You are on page 1of 28

Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi

Program Studi S-1 Farmasi


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Borneo Lestari

FARMAKOLOGI-TOKSIKOLOGI I

Percobaan II

ANALGETIKA

Nama : Rizki Abdul Hadi

NIM : SF17100

Kelompok : I (satu)

Tanggal Praktikum : 04 Oktober 2018

Asisten Pembimbing : M.Reza Fahlevi, M.Farm.,Apt

Dosen Pengampu : M.Reza Fahlevi, M.Farm.,Apt

Nilai Kerja : Nilai Laporan :

Paraf : Paraf :

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BORNEO LESTARI
BANJARBARU
2018
PERCOBAAN II
ANALGETIKA

I. TUJUAN
Mengenal, mempraktekkan dan membandingkan metode uji
daya analgetik pada hewan percobaan dan obat analgetik.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Analgetika atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang
mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran. Nyeri adalah perasaan sensor dan emosional yang tidak
enak dan yang berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan.
Keadaan psikis sangat mempengaruhi nyeri, misalnya emosi dapat
menimbulkan sakit (kepala) atau memperhebatnya, tetapi dapat pula
menghindarkan sensasi rangsangan nyeri. Nyeri merupakan suatu
perasaan pribadi dan ambang toleransi nyeri yang berbeda-beda bagi
setiap orang. Batas nyeri untuk suhu adalah konstan (Priyanto, 2008).
Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu
gejala yang berfungsi melindungi tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai
isyarat bahaya tentang adanya gangguan di jaringan, seperti
peradangan, infeksi jasad renik, atau kejang otot. Nyeri yang
disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis dapat
menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut memicu
pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri. Mediator nyeri
antara lain dapat mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang yang
mengaktivasi reseptor nyeri di ujung saraf bebas di kulit, mukosa dan
jaringan lain. Nocireseptor ini terdapat diseluruh jaringan dan organ
tubuh, kecuali di SSP. Dari sini rangsangan di salurkan ke otak melalui
jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan amat banyak sinaps via
sumsum tulang belakang, sumsum lanjutan, dan otak tengah. Dari
thalamus impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar,
dimana impuls dirasakan sebagai nyeri (Priyanto, 2008).
Secara klinis nyeri dapat diberi label “nosiseptif” jika
melibatkan nyeri yang berdasarkan aktivasi dari sistem nosiseptif
karena kerusakan jaringan. Meskipun perubahan neuroplastik (seperti
hal-hal yang mempengaruhi sensistisasi jaringan) dengan jelas terjadi,
nyeri nosiseptif terjadi sebagai hasil dari aktivasi normal sistem
sensorik oleh stimulus noksius, sebuah proses yang melibatkan
transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi. Nyeri karena
pembedahan mengalami sedikitnya dua perubahan, pertama karena
pembedahan itu sendiri, menyebabkan rangsang nosiseptif, kedua
setelah pembedahan karena terjadinya respon inflamasi pada daerah
sekitar operasi dimana terjadi pelepasan zat-zat kimia oleh jaringan
yang rusak dan sel-sel inflamasi (Marsaban, 2011).
Mekanisme Kerja Obat Analgesik sebagai berikut :
a. Analgesik Nonopioid/Perifer (Non-Opioid Analgesics)
Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi
pada enzim, yaitu enzim siklooksigenase (COX). COX
berperan dalam sintesis mediator nyeri, salah satunya adalah
prostaglandin. Mekanisme umum dari analgetik jenis ini adalah
mengeblok pembentukan prostaglandin dengan jalan
menginhibisi enzim COX pada daerah yang terluka dengan
demikian mengurangi pembentukan mediator nyeri.
Mekanismenya tidak berbeda dengan NSAID dan COX-2
inhibitors. Efek samping yang paling umum dari golongan obat
ini adalah gangguan lambung usus, kerusakan darah, kerusakan
hati dan ginjal serta reaksi alergi di kulit. Efek samping
biasanya disebabkan oleh penggunaan dalam jangka waktu
lama dan dosis besar (Anchy, 2011).
b. Analgesik Opioid/Analgesik Narkotika
Mekanisme kerja utamanya ialah dalam menghambat enzim
sikloogsigenase dalam pembentukan prostaglandin yang
dikaitkan dengan kerja analgesiknya dan efek sampingnya.
Kebanyakan analgesik OAINS diduga bekerja diperifer . Efek
analgesiknya telah kelihatan dalam waktu satu jam setelah
pemberian per-oral. Sementara efek antiinflamasi OAINS telah
tampak dalam waktu satu-dua minggu pemberian, sedangkan
efek maksimalnya timbul berpariasi dari 1-4 minggu. Setelah
pemberiannya peroral, kadar puncaknya NSAID didalam darah
dicapai dalam waktu 1-3 jam setelah pemberian,
penyerapannya umumnya tidak dipengaruhi oleh adanya
makanan. Volume distribusinya relatif kecil (< 0.2 L/kg) dan
mempunyai ikatan dengan protein plasma yang tinggi biasanya
(>95%). Waktu paruh eliminasinya untuk golongan derivat
arylalkanot sekitar 2-5 jam, sementara waktu paruh
indometasin sangat berpariasi diantara individu yang
menggunakannya, sedangkan piroksikam mempunyai waktu
paruh paling panjang (45 jam) (Gilang, 2010).
Nyeri kronis biasanya tidak mempengaruhi denyut jantung, laju
pernafasan, tekanan darah maupun pupil, tetapi bisa menyebabkan
gangguan tidur, mengurangi nafsu makan dan menyebabkan sembelit,
penurunan berat badan. Analgetika adalah zat-zat yang mengurangi
atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (perbedaan
dengan anestetika umum) (Ganiswara, 2008).
Berdasarkan kerja farmakologisnya, analgetika dibagi dalam
dua kelompok besar yaitu:
a. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang
tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Dapat disebut
juga sebagai analgetika yang berkhasiat lemah sampai sedang
kebanyakan mempunyai sifat anti inflamasi dan antireumatik.
b. Analgetika narkotik, khusus digunakan untuk menghalau rasa
nyeri hebat, seperti pada fractura dan kanker. Dapat disebut juga
analgetika yang berkhasiat kuat, bekerja pada saraf pusat
(Ganiswara, 2008).
III. METODE PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
a. Alat
- Baskom
- Hot plate
- Gelas beker 50 mL dan 500 mL
- Jarum suntik 1 mL
- Labu ukur 10 mL dan 100 mL
- Neraca analitik
- Sonde oral modifikasi
- Stopwatch
3.2.2 Bahan
- Aquades
- Antalgin
- Asam asetat 3%
- Asam mefenamat
- Ibuprofen
- Larutan Na-CMC 0,5%
- Parasetamol
- Biogesik
3.1.3 Hewan Uji
- Mencit jantan
3.2 Cara Kerja
3.2.1 Metode Jansen dan Jaqeneau
Siapkan dan timbang hewan uji, bagi menjadi 5
kelompok, masing-masing kelompok sebanyak 3
ekor

Buat larutan stok Na-CMC 0,5% (kontrol


negatif), ibuprofen, parasetamol, asam
mefenamat, dan antalgin

Berikan larutan stok ke hewan uji secara intra


peritoneal, diamkan selama 15 menit

Masukkan hewan uji ke gelas beker pada hot


plate, amati setiap 15 detik selama 5 x 15 detik
(yang diamati: grooming & meloncat)

3.2.2 Metode Witkin et al


Siapkan dan timbang hewan uji, bagi menjadi 5
kelompok, masing-masing kelompok sebanyak
3 ekor

Buat larutan stok Na-CMC 0,5% (kontrol


negatif), ibuprofen, parasetamol, asam
mefenamat, dan antalgin

Berikan larutan stok ke hewan uji secara intra


peritoneal, diamkan selama 5 menit

Hewan uji diinduksi dengan larutan asam asetat


30% secara intra muskular

Amati jumlah geliat yang timbul selama 20


menit dan tentukan onset of action dari obat
IV. HASIL PERCOBAAN
4.1 Data Hasil Pengamatan
4.1.1 Metode Jansen & Jaqeneau

No Berat Vol Grooming,geliat Onset


Perlakuan
hewan badan (g) (ml) & meloncat (detik)
1 Asam Mefenamat 22,3 0,636 36 42
2 Asam Mefenamat 23,3 0,665 48 38
1 Paracetamol 24 0,6857 88 52
2 Paracetamol 25 0,7143 89 57
1 Ibuprofen 34,1 0,9741 252 26
2 Ibuprofen 20,6 0,5885 123 37
1 Antalgin 25,2 0,72 35 35
2 Antalgin 24,1 0,6885 22 48
1 Na-CMC 0,5% 20,2 0,5 113 15
2 Na-CMC 0,5% 22,3 0,5 104 10

4.1.2 Motode Witkins et al

% daya
No Berat Vol Onset of action Jumlah
Perlakuan analgeti
hewan badan (g) (ml) (detik) geliat
k
01:47
02:34
03:15
1 29,31 0,64 17 24,45%
07:56
12:41
18:14
Antalgin
03:51
05:30
14:03
2 29,30 0,64 18 20%
16:54
17:34
19:07

02:30
10:10
11:00
1 Ibuprofen 31,81 0,84 16 28,89%
15:40
15:45
17:00
05:30
10:03
14:03
2 Ibuprofen 33,64 0,89 18 20%
15:45
17:01
18:30
14:05
14:36
17:07
1 28,31 0,7 6 73,33%
17:41
17:55
19:07
00:33
Asam
00:44
Mefenamat
01:10
02:04
2 28,24 0,7 02:43 9 60%
07:13
09:15
17:29
18:55
07:17
07:46
1 32,82 0,75 12:35 8 64,44%
13:31
18:07
09:28
Biogesic 11:12
12:02
13:01
2 33,15 0,76 11 61,11%
13:10
14:08
16:42
17:10
01:40
02:44
03:53
Na-CMC
1 26,05 0,5 04:44 14 -
0,5%
05:55
17:53
19:45
04:30
05:21
Na-CMC 06:45
2 25,78 0,5 17 -
0,5% 11:30
15:20
15:50
4.2 Perhitungan
4.2.1 Metode Jansen & Jaqeneau
1. Biogesic (500 mg)
Diketahui :
Biogesic untuk mencit 500 gram = 500 mg x 0,00261
= 1,305 mg/20 gram
35 gram
Biogesic untuk mencit 35 gram = x1,305
20 gram

= 2,2837mg/35 gram
Jumlah maksimal larutan stok yang akan disuntikkan
pada carapemberian oral dan peritoneal = 1 ml
10 ml
x 2,2837 mg = 22,837 mg
1 ml
Berat obat yang ditimbang
650 mg
x 22,837 mg = 29,6881 mg
500 mg
a. Mencit 1 (BB 32,26 gram)
32,26 gram
x 1,305 mg = 2,1049 mg
20 gram
Volume pemberian
2,1049 mg
x 10 ml = 0,7 mL
29,6881 mg
b. Mencit 1 (BB 25,76 gram)
25,76 gram
x 1,305 mg = 1,6808 mg
20 gram
Volume pemberian
1,6808 mg
x 10 ml = 0,5 mL
29,6881 mg
2. Antalgin (500 mg)
Diketahui :
Antalgin untuk mencit 500 gram = 500 mg x 0,00261
= 1,305 mg/20 gram
35 gram
Antalgin untuk mencit 35 gram = x1,305
20 gram
= 2,283 mg/35 gram
Jumlah maksimal larutan stok yang akan disuntikkan
pada cara pemberian oral dan peritoneal = 1 ml
10 ml
x 2,283 mg = 22,83 mg
1 ml
Berat obat yang ditimbang
470 mg
x 22,83 mg = 21,4602 mg
500 mg
a. Mencit 1 (BB 33,22 gram)
33,22 gram
x 1,305 mg = 2,167605 mg
20 gram
Volume pemberian
2,167605 mg
x 10 ml = 1 mL
21,4602 mg
b. Mencit 2 (BB 30,48 gram)
30,48 gram
x 1,305 mg = 1,98882 mg
20 gram
Volume pemberian
1,98882 mg
x 10 ml = 0,9 mL
21,4602 mg
3. Ibuprofen (500 mg)
Diketahui :
Ibuprofen untuk mencit 500 gram= 500 mg x 0,00261
=1,305 mg/20 gram
35 gram
Ibuprofen untuk mencit 35 gram= x1,305
20 gram

= 2,28mg/35 gram
Jumlah maksimal larutan stok yang akan disuntikkan
pada cara pemberian oral dan peritoneal = 1 ml
10 ml
x 2,28 mg = 22,8 mg
1 ml
Berat obat yang ditimbang
500 mg
x 22,8 mg = 28,5 mg
400 mg
a. Mencit 1 (BB 34,1 gram)
34,1 gram
x 2,28 mg = 2,221 mg
35 gram
Volume pemberian
2,221 mg
x 1 ml = 0,9741 mL
2,28 mg
b. Mencit 1 (BB 20,6 gram)
20,6 gram
x 2,28 mg = 1,3419 mg
35 gram
Volume pemberian
1.3419 mg
x 1 ml = 0,5885 mL
2,28 mg

4. Asam Mefenamat (500 mg)


Diketahui :
Asam Mefenamat untuk mencit 500 gram
= 500 mg x 0,00261 = 1,305 mg/20 gram
Asam Mefenamat untuk mencit 35 gram
35 gram
= x1,305 = 2,2837mg/35 gram
20 gram

Jumlah maksimal larutan stok yang akan disuntikkan


pada cara pemberian oral dan peritoneal = 1 ml
10 ml
x 2,2837 mg = 22,837 mg
1 ml
Berat obat yang ditimbang
590 mg
x 22,837 mg = 26,9476 mg
500 mg
a. Mencit 1 (BB 36,05 gram)
36,05 gram
x 1,305 mg = 2,352 mg
20 gram
Volume pemberian
2,352 mg
x 10 ml = 0,87 mL
26,9476 mg
b. Mencit 2 (BB 35,66 gram)
35,66 gram
x 1,305 mg = 2,326 mg
20 gram
Volume pemberian
2,326 mg
x 10 ml = 0,86 mL
26,9476 mg

4.2.2 Metode Witkin Et Al


1. Antalgin (500 mg)
Diketahui :
Antalgin untuk mencit 500 gram = 500 mg x 0,00261
= 1,305 mg/20 gram
35 gram
Antalgin untuk mencit 35 gram = x1,305
20 gram

= 2,283 mg/35 gram


Jumlah maksimal larutan stok yang akan disuntikkan
pada cara pemberian oral dan peritoneal = 1 ml
10 ml
x 2,283 mg = 22,83 mg
1 ml
Berat obat yang ditimbang
650 mg
x 22,83 mg = 29,679 mg
500 mg
a. Mencit 1 (BB 29,30 gram)
29,30 gram
x 1,305 mg = 1,9118 mg
20 gram
Volume pemberian
1,9118 mg
x 10 ml = 0,64 mL
29,679 mg
b. Mencit 2 (BB 29,31 gram)
29,31 gram
x 1,305 mg = 1,9124 mg
20 gram
Volume pemberian
1,9124 mg
x 10 ml = 0,64 mL
29,679 mg
2. Ibuprofen (400 mg)
Diketahui :
Ibuprofen untuk mencit 500 gram= 400 mg x 0,00261
=1,044 mg/20 gram
35 gram
Ibuprofen untuk mencit 35 gram= x1,044
20 gram

= 1,827 mg/35 gram


Jumlah maksimal larutan stok yang akan disuntikkan
pada cara pemberian oral dan peritoneal = 1 ml
10 ml
x 1,827 mg = 18,27 mg
1 ml
Berat obat yang ditimbang
430 mg
x 18,27 mg = 19,6402 mg
400 mg
a. Mencit 1 (BB 31,81 gram)
31,81 gram
x 1,044 mg = 1,6604 mg
20 gram
Volume pemberian
1,6604 mg
x 10 ml = 0,84 mL
19,6402 mg
b. Mencit 2 (BB 33,64 gram)
33,64 gram
x 1,044mg = 1,7560 mg
20 gram
Volume pemberian
1,7560 mg
x 10 ml = 0,89 mL
19,6402 mg
3. Asam Mefenamat (500 mg)
Diketahui :
Asam Mefenamat untuk mencit 500 gram
= 500 mg x 0,00261 = 1,305 mg/20 gram
Asam Mefenamat untuk mencit 35 gram
35 gram
= x1,305 = 2,2837mg/35 gram
20 gram
Jumlah maksimal larutan stok yang akan disuntikkan
pada cara pemberian oral dan peritoneal = 1 ml
10 ml
x 2,2837 mg = 22,837 mg
1 ml
Berat obat yang ditimbang
570 mg
x 22,837 mg = 26,0341 mg
500 mg

a. Mencit 1 (BB 28,24 gram)


28,24 gram
x 1,305 mg = 1,8426 mg
20 gram
Volume pemberian
1,8426 mg
x 10 ml = 0,7 mL
26,0341 mg
b. Mencit 2 (BB 28,31 gram)
28,31 gram
x 1,305 mg = 1,8472 mg
20 gram
Volume pemberian
1,8472 mg
x 10 ml = 0,7 mL
26,0341 mg
4. Biogesic (500 mg)
Diketahui :
Biogesic untuk mencit 500 gram= 500 mg x 0,00261
= 1,305 mg/20 gram
35 gram
Biogesic untuk mencit 35 gram = x1,305
20 gram

= 2,2837mg/35 gram
Jumlah maksimal larutan stok yang akan disuntikkan
pada cara pemberian oral dan peritoneal = 1 ml
10 ml
x 2,2837 mg = 22,837 mg
1 ml
Berat obat yang ditimbang
670 mg
x 22,837 mg = 28,3178 mg
500 mg
a. Mencit 1 (BB 32,82 gram)
32,82 gram
x 1,305 mg = 2,1415 mg
20 gram
Volume pemberian
2,1415 mg
x 10 ml = 0,75 mL
28,3178 mg

b. Mencit 2 (BB 33,15 gram)


33,15 gram
x 1,305 mg = 2,1630 mg
20 gram
Volume pemberian
2,1630 mg
x 10 ml = 0,76 mL
28,3178 mg
4.2.3 Perhitungn % daya analgetik
1. Antalgin
P
% daya analgetik Antalgin =100 − X 100
K

Di mana : P = Jumlah komulatif geliat mencit yang


diberi analgetik
K = Jumlah komulatif geliat mencit yang
diberi Na-CMC
14+17
Diketahui : K = = 22,5
2
a. Mencit 1
Jumlah geliat : 17
17
% = 100 − x 100
22,5
= 100 – 75,55
= 24,45 %
b. Mencit 2
Jumlah geliat : 18
18
% = 100 − x 100
22,5
= 100 – 80
= 20 %
2. Ibuprofen
P
% daya analgetik Antalgin = 100 − X 100
K

Di mana : P = Jumlah komulatif geliat mencit yang


diberi analgetik
K = Jumlah komulatif geliat mencit yang
diberi Na-CMC
14+17
Diketahui : K = = 22,5
2
a. Mencit 1
Jumlah geliat : 16
16
% = 100 − x 100
22,5
= 100 – 71,11
= 28,89 %
b. Mencit 2
Jumlah geliat : 18
18
% = 100 − x 100
22,5
= 100 – 80
= 20 %
3. Asam Mefenamat
P
% daya analgetik Antalgin = 100 − X 100
K

Di mana : P = Jumlah komulatif geliat mencit yang


diberi analgetik
K = Jumlah komulatif geliat mencit yang
diberi Na-CMC
14+17
Diketahui : K = = 22,5
2
a. Mencit 1
Jumlah geliat : 6
6
% = 100 − x 100
22,5
= 100 – 26,67
= 73,33 %
b. Mencit 2
Jumlah geliat : 9
9
% = 100 − x 100
22,5
= 100 – 40
= 60 %
4. Biogesic
P
% daya analgetik Antalgin = 100 − X 100
K

Di mana : P = Jumlah komulatif geliat mencit yang


diberi analgetik
K = Jumlah komulatif geliat mencit yang
diberi Na-CMC
14+17
Diketahui : K = = 22,5
2
a. Mencit 1
Jumlah geliat : 8
8
% = 100 − x 100
22,5
= 100 – 35,56
= 64,44 %
b. Mencit 2
Jumlah geliat : 11
11
% = 100 − x 100
22,5
= 100 – 48,89
= 51,11 %
4.3 Data Simulasi Statistik
4.3.1 Metode Jansen & Jaqeneau
Test of Homogeneity of Variances
grooming_dan_meloncat
Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Onset .221 9 .200* .882 9 .165

Levene Statistic df1 df2 Sig.


. 3 . .000
Hasil dari Test Homogeneity of Variences adalah
< 0,05 varian data tidak terdistribusi homogen, kemudian
dilakukan uji One Way Anova Tests of Normality.

a. Lilliefors Significance Correction.


Hasil data dari normalitas sig > 0,05 maka
normalitas diterima, artinya pemberian obat tidak
berpengaruh terhadap waktu onset obat.
ANOVA
Onset
Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
Between
Groups 6.116 4 1.529 .442 .776

Within
Groups 13.850 4 3.463

Total 19.966 8
Hasil dari Anova sig >0,05 maka Ho diterima,
artinya pemberian obat tidak berpengaruh terhadap waktu
onset obat karna tidak ada perbedaan yang signifikan
terhadap kelima macam obat.
4.3.2 Metode Witkins Et Al
Test of Homogeneity of Variances
Persen Daya Analgetik
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1,272E+15 3 4 .000
Hasil dari Test Homogeneity of Variences adalah
< 0,05 varian data tidak terdistribusi homogen, kemudian
dilakukan uji One Way Anova Tests of Normality.
Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Perlakuan .162 8 .001* .897 8 .004

a. Lilliefors Significance Correction.


Hasil data dari normalitas sig < 0,05 maka
normalitas tidak diterima, artinya pemberian obat
berpengaruh terhadap persen daya analgetik obat.
ANOVA
Persen Daya Analgetik
Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
Between Groups
3445.497 3 1148.499 31.946 .003

Within Groups
143.806 4 35.952

Total 3589.303 7
Hasil dari Anova sig < 0,05 maka Ho ditolak,
artinya pemberian obat berpengaruh terhadap persen daya
analgetik obat.Sehingga perlu diuji dengan Kruskal Wallis
Test.
Test Statisticsa,b

Persen_daya_analgetik
Chi-Square 5.608
df 3
Asymp. Sig. .132
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable : perlakuan
Karena hasil Test of Homogeneity of Variances dan
Tests of Normality<0,05 maka dilakukan test statistik
dengan cara mengkruskal dan didapatkan hasil dari
kruskal yaitu asymp.sig >0,05, artinya perbedaan dalam
setiap pemberian obat, tidak mempengaruhi persen daya
analgetik obat.
V. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini bertujuan mengenal, mempraktekkan, dan
membandingkan metode uji daya analgetik pada hewan percobaan dan
obat analgetik. Percobaan ini menggunakan 2 metode. Metode pertama
,Jensen dan Jaqeneau adalah rangsang nyeri diberikan berupan iritan
kimia dengan cara menginjeksikan secara intra peritoneal. kelebihan
metode ini adalah efek nyeri yang timbul dalam waktu lebih cepat
karna secara intra peritoneal, kekurangan metode ini hewan uji mati
karena kepanasan karena suhu hotplat melebihi suhu maksimalnya.
Dan metode kedua, metode Witkin et al prinsip yaitu memberikan
asam asetat (induktor nyeri) kepada mencit yang akan menimbulkan
geliat (Writhing), sehingga dapat diamati respon mencit ketika
menahan nyeri pada perut dengan cara menarik abdomen, menarik
kaki kebelakang, dan membengkokan kepala ke belakang. kelebihan
metode Witkin et al yaitu metode ini tidak hanya sederhana dan dapat
dipercaya tetapi juga memberikan evaluasi yang cepat terhadap jenis
analgesik perifer. Dengan pemberian obat analgetik (ibuprofen,
paracetamol, Na-CMC, asam mefenamat, dan antalgin) akan
mengurangi respon tersebut.
Penggunaan asam asetat sebagai induktor dalam percobaan ini
karena asam asetat merupakan asam lemah yang tidak terkonjugasi
dalam tubuh, pemberian sediaan asetat terhadap hewan percobaan akan
merangsang prostaglandin untuk menimbulkan rasa nyeri akibat
adanya kerusakan jaringan atau inflamasi. Prostaglandin meyebabkan
sensitisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi
sehingga prostaglandin dapat menimbulkan keadaan hiperalgesia,
kemudian mediator kimiawi seperti bradikinin dan
histamin merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang nyata, sehingga
mencit akan menggeliatkan kaki belakang saat efek dari penginduksi ini
bekerja.Pada metode witkin et al efek analgetik paling besar adalah
antalgin karena pada onset of action dalam waktu 22 detik sudah
menimbulkan geliat.
Analisis yang dilakukan dengan metode Jansen & Jaqeneau
dengan cara membandingkan jumlah groming dan meloncat. Geliat
yang timbul dihitung selama 15 menit setelah pemberian asam asetat
melalu intra peritoneal. Dari pengamatan jumlah geliat terlihat 5 menit
awal,sampai terlihat bahwa pada menit ke 10, sebagian besar dari
perlakuan menunjukkan geliat yang paling besar, dan akan menurun
kembali pada 5 menit berikutnya sampai menit ke 15, maka dilakukan
pengamatan jumlah groming dan meloncat pada menit 15 dalam setiap
5 x 15 detik. Hal ini sesuai dengan pendapat (Lina,2011) bahwa
jumlah geliatnya justru yang paling besar pada menit ke-15 kemudian
turun hingga menit ke-30. Hal ini menunjukkan pula bahwa setelah
menit ke 20, kemungkinan asam asetat yang digunakan sebagai
penginduksi sudah mulai melemah kerjanya
Hasil percobaan yang memiliki persentase daya analgetik
paling tinggi dari kedua metode yaitu antalgin, asam mefenamat,
paracetamol, Na-CMC dan yang terendah adalah ibuprofen.
Sedangkan berdasarkan teoritis persentase daya analgetik paling tinggi
adalah antalgin, asam mefenamat, ibuprofen, paracetamol dan yang
terendah adalah Na-CMC. Namun hasil ini juga kurang sesuai dengan
teori, karena yang seharusnya memiliki efek analgetik yang lebih kuat
dari Na-CMC adalah ibuprofen, karena absorbsinya lebih cepat di
lambung, sementara indikator nyeri juga diberikan pada lambung
Penyimpangan ini dapat terjadi karena beberapa faktor, yaitu ketika
sudah 15 menit setelah pemberian analgetik, tidak segera disuntikan
asam asatet sehingga efek obat analgetiknya sudah berkurang, faktor
fisiologis dari mencit, yang mengalami beberapa kali percobaan
sehingga kemungkinan mencit stress, Waktu penyuntikan ada larutan
yang tumpah sehingga mengurangi dosis obat analgetik yang
diberikan.
Dalam praktikum yang dilakukan hewan uji yang diujikan mati
karena beberapa factor yang mempengaruhi, yaitu dalam metode
jansen & jaqeneau hewan uji dihot plate suhu melebihi maksimal
sehingga hewan uji mati, suhu standar maksimal hot plate yaitu 56 ±
1oC dan beberapa factor lainnya yaitu pengambilan larutaan stock
yang tidak dikocok dahulu, sehingga dosis yang diambil tiap spuit
berbeda, karena larutan stock yang dibuat adalah bentuk sediaan
suspensi, seharusnya dalam pengambilan dikocok terlebih dahulu, agar
bahan obat yang diambil, bukan hanya larutannya
Hasil dari metode Jansen & Jaqeneau dengan uji Test
Homogeneity of Variences adalah < 0,05 varian data tidak terdistribusi
homogen, kemudian dilakukan uji One Way Anova Tests of
Normality. Hasil data dari normalitas sig > 0,05 maka normalitas
diterima, artinya pemberian obat tidak berpengaruh terhadap
waktuonset obat.Maka diambil hipotesis percobaan :
 H0 : Perbedaan pemberian obat tidak mempengaruhi waktu
onset obat
 Ha : Perbedaan pemberian obat mempengaruhi waktu onset
obat
Sedangkan Hasil dari Anova sig >0,05 maka H0 diterima,
artinya pemberian obat tidak berpengaruh terhadap waktu onsetobat
karna tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap kelima
macamobat. Maka hal ini sesuai dengan teoritis dimana H0 diterima
apabila nilai sig lebih dari 0,05% karena menggunakan taraf
kepercayaan 95%. Jika nilai sig kurang dari 0,05 maka H0 dan Ha
diterima.
Hasil dari metode Witkins Et Al dengan uji Test Homogeneity
of Variences adalah < 0,05 varian data tidak terdistribusi homogen,
kemudian dilakukan uji One Way Anova Tests of Normality.Hasil data
dari normalitas sig < 0,05 maka normalitas tidak diterima, artinya
pemberian obat berpengaruh terhadap persen daya analgetik
obat.Karena hasil Test of Homogeneity of Variances dan Tests of
Normality<0,05 maka dilakukan test statistik dengan cara mengkruskal
dan didapatkan hasil dari kruskal yaitu asymp.sig >0,05, artinya
perbedaan dalam setiap pemberian obat, tidak mempengaruhi persen
daya analgetik obat. Maka hal ini sesuai dengan teoritis dimana H0
diterima apabila nilai sig lebih dari 0,05% karena menggunakan taraf
kepercayaan 95%. Jika nilai sig kurang dari 0,05 maka H0 dan Ha
diterima.
VI. KESIMPULAN
a. Analgetika adalah obat yang dapat mengurangi atau
menghilangkan rasa nyeri dan akhirnya akan memberikan rasa
nyaman pada orang yang menderita tanpa menghilangkan
kesadaran.
b. Pada metode witkin et al efek analgetik paling besar adalah asam
mefenamat karena pada onset of action dalam waktu 33 detik
sudah menimbulkan geliat.
c. Hasil percobaan yang memiliki persentase daya analgetik paling
tinggi dari kedua metode yaitu asam mefenamat, biogesic,
ibuprofen dan yang terendah adalah antalgin. Sedangkan
berdasarkan teoritis persentase daya analgetik paling tinggi adalah
antalgin, asam mefenamat, ibuprofen dan yang terendah adalah
biogesic.
d. Respon nyeri tiap mencit berbeda karena faktor genetik mencit,
kondisi fisik, tingkat stress mencit, dan perbedaan dosis.
e. Hasil dari metode Jansen & Jaqeneau dilakukan uji One Way
Anova Tests of Normality. Hasil data dari normalitas sig > 0,05
maka normalitas diterima, artinya pemberian obat tidak
berpengaruh terhadap waktu onset obat. Sedangkan Hasil dari
Anova sig > 0,05 maka H0 diterima, artinya pemberian obat tidak
berpengaruh terhadap waktu onset obat karna tidak ada perbedaan
yang signifikan terhadap kelima macam obat. Hasil dari metode
Witkins Et Al dilakukan test statistik dengan cara mengkruskal dan
didapatkan hasil dari kruskal yaitu asymp.sig > 0,05, artinya
perbedaan dalam setiap pemberian obat, tidak mempengaruhi
persen daya analgetik obat.
DAFTAR PUSTAKA

Gunawan. 2009. Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta : Fakultas kedokteran


Universitas Indonesia.

Ganiswara, S. G. (Ed). 2008.Farmakologi dan Terapiedisi revisi 5. BalaiPenerbit


Falkultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.

Priyanto. 2008.Farmakologi Dasar Edisi II. Leskonfi: Depok

Priyanto. 2008. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta : Salemba Medika


LAMPIRAN

1. Apakah analgetika itu?


2. Mengapa analgetika kadang-kadang perlu diberikan kepada penderita?
3. Bagaimana terjadinya rasa nyeri?
4. Bagaimana daya analgetika opioid dan non opioid?

Jawab :
1. Analgetika adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa
nyeri dan akhirnya akan memberikan rasa nyaman pada orang yang
menderita tanpa menghilangkan kesadaran.
2. Analgetika kadang-kadang perlu diberikan karena untuk mengurangi rasa
nyeri pada penderita yang dapat ditimbulkan oleh berbagai rangsang
mekanis,kimia, dan fisis.
3. Rasa nyeri terjadi akibat terlepasnya mediator-mediator nyeri (misalnya
bradikinin, prostaglandin) dari jaringan yang rusak yang kemudian
merangsang reseptor nyeri di ujung saraf perifer ataupun ditempat lain.
Dari tempat-tempat ini selanjutnya rangsang nyeri diteruskan ke pusat
nyeri dikorteks cerebri oleh saraf sensoris melalui sumsum tulang
belakang dan talamus.
4. Daya analgetik
a. Mekanisme kerja Analgetik Opioid
Mekanisme kerja utamanya ialah dalam menghambat enzim
sikloogsigenase dalam pembentukan prostaglandin yang dikaitkan
dengan kerja analgetiknya dan efek sampingnya.
Efek depresi SSP beberapa opioid dapat diperhebat dan
diperpanjang oleh fenotiazin, penghambat monoamine oksidase
dan antidepresi trisiklik. Mekanisme supreaditif ini tidak diketahui
dengan tepat mungkin menyangkut perubahan dalam kecepatan
biotransformasi opioid yang berperan dalam kerja opioid. Beberapa
fenotiazin mengurangi jumlah opioid yang diperlukan untuk
menimbulkan tingkat analgesia tertentu. Tetapi efek sedasi dan
depresi napas akibat morfin akan diperberat oleh fenotiazin tertentu
dan selain itu ada efek hipotensi fenotiazin.
b. Mekanisme Kerja Obat Analgesik Non-Nakotik
Hipotalamus merupakan bagian dari otak yang berperan dalam
mengatur nyeri dan temperature. AINS secara selektif dapat
mempengaruhi hipotalamus menyebabkan penurunan suhu tubuh
ketika demam. Mekanismenya kemungkinan menghambat sintesis
prostaglandin (PG) yang menstimulasi SSP. PG dapat
meningkatkan aliran darah ke perifer (vasodilatasi) dan berkeringat
sehingga panas banyak keluar dari tubuh.
Efek analgetik timbul karena mempengaruhi baik di
hipotalamus atau di tempat cedera. Respon terhadap cedera
umumnya berupa inflamasi, udem, serta pelepasan zat aktif seperti
brandikinin, PG dan histamin. PG dan brandikinin menstimulasi
ujung saraf perifer dengan membawa impuls nyeri ke SSP. AINS
dapat menghambat sintesis PG dan brandikinin sehingga
menghambat terjadinya perangsangan reseptor nyeri. Obat-obat
yang banyak digunakan sebagai analgetik dan antipiretik adalah
golongan salisilat dan asetominafin (parasetamol).

You might also like