You are on page 1of 15

LAPORAN PENDAHULUAN OSTEOARTRITIS

1. Definisi
Osteoartritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degenaeratif atau
osteoartritis (sekalipun terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi yang paling
sering ditemukan dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas) (Nanda
NicNoc,2012).
Osteoartritis adalaha kondisi dimana sendi terasa nyeri akibat inflamasi ringan
yang timbul karena gesekan ujung- ujung tulang penyusun sendi ( Soenarwo, 2011)
Osteoartritis adalah kondisi dimana sendi terasa nyeri akibat inflamasi ringan
yang timbul karena gesekan ujung- ujung tulang penyusun sendi.
Jadi osteoartritis merupakan kelainan yang bersifat progresif lambat yang
mengenai rawan sendi.
2. Epidemiologi
Angka kejadian OA sering dijumpai pada orang dengan usia 45 thn keatas dengan
angka kejadian pada wanita lebh banyak daripada pria. Diseluruh dunia, diperkirakan
9,6% pria dan 18% wanita berumur 60 thn keatas, terkena OA. Insiden OA pada umur
kurang dari 20 tahun sekitar 10% dan meningkat lebh dari 80% pada umur lebih dari
55 tahun (Susanto,2011).
3. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor pencetus dari Osteoartritis yang banyak meyebabkan gejala,
meliputi:
1) Umur
Perubahan fisik dan biokimia yang terjadi sejalan dengan bertambahnya
usia dengan penurunan jumlah kolagen dan kadar air, dan endapannya
berbentuk pigmen yang berwarna kuning.
2) Pengausan
Pemakaian sendi yang berlebihan secara teoritis dapat merusak rawan sendi
melalui 2 mekanisme yaitu pengikisan dan proses degenerasi karena bahan
yang harus dikandungnya.
3) Kegemukan
Faktor kegemukan akan menambah beban pada sendi penopang berat
badan, sebaliknya nyeri atau cacat yang disebabkan oleh osteoartritis
mengakibatkan seseorang menjadi tidak aktif dan dapat menambah
kegemukan
4) Trauma
Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoartritis adalah trauma yang
menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan biomekanik sendi
tersebut.
5) Keturunan
Herbeden node merupakan salah satu bentuk osteortritis yang biasa
ditemukan pada pria yang kedua orang tuanya terkena osteoartritis
sedangkan wanita, hanya salah satu dari orang tuanya yang terkena.
6) Akibat penyakit radang sendi lain
Infeksi (artritis rematoid, infeksi akut, infeksi kronis) menimbulkan reaksi
peradangan dan pengeluaran enzim perusak matrik rawan sendi oleh
membran synovial dan sel- sel radang.
7) Joint mallignment
Pada akromegali karena pengaruh hormone pertumbuhan, maka rawan
sendi akan menebal dan menyebabkan sendi menjadi tidak stabil/ seimbang
sehingga memperceat proses degenerasi
8) Penyakit Endokrin
Pada hipertiroidisme terjadi produksi air dan garam- garam proteglikan
yang berlebihan pada seluruh jaringan penyokong sehinggga merusak sifat
fisik rawan sendi, ligament. Tendon, synovial, dan kulit pada diabetes
melitus, glukosa akan menyebabkan produksi proteaglandin menurun.
9) Deposit pada rawan sendi
Hemokromatosis,penyakit wilson, akronotis, kalsium pirofosfat dapat
mengendapkan homosiderin, tembaga polimer, asam hemogentisis, kristal
monosodium urat/ pirofosfat dalam rawan sendi.
b. Faktor Presipitasi
Demografi
Mereka yang terdiagnosis osteoartritis, sangatlah diperlukan adanya perhatian lebih
mengenai keadaan lingkungan. Ketika lingkungan sekitarnya yang tidak
mendukung. Maka kemungkinan besar klien akan merasakan gejala penyakit ini.
Banyak diantaranya ketika keadaan suhu lingkungan sekitar klien yang cukup
dingin, maka klien akan merasa ngilu, kekakuan sendi pada area- area yang biasa
terpapar, sulit untuk mobilisasi dan bahkan kelumpuhan.
4. Patofisiologi

Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak meradang,


dan progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses penuaan, rawan sendi
mengalami kemunduran dan degenerasi disertai dengan pertumbuhan tulang baru
pada bagian tepi sendi. Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan
kondrosit yang merupakan unsur penting rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga
diawali oleh stress biomekanik tertentu. Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan
dipecahnya polisakarida protein yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit
sehingga mengakibatkan kerusakan tulang rawan. Sendi yang paling sering terkena
adalah sendi yang harus menanggung berat badan, seperti panggul lutut dan kolumna
vertebralis. Sendi interfalanga distal dan proksimasi.
Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya gerakan.
Hal ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan penyempitan
ruang sendi atau kurang digunakannya sendi tersebut. Perubahan-perubahan
degeneratif yang mengakibatkan karena peristiwa-peristiwa tertentu misalnya cedera
sendi infeksi sendi deformitas congenital dan penyakit peradangan sendi lainnya akan
menyebabkan trauma pada kartilago yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik sehingga
menyebabkan fraktur ada ligamen atau adanya perubahan metabolisme sendi yang
pada akhirnya mengakibatkan tulang rawan mengalami erosi dan kehancuran, tulang
menjadi tebal dan terjadi penyempitan rongga sendi yang menyebabkan nyeri, kaki
kripitasi, deformitas, adanya hipertropi atau nodulus.
5. Klasifikasi
Osteoartritis diklasifikasikan menjadi:
a. Tipe primer (idiopatik) tanpa kejadian atau penyakit sebelumnya yang
berhubungan dengan osteoartritis.
b. Tipe skunder seperti akibat trauma, infeksi dan pernah mengalami fraktur.
6. Gejala Klinis
a. Nyeri sendi, keluhan utama
b. Hambatan gerak sendi, gangguan ini biasanya semakin berat dengan pelan-
pelan sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri.
c. Kaku pagi
d. Krepitasi, rasa gemeretak (kadang- kadang dapat terdengar) pada sendi yang
sakit.
e. Pembesaran sendi (deformitas)
f. Perubahan gaya berjalan
g. Tanda- tanda peradangan, tanda- tanda peradangan pada sendi ( nyeri ekan,
gangguan gerak, rasa hangat yang merata dan warna kemerahan)
7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi bila osteoartritis tidak ditangani yaitu terjadi
deformitas atau kerusakan struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit.
Pergeseran ulnar atau jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal, deformitas
bautonmere dan leher angsa pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal
yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal.
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus
peptikum yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti inflamasi
nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease modifying
antirhematoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan
mortalitas utama pada arthritis reumatoid.
Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas, sehingga sukar
dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan
dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik
akibat vaskulitis.
8. Pemeriksaan diagnostik (Penunjang)
a. Foto sinar X pada sendi- sendi yang terkena. Perubahan-perubahan yang dapat
ditemukan adalah
 Pembengkakan jaringan lunak
 Penyempitan rongga sendi
 Erosi sendi
 Osteoporosis juksta artikuler
b. Tes Serologi
 BSE Positif
 Darah, bisa terjadi anemia dan leukositosis
c. Pemeriksaan radiologi
 Periarticular osteopororsis, permulaan persendian erosi
 Kelanjutan penyakit: ruang sendi menyempit, sub luksasi dan ankilosis
d. Aspirasi sendi
Cairan sinovial menunjukkan adanya kekurangan serta proses radang aseptik,
cairan dari sendi dikultur dan bisa diperiksa secara makroskopik.
9. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan umum yang lengkap perlu dilakukan. Disamping menilai adanya
sinovasi pada setiap sendi, perhatikan juga hal- hal berikut ini:
a. Keadaan umum: komplikasi steroid, berat badan.
b. Tangan: meliputi vaskulitasi dan fungsi tangan
c. Lengan: Siku dan sendi bahu, nodul rematoid dan pembesaran kelenjar limfe
aksila.
d. Wajah: periksa mata untuk sindroma sjorgen, skleritis, episkelritis,
skleromalasia perforans, katarak anemia dan tanda- tanda hiperviskositas pada
fundus. Kelenjar parotis membesar
e. Mulut: (Kring, karies dentis, ulkus) catatan: artritis rematoid tidak
menyeababkan iritasi.
f. Leher: adanya tanda- tanda terkenanya tulang servikal.
g. Toraks: Jantung (adanya perikarditis, defek konduksi, inkompetensi katup
aorta dan mitral).Paru- paru (aadanya efusi pleura, fibrosis, nodul infark,
sindroma caplan)
h. Abdomen: andanya splenomegali dan nyeri tekan epigastrik
i. Panggu dan lutut: tungkai bawah danya ulkus, pembengkakan betis (kista
baker yang ruptur) neuropati, mononeuritis multipleks dan tanda- tanda
kompresi medula spinalis.
j. Kaki: efusi lutut, maka cairan akan mengisi cekungan medial dan kantong
suprapatelar mengakibatkan pembengkakan diatas dan sekitar patela yang
berbentuk seperti ladam kuda dan efusi sendi pergelangan kaki akan terjadi
pembengkakan pada sisi anterior.
k. Urinalisis: untuk protein dan darah, serta pemeriksaan rektum untuk
menentukan adanya darah.
10. Terapi/ Tindakan Penanganan
Prinsip utama pengobatan penyakit osteoartritis adalah dengan mengistirahatkan sendi
yang terserang. Karena jika sendi yang terserang terus digunakan akan memperparah
peradangan. Dengan mengistiratakan sendi secara rutin dapat mengurangi rasa nyeri
yang ditimbulkan. Embidaian bisa digunakan untuk imobilisasi dan mengistiratkan
satu atau beberapa sendi. Tetapi untuk mencegah kekakuan dapat dilakukan beberapa
gerakkan yang sistematis. Obat- obat yang digunakan untuk mengobati penyakit ini
adalah:
1. Obat anti peradangan non steroid, yang paling sering digunakan adalah aspirin
dan ibuprofen. Obat ini mengurangi pembengkakan sendi dan mengurangi
nyeri.
2. Obat slow-acting. Obat ini ditambahkan jika terbukti obat anti peradangan non
steroid tidak efektif setelah diberikan selama 2-3 bulan atau diberikan segera
jika penyakitnya berkembang cepat.
3. Kortikosteroid, misalnya prednison merupakan obat paling efektif untuk
mengurangi peradangan dibagian tubuh manapun. Kortikosteroid efektif
digunakan pada pemakaian jangka pendek, dan kurang efektif bila digunakan
dalam jangka panjang. Obat ini tidak memperlambat perjalanan pnyakit ini
dan pemakaian jangka panjang mengakibatkan berbagai efek samping., yang
melibatkan hampir setiap orang.
4. Obat Imunosupresif (contoh metotreksat,azatioprin, dan cyclophosphamide)
efektif unuk mengatasi artritis yang berat. Obat ini menekan peradangan
sehingga pemakaian kortikosteroid bisa dihindari atau diberikan dengan dosis
rendah.

Ada sejumlah cara penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai


tujuan- tujuan ini. Pendidikan, istirahat, latihan fisik dan termoterapi, gizi dan
obat- obatan.
a. Langkah pertama dari program penatalaksanaan ini adalah memberikan
pendidikan yang cukup tentang penyakit kepada pasien, keluarganya dan
siapa saja yang berhubungan dengan pasien. Pendidikan yang di berikan
meliputi pengertian tentang patofisiologis, penyebab, dan prognosis
penyakit ini, semua kompnen program penatalaksanaan termasuk regimen
obat yang kompleks, sumber- sumber bantuan untuk mengatasi penyakit
ini, dan metode-metode efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan
oleh tim kesehatan. Proses pendidikan ini harus dilakukan secara terus
menerus. Bantuan dapat diperoleh melalui club penderita. Badan- badan
kemasyarakatan dan dari orang- orang lain yang juga pendeita artritis
reumatoid serta keluarga mereka.
b. Istirahat penting karena osteartiritis biasanya disertai rasa lelah yang hebat.
Walaupun rasa lelah dan kekakuan sendi itu bisa timbul setiap hari, tetapi
ada masa- masa ketika pasien merasa lebih baik atau lebih berat. Kekakuan
dan rasa tidak nyaman dapat meningkat apabila beristirahat, hal ini berarti
bahwa pasien dapat mudah terbangun dari tidurnya pada malam hari
karena nyeri.
c. Latihan- latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi
sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi
yang sakit, sedikitnya dua kali sehari. Kompres panas pada sendi- sendi
yang sakit dan bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri. Mandi parafin
dengan suhu yang bisa diatur dan mandi dengan suhu panas dan dingin
dapat dilakukan di rumah.
d. Tindakan operatif dapat dilakukan apabila tindakan diatas sudah tidak
dapat menolong pasien lagi. Penggantian engsel (artoplasti) dilakukan
dengan mengganti engsel yang rusak dan diganti dengan alat lain yang
terbuat dari plastik atau metal yang disebut prostesis. Pembersihan
sambungan (debridemen) dapat dilakukan dengan mengangkat serpihan
tulang rawan yang rusak yang mengganggu pergerakan dan menyebabkan
nyeri saat pergerakan tulang. Penataan tulang dapat dipilih jika artroplasti
tidak dipilih pada kondisi tertentu, seperti osteoartritis pada anak dan
remaja. Penataan ini dilakukan agar sambungan/ engsel tidakmenerima
beban saat melakukan pergerakan.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian

1) Pengkajian fisik
a) Identitas
b) Keluhan utama
Klien mengeluh nyeri pada persendian, bengkak, dan terasa kaku.
c) Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan sakit pada persendian, bengkak, dan terasa kaku.
d) Pola fungsi Gordon
 Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya, saat klien sakit tindakan yang
dilakukan klien untuk menunjang kesehatannya.
 Nutrisi/metabolic
Kaji makanan yang dikonsumsi oleh klien, porsi sehari, jenis makanan, dan volume
minuman perhari, makanan kesukaan.
 Pola eliminasi
Kaji frekuensi BAB dan BAK, ada nyeri atau tidak saat BAB/BAK dan warna
 Pola aktivitas dan latihan
Kaji kemampuan klien saat beraktivitas dan dapat melakukan mandiri, dibantu atau
menggunakan alat
 Pola tidur dan istirahat
Kaji pola istirahat, kualitas dan kuantitas tidur, kalau terganggu kaji penyebabnya
 Pola kognitif-perseptual
Status mental klien, kaji nyeri dengan Provokasi (penyebab), Qualitas 9nyerinya
seperti apa), Reqion (di daerah mana yang nyeri), Scala (skala nyeri 1-10), Time
(kapan nyeri terasa bertambah berat).
 Pola persepsi diri
Pola persepsi diri perlu dikaji, meliputi; harga diri, ideal diri, identitas diri, gambaran
diri.
 Pola seksual dan reproduksi
kaji manupouse, kaji aktivitas seksual
 Pola peran dan hubungan
Kaji status perkawinan, pekerjaan
 Pola manajemen koping stress
 Sistem nilai dan keyakinan

b. Fungsional klien
1) Indeks Barthel yang dimodifikasi
Penilaian didasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam meningkatkan aktivitas
fungsional. Penilaian meliputi makan, berpindah tempat, kebersihan diri, aktivitas di
toilet, mandi, berjalan di jalan datar, naik turun tangga, berpakaian, mengontrol
defikasi dan berkemih. Cara penilaian:

NO KRITERIA BANTUAN MANDIRI

1 Makan 5 10

2 Minum 5 10

3 Berpindah dari kursi roda ketempat tidur/sebaliknya 5-10 15

4 Personal toilet (cuci muka, menyisir rambut, menggosok gigi) 0 5

5 Keluar masuk toilet (mencuci pakaian, menyeka tubuh, 5 10


menyiram)
6 Mandi 5 15

7 Jalan di permukaan datar 0 5

8 Naik turun tangga 5 10

9 Menggunakan pakaian 5 10

10 Kontrol bowel (BAB) 5 10

11 Kontrol Bladder (BAK) 5 10

Total skor

Cara penilaian:
< 60 : ketergantungan penuh/total
65-105 : ketergantungan sebagian
110 : mandiri

2) Indeks Katz
Pengkajian menggunakan indeks kemandirian katz untuk aktivitas kehidupan sehari-
hari yang berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau bergantung dari klien dalam
hal: makan, kontinen (BAB/BAK), berpindah, ke kamar mandi, mandi dan
berpakaian. Indeks Katz adalah pemeriksaan disimpulkan dengan system penilaian
yang didasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam melakukan aktivitas
fungsionalnya. Salah satukeuntungan dari alat ini adalah kemampuan untuk mengukur
perubahan fungsi aktivitas dan latihan setiap waktu, yang diakhiri evaluasi dan
aktivitas rehabilitasi. Pengukuran pada kondisi ini meliputi:
Termasuk kategori manakah klien?
A. Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB/BAK), menggunakan pakaian, pergi
ke toilet, berpindah dan mandi
B. Mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi diatas
C. Mandiri kecuali mandi dan salah satu fungsi lain
D. Mandiri kecuali mandi, berpakaian dan salah satu fungsi diatas
E. Mandiri kecuali mandi, berpakaian, ke toilet dan salah satu fungsi yang lain
F. Mandiri kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu fungsi yang
lain
G. Ketergantungan untuk semua fungsi diatas
Keterangan :

Mandiri berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan efektif dari orang lain,
seseorang yang menolak untuk melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan
fungsi, meskipun ia dianggap mampu.

c. Status mental dan kognitif gerontik


 Short Portable Mental Status Questioner (SPMSQ)
Digunakan untuk mendeteksi adanya tingkat kerusakan intelektual. Pengujian
terdiri atas 10 pertanyaan yang berkenan dengan orientasi, riwayat pribadi, memori
dalam hubungannya dengan kemampuan perawatan diri, memori jangka panjang
dan kemampuan matematis atau perhitungan (Pfeiffer, 2002).
NO PERTANYAAN BENAR SALAH

1 Tanggal berapa hari ini

2 Hari apa sekarang

3 Apa nama tempat ini

4 Alamat anda?

5 Berapa umur anda?

6 Kapan anda lahir (minimal tahun lahir)

7 Siapa presiden indonesia sekarang?

8 Siapa presiden ndonesia sebelumnya?

9 Siapa nama ibu anda?


10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari setiap angka baru,
semua secara menurun
Jumlah

Interpretasi hasil :
1) Salah 0-3 : fungsi intelektual utuh
2) Salah 4-5 : kerusakan intelektual ringan
3) Salah 6-8 : kerusakan intelektual sedang
4) Salah 9-10 : kerusakan intelektual berat

 MiniMental Status Exam (MMSE)


Mini mental status exam (MMSE) menguji aspek kognitif dari fungsi mental:
orientasi, registrasi, perhatian dan kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa. Nilai
kemungkinan ada 30, dengan nilai 21 atau kurang biasanya indikasi adanya
kerusakan kognitif yang memerlukan penyelidikan lanjut. Pemeriksaan
memerlukan hanya beberapa menit untuk melengkapi dan dengan mudah dinilai,
tetapi tidak dapat digunakan sendiri untuk tujuan diagnostic. karena pemeriksaan
MMSE mengukur beratnya kerusakan kognitif dan mendemonstrasikan perubahan
kognitif pada waktu dan dengan tindakan. Ini merupakan suatu alat yang berguna
untuk mengkaji kemajuan klien yang berhubungan dengan intervensi. Alat
pengukur status afektif bdigunakan untuk membedakan jenis depresi serius yang
mempengaruhi fungsi-fungsi dari suasana hati. Depresi adalah umum pada lansia
dan sering dihubungkan dengan kacau mental dan disorientasi, sehingga seorang
lansia depresi sering disalah artikan dengan dimensia. Pemeriksaan status mental
tidak dengan jelas membedakan antara depresi dengan demensia, sehingga
pengkajian afektif adalah alat tambahan yang penting.

2. Diagnosa keperawatan

a. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan agen cedera biologis, distensi jaringan


oleh akumulasi cairan/proses inflamasi, distruksi sendi.
b. Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri,
ketidaknyamanan, penurunan kekuatan otot
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik
serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi
d. Resiko trauma berhubungan dengan keterbatasan ketahanan fisik, perubahan
fungsi sendi
3. Perencanaan

No Diagnosa Rencana Keperawatan


Keperawatan Tujuan Intervensi
1. Nyeri b.d agen cedera Setelah diberikan asuhan Pain Management
biologis, distensi keperawatan selama 1x24 jam  Lakukan pengkajian nyeri secara
jaringan oleh diharapkan nyeri komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi,
akumulasi cairan, berkurang/terkontrol dengan
kualitas dan faktor presipitasi
destruksi sendi kriteria hasil :  Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
Mampu mengontrol nyeri  Evaluasi pengalaman nyeri masa
(tahu penyebab nyeri, lampau
mampu menggunakan  Kurangi faktor presipitasi nyeri
tehnik nonfarmakologi  Pilih dan lakukan penanganan nyeri
untuk mengurangi nyeri, (farmakologi, non farmakologi dan
mencari bantuan) inter personal)
Melaporkan bahwa nyeri  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
berkurang dengan menentukan intervensi
menggunakan manajemen  Ajarkan tentang teknik non
nyeri farmakologi
Mampu mengenali nyeri  Berikan analgetik untuk
(skala, intensitas, mengurangi nyeri
frekuensi dan tanda nyeri)  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Menyatakan rasa nyaman  Tingkatkan istirahat
setelah nyeri berkurang  Kolaborasikan dengan dokter jika
Tanda vital dalam rentang ada keluhan dan tindakan nyeri
normal tidak berhasil
 Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri

Analgesic Administration

 Tentukan lokasi, karakteristik,


kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
 Cek instruksi dokter tentang jenis
obat, dosis, dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
 Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
 Evaluasi efektivitas analgesik, tanda
dan gejala (efek samping)

2. Gangguan/kerusakan Setelah diberikan asuhan Exercise therapy : ambulation


mobilitas fisik b/d keperawatan selama 3x24 jam,  Monitoring vital sign
deformitas skeletal, diharapkanhambatan mobilisasi sebelm/sesudah latihan dan lihat
nyeri, fisik dapat diatasi dengan kriteria respon pasien saat latihan
ketidaknyamanan, :  Kaji kemampuan pasien dalam
penurunan .kekuatan mobilisasi
otot  Klien meningkat dalam  Latih pasien dalam pemenuhan
aktivitas fisik kebutuhan ADLs secara mandiri
 Mengerti tujuan dari sesuai kemampuan
peningkatan mobilitas  Dampingi dan Bantu pasien saat
 Memverbalisasikan mobilisasi dan bantu penuhi
perasaan dalam kebutuhan ADLs ps.
meningkatkan kekuatan  Berikan alat Bantu jika klien
dan kemampuan memerlukan
berpindah  Bantu klien melakukan latihan
 Memperagakan ROM
penggunaan alat Bantu  Ajarkan pasien bagaimana merubah
untuk mobilisasi posisi dan berikan bantuan jika
(walker) diperlukan
3 Defisit perawatan diri Setelah diberikan asuhan
b/d kelemahan, keperawatan selama 3x24 jam, Self Care assistance : ADLs
 Monitor kemampuan klien untuk
kerusakan persepsi klien mampu merawat diri dengan
perawatan diri yang mandiri.
dan kognitif kriteria hasil :  Monitor kebutuhan klien untuk alat-
alat bantu untuk kebersihan diri,
 Klien terbebas dari bau berpakaian, berhias, toileting dan
badan makan.
 Menyatakan kenyamanan  Sediakan bantuan sampai klien
terhadap kemampuan mampu secara utuh untuk
untuk melakukan ADLs melakukan self-care.
 Dapat melakukan ADLS  Dorong klien untuk melakukan
dengan bantuan aktivitas sehari-hari yang normal
sesuai kemampuan yang dimiliki.
 Dorong untuk melakukan secara
mandiri, tapi beri bantuan ketika
klien tidak mampu melakukannya.
 Berikan aktivitas rutin sehari- hari
sesuai kemampuan.
.
4. Resiko trauma b/d Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama 3x24 jam, Environmental Management safety
penurunan fungsi  Sediakan lingkungan yang aman
diharapkan klien tidak/terhindar
sendi, keterbatasan untuk pasien
dari resiko trauma dengan criteria:  Identifikasi kebutuhan keamanan
ketahanan fisik pasien, sesuai dengan kondisi fisik
 Klien terbebas dari cedera dan fungsi kognitif pasien dan
 Klien mampu menjelaskan riwayat penyakit terdahulu pasien
faktor resiko dari  Menghindarkan lingkungan yang
lingkungan/perilaku berbahaya (misalnya memindahkan
personal perabotan)
 Mampu memodifikasi  Memasang side rail tempat tidur
gaya hidup untuk  Menyediakan tempat tidur yang
mencegah injuri nyaman dan bersih
 Menempatkan saklar lampu
ditempat yang mudah dijangkau
pasien.
 Memberikan penerangan yang
cukup
 Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
 Memindahkan barang-barang yang
dapat membahayakan
 Berikan penjelasan pada pasien dan
keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan
penyebab penyakit.
4.Implementasi
Impementasi sesuai intervensi
5.Evaluasi
1) Nyeri Akut
S : pasien mengatakan bahwa tidak nyeri
O : Kaji PQRST
A : masalah teratasi
P : Pertahankan kondisi pasien
2) Gangguan/kerusakan mobilitas fisik
S : Pasien mengatakan tidak mengalami hambatan mobilisasi fisik
O : pasien terlihat mampu melakukan aktifitas seperti berpindah dan kekuatan otot
kuat
A : masalah teratasi
P : Pertahankan kondisi pasien
3) Defisit perawatan diri
S : pasien mengatakan mampu merawat diri secara mandiri
O : pasien terlihat ADLs mandiri
A : masalah teratasi
P : Pertakankan kondisi pasien
4) Resiko trauma
S : pasien mengatakan tidak mengalami cedera
O : pasien terlihat dapat menjelaskan faktor resiko dri lingkungan dan personal
A : masalah teratasi
P : Pertahankan kondisi pasien
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/doc/145145228/LP-Osteoartritis

You might also like