You are on page 1of 34

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.

S DENGAN BRONKOPNEUMONIA

DI RUANG ISMAIL 2 RS. ROEMANI SEMARANG

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK VI

1. M. FIRDAUS N.A
2. MUJIATI
3. NIDYA AMALIA
4. NOVI DWI RUDIANTO
5. NURINDA O.M

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

TAHUN 2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Allah SWT yang mana tanpa limpahan rahmatNya kami semua
dapat diberikan kesempatan untuk menimba ilmu dalam bidang keperawatan dan menyusun
makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Penyakit
Bronkopneumonia” dengan lancar

Tak lupa pula kami ucapkan banyak terima kasih kepada para dosen pembimbing kami yang
selalu membimbing kami dalam menimba ilmu dan memberikan pengarahan dalam
menyusun makalah ini. Tanpa bimbingan beliau semua kami tidak akan mungkin dapat
mempelajari ilmu keperawatan ini secara keseluruhan.

Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang disebarluaskan dan dibagikan untuk kehidupan.
Maka dari itu kami selaku mahasiswa ingin berbagi ilmu dengan para pembaca, agar ilmu
keperawatan yang kami pelajari dapat bermanfaat bagi semua orang, khususnya dalam bidang
ilmu keperawatan dan kesehatan.

Semoga dengan disusunnya makalah ini dapat menambah wawasan kita semua dalam bidang
kesehatan. Kami semua akan bersedia menerima kritik dan saran atas tersusunnya makalah
kami ini dari para pembaca. Karena kami menyadari bahwa kami semua hanyalah manusia
biasa yang tidak memiliki kesempurnaan.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua

penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan


pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga
mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan orang dewasa,
yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan
benda asing. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi
ada juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan.
Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai
keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer
yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa. Insiden penyakit ini
pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan
resiko kematian yang tinggi,di Negara berkembang infeksi saluran napas bawah
masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan. Laporan WHO 1999
menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia
adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza.

Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi
saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia.
Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data sekitar 180 pneumonia komuniti
dengan angka kematian antara 20 - 35 %. Pneumonia komuniti menduduki peringkat
keempat dan sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat per tahun.
Gambaran klinis bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran
nafas bagian atas selama beberapa hari. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal
penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya
berupa batuk kering kemudian menjadi produktif. Gambaran klinis pada
bronkopneumoni ini harus dapat dibedakan dengan gambaran klinis
Bronkiolitis,Aspirasi pneumonia,Tb paru primer, sehingga penatalaksanaan dapat
dilakukan secara tepat.
.
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Instruksional Umum

Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien penyakit


Bronkopneumonia

2. Tujuan Instruksional Khusus

a. Mahasiswa mampu menyebutkan pengkajian kebutuhan dasar pernapasan


pada pasien bronkopneumonia

b. Mahasiswa mampu menyebutkan masalah keperawatan yang muncul pada


pasien bronkopneumonia

c. Mahasiswa mampu menjelaskan intervensi kebutuhan dasar psikososial pada


pasien bronkopneumonia

d. Mahasiswa mampu menyebutkan implementasi kebutuhan dasar psikososial


pada pasien bronkopneumonia

e. Mahasiswa mampu merumuskan evaluasi kebutuhan dasar psikososial pada


pasien bronkopneumonia

C. METODE PENULISAN

1. Mengumpulkan referensi yang sesuai di perpustakaan

2. Mencari referensi dari internet

3. Diskusi kelompok

D. SISTEMATIKA PENULISAN

Makalah ini di susun dengan sistematika yang teridri dari poin-poin yang penting,
diantaranya yaitu; Pendahuluan yang berisi Latar Belakang, Tujuan Penulisan,
Metode Penulisan, dan Sistematia Penulisan; Pembahasan yang berisi diantaranya
Definisi dari penyakit bronkopneumonia Etiologi, Patofisiologi, Manifestasi Klinis,
Penatalaksanaan, Pengkajian, Diagnosa keperawatan yang ditegakkan, dan Intervensi
beserta Rasionalnya, dan yang terakhir Penutup diantaranya yaitu Kesimpulan dan
Saran.
BAB II
KONSEP DASAR

A. Bronkopneumonia
1. Pengertian
Bronkopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola
penyebaran bercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi
dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya (Smeltzer, 2002).
Bronkopneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oleh bermacam
macam etiologi jamur dan seperti bakteri, virus, dan benda asing (Ngastiyah,2005).
Bronkopneumonia adalah bronkolius terminal yang tersumbat oleh eksudat,
kemudian menjadi bagian yang terkonsolidasi atau membentuk gabungan di dekat
lobules, disebut juga pneumonia lobaris (Wong, 2000).
Bronkopneumonia berasal dari kata bronchus dan pneumonia berarti
peradangan pada jaringan paru-paru dan juga cabang tenggorokan (broncus)
(Mansjoer, 2000). Bronkopneumonia suatu cadangan pada parenkim paru yang
meluas sampai bronkioli atau dengan kata lain peradangan yang terjadi pada jaringan
paru melalui cara penyebaran langsung melalui saluran pernafasan atau melalui
hematogen sampai ke bronkus (Sujono, 2009).
Kesimpulannya bronkopneumonia adalah jenis infeksi paru yang disebabkan
oleh agen infeksius seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing yang mengenai
daerah bronkus dan sekitar alveoli.

2. Etiologi
Secara umum individu yang terserang bronchopneumonia diakibatkan oleh
adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme
pathogen. Orang yang normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh
terhadap organ pernafasan yang terdiri atas : reflek glottis dan batuk, adanya lapisan
mucus, gerakan silia yang menggerakan kuman keluar dari organ, dan sekresi
humoral setempat. Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri,
jamur, protozoa, mikrobakteri, mikoplasma, dan riketsia. Menurut, Nettina (2001)
penyebab bronkopneumonia antara lain:
a. Bakteri : Streptococcus, Staphylococus,H. Influenza, Klebsiella.
b. Virus : Legionella pneumonia
c. Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans
d. Aspirasi makanan, sekresi orofariengal atau isi lambung kedalam paru
e. Terjadi karena kongesti paru yang lama
Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi pada
pasien yang daya tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora normal yang terdapat
dalam mulut dank arena adanya pneumocystis crania, Mycoplasma (Smeltzer, 2002).
3. Patofisiologi
Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas
yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus, Haemophilus influenza atau karena
aspirasi makanan dan minuman. Dari saluran pernafasan dengan gambaran sebagai
berikut :
a. Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi pembuluh
darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler dan alveoli
b. Ekspansi kuman melaui pembuluh darah kemudian masuk kedalam saluran
pencernaan dam menginfeksinya mengakibatkan terjadinya peningkatan flora
normal dalam usus, peristaltik meningkat akibat usus mengalami malabsorbsi dan
kemudian terjadilah diare yang beresiko terhadap gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit (Smeltzer, 2002).
4. Manifestasi Klinik
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratoris
bagian atas selama beberapa hari suhu tubuh naik sangat mendadak sampai 39-40
derajat celcius dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat
gelisah, dispenia pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung
serta sianosis sekitar hidung dan mulut, kadang juga disertai muntah dan diare. Batuk
biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit tapi setelah beberapa hari mula-
mula kering kemudian menjadi produktif.
Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik
tetapi dengan adanya nafas dangkal dan cepat, pernafasan cuping hidung dan sianosis
sekitar hidung dan mulut dapat diduga adanya pneumonia. Hasil pemeriksaan fisik
tergantung luas daerah auskultasi yang terkena, pada perkusi sering tidak ditemukan
kelainan dan pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronchi basah nyaring halus
dan sedang (Ngastiyah, 2005).
5. Penatalaksanaan
a. Oksigen 1-2 liter per menit
b. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makan eksternal bertahap melaui
selang nasogastrik dengan feeding drip
c. Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi
d. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa elektrolit (Mansjoer, 2000).
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Fokus
a. Demografi : nama, umur, jenis kelamin, dan pekerjaan
b. Keluhan utama : saat dikaji biasanya penderita bronchopneumonia akan mengeluh
sesak nafas, disertai batuk ada sekret tidak bisa keluar.
c. Riwayat penyakit sekarang
Penyakit bronchitis mulai dirasakan saat penderita mengalami batuk menetap
dengan produksi sputum setiap hari terutama pada saat bangun pagi selama
minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun produksi sputum
(hijau, putih atau kuning) dan banyak sekali. Penderita biasanya menggunakan
otot bantu pernfasan, dada terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP,
bunyi nafas krekels, warna kulit pucat dengan sianosis bibir, dasar kuku.
d. Riwayat penyakit dahulu
Biasanya penderita bronchopneumonia sebelumnya belum pernah menderita kasus
yang sama tetapi mereka mempunyai riwayat penyakit yang dapat memicu
terjadinya bronchopneumonia yaitu riwayat merokok, terpaan polusi kima dalam
jangka panjang misalnya debu atau asap.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya penyakit bronchopneumonia dalam keluarga bukan merupakan faktor
keturunan tetapi kebiasaan atau pola hidup yang tidak sehat seperti merokok.
f. Pola pengkajian
1) Pernafasan
Gejala : Nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan batuk menetap dengan
produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama minimum 3
bulan berturut- turut) tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (Hijau,
putih/ kuning) dan banyak sekali. Riwayat pneumonia berulang, biasanya
terpajan pada polusi kimia/ iritan pernafasan dalam jangka panjang (misalnya
rokok sigaret), debu/ asap (misalnya : asbes debu, batubara, room katun,
serbuk gergaji) Pengunaaan oksigen pada malam hari atau terus menerus.
Tanda : Lebih memilih posisi tiga titik (tripot) untuk bernafas, penggunaan
otot bantu pernafasan (misalnya : meninggikan bahu, retraksi supra klavikula,
melebarkan hidung). Dada : dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian
diameter AP (bentuk barel), gerakan difragma minimal. Bunyi nafas : krekels
lembab, kasar. Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku abu-abu
keseluruhan.
2) Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan ekstremitas bawah
Tanda : Peningkatan tekanan darah. Peningkatan frekuensi jantung atau
takikardi berat, distensi vena leher (penyakit berat), edema dependen, tidak
berhubungan dengan penyakit jantung. Bunyi jantung redup (yang
berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada). Warna kulit / membrane
mukosa : normal atau abu-abu/ sianosis perifer. Pucat dapat menunjukan
anemia.
3) Makanan / cairan
Gejala : Mual / muntah, nafsu makan buruk / anoreksia, ketidakmampuan
untuk makan karena distress pernafasan
Tanda : Turgor kulit buruk, berkeringat, palpitasi abdominal dapat
menyebabkan hepatomegali.
4) Aktifitas / istirahat
Gejala : Keletihan, keletihan, malaise, ketidakmampuan melakukan aktifitas
sehari- hari karena sulit bernafas, ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur
dalam posisi duduk tinggi, dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap
aktifitas atau istirahat
Tanda : Keletihan, gelisah/ insomnia, kelemahan umum / kehilangan masa
otot
5) Integritas ego
Gejala : Peningkatan faktor resiko
Tanda : Perubahan pola hidup, ansietas, ketakutan, peka rangsang
6) Hygiene
Gejala : Penurunan kemampuan atau peningkatan kebutuhan melakukan
aktifitas sehari- hari
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
7) Keamanan
Gejala : riwayat alergi atau sensitive terhadap zat atau faktor lingkungan.
Adanya infeksi berulang.
g. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan darah
Pada kasus bronkopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis
(meningkatnya jumlah neutrofil) (Nettina 2001).
b) Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam.
Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta tes
sensifitas untuk mendeteksi agen infeksius.
c) Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam
basa (Nettina, 2001)
d) Kultur darah untuk mendeteksi bakterimia
e) Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi
antigen mikroba (Nettina, 2001)
2) Pemeriksaan radiologi
a) Rontgenogram thoraks
Menunujukan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi
pneumokokal atau klebsiella. Infilrate multiple seringkali dijumpai pada
infeksi stafilokokus dan haemofilus
b) Laringoskopi atau bronkoskopi untuk menentukan apkah jalan nafas
tersumbat oleh benda padat (Nettina, 2001).
2. Pathway Keperawatan
Terlampir
3. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan inflamasi
trakeobonkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolus
kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah
c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi,
anoreksia
e. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas
sehari-hari.
4. Fokus Intervensi
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan inflamasi
trakeobonkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum
Tujuan : Mengidentifikasi atau menunjukan perilaku mencapai bersihan jalan
nafas
Kriteria hasil : Menunjukan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih, tidak ada
dispenia.
Intervensi :
1) Kaji frekuensi / kedalaman pernafasan dan gerakan dada
Rasional : Takipneau, pernafasan dangkal, dan pergerakan dada tidak simetris
sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada dan cairan paru.
2) Auskultasi area paru, catat area penurunan atau tak ada aliran udara dan bunyi
nafas adventius. Misalnya : krekels atau mengi.
Rasional : Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan.
Bunyi nafas bronchial (normal pada bronkus) dapat juga terjadi pada area
konsolidasi. Krekels, ronki, mengi terdengar inspirasi dan ekspirasi pada
respon terhadap pengumpulan cairan, secret kental, dan spasme jalan nafas/
obstruksi.
3) Bantu pasien latihan nafas sering. Bantu pasien mempelajari melakukan batuk,
misalnya dengan menekan dada dan batuk efektif sementara posisi duduk
tinggi.
Rasional : Nafas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru- paru atau
jalan nafas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan nafas
alami, membantu silia untuk mempertahankan jalan nafas pasien. Penekanan
menurunkan ketidaknyamanan dada dan posisi duduk memungkinkan upaya
nafas lebih dalam dan lebih kuat.
4) Berikan cairan sedikitnya 1000 ml/ hari (kecuali kontraindikasi). Tawarkan air
hangat daripada dingin.
Rasional : Cairan (khususnya hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekret.
5) Lakukan penghisapan sesuai indikasi.
Rasional : Merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas secara mekanik
pada pasien yang tidak mampu melakukan, karena batuk tidak efektif atau
perubahan tingkat kesadaran.

6) Berikan sesuai indikasi : mukolitik, ekspektoran, bronkodilator, analgesik.


Rasional : Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret.
Analgesik diberikan untuk memperbaiki batuk dengan menurunkan
ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati- hati, karena dapat
menurukan upaya batuk atau menekan pernafasan.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolus
kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah
Tujuan : Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan dengan GDA
dalam rentang normal dan tidak ada gejala distress pernafasan
Kriteria Hasil : Berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi
Intervensi :
1) Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernafas.
Rasional : Manifestasi distress pernafasan tergantung pada indikasi derajat
keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
2) Observasi warna kulit, membrane mukosa, dan kuku. Catat adanya sianosis
perifer atau sirkulasi sentral
Rasional : Sianosis kuku menunjukan vasokonstriksi atau respon tubuh
terhadap demam atau menggigil. Namun, sianosis daun telinga, membrane
mukosa, dan kulit sekitar mulut menunjukan hipoksemia sistemik.
3) Awasi frekuensi jantung atau irama.
Rasional : Takikardia biasanya ada karena demam atau dehidrasi. Tetapi juga
dapat merupakan respon terhadap hipoksemia.
4) Pertahankan istirahat tidur. Dorong menggunakan teknik relaksasi dan
aktifitas senggang.
Rasional : Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan/ konsumsi
oksigen untuk memudahkan perbaikan infeksi.
5) Tinggikan kepala dan dorong untuk sering mengubah posisi, nafas dalam dan
batuk efektif.
Rasional : tindakan ini mengingatkan inspirasi maksimal, meningkatkan
pengeluaran secret untuk perbaikan ventilasi.
6) Kaji tingkat ansietas. Dorong menyatakan masalah atau perasaan. Jawab
pertanyaan dengan jujur, kunjungi dengan sering sesuai indikasi.
Rasional : Ansietas adalah manifestasi masalah psikologi sesuai dengan
respon fisiologi terhadap hipoksia. Pemberian keyakinan dan peningkatan rasa
aman dapat menurunkan komponen psikologis, sehingga menurunkan
kebutuhan oksigen dan efek merugikan dari respon fisiologi.
7) Berikan terapi oksigen dengan benar.
Rasional : Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2 diatas 60
mmHg. Oksigen diberikan dengan metode yang memberikan pengiriman
dengan tepat dalam toleransi pasien.
c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli
Tujuan : Menunjukan pola nafas tidak efektif dengan frekuensi dan kedalaman
rentang normal dan paru bersih
Kriteria Hasil : Partisipasi dalam aktifitas atau perilaku peningkatan fungsi paru.
Intervensi :
1) Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya
pernafasan, termasuk penggunaan otot bantu atau pelebaran nasal.
Rasional : Kecepatan biasanya meningkat. Dispnea dan terjadi peningkatan
kerja nafas. Kedalaman pernfasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas.
2) Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventius seperti krekels
atau mengi
Rasional : Bunyi nafas menurun atau tidak ada jika jalan nafas obstruksi
sekunder terhadap perdarahan, bekuan atau kolaps jalan nafas kecil
(atelektasis). Ronki dan mengi menyertai obstruksi jalan nafas.
3) Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bantu pasien turun dari tempat
tidur dan ambulasi dini.
Rasional : Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan
pernafasan. Pengubahan posisi dan ambulasi meningkatakan pengisian udara
segmen paru berbeda sehingga memperbaiki difusi gas.

4) Observasi pola batuk dan karakteristik sekret.


Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering atau iritasi. Sputum
berdarah dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan (infark paru) atau anti
koagulan berlebihan.
5) Berikan oksigen tambahan
Rasional : Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.
6) Berikan humidifier tambahan, misalnya nebulizer.
Rasional :Memberikan kelembaban pada membrane mukosa dan membantu
pengenceran secret untuk memudahkan pembersihan.
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi,
anoreksia
Tujuan : Pemenuhan nutrisi mencukupi kebutuhan
Kriteria Hasil : Menunjukan peningkatan nafsu makan, mempertahankan atau
meningkatkan berat badan
Intervensi :
1) Identifikasi faktor yang menimbulkan mual atau muntah, misalnya: sputum
banyak, pengobatan, atau nyeri.
Rasional : Pilihan intervensi tergantung penyebab masalah.
2) Berikan atau bantu kebersihan mulut setelah muntah, drainase postural dan
sebelum makan.
Rasional : Menghilangkan tanda bahaya, rasa, bau dari lingkungan pasien
yang dapat menurunkan mual.
3) Berikan makan porsi kecil dan sering, termasuk makanan kering dan makanan
yang menarik untuk pasien.
Rasional : Meningkatkan masukan walaupun nafsu makan mungkin lambat
untuk kembali
4) Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan.
Rasional :Adanya kondisi kronis (seperti PPOM atau alkoholisme) atau
keterbatasan keuangan dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya tahanan
terhadap infeksi, dan atau lambatnya respon terhadap terapi.
e. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas
sehari-hari.
Tujuan : Peningkatan toleransi terhadap aktivitas
Kriteria Hasil : tidak ada dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam
rentang normal
Intervensi :
1) Evaluasi respon pasien terhadap aktifitas. Catat laporan dispneu, peningkatan
kelemahan, dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktifitas.
Rasional : Menetapkan kebutuhan atau kemampuan pasien dan memudahkan
dalam pemilihan intervensi.
2) Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai
indikasi. Dorong penggunaaan manajemen stress dan pengalihan yang tepat.
Rasional : Menurunkan stress dan rangsangan berlebih.
3) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan pentingnya
keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan
kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan. Pembatasan
aktivitas dengan respon individual pasien terhadap aktifitas dan perbaikan
kegagalan pernafasan.
4) Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat tidur.
Rasional : Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau tidur di kursi.
5) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan
peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Rasional : Menurunkan keletihan dan membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen
BAB III

RESUME ASKEP

Dalam bab ini penulis akan melaporkan tentang pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan
pada An. S dengan diagnosa medis Bronkopneumonia di ruang Ismail II RS. Roemani
Semarang . Asuhan keperawatan ini dilakukan dari tanggal 21 s/d 23 Januari 2015.
A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Klien bernama An. S umur 2,5 tahun, klien berjenis kelamin perempuan,
mempunyai suku bangsa jawa dan beragama islam. Klien masuk Rumah
Sakit Roemani pada tanggal 22 januari 2014, klien di diagnosa medis yaitu
bronkopneumonia. Dilakukan pengkajian pada klien pada tanggal 22
januari 2015 jam 08.00 WIB.
b. Penanggung jawab
Klien datang ke Rumah sakit dengan kedua orang tua klien. Nama ibu klien
yaitu Ny. N, berumur 28 tahun, pendidikan terakhir D3 perguruan tinggi
swasta dan pekerjaan karyawan.
c. Keluhan utama
Ibu klien mengatakan klien sesak nafas.
d. Riwayat kesehatan sekarang
Ibu klien mengatakan bahwa sebelum klien dibawa masuk ke rumah sakit
roemanai, klien sesak napas pada pagi hari kemudian orang tua klien
memeriksakan An. S ke dokter terdekat namun klien masih sesak nafas,
dokter kemudian menyarankan untuk membawa An. S ke rumah sakit.
Kemudian orang tua klien langsung membawa anaknya ke rumah sakit
roemani dan dilakukan rawat inap.
e. Riwayat penyakit dahulu
Ibu mengatakan pasien sebelumnya anak pernah mengalami kejang usia
bulan dan diperiksaakan ke dokter.
f. Riwayat penyakit keluarga
Ibu klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mempunyai
penyakit yang sama dengan klien.
g. Riwayat persalinan
Ibu klien mengatakan An. S adalah anak pertama. klien lahir dirumah sakit,
klien lahir dengan spontan normal dengan berat badan lahir 3200 gr.
Panjang badan 49 cm dan menangis keras waktu lahir.
h. Riwayat imunisasi
Anak S sudah di imunisasi lengkap di posyandu
1) BCG : 1x
2) DPT : 3x
3) Polio : 4x
4) Hepatitis B : 3x
5) Campak : 1x
2. Pola kesehatan fungsional
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Orang tua klien mengatakan setiap kali klien sakit selalu diperiksakan ke
dokter praktek terdekat.
b. Pola nutrisi dan metabolik
Sebelum sakit klien minum air putih 7-8 x sehari dan diselingi susu formula
pada pagi dan malam 2-3x, waktu sakit klien minum tetap sama sebelum sakit
pola makan klien 3x sehari dengan nasi, lauk pauk dan sayur sedikit dengan
porsi sedang dan habis serta pada waktu pagi, siang, dan sore, saat klien sakit
juga makan habis dengan menu yang disediakan rumah sakit dengan porsi
sedikit tapi sering, saat masuk.
c. Pola eliminasi
1) BAB
Saat dirumah An. S biasanya BAB 1x sehari, lembek, warna kekunongan
saat sakit An. S juga BAB 1x sehari lembek warna kuning.
2) BAK
BAK Saat masuk RS kurang lebih 5 kali sehari.
d. Pola aktivitas dan latihan
Saat ini klien lemes, aktivitas atau gerak minimal, klien terlihat sesak RR:
34x/menit dengan menggunakan kanul nasal oksigen 3 liter.
e. Pola istirahat dan tidur
Sebelum sakit klien mudah tidur dengan jumlah 10-12 jam dan saat ini An. S
sulit tidur akibat sesak yang dialami klien.
3. Pengkajian Tumbang
a. Pengkajian perkembangan An. S
1) Motorik kasar
Mempu mengndarai sepeda roda tiga dan naik tangga
2) Motorik halus
Menggambar lingkaran dan menyusun kontak
3) Bahasa
Mampu menyusun kalimat dan banyak bertanya
4) Kemampuan sosial
Bermain dengan teman sebaya
b. Pengkajian pertumbuhan An.S
1) Saat ini panjang badan klien : 102 cm
2) Berat badan klien : 17 kg
3) Lingkar kepala : 49 cm
4) Lingkar dada : 53,5 cm
5) Lingkar lengan atas : 16 cm
4. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran : Lemah
b. Kesadaran : composmentis
c. Vital Sign : S: 37˚C, Nadi: 110x/menit, RR: 35x/menit
d. Pengukuran antropometri : BB : 17 kg, PB: 102 cm
e. Kepala : Mesosopal, tidak ada luka
1) Mata : sklera tidak ikterik, tidak ada sekret, konjungtiva tidak
anemis, mata sedikit cekung, bentuk simetris,
2) Hidung : Simetris, ada secret dan menggunakan alat bantu pernafasan
oksigen.
3) Telinga : Simetris, tidak ada serumen dan tidak ada gangguan
pendengaran pada kedua telinga
4) Mulut : Mulut dan bibir kering
f. Leher Tidak ada peningkatan JVP, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan
reflek menelan baik.
g. Dada
1) Jantung
a) Inspeksi : ictus cordis tidak nampak
b) Palpasi : ictus cordis teraba pada ics ke 4-5
c) Perkusi : pekak
d) Auskultasi : terdengar bunyi jantung 1 dan ii (lup,,,,dup,,)
2) Paru-paru
a) Inspeksi : Pengembangan simetris terlihat retraksi
dinding dada, pernafasan dangkal.
b) Palpasi : vokal fremitus kanan-kiri sama
c) Perkusi : redup pada kedua lapang paru
d) Auskultasi : terdengar ronchi basah
Saat dilakukan pengkajian klien ditemukan batuk dan sulit untuk
mengeluarkan sekret.
h. Abdomen
1) Inspeksi : Datar, tidak ada asites
2) Auskultasi : bising usus 12x/menit
3) Perkusi : timpani
4) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
i. Ekstremitas atas dan bawah
1) Ekstremitas Atas : Tangan kiri terpasang infuse RL 16 tpm, tidak
ada oedem, turgor kulit kurang elastic
2) Ekstremitas Bawah : Tidak ada oedem, turgor kurang elastic, tidak
ada lesi
j. Kulit : warna kulit sawo matang, tampak bersih, tidak ada oedema, tidak ada
luka. Turgor kulit baik.
5. Data Penunjang
a. Laboratorium
1) Hemoglobin : 11,2 gr%
2) Hematokrit : 34,1 %
3) Leukosit : 9300/mmk
4) Trombosit : 530 ribu/mmk
5) Eritrosit : 4, 16 juta/mmk
b. Foto Thorax
1) Cor : letak, bentuk dan ukuran normal
2) Pulmo :
Corakan bronkovaskuler meningkat
Tampak bercak-bercak dan ada bayangan rongga-rongga kecil paracardial
kanan dan kiri, kedua sinus lancip.
3) Kesan
Cor : Normal
Pulmo : bronkopneumonia
6. Diit yang diperoleh : lunak (TKTP)
7. Therapy :
a. RL 16 tetes/ menit
b. Nebulizer
1) Ventolin : 2x ½ ampul
2) Pulmicort : 2x ½ ampul
c. Injeksi
1) Cefotaxim 3x 500 mg
2) Metilprednison 3x 1/3 ampul
B. ANALISA DATA
No Tanggal Data Problem Etiologi
1 21 januari DS : ibu klien mengatakan An. Bersihan jalan Obstruksi
2015 S sering batuk tapi sulit napas tidak saluran
untuk mengeluarkan efektif pernapasan
sekret. akibat
DO : klien tampak batuk peningkatan
namun tidak keluar sekret berlebih
sekret dan pada saat di
auskultasi terdengar
suaru ronchi.
2 21 januari DS : ibu klien mengatakan Pola napas tidak Penegmbangan
2015 anaknya sesak napas. efektif paru menurun
DO : frekuensi pernapasan
34x/menit dengan
oksigen 3 liter/menit,
terlihat retraksi dinding
dada, pernapasan
dangkal, pengembangan
paru kuranf maksimal,
nadi 114x/menit.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas oleh
adanya penumpukan sekret yang ditandai oleh sesak napas, pengembangan paru
kanan dan kiri sama tapi kurang maksimal, frekuensi pernapasan 34x/menit, saat
auskultasi terdengar ronchi.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan pengembangan paru yang
ditandai dengan frekuensi pernapasan 34x/menit dengan oksigen 3 liter/menit,
dalam , ireguler, pengembangan paru berat sehingga tidak bisa maksimal.
D. PATHWAY KEPERAWATAN KASUS
E. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas oleh
adanya penumpukan sekret yang ditandai oleh sesak napas, pengembangan paru
kanan dan kiri sama tapi kurang maksimal, frekuensi pernapasan 34x/menit, saat
auskultasi terdengar ronchi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x 24 jam, bersihan jalan napas
kembali efektif
Kriteria hasil :
a. Tidak ada dipsnea
b. Perkusi paru sonor
c. Tidak ada penggunaan otot bantu napas
d. Tidak ada batuk produktif
Intervensi :
a. Kaji frekuensi / kedalaman pernafasan dan gerakan dada
Rasional : Takipneau, pernafasan dangkal, dan pergerakan dada tidak simetris
sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada dan
cairan paru.
b. Auskultasi area paru, catat area penurunan atau tak ada aliran udara dan bunyi
nafas adventius. Misalnya : krekels atau mengi.
Rasional : Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan.
Bunyi nafas bronchial (normal pada bronkus) dapat juga terjadi
pada area konsolidasi. Krekels, ronki, mengi terdengar inspirasi
dan ekspirasi pada respon terhadap pengumpulan cairan, secret
kental, dan spasme jalan nafas/ obstruksi.
c. Bantu pasien latihan nafas sering. Bantu pasien mempelajari melakukan batuk,
misalnya dengan menekan dada dan batuk efektif sementara posisi duduk
tinggi.
Rasional : Nafas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru- paru atau
jalan nafas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan
nafas alami, membantu silia untuk mempertahankan jalan nafas
pasien. Penekanan menurunkan ketidaknyamanan dada dan posisi
duduk memungkinkan upaya nafas lebih dalam dan lebih kuat.
d. Berikan cairan sedikitnya 1000 ml/ hari (kecuali kontraindikasi). Tawarkan air
hangat daripada dingin.
Rasional : Cairan (khususnya hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekret.
e. Berikan sesuai indikasi : mukolitik, ekspektoran, bronkodilator, analgesik.
Rasional : Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret.
Analgesik diberikan untuk memperbaiki batuk dengan
menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati-
hati, karena dapat menurukan upaya batuk atau menekan
pernafasan.
f. Berikan humidifier tambahan, misalnya nebulizer.
Rasional :Memberikan kelembaban pada membrane mukosa dan membantu
pengenceran secret untuk memudahkan pembersihan

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan pengembangan paru yang
ditandai dengan frekuensi pernapasan 34x/menit dengan oksigen 3 liter/menit,
dalam , ireguler, pengembangan paru berat sehingga tidak bisa maksimal.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam pola napas kembali
efektif
Kriteria Hasil :
a. RR 30-40 x/menit
b. Tidak ada dipsnea
c. Pengembangan paru maksimal
Intervensi :
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya
pernafasan, termasuk penggunaan otot bantu atau pelebaran nasal.
Rasional : Kecepatan biasanya meningkat. Dispnea dan terjadi peningkatan
kerja nafas. Kedalaman pernfasan bervariasi tergantung derajat
gagal nafas.
b. Aturlah posisi dengan memungkinkan ekspansi paru maksimum dengan semi
fowler atau kepala agak tinggi kurang lebih 300
Rasional : Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan
pernafasan. Pengubahan posisi dan ambulasi meningkatakan
pengisian udara segmen paru berbeda sehingga memperbaiki
difusi gas.
c. Observasi pola batuk dan karakteristik sekret.
Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering atau iritasi. Sputum
berdarah dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan (infark paru)
atau anti koagulan berlebihan.
d. Berikan oksigen tambahan
Rasional : Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.
F. IMPLEMENTASI
TGL/JAM No Tindakan respon TT
Diagnosa
21/01/15 1 1. Memonitor tanda- S:-
tanda vital. O : RR :34x/menit,
nafas dalam
dan klien
2. Mengobservasi batuk.
bersihan jalan S : Ibu klien
napas. mengatakan
anaknya sering
batuk
O : An. S terlihat
batuk namun
tidak
mengeluarkan
3. Melakukan sekret.
nebulizer S : Anak
megatakan asap
sudah terhirup
O : Keluar asap
4. Memberikan dan obat
minum hangat. terhirup
S : Ibu klien
mengatakan
An.S mau
5. Mengkaji minum air
kedalaman putih hangat
pernafasan serta O : An. S minum
frekuensi S :-
pernafasan O : terdengar suara
ronchi,
pengembangan
paru kanan dan
kiri sama
namun kurang
maksimal.
21/01/15 1 1. Mengobservasi S : ibu mengatakan
bersihan jalan anaknya masih
napas, serta sesak napas.
frekuensi O : pernapasan
pernafasan. :33x/menit,
terlihat retraksi
dinding dada,
pernapasan
dangkal,
pengembangan
paru kurang
maksimal.
2. Memantau S:-
kepatenan oksigen O : oksigen lancar
dan melakukan 3 liter/menit
nebulizer. S: An. S
mengatkan
asap sudah
terhirup
O : keluar asap,
3. Memberikan obat terhirup.
minum hangat. S : ibu klien
mengatkan mau
minum hangat
O : terlihat anak S
4. Mengobservasi minum.
kedalaman S:-
pernafasan serta O : terdengar suara
frekuensi ronchi,
pernafasan pengembangan
kanan dan kiri
tidak
seimbang.An. S
minum
.

22/01/2015 2 1. Monitor tanda- S: -


tanda vital. O: RR 32x/menit
dan batuk ringan
nadi 112x/menit.
2. Mengobservasi S: ibu klien
bersihan jalan mengatkan
napas anaknya masih
batuk ringan,
O : RR 32x/menit,
pengambangan
paru kanan dan
kiri tidak sama
berat,
S: anak
mengatakan
3. Melakukan asap sudah
nebulizer. terhirup
O : keluar asap dan
obat terhirup.
4. Memberikan S : ibu menatakan
minum hangat. anak mau
minum air putih
anget.
O : anak mau
minum
S :ibu mengatakan
batuk anak
berkurang
O : pernapasan
30x/menit, nadi
110x/menit,
pengembangan
5. Mengkaji paru kanan dan
kedalaman kiri sama.
pernapasan serta S: ibu mengatakan
frekuensi anaknya masih
pernapasan sesak napas
O : pernapasan
32x/menit,
terlihat retraksi
dinding dada,
pengebangan
paru kanan dan
kiri sama
namun berat,
nadi
112x/menit.
2 1. Mengobservasi S : ibu mengtakan
bersihan jalan anaknya masih
napas, serta sesak napas
frekuensi O : pernapasn
pernapasan. 33x/menit, terlihat
retraksi dada,
pernapasan
dangkal,
pengembangan
paru kurang
2. Memantau maksimal.
kepatenan oksigen
dan melakukan S : -
nebulizer O : oksigen lancar
3liter/menit
S: anak
mengatakan asap
sudah terhirup
3. Memberikan O : keluar sap dan
minum hangat. obat terhirup.

S :ibu klien
mengatkan anak S
mau minum air
4. Mengkaji kedalam putih.
serta frekuensi O: terlihat anak S
pernpasan. minum.
S :-
O: terdengar suara
ronchi,
pengembangan
kanan dan kiri
sama namun
kurang maksimal,
pernapasan
32x/menit, nadi
112x/menit.
23/01/15 3 1. Monitor tanda- S : -
tanda vital. O : RR 32x/menit
dan batuk ringan
nadi 112x/menit

2. Mengobservasi S: ibu klien


bersihan jalan mengatakan
napas. anaknya masih
batuk
O : anak S terlihat
batuk ringan, RR
32x/menit,
pengembangan
paru kanan dan kiri
sama tetapi berat

3. Melakukan S: anak
nebulizer. mengatakan asap
sudah terhirup
O : keluar asap dan
obat terhirup.

4. Memberikan S : ibu klien


minuman hangat. mengtakan anka S
mau minum hangat
O: anak S minum.

5. Mengkaji S: ibu mengatakan


kedalaman batuk anaknya
pernapasan dan berkurang
frekuensi O: pernapasan
pernapasan. 30x/menit, nadi
110x/menit,
pengembangan
paru kanan dan kiri
sama.
3 1. Mengobservasi S: ibu mengatakan
bersihan jalan anaknya masih
napas dan sesak napas
frekuensi O : pernapasan
pernapasan 32x/menit. Terlihat
retraksi dinding
dada,
pengembangan
paru sama namun
tidak berat.

2. Memantau S :-
kepatenan oksigen O: oksigen lancar 3
dan melakukan liter/menit.
nebulizer S : anak
mengatakan asap
terhirup
O : keluar asap dan
obat terhirup.

3. Memberikan S : ibu mengatakan


minum hangat. anak S mau minum
hangat.
O : anak S mau
minum

4. Mengkaji S : ibu mengatakan


kedalaman An. S sudah tidak
pernapasan serta sesak
frekuensi O : RR 30x/menit,
pernapasan nadi 110x/menit.

G. EVALUASI
No Tanggal Cataan perkembangan TT
Diagnosa /jam
1 21/01/15 S : ibu mengatakan An.S sesak dan batuk
13.35 O : pengembangan paru kanan dan kiri sama
namun kurang maksimal, terdengar suara
ronchi, pernapasan 32x/menit
A : Masalah belum teratasi
P : observasi jalan napas
Lakukan nebulizer
Posisikan semi fowler

2 S : ibu mengatakan An. S sesak napas


O : pengembangan paru kanan dan kiri sama
namun kurang maksimal, terdengar bunyi ronchi,
pernapasan 32x/menit, nadi 112x/menit
A : masalah teratasi sebagian
P : observasi jalan napas
Berikan oksigen 3 liter
Lakukan nebulizer
Posisikan semi fowler
1 22/01/15 S : ibu mengatkan anaknya masih sesak napas
dan batuk
O : pernapasan 32x/menit, terlihat retraksi dada,
pengembngan paru kurang maksimal, nadi
112x/menit.
A : masalah teratasi sebagian
P : observasi jalan napas
Lakukan nebulizer
Posisikan semi fowler

2 S : ibu mengatakan anak S masih sesak napas


O : terdengar suara ronchi, pengembangan paru
kanan dan kiri sama namun kurang maksimal,
pernapasan 32x/menit, nadi 112x/menit
A : masalah teratasi sebagian
P : observasi jaln napas
Berikan oksigen 3 liter
Lakukan nebulizer
Posisikan semi fowler
1 23/01/15 S : ibu mentakan anaknya sudah tidak batuk,
sekret dapat keluar dan sudah tidak sesak napas
O : pernapasan 30x/menit, nadi 110x/menit,
pengembangan paru kanan dan kiri sama
A : masalah teratasi
P : observasi jalan napas
Lakukan nebulizer
Posisikan semi fowler
2 S : ibu mengatakan anak S sudah tidak sesak
O : RR : 30x/menit, nadi 110x/menit,
pengembangan paru kanan kiri sama
A : masalah teratasi
P : observasi jaln napas
Berikan oksigen 3 liter
Lakukan nebulizer
Posisikan semi fowler

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan melakukan perbandingan antara tinjauan teori pada bab
II dan tinjauan kasus pada bab III dengan asuhan keperawatan pada An. S dengan
bronkopneumonia di ruang Ismail II Rumah Sakit Roemani Semarang.
Adapun pembahasan ini akan membahas kesamaan dan kesenjangan yang terdapat
antara teori dan kasus, termasuk faktor pendukung dan penghambat dalam pemberian asuhan
keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi
keperawatan. Asuhan keperawatan ini dilaksanakan pada tanggal 21 sampai dengan 23
Januari 2015.

A. PENGKAJIAN
Pada tahap pengkajian yang dilakukan pada tanggal 21 januari 2015, penulis
tidak banyak mendapatkan hambatan dikarenakan klien dan keluarga cukup kooperatif
dalam komunikasi dengan perawat dan terbuka dalam memberikan data yang diberikan.
Selain itu, adanya faktor pendukung antara lain adanya format pengkajian, catatan medis,
catatan perawatan juga sikap perawat ruangan yang dapat diajak kerjasama dengan baik.
adapun data yang didapatkan penulis melalui pengkajian tentang manifestasi klinik
bronkopneumonia dan asuhan keperawatan yang disesuaikan dengan kasus yang ada pada
teori sama dengan yang ada di kasus yaitu infeksi atau peradangan pada jaringan paru
melalui cara penyebaran langsung melalui saluran pernafasan atau melalui hematogen
sampai ke bronkus.
Pada tinjauan teori, manifestasi pada bronkopneumonia yaitu anak sangat gelisah,
dispenea pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung serta sianosis
sekitar hidung dan mulut, kadang juga disertai muntah. Batuk biasanya tidak ditemukan
pada permulaan penyakit tapi setelah beberapa hari mula-mula kering kemudian menjadi
produktif. Auskultasi pada daerah paru yang terkena, terdengan ronchi basah/ wheezing.
Sedangkan data yang didapat pada kasus adalah mual, badan lemas, sesak napas
hingga napas tersengal-sengal, sianosis, pucat, tampak nafas cuping hidung, auskultasi
terdengar ronchi basah, batuk produktif, dan sekret sulit untuk dikeluarkan.
Faktor yang mendukung dalam melakukan pengkajian adalah keluarga klien dan
klien sangat kooperatif saat dilakukan anamnesa, dan perawat ruangan juga membantu.
Sedangkan faktor penghambat karena keterbatasan waktu anamnesa. Hal ini dikarenakan
kondisi klien yang masih lemah dan ingin beristirahat. Solusi penulis untuk mengatasi
hambatan tersebut, penulis berusaha membuat kontak atau bertemu klien sesering
mungkin untuk menganamnesa maupun mengevaluasi kondisi klinis klien.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pada tinjauan teoritis, diagnosa keperawatan yang muncul adalah ketidakefektifan
bersihan jalan napas berhubungan dengan inflamasi trakeobonkial, pembentukan edema,
peningkatan produksi sputum, ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses
inflamasi dalam alveoli, gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membrane alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah, dan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia.
Pada kasus An. S diagnosa yang muncul juga sama dengan yang ada di tinjauan
teori. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan inflamasi trakeobonkial,
pembentukan edema, peningkatan produksi sputum. Diagnosa tersebut ditemukan karena
klien mengeluh sesak napas, dahak menempel susah dikeluarkan, batuk produktif dan
mual rasa tidak enak di tenggorokan akibat dahak yang terus keluar dan ditelan.
Diagnosa lain yang ditemukan pada kasus yang sesuai dengan tinjauan teori
adalah ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli.
Hal ini dilihat dari data yang diperoleh saat anamnesa, klien mengeluh an.M batuk sekret
susah keluar.

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN
B. SARAN

You might also like