Professional Documents
Culture Documents
1. Pengertian
2. Etiologi
a. Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah infeksi
saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus
grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi
kulit 8-14 hari setelah infeksi streptokokus.
b. Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan
disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab lain diantaranya:
1) Bakteri : streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans, Gonococcus,
Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi
2) Virus : Hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis
epidemika
3) Parasit: malaria dan toksoplasma
c. Mungkin faktor iklim,
d. keadaan gizi,
e. faktor alergi mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss.
3. Patofisiologi
Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga terdapat
suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khsus yang merupakan unsur membran
plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan
bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap
dalam membran basalis.selanjutnya komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan
peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat
lesi, yang kemudian terbentuk jaringan parut dan kehilangan permukaan penyaring.
Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis
glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbu proliferasi sel-sel
endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya
kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke
dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria.
Agaknya kompleks komplomen antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul
subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah
pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak
membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.
4. Manifestasi klinis
a. Sakit kepala
b. Malaise
c. Edema
d. Proteinuria
e. Hematuria
f. Oliguria
g. Anoreksia
h. Kadang-kadang demam
i. Mual
j. Muntah
k. Nyeri panggul
l. Hipertensi
5. Komplikasi
a. Gagal ginjal akut & kronik
b. Hipertensi ensefalopati yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala
berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme
pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
c. Gagal jantung kongestif
d. Edema pulmoner
e. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung
dan meningginya tekanand arah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah,
melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma.
f. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan
kelainan di miokardium.
g. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang
menurun.
6. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4),
b. Hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita
c. Kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik
d. Leukosituria serta torak selulet
e. Granular
f. Eritrosit(++)
g. Albumin (+)
h. Silinder lekosit (+).
i. Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal
seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia.
j. Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik.
Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan C3 rendah pada hampir
semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit,
sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan
aktivasi jalur alternatif komplomen.
7. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk melindungi fungsi ginjal dan menangani komplikasi
dengan tepat.
a. Medis
1) Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi
beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus yang
mungkin masih, dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10
hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari
dibagi 3 dosis.
2) Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk
menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala
serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07
mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya
reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat
parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.
3) Pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak
berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus
4) Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.
b. Keperawatan
1) Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8 minggu
untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir
menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit
tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
2) Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah garam (1
g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila
suhu telah normal kembali.
3) Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada
penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan
4) bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah
cairan yang diberikan harus dibatasi.
8. Pendidikan pasien
a. Instruksikan pada pasien mencakup penjelasan dan penjadwalan evaluasi tindak lanjut
terhadap tekanan darah, tindakan urinalisis untuk protein, dan kadar BUN serta kreatinin
untuk menentukan perkembangan penyakit.
b. Pasien diinstruksikan untuk member tahu dokter jika gejala gagal ginjal terjadi (seperti:
keletihan, mual, muntah, haluaran urine berkurang).
I. Pengkajian
1. Genitourinaria
o Urine keruh
o Proteinuria
o Penurunan urine output
o Hematuri
2. Kardiovaskuler
o Hipertensi
3. Neurologis
o Letargi
o Iritabilitas
o Kejang
4. Gastrointestinal
o Anorexia
o Vomitus
o Diare
5. Hematologi
o Anemia
o Azotemia
o Hiperkalemia
6. Integumen
o Pucat
o Edema
Daftar Pustaka
1. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and Suddarth edisi 8 volume 2,
Sozannie, Smeltzer and Brenda.E.Bare, penerbit EGC, Jakarta 2002.
2. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit buku 2 edisi 4, Penerbit EGC,
Jakarta 1995.
3. Buku saku Keperawatan Pediatri, Cecily L.Betz dan Linda A. Sowden, Edisi 3,
Penerbit EGC Jakarta 2002.
4. Pedoman Praktek Keperawatan, Sandra M.Nettina, Penerbit EGC, Jakarta.
5. Perawatan Anak Sakit, Ngastiyah, Penerbit EGC, Jakarta 1997.
6. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah, Barbara Engram, Volume I, Penerbit
EGC, Jakarta 1998.
7. Perawatan Medikal Bedah, Volume 3, Barbara C. Long, Bandung 1996.