You are on page 1of 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penderita stroke cenderung terus meningkat setiap tahun, bukan hanya
menyerang penduduk usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia muda
dan produktif. Saat ini Indonesia tercatat sebagai negara dengan jumlah penderita
stroke terbesar di Asia (Yastroki, 2009). Angka ini diperberat dengan adanya
pergeseran usia penderita stroke yang semula menyerang orang usia lanjut kini
bergeser ke arah usia produktif. Bahkan, kini banyak menyerang anak-anak usia
muda (Gemari, 2008).
Stroke merupakan suatu gangguan disfungsi neurologis akut yang disebabkan
oleh gangguan peredaran darah, dan terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik)
atau setidak-tidaknya secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala - gejala dan
tanda-tanda yang sesuai dengan daerah fokal otak yang terganggu World Health
Organization(WHO, 2005).
Stroke merupakan satu masalah kesehatan yang besar dalam kehidupan
modern saat ini. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk
terkena serangan stroke, sekitar 2,5 % atau 125.000 orang meninggal, dan sisanya
cacat ringan maupun berat. Jumlah penderita stroke cenderung terus meningkat setiap
tahun, bukan hanya menyerang penduduk usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka
yang berusia muda dan produktif. Stroke dapat menyerang setiap usia, namun yang
sering terjadi pada usia di atas 40 tahun. Angka kejadian stroke meningkat dengan
bertambahnya usia, makin tinggi usia seseorang, makin tinggi kemungkinan terkena
serangan stroke (Yayasan Stroke Indonesia, 2006).

Stroke merupakan pembunuh no.1 di RS Pemerintah di seluruh penjuru


Indonesia. Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena Stroke, dari jumlah
tersebut, sepertiganya bisa pulih kembali, sepertiga lainnya mengalami gangguan
fungsional ringan sampai sedang dan sepertiga sisanya mengalami gangguan
fungsional berat yang mengharuskan penderita terus menerus di tempat tidur
(HIMAPID FKM UNHAS,2007).
Stroke merupakan masalah kesehatan dan perlu mendapat perhatian khusus.
Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan utama di hampir seluruh RS di

1
Indonesia. Angka kejadian stroke meningkat dari tahun ke tahun, Setiap tahun 7
orang yang meninggal di Indonesia, 1 diantaranya karena stroke (DEPKES,2011).
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Penulis memperoleh pengalaman dan gambaran secara nyata dalam memberikan
asuhan keperawatan pada klien dengan Stroke Haemoragik.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan Stroke Haemoragik.
b. Menentukan masalah keperawatan klien dengan Stroke Haemoragik.
c. Merencanakan asuhan keperawatan klien dengan Stroke Haemoragik.
d. Melaksanakan tindakan keperawatan klien dengan Stroke Haemoragik
e. Melakukan evaluasi keperawatan klien dengan Stroke Haemoragik.
f. Mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan kasus.
g. Mengidentifikasi faktor – faktor pendukung, penghambat, serta mencari
solusi/ alternatif pemecahan masalah.
h. Mendokumentasikan asuhan keperawatan klien dengan Stroke Haemoragik.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Defenisi Stroke Hemoragik


Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak
pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi
antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya
kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat
istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun (Ria Artiani, 2009).
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di
otak dan kemudian merusaknya (M. Adib, 2009).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskular (Muttaqin, 2008).
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke hemoragik adalah salah satu
jenis stroke yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di otak sehingga darah
tidak dapat mengalir secara semestinya yang menyebabkan otak mengalami hipoksia
dan berakhir dengan kelumpuhan.
B. Etiologi Stroke Hemoragik
Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi
1. Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.
2. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis. Atherosklerosis adalah
mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas
dinding pembuluh darah. Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma
kemudian robek dan terjadi perdarahan
3. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
4. Malformasi arteriovenous, adalah pembuluh darah yang mempunyai bentuk
abnormal, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga
darah arteri langsung masuk vena, menyebabkan mudah pecah dan
menimbulkan perdarahan otak.
5. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan
degenerasi pembuluh darah.
Faktor resiko pada stroke adalah

3
1. Hipertensi
2. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi
atrium, penyakit jantung kongestif)
3. Kolesterol tinggi, obesitas
4. Peningkatan hematokrit (resiko infark serebral)
5. Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
6. Kontrasepasi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, dan kadar
estrogen tinggi)
7. Penyalahgunaan obat (kokain), rokok dan alcohol

C. Patofisiologi Stroke Hemoragik


Ada dua bentuk CVA bleeding

1. Perdarahan intra cerebral


Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan darah
masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan
jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi
dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah putamen, talamus, sub kortikal,
nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan
struktur dinding permbuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
Perdarahan sub arachnoid
2. Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling
sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi.
AVM dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak,
ataupun didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid. Pecahnya arteri dan
keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK
yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat.
Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya.
Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada
retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan
vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari
setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat
menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi
antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan

4
serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasospasme ini dapat
mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun
fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lain-lain). Otak dapat
berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang
dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak
punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar
akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa
sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan
glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi
gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2
melalui proses metabolik anaerob,yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah
otak.
D. Komplikasi Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik dapat menyebabkan
1. Infark Serebri
2. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif
3. Fistula caroticocavernosum
4. Epistaksis
5. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal

E. Penatalaksanaan Medis Stroke Hemoragik


Penatalaksanaan untuk stroke hemoragik, antara lain:
1. Menurunkan kerusakan iskemik cerebral
Infark cerebral terdapat kehilangan secara mantap inti central jaringan otak, sekitar
daerah itu mungkin ada jaringan yang masih bisa diselematkan, tindakan awal
difokuskan untuk menyelematkan sebanyak mungkin area iskemik dengan
memberikan O2, glukosa dan aliran darah yang adekuat dengan mengontrol /
memperbaiki disritmia (irama dan frekuensi) serta tekanan darah.
2. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan, pemberian dexamethason.
3. Pengobatan
a. Anti koagulan: Heparin untuk menurunkan kecederungan perdarahan pada
fase akut.

5
b. Obat anti trombotik: Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa
trombolitik/emobolik.
c. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral
4. Penatalaksanaan Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darahotak.
Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa penyulit
seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular yang luas. Tindakan ini
dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernafasan dan kontrol ventilasi
yang baik dapat dipertahankan.

F. Pemeriksaan Penunjang Stroke Hemoragik


1. Angiografi cerebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurism atau malformasi vaskular.
2. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan
adanya hemoragi pada subarakhnoid atau perdarahan pada intrakranial.
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya
perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat
dari hemoragik.

5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infrak sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.

G. Pengkajian Keperawatan Stroke Hemoragik


1. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
a. Kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis.
b. Mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot )

6
Data obyektif:
a. Perubahan tingkat kesadaran
b. Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ) ,
kelemahan umum.
c. Gangguan penglihatan
2. Sirkulasi
Data Subyektif:
a. Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung ,
endokarditis bacterial ), polisitemia.
Data obyektif:
b. Hipertensi arterial
c. Disritmia, perubahan EKG
d. Pulsasi : kemungkinan bervariasi
e. Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
3. Integritas ego
Data Subyektif:
a. Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
Data obyektif:
b. Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesedihan , kegembiraan
c. Kesulitan berekspresi diri
4. Eliminasi
Data Subyektif:
a. Inkontinensia, anuria
b. Distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak adanya suara usus (
ileus paralitik )
5. Makan/ minum
Data Subyektif:
a. Nafsu makan hilang
b. Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK
c. Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia
d. Riwayat DM, peningkatan lemak dalam darah
Data obyektif:
a. Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring )
b. Obesitas ( faktor resiko )
6. Sensori neural

7
Data Subyektif:
a. Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )
b. Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.
c. Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati
d. Penglihatan berkurang
e. Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada
muka ipsilateral ( sisi yang sama )
f. Gangguan rasa pengecapan dan penciuman

Data obyektif:
a. Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan , gangguan
tingkah laku (seperti: letargi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif
b. Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis stroke,
genggaman tangan tidak seimbang, berkurangnya reflek tendon dalam ( kontralateral
)
c. Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )
d. Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/
kesulitan berkata-kata, reseptif / kesulitan berkata-kata komprehensif, global /
kombinasi dari keduanya.
e. Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil
f. Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
g. Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi
lateral
7. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
a. Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data Obyektif:
b. Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial
8. Respirasi
Data Subyektif:
a. Perokok ( faktor resiko )
b. Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas
c. Timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur
d. Suara nafas terdengar ronchi /aspirasi

8
9. Keamanan
Data Obyektif:
a. Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
b. Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang
kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
c. Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali
d. Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh
e. Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang
kesadaran diri
10. Interaksi sosial
Data Obyektif:
a. Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi
11. Pengajaran / pembelajaran
Data Subjektif :
a. Riwayat hipertensi keluarga, stroke
b. Penggunaan kontrasepsi oral

H. Diagnosa Keperawatan Stroke Hemoragik


1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke
otak terhambat
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan
kerusakan neurovaskuler
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
5. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik
6. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran
7. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran
8. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.

I. Rencana Keperawatan Stroke Hemoragik


1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke
otak terhambat.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan
suplai aliran darah keotak lancar dengan

9
Kriteria hasil:
a. Nyeri kepala / vertigo berkurang sampai de-ngan hilang
b. Berfungsinya saraf dengan baik
c. Tanda-tanda vital stabil
Intervensi
Monitorang neurologis
a. Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi dan bentuk pupil
b. Monitor tingkat kesadaran klien
c. Monitir tanda-tanda vital
d. Monitor keluhan nyeri kepala, mual, muntah
e. Monitor respon klien terhadap pengobatan
f. Hindari aktivitas jika TIK meningkat
g. Observasi kondisi fisik klien
Terapi oksigen
a. Bersihkan jalan nafas dari sekret
b. Pertahankan jalan nafas tetap efektif
c. Berikan oksigen sesuai intruksi
d. Monitor aliran oksigen, kanul oksigen dan sistem humidifier
e. Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya pemberian oksigen
f. Observasi tanda-tanda hipo-ventilasi
g. Monitor respon klien terhadap pemberian oksigen
h. Anjurkan klien untuk tetap memakai oksigen selama aktifitas dan tidur
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan denganpenurunan sirkulasi ke otak
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan
klien mampu untuk berkomunikasi lagi.
Kriteria hasil:
a. dapat menjawab pertanyaan yang diajukan perawat
b. dapat mengerti dan memahami pesan-pesan melalui gambar
c. dapat mengekspresikan perasaannya secara verbal maupun nonverbal
Intervensi
a. Libatkan keluarga untuk membantu memahami / memahamkan
informasi dari / klien
b. Dengarkan setiap ucapan klien dengan penuh perhatian
c. Gunakan kata-kata sederhana dan pendek dalam komunikasi dengan
klien

10
d. Dorong klien untuk mengulang kata-kata
e. Berikan arahan / perintah yang sederhana setiap interaksi dengan klien
f. Programkan speech-language teraphy
g. Lakukan speech-language teraphy setiap interaksi dengan klien
3. Defisit perawatan diri; mandi,berpakaian, makan,
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam, diharapkan
kebutuhan mandiri klien terpenuhi.
Kriteria hasil:
a. Klien dapat makan dengan bantuan orang lain / mandiri
b. Klien dapat mandi de-ngan bantuan orang lain
c. Klien dapat memakai pakaian dengan bantuan orang lain / mandiri
d. Klien dapat toileting dengan bantuan alat
Intervensi
a. Kaji kamampuan klien untuk perawatan diri
b. Pantau kebutuhan klien untuk alat-alat bantu dalam makan, mandi, berpakaian
dan toileting
c. Berikan bantuan pada klien hingga klien sepenuhnya bisa mandiri
d. Berikan dukungan pada klien untuk menunjukkan aktivitas normal sesuai
kemampuannya
e. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri klien
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengankerusakan neurovas-kuler
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan klien
dapat melakukan pergerakan fisik.
Kriteria hasil :
a. Tidak terjadi kontraktur otot dan footdrop
b. Pasien berpartisipasi dalam program latihan
c. Pasien mencapai keseimbangan saat duduk
d. Pasien mampu menggunakan sisi tubuh yang tidak sakit untuk kompensasi
hilangnya fungsi pada sisi yang parese/plegi
Intervensi
a. Ajarkan klien untuk latihan rentang gerak aktif pada sisi ekstrimitas yang
sehat
b. Ajarkan rentang gerak pasif pada sisi ekstrimitas yang parese / plegi dalam
toleransi nyeri
c. Topang ekstrimitas dengan bantal untuk mencegah atau mangurangi bengkak

11
d. Ajarkan ambulasi sesuai dengan tahapan dan kemampuan klien
e. Motivasi klien untuk melakukan latihan sendi seperti yang disarankan
f. Libatkan keluarga untuk membantu klien latihan sendi
5. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan denganimmobilisasi fisik
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan pasien
mampu mengetahui dan mengontrol resiko
Kriteria hasil :
a. Klien mampu menge-nali tanda dan gejala adanya resiko luka tekan
b. Klien mampu berpartisi-pasi dalam pencegahan resiko luka tekan (masase
sederhana, alih ba-ring, manajemen nutrisi, manajemen tekanan).\
Intevensi
a. Beri penjelasan pada klien tentang: resiko adanya luka tekan, tanda dan gejala
luka tekan, tindakan pencegahan agar tidak terjadi luka tekan)
b. Berikan masase sederhana
1) Ciptakan lingkungan yang nyaman
2) Gunakan lotion, minyak atau bedak untuk pelicin
3) Lakukan masase secara teratur
4) Anjurkan klien untuk rileks selama masase
5) Jangan masase pada area kemerahan utk menghindari kerusakan kapiler
6) Evaluasi respon klien terhadap masase
c. Lakukan alih baring
1) Ubah posisi klien setiap 30 menit- 2 jam
2) Pertahankan tempat tidur sedatar mungkin untuk mengurangi kekuatan geseran
3) Batasi posisi semi fowler hanya 30 menit
4) Observasi area yang tertekan (telinga, mata kaki, sakrum, skrotum, siku,
ischium, skapula)
d. Berikan manajemen nutrisi
1) Kolaborasi dengan ahli gizi
2) Monitor intake nutrisi
3) Tingkatkan masukan protein dan karbohidrat untuk memelihara ke-seimbangan
nitrogen positif
e. Berikan manajemen tekanan
1) Monitor kulit adanya kemerahan dan pecah-pecah
2) Beri pelembab pada kulit yang kering dan pecah-pecah
3) Jaga sprei dalam keadaan bersih dan kering

12
4) Monitor aktivitas dan mobilitas klien
5) Beri bedak atau kamper spritus pada area yang tertekan

13
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian

1. Identitas Klien
Klien Bernama Tn. M, berumur 54 tahun, jenis kelamin laki - laki, status menikah,
agama Islam, suku Betawi. Pendidikan terakhir klien SMA, bahasa yang digunakan
klien setiap hari bahasa Indonesia. Pekerjaan TNI, Alamat Jln, Pulau Gadung Rt 001 /
007 Jakarta Timur.

Klien masuk ke IGD RSUD Cut Meutia, tanggal 11 April 2017, Pukul 09.30 WIB,
Pada tanggal 12 April 2017, Pukul 19.00 WIB, klien pindah keruang ICU, No.
Register 40-38-30, dengan diagnosa medis Stroke Hemoragik.

2. Resume
Tn. M, usia 54 tahun ke RSUD Cut Meutia 11 April 2017 pada pukul 09.30 WIB ke
IGD, klien 2 hari sebelumnya demam, kemudian dibawa berobat dan dikatakan
infeksi saluran kemih ± 2 jam yang lalu klien tiba-tiba tidak sadar, tidak bisa
dibangunkan pada saat tidur dalam kondisi ngorok, sebelumnya tidak ada keluhan
nyeri kepala, tidak ada muntah, tidak ada kejang sebelumnya, klien dalam keadaan
tidak sadar GCS 4 dengan nilai E1, M2, V1. Kemudian klien pindah keruang ICU
untuk mendapatkan perawatan intensive dengan ventilator dengan mode SIM V,
FI02 70 %, PEEP + 5, VI 478, RR 38 x/menit, TTV, TD: 140/90 mmHg, heart rate
160 x/menit, S: 38,5°C, Sa02 100%, kondisi pupil keduanya miosis, reflek cahaya +/-
, ada akumulasi sankret dimulut dan diselang ET, tidak ada terpasang mayo dan lidah
tidak turun, terdapat retaksi otot intecosta, dengan RR 38 x/menit, dan terdengar
ronchi basah dan basal paru kanan, CRT < 3 detik di ICU klien mendapatkan
Brainact /12 jam, Aliminamin F /12 jam, Ranitidin /12 jam, dan infus RL 20 t/m,
Pada tanggal 12 April 2017 didapatkan hasil laboratorium; Hb: 13,8 gr/dl, Ht: 44%,
Eritrosit: 5,04 juta/ul, leukosit: 8,4 rb/mmk, trombosit: 84 rb/mmk, Kreatinin 1,5
mg/dl, Albumin 3,6 mg/dl, ureum: 15 mg/dl, natrium: 140 mEq/L, kalium: 3,6
mEq/L, klorida: 107 mEq/L, AGD: pH: 7,3, PCO2: 27,6, PO2: 236,9, HCO3: 16,3,
saturasi O2: 100%. Hasil pemeriksaan EKG kesan ada gambaran ST depresi inferior,

14
hasil rongsen kesan Cor dan pulmo dalam batas normal, tidak ada menunjukan
infellrate.

3. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 12 April 2017 pukul 14.30WIB. klien 2
hari sebelumnya demam, kemudian dibawa berobat dan dikatakan infeksi saluran
kemih ± 2 jam yang lalu klien tiba-tiba tidak sadar, tidak bisa dibangunkan pada saat
tidur dalam kondisi ngorok, sebelumnya tidak ada keluhan nyeri kepala, tidak ada
muntah, tidak ada kejang sebelumnya, klien dalam keadaan tidak sadar GCS 4
dengan nilai E1, M2, V1. Upaya untuk mengatasinya di bawa ke RSUD Cut Meutia.
b. Riwayat Pemyakit Dahulu
Klien mempunyai riwayat penyakit hipertensi ± 1 tahun
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita seperti klien

B. Pengkajian Primer
1. Airway
Pada jalan nafas terpasang ET, ada akumulasi senkret dimulut dan selang ET, lidah
tidak jatuh kedalam dan tidak terpasang OPA.
2. Breating
RR 38 x/menit, tidak terdapat napas coping hidung, terdapat retaksi otot paru kanan,
dan terdapat wheezing, terpasang ventilator dengan mode SIM V, FI02 70 %, PEEP +
5, VI 478, RR 38 x/menit, suara dasar vesikuler.
3. Circulation
Td 140/90 mmHg, Map 112, Hr 124x/menit, Sa02 100%, capillang refill < 3 detik,
kulit tidak pucat, kunjung tipa tidak anemis.
4. Disability
Kesadaran : soporokoma, GCS : E1,M2,VET, reaksi pupil +/-, pupil miosis, dan besar
pupil 2 mm.
5. Exposure
Tidak ada luka di bagian tubuh klien dari kepala sampai kaki, suhu 38,5 ⁰C

15
C. Pengkajian Skunder
1. Tanda - tanda vital
Tanggal 12 April 2017, TD 140/90 mmhg, Map 112, Hr 124, Sa02 100%, RR 38
x/menit, S 38,5 0C.
Tanggal 13 April 2017, TD 145/97 mmhg, Map 113, Hr 130, Sa02 100%, RR 20
x/menit, S 38,2 0C.
Tanggal 14 April 2017, TD 88/81 mmhg, Map 63,3, Hr 97, Sa02 97%, RR 17
x/menit, S 40,7 0C.

D. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Bentuk Mesochepal, tidak ada luka dan jejas, rambut hitam, tidak ada oedem

2. Mata
Mata simetris kanan dan kiri, sclera tidak ikterik, konjungtiva anemis, kedua pupil
miosis, reflek pupil +/-.
3. Telinga
Kedua telinga simetris, tidak ada jejas, bersih, dan tidak ada serumen
4. Hidung
Terpasang NGT warna keruh, tidak ada secret di hidung, tidak ada napas cuping
hidung
5. Mulut
Bibir pucat dan kotor, terpasang ET
6. Leher
Tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe dan tiroid, tidak terjadi kaku kuduk.
7. Thoraks
a. Jantung
Inspkesi : Ictus Cordis tak tampak
Palpasi : Ictus Cordis tak teraba
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal, tidak ada bunyi jantung tambahan
b. Paru-paru
Inspkesi : Paru kanan dan kiri simetris, terdapat retraksi interkosta, tidak ada
penggunaan otot bantu napas, RR 38x/menit
Palpasi : Tidak dikaji

16
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, terdapat suara tambahan ronkhi basah di basal
paru kanan
c. Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising Usus 13x/menit
Perkusi : Timpani
Palpasi : Tidak terjadi distensi abdomen
d. Ekstremitas
Tidak ada jejas, tidak ada oedem, kekuatan otot 1/1 /1/1
e. Genitalia
Bentuk penis normal, skrotum bentuk dan ukuran normal, tidak ada jejas

E. Pola Eleminasi
1. Urin / Sift
a. Pada tanggal 12 April 2017 frekuensi BAK DC, warna kuning, retensi ada,
ikontenensia tidak ada, jumlah 200 cc
b. Pada tanggal 13 April 2017 frekuensi BAK DC, warna kuning, retensi ada,
ikontenensia tidak ada, jumlah 500 cc
c. Pada tanggal 14 April 2017 frekuensi BAK DC, warna kuning, retensi ada,
ikontenensia tidak ada, jumlah 100 cc
Pemeriksaan urin lab: tidak ada
2. Feses/shift
a. Pada tanggal 12 April 2017 frekuensi BAB 1 x/hari, warna kuning kecoklatan,
konsistensi lunak.
b. Pada tanggal 13 April 2017 frekuensi tidak ada, warna tidak ada, konsistensi
tidak ada.
c. Pada tanggal 14 April 2017 frekuensi BAB 1 x/hari, warna kuning kecoklatan,
konsistensi lunak.
Pemeriksaan lab Feses : tidak ada

F. Tingkat Kesadaran
1. Gasgow Coma Scale
a. Pada tanggal 12 April 2017, E 1, M 2, V ET.
b. Pada tanggal 13 April 2017, E 1, M 1, V ET.

17
c. Pada tanggal 14 April 2017, E 1, M 1, V ET.
2. Status kesadaran
a. Pada tanggal 12 April 2017, kesadaran soporokoma.
b. Pada tanggal 13 April 2017, kesadaran soporokoma.
c. Pada tanggal 14 April 2017, kesadaran koma.

G. Status Nutrisi dan Cairan


1. Nutrisi
Status nutrisi perhari :FxA
( BB x 30 kkal ) x indeks aktivitas
( 60 x 30 kkal ) x 0,9
1620 kkal/hari
Aminovel/comafusin hepar : 200 kkal/botol
Total nutrisi yang diterima : Sonde + 1 botol aminovel/comafusin hepar
1620 kkal/hari : sonde + 200 kkal
Jadi sonde/hari: 1420 kkal @ shift : 473.3 kkal
2. Cairan 24 Jam
a. Pada tangal 12 April 2017, Intake, parenteral 1500 cc, enteral 500 cc, output,
urin 200 cc, IWL 600 cc, feses 200 cc, balance cairan + 1000 cc.
b. Pada tangal 12 April 2017, Intake, parenteral 1800 cc, enteral 600 cc, output, urin
200 cc, IWL 600 cc, feses 200 cc, balance cairan + 1800 cc.
c. Pada tangal 12 April 2017, Intake, parenteral 500 cc, enteral 200 cc, output, urin
200 cc, IWL 600 cc, feses 200 cc, balance cairan + 100 cc.

H. Pemeriksaan Penunjang
Pada tanggal 12 April 2017 didapatkan hasil laboratorium; Hb: 13,8 gr/dl, Ht: 44%,
Eritrosit: 5,04 juta/ul, leukosit: 8,4 rb/mmk, trombosit: 84 rb/mmk, Kreatinin 1,5
mg/dl, Albumin 3,6 mg/dl, ureum: 15 mg/dl, natrium: 140 mEq/L, kalium: 3,6
mEq/L, klorida: 107 mEq/L, AGD: pH: 7,3, PCO2: 27,6, PO2: 236,9, HCO3: 16,3,
saturasi O2: 100%.

Pada tanggal 13 April 2017 didapatkan hasil laboratorium; AGD: pH: 7,32, PCO2: 27,
PO2: 199,7, HCO3: 16,9, saturasi O2: 100%.
Pada tanggal 14 April 2017 didapatkan hasil laboratorium; Hb: 12,3 gr/dl, Ht: 38%,
Eritrosit: 4,48 juta/ul, leukosit: 7,4 rb/mmk, trombosit: 90 rb/mmk, Kreatinin 1,4

18
mg/dl, Albumin 3,1 mg/dl, ureum: 17 mg/dl, natrium: 132 mEq/L, kalium: 3,4
mEq/L, klorida: 106 mEq/L, AGD: pH: 7,33, PCO2: 30, PO2: 189,8, HCO3: 17,9,
saturasi O2: 97%.

I. Penatalaksanaan
Pada tangal 12 April 2017 pengobatan yang didapatkan Tn, M yaitu : Ceftriaxone 2
mg/24 jam, ranitidine 1 amp/12 jam, Nexium 40 mg/12 jam, Alinamin F 1 amp/12
jam, Brainact 1 amp/12 jam, Dexamethason 1 amp/8 jam, RL/ 24 jam 20 tpm, NaCl
0.9%/24 jam 20 tpm, Asering/ 24 jam 20 tpm, Aminovel/24 jam 20 tpm,
Methylprednison 40 mg/12 jam, Nebulizer/8 jam.

Pada tangal 13 April 2017 pengobatan yang didapatkan Tn, M yaitu :


Nexium 40 mg/12 jam, Dexamethason 1 amp/8 jam, Ecotrixon 2 gr/24 jam, SNMC 1
amp/8 jam (drip dalam 100 cc NaCl), Asering/ 24 jam 20 tpm, Precedek+Ns Siryng
pump 3.2 cc/jam, Lasik 20 mg/jam, Koreksi bicnat, Nebulizer/8 jam.

Pada tangal 14 April 2017 pengobatan yang didapatkan Tn, M yaitu :


Nexium 40 mg/12 jam, Dexamethason 1 amp/8 jam, Ecotrixon 2 gr/24 jam, SNMC 1
amp/8 jam (drip dalam 100 cc NaCl), Asering/ 24 jam 20 tpm, Precedek+Ns Siryng
pump 3.2 cc/jam, Lasik 20 mg/jam, Koreksi bicnat, Nebulizer/8 jam.

J. Data Fokus

Data Subjektif : -
Data Objektif :
Kesadaran umum soporokoma, terdapat secret di ET dan mulut, RR 38x/menit,
terdengar bunyi ronkhi basah di basal paru kanan, RR 38x/menit, terdapat retraksi
intercosta, napas cepat dan dangkal, terpasang ventilator dengan mode P SIMV
dengan FiO2 70%, PEEP + 5 dan SaO2 100%, RR 38x/menit, terdapat retraksi
intercosta, napas cepat dan dangkal, Hasil BGA : PH 7,334; pCO2 27;pO2
236,9;HCO3 16,3; BE -10,2 dengan interprestasi Asidosis Metabolik terkompensasi
sebagian, Kesadaran soporokoma, GCS E1M2VET, pupil miosis (2mm), reaksi pupil

19
+/-, Keadaan umum soporokoma, panas dengan suhu 38,5⁰C, terpasang ET dan infus
line, bedrest total, reflek motorik.

K. Analisa Data
NO TGL/JAM DATA FOKUS MASALAH ETIOLOGI

1 12/04/15 DS : - Bersihan jalan napas Akumulasi secret di


10.20 WIB DO : tidak efektif jalan napas
KU soporokoma, terdapat
secret di ET dan mulut, RR
38x/menit, terdengar bunyi
senkret
2 12/04/15 DS : - Pola napas tidak Depresi pusat
10.25 WIB DO: efektif pernapasan (infark
RR 38x/menit, terdapat retraksi serebri pada batang
intercosta, napas cepat dan otak etcause
dangkal, terdengar bunyi intracerebral
rochibasah di basal paru haemoragie)
kananterpasang ventilator
dengan mode P SIMV dengan
FiO2 70%, PEEP + 5 dan
SaO2 100%

L. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya akumulasi secret
di jalan napas, dapat ditandai dengan :
a. Adanya sekret di ET dan mulut
b. Terdengar bunyi ronkhi basah di basal paru kanan
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan (infark
serebri pada batang otak etcause intracerebral haemoragie), dapat ditandai dengan :
a. Frekuensi napas tinggi RR 38x/menit
b. Terdapat retraksi intercosta
c. Napas cepat dan dangkal

20
M. Perencanaan, Pelaksanan dan Evaluasi Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya akumulasi secret
di jalan napas ditandai dengan :
Data Subjektif : -
Data Objektif :
KU soporokoma, terdapat secret di ET dan mulut, RR 38x/menit, terdengar bunyi
senkret
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan
jalan napas klien dapat efektif adekuat.
Kriteria hasil : Sekret di ET dan mulut berkurang atau tidak ada, RR dalam batas
normal (16-24x/menit), Suara ronkhi berkurang atau hilang.
Rencana Tindakan :
a. Monitor adanya akumulasi secret dan warnanya di jalan napas (ET dan mulut)
b. Auskultasi suara napas klien
c. Monitor status pernapasan klien
d. Monitor adanya suara gargling
e. Lakukan positioning miring kanan dan kiri
f. Pertahankan posisi head of bed (30-45⁰)
g. Lakukan suction sesuai indikasi
Kolaborasi :
a. Berikan nebulizer tiap 8 jam dengan perbandingan berotec : Atroven : NaCl
yaitu 18 tetes : 16 tetes : 1 cc
Pelaksanaan :

Pada tangal 12 April 2017


Pukul 14.15 WIB mengobservasi TTV; TD: 140/90 mmHg, Heart rate: 112 x/menit,
RR: 38 x/mnt, S:38,5°C. Pukul 14.30 WIB memonitor status neurologis klien, Pukul
15.00 WIB mengobservasi adanya akumulasi senkret dimulut dan ET, Pukul 15.30
WIB melakukan suction dimulut dan ET, Pukul 16.30 WIB mempertahankan head of
bed 30 0, Pukul 17.00 WIB melakukan oral care dengan antiseptik.

Pada tangal 13 April 2017


Pukul 09.00 WIB mengobservasi TTV; TD: 145/97 mmHg, Heart rate: 124 x/menit,
RR: 20 x/mnt, S:38,2°C. Pukul 09.30 WIB melakukan oral hygien, Pukul 10.00 WIB
memonitor status neurologis klien, Pukul 10.30 WIB mengobservasi adanya

21
akumulasi senkret dimulut dan ET, Pukul 11.00 WIB memberikan nebulizer via
ventilator, Pukul 11.30 WIB melakukan suction dimulut dan ET, Pukul 12.00 WIB
mempertahankan head of bed 30 0, Pukul 13.00 WIB melakukan oral care dengan
antiseptik.

Pada tangal 14 April 2017


Pukul 14.15 WIB mengobservasi TTV; TD: 88/81 mmHg, Heart rate: 97x/menit, RR:
38 x/mnt, S:38,5°C. Pukul 14.30 WIB memonitor status neurologis klien, Pukul
15.00 WIB melakukan pemeriksaan GDS, Pukul 15.30 WIB mempertahankan head
of bed 30 0, Pukul 16.00 WIB memonitor status pernapasan klien dan sesuai dengan
setting ventilator, Pukul 16.30 WIB melakukan oral care dengan anti septic, Pukul
17.00 WIB mengambil spesimen darah untuk BGA, darah rutin, ureum dan kratinin.

Evaluasi
S:-
O: Keadaan umum lemah, kesadaran soporocoma dengan vital sign : TD 140/88, HR
112x/menit, SaO2 100%, dan Suhu 38.2 ⁰C, GCS : E1M2VET, pupil miosis 2mm,
reflek pupil terhadap cahaya +/-, masih terpasang ventilator P SIMV, VT 465, RR 34,
70%, PEEP + 5, Sekret di mulut dan ET berkurang, Masih terdapat retraksi otot
intercosta, RR 34x/menit, Hasil BGA : PH 7,334; pCO2 27;pO2 236,9;HCO3 16,3;
BE -10,2 dengan, interprestasi asidosis metabolik terkompensasi sebagian, masih ada
suara senkret, dan idak terjadi tanda-tanda peningkatan TIK

A : Tujuan tercapai masalah teratasi sebagian


P : Lanjutkan dan optimalkan kembali intervensi dengan tetap memantau KU dan
vital sign serta status pernapasan klien serta kolaborasi untuk rencana koreksi bicnat,
nebulizer untuk jaga siang dan usulkan untuk extra pamol.

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan (infark
serebri pada batang otak etcause intracerebral haemoragie)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
pola napas klien dapat efektif.
Kriteria hasil : Napas adekuat spontan (16-24x/menit), KU dan VS stabil,Retraksi
otot intercosta berkurang, dan Weaning off ventilator

22
Rencana Tindakan
a. Monitor keadaan umum dan vital sign klien
b. Pantau status pernapasan klien
c. Pantau adanya retraksi otot intercosta
d. Pertahankan head of bed (30-45⁰)
e. Monitor saturasi oksigen klien
Kolaborasi : Pertahankan penggunaan ventilator dan observasi setting ventilator
dengan status pernapasan klien.
Pelaksanaan :

Pada tangal 12 April 2017


Pukul 14.15 WIB mengobservasi TTV; TD: 140/90 mmHg, Heart rate: 112 x/menit,
RR: 38 x/mnt, S:38,5°C. Pukul 14.30 WIB memonitor status pernapasan klien dan
sesuai dengan setting ventilator, Pukul 15.00 WIB melakukan pemantauan adanya
retaksi otot intrecosta, Pukul 16.30 WIB mempertahankan head of bed 30 0, Pukul
17.30 WIB memonitor Sa02 97 % dalam batas normal.

Pada tangal 13 April 2017


Pukul 09.00 WIB mengobservasi TTV; TD: 145/97 mmHg, Heart rate: 126 x/menit,
RR: 20 x/mnt, S:38,2°C. Pukul 09.30 WIB memonitor status pernapasan klien dan
sesuai dengan setting ventilator, Pukul 10.00 WIB memantau adanya retaksi otot
intracosta berkurang, Pukul 10.30 WIB mempertahankan head of bed 30 0, Pukul
11.30 WIB memonitor Sa02 97 %.

Pada tangal 14 April 2017


Pukul 14.15 WIB mengobservasi TTV; TD: 140/90 mmHg, Heart rate: 97 x/menit,
RR: 17 x/mnt, S:38,5°C. Pukul , Pukul 15.30 WIB mempertahankan head of bed
30 0, Pukul 16.00 WIB memonitor status pernapasan klien dan sesuai dengan setting
ventilator, Pukul 15.30 WIB memonitor Sa02 97 %.
Evaluasi
S:-
O: Keadaan umum lemah, kesadaran soporocoma dengan vital sign : TD 145/97, HR
126x/menit, SaO2 97% dalam batas normal, dan Suhu 38.2⁰C,
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan dan optimalkan kembali intervensi, rencana kolaborasi

23
Pelaksanaan :

Pada tangal 12 April 2017


Pukul 14.15 WIB mengobservasi TTV; TD: 140/90 mmHg, Heart rate: 112 x/menit,
RR: 38 x/mnt, S:38,5°C, Pukul 16.30 WIB mempertahankan head of bed 30 0, Pukul
17.00 WIB pantau status pernapasan. Pukul 17.30 WIB pantau adanya tanda-tanda
hipoksia.

Pada tangal 13 April 2017


Pukul 14.15 WIB mengobservasi TTV; TD: 140/90 mmHg, Heart rate: 97 x/menit,
RR: 17 x/mnt, S:38,5°C, Pukul 16.30 WIB mempertahankan head of bed 30 0, Pukul
17.00 WIB pantau status pernapasan. Pukul 17.30 WIB pantau adanya tanda-tanda
hipoksia.

Evaluasi
S:-
O: Keadaan umum lemah, kesadaran soporokoma dengan vital sign : TD 140/90, HR
160x/menit, SaO2 97%, dan RR 38 x/menit, Suhu 38.5 ⁰C.
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan dan optimalkan kembali intervensi

Pada tangal 13 April 2017


Pukul 09.00 WIB mengobservasi TTV; TD: 145/97 mmHg, Heart rate: 130 x/menit,
RR: 20 x/mnt, S:38,2°C. Pukul 10.00 WIB memonitor status neurologis klien, Pukul
11.00 WIB melakukan reflek cahaya terhadap pupil, Pukul 11.30 WIB
mempertahankan head of bed 30 0, Pukul 12.00 WIB pantau adanya peningkatan TIK.

Pada tangal 14 April 2017


Pukul 14.15 WIB mengobservasi TTV; TD: 88/81 mmHg, Heart rate: 97x/menit, RR:
17 x/mnt, S:40,7°C. Pukul 14.30 WIB memonitor status neurologis klien Pukul 15.00
WIB melakukan reflek cahaya terhadap pupil, Pukul 16.30 WIB mempertahankan
head of bed 30 0, Pukul 17.00 WIB pantau adanya peningkatan TIK.

24
Evaluasi
S:-
O: Keadaan umum lemah, kesadaran coma dengan vital sign : TD 88/51, HR
96x/menit, SaO2 97%, dan Suhu 40.6 ⁰C, pupil miosis 2 mm, reflek pupil terhadap
cahaya -/-.
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan dan optimalkan kembali intervensi.

Pada tangal 13 April 2017


Pukul 14.15 WIB mengobservasi TTV; TD: 140/90 mmHg, Heart rate: 126 x/menit,
RR: 38 x/mnt, S:38,5°C, Pukul 14.25 WIB melakukan tehnic aseptic setiap
melakukan tindakan, Pukul 14.30 WIB lakukan personal oral care, 15.00 WIB pantau
adanya tanda-tanda infeksi.

Pada tangal 14 April 2017


Pukul 09.00 WIB mengobservasi TTV; TD: 145/97 mmHg, Heart rate: 97 x/menit,
RR: 38 x/mnt, S:38,2°C, Pukul 14.15 WIB melakukan tehnic aseptic setiap
melakukan tindakan, Pukul 14.30 WIB lakukan personal oral care, 15.00 WIB pantau
adanya tanda-tanda infeksi. 15.00 WIB lakukan penilaian CPIS.
Evaluasi
S:-
O : Kesadaran Umum lemah, kesadaran koma dengan vital sign : TD 88/65 mmHg,
Hr 130 x/menit, Sa02 90 %, dan suhu 38,5°C. Leokosit 8,4 ribu/mmk
A : masalah belum teratasi
P : Lanjutkan dan optimalkan kembali intervensi.
Jam 14.20 WIB, kondisi klien drop, gambaran EKG arrest, HR turun terus, Saturasi
turun drop dibawah normal, dilakukan RJP selama 15 menit dengan SA 4 ampul,
Adrenalin 3 ampul. RJP berhasil dengan vital sign TD 117/63, HR 126, dan SaO2
100% via bagging. Setelah 20 menit kondisi klien drop lagi dan klien dinyatakan
meninggal pukul 14.55 WIB.

25
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pengkajian
Stroke hemoragik merupakan defisit neurologi yang mempunyai sifat
mendadak dan berlangsung dalam 24 jam sebagai akibat dari pecahnya pembuluh
darah di otak yang di akibatkan oleh aneurisma atau malformasi arteriovenosa yang
dapat menimbulkan iskemia atau infark pada jaringan fungsional otak (Purnawan
Junadi, 1982). Klien datang dari IGD dengan diagnosa stroke haemoragik. Hal ini
sesuai dengan teori bahwa stroke Haemoragik terjadi karena pecahnya pembuluh
darah di otak. Dari hasil ST-Scan klien didapatkan bahwa klien terjadi perdarahan
intraserebral. Banyak faktor yang memengaruhi terjadinya stroke yaitu hipertensi dan
penggunaan obat-obat antikoagulan. Klien sudah menderita hipertensi kurang lebih
sejak satu tahun yang lalu. Hipertensi yang kronis dapat mengakibatkan perubahan
struktur dinding permbuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid. Hal
tersebut menyebabkan pecahnya pembuluh darah otak sehingga darah masuk ke
dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan jaringan otak
dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Selain kerusakan parenkim otak, akibat
volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peninggian tekanan
intrakranial dan menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya
drainase otak. Sehingga aliran oksigen ke otak tidak adekuat mengakibatkan
penurunan kesadaran. Hal ini terjadi pada klien, klien ketika masuk dengan kesadaran
soporocoma dengan GCS E1M2VET. Soporocoma yaitu mata tetap tertutup
walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat mengerang tanpa arti, motorik
hanya gerakan primitive.

B. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang ditemukan pada klien yaitu antara lain :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret di jalan
napas.
Diagnosa tersebut dijadikan masalah utama karena berdasarkan primary
assesment dan terdapat tanda adanya sekret di ET dan mulut, selain itu terdengar
bunyi ronkhi di basal paru kanan. Kepatenan jalan napas harus menjadi prioritas
karena jika ada sumbatan berupa sekret ataupun benda yang lain akan menyebabkan

26
oksigen tidak dapat masuk ke tubuh dan jaringan akan kekurangan oksigen. Klien
dalam kondisi tidak sadar yaitu soporocoma sehingga tidak mempunyai reflek batuk
untuk mengeluarkan sekret yang ada di jalan napas. Sehingga tindakan yang
dilakukan antara lain tetap memantau adanya akumulasi sekret di ET dan mulut,
kemudian lakukan suction sesuai kebutuhan. Suction perlu dilakukan untuk
mengurangi sekret atau menghisap sekret supaya jalan napas dapat paten dan oksigen
bisa sepenuhnya masuk dalam tubuh dan dapat dipakai oleh jaringan. Selain
itu positioning klien miring kanan dan kiri selain untuk mencegah dekubitus, hal ini
juga untuk memudahkan keluarnya sekret. Hal ini juga dibantu dengan kolaborasi
pemberian nebulizer dengan kombinasi obat Berotec : Atroven : NaCl yaitu 18 tetes :
16 tetes : 1 cc. Kombinasi obat tersebut selain sebagai bronchodilator juga sebagai
mukolitik sehingga secret yang masih tertempel dalam dinding paru dapat hancur dan
keluar sehingga jalan napas dapat paten dan bersih.

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan (infark
serebri pada batang otak etcause intracerebral haemoragie)
Diagnosa ini diambil berdasarkan data bahwa klien napasnya cepat dan dangkal, RR
38x/menit, terdapat retraksi intercosta, dan menggunakan ventilator dengan mode P
SIMV dengan FiO2 70%, PEEP + 5 dan SaO2 100%. Mode P SIMV digunakan
karena klien masih mempunyai usaha napas sehingga ventilator di setting dengan
sinkronize antara napas klien dengan ventilator. Klien dengan stroke haemoragik
akan terjadi ruptur atau pecahnya pembuluh darah di otak sehingga aliran darah yang
mengangkut oksigen ke otak juga terganggu. Hal ini lama-lama akan menimbulkan
infark serebri dan dapat mengenai berbagai bagian di otak termasuk salah satunya
medula oblongata. Medula oblongata merupakan pusat pernapasan, sehingga jika
terjadi infark di daerah tersebut maka akan terjadi pula depresi pusat pernapasan yang
dapat mempengaruhi kemampuan ventilasi paru. Karena ketidakadekuatan ventilasi
paru klien, maka klien terpasang ventilator. Tindakan yang bisa dilakukan antara lain
posisikan klien elevasi head of bed 30-45⁰C. Hal ini untuk lebih mengoptimalkan
ekspansi paru klien. Selain itu observasi status pernapasan juga penting karena hal ini
mempengaruhi setting ventilator dengan mode yang disesuaikan usaha napas klien.
Monitor usaha napas klien tetap harus dilakukan, karena jika klien terlihat hiperpnue
dengan nampak retraksi intercosta menunjukkan klien sesak napas sehingga perlu
dinaikkan setting ventilator misalnya FiO2 dinaikkan dari semula.

27
C. Perencanaan Keperawatan
Dalam membuat perencanaan dilakukan langkah-langkah sesuai kondisi dan
kebutuhan klien sesuai dengan Asuhan Keperawatan sesuai dengan teori Stroke
Hemoragik yaitu memprioritaskan masalah yang muncul pada klien, kemudian
langkah selanjutnya adalah menetapkan waktu yang lebih spesifik untuk masing-
masing diagnosa, menyesuaikan kondisi yang mungkin bisa dicapai oleh klien dalam
waktu yang lebih spesifik.

Pada tahap penetapan tujuan dari kriteria hasil terdapat kesenjangan antara
teori dan kasus. Pada teori tidak dialokasikan waktu, sedangkan pada kasus
ditetapkan waktu dan pencapaian tujuan yaitu 3 x 24 jam yakni berfokus pada
kebutuhan sesuai dengan kondisi klien, kemampuan perawat serta kelengkapan alat-
alat dan adanya kerjasama dengan klien, keluarga dan perawat ruangan yang menjadi
faktor pendukung.
D. Pelaksanaan Keperawatan
Pada tahap pelaksanaan diagnosa dilakukan 3 x 24 jam untuk semua diagnosa.
Dalam melakukan tindakan penulis berfokus pada perencanaan yang dibuat sesuai
kondisi dan kebutuhan klien, karena ada kesenjangan antara teori dan kasus. Penulis
bekerjasama dengan perawat ruangan dalam melakukan Asuhan Keperawatan dan
pendokumentasian semua tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
Untuk secara keseluruhan semua diagnosa sudah dilaksanaan sesuai
perencanaan yang dibuat sesuai kondisi dan kebutuhan klien saat ini, karena keluarga
dan perawat ruangan sangat membantu penulis dalam melakukan proses keperawatan.

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dalam melakukan proses keperawatan yang bertujuan
untuk menilai seluruh hasil implementasi yang telah dilaksanakan.
Pada diagnosa keperawatan pertama bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan
dengan adanya akumulasi secret di jalan napas. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan jalan napas klien dapat efektif adekuat,
Kriteria hasil : Sekret di ET dan mulut berkurang atau tidak ada, RR dalam batas
normal (16-24x/menit), Suara ronkhi berkurang atau hilang.

Pada diagnosa keperawatan kedua, pola napas tidak efektif berhubungan dengan
depresi pusat pernapasan (infark serebri pada batang otak etcause intracerebral

28
haemoragie), Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam
diharapkan pola napas klien dapat efektif. Kriteria hasil : Napas adekuat spontan (16-
24x/menit), KU dan VS stabil, Retraksi otot intercosta berkurang, dan Weaning off
ventilator.

29
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Dalam kasus ini pengkajian meliputi keluhan utama klien, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu dan keluarga, pemeriksaan fisik head to toe dengan
hasil dapat diketahui klien mengalami penurunan kesadaran dengan diagnosa medis
stroke hemoragik.
2. Hasil pengkajian asuhan keperawatan pada pasien stroke ditemukan beberapa
diagnosa. Diagnosa keperawatan yang muncul antara lain bersihan jalan nafas tidak
efektif berhubungan dengan akumulasi secret dijalan napas,Pola napas tidak efektif
berhubungan dengan depresi pusat pernapasan (infark serebri pada batang otak
etcause intracerebral haemoragie), Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
kegagalan proses difusi pada alveoli, Gangguan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan adanya perdarahan intraserebral, Resiko tinggi infeksi
berhubungan dengan adanya prosedur invasif dan bedrest total.
3. Intervensi yang dilakukan pada diagnosa bersihan jalan nafas tidak efektif
dengan intervensi kaji keadaan jalan nafas, evaluasi pergerakan dada dan auskultasi
suara napas pada kedua paru, lakukan suction. Intervensi yang dilakukan pada
diagnosa depresi pusat pernapasan dengan intervensinapasnya cepat dan dangkal, RR
38x/menit, terdapat retraksi intercosta,Intervensi yang dilakukan pada diagnosa
gangguan pertukaran gas, dengan intervensi menunjukkan peningkatan frekuensi
napas yaitu RR 38 x/menit.Intervensi yang dilakukan pada diagnosa, gangguan
perfusi jaringan serebral dengan intervensi adanya perdarahan intraserebral sehingga
mempengaruhi proses perfusi jaringan ke serebral. Intervensi yang dilakukan pada
diagnosa, resiko tinggi infeksi intervensi yang dilakukan prosedur invasif dapat
memungkinkan terjadinya infeksi karena merupakan port de entri mikroorganisme, di
ET, NGT dan Kateter.

B. Saran
1. Instansi Rumah Sakit
a. Pada ruang intensive care unit (ICU) sebaiknya terdapat protab perawatan DC,
dressing infuse, perawatan NGT sesuai dengan waktu yang ditentukan.

30
b. Untuk perawat di ruang intensive care unit (ICU) sebaiknya perawat yang
benar-benar terlatih dalam keperawatan kritis, sehingga lebih peka terhadap
perawatan pasien di intensive care unit (ICU).
2. Perawat
a. Pasien stroke dengan bedrest dimungkinkan terjadinya decubitus, sehingga
perawat perlu lebih memperhatikan pasien dengan tanda-tanda decubitus dan
penatalaksanaan decubitus.
b. Perawat diharapkan mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
serta memakai alat pelindung diri untuk mencegah terjadinya resiko infeksi dan
infeksi nosokomial pada pasien di intensive care unit (ICU.
c. Perawat diharapkan melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab dan
kesadaran masing-masing yang bertujuan untuk kesembuhan dan keselamatan pasien.
Keluarga Pada keluarga sebaiknya senantiasa mendampingi dan memberikan support
kepada pasien meskipun dalam kondisi koma sekalipun.
3. Untuk diri sendiri
Diharapkan dapat memanfaatkan waktu yang telah diberikan dengan efektif dan
efisien untuk melakukan asuhan keperawatan. Mahasiswa / i juga diharapkan secara
aktif untuk membaca dan meningkatkan keterampilan serta menguasai kasus yang
diambil untuk mendapatkan hasil asuhan keperawatan yang komprehensif.

4. Institusi Pendidikan
Makalah ini diharapkan bisa digunakan sebagai referensi yang menunjang
pembelajaran dan referensi untuk penulisan makalah selanjutnya.

31
DAFTAR PUSTAKA

Hadib, Muhammad. 2009 Cara Mudah Memahami Dan Menghindari Hipertensi


Jantung Dan Stroke : Yogyakarta.
Artiani, Ria. 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan Sistem
Persyarafan, Jakarta, EGC.
Centers for Disease Control and Prevention, 2009. Stroke Facts and Statistics.
: Division for Heart Disease and Stroke Prevention.
Available from:http://www.cdc.gov/stroke/statistical_reports.htm di askses pada
tangal 23 April 2017.
Gemari, 2008. Esensial Stroke. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
Muttaqin,arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan.Jakarta : Salemba Medika.
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2007. Guideline Stroke 2007. Jakarta:
PERDOSSI.
World Health Organization, 2005. WHO STEPS Stroke Manual: The WHO STEP
wise Approach to Stroke Surveillance. World Health Organization.
Yayasan Stroke Indonesia. Tahun 2020, Penderita Stroke Meningkat 2 Kali. Jakarta:
Yayasan Stroke Indonesia. Available
from: http://www.yastroki.or.id/berita.php?id=4 di askses pada tangal 23 April 2017.
Yastroki, 2009. Yastroki Tangani Masalah Stroke di Indonesia. www.yastroki.or.id di
askses pada tangal 23 April 2017.

32

You might also like