tamu yang tidak bisa menari akan dianjarkan cara melangkah atau
menari ala Tari Lulo oleh penari yang mengajaknya hingga terbiasa. Tari Lulo ini
pun kerap ditampilkan pada Festek. Bahkan pada perayaan tersebut, tari ini
pernah ditampilkan secara kolosal dengan mengikutsertakan warga kota dan
wisatawan yang dating
Dahulu kala, ketika Tari Lulo menjadi sarana untuk mencari jodoh,
terdapat tata atur yang sangat ketat. Ketika akan masuk ke dalam arena tarian
misalnya, para penari harus masuk dari depan dan tidak diperbolehkan masuk
dari belakang. Selain itu, ketika akan mengajak calon pasangan untuk menari,
terutama pasangan pria yang mencari pasangan wanita, hendaknya mencari
wanita yang sedang berpasangan dengan wanita. Jadi, seorang pria tidak
diperbolehkan mengajak seorang wanita yang sudah berpasangan dengan pria
lain. Hal ini untuk mengantisipasi agar tidak terjadi kesalah pahaman ketika
tarian berlangsung. Ada juga aturan lain yang cukup menarik untuk diketahui,
seperti ketika terjadi penolakan dari calon pasangan. Apabila seorang pria yang
mencari pasangan ditolak oleh si wanita, maka pria tersebut dikenai denda adat,
yaitu seekor kerbau ditambah dua lembar sarung (toloa). Akan tetapi, denda ini
tidak berlaku sebaliknya kepada pihak wanita. Seiring perjalanan waktu, tata atur
yang berlaku dalam tarian ini sudah mulai ditinggalkan. (Mardiati, 2012
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kebudayaan di Indonesia sungguhlah sangat banyak ragamnya dan seluruhnya
hampir menyebar diseluruh daerah di Indonesia. Dan disetiap daerah tersebut
memiliki keunikan masing-masing dan antara satu daerah dengan daerah lainnya itu
sangatlah berbeda.

Salah satu kebudayaan tersebut adalah di Sulawesi Tenggara yaitu yang


terdapat pada suku Tolaki di Konawe. Disana ada ada sebuah simbol tradisi yang
menjadi pemersatu dan juga bisa dikenal sebagai sumber hukum didalam suku
tersebut yaitu Kalo. Jika dilihat kebudayaan itu sungguh sarat dengan pesan dan
makna yang baik misalnya saja untuk menyelesaikan masalah antar masyarakat
disana maka digunakanlah Kalo sebagai media untuk menyelesaikan masalah. Bukan
haya budaya kalo, terdapt juga budaya tarian suki tolaki diantaranya tarian
mondootammbe dan tarian tolaki yang sampai sekarang ini masih eksis di
masyarakat.

Bisa dibilang keunikan dari setiap kebudyaan tersebut perlu kita lestarikan
dan kita budayakan ataupun mungkin kita jadikan pedoman. Sewajarnya juga kita
sebagai generasi muda harus bisa mengenali karena hal tersebut adalah jati diri
bangsa.

B. SARAN

Demikian makalah sederahana yang dapat saya sampaikan, didalamnya pasti


banyak terdapat kekurangan, dan kesalahan, kami mohon maaf yang sebesar-
besarnya. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan
makalah yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

http://arta-suharta.blogspot.com/2010/04/sejarah-kebudayaan-dan-adat-suku-tolaki.html

http://lumanda.wordpress.com/2010/03/11/pengertian-tolaki/

http://anwarhapid.blogspot.com/2013/01/kalosara-sebagai-instrumen-utama-dalam.html

http://lucykeroppi.wordpress.com/

You might also like