You are on page 1of 10

2.

1 Pengertian
ARDS merupakan bentuk gagal nafas yang berbeda ditandai dengan
hipoksemia berat yang resisten terhadap pengobatan konvensional. ARDS terjadi
setelah berbagai penyakit (sepsis, aspirasi isi lambung, trauma serius), yang
menyebabkan peningkatan permeabilitas dan edema paru nonkardiogenik yang
berat. (Sylvia A. Price, 2006 dalam Amin H. Nurarif, 2015)
Menurut Jeniver P. Kowalak (2011), sindrom gawat pernafasan pada dewasa
(Adult Respiratory Distress Syndrome, ARDS) merupakan bentuk edema paru yang
dapat dengan cepat menimbulkan gagal nafas akut. Sindrom ini juga dikenal dengan
nama Shock Lung, Stiff Lung, White Lung, Wet Lung, Da Na Lung. ARDS dapat
terjadi sesudah cidera langsung atau tidak langsung pada paru-paru. Oleh karena
itu, penegakkan diagnosis ARDS cukup sulit dan kematian dapat terjadi dalam
tempo 48 jam sesudah sindrom pertama jika diagnosis tidak segera diketahui dan
penanganan tidak segera dilakukan.

Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan keadaan gagal


napas mendadak yang timbul pada klien dewasa tanpa kelainan paru yang
mendasari sebelumnya. Sulit untuk membuat definisi secara tepat, karena
patogenesisnya belum jelas dan terdapat banyak faktor predisposisi seperti syok
karena pendarahan, sepsis, rudapaksa/trauma pada paru atau bagian tubuh lainnya,
pankreatitis akut, aspirasi cairan lambung, intoksikasi atau metadon. (Arif Mutakin
, 2008 Salemba Medika)
Diagnosis banding diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan edema
paru yang kardiogenik, vaskulitis paru, dan perdarahan paru yang difus. Pasien
yang berhasil sembuh dari sindrom ini bisa sedikit mengalami kerusakan paru yang
permanen atau sama sekali tidak mengalami kerusakan permanen pada paru-
parunya.

2.2 Etiologi
Menurut Jenifer P. Kowalak 2011, penyebab ARDS yang sering ditemukan,
meliputi :
1. Cidera pada paru-paru akibat trauma (penyebab paling sering), seperti kontusio
jalan nafas
2. Faktor yang ada berhubungan dengan trauma, seperti emboli paru, sepsis,
syok, kontusi paru dan transfusi multipel yang meningkatkan kemungkinan
mikro emboli
3. Anafilaksisi
4. Aspirasi isi lambung
5. Pneumonia difusa, khususnya pneumonia karena virus
6. Over dosis obat, seperti heroin, aspirin atau ethclorvinol
7. Reaksi obat yang ideosinkratik terhadap ampisilin atau hidroklorotiazid
8. Inhalasi gas berbahaya, seperti nitrous oksida, amonia, atau klorin
9. Keadaan nyaris tenggelam
10. Intoksikasi oksigen
11. Sepsis
12. Pencangkokan bypass arteri coronaria
13. Hemodialisis
14. Leukimia
15. Tuberkulusis milier akut
16. Pankreatitis
17. Purpura trombositipenik trombotik
18. Uremia
19. Emboli udara dalam darah vena

2.3 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala ARDS menurut Herdman T Heather (2013), meliputi:
1. Pernafasan yang cepat seta dangkal dan dispnea, yang terjadi beberapa jam
hingga beberapa hari pasca cidera awal.
2. Peningkatan frekuensi ventilasi akibat hipoksemia dan efeknya pada pusat
pneumotaksis
3. Retraksi intercostal dan suprastenal akibat peningkatan upaya yang dikeluhkan
untuk mengembangkan paru-paru yang kaku
4. Ronkhi basah dan kering yang terdengar dan terjadi karena penumpukan cairan
di dalam paru-paru.
5. Gelisah, khawatir dan kelambanan mental yang terjadi karena sel-sel otak
mengalami hipoksia
6. Disfungsi motorik yang terjadi ketika hipoksia berlanjut
7. Takikardi yang menandakan upaya jantung untuk memberikan lebih banyak
lagi oksigen kepada sel dan organ vital
8. Asidosis respiratorik yang terjadi ketika karbondioksida bertumpuk didalam
darah dan kadar oksigen menurun
9. Asidosis metabolik yang pada akhirnya akan terjadi sebagai akibat kegagalan
mekanisme kompensasi.

2.4 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada ARDS menurut Jeniver P. Kowalak
(2011), meliputi:
1. Hipotensi
2. Penurunan keluaran urin
3. Asidosis metabolik
4. Asidosis respiratorik
5. MODS (Multisystem Organ Dysfunction Syndrome)
6. Fibrilasi ventrikel
7. Ventricular arrest

2.7 Pemeriksaan Diagnostik


Menurut Jeniver P. Kowalak (2011), pemerikasaan yang harus dilakukan
untuk membantu menegakkan diagnosis ARDS adalah sebagai berikut:
2.7.1 Analisa gas darah arteri
Sementara pasien bernafas menghirup udara ruangan pada awalnya akan
mengungkap penurunan PaO2 (kurang dari 60 mmHg) dan penurunan PaCO2
(kurang dari 35 mmHg). Meskipun telah diberikan terapi oksigen, keadaan
hipoksemia merupakan petunjuk utama ARDS. Nilai pH darah yang diakibatkan
mencerminkan alkaliosis respiratorik. Ketika ARDS semakin parah, hasil analisis
gas darah arteri memperlihatkan asidosis respiratorik yang terbukti melalui
peningkatan PaCO2 (diatas 45 mmHg), asidosis metabolik yang tebukti melalui
penurunan HCO3 hingga kurang dari 22 mEq/L dan penurunan PaO2 meskipun
sudah dilakukan terapi oksigen.
2.7.2 Kateterisasi Arteri Pulmonalis
Membantu mengidentifikasi penyebab edema paru (kardiak versus non
kardiak) dengan mengukur tekanan baji arteri pulmonalis (pulmonary artery wedg
pressure, PAWP). Pemeriksaan ini juga memungkinkan pengambilan darah dari
arteri pulmonalis yang akan memperlihatkan penurunan saturasi oksigen yang
mencerminkan hipoksia jaringan; mengukur tekanan arteri pulmonalis; mengukur
curah jantung dengan teknik termodilusi; dan memberikan informasi yang
memungkinkan penghitungan persentase darah yang memintas melalui paru-paru.
2.7.3 Foto Serial Thoraks
Pada stadium dini memperlihatkan infiltrat bilateral; pada stadium lanjut
dapat telihat gambaran ‘ground glass’ dan warna putih yang menyeluruh (pada
hipoksemia yang ireversibel) dikedua lapangan paru. Untuk membedaka ARDS
dengan gagal jantung, perhatikan bahwa siluet jantung yang normal terlihat difus;
inviltrat bilateral cenderung lebih ke perifer dan berupa bercak-bercak sehingga
berbeda dari gambaran ‘bat wing’ perihiler yang biasanya di temukan pada edema
paru kardiogenik; dan efusi pleura terdapat dengan jumlah cairan yang lebih sedikit.

2.7.4 Analisa sputum


Meliputi pewarnaan gram dan pemeriksaan kultur serta sensitivitas
menunjukkan mikroorganisme penyebab infeksi.
2.7.5 Pemeriksaan kultur darah
Menunjukkan mikroorganisme penyebab infeksi.
2.7.6 Pemeriksaan skrining toksikologi
Dapat menemukan pemakaian obat.
2.7.7 Pemeriksaan kadar amilase serum
Dapat menyingkirkan kemungkinan pankreatitis.

2.8 Penatalaksanaan
Menurut Jenifer P. Kowalak (2011), terapi difokuskan kepada koreksi
penyebab ARDS dan pencegahan progrestifitas hipoksemia serta asidosis
respiratorik. Penanganannya dapat meliputi :
1. Pemberian oksigen yang diatur kelembapannya melalui masker yang pas
sehingga memungkinkan penggunaan tekanan positif saluran nafas yang
kontinu.
2. Pada keadaan hipoksemia yang tidak cukup responsif terhadap tindakan diatas,
dukungan ventilasi dapat dilakukan dengan intubasi, ventilasi volume, dan
PEEP (posistive end-expiratory pressure).
3. Ventilasi dengan rasio terbaik yang dikontrol oleh tekanan untuk membalikkan
rasio inspirasi-ekspirasi konvensional dan meminimalkan resiko baru trauma
(Pernafasan mekanis harus dibatasi tekanannya untuk mencegah kerusakan
lebih lanjut pada alveoli paru).
4. Hiperkapnia yang diperbolehkan untuk membatasi peak inspiratory pressure
(meskipun pengeluaran karbondioksida terganggu, penanganan tidak
dilakukan bagi perubahan selanjutnya pada konsekuensi hidrogen serta oksigen
darah).
5. Obat-obat golongan sedatif, narkotik, atau penyekat neuromuskuler, seperti
pankuronium bromida, yang dapat diberikan selama pelaksanaan ventilasi
mekanis untuk mengurangi kegelisahan, konsumsi oksigen serta produksi
karbondioksida, dan untuk memfasilitasi ventilasi.
6. Pemberian sodium bikarbonat yang dapat membalikkan asidosis metabolik
yang berat.
7. Pemberian cairan IV untuk mempertahankan tekanan darah dengan dengan
mengatasi hipovolemia.
8. Pemberian preparat vasopresor untuk mempertahankan tekanan darah.
9. Pemberian preparat antimikroba untuk mengatasi infeksi nonvirus.
10. Pemberian preparat diuretik untuk mengurangi edema intertisial dan edema
paru.
11. Koreksi ketidakseimbangan elektrolit dan asam-basa untuk mempertahankan
integritas sel, khusunya pompa natrium-kalium.
12. Pembatasan cairan untuk mencegah bertambahnya edema intertisial dan edema
paru.

2.9 Pengkajian
2.9.1 Anamnesa
1. Keadaan umum:
Takipnea, dispnea, sesak nafas, pernafasan menggunakan otot aksesoris
pernafasan dan sianosis sentral.
2. Riwayat Penyakit Sekarang:
Sesak nafas, bisanya berupa pernafasan yang cepat dan dangkal. Batuk kering
dan demam yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai seharian. Kulit terlihat
pucat atau biru.
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
Sepsis, Shock (hemoragi, pankreatitis hemoragik), Luka bakar hebat,
Tenggelam DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation), Pankreatitis,
Uremia, Bedah Cardiobaypassyang lama, PIH (Pregnand Induced
Hipertension), Peningkatan TIK, Trauma hebat (cedera kepala, cedera dada,
rudapaksa paru), Radiasi, Fraktur majemuk (emboli lemak berkaitan dengan
fraktur tulang panjang seperti femur), Riwayat merokok.
4. Riwayat Penyakit Keluarga.
5. Riwayat Alergi.
1. Airway : Mengenali adanya sumbatan jalan napas
a. Peningkatan sekresi pernapasan
b. Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
c. Jalan napas adanya sputum, secret, lendir, darah, dan benda asing,
d. Jalan napas bersih atau tidak

2. Breathing
a. Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,
retraksi.
b. Frekuensi pernapasan : cepat
c. Sesak napas atau tidak
d. Kedalaman Pernapasan
e. Retraksi atau tarikan dinding dada atau tidak
f. Reflek batuk ada atau tidak
g. Penggunaan otot Bantu pernapasan
h. Penggunaan alat Bantu pernapasan ada atau tidak
i. Irama pernapasan : teratur atau tidak
j. Bunyi napas Normal atau tidak

3. Circulation
a. Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
b. Sakit kepala
c. Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental,
mengantuk
d. Papiledema
e. Penurunan haluaran urine

4. Disability
a. Keadaan umum : GCS, kesadaran, nyeri atau tidak
b. adanya trauma atau tidak pada thorax
c. Riwayat penyakit dahulu / sekarang
d. Riwayat pengobatan
e. Obat-obatan / Drugs

5. Exposure
a. Pemeriksaan meliputi seluruh bagian tubuh disertai tindakan untuk
mencegah hipotermia
b. Sekunder
c. Keluhan utama (bila nyeri = PQRST)
d. Alergi terhadap obat, makanan tertentu.
e. Medikasi/Pengobatan terakhir.
f. Last meal (makan terakhir)
g. Event of injury/penyebab injury
h. Pengalaman pembedahan.
i. Riwayat penyakit sekarang
j. Riwayat penyakit dahulu.
k. Head to toe

2.9.2 Pemeriksaan Fisik.


B1 (Breath): sesak nafas, nafas cepat dan dangkal, batuk kering, ronkhi basah,
krekelshalus di seluruh bidang paru, stridor, wheezing.
B2 (Blood): pucat, sianosis (stadium lanjut), tekanan darah bisa normal
ataumeningkat (terjadinya hipoksemia), hipotensi terjadi pada
stadium lanjut(shock), takikardi biasa terjadi, bunyi jantung normal
tanpa murmur ataugallop.
B3 (Brain) : kesadaran menurun (seperti bingung dan atau agitasi), tremor.
B4 (Bowel) : -
B5 (Bladder): -
B6 (Bone) : penggunaan otot bantu pernafasan, kemerahan pada kulit punggung
setelah beberapa hari dirawat.
2.9.3 Pemeriksaan Diagnostik.
1. LED : meningkat pada hampir semua kasus, jumlah eosinofilnya normal.
2. Tes fungsi paru : normal atau menunjukan defek restriktik disertai gangguan
pertukaran udara.
3. BGA : hasil BGA menunjukan adanya hipoksemia.
4. Bioksi darah : PaO2/FiO2< 200 = ARDSPaO2/FiO2< 300=ALI
5. Foto thorak dan CT: terdapat infiltrasi jaringan parut lokasi terpusat pada
region perihilir paru yang biasanya multivokal. Pada tahap lanjut, interstisial
bilatareral difus dan alveolar infiltrate menjadi bukti dan dapat melibatkan
semua lobus paru.Ukuran jantung normal, berbeda dari edema paru
kardogenik.
6. Gas darah arteri seri membedakan gambaran kemajuan hipoksemia,
hipokapnea dapat terjadi pada tahap awal sehubungan dengan hiperventilasi.
Alkalosis respiratorik dapat terjadi pada tahap dini dan pada tahap lanjut terjadi
asidosis metabolik. Tes fungsi paru, Pengukuran pirau, dan kadar asam laktat
meningkat (Doenges1999 Hal 218 – 219 ).

2.10 Diagnosa Keperawatan

2.11 Implementasi
Implementasi yang dilakukan berdasarkan rencana keperawatan yang telah
dibuat dan disesuaikan dengan kondisi pasien.

2.12 Evaluasi
Evaluasi adalah hasil dari asuhan keperawatan yang di berikan apakah
sesuai dengan kriteria hasil ataukah masalah belum teratasi
DAFTAR PUSTAKA

Anymous.2015. Asuhan Keperawatan Ny. H Dengan ARDS. www.murahhati.co.


vu/2015/asuhan-keperawatan-ny-h-dengan-ards.html. Diakses pada tanggal
25-02-2016 14.15

Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8


vol.1.Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Doengoes, M.E.2000.Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC. Jakarta

Herdman,T.Heather. 2013. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-


2013. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Kowalak, Jennifer P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC

Nurarif, Amin H.2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 1. Jogyakarta: Mediaction

Widarti Diyah.2011.Asuhan Keperawatan pada pasien ARDS. http://diyah-


widiarti.blogspot.co.id/2011/11/asuhan-keperawatan-pada-ARDS..html.
Diakses pada tanggal 25-02-2016 13.09

You might also like