You are on page 1of 19

KONSEP DASAR

A. Definisi

Diabetes berasal dari bahasa Yunani yg berarti “mengalirkan atau mengalihkan” (siphon).
Mellitus berasal dari bahasa latin yg bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes melitus
bisa diartikan individu yg mengalirkan volume urine yg banyak dengan kadar glukosa
tinggi. Diabetes melitus ialah penyakit hiperglikemia yg ditandai dengan ketidak adaan
absolute insulin/penurunan relative insensitivitas sel pada insulin (Corwin, 2009).

Menurut American Diabetec Associatiion (ADA) th 2005, DM ialah sebuah kelompok


panyakit metabolik dengan adanya karakterristik hiperglikemia yg terjadi dikarenakan
adanya kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau bisa saja terjadi kedua-duanya.
Diabetes Mellitus (DM) yaitu kelainan defisiensi dari insulin & kehilangan toleransi pada
glukosa ( Rab, 2008)

DM ialah sekelompok kelainan heterogen yg ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam
darah atau hiperglikemia yg disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yg tidak
adekuat (Brunner & Suddart, 2002).

B. Klasifikasi

Dokumen konsesus th 1997 oleh American Diabetes Association’s Expert Committee on


the Diagnosis & Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4 type utama diabetes,
yakni : (Corwin, 2009)

 Type I : Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) atau sebuah Diabetes Melitus
tergantung insulin (DMTI) 5% hingga 10% penderita diabetik umumnya type I.
Sel-sel beta dari pankreas yg normalnya ialah menghasilkan insulin namun
dihancurkan oleh proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol
kadar gula darah. Awitannya mendadak umumnya terjadi sebelum umur 30 th.
 Type II : Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau disebut
Diabetes Mellitus yang tidak tergantung insulin (DMTTI) Sembilan puluh %
hingga 95% penderita diabetik yaitu type II. Keadaan ini diakibatkan oleh
penurunan sensitivitas pada insulin (resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah
pembentukan insulin. Pengobatan pertama ialah dengan diit & olah raga, apabila
kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan sebuah preparat
hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, bila preparat oral tidak dapat
mengontrol hiperglikemia). Terjadi amat sering pada mereka yg berumur lebih dari
30 th & pada mereka yg obesitas.
 DM type lain
Dikarenakan adanya kelainan genetik, obat, infeksi, penyakit pankreas (trauma
pankreatik), antibodi, penyakit dengan karakteristik gangguan endokrin. &
sindroma penyakit lain.
 Diabetes Kehamilan : Gestasional Diabetes Melitus (GDM) Diabetes yg terjadi
pada perempuan hamil yg sebelumnya tidak mengidap diabetes.
C. Etiologi
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)

Factor genetic : Umumnya penderita diabetes tidak mewarisi diabetes type I itu sendiri
namun mewarisi sebuah presdisposisi atau sebuah kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes type I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yg
memililiki type antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA ialah kumpulan
gen yg bertanggung jawab atas antigen tranplantasi & proses imun lainnya.

Factor imunologi : Pada diabetes type I terdapat fakta adanya sebuah respon autoimun.
Ini adalah respon abnormal di mana antibody terarah pada jaringan normal tubuh secara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yg dianggapnya seakan-akan sebagai jaringan asing.

Factor lingkungan : Factor eksternal yg akan memicu destruksi sel β pancreas, sebagai
sampel hasil penyelidikan menyebutkan bahwa virus atau toksin tertentu akan memicu
proses autoimun yg bisa memunculkan destuksi sel β pancreas.

2. Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI)


Umumnya penyebab dari DM type II ini belum diketahui, faktor genetic diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya sebuah resistensi insulin.
Diabetes Melitus tidak tergantung insulin ( DMTTI ) penyakitnya memiliki pola
familiar yg kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin ataupun
dalam kerja insulin. Pada awalnya nampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran pada
kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya pada reseptor-reseptor permukaan
sel tertentu, seterusnya terjadi reaksi intraselluler yg meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat sebuah kelainan dalam
pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini bisa disebabkan oleh berkurangnya jumlah
tempat reseptor yg rumumnya esponsif insulin pada membran sel. Dan menyebabkan
terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan sebuah
system transport glukosa. Kadar glukosa normal akan dipertahankan dalam saat yg
cukup lama & meningkatkan sekresi insulin, namun pada hasilnya sekresi insulin yg
beredar tak lagi memadai untuk mempertahankan kadar euglikemia. Diabetes Melitus
type II disebut pula Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) atau bisa
disebut dengan Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yg adalah satu
buah group heterogen bentuk-bentuk Diabetes yg lebih ringan, terutama dijumpai
pada orang dewasa, namun terkadang akan timbul pada periode kanak-kanak.

Factor risiko yg berhubungan dengan proses terjadinya DM type II, diantaranya


yaitu :

 umur(resistensi insulin cenderung meningkat pada umur di atas 65 thn)


 Obesitas
 Riwayat keluarga
 Kelompok etnik
D. Patofisiologi

Diabetes type I. Pada diabetes type satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan
insulin dikarenakan sel-sel beta pankreas sudah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yg tidak terukur oleh hati. Di
samping itu glukosa yg berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meski
tetap berada dalam darah & menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Apabila konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak bisa menyerap
kembali semua glukosa yg tersaring ke luar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam
urin (glukosuria). Ketika glukosa yg berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini
dapat disertai pengeluaran cairan & elektrolit yg berlebihan. Kondisi ini disebut diuresis
osmotik. Yang Merupakan akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien bakal
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) & rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin pula dapat menggangu metabolisme protein & lemak yg menyebabkan
penurunan berat badan. Pasien akan mengalami peningkatan selera makan (polifagia),
akibat adanya penurunan simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan &
kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan terjadinya glikogenolisis
(pemecahan glukosa yg disimpan) & glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari
dari asam-asam amino & substansi lain), tetapi pada penderita defisiensi insulin, proses
ini bakal terjadi tanpa gangguan & selanjutnya bisa saja menimbulkan hiperglikemia. Di
Samping itu dapat terjadi pemecahan lemak yg mengakibatkan peningkatan produksi
tubuh keton yg merupakan product samping pemecahan lemak. Tubuh keton yaitu asam
yg menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya terlalu berlebihan.
Ketoasidosis yg diakibatkannya akan menyebabkan tanda-tanda & gejala seperti nyeri
pada abdomen, merasa mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton & apabila tak
ditangani bakal menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan menyebabkan terjadi
kematian. Pemberian insulin dengan cairan & elektrolit sesuai kebutuhan akan
memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik yang terjadi tersebut & mengatasi gejala
hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet & latihan disertai pemantauan kadar gula darah yg
sering ialah komponen terapi yg penting.
Diabetes type II. Pada diabetes type II terdapat dua masalah utama yg berhubungan
dengan insulin yaitu resistensi insulin & gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
bakal terikat dengan reseptor khusus yang pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya
insulin dengan resptor tersebut, terjadi sebuah rangkaian reaksi dalam metabolisme
glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes type II disertai dengan adanya
sebuah penurunan reaksi intrasel ini. Dengan begitu insulin menjadi tak efektif buat
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin &
untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus adanya sebuah peningkatan
jumlah insulin yg disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini
terjadi akibat sekresi insulin yg berlebihan & kadar glukosa akan dipertahankan pada
tingkat yg normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, seandainya sel-sel beta tak
bisa mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa bakal
meningkat & berlangsung diabetes type II. Meski terjadi gangguan sekresi insulin yg
merupakan ciri khas DM type II, tetapi masih terdapat insulin dengan jumlah yg adekuat
buat mencegah pemecahan lemak & produksi badan keton yg menyertainya. Lantaran itu
ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes type II. Walau begitu, diabetes type II yg
tidak terkontrol bakal menimbulkan masalah akut yang lain yg disebut sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).

Diabetes type II seringkali terjadi pada penderita diabetes yg berumur lebih dari 30 th &
obesitas. Akibat intoleransi glukosa yg berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) &
progresif, sehingga awitan diabetes type II bisa terjadi tanpa terdeteksi. Apabila
gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan & bisa mencakup
kelelahan, poliuria, iritabilitas, polidipsi, luka pada kulit yg lama sembuh-sembuh,
infeksi vagina atau pandangan yg kabur (apabila kadra glukosanya sangat tinggi).
Pathway DM
E. Manifestasi Klinis
1. Diabetes Type I
o Hiperglikemia berpuasa
o Glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
o Keletihan & kelemahan
o Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau
buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, bahkan menyebabkan kematian)
2. Diabetes Type II
o Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
o Komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
o Gejala umumnya bersifat ringan mencakup keletihan, gampang tersinggung,
poliuria, polidipsia, luka pada kulit yg sembuhnya lama, infeksi vaginal,
penglihatan kabur
F. Data Penunjang
 Glukosa darah : gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200 mg/dl, 2
jam sesudah pemberian glukosa.
 Asam lemak bebas : kadar lipid & kolesterol meningkat
 Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
 Osmolalitas serum : meningkat namun umumnya < 330 MOsm/I
 Elektrolit : Na bisa saja normal, meningkat/menurun, K normal atau terjadi
peningkatan semu seterusnya akan menurun, fosfor sering menurun.
 Trombosit darah : Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis & hemokonsentrasi yaitu
respon pada stress atau infeksi.
 Gas darah arteri : menunjukkan Ph rendah & penurunan HCO3
 Ureum/kreatinin : kemungkinan meningkat atau normal
 Insulin darah : mungkin saja menurun/ tak ada (Type I) atau normal sampai tinggi
(Type II)
 Urine : gula & aseton positif
 Kultur & sensitivitas : mungkin saja adanya ISK, infeksi pernafasan & infeksi luka.
G. Komplikasi

Komplikasi yg berkaitan dengan ke-2 jenis DM (Diabetes Melitus) digolongkan sebagai akut
& kronik (Mansjoer dkk, 2007)

1. Komplikasi akut
Komplikasi akut bisa terjadi karena sebuah akibat dari ketidakseimbangan jangka
pendek dari glukosa darah

a. Hipoglikemia / Koma Hipoglikemia


Hipoglikemik yakni kadar gula darah yg rendah. Kadar gula darah yg normal 60-
100 mg% yg bergantung pada berbagai kondisi. Salah satu bentuk dari kegawatan
hipoglikemik yaitu koma hipoglikemik. Pada kasus spoor atau koma yg tak
diketahui sebabnya sehingga mesti dicurigai sebagai suatu hipoglikemik &
merupakan alasan untuk pembarian glukosa. Koma hipoglikemik kebanyakan
disebabkan oleh overdosis insulin. diluar itu dapat juga disebabkan oleh karana
terlambat makan atau olahraga yg berlebih.
Diagnosa dibuat dari tanda klinis dengan gejala hipoglikemik terjadi kalau kadar
gula darah di bawah 50 mg% atau 40 mg% pada proses pemeriksaaan darah jari.

Penatalaksanaan kegawat daruratan :

Pengatasan hipoglikemi bisa diberikan bolus glukosa 40% & umumnya kembali
sadar pada pasien dengan type 1.

Tiap kondisi hipoglikemia mesti diberikan 50 cc D50 W dalam tempo 3-5 menit
& nilai status pasien dilanjutkan dengan pemberian D5 W atau D10 W
tergantung dari tingkat hipoglikemia itu sendiri

Pada hipoglikemik yg disebabkan oleh pemberian long-acting insulin &


pemberian diabetic oral sehingga diperlukan infuse yg berkelanjutan.

Hipoglikemi yg disebabkan oleh kegagalan glikoneogenesis yg terjadi pada


penyakit hati, ginjal, & jantung sehingga mesti diatasi hal penyebab kegagalan
dari ke-3 organ tersebut.

b. Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik (HHNC/ HONK).


HONK yakni kondisi hiperglikemi & hiperosmoliti tanpa timbulnya ketosis.
Umumnya konsentrasi gula darah lebih dari 600 mg bahkan hingga mencapai
angka 2000, tak terdapat aseton, osmolitas darah tinggi melewati angka 350 MOsm
perkilogram, tidak terdapat asidosis & fungsi ginjal pada biasanya terganggu di
mana BUN berbanding kreatinin lebih dari 30 : 1, Jumlah kadar elektrolit natrium
berkisar antara 100 hingga 150 MEq per liter kalium bervariasi.
Penatalaksanan Gawat Darurat :
Terapi hampir sama dengan KAD (Ketoasidosis Diabetic) dengan skema

Untuk mengatasi terjadinya dehidrasi diberikan cairan 2 jam pertama sebanyak 1 –


2 liter NaCl 0,2 %. Setelah inisial ini diberikan sebanyak 6 – 8 liter per 12 jam.
Untuk mengatasi hipokalemi bisa diberikan kalium. Insulin lebih sensitive di
bandingkan ketoasidosis diabetic & mesti dicegah bisa saja hipoglikemi. Oleh
karena itu, mesti dimonitoring dengan hati – hati yg diberikan ialah insulin regular,
tidak ada standar tertentu, hanya dapat diberikan 1 – 5 unit per jam & bergantung
pada adanya sebuah reaksi. Pengobatan tidak hanya dengan menggunakan therapy
insulin saja akan tetapi bisa diberikan infuse untuk dapat menyeimbangkan
pemberian cairan dari ekstraseluler ke intraseluler pada tubuh.

c. Ketoasidosis Diabetic (KAD)


Pengertian DM Ketoasidosis yaitu komplikasi akut diabetes mellitus yg ditandai
dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit & asidosis.
H. Penatalaksanaan
1. Medis
Tujuan utama dilakukannya terapi DM ialah agar dapat menormalkan aktivitas insulin
& kadar glukosa darah dalam usaha untuk mengurangi terjadinya sebuah komplikasi
vaskuler serta neuropatik. Tujuan therapy terapeutik pada setiap type DM adalah demi
mencapai kadar glukosa darah dalam batas normal tanpa terjadi hipoglikemia dan
gangguan serius pada pola aktivitas pasien sehari-hari. Ada lima komponen penting
dalam penatalaksanaan DM, yaitu :
a. Diet Syarat melakukan diet DM seharusnya dapat :
 Memperbaiki kesehatan umum pada penderita

 Mengarahkan pada berat badan dalam batas normal

 Menekan dan menunda timbulnya sebuah penyakit angiopati diabetik

 Memberikan sebuah modifikasi diit sesuai dengan kondisi pada penderita

 Menarik & mudah untuk diberikan

Prinsip diet DM, adalah :


 Jumlah sesuai kebutuhan

 Jadwal diet yang ketat


 Jenis : yang boleh dimakan / tidak

Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J


yakni:
 jumlah kalori yg diberikan harus habis, jangan dikurangi/ditambah

 jadwal diit harus bisa sesuai dengan intervalnya

 jenis makanan yg manis harus bisa dihindari

Penentuan jumlah kalori Diit DM harus disesuaikan oleh status gizi pada
penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of Relative
Body Weight (BBR = berat badan normal) dengan rumus :
 Kurus (underweight) apabila BBR < 90 %

 Normal (ideal) apabila BBR 90% – 110%

 Gemuk (overweight) apabila BBR > 110%

 Obesitas apabila BBR > 120%

 Obesitas ringan BBR 120 % – 130%

 Obesitas sedang BBR 130% – 140%

 Obesitas berat BBR 140% – 200%

 Morbid BBR >200 %

Sebagai sebuah pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari bagi para
penderita DM yg bekerja biasa yakni :
 Kurus (underweight) BB X 40-60 kalori perharinya

 Normal (ideal) BB X 30 kalori perharinya

 Gemuk (overweight) BB X 20 kalori perharinya

 Obesitas apabila BB X 10-15 kalori sehari

b. Latihan
Beberapa manfaat melakukan latihan teratur setiap hari bagi para penderita DM,
yakni :
 Meningkatkan kadar kepekaan insulin, jika dikerjakan setiap 1 1/2 jam sesudah
makan, berarti pula mengurangi terjadinya insulin resisten pada penderita
dengan kegemukan/menambah jumlah reseptor insulin & meningkatkan
sensivitas insulin dengan reseptornya.
 Memperbaiki aliran perifer serta menambah suplai oksigen yang ada

 Mencegah kegemukan apabila ditambahkan dengan latihan pagi dan sore

 Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein

 Kadar glukosa otot & hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang
adanya pembentukan glikogen baru.

 Menurunkan kolesterol (total) & trigliserida dalam darah karena adanya sebuah
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.

c. Penyuluhan
Penyuluhan menjadi salah satu bentuk metode pemberian informasi kesehatan
kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara/ bisa menggunakan
media misalnya: leaflet, poster, audio visiual, diskusi kelompok, dll.
d. Obat
» Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
1) Mekanisme kerja sulfanilurea
Obat ini bekerja secara menstimulasi pelepasan insulin yg tersimpan,
menurunkan ambang sekresi insulin serta dapat meningkatkan terjadinya
sekresi insulin sebagai adanya akibat dari rangsangan glukosa. Obat
golongan ini umumnya diberikan pada penderita dengan berat badan
dalam batas normal & masih bisa dipakai pada pasien yg berat badannya
sedikit lebih.
2) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak memiliki sebuah efek pankreatik, tetapi mempunyai
damfak lain yang dapat meningkatkan adanya efektivitas insulin, yakni :
 Biguanida pada tingkat prereseptor → ekstra pankreatik
Menghambat glukoneogenesis di hati
Menghambat absorpsi karbohidrat
Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
 Biguanida pada tingkatan reseptor : meningkatkan jumlah reseptor
insulin

 Biguanida pada tingkatan pascareseptor: mempunyai efek intraselluler

» Insulin
1) Indikasi untuk penggunaan insulin
 DM tipe I

 DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD

 DM pada kehamilan

 DM & gangguan faal hati yg berat

 DM & gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)

 DM & TBC paru akut

 DM & koma lain pada DM

 DM operasi

 DM patah tulang

 DM & underweight

2. Beberapa cara dalam pemberian insulin


 Suntikan insulin subkutan
Insulin regular mencapai puncak kerjanya pada waktu sekitar 1 – 4 jam, sesudah
dilakukan suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada
adanya beberapa faktor yakni :
A. Pengkajian
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
 Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi
insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja
yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
 Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
 Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas,
ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
 Integritas Ego
Stress, ansietas
 Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
 Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik.
 Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan
penglihatan.
 Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
 Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
 Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
(Marilyn E. 2002)
B. Diagnosa Keperawatan.
1. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake makanan yang kurang.
2. Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan dieresis osmotic
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran
darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
4. Resiko terjadi gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren
pada ekstrimitas.
5. Gangguan pemenuhan mobilitas berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
C. Intervensi keperawatan
1. Diagnosa no. 1
Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
1. Berat badan dan tinggi badan ideal.
2. Pasien mematuhi dietnya.
3. Kadar gula darah dalam batas normal. 4. Tidak ada tanda-tanda
hiperglikemia/hipoglikemia.
Intervensi:
a. Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi
pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang
adekuat.
b. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya
hipoglikemia/hiperglikemia.
c. Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat badan
merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet ).
d. Identifikasi perubahan pola makan.
Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet
yang ditetapkan.
e. Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet
diabetik.
Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke
dalam jaringan sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai
dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.
2. Diagnosa no. 2
Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan dieresis osmotic.
Tujuan : kebutuhan cairan dapat terpenuhui.
Kriteria hasil :
1. Nadi perifer dapat diraba
2. turgor kulit dan pengisian kapiler baik
3. kadar elektrolitdalam batas normal
Intervensi :
a. Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urine.
Rasional : memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti,
fungsi ginjal dan keefektifan dari terapi yang diberikan.
b. Ukur berat badan setiap hari.
Rasional : memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan
yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan
pengganti.
c. Pertahankan untuk memberikan cairanpaling sedikit 2500 ml/hari dalam
batas yang dapat ditoleransi jantung jika pemasukan cairan melalui oral
sudah dapat diberikan.
Rasional : mempertahankan dehodrasi/volume sirkulasi.
3. Diagnosa 3
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran
darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil :
1. Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
2. Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
3. Kulit sekitar luka teraba hangat.
4. Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
5. Sensorik dan motorik membaik
intevensi:
a. Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
b. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah :
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada
waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat,
hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak
terjadi oedema.
c. Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator,
pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh
darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan
gula darah secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan
pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren.
4. Diagnosa 4
Resiko terjadi Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren
pada ekstrimitas.
Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil :
1. Berkurangnya oedema sekitar luka.
2. pus dan jaringan berkurang
3. Adanya jaringan granulasi.
4. Bau busuk luka berkurang.
intervensi:
a. Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.
Rasional : Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan
akan membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya.
b. Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik
menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang
menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
Rasional : merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga
kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi
tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses
granulasi.
c. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur
pus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
Rasional : insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur
pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk
pengobatan, pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui
perkembangan penyakit.
5. Diagnosa 5
Gangguan pemenuhan mobilitas berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di
kaki.
Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.
Kriteria Hasil :
1. Pergerakan paien bertambah luas
2. Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan ( duduk,
berdiri, berjalan ).
3. Rasa nyeri berkurang.
4. Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan
kemampuan.
intervensi:
a. Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.
b. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga
kadar gula darah dalam keadaan normal.
Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif
dalam tindakan keperawatan.
c. Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah
sesui kemampuan.
Rasional : Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.
d. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.
e. Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan
tenaga fisioterapi.
Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi
untuk melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.
D. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan keperawatan yang
telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai
dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan ketrampilan
interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi
yang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai
implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan
bagaimana respon pasien.
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah
membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan
tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih, Jakarta : EGC, 1999.

Marelli T.M, Buku Saku Dokumentasi Keperawatan edisi 3, Jakarta : EGC, 2007

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, Edisi 8 Vol 2, Jakarta : EGC, 2002.

http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/06/asuhan-keperawatan-diabetes-mellitus.html

http://hidayat2.wordpress.com/2009/07/07/askep-diabetes-melitus-dm/

You might also like