You are on page 1of 16

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM

PERSYARAFAN PADA KASUS GBS (GUILLAIN BARRE SYNDROME)

A. KONSEP MEDIS
1. DEFINISI
Guillain barre syndrome adalah sindrome yang memiliki karakteristik
berupa paralisis flaccid asenden simetris yang berkembang secara cepat,
biasanya mengikuti infeksi virus. Adanya riwayat flu saluran pernapasan
atas atau gastrik, infeksi mononukleus, atau hepatitis merupakan hal yang
umum. Pemulihan biasanya sempurna, namun dapat dialami klien sampai
18 bulan, jika derajat yang dipengaruhi cukup luas. Pemulihan motorik
dimulai lebih kurang 10-14 hari setelah serangan dari gejala-gejala
tersebut. (wahyu, widagdo. DKK. 2008)
Sindrom guillain-barre merupakan sindrom klinis yang ditujukan oleh
onset akut dari gejala-gejala yang mengenai saraf perifer dan kranial.
Proses penyakit mencakup demielinasi dan degenarasi selaput mielin dari
saraf perifer dan kranial. (sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, 1995)
2. ETIOLOGI
Etiologi spesifik sampai sekarang belum diketahui. Ada dua teori
mengenai penyebab dari guillain barre syndrome. Teori pertama
mengatakan bahwa guillain barre syndrome disebabkan karena infiltrasi
vius ke spinal dan kadang-kadang ke akar-akar saraf kranial. Teori kedua
mengatakan bahwa sindrome ini sebagai akibat dari respon autoimun dari
tubuh yang mana ditimbulkan oleh toksin atau agent infeksi yang
menimbulkan dimielintasi segmen dari saraf-saraf perifer atau kranial.
Penyakit ini umumnya menyerang seseorang yang berusia 30-50 tahun,
baik itu pria maupun wanita. (wahyu, widagdo. Dkk. 2008)
Etiologinya tidak diketahui, tetapi respon alergi atau respons autoimun
sangat mungkin sekali. Akan tetapi tidak ada virus yang dapat diisolasi
sejauh ini. Sindrom guillain-barre paling banyak ditimbulkan oleh adanya
infeksi (pernafasan atau gastrointestinal) 1 sampai 4 minggu sebelum
terjadi serangan penurunan neurologis. Pada beberapa keadaan dapat
terjadi setelah vaksinasi atau pembedahan. Hal ini juga dapat diakibatkan
oleh infeksi virus primer, reaksi imun dan beberapa proses lain atau
sebuah kombinasi proses. Salah satu hipotesis menyatakan bahwa infeksi
virus menyebabkan reaksi autoimun yang menyerang saraf perifer. Mielin
merupakan substansi yang ada di sekitar atau menyelimuti akson-akson
saraf dan berperan penting pada transmisi impuls saraf.
3. KLASIFIKASI
4. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis klien dengan GBS meliputi :
1) Parasthesia
2) Disfungsi saraf kranial seperti kelemahan wajah, disfagia, diplopia.
3) Kesulitan berjalan.
4) Kelemahan otot atau flaccid paralisis tanpa muscle wasting.
5) Penekanan atau kegagalan pernafasan seperti dispnea, menurunnya
suara napas, menurunnyatidal volume/ kapasitas vital.
6) Inkontinen feses dan urin.
7) Disfungsi otonom, ditandai dengan hipotensi orthostatik dan atau
takikardia.
8) Menurunnya atau tidak adanya refleks tendon dalam.
9) Oftalmoplegia (tingkat kesadaran, fungsi serebral, dan tanda pupil
yang tidak dipengaruhi).
5. PATOFISIOLOGI
Akson bermeilin mengonduksi saraf lebih cepat dibanding akson tidak
bermielin. Sepanjang perjalanan serabut bermielin terjadi gangguan
dalam selaput (nodus ranvier) tempat kontak langsung antara membran
sel akson dengan cairan ekstraselular. Membran sangat permiabel pada
nodus tersebut, sehingga konduksi menjadi baik.
Gerakan ion masuk dan keluar akson dapat terjadi dengan cepat banyak
pada nodus ranviar, sehingga impuls saraf sepanjang serabut bermielin
dapat melompat dari satu nodus ke nodus lain (konduksi saltatori) dengan
cukup kuat. Kehilangan selaput mielin pada sindrome guillain barre
membuat konduksi saltatori tidak mungkin terjadi dan transmisi impuls
saraf dibatalkan.
pathway
Faktor Predisposisi: ISPA, infeksi gastrointestinal, dan
tindakan bedah saraf

selaput mielin hilang akibat dari respons alergi, respon autoimun, hipoksia,
toksik kimia, dan insufiensi vaskular

proses dimielinasi

konduksi salfatori tidak terjadi dan tidak ada transmisi impuls saraf

gangguan fungsi saraf perifer dan kranial

gangguan fungsi saraf kraniall : gangguan saraf perifer dan disfungsi


III, IV,V,VI,VII,IX dan X neuromuskular otonom

paralisis pada okular, wajah dan paralis lengkap, otot


parestesia (kesemutan kebas) dan kurang bereaksinya
otot orofaring, kesulitan pernafasan terkena,
kelemahan otot kaki, yang dapat sistem saraf
berbicara, mengunyah, dan mengakibatkan
berkembang ke ekstremitas atas , simpatis dan
menelan insufisiensi
batang tubuh, dan otot wajah parasimpatis,
pernafasan. perubahan sensori

gangguan pemenuhan
kelemahan fisik umum, paralisis
nutrisi dan cairan risiko tinggi gagal gangguan
otot wajah
pernafasan (ARDS), frekuensi jantung
penurunan kemampuan dan ritme,
4. Risiko tinggi defisit cairan tubuh
batuk, peningkatan seksresi perubaahan
penurunan tonus otot seluruh
5. Risiko tinggi pemenuhan nutrisi mukus
tubuh, perubahan estetika tekanan darah
kurang dari kebutuhan
wajah (hipertensi
transien, hipotensi
ortostatitik), dan
6. Gangguan pemenuhan ADL gangguan

7. Kerusakan mobilitas fisik vasomotor.

8. Gangguan konsep diri


(gambaran diri)
Penurunan curah

2. Ketidakefektifan jantung
1. Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas pola nafas

3. Resiko tinggi

sekresi kukus masuk gagal fungsi penurunan perfusi

lebih ke bawah jalan pernafasan perifer

nafas
penurunan curah
koma
jantung ke ginjal
Resiko tinggi infeksi
saluran nafas bawah dan kematian
parenkin paru penurunan
filtrasi
glomelurus
pneumonia
gawat
kardiovaskular
anuna

9. kecemasan prognosis
gagal ginjal akut
keluarga penyakit
kurang baik
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Spinal tap (tusuk lumbalis)/(lumbar puncture)
Prosedur ini melibatkan menarik sejumlah kecil cairan dari kanal
tulang belakang di daerah (lumbar.Cairan cerebrospinal kemudian
diuji untuk jenis tertentu perubahan yang biasanya terjadi pada orang
yang memiliki sindrom Guillain-Barre.Yang paling khas adalah
adanya disosiasi sitoalbuminik, yakni meningkatnya jumlah protein
(100-1000 mg/dL) tanpa disertai adanya pleositosis (peningkatan
hitung sel).Pada kebanyakan kasus, di hari pertama jumlah total
protein CSS normal; setelah beberapa hari, jumlah protein mulai
naik, bahkan lebih kanjut di saat gejala klinis mulai stabil, jumlah
protein CSS tetap naik dan menjadi sangat tinggi.Jika memiliki
GBS, tes ini dapatmenunjukkan peningkatan jumlah protein dalam
cairan tulang belakangtanpa tanda infeksi lain.
2) Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (KHS) dan elektromiografi
(EMG)
Manifestasi elektrofisiologis yang khas dari GBS terjadi akibat
demyelinasi saraf, antara lain prolongasi masa laten motorik distal
(menandai blok konduksi distal) dan prolongasi atau absennya
respon gelombang F (tanda keterlibatan bagian proksimal saraf),blok
hantar saraf motorik, serta berkurangnya KHS.Pada 90% kasus GBS
yang telah terdiagnosis, KHS kurang dari 60% normal.
EMG menunjukkan berkurangnya rekruitmen motor unit Dapat
pula dijumpai degenerasi aksonal dengan potensial fibrilasi 2-4
minggu setelah onset gejala, sehingga ampilitudo CMAP dan SNAP
kurang dari normal. Derajat hilangnya aksonal ini telah terbukti
berhubungan dengan tingkat mortalitas yang tinggi serta disabilitas
jangka panjang pada klien GBS, akibat fase penyembuhan yang
lambat dan tidak sempurna.Sekitar 10% penderita menunjukkan
penyembuhan yang tidak sempurna, dengan periode penyembuhan
yang lebih panjang (lebih dari 3 minggu) serta berkurangnya KHS
dan denervasi EMG.
3) Pemeriksaan darah
Pada darah tepi, didapati leukositosis polimorfonuklear sedang
dengan pergeseran ke bentuk yang imatur, limfosit cenderung rendah
selama fase awal dan fase aktif penyakit.Pada fase lanjut, dapat
terjadi limfositosis; eosinofilia jarang ditemui.Laju endap darah
dapat meningkat sedikit atau normal, sementara anemia bukanlah
salah satu gejala.
Dapat dijumpai respon hipersensitivitas antibodi tipe lambat,
dengan peningkatan immunoglobulin IgG, IgA, dan IgM, akibat
demyelinasi saraf pada kultur jaringan. Abnormalitas fungsi hati
terdapat pada kurang dari 10% kasus, menunjukkan adanya hepatitis
viral yang akut atau sedang berlangsung; umumnya jarang karena
virus hepatitis itu sendiri, namun akibat infeksi CMV ataupun EBV.
4) Elektrokardiografi (EKG)
Menunjukkan adanya perubahan gelombang Tserta sinus
takikardia.Gelombang T akan mendatar atau inverted pada lead
lateral. Peningkatan voltase QRS kadang dijumpai, namun tidak
sering.
5) Tes fungsi respirasi (pengukuran kapasitas vital paru)
Menunjukkan adanya insufisiensi respiratorik yang sedang berjalan
(impending).
6) Pemeriksaan patologi anatomi
Umumnya didapati pola dan bentuk yang relatif konsisten; yakni
adanya infiltrat limfositik mononuklear perivaskuler serta
demyelinasi multifokal. Pada fase lanjut, infiltrasi sel-sel radang dan
demyelinasi ini akan muncul bersama dengan demyelinasi segmental
dan degenerasi wallerian dalam berbagai derajat Saraf perifer dapat
terkena pada semua tingkat, mulai dari akar hingga ujung saraf
motorik intramuskuler, meskipun lesi yang terberat bila terjadi pada
ventral root, saraf spinal proksimal, dan saraf kranial.Infiltrat sel-sel
radang (limfosit dan sel mononuclear lainnya) juga didapati pada
pembuluh limfe, hati, limpa, jantung, dan organ lainnya.

7. PENATALAKSANAAN MEDIS
1) Tujuan utama dapat merawat klien dengan GBS adalah untuk
memberikan pemeliharaan fungsi sisrtem tubuh, dengan cepat
mengatasi kritis-kritis yang mengancam jiwa, mencegah infeksi dan
komplikasi mobilitas , serta memberikan dukungan psikologis untuk
klien dan keluarga.
2) Sindrom Guillain-Barre dipertimbangkan sebagai kedaruratan medis
dan klien di atas di unit perawatan intensif . Klien mengalami
masalah pernapasan yang memerlukan ventilator, kadang untuk
peripode yang lama. Plasmaferesis (perubahan plasma) yang
menyebabkan reduksi antibiotik ke dalam sikulasi sementara, yang
dapat di gunakan pada serangan berat dan dapat membatasi keadaan
yang memburuk pada klien dan demielinasi. diperlukan pemantuan
EKG kontinu, untuk kemungkinan adanya perubahan kecepatan atau
ritme jantung. disritma jantung dihubungkan dengan keadaan
abnormal autonom yang diobati dengan propanolol untuk mncgah
takikardi dan hipertensi. atropin dapat diberikan untuk menghindari
episode brakikardi selama pengisapan endtrakeal dan terapi fisik.
3) Perawatan umum dan fisioterapi
Perawatan yang baik sangat penting dan terutama di tujukan pada
perawatan sulit, kandung kemih, saluran pencernaan, mulut, faring
dan trakea. Infeksi paru dan saluaran kencing harus segera di obati.
Respirasi di awasi secara ketat, terhadap perubahan kapasitas dan
gas darah yang menunjukan permulaan kegagalan pernapasan. Setiap
ada tanda kegagalan pernapasan maka penderita harus segera di
bantu dengan pernapasan buatan. Jika pernapasan buatan di perlukan
untuk waktu yang lama maka trakeotomi harus di kerjakan fisioterapi
dada secara teratur untuk mencegah retensi sputum dan kolaps paru.
Gerakan pasti pada kaki lumpuh mencegah deep voin trombosis
spient mungkin di perlukan untuk mempertahankan posisi anggota
gerak yang lumpuh, dan kekakuan sendi di cegah dengan gerakan
pasif. Segera setelah penyembuhan mulai fase rekonfaselen maka
fisioterapi aktif di mulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan
otot.
4) Roboransia saraf dapat diberikan terutama secara parenteral. Apabila
terjadi kesulitan menguyah atau menelan,sebagai akibat kelumpuhan
otot-otot wajah dan menelan maka perlu dipasang pipa hidung-
lambung (nasogastric tube) untuk dapat memenuhi kebutuhan
makanan dan cairan.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identitas
Meliputi nama, jenis kelamin (Dapat menyerang wanita maupun pria
dengan jumlah yang hampir sama), umur (Semua kelompok usia dapat
terkena penyakit ini, namun paling sering terjadi pada dewasa muda
dan usia lanjut), alamat, agama, RAS/suku bangsa (lebih sering terjadi
pada kulit putih), bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan,
pekerjaan, golongan darah, no. register, tanggal masuk rumah sakit,
alasan berobat ke fasilitas kesehatan serta harapan klien.

b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Biasanya klien dengan Sindrom Guillain Barre akan mengeluh
mengalami kelemahan otot baik kelemahan fisik secara umum
maupu lokal seperti melemahanya otot-otot pernapasan
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk
menunjang keluhan utama klien. Tanyakan dengan jelas tentang
gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh, atau
bertambah buruk. Pada pengkajian klien guillain barre syndrom
(GBS) biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan
proses demielisasi. Keluhan tersebut diantaranya gejal-gejalanya
neurologis diawali dengan parestesia (kesemutan kebas) dan
kelemahan otot kaki, yang dapat berkembang ke ekstermitas atas,
batang tubuh dan otot wajah. Kelemahan otot dapat diikuti
dengan cepat adanya paralisis yang lengkap.
Keluhan yang paling sering ditemukan pada klien GBS dan
merupakan komplikasi yang paling berat dari GBS adalah gagal
nafas. Melemahnya otot pernafasan membuat klien dengan
gangguan ini beresiko lebih tinggi terhadap hipoventilasi dan
infeksi pernapasan berulang. Dispagia juga dapat timbul,
mengarah pada aspirasi. Keluhan kelemahan ekstermitas atas dan
bawah hampir sama seperti keluhan klien yang terdapat pada klien
stroke. Keluhan lainnya adalah kelainan dari fungsi
kardiovaskular, yang memungkinkan terjadinya gangguan sistem
saraf otonom pada klien GBS yang dapat mengakibatkan disritmia
jantung atau perubahan drastis yang mengancam kehidupan dalam
tanda-tanda vital.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah di alami klien yang
memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi
keluhan sekarang meliputi pernahkah klien mengalami ISPA,
infeksi gastrointestinal, dan tindakan bedah saraf.
Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien,
seperti pemakaian obat kortikosteroid, pemakaian jenis-jenis
antibiotik dan reaksinya (untuk menilai ressistensi pemakaian
antibiotik) dapat memnambah komprehensifnya pengkajian.
Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat
penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih
jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya .
4) Riwayat Penyakit Keluarga
c. Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola Persepsi Kesehatan dan Pemeliharaan Kesehatan
Biasnya klien dengan Sindrom Guillain Barre akan ditanyakan
apakah sering mengalami flu atau penyakit lain berhubung dengan
saluran napas, cerna, atau penyakit lain seperti HIV, hepatitis dll,
dan pada Sindrom Guillain Barre mengeluhkan kelemahan otot,
nyeri, kesulitan bernapas, serta kelumpuhan otot.
2) Pola Nutrisi dan Metabolik
Biasnya klien dengan Sindrom Guillain Barre akan ditemukan
klien kesulitan dalam menguyah dan menelan karena gangguan
pada reflex menelan
3) Pola Eliminasi
Biasnya klien dengan Sindrom Guillain Barre akan ditemukan
adanya perubahan pola eliminasi karena kelemahan pada otot-otot
abdomen, hilangnya sensasi anal (anus) atau berkemih dan reflex
sfingter.
4) Pola Aktivitas dan Latihan
Biasnya klien dengan Sindrom Guillain Barre akan ditemukan
adanya kelemahan dan paralisis secara simetris yang biasanya
dimulai dari ekstremitas bagian bawah dan selanjutnya
berkembang dengan cepat ke arah atas. Kesulitan dalam bernapas,
napas pendek menyebabkan sulit beraktivitas. Perubahan tekanan
darah (hipertensi/hipotensi) menganggu latihan. Ditandai dengan
kelemahan otot, paralisis flaksid (simetris), cara berjalan tidak
mantap, pernapasan perut, menggunakan otot bantu napas, tampak
sianosis/pucat, takikardi/bradikardi, dan distrimia.
5) Pola Tidur dan Istirahat
6) Pola Persepsi Kognitif
Biasnya klien dengan Sindrom Guillain Barre akan ditemukan
adanya kebas (kesemutan yang dimulai dari kaki atau jari-jari kaki
dan selanjutnya terus naik), perubahan rasa terhadap posisi tubuh,
vibrasi, sensasi nyeri, sensasi suhu, dan perubahan dalam
ketajaman penglihatan. Ditandai dengan hilangnya/menurunnya
reflex tendon dalam, hilangnya tonus otot, adanya masalah dengan
keseimbangan, adanya kelemahan pada otot-otot wajah, terjadi
ptosis kelopak mata, dan kehilangan kemampuan untuk berbicara.
7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
8) Pola Peran dan Hubungan Dengan Sesama
Biasnya klien dengan Sindrom Guillain Barre akan ditemukan
adanya kehilangan kemampuan untuk berbicara dan
berkomunikasi.
9) Pola Reproduksi dan Seksual
10) Pola Mekanisme Koping dan Toleransi terhadap Stress
Biasnya klien dengan Sindrom Guillain Barre akan ditemukan
adanya perasaan cemas dan terlalu berkonsentrasi pada masalah
yang dihadapi. Ditandai dengan klien tampak takut dan bingung.
11) Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
d. Pemeriksaan Fisik
Pada klien sindrom guillain barre biasanya di dapatkan suhu tubuh
normal. Penurunan denyut nadi berhubungan dengan tanda-tanda
penurunan curah jantung . Peningkatan frekuensi napas berhubungan
dengan peningkatan laju metabolisme umum dan adanya infeksi pada
sistem pernapasan serta akumulasi sekret akibat insufisiensi
pernapasan . Tekanan darah di dapatkan ortostatik hipotensi atau
tekanan darah meningkat (hipertensi transie) berhubungan penurunan
reaksi saraf simpatis dan parasimpatis.
1) B1 (breathing)
Infeksi di dapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum.
Sesak napas, penggunaan otot bantu napas dan peningkatan
frekuensi pernapasan karena infeksi saluran pernapasan dan yang
paling sering didapatkan pada sindrom guillain barre adalah
penurunan frekuensi pernapasan karena melemahnya fungsi otot-
otot pernapasan. Palpasi biasanya taktil premitus seimbang kanan
dan kiri. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti rochi pada
klien dengan sindrom guillain barre berhubungan akumulasi sekret
dan infeksi saluran napas.
2) B2 (blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler pada klien sindrom
guillain barre menunjukan bradikardia akibat penurunan perfusi
perifer. Tekanan darah didapatkan ortostatik hipotensi atau TD
meningkat ( hipertensi transien) akibat penurunan reaksi saraf
simpatis dan parasimpatis.
3) B3 (brain)
Pengkajian B3 (brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih
lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
a) Pengkajian tingkat kesadaran
Pada klien sindrom guillain barre biasanya kesadaran klien
komposmentris. Apabiala klien mengalami penurunan tingkat
kesadaran maka penilaian gcs sangat penting untuk menilai
tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk monitoring
pemberian asuhan.
b) Pengkajian fungsi serebral
Status mental: observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya
bicara, ekspresi wajah, dan aktipitas motorik klien. Pada klien
sindrom guillain barre tahap lanjut disertai dengan penurunan
tingkat kesadaran biasanya status mental klien mengalami
perubahan.

c) Pengkajian saraf kranial


- Saraf i. Biasanya pada klien sindrom guillain barre tidak
ada kelainan dan fungsi penciuman.
- Saraf ii. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
- Saraf iii,iv, dan vi. Penurunan kemampuan membuka dan
menutup kelopak mata, paralisis okular.
- Saraf v. Pada klien sindrom guillain barre di dapatka
paralisis pada otot wajah sehingga mengganggu proses
mengunyah.
- Saraf vii. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris karena adanya paralisis unilateral.
- Saraf viii. Tidak di temukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
- Saraf ix dan x. Paralisis otot orofaring, kesulitan berbicara,
menguyah dan menelan. Kemampuan menelan kurang baik,
sehingga mengganggu pemenuhan nurtisi via oral.
- Saraf xi. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius. Kaemampuan mobilisasi leher baik.
- Saraf xii. Lidah simetris, tidak ada devisiasi pada satu sisi
dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.
d) Pengkajian sistem motorik
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi
pada sindrom guillain barre tahap lanjut mengalami perubahan,
klien mengalami kelemahan motorik secara umum sehingga
mengganggu mobilisasi fisik.
e) Pengkajian refleks
Pemeriksaan refleks propunda, pengetukan pada tendon,
ligamentum atau periousteum derajat refleks pada respons
normal. Biasnya klien dengan Sindrom Guillain Barre akan
ditemukan adanya gerakan involunter, tidak ditemukan adanya
tremor, kejang, tic dan distonia.

f) Pengkajian sistem sensorik


Biasnya klien dengan Sindrom Guillain Barre akan ditemukan
adanya arestesia (kesemutan kebas) dan kelemahan otot kaki,
yang dapat berkembang ke ekstermitas atas, batang tubuh, dan
otot wajah. Klien mengalami penurunan kemampuan penilain
sensorik raba, nyeri, dan suhu.
4) B4 (bladder)
Pada klien sindrom guillain barre biasanya ditemukan pada
pemeriksaan sistem perkemihan didapatkan kekurangannya
volume pengeluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan
perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.
5) B5(bowel)
Pada klien sindrom guillain barre ditemukan adanya mual sampai
muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam
lambung, pemenuhan nutrisi pada klien meningitis menurun
karena anoreksia dan kelemahan otot-otot pengunyah serta
gangguan proses menelan menyebabkan pemenuhan via oral
menjadi berkurang.
6) B6(bone)
Pada klien sindrom guillain barre menunjukan penurunan
kekuatan otot dan penurunan peningkat kesadaran sehingga
menurunkan mobilitas klien secara umum. Dalam pemenuhan
kebutuhan sehari-hari klien lebih banyak dibantu oleh orang lain.
2. DIAGNOSA
1) Pola nafas tidak efektif yang berhubungan dengan melemahnya otot-
otot pernapasan.
2) Ketidakefektifab bersihan jalan napas yang beerhubungan dengan
akumulasi sekret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan
kesadaran.
3) Resiko tinggi penurunan curah jantung yang berhubungan dengan
perubahan frekuensi jantung ritme dan irama brikardi.
4) resiko perubahan keburuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
yang berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, keadaan
hipermetabolik.
5) Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler, penurunan kekuatan otot, penurunan kesadran,
kerusakan persepsi/kognitif.
6) Gangguan persepsi sensori yang berhubungan dengan kerusakan
penerima rangsangan sensori, dan integresi sensori.
7) Ansietas yang berhubungan dengan kondisi sakit dan progonis
penyakit yang jelek.

3. EVALUASI
4. IMPLEMENTASI
5. EVALUASI

You might also like