You are on page 1of 55

Laporan Skenario C BLOK X

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul “Laporan
Tutorial Kasus Skenario C “Stroke” Blok X” sebagai tugas kompetensi kelompok.
Salawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad
SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di
masa mendatang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat
dan terima kasih kepada :
1. Allah SWT, yang telah memberi kehidupan dengan sejuknya keimanan.
2. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan materil maupun spiritual.
3. dr. Kms. Yaqub rahadian Sp.PK , selaku tutor kelompok 6
4. Teman-teman seperjuangan
5. Semua pihak yang membantu penulis.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga laporan tutorial ini
bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam
lindungan Allah SWT. Amin.

Palembang, Januari 2013

Penulis

Laporan Tutorial Skenario C Page 1


Laporan Skenario C BLOK X

DAFTAR ISI

Halaman Kover ………………………………………………………………… 0


Kata Pengantar …………………………………………………………………. 1
Daftar Isi ………………………………………………………………………… 2
BAB I : Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ………………………………………………. 3
1.2 Maksud dan Tujuan ………………………………………… 3
BAB II : Pembahasan
2.1 Data Tutorial ………………………………………………… 4
2.2 Skenario ……………………………………………………… 5
2.3 Seven Jump Steps ……………………………………………
I. Klarifikasi Istilah-Istilah ………………………………. 6
II. Identifikasi Masalah …………………………………… 8
III. Analisis Permasalahan……………...…………………. 9
IV. Hipotesis ……………………………………………… 66
V. Merumuskan Keterbatasan Pengetahuan
dan Learning Issue …………………………………….. 68
DAFTAR PUSTAKA

Laporan Tutorial Skenario C Page 2


Laporan Skenario C BLOK X

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Blok Kardio-Serebro-Vaskular (Kedokteran Dasar III) adalah blok kesepuluh
pada semester 3 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus skenario C yang memaparkan
kasus mengenai Tn. A umur 56 tahun, seorang calon bupati dibawa ke UGD RS
karena mendadak lengan dan tungkai kanan lemah, muntah, dan mengeluh
sakit kepala ketika kampanye sekitar 1 jam yang lalu, yang diikuti dengan
penurunan kesadaran. Menurut keterangan keluarga Tn. A sudah lama
menderita sakit diabetes dan darah tinggi . penyakit ini diderita untuk pertama
kalinya.

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari system
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode
analisis dan pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

BAB II

Laporan Tutorial Skenario C Page 3


Laporan Skenario C BLOK X

Pembahasan

2.1 Data Tutorial


Tutorial 6 Blok X Skenario c
“Stroke Hemoragic”

Tutor : dr. Kms. Yahub rahadian Sp.Pk


Moderator : Dian Wijayanti
Sekretaris Meja : Ridwan Permana
Sekretaris Papan : Syafar Agus Anas Leo
Waktu : Senin, 15 Januari 2013 (T1SB)
Rabu, 17 Januari 2013 (T2SB)
Rule tutorial : 1. Alat komunikasi dinonaktifkan.
2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan
pendapat dengan cara mengacungkan tangan
terlebih dahulu.
3. Boleh membawa makanan dan minuman pada saat
proses tutorial berlangsung (jika perlu)

2.2 Skenario Kasus


Tn. A umur 56 tahun, seorang calon bupati dibawa ke UGD RS karena
mendadak lengan dan tungkai kanan lemah, muntah, dan mengeluh sakit
kepala ketika kampanye sekitar 1 jam yang lalu, yang diikuti dengan
penurunan kesadaran. Menurut keterangan keluarga Tn. A sudah lama
menderita sakit diabetes dan darah tinggi . penyakit ini diderita untuk pertama
kalinya.
Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum : GCS 10
Tanda vital : TD 220/110 mmHg, Nadi 110x/ menit, Temp 37,2 C
Kepala : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil anisokor kiri
lebih besar daripada kanan, penserita sulit bicara.

Laporan Tutorial Skenario C Page 4


Laporan Skenario C BLOK X

Leher : tidak ada pembesaran KGB


Thoraks : simetris, retraksi tidak ada
- Jantung : batas jantung membesar, imtus kordis tidak tampak,
bunyi jantung normal, bising jantung shuffle sistolik (+), HR
110x/menit reguler
- Paru : stem fermitus normal, suara nafas vesikuler normal
Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan (-), dan defans muskuler (-), nising usus
normal
Ekstrimitas : hemiparese dextra flaksid, reflex patologis (+)
Pemeriksaan neurologis : parese n. VII dan XII kanan, hemiparese dekstra
flaksid, pupil anisokor, kesulitan menyampaikan isi pikiran.
Pemeriksaan laboratorium : BSS (GDS) 234 mg%

2.3 Data seven jump steps


2.3.1 Klarifikasi Istilah
1. Klarifikasi istilah
a. pupil anisokor : ketidaksamaan kedua diameter pupil mata
b. hemiparese dextra flaksid : kelemahan otot atau kelumpuhan pada sisi
sebelah kanan tubuh.
c. bising jantung shuffle sistolik : bunyi jantung yang tidak beraturan pada
saat jantung memompakan darah
d. stern fermitus : getaran yang dirasakan pada saat palpasi didaerah paru,
dinding thorax pada saat mengeluarkan suara
e. muntah : pengeluaran isi lambung yang melalui mulut
f. BSS : blood sugar sometimes ( gula darah sewaktu) suatu pemeriksaan
yang tidak tergantung dengan waktu makan
g. parese : kelemahan atau kelumpuhan otot karena terjadi lesi pada saraf
h. penurunan kesadaran : Hilangnya kesadaran secara mendadak dengan tanda
sebentar dengan gejala atau tanpa gejala

Laporan Tutorial Skenario C Page 5


Laporan Skenario C BLOK X

i. defans muskuler : Pemeriksaan abdomen dengan cara palpasi untuk


merasakan tahanan otot
j. iktus kordis : Denyut jantung yang terlihat sebagai pukulan pada dinding dada
(ICS 5)

2.3.2 Identifikasi Masalah


1. Tn. A umur 56 tahun, seorang calon bupati dibawa ke UGD RS
karena mendadak lengan dan tungkai kanan lemah, muntah, dan
mengeluh sakit kepala ketika kampanye sekitar 1 jam yang lalu,
yang diikuti dengan penurunan kesadaran. Penyakit ini diderita
untuk pertama kalinya
2. Menurut keterangan keluarga Tn. A sudah lama menderita sakit
diabetes dan darah tinggi
3. Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum : GCS 10
Tanda vital : TD 220/110 mmHg, Nadi 110x/ menit, Temp 37,2 C
Kepala : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil
anisokor kiri lebih besar daripada kanan, penserita sulit bicara.
Leher : tidak ada pembesaran KGB
Thoraks : simetris, retraksi tidak ada
- Jantung : batas jantung membesar, imtus kordis tidak tampak,
bunyi jantung normal, bising jantung shuffle sistolik (+), HR
110x/menit reguler
- Paru : stem fermitus normal, suara nafas vesikuler normal
- Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan (-), dan defans muskuler (-),
nising usus normal Ekstrimitas : hemiparese dextra flaksid, reflex
patologis (+)

Laporan Tutorial Skenario C Page 6


Laporan Skenario C BLOK X

4. Pemeriksaan neurologis : parese n. VII dan XII kanan, hemiparese


dekstra flaksid, pupil anisokor, kesulitan menyampaikan isi pikiran.
5. Pemeriksaan laboratorium : BSS (GDS) 234 mg%

2.3.3 Analisis Masalah


1. Tn. A umur 56 tahun, seorang calon bupati dibawa ke UGD RS karena
mendadak lengan dan tungkai kanan lemah, muntah, dan mengeluh
sakit kepala ketika kampanye sekitar 1 jam yang lalu, yang diikuti
dengan penurunan kesadaran. Penyakit ini diderita untuk pertama
kalinya
a. Bagaimana anatomi dan fisiologi sistem yang terlibat?
Jawab :

Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih100
triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar),
serebelum (otak kecil), breinstem (batng otak), dan diensifalon (Satyanegara,
1998). Serebri terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks
serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang

Laporan Tutorial Skenario C Page 7


Laporan Skenario C BLOK X

merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-


gerakan voluntar.

Lobus parietalis yang berperan pada kegiatan memproses dan mengintregasi


informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang
merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang
mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan
menyadari sensasi warna.

Serebelum terletak didalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh durameter
yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian
posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagi pusat refleks yang
mengkoordinasi dan meperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan
kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh. Bagian-
bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata, pons, dan
mesenfalon (otak tengah).

Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung,


vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan
muntah.

Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras


kortikoserebralis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum.
Mesenfalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi apendikus
sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat
stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.

Diensefalon dibagi menjadi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus,


epitalamus, dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan
pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat
dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan
hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang
terhempaskuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperan pada beberapa
dorongan emosi dasar seseorang.

Laporan Tutorial Skenario C Page 8


Laporan Skenario C BLOK X

Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan darisistem susunan saraf


otonom perifer yang menyertai tingkah dan emosi (sylvia A.Price, 1995).

Sirkulasi darah otak

Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen


total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua
pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis dalam rongga
kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem
anastomosis, yaitu sirkulus wilisi (Satyanegara, 1998). Arteri karotis interna
dan eksterna bercabang dari arteri karotis komunis kira kira setinggi rawan
tiroidea. Arteri karotis interna masuk kedalam tengkorak dan bercabang kira-
kira setinggi kisma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media.

Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti


nukleus kaudattus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum
dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri,
termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media
mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis, dan frontalis korteks
serebri. Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi

Laporan Tutorial Skenario C Page 9


Laporan Skenario C BLOK X

yang sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum,


setinggi perbatasan pons dan medula oblongata.

Kedua arteri ini bersatu membentuk basilaris, arteri basilaris terus berjalan
sampai setinggi otak tengah, dan disini bercabang menjadi dua membentuk
sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini
memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian
diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi
sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus
koklearis dan organ-organ vestibular. (sylviaA. Price, 1995)

Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem : kelompok vena interna,
yang mengumpulkan darah vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena
eksterna yang terletak dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke
sinus sagitalis superior dan sinius-sinus basalis lateralis dan seterusnya ke
vena-vena jugularis, dicurahkan menuju ke jantung (Harsono, 2000).

Nervus Cranialis

I. Nervus Olfaktorius
Saraf penghidu yang keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa
rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak. Bersifat
sensorik.

Laporan Tutorial Skenario C Page 10


Laporan Skenario C BLOK X

II. Nervus Optikus


Mempersarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke otak.
Bersifat sensorik.
III. Nervus Okulomotorius
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola mata),
menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk melayani otot
siliaris dan otot iris.
IV. Nervus Trokhlearis
Bersifat motoris, mensarafi otot- otot orbital. Saraf pemutar mata yang
pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata.
V. Nervus Trigeminus
Bersifat majemuk (sensoris motoris). Saraf ini mempunyai tiga buah
cabang, fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini merupakan saraf
otak besar.
Sarafnya yaitu:
1) Nervus oltamikus : sifatnya sensorik, mempersarafi kulit kepala
bagian depan kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata dan bola
mata.
2) Nervus maksilaris : sifatnya sensoris, mempersarafi gigi atas, bibir
atas, palatum, batang hidung, ronga hidung dan sinus maksilaris.
3) Nervus mandibula : sifatnya majemuk ( sensori dan motoris )
mempersarafi otot-otot pengunyah. Serabut-serabut sensorisnya
mensarafi gigi bawah, kulit daerah temporal dan dagu.
VI. Nervus Abdusen
Sifatnya motoris, mempersarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai saraf
penggoyang sisi mata.
VII. Nervus Fascialis
Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-serabut motorisnya
mempersarafi otot-otot lidah dan selaput lendir ronga mulut. Di dalam
saraf ini terdapat serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk
wajah dan kulit kepala fungsinya sebagai mimik wajah untuk
menghantarkan rasa pengecap.

Laporan Tutorial Skenario C Page 11


Laporan Skenario C BLOK X

VIII. Nervus Auditorius


Sifatnya sensori, mempersarafi alat pendengar, membawa rangsangan
dari pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf
pendengar.
IX. Nervus Glossopharyngeus
Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mempersarafi faring, tonsil dan
lidah, saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak.
X. Nervus Vagus
Sifatnya majemuk ( sensoris dan motoris) mengandung saraf-saraf
motorik, sensorik dan para simpatis faring, laring, paru-paru, esofagus,
gaster intestinum minor, kelenjar kelenjar pencernaan dalam abdomen.
fungsinya sebagai saraf perasa.
XI. Nervus Accesorius
Saraf ini mempersarafi muskulus sternokleidomastoid dan muskulus
trapezium, fungsinya sebagai saraf tambahan.
XII. Nervus Hypoglossus
Saraf ini mempersarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah.
Saraf ini terdapat di dalam sumsum penyambung.

b. Apa hubungan Jenis Kelamin & umur dengan keluhan ?


Jawab :
Semakin meningkat umur, kemungkinan terjadinya atherosclerosis menjadi
tinggi. Hal ini karena terjadinya penyempitan arteri akibat timbunan lemak
dan menyebabkan terjadinya gangguan sirkulasi yang menggangu suplai
nutrisi dan oksigen ke jaringan saraf.
Pembuluh darah yang mungkin mengalami atherosclerosis dan mengalami
pecahnya pembuluh darah pada kasus ini yaitu :
Pada otak : a. cerebri anterior, a. cerebri posterior
Pada eks. superior : a. axillaris, a. brachialis, a. radialis, a. ulnaris
Pada eks. inferior : a. femoralis, a. tibialis, a. poplitea, a. fibularis
Hubungan jenis kelamin yaitu, laki-laki lebih beresiko tinggi terjadinya
atherosclerosis sehingga lebih mudah mengalami stroke hemoragic daripada

Laporan Tutorial Skenario C Page 12


Laporan Skenario C BLOK X

wanita karena peran estrogen. Kerja estrogen yang berpotensi


menguntungkan adalah sebagai antioksidan, menurunkan LDL dan
meningkatkan HDL, menstimulasi ekspresi dan aktivitas oksida nitrat sintase,
serta menyebabkan vasodillatasi dan meningkatkan produksi plasminogen.

c. Apa penyebab keluhan yang dirasakan Tn. A?


Jawab :
Sakit kepala : tekanan intracranial, edema otak,
gangguan sirkulasi, trauma.
Kelemahan tungkai : Gangguan sistem saraf, pendarahan
intracranial, trauma, gangguan otak dan
medulla spinalis
Muntah : Gangguan Sistem pencernaan, Tekanan
intrakranial
Penurunan kesadaran : Secara umum, penyebab penurunan kesadaran
yaitu kurangnya O2 ke otak, kurangnya glukosa ke otak, penyakit metabolik
(contoh : diabetes mellitus), dehidrasi, peningkatan tekanan intrakranial,
gangguan hormon berlebihan, abses, pendarahan, tumor, faktor psikologis,
dan konsumsi obat-obatan.

d. Bagaimana mekanisme setiap keluhan?


Jawab :
Hipertensi (factor resiko stroke)  pembuluh darah di otak vasodilatasi 
dinding arteri rapuh  mudah rupture  perdarahan di otak  terjadi lesi
di lower motor neuron di batang otak  gangguan pada saraf motorik 
hemiparesis dekstra flaksid

Hipertensi (factor resiko stroke)  pembuluh darah di otak vasodilatasi 


dinding arteri rapuh  mudah rupture  perdarahan di otak  ekstravasi
cairan dari pembuluh darah  edema serebral  peningkatan intracranial
 merangsang pusat muntah pada dorsolateral reticular formasio 

Laporan Tutorial Skenario C Page 13


Laporan Skenario C BLOK X

kontraksi duodenum dan antrum lambung  peningkatan tekanan


intraabdominal  peristaltic retrograde  lambung terisi penuh dan
diafragma naik ke cavitas thorax melalui kontraksi otot yang kuat otot
abdominal  spingter esophagus membuka  muntah

Hipertensi (factor resiko stroke)  pembuluh darah di otak vasodilatasi 


dinding arteri rapuh  mudah rupture  perdarahan di otak  ekstravasi
cairan dari pembuluh darah  edema serebral  peningkatan intracranial
 sakit kepala

Hipertensi (factor resiko stroke)  pembuluh darah di otak vasodilatasi 


dinding arteri rapuh  mudah rupture  perdarahan di otak  ekstravasi
cairan dari pembuluh darah  edema serebral  gangguan pada ARAS 
penurunan kesadaran

e. Apa makna dari penyakit ini diderita untuk pertama kalinya?


Jawab :
Maknanya adalah penyakit ini masih memiliki prognosis yang baik
dibandingkan dengan penyakit yang terjadi berulang.

f. Bagaimana pertolongan pertama yang bisa diberikan pada Tn. A ?


Jawab :
Tata laksana awal penurunan kesadaran bertujuan untuk mencegah kerusakan
lebih lanjut. Prinsip utama adalah mempertahankan jalan napas yang adekuat
dan mempertahankan fungsi kardiovaskuler. Anak dengan penyebab koma
yang belum jelas harus dilakukan pemeriksaan gula darah atau langsung
diberikan dekstrosa IV (lihat bagan algoritme). Jika kesadaran tidak pulih
dengan pemberian dekstrose, maka hipoglikemia sebagai penyebab dapat
disingkirkan. Peningkatan tekanan intrakranial juga harus diidentifikasi dan
diturunkan bila terbukti ada peningkatan. Kejang dan status epileptikus harus
diatasi. Bila dicurigai adanya infeksi susunan saraf pusat, harus dilakukan
pungsi lumbal dan diberikan antibiotik atau antivirus yang sesuai. Gangguan

Laporan Tutorial Skenario C Page 14


Laporan Skenario C BLOK X

keseimbangan cairan-elektrolit dan keseimbangan asam basa harus dikoreksi.


Suhu tubuh normal baik untuk pemulihan dan pencegahan asidosis.
Antipiretik yang sesuai harus diberikan untuk menurunkan demam. Agitasi
dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan menyulitkan bantuan ventilasi
mekanik sehingga dapat dipertimbangkan pemberian sedatif walaupun
mungkin akan menyulitkan evaluasi neurologik berkala. Pemantauan harus
dilakukan secara berkala dan berkesinambungan meliputi pola pernapasan,
ukuran pupil dan reaksi terhadap rangsangan, motilitas okular, dan respon
motorik terhadap rangsangan.
Tatalaksana selengkapnya dapat dilihat pada lampiran algoritme tatalaksana
awal penurunan kesadaran (Stever RD, dkk, Critical CareMedicine, 2006)
serta tatalaksana penurunan kesadaran dengan berbagai kemungkinan kondisi
yang menyertai (The pediatric accident and emergency research group,2008)
AIRWAY
 Look : cyanosis, perubahan pola respirasi dan rate, penggunaan otot
pernafasan, penurunan kesadaran.
 Listen : Suara pernafasan yang berisik (grunting, stridor, wheezing,
gurgling), obstruksi total tidak menimbulkan suara.
 Feel : Penurunan atau tidak terdapatnya hembusan nafas
BREATHING
 Look : cyanosis, perubahan RR dan polanya, berkeringat, Peningkatan
JVP, penggunaan otot pernafasan, penurunan kesadaran, penurunan saturasi O2
 Listen : Dispneu, kemampuan bicara, nafas yang berisik, perkusi dan
auskultasi
 Feel : Gerak dan bentuk dada yang asimetris, posisi trachea, distensi
abdomen.
CIRCULATION
 Look : Penurunan perfusi perifer (pucat, dingin), perdarahan, penurunan
kesadaran, dispneu, penurunan out put urin
 Listen : Perubahan bunyi jantung, Carotid Bruit
 Feel : Perubahan pulsasi jantung prekordial, nadi perifer atau sentral,
rate, kualitas, regularitas dan simetrisitas.

Laporan Tutorial Skenario C Page 15


Laporan Skenario C BLOK X

g. Apa makna keluhan dialami 1 jam yang lalu?


Jawab :
Menentukan kemungkinan prognosis terapi yang akan diberikan

Berdasarkan waktu terapi dibedakan menjadi : terapi pada fase akut, terapi
pencegahan sekunder atau rehabilitasi

Pada therapeutic window

0-6 jam : potential full recovery

6-12 jam : potential partial recovery

12-24 jam : possible recovery

24-36 jam : start of infarction

Golden period : 3-6 jam, kemungkinan daerah sekitar otak yang iskemik
masih dapat diselamatkan

Tn. A masih dalam waktu golden period.

h. Bagaimana respon tubuh saat mengalai keadaan seperti Tn. A?


Jawab :
Stroke hemoragik → suplay jaringan dibagian distal m↓ → respon simpatis
dengan m↑kan kerja sistem kardiovaskuler → HR ↑

i. Apa dampak apabila keluhan tidak diatasi secara segara?


Jawab :
 Akan mengakibatkan lumpuh yang permanen
 Akan mengakibatkan dehidrasi karena kehilangan elektrolit
dari muntah

Laporan Tutorial Skenario C Page 16


Laporan Skenario C BLOK X

2. Menurut keterangan keluarga Tn. A sudah lama menderita sakit


diabetes dan darah tinggi
a. Bagaimana etiologi gula dan darah tinggi?
Jawab :
 Etiologi gula darah tinggi
 Genetik atau Faktor Keturunan
Para ahli kesehatan menyebutkan bahwa sebagian besar
diabetes mellitus memiliki riwayat keluarga penderita
diabetes mellitus. Penderita diabetes yang sudah dewasa,
lebih dari 50 % berasal dari keluarga yang menderita diabetes
mellitus. Maka diabetes mellitus cenderung diturunkan tidak
ditularkan. Sesuai dengan ilmu genetika, bibit diabetes
mellitus mengunakan simbol D untuk normal dan simbol d
untuk resesif Diabetes mellitus merupakan penyakit yang
terpaut oleh kromosom seks.
 Virus dan Bakteri
Virus yang menyebabkan diabetes mellitus adalah rubela,
mumps, dan human coxsackievirus B4. hasil penelitian
menyebutkan bahwa virus ini dapat menyebabkan diabetes
mellitus melalui mekanisme infeksi sitolitik pada sel beta
yang mengakibatkan destruksi (perusakan sel) juga melalui
reaksi otoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun
pada sel beta.
 Bahan Toksin atau Beracun
Ada beberapa bahan toksik yang mampu merusak sel beta
secara langsung, yakni allixan, pyrinuron (rodentisida),
streptozotocin (produk dari sejenis jamur). Bahan toksik lain
berasal dari cassava atau singkong yang merupakan sumber
kalori utama kawasan tertentu. Singkong mengandung
glikosida sianogenik yang dapat melepaskan sianida sehingga
memberi efek toksik terhadap jaringan tubuh Sianida dapat
menyebabkan kerusakan pangkreas yang akhirnya

Laporan Tutorial Skenario C Page 17


Laporan Skenario C BLOK X

menimbulkan gejala diabetes mellitus jika disertai dengan


kekurangan protein. Karenannya protein dibutuhkan dalam
proses detoksikasi sianida.
 Nutrisi
Diabetes mellitus dikenal sebagai penyakit yang berhubungan
dengan nutrisi, baik sebagai faktor penyebab maupun
pengobatan. Nutrisi yang berlebihan (overnutrition)
merupakan faktor risiko pertama yang diketahui
menyebabkan diabetes mellitus. Semakin lama dan berat
obesitas akibat nutrisi yang berlebihan, semakin besar
kemungkinan terjangkitnya Diabetes mellitus.
 Etiologi darah tinggi
 Keturunan
Jika seseorang memiliki orang-tua atau saudara yang
memiliki tekanan darah tinggi, maka kemungkinan ia
menderita tekanan darah tinggi lebih besar.
 Usia
Penelitian menunjukkan bahwa seraya usia seseorang
bertambah usia, tekanan darah pun akan meningkat.
 Garam
Garam dapat meningkatkan tekanan darah dengan cepat
pada beberapa orang, khususnya bagi penderita diabetes,
penderita hipertensi ringan, orang dengan usia tua, dan
mereka yang berkulit hitam.
 Kolesterol
Kandungan lemak yang berlebih dalam darah, dapat
menyebabkan timbunan kolesterol pada dinding pembuluh
darah. Hal ini dapat membuat pembuluh darah menyempit
dan akibatnya tekanan darah akan meningkat.
 Obesitas / Kegemukan

Laporan Tutorial Skenario C Page 18


Laporan Skenario C BLOK X

Orang yang memiliki berat badan di atas 30 persen berat


badan ideal, memiliki kemungkinan lebih besar menderita
tekanan darah tinggi.
 Stres
Stres dan kondisi emosi yang tidak stabil juga dapat
memicu tekanan darah tinggi.
 Rokok Merokok juga dapat meningkatkan tekanan darah
menjadi tinggi. Kebiasan merokok dapat meningkatkan
risiko diabetes, serangan jantung dan stroke. Zat kimia
dalam tembakau dapat merusak lapisan dalam dinding
arteri sehingga arteri rentan terhadap penumpukan plak.
Nikotin dalam tembakau juga membuat jantung bekerja
lebih keras karena menyempitkan pembuluh darah untuk
sementara dan meningkatkan frekuensi denyut jantung
serta tekanan darah.
 Kafein
Kafein yang terdapat pada kopi, teh maupun minuman
cola bisa menyebabkan peningkatan tekanan darah.
 Alkohol
Konsumsi alkohol secara berlebihan juga menyebabkan
tekanan darah tinggi.
 Kurang Olahraga
 Kurang olahraga dan bergerak bisa menyebabkan tekanan
darah dalam tubuh meningkat. Olahraga teratur mampu
menurunkan tekanan darah tinggi.

b. Bagaimana mekanisme penyakit darah dan gula tinggi?


Jawab :
 Mekanisme gula darah tinggi
Pengolahan bahan makanan dimulai dari mulut kemudian ke
lambung dan selanjutnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan,
makanan yang terdiri dari karbohidrat dipecah menjadi glukosa,

Laporan Tutorial Skenario C Page 19


Laporan Skenario C BLOK X

protein dipecah menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak.
Ketiga zat makanan itu diedarkan ke seluruh tubuh untuk
dipergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar.
Supaya berfungsi sebagai bahan bakar zat makanan itu harus diolah,
dimana glukosa dibakar melalui proses kimia yang menghasilkan
energi yang disebut metabolisme.
Dalam proses metabolisme insulin memegang peranan penting yaitu
memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan
bakar. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel
beta di pankreas, bila insulin tidak ada maka glukosa tidak dapat
masuk sel dengan akibat glukosa akan tetap berada di pembuluh
darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat.
Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel
beta pankreas. Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik
yang merupakan predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta
pankreas. Respon autoimun dipacu oleh aktivitas limfosit, antibodi
terhadap sel pulau langerhans dan terhadap insulin itu sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah insulin normal, tetapi jumlah
reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang
sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam
darah menjadi meningkat.
 Mekanisme darah tinggi

Pada tahap awal hipertensi diduga ditandai oleh peningkatan curah jantung
dengan resistensi perifer yang normal.dengan berkembangnya hipertensi
resistensi perifer meningkat dan curah jantung kembali normal.
Penurunan tekanan arteri

Renin(ginjal)

Zat-zat renin(angiotensinogen)

Laporan Tutorial Skenario C Page 20


Laporan Skenario C BLOK X

Angiotensin 1

Angiotensin II

Angiotensinase

Retensi garam dan air oleh ginjal Vasokontriksi (mengalami inaktif)

Peningkatan tekanan arteri

c. Bagaimana komplikasi gula & dan darah tinggi?


Jawab :
 Komplikasi gula darah tinggi
Penyakit Jantung, Pembuluh darah dan Diabetes
Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan komplikasi terbanyak
pada orang dengan diabetes yang tidak terkontrol. Kira-kira 65%
kematian pada penderita diabetes disebabkan oleh penyakit jantung dan
stroke. Diabetes dapat juga menyebabkan aliran darah ke kaki dan
tungkai tidak lancer (Peripheral Artery Disease). Banyak penelitian
menggambarkan bahwa diabetes yang terkontrol dapat mencegah atau
menghentikan progresi dari penyakit jantung dan pembuluh darah.
Kerusakan pembuluh darah atau kerusakan saraf (lihat di bawah) dapat
berdampak pada masalah kaki yang harus diamputasi. Lebih dari 60%
kaki dan tungkai yang diamputasi bukan karena trauma disebabkan oleh
diabetes.

Diabetes dan Mata


Diabetes merupakan penyebab utama kebutaan di Amerika Serikat.
Diabetes menyebabkan sejumlahmasalah pada mata, beberapa
diantaranya dapat menyebabkan kebutaan bila tidak dirawat. Gangguan
pada mata dapat berupa :

Laporan Tutorial Skenario C Page 21


Laporan Skenario C BLOK X

 Glaukoma
 Katarak
 Retinopati diabetes
Penelitian menggambarkan bahwa pemeriksaan mata yang teratur dan
penatalaksanaan masalah mata yang berkaitan tepat waktu dapat
mencegah lebih dari 90% kebutaan yang disebabkan oleh diabetes.
Penyakit Ginjal dan Diabetes
Diabetes merupakan penyebab utama gagal ginjal pada orang dewasa di
Amerika Serikat. Obat-obatan yang menurunkan tekanan darah
(walaupun tidak memiliki tekanan darah tinggi) dapat menurunkan resiko
gagal ginjal sekitar 33%.

Diabetes dan Saraf


Kadar gula darah yang tinggi dapat membahayakan saraf yang dapat
berdampak pada hilangnya sensasi atau rasa (biasanya dimulai dari jari
kaki) atau nyeri dan rasa terbakar pada kaki. Kerusakan saraf yang
dihubungkan dengan diabetes dapat juga menyebabkan nyeri pada
tungkai, lengan dan tangan dan dapat menyebabkan masalah pencernaan,
berkemih dan masalah seksual.

Komplikasi dari darah tinggi :


 Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau
akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan
tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila
arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan
menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang
diperdarahinya berkurang.
 Infark Miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang
arterosklerosis tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium
atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah
melalui pembuluh darah tersebut. Karena hipertensi kronik dan
hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin

Laporan Tutorial Skenario C Page 22


Laporan Skenario C BLOK X

tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang


menyebabkan infark.
 Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan
tinggi pada kapiler-kepiler ginjal, glomerolus. Dengan rusaknya
glomerolus, darah akan mengalir keunit-unit fungsional ginjal, nefron
akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian.
Dengan rusaknya membran glomerolus, protein akan keluar melalui
urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang,
menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik.
 Gagal jantung atau ketidakmampuan jantung dalam memompa darah
yang kembalinya kejantung dengan cepat mengakibatkan cairan
terkumpul di paru,kaki dan jaringan lain sering disebut edma.Cairan
didalam paru – paru menyebabkan sesak napas,timbunan cairan
ditungkai menyebabkan kaki bengkak atau sering dikatakan edema
(Amir, 2002)
 Ensefalopati dapat terjadi terjadi terutama pada hipertensi maligna
(hipertens yang cepat). Tekanan yang tinggi pada kelainan ini
menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke
dalam ruang intertisium diseluruh susunan saraf pusat. Neron-neron
disekitarnya kolap dan terjadi koma serta kematian (Corwin, 2000).

d. Bagaimana hubungan penyakit gula dan darah tinggi?


Jawab :
3. Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum : GCS 10
Tanda vital : TD 220/110 mmHg, Nadi 110x/ menit, Temp 37,2 C
Kepala : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil
anisokor kiri lebih besar daripada kanan, penserita sulit bicara.
Leher : tidak ada pembesaran KGB
Thoraks : simetris, retraksi tidak ada

Laporan Tutorial Skenario C Page 23


Laporan Skenario C BLOK X

- Jantung : batas jantung membesar, imtus kordis tidak tampak,


bunyi jantung normal, bising jantung shuffle sistolik (+), HR
110x/menit reguler
- Paru : stem fermitus normal, suara nafas vesikuler normal
- Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan (-), dan defans muskuler (-),
nising usus normal Ekstrimitas : hemiparese dextra flaksid, reflex
patologis (+)
a. Bagaimana interpretasi & patofisiologi yang abnormal?
Jawab :
- TD: 220/110 mmHg  Hipertensi
Normal: Sistolik: 110-135, Diastolik: 70-80
Patofisiologi: Stroke  Pasokan oksigen dan glukosa menurun 
Iskemik  peningkatan kecepatan dan kontraksi otot jantung 
vasokontriksi pembuluh darah  peningkatan aliran darah  hipertensi
- Nadi: 110x/menit  Takikardi
Normal: 60-80x/menit
- Pupil anisokor: abnormal
- Penderita sulit bicara: abnormal
Patofisiologi: Gangguan pada nervus hipoglosus dimana sel ini
mempersarafi masing-masing otot lidah
- HR: 110x/menit: Takikardi
Normal: 60-100x/menit
- Batas jantung membesar: abnormal
Patofisiologi: hipertensi yang lama  peningkatan kerja jantung yang
terus-menerus  pembesaran otot jantung sebagai kompensasi dari
aliran darah yang tinggi yang diakibatkan oleh hipertensi

b. Apa makna tidak ditemukan pembesaran KGB dan lain-lain?


Jawab :

Laporan Tutorial Skenario C Page 24


Laporan Skenario C BLOK X

Tidak ada pembesaran KGB : bukan penyakit infeksi ataupun


keganasan

Konjungtiva tidak anemis : tidak terjadi penurunan Hb

Sclera tidak ikterik : tidak ada gangguan pada pemecahan Hb yaitu


bilirubin

Jantung dan paru : tidak terjadi gangguan pada organ tersebut

c. Bagaimana klasifikasi tekanan darah?


Jawab :

Laporan Tutorial Skenario C Page 25


Laporan Skenario C BLOK X

d. Apa saja refleks patologis yang dapat ditemukan pada kasus


ini?
Jawab :
Pada paresis tipe flaksid, seharusnya tidak ditemukan refleks patologis
atau dengan kata lain refleks patologis negatif.

e. Kelainan apa saja yang bisa menyebakan hemiparese?


Jawab :
 Stroke hemoragic dan stroke non hemoragic
 Trauma berupa terputus atau rusaknya medulla spinalis
 Edema otak
 Pendarahan otak

f. Kelainan apa saja yang dapat menyebabkan bising jantung


sistolik?
Jawab :
1. Stenosis aorta

Laporan Tutorial Skenario C Page 26


Laporan Skenario C BLOK X

2. Insufisiensi mitral
3. Invective endocarditis
4. Angina pectoris
5. Stenosis pulmonalis yang terdengar digaris sternal kiri bagian atas.
6. Tetralogy of fallot

4. Pemeriksaan neurologis : parese n. VII dan XII kanan, hemiparese


dekstra flaksid, pupil anisokor, kesulitan menyampaikan isi pikiran.
a. Bagaimana interpretasi dan patofisiologi hasil pemeriksaan
neurologis?
Jawab :
Parese n VII dan XII kanan = tidak normal.

Hemiparese dextra flaksid = tidak normal. Terjadi gangguan di susunan


saraf motorik bagian kanan berupa kelemahan otot.

Pupil anisokor = terjadi gangguan pada otot-otot pupil mata – n. III

Kesulitan menyampaikan isi fikiran = terjadi gangguan dipusat motorik


bahasa (area broca/ area brodmann 44), yang menyebabkan aflasia
broca.

b. Apa saja jenis-jenis dan klasifikasi dari hemiparese?


Jawab :
Ada 2 tipe paresis yaitu tipe spastik dan tipe flaksid.

Tipe spastic : terjadi kerusakan yang mengenai upper motor neuron


sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot atau hipertoni

Tipe flaksid : terjadi kerusakan pada lower motor neuron sehingga


menyebabkan penurunan tonus otot atau hipotoni

Laporan Tutorial Skenario C Page 27


Laporan Skenario C BLOK X

Parese adalah kelemahan/kelumpuhan parsial yang ringan/tidak lengkap


atau suatu kondisi yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau
gerakan terganggu. Kelemahan adalah hilangnya sebagian fungsi otot
untuk satu atau lebih kelompok otot yang dapat menyebabkan gangguan
mobilitas bagian yang terkena. Parese pada anggota gerak dibagi mejadi
4 macam, yaitu 6 :

 Monoparese adalah kelemahan pada satu ekstremitas atas


atauekstremitas bawah.
 Paraparese adalah kelemahan pada kedua ekstremitas bawah.
 Hemiparese adalah kelemahan pada satu sisi tubuh yaitu satu
ekstremitas atas dan satu ekstremitas bawah pada sisi yang sama.
 Tetraparese adalah kelemahan pada keempat ekstremitas.
c. Bagaimana cara pemeriksaan Nervi cranialis?
Jawab :
1) Nervus I : olfaktorius
Tujuannya adalah untuk mendeteksi adanya gangguan menghidu, selain itu
untuk mengetahui apakah gangguan tersebut disebabkan oleh gangguan saraf
atau penyakit hidung lokal.
Cara pemeriksaan
Salah satu hidung pasien ditutup, dan pasien diminta untuk mencium bau-bauan
tertentu yang tidak merangsang .Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu
dengan jalan menutup lubang hidung yang lainnya dengan tangan. Sebelumnya
periksa lubang hidung apakah ada sumbatan atau kelainan setempat, misalnya
ingus atau polip. Contoh bahan yang sebaiknya dipakai adalah : teh,
kopi,tembakau,sabun, jeruk.
Adapun kelainan yang bisa didapatkan dapat berupa:
a) Anosmia adalah hilangnya daya penghiduan.
b) Hiposmia adalah bila daya ini kurang tajam
c) Hiperosmia adalah daya penghiduan yang terlalu peka.
d) Parosmia adalah gangguan penghiduan bilamana tercium bau yang tidak
sesuai misalnya minyak kayu putih tercium sebagai bau bawang goreng.

Laporan Tutorial Skenario C Page 28


Laporan Skenario C BLOK X

e) Jika parosmia dicirikan oleh modalitas olfaktorik yang tidak menyenangkan


atau yang memuakan seperti bacin , pesing dsb, maka digunakan istilah lain
yaitu kakosmia.
f) Baik dalam hal parosmia maupun kakosmia adanya perangsangan olfaktorik
merupakan suatu kenyataan, hanya pengenalan nya saja tidak sesuai, tetapi bila
tercium suatu modalitas olfaktorik tanpa adanya perangsangan maka kesadaran
akan suatu jenis bau ini adalah halusinasi, yaitu halusinasi olfaktorik.
2) Nervus II : Optikus
a) Pemeriksaan ketajaman penglihatan
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengukur ketajaman penglihatan ( visus)
dan menentukan apakah kelainan pada penglihatan disebabkan oleh kelainan
okuler lokal atau oleh kelainan saraf.
Persiapan:
Ruangan harus mempunyai penerangan yang baik. Yakinkan terlebih dahulu
bahwa tidak ada katarak, jaringan parut di kornea atau nebula, iritis, uveitis,
glaucoma atau korpus alienum. Awas jangan melakukan pemeriksaan ketajaman
penglihatan pada mata buatan!. Tanyakan apakah pasien buta huruf atau tidak.
Pemeriksaan ketajaman penglihatan (visus) harus dilakukan pada masing-
masing mata secara bergiliran. Pemeriksaan visus ini merupakan pemeriksaan
kasar yang tidak bertujuan untuk menentukan lensa kacamata untuk koreksi
kelainan refraksi.

Pemeriksaan:
• membandingkan ketajaman penglihatan pemeriksa dengan jalan pasien disuruh
melihat benda yang letaknya jauh misal jam didinding, membaca huruf di buku
atau koran.
• melakukan pemeriksaan dengan menggunakan kartu Snellen. Pasien diminta
untuk melihat huruf huruf sehingga tiap huruf dilihat pada jarak tertentu, kartu
snellen ialah huruf huruf yang disusun makin kebawah makin kecil , barisan
paling bawah mempunyai huruf huruf paling kecil yang oleh mata normal dapat
dibaca dari jarak 6 meter.

Laporan Tutorial Skenario C Page 29


Laporan Skenario C BLOK X

contoh visus = 2/60 pasien hanya dapat melihat pergerakan jari pada jarak 2
meter Untuk gerakan tangan harus tampak pada jarak 300 meter. Jika
kemampuannya hanya sampai membedakan adanya gerakan , maka visusnya
ialah 1/300. Contoh Visus = 3/300 pasien hanya dapat melihat pergerakan
tangan pada jarak 3 meter. Namun jika hanya dapat membedakan antara gelap
dan terang maka visus nya 1/~, bila dengan sinar lampu masih belum dapat
melihat maka dikatakan visus pasien tersebut adalah nol. Bila hendak melakukan
pemeriksaan pada mata kanan maka mata kiri harus ditutup dengan telapak
tangan kanan dan sebaliknya.
Bila terdapat gangguan ketajaman penglihatan apakah gangguan ketajaman
penglihatan yang disebabkan oleh kelainan oftalmologik ( bukan saraf )
misalnya kornea, uveitis, katarak dan kelainan refraksi maka dengan
menggunakan kertas yang berlubang kecil dapat memberikan kesan adanya
faktor refraksi dalam penurunan visus, bila dengan melihat melalui lubang kecil
huruf bertambah jelas maka faktor yang berperan mungkin gangguan refraksi.

b) Pemeriksaan pengenalan warna


Tes untuk pengenalan warna dapat dilakukan dengan menggunakan tes ishihara
dan stiling atau dengan potongan benang wol berbagai warna. Pasien disuruh
membaca angka berwarna yang tercantum dikartu stiling atau ishihara, atau
mengambil wol berwarna sesuai dengan perintah.
c) Pemeriksaan medan(lapangan) penglihatan
Medan penglihatan merupakan batas penglihatan perifer. Medan tersebut adalah
ruang dimana sesuatu masih dapat dilihat oleh mata yang pandangannya
ditatapkan secara menetap pada satu titik. Kalau kita menatapkan pandangan
salah satu mata pada suatu benda, maka gambarannya dapat diserap oleh macula
dengan jelas dan tajam. Penglihatan yang diserap oleh macula disebut
penglihatan sentral. Namun demikian, secara serentak bagian retina di luar
daerah macula dapat menyerap juga gambran tersebut, meskipun kurang tajam
dan kurang berwarna. Penglihatan dengan perantaraan retina diluar macula
dikenal sebagai penglihatan perifer.

Laporan Tutorial Skenario C Page 30


Laporan Skenario C BLOK X

Persiapan:
Untuk setiap tes yang akan dipakai diperlukan kooperasi pasien. Pasien diberi
penjelasan terlebih dahulu mengenai tes yang akan diambil. Pertama pasien
harus dilatih untuk emnatapkan pandangannya pada suatu titik dan
memberitahukan terlihatnya kapas putih atau ujung pensil yang memasuki
kawasan medan penglihatannya. Hal ini bertujuan untuk memberitahukan
kepada pasien bahwa ia tidak usah mencari dengan menggerakan bola matanya
bila sipemeriksa menanyakan sudah ;ihat belum. Ia menunggu saat terlihatnya
sesuatu yang dipertunjukkan dengan pandangannya tetap menatap pada titik
fiksasi itu. Tes medan penglihatan ini dilakukan secara monokuler.
Dalam klinik dikenal 3 metode tes medan penglihatan, yaitu tes konfrontasi
dengan tangan, tes dengan kampimeter, dan tes dengan perimeter.

Pemeriksaan:
• Metode Konfrontasi
Dalam hal ini pasien duduk atau berdiri kurang lebih jarak 1 meter dengan
pemeriksa, Jika kita hendak memeriksa mata kanan maka mata kiri pasien harus
ditutup, misalnya dengan tangannya pemeriksa harus menutup mata kanannya.
Kemudian pasien disuruh melihat terus pada mata kiri pemeriksa dan pemeriksa
harus selalu melihat ke mata kanan pasien. Setelah pemeriksa menggerakkan jari
tangannya dibidang pertengahan antara pemeriksa dan pasien dan gerakan
dilakukan dari arah luar ke dalam. Jika pasien mulai melihat gerakan jari – jari
pemeriksa , ia harus memberitahu, dan hal ini dibandingkan dengan pemeriksa,
apakah iapun telah melihatnya. Bila sekiranya ada gangguan kampus
penglihatan ( visual field ) maka pemeriksa akan lebih dahulu melihat gerakan
tersebut.Gerakan jari tangan ini dilakukan dari semua jurusan dan masing
masing mata harus diperiksa.

• Tes dengan kampimeter dan perimeter


Kampimeter adalah papan tulis hitam dimana tergambar bundaran dengan garis
garis radial berikut dengan bintik buta. Sedangkan perimeter adalah alat
diagnostic yang berbentuk lengkungan

Laporan Tutorial Skenario C Page 31


Laporan Skenario C BLOK X

Dengan perimeter didapat hasil yang lebih akurat oleh karena lengkungan
perimeter sesuai dengan lengkungan retina. Perimeter dilengkapi dengan tempat
untuk meletakkan dagu, sehingga pasien dapat menjalani tes dengan posisi
kepala yang tepat tanpa meletihkan diri. Lebih teliti dari tes konfrontasi. Hasil
pemeriksaan di proyeksikan dalam bentuk gambar di sebuah kartu.

d) Pemeriksaan fundus
Dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop. Funduskopi dilakuakn dengan
tujuan menentukan adanya miopi, hipermetropi, atau emetropi; penegnamatn
retina; dan pengamatan papil nervi optisi
Persiapan:
Perhatikan posisi atau sikap pasien dan pemeriksa serta kondisi opthalmoskop.
Pasien dapat periksa dengan posisi duduk atau berbaring. Periksa terlebih dahulu
lampu dan baterai opthalmoscop baik dan lensa yang ditempatkan diantara
lubang pengintai dan lubang penyorot adalah berdioptri nol bila pasien emetrop
(normal). Sebelum dilakukan pemeriksaan funduskopi kamar periksa digelapkan
terlebih dahulu.
Pemeriksaan:
Pemeriksa memegang optalmoskop dengan tangan dominan. Tangan yang
lainnya diletakkan diatas dahi pasien dengan tujuan sebagai fiksasi terhadap
kepala pasien.kemudian sipemeriksa menyandarkan dahinya dorsum manis pada
tangan yang memegang dahi pasien, sehingga mata pasien dan mata pemeriksa
berhadapan satu sama lain. Selanjutnya sipemeriksa menempatkan tepi atas
teropong optalmoskop dengan lubang pengintai diatas alis. Setelah lampu
oftalmoskop dinyalakan, pemeriksa mengarahkan sinar lampu itu ke pupil
pasien. Selama funduskopi dilakukan, pasien diminta untuk mengarahkan
pandangan matanya jauh kedepan. Bila pandangan itu diarahkan kesinar lampu,
sinar lampu akan dipantulkan oleh fovea sentralis ke lubang teropong dan
fundus mata sukar mata sukar terlihat.
3) Nervus III (okulomotor)
a) Ptosis

Laporan Tutorial Skenario C Page 32


Laporan Skenario C BLOK X

Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas kelopak mata
atas akan memotong iris pada titik yang sama secara bilateral. Ptosis dicurigai
bila salah satu kelopak mata memotong iris lebih rendah dari pada mata yang
lain, atau bila pasien mendongakkan kepal ke belakang / ke atas (untuk
kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata secara kronik pula.
b) Gerakan bola mata.
Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint ke arah
medial, atas, dan bawah, sekligus ditanyakan adanya penglihatan ganda
(diplopia) dan dilihat ada tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan
bola mata (pada keadaan diam) sudah dilihat adanya strabismus (juling) dan
deviasi conjugate ke satu sisi.
c) Pupil
Pemeriksaan pupil meliputi bentuk dan ukuran pupil, perbandingan pupil kanan
dan kiri ( pupil sebesar diameter 1mm, perbedaan masih dianggap normal ),
refleks pupil. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan :
- Refleks cahaya langsung (bersama N. II)
- Refleks cahaya tidak alngsung (bersama N. II)
- Refleks pupil akomodatif atau konvergensi

Bila seseorang melihat benda didekat mata (melihat hidungnya sendiri) kedua
otot rektus medialis akan berkontraksi. Gerakan kedua bola mata ini disebut
konvergensi. Bersamaan dengan gerakan bola mata tersebut maka kedua pupil
akan mengecil (otot siliaris berkontraksi).

4) Nervus IV (Troklearis)
Pemeriksaan meliputi :
a) Gerak mata ke lateral bawah
b) Strabismus konvergen
c) Diplopia

5) Nervus V (Trigeminus)
a) Pemerksaan motorik

Laporan Tutorial Skenario C Page 33


Laporan Skenario C BLOK X

• pasien diminta merapatkan gigi sekuatnya, kemudian meraba m . masseter dan


m. temporalis. Normalnya kiri dan kanan kekuatan, besar dan tonus nya sama .
• pasien diminta membuka mulut dan memperhatikan apakah ada deviasi rahang
bawah, jika ada kelumpuhan maka dagu akan terdorong kesisi lesi. Sebagai
pegangan diambil gigi seri atas dan bawah yang harus simetris.Bila terdapat
parese disebelah kanan , rahang bawah tidak dapat digerakkan kesamping kiri.
Cara lain pasien diminta mempertahankan rahang bawahnya kesamping dan kita
beri tekanan untuk mengembalikan rahang bawah keposisi tengah
b) Pemeriksaan sensorik
Dengan kapas dan jarum dapat diperiksa rasa nyeri dan suhu, kemudian lakukan
pemeriksaan pada dahi, pipi dan rahang bawah.
Ada tiga cabang sensorik, yaitu oftalmik, maksila, mandibula. Pemeriksaan
dilakukan pada ketiga cabang saraf tersebut dengan membandingkan sisi yang
satu dengan sisi yang lain. Mula-mula tes dengan ujung yang tajam dari sebuah
jarum yang baru. Pasien menutup kedua matanya dan jarum ditusukkan dengan
lembut pada kulit, pasien ditanya apakah terasa tajam atau tumpul. Hilangnya
sensasi nyeri akan menyebabkan tusukan terasa tumpul.
Daerah yang menunjukkan sensasi yang tumpul harus digambar dan
pemeriksaan harus di lakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju daerah
yang terasa tajam. Juga dilakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju daerah
yang terasa tajam. Juga lakukan tes pada daerah di atas dahi menuju belakang
melewati puncak kepala. Jika cabang oftalmikus terkena sensasi akan timbul
kembali bila mencapai dermatom C2.
Temperatur tidak diperiksa secara rutin kecuali mencurigai siringobulbia, karena
hilangnya sensasi temperatur terjadi pada keadaan hilangnya sensasi nyeri,
pasien tetap menutup kedua matanya dan lakukan tes untuk raba halus dengan
kapas yang baru dengan cara yang sama. Pasien disuruh mengatakan “ya” setiap
kali dia merasakan sentuhan kapas pada kulitnya.

c) Pemeriksaan Refleks
• Refleks masseter / Jaw reflex ( berasal dari motorik Nervus V).

Laporan Tutorial Skenario C Page 34


Laporan Skenario C BLOK X

Dengan menempatkan satu jari pemeriksa melintang pada bagian tengah dagu,
lalu pasien dalam keadaan mulut setengah membuka dipukul dengan ”hammer
refleks” normalnya didapatkan sedikit saja gerakan, malah kadang kadang tidak
ada. Bila ada gerakan nya hebat yaitu kontraksi m.masseter, m. temporalis, m
pterygoideus medialis yang menyebabkan mulut menutup ini disebut reflex
meninggi.

• Refleks supraorbital.
Dengan mengetuk jari pada daerah supraorbital, normalnya akan menyebabkan
mata menutup homolateral ( tetapi sering diikuti dengan menutupnya mata yang
lain ).

6) Nervus VI (Abdusens)
Pemeriksaan meliputi gerakan mata ke lateral, strabismus konvergen dan
diplopia tanda-tanda tersebut maksimal bila memandang ke sisi yang terkena
dan bayangan yang timbul letaknya horizonatal dan sejajar satu sama lain.
7) Nervus VII (Fasialis)
a) Pemeriksaan fungsi motorik.
Pasien diperiksa dalam keadaan istirahat. Perhatikan wajah pasien kiri dan kanan
apakah simetris atau tidak. Perhatikan juga lipatan dahi, tinggi alis, lebarnya
celah mata, lipatan kulit nasolabial dan sudut mulut.Kemudian pasien diminta
untuk menggerakan wajahnya antara lain:
– Mengerutkan dahi, dibagian yang lumpuh lipatannya tidak dalam.
– Mengangkat alis
– Menutup mata dengan rapat dan coba buka dengan tangan pemeriksa.
– Moncongkan bibir atau menyengir.
– Suruh pasien bersiul, dalam keadaan pipi mengembung tekan kiri dan
kanan apakah sama kuat . Bila ada kelumpuhan maka angin akan keluar
kebagian sisi yang lumpuh.
b) Pemeriksaan fungsi sensorik.
• Dilakukan pada 2/3 bagian lidah depan. Pasien disuruh untuk menjulurkan
lidah , kemudian pada sisi kanan dan kiri diletakkan gula, asam,garam atau

Laporan Tutorial Skenario C Page 35


Laporan Skenario C BLOK X

sesuatu yang pahit. Pasien cukup menuliskan apa yang terasa diatas secarik
kertas.
• Bahannya adalah:Glukosa 5 %, Nacl 2,5 %, Asam sitrat 1 %, Kinine 0,075 %.
• Sekresi air mata.
• Dengan menggunakan Schirmer test ( lakmus merah )
• Ukuran : 0,5 cm x 1,5 cm
• Warna berubah menjadi Biru : Normal: 10 – 15 mm ( lama 5 menit ).

8) Nervus VIII (Vestibulococlearis)


Tes pendengaran (N. Kokhlearis):
a) Tes Bisik
Tes ini merupakan tes yang sederhana tapi cukup informative. Untuk ini
diperlukan ruangan sepanjang 6 meter dan bersifat kedap suara. Orang coba
duduk menyamping sehingga yang akan diperiksa menghadap ke mulut
pemeriksa. Tutuplah telinga yang tidak diperiksa dan kalau perlu mata juga
ditutp agar gerakan bibir tidak terlihat. Pemeriksa mengucapkan kata-kata secara
berbisik dengan intensitas bisiskan sejauh 30 cm dari telinga dan orang coba
harus mengulangi dengan benar. Bila dapat didengar dari jarak: 6 meter berarti
normal, 5 meter dalam batas normal, 4 meter berarti tuli ringan, 2- 3 meter
berarti tuli sedang, dan 1 meter berarti tuli berat. Selain itu, tes pendengaran
dapat dilakukan dengan membisikkan kata-kata yang frekuensinya tinggi
misalnya karcis, kikis, dan sebagainya.
b) Tes Arloji
orang coba diminta mendengarkan detik arloji yang mula-mula telinga kanan
kemudian telinga kiri.
c) Tes Garpu tala
Tes Rinne
Garpu tala digetarkan kemudian pangkalnya ditempatkan pada tulang mastoid
orang coba. Orang coba diminta untuk memberitahukan jika bunyi garpu tala
tidak terdengar lagi. Lalu garpu tala dipindahkan sehingga ujungnya yang
bergetar berada kira-kira 3 cm di depan liang telinga. Jika suara masih terdengar

Laporan Tutorial Skenario C Page 36


Laporan Skenario C BLOK X

maka disebut rinne positif, sedang bila tidak dapat didengar lagi disebut rinne
negative.
Tes Weber
Garpu tala digetarkan dan ditempatkan di vertex orang coba. Bila suara
terdengar lebih keras pada salah satu telinga, misalnya kanan maka ini disebut
lateralisasi ke kanan.
Tes Schawabach
Garpu tala digetarkan dan ditempatkan pada tulang mastoid orang coba. Orang
coba diminta memberitahukan bila tidak mendengar bunyi lagi dan dengan
segera garpu tala dipindahkan ke tulang mastoid pemeriksa. Bila pemeriksa juga
tidak mendengar suara maka prosedur pemeriksaan dibalik. Garpu tala mula-
mula diletakkan pada tulang mastoid pemeriksa dan setelah tak terdengar
dipindahkan pada orang coba. Bila orang coba juga tidak mendengar berarti
telinga orang coba normal.
Tes keseimbangan (N. Vestibularis):
a) Reaksi Kompensasi
Orang coba duduk tegap pada kursi barani kemudian diputar dengan kecepatan
10x/ detik. Perhatikan reaksi orang coba bila kursi diputar dari arah kana ke kiri
akan terlihat kompensasi berupa ekstensi kaki kiri dan fleksi kaki kanan disertai
gerakan bola mata.
b) Tes tunjuk
Orang coba duduk pada kursi barani sedang pemeriksa berdiri di depannya.
Orang coba meluruskan tangan kanannya sedangkan pemeriksa mengulurkan
jari telunjuknya, sehingga dapat disentuh oleh jari orang coba. Orang coba
mengangkat lengan kanannya dan kemudian dengan cepat menurunkannya
kembali sehingga menyentuh jari telunjuk pemeriksa. Mata orang coba ditutp
dengan sapu tangan dan kepala ditundukkan 30o ke depan. Putarlah kursi ke
kanan 10x dalam 20 detik. Perhatikan arah gerakan kepala dan badan orang coba
kemudian putaran kursi dehentikan dan penutup mata dibuka. Orang coba
diminta untuk menegakkan kepalanya kembali dan lakukan tes tunjuk seperti di
atas.
c) Nistagmus

Laporan Tutorial Skenario C Page 37


Laporan Skenario C BLOK X

Orang coba duduk di kursi barani dengan kedua tangannya diletakkan pada
sandaran kursi dan kedua kaki pada tempat dengan sebaik-baiknya. Mata orang
coba ditutp dengan sapu tangan dan kepala ditundukkan 30o ke depan. Putarlah
kursi ke kanan 10x dalam 20 detik. Kemudian hentikan putaran sambil
membuka penutup mata dan mintalah orang coba melihat pada suatu benda yang
agak jauh di depannya. Perhatikan gerakan bola matanya.
d) Tes jatuh
Orang coba duduk di atas kursi barani dengan kedua mata tertutup dan badan
membungkuk sampai 120o, putarlah kursi ke kanan dengan putaran 10x dalam
20 detik. Segera putaran dihentikan dan orang coba diminta berdiri tegak.
Perhatikan kea rah mana orang tersebut akan jatuh.
e) Tes tongkat
Orang coba memegang tongkat yang difiksir pada lantai sambil menundukkan
kepala dan mengelilingi tongkat tersebut. Kemudian orang coba diminta berjalan
dan perhatikan bagaimana reaksinya.
9) Nervus IX (Glosofaringeus) dan Nervus X (Fagus)
Pemeriksaan N. IX dan N X. karena secara klinis sulit dipisahkan maka biasanya
dibicarakan bersama-sama, anamnesis meliputi kesedak / keselek (kelumpuhan
palatom), kesulitan menelan dan disartria(khas bernoda hidung / bindeng).
Pasien disuruh membuka mulut dan inspeksi palatum dengan senter perhatikan
apakah terdapat pergeseran uvula, kemudian pasien disuruh menyebut “aaaa”
jika uvula terletak ke satu sisi maka ini menunjukkan adanya kelumpuhan
nervus X unilateral perhatikan bahwa uvula tertarik kearah sisi yang sehat.
Sekarang lakukan tes refleks muntah dengan lembut (nervus IX adalah
komponen sensorik dan nervus X adalah komponen motorik). Sentuh bagian
belakang faring pada setiap sisi dengan spacula, jangan lupa menanyakan
kepada pasien apakah ia merasakan sentuhan spatula tersebut (N. IX) setiap kali
dilakukan.
Dalam keadaaan normal, terjadi kontraksi palatum molle secara refleks. Jika
konraksinya tidak ada dan sensasinya utuh maka ini menunjukkan kelumpuhan
nervus X, kemudian pasien disuruh berbicara agar dapat menilai adanya suara

Laporan Tutorial Skenario C Page 38


Laporan Skenario C BLOK X

serak (lesi nervus laringeus rekuren unilateral), kemudian disuruh batuk , tes
juga rasa kecap secara rutin pada sepertinya posterior lidah (N. IX).

10) Nervus XI (Aksesorius)


a) Memeriksa tonus dari m. Trapezius. Dengan menekan pundak pasien dan
pasien diminta untuk mengangkat pundaknya.
b) Memeriksa m. Sternocleidomastoideus. Pasien diminta untuk menoleh
kekanan dan kekiri dan ditahan oleh pemeriksa , kemudian dilihat dan diraba
tonus dari m. Sternocleidomastoideus.

11) Nervus XII (Hipoglosus)


a) Dengan adanya gangguan pergerakan lidah, maka perkataan perkataan tidak
dapat diucapkan dengan baik hal demikian disebut: dysarthri.
b) Dalam keadaan diam lidah tidak simetris, biasanya tergeser kedaerah lumpuh
karena tonus disini menurun.
c) Bila lidah dijulurkan maka lidah akan membelok kesisi yang sakit.
d) Melihat apakah ada atrofi atau fasikulasi pada otot lidah .
e) Kekuatan otot lidah dapat diperiksa dengan menekan lidah kesamping pada
pipi dan dibandingkan kekuatannya pada kedua sisi pipi.

d. Apa makna hemiparese ditemukan pada nervus VII dan XII


terhadap keluhan?
Jawab :

e. Bagian otak mana yang terganggu saat mengalami gannguan


menyampaikan isi pikiran?
Jawab :

5. Pemeriksaan laboratorium : BSS (GDS) 234 mg%


a. interpretasi dan mekanisme hasil pemeriksaan laboratorium?
Jawab :

Laporan Tutorial Skenario C Page 39


Laporan Skenario C BLOK X

BSS (GDS) = 234 mg% = Diabetes Melitus


Mekanisme Diabetes Melitus
Resistensi insulin → reseptor insulin pada target sel di seluruh bagian tubuh
termasuk otot berkurang jumlah dan keaktifannya (kurang sensitif) →
keberadaan insulin di dalam darah kurang atau tidak dapat dimanfaatkan →
glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel untuk dimetabolisme → glukosa tetap
berada di pembuluh darah → kadar glukosa darah tinggi (hiperglikemia) →
kadar glukosa darah 234 mg% → diabetes melitus.

6. Bagaimana cara menegakkan diagnosis?


7. Apakah DD pada kasus ini?
Jawab :
Stroke Non Stroke Tumor Otak
Hemoragik Hemoragik
Waktu Terjadi Saat Istirahat Saat Aktivitas Defisit Neurologi lambat
(dalam hitungan bulan)
Nyeri Kepala Ringan Hebat Hebat pada saat aktivitas
Kejang/Muntah Tidak Ada Ada Ada
Penurunan Ringan Berat Gangguan daya ingat
Kesadaran

8. Bagaimana pemeriksaan tambahan yang bisa ditambahkan dalam


kasus ini?
Jawab :
1. CT Scan Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan
adanya infark.
2. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
3. Pungsi Lumbal
o Menunjukan adanya tekanan normal.

Laporan Tutorial Skenario C Page 40


Laporan Skenario C BLOK X

o Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah


menunjukan adanya perdarahan.
4. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
5. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena.
6. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pineal. (DoengesE, Marilynn,2000).

9. Bagaimana WD dalam kasus ini?


Jawab :
Stroke hemoragic
10. Bagaimana etiologi dalam kasus ini?
Jawab :
Karna Working diagnosisnya adalah stroke hemoragik, maka etiologinya
adalah terjadinya pecah pembuluh darah, yang bisa terjadi pada:

a. Perdarahan Intraserebral (PIS)


b. Perdarahan Subarachnoid (PSA)

Faktor-faktor resiko yang menyebabkan terjadinya iskhemik meliputi umur,


hipertensi, diabetes militus, faktor keturunan, penyakit jantung, merokok, obat
anti hamil (Sidharta, 1979).

11. Bagaimana epidemiologi penyakit dalam kasus ini?


Jawab :
Menurut American Heart Association diperkirakan terjadi 3 juta penderita
stroke pertahun dan 500.000 penderita stroke yang baru terjadi pertahun.
Mortalitas di Amerika adalah 50-100 / 100.000 pendrita pertahun.

Di Indonesia diperkirakan pertahun terjadi 500.000 orang terkena stroke,


125.000 meninggal dunia dengan CFR 25% dan yang mengalami cacat ringan
atau berat dengan proporsi 75% (375.000 orang)

Laporan Tutorial Skenario C Page 41


Laporan Skenario C BLOK X

Menurut WHO (2005), stroke menjadi penyebab kematian dari 5,7 juta
jiwa diseluruh dunia, dan diperkirakan meningkat menjadi 6,5 juta penderita
pada tahun 2015 dan 7,8 juta penderita pada tahun 2030.

12. Bagaimana tata laksana yang bisa siberikan dalam kasus ini?
Jawab :
a. Airway and breathing
Pasien dengan GCS ≤ 8 atau memiliki jalan napas yang tidak adekuat atau paten
memerlukan intubasi. Jika terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
(TIK) maka pemberian induksi dilakukan untuk mencegah efek samping dari
intubasi. Pada kasus dimana kemungkinan terjadinya herniasi otak besar maka
target pCO2 arteri adalah 32-36 mmHg. Dapat pula diberikan manitol intravena
untuk mengurangi edema serebri. Pasien harus mendapatkan bantuan oksigen
jika pulse oxymetri atau pemeriksaan analisa gas darah menunjukkan terjadinya
hipoksia. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan hipoksia pada stroke non
hemoragik adalah adanya obstruksi jalan napas parsial, hipoventilasi, atelektasis
ataupun GERD.

b. Circulation
Pasien dengan stroke non hemoragik akut membutuhkan terapi intravena dan
pengawasan jantung. Pasien dengan stroke akut berisiko tinggi mengalami
aritmia jantung dan peningkatan biomarker jantung. Sebaliknya, atrial fibrilasi
juga dapat menyebabkan terjadinya stroke.
c. Pengontrolan gula darah
Beberapa data menunjukkan bahwa hiperglikemia berat terkait dengan prognosis
yang kurang baik dan menghambat reperfusi pada trombolisis. Pasien dengan
normoglokemik tidak boleh diberikan cairan intravena yang mengandung
glukosa dalam jumlah besar karena dapat menyebabkan hiperglikemia dan
memicu iskemik serebral eksaserbasi. Pengontrolan gula darah harus dilakukan
secara ketat dengan pemberian insulin. Target gula darah yang harus dicapai

Laporan Tutorial Skenario C Page 42


Laporan Skenario C BLOK X

adalah 90-140 mg/dl. Pengawasan terhadap gula darah ini harus dilanjutkan
hingga pasien pulang untuk mengantisipasi terjadinya hipoglikemi akibat
pemberian insulin.
d. Posisi kepala pasien
Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan perfusi serebral lebih maksimal
jika pasien dalam pasien supinasi. Sayangnya, berbaring telentang dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial padahal hal tersebut tidak
dianjurkan pada kasus stroke. Oleh karena itu, pasien stroke diposisikan
telentang dengan kepala ditinggikan sekitar 30-45 derajat.
e. Pengontrolan tekanan darah
Pada keadaan dimana aliran darah kurang seperti pada stroke atau peningkatan
TIK, pembuluh darah otak tidak memiliki kemampuan vasoregulator sehingga
hanya bergantung pada maen arterial pressure (MAP) dan cardiac output (CO)
untuk mempertahankan aliran darah otak. Oleh karena itu, usaha agresif untuk
menurunkan tekanan darah dapat berakibat turunnya tekanan perfusi yang
nantinya akan semakin memperberat iskemik. Di sisi lain didapatkan bahwa
pemberian terapi anti hipertensi diperlukan jika pasien memiliki tekanan darah
yang ekstrim (sistole lebih dari 220 mmHg dan diastole lebih dari 120 mmHg)
atau pasien direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik.
Adapun langkah-langkah pengontrolan tekanan darah pada pasien stroke non
hemoragik adalah sebagai berikut. Jika pasien tidak direncanakan untuk
mendapatkan terapi trombolitik, tekanan darah sistolik kurang dari 220 mmHg,
dan tekanan darah diastolik kurang dari 120 mmHg tanpa adanya gangguan
organ end-diastolic maka tekanan darah harus diawasi (tanpa adanya intervensi)
dan gejala stroke serta komplikasinya harus ditangani.
Untuk pasien dengan TD sistolik di atas 220 mmHg atau diastolik antara 120-
140 mmHg maka pasien dapat diberikan labetolol (10-20 mmHg IV selama 1-2
menit jika tidak ada kontraindikasi. Dosis dapat ditingkatkan atau diulang setiap
10 menit hingga mencapai dosis maksiamal 300 mg. Sebagai alternatif dapat
diberikan nicardipine (5 mg/jam IV infus awal) yang dititrasi hingga mencapai
efek yang diinginkan dengan menambahkan 2,5 mg/jam setiap 5 menit hingga
mencapai dosis maksimal 15 mg/jam. Pilihan terakhir dapat diberikan

Laporan Tutorial Skenario C Page 43


Laporan Skenario C BLOK X

nitroprusside 0,5 mcg/kgBB/menit/IV via syringe pump. Target pencapaian


terapi ini adalah nilai tekanan darah berkurang 10-15 persen.
Pada pasien yang akan mendapatkan terapi trombolitik, TD sistolik lebih 185
mmHg, dan diastolik lebih dari 110 mmHg maka dibutuhkan antihipertensi.
Pengawasan dan pengontrolan tekanan darah selama dan setelah pemberian
trombolitik agar tidak terjadi komplikasi perdarahan. Preparat antihipertensi
yang dapat diberikan adalah labetolol (10-20 mmHg/IV selama 1-2 menit dapat
diulang satu kali). Alternatif obat yang dapat digunakan adalah nicardipine
infuse 5 mg/jam yang dititrasi hingga dosis maksimal 15 mg/jam.
Pengawasan terhadap tekanan darah adalah penting. Tekanan darah harus
diperiksa setiap 15 menit selama 2 jam pertama, setiap 30 menit selama 6 jam
berikutnya, dan setiap jam selama 16 jam terakhir. Target terapi adalah tekanan
darah berkurang 10-15 persen dari nilai awal. Untuk mengontrol tekanan darah
selama opname maka agen berikut dapat diberikan.
1. TD sistolik 180-230 mmHg dan diastolik 105-120 mmHg maka dapat
diberikan labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit yang dapat diulang selama 10-20
menit hingga maksimal 300 mg atau jika diberikan lewat infuse hingga 2-8
mg/menit.
2. TD sistolik lebih dari 230 mmHg atau diastolik 121-140 mmHg dapat
diberikan labetolol dengan dosis diatas atau nicardipine infuse 5 mg/jam hingga
dosis maksimal 15mg/jam.
3. Penggunaan nifedipin sublingual untuk mengurangi TD dihindari karena
dapat menyebabkan hipotensi ekstrim.
f. Pengontrolan demam
Antipiretik diindikasikan pada pasien stroke yang mengalami demam karena
hipertermia (utamanya pada 12-24 jam setelah onset) dapat menyebabkan
trauma neuronal iskemik. Sebuah penelitian eksprimen menunjukkan bahwa
hipotermia otak ringan dapat berfungsi sebagai neuroprotektor.

g. Pengontrolan edema serebri

Laporan Tutorial Skenario C Page 44


Laporan Skenario C BLOK X

Edema serebri terjadi pada 15 persen pasien dengan stroke non hemoragik dan
mencapai puncak keparahan 72-96 jam setelah onset stroke. Hiperventilasi dan
pemberian manitol rutin digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial
dengan cepat.
h. Pengontrolan kejang
Kejang terjadi pada 2-23 persen pasien dalam 24 jam pertama setelah onset.
Meskipun profilaksis kejang tidak diindikasikan, pencegahan terhadap sekuel
kejang dengan menggunakan preparat antiepileptik tetap direkomendasikan.

2. Penatalaksanaan Khusus
a. Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara intravena
akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik yang
mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan lainnya.
Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological Disorders and
Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tidak lebih dari 3 jam
setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari
dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1
jam. Tiga bulan setelah pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat
atau hanya minimal. Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan
intraserebral, yang diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di Amerika
Serikat telah mendapat pengakuan FDA pada tahun 1996.
Tetapi pada penelitian random dari European Coorperative Acute Stroke Study
(ECASS) pada 620 pasien dengan dosis t-PA 1,1 mg/kg (maksimal 100 mg)
diberikan secara IV dalam waktu tidak lebih dari 6 jam setelah onset.
Memperlihatkan adanya perbaikan fungsi neurologik tapi secara keseluruhan
hasil dari penelitian ini dinyatakan kurang menguntungkan. Tetapi pada
penelitian kedua (ECASS II) pada 800 pasien menggunakan dosis 0,9 mg/kg
diberikan dalam waktu tidak lebih dari 6 jam sesudah onset. Hasilnya lebih
sedikit pasien yang meninggal atau cacat dengan pemberian rt-PA dan
perdarahan intraserebral dijumpai sebesar 8,8%. Tetapi rt-PA belum mendapat
ijin untuk digunakan di Eropa.

Laporan Tutorial Skenario C Page 45


Laporan Skenario C BLOK X

Kontroversi mengenai manfaat rt-PA masih berlanjut, JM Mardlaw dkk


mengatakan bahwa terapi trombolisis perlu penelitian random dalam skala besar
sebab resikonya sangat besar sedang manfaatnya kurang jelas. Lagi pula jendela
waktu untuk terapi tersebut masih kurang jelas dan secara objektif belum
terbukti rt-PA lebih aman dari streptokinase. Sedang penelitian dari The
Multicenter Acute Stroke Trial-Europe Study Group (MAST-E) dengan
menggunakan streptokinase 1,5 juta unit dalam waktu satu jam. Jendela waktu 6
jam setelah onset, ternyata meningkatkan mortalitas. Sehingga penggunaan
streptokinase untuk stroke iskemik akut tidak dianjurkan.
b. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang mengancam.
Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya bilamana stroke
telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark lakuner atau infark massif
dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan penggunaan heparin adalah
trombosis arteri basilaris, trombosis arteri karotisdan infark serebral akibat
kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya
perdarahan intraserebral karena pemberian heparin tersebut.
1) Warfarin
Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan protein plasma. Waktu
paro plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi: lewat urin. Dosis: 40 mg
(loading dose), diikuti setelah 48 jam dengan 3-10 mg/hari, tergantung PT.
Reaksi yang merugikan: hemoragi, terutama ren dan gastrointestinal.
2) Heparin
Merupakan acidic mucopolysaccharide, sangat terionisir. Normal terdapat pada
mast cells. Cepat bereaksi dengan protein plasma yang terlibat dalam proses
pembekuan darah. Heparin mempunyai efek vasodilatasi ringan. Heparin
melepas lipoprotein lipase. Dimetabolisir di hati, ekskresi lewat urin. Wakto
paro plasma: 50-150 menit. Diberikan tiap 4-6 jam atau infus kontinu. Dosis
biasa: 500 mg (50.000 unit) per hari. Bolus initial 50 mg diikuti infus 250 mg
dalam 1 liter garam fisiologis atau glukose. Dosis disesuaikan dengan Whole
Blood Clotting Time. Nilai normal: 5-7 menit, dan level terapetik heparin:
memanjang sampai 15 menit. Reaksi yang merugikan: hemoragi, alopesia,

Laporan Tutorial Skenario C Page 46


Laporan Skenario C BLOK X

osteoporosis dan diare. Kontraindikasi: sesuai dengan antikoagulan oral. Apabila


pemberian obat dihentikan segala sesuatunya dapat kembali normal. Akan tetapi
kemungkinan perlu diberi protamine sulphute dengan intravenous lambat untuk
menetralisir. Dalam setengah jam pertama, 1 mg protamin diperlukan untuk tiap
1 mg heparin (100 unit).
c. Hemoreologi
Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu peningkatan
hematokrit, berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas trombosit, peningkatan
kadar fibrinogen dan aggregasi abnormal eritrosit, keadaan ini menimbulkan
gangguan pada aliran darah. Pentoxyfilline merupakan obat yang mempengaruhi
hemoreologi yaitu memperbaiki mikrosirkulasi dan oksigenasi jaringan dengan
cara: meningkatkan fleksibilitas eritrosit, menghambat aggregasi trombosit dan
menurunkan kadar fibrinogen plasma. Dengan demikian eritrosit akan
mengurangi viskositas darah. Pentoxyfilline diberikan dalam dosis 16/kg/hari,
maksimum 1200 mg/hari dalam jendela waktu 12 jam sesudah onset.
d. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
1) Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan sintesis atau
mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti thromboxane A2.
Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai
bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari.
Obat ini sering dikombinasikan dengan dipiridamol. Suatu penelitian di Eropa
(ESPE) memakai dosis aspirin 975 mg/hari dikombinasi dengan dipiridamol 225
mg/hari dengan hasil yang efikasius.
Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari. Aspirin harus
diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak
tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah.
Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma:
50-80 persen. Waktu paro (half time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara
konjugasi (dengan glucuronic acid dan glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung
pH. Sekitar 85 persen dari obat yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana

Laporan Tutorial Skenario C Page 47


Laporan Skenario C BLOK X

alkalis. Reaksi yang merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan,


hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom Reye.
Alasan mereka yang tidak menggunakan dosis rendah aspirin antara lain adalah
kemungkinan terjadi “resistensi aspirin” pada dosis rendah. Hal ini
memungkinkan platelet untuk menghasilkan 12-hydroxy-eicosatetraenoic acid,
hasil samping kreasi asam arakhidonat intraplatelet (lipid – oksigenase). Sintesis
senyawa ini tidak dipengaruhi oleh dosis rendah aspirin, walaupun
penghambatan pada tromboksan A2 terjadi dengan dosis rendah aspirin.
Aspirin mengurangi agregasi platelet dosis aspirin 300-600 mg (belakangan ada
yang memakai 150 mg) mampu secara permanen merusak pembentukan
agregasi platelet. Sayang ada yang mendapatkan bukti bahwa aspirin tidak
efektif untuk wanita.
2) Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat
menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan mencegah
aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi
membran platelet dengan penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang
diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-platelet. Menurut suatu studi, angka
fatalitas dan nonfatalitas stroke dalam 3 tahun dan dalam 10 persen untuk grup
tiklopidin dan 13 persen untuk grup aspirin. Resiko relatif berkurang 21 persen
dengan penggunaan tiklopidin.
Setyaningsih at al, (1988) telah melakukan studi meta-analisis terhadap terapi
tiklopidin untuk prevensi sekunder stroke iskemik. Berdasarkan sejumlah 7 studi
terapi tiklopidin, disimpulkan bahwa efikasi tiklopidin lebih baik daripada
plasebo, aspirin maupun indofen dalam mencegah serangan ulang stroke
iskemik.
Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen).
Bila obat dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15 hari
selama 3 bulan. Komplikas yang lebih serius, teyapi jarang, adalah pur-pura
trombositopenia trombotik dan anemia aplastik.
e. Terapi Neuroprotektif

Laporan Tutorial Skenario C Page 48


Laporan Skenario C BLOK X

Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang iskemik


dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi sel yang
terganggu akibat oklusi dan reperfusi. Berdasarkan pada kaskade iskemik dan
jendela waktu yang potensial untuk reversibilitas daerah penumbra maka
berbagai terapi neuroprotektif telah dievaluasi pada binatang percobaan maupun
pada manusia.
f. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika kondisi pasien
semakin buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti infark serebral maka
pemindahan dari jaringan yang mengalami infark harus dilakukan.
1) Karotis Endarterektomi
Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri karotis interna yang
mengalami stenosis. Pada pasien yang mengalami stroke di daerah sirkulasi
anterior atau yang mengalami stenosis arteri karotis interna yang sedang hingga
berat maka kombinasi Carotid endarterectomy is a surgical procedure that cleans
out plaque and opens up the narrowed carotid arteries in the neck.endarterektomi
dan aspirin lebih baik daripada penggunaan aspirin saja untuk mencegah stroke.
Endarterektomi tidak dapat digunakan untuk stroke di daerah vertebrobasiler
atau oklusi karotis lengkap. Angka mortalitas akibat prosedur karotis
endarterektomi berkisar 1-5 persen.

Gambar 10. Endarterektomi adalah prosedur pembedahan yang menghilangkan


plak dari lapisan arteri (dikutip dari kepustakaan 18)
2) Angioplasti dan Sten Intraluminal
Pemasangan angioplasti transluminal pada arteri karotis dan vertebral serta
pemasangan sten metal tubuler untuk menjaga patensi lumen pada stenosis arteri
serebri masih dalam penelitian. Suatu penelitian menyebutkan bahwa angioplasti

Laporan Tutorial Skenario C Page 49


Laporan Skenario C BLOK X

lebih aman dilaksanakan dibandingkan endarterektomi namun juga memiliki


resiko untuk terjadi restenosis lebih besar.

13. Apa komplikasi yang bisa terjadi dalam kasus ini?


Jawab :
Infeksi kardiovaskular menyebabkan 20-40% kematian, trombosis vena dalam
(DVT) terjadi pada 50% pasien, dan bisa sulit didiagnosis pada tungkai yang
lumpuh. Hipertensi awalnya bisa tak terdiagnosis atau pengobatan tak adekuat.
Dekubitus sering ditemukan pada pasien yang tirah baring dalam waktu lama.
Infeksi saluran kemih berhubungan dengan kateterisasi. Kejang timbul pada 5%
pasien, dan mungkin memerlukan pengobatan dengan antikovalen.
Hiperglikemia pada pasien nondiabetes yang mengalami stroke akut terjadi
akibat meningkatkan kadar kortisol, katekolamin, dan glukagon.

14. Bagaimana prognosis penyakit dalam kasus ini?


Jawab :

15. Apa KDU kasus ini?


Jawab :
Hipertensi dan Diabetes Mellitus : 4, yaitu mampu membuat diagnosis klinik
berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang
diminta oleh dokter. Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi hingga
tuntas.
Stroke Hemoragik : 3B, yaitu mampu membuat diagnosis klinik
berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang
diminta oleh dokter. Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi
pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (kasus gawat darurat).

16. Bagaimana pandangan Islam dalam kasus ini?


Jawab :
Dalam sabda Rasulullah SAW:

Laporan Tutorial Skenario C Page 50


Laporan Skenario C BLOK X

“Sesungguhnya sangat menakjubkan bagi orang yang beriman, dalam semua


hal senantiasa berdampak positif, dan hal ini hanya pada mereka yaitu jika ia
diuji dengan kenikmatan maka ia bersyukur dan itulah yang terbaik baginya;
dan jika ia diuji dengan keburukan maka ia bersabar dan itulah yang terbaik
baginya.”
2.4 Hipotesis
Tn. A mengalami kelemahan otot yang disebabkan stroke hemoragic.

Laporan Tutorial Skenario C Page 51


Laporan Skenario C BLOK X

2.5 Kerangka Konsep

angiotensinogen
Faktor Resiko
Stress oksidatif
DM,
SO, NO, oksidasi endotel,
Angiotensin 1 Hiperlipidemia,
reaktif oksigen
hiperhomosisten,
merokok,obesitas
Angitensin 2
Disfungsi endotel

Reseptor AT 1
Inflamasi

Chemokines (MCP-1)

Aktivasi fosfolifase G Cytokins (TNF-alpa)

Katalis protein kinase g

Calciummodolin G
Laporan Tutorial Skenario C Page 52
Laporan Skenario C BLOK X

Thrombosis

Hyperkoagulasi

Platelet aktivasi

fibrinoliss
Vasokontriksi

Atherosclerosis

Ektravasasi
darah ke Aneurisma
atherosklerosis
jaringan otak tekanan
intrakranial
Elastisitas berkurang
iskemik

Mual, muntah,
Ruptur
sakit kepala
Gejala
neurologik
Pendarahan
intraserebral

Pupil anisokor, hemiparese


III. MERUMUSKAN KETERBATASAN PENGETAHUAN DAN LEARNING
flaksid dextra, gangguan
ISSUEpikiran
menyampaikan

Pokok What I Know What I Don’t Know What I Have to How I Will
Bahasan (Learning Issue) Prove Learn

Laporan Tutorial Skenario C Page 53


Laporan Skenario C BLOK X

Stroke Riwayat penyakit : - Definisi Tn. Takur, umur 58 Text Book,


- Hipertensi - Etiologi tahun, mengalami Pakar Lain
- Diabetes Mellitus - Patophysiology kelemahan pada (internet)
- Gejala Klinis lengan dan tungkai
- Tatalaksana kanan akibat stroke
- Stroke yang disebabkan
oleh diabetes
mellitus dan
hipertensi.

DAFTAR PUSTAKA

Davey, Patrick. 2003. At a Glance MEDICINE. Jakarta : Erlangga


Ganong. 1993. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
Guyton, Arthur C., John E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Harrison.2008. Internal Medicine. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran. EGC
IDSPDL. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta . FK UI Pusat

Laporan Tutorial Skenario C Page 54


Laporan Skenario C BLOK X

Katzung.Staf Farmakologi FK UNSRI. 2008. Farmakologi Dasar dan Klinik..Jakarta.


Penerbit Buku Kedokteran. EGC
Oxford Handbook of Clinical Examination & Pratical Skill
Price & Wilson. 2006. Patofisiologi jilid 1. Jakarta : EGC
Staf Pengajar FK UI. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. Binarupa
Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI.1985. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta :
Infomedika Jakarta

Laporan Tutorial Skenario C Page 55

You might also like