You are on page 1of 15

Hubungan Antara Kejadian Asites 79

HUBUNGAN ANTARA KEJADIAN ASITES PADA CIRRHOSIS HEPATIS DENGAN


KOMPLIKASI SPONTANEOUS BACTERIAL PERITONITIS

Meddy Setiawan*

Abstrak

Cirrhosis Hepatis merupakan hasil akhir dari jejas hepatoseluler yang ireversibel dan menimbulkan fibrosis dan regenerasi nodular
pada hepar. Retensi air dan garam tampak jelas sebagai manifestasi klinis pada semua kasus Cirrhosis Hepatis disebut asites. Spontaneous
Bacterial Peritonitis adalah komplikasi ketiga terbesar pada pasien dengan Cirrhosis Hepatis walaupun komplikasi tersebut dapat tampak
pada pasien asites karena sebab yang lain.
Tujuan penelitian ini adalah membuktikan adanya hubungan antara asites pada penderita Cirrhosis Hepatis dengan komplikasi
Spontaneous Bacterial Peritonitis. Metode yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan data yang diambil dari rekam medis pasien
asites rawat inap di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Syaiful Anwar Malang pada tahun 2006 (1 Januari 1 – 31 Desember 2006).
Data dianalisis dengan menggunakan Uji Chi-Square dan Uji Korelasi Kontingensi.
Hasil penelitian menunjukkan, dari tabulasi silang penderita asites dengan Cirrhosis Hepatis dan komplikasi Spontaneous Bacterial
Peritonitis, 48 % terdiagnosis Cirrhosis Hepatis dan 52 % non Cirrhosis. 51 % mengalami komplikasi Spontaneous Bacterial Peritonitis
dengan 63 % nya terdiagnosa Cirrhosis Hepatis. Hal ini menunjukkan bahwa Komplikasi Spontaneous Bacterial Peritonitis lebih banyak
muncul pada pasien Cirrhosis Hepatis daripada dengan pasien Non-Cirrhosis Hepatis.
Kesimpulan penelitian ini adalah adanya hubungan yang signifikan antara ascites pada penderita Cirrhosis Hepatis dengan
Komplikasi Spontaneous Bacterial Peritonitis dengan hasil uji Chi-Square (c2) = 9,066 dengan p = 0.003 (á < 0,05) dan hasil uji Korelasi
Kontingensi = 0.288 dengan p = 0.003 (á < 0,05) menunjukkan keeratan yang positif.

Kata Kunci : Cirrhosis Hepatis - Asites - Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP)

* Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran


Universitas Muhammadiyah Malang

79
80 Vol.7 No. 15 Desember 2011
Abstract

Cirrhosis Hepatis is the end result of hepatocellular injury that is generally irreversible and leads to both fibrosis and nodular
regeneration throughout the liver. Sodium and water retention occur in virtually all cases of Cirrhosis Hepatis, even before fluid accumulation
is detectable clinically within the peritoneal space, and it is called ascites. Spontaneous Bacterial Peritonitis is the first three occur most
commonly in patients with Cirrhosis and ascites, although they may occur in patients with other causes of ascites.
The aim of this study is to prove the correlation between ascites in Cirrhosis Hepatis and its complication to Spontaneous
Bacterial Peritonitis from it approach with the clinical manifestasion of Cirrhosis Hepatis, ascites, and Spontaneous Bacterial Peritonitis.
Material and method are taken from ascitic patients’ medical report whose hospitalized at Syaiful Anwar Hospital Malang in 2006 (1 st
January – 31st December 2006). Datas were analyzed with descriptive analytic using Chi-Square study and Contingency Correlation approach.
Using cross tabulation method shows, that 48 % of the patients were diagnosed with Cirrhosis Hepatis and 52 % with non - Cirrhosis
Hepatis. 51 % had complication to Spontaneous Bacterial Peritonitis, with 62 % were diagnosed with Cirrhosis Hepatis. It explains that
Spontaneous Bacterial Peritonitis’ complication which appears in ascitic patients with Cirrhosis Hepatis is more prevalent compare to non-
Cirrhosis Hepatis ascitic patients.
The results of this research shows that, ascites in Cirrhosis Hepatis and its manifestation to Spontaneous acterial Peritonitis
have a significant correlation by Chi-Square (x 2) 9,066 with p = 0,003 (á < 0,05), and Contingency Correlation 0,288 with p = 0,003
(á < 0,05).

Keyword : Cirrhosis Hepatis, Ascites, Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP)

PENDAHULUAN Bacterial Peritonitis cukup tinggi, yaitu sekitar 50 %.


Cirrhosis Hepatis (CH) merupakan penyebab (Claude, 1996).
kematian terbesar ketiga di negara berkembang Banyaknya angka kejadian asites pada
pada pasien yang berusia diatas 45 tahun (setelah penderita Cirrhosis Hepatis seperti yang diuraikan di
penyakit kardiovaskuler dan kanker). Diseluruh atas, akan lebih meningkatkan resiko terjadinya
dunia, Cirrhosis Hepatis menempati urutan ketujuh Spontaneous Bacterial Peritonitis, sehingga meningkatkan
penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal angka morbiditas dan mortalitas penderita Cirrhosis
setiap tahun akibat penyakit ini. Cirrhosis Hepatis Hepatis, yang akhirnya menurunkan pruduktivitas.
merupakan penyakit hati yang sering ditemukan Untuk itulah pada penelitian ini menarik untuk
dalam ruang perawatan Bagian Penyakit Dalam. diteliti hubungan antara kejadian Cirrhosis Hepatis
(Sutadi, 2003). Di Indonesia, data prevalensi Cirrhosis yang disertai asites dengan komplikasi Spontaneous
Hepatis belum ada, hanya laporan-laporan dari Bacterial Peritonitis.
beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito Tujuan umum dalam penelitian ini adalah
Yogyakarta, dalam kurun waktu 4 tahun ditemukan untuk membuktikan adanya hubungan antara asites
819 penderita Cirrhosis Hepatis dari seluruh pasien pada penderita Cirrhosis Hepatis dengan komplikasi
di bagian Penyakit Dalam. (Nurdjanah, 2006) Spontaneous Bacterial Peritonitis.
Asites merupakan manifestasi kardinal dari Pengertian Cirrhosis Hepatis dapat dikatakan
penderita Cirrhosis Hepatis, yaitu penimbunan cairan sebagai berikut yaitu suatu keadaan disorganisasi
serosa dalam rongga peritoneum. 80 % penderita yang difus dari struktur hati yang normal akibat
Cirrhosis Hepatis di Amerika menunjukkan adanya nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan mengalami
asites. Beberapa faktor yang turut terlibat dalam fibrosis. (Sutadi, 2003). Gambaran ini terjadi akibat
patogenesis asites pada Cirrhosis Hepatis antara lain nekrosis hepatoseluler, kolapsnya jaringan penunjang
adalah hipertensi portal. retikulin disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan
Peritonitis merupakan komplikasi tersering vaskular, dan regenerasi nodularis parenkim hati
pada penderita Cirrhosis Hepatis yang disertai dengan sisanya. Proses patologik harus dipandang sebagai
asites. 10-30% penderita Cirrhosis Hepatis dengan akhir dari perjalanan berbagai jenis cedera hati
asites mengalami komplikasi berupa peritonitis. kronik. (Podolsky, 2005)
Bentuk peritonitis yang paling sering adalah Klasifikasi histologis Cirrhosis dibagi menjadi:
Spontaneous Bacterial Peritonitis. Spontaneous Bacterial Mikronoduler, makronoduler, dan bentuk campuran
Peritonitis (SBP) terjadi bukan karena infeksi (mixed forms). Masing-masing bentuk tersebut dapat
abdomen, namun biasanya terjadi pada pasien dilihat pada pasien yang sama, dengan penyakit
dengan asites akibat penyakit hati kronis, dalam hal yang berbeda stadiumnya. Pada sirosis
ini Cirrhosis Hepatis. Angka kematian dari Spontaneous mikronodular, tipe penyakit hati alkoholik (Laenec’s
Hubungan Antara Kejadian Asites 81

Cirrhosis), regenerasi nodul tidak lebih besar dari sentimeter dan bisa saja didapatkan dilatasi vena
lobulus pada umumnya, diameternya kira-kira tidak central.
lebih dari 1 mm. Macronodular Cirrhosis ditandai Klasifikasi Cirrhosis Hepatis menurut Child-
dengan nodul yang lebih besar, yang dapat pugh juga digunakan sebagai dasar diagnosis Cirrhosis
berkembang diameternya sampai beberapa Hepatis

Tabel 1
Klasifikasi Child-pugh :
Skor/parameter 1 2 3

Bilirubin (mg%) <2,0 2 - <3 >3,0


Albumin (%) >3,5 2,8 - <3,5 <2,8
Prothrombin time (%) >70 40 - <70 <40
Asites 0 Minimal – sedang Banyak (+++)
(+) – (++)
Hepatic enchepalopathy (-) Std.I dan Std.II Std.III dan IV
(Sumber : FKUI, 2006)
Derajat 1 merupakan derajat kerusakan kemampuan berkontraksi) di tempat cedera dan
minimal, dimana disebutkan oleh Tarigan (1996) merangsang pembentukan kolagen. Di zona
bahwa pada derajat ini merupakan derajat periportal dan perisentral muncul septa jaringan
kompensasi sempurna, sehingga kadang-kadang ikat seperti jaring yang akhirnya menghubungkan
sulit menegakkan diagnosis Cirhhosis Hepatis. Pada triad portal dengan vena sentralis. Jalinan jaringan
proses lanjutan dari kompensasi sempurna (derajat ikat halus ini mengelilingi massa kecil sel hati yang
2) mungkin bisa ditegakkan diagnosis dengan masih ada, yang lalu mengalami regenerasi dan
bantuan pemeriksaan klinis yang cer mat, membentuk nodulus. Walaupun terjadi regenerasi
laboratorium biokimia/serologi marker, dan dalam sisa-sisa parenkim, kerusakan sel biasanya
pemeriksaan penunjang lainnya. Pada derajat melebihi perbaikannya. Akibat destruksi hepatosit
ini,penegakan diagnosis Cirrhosis Hepatis terdiri atas dan penimbunan kolagen yang berkelanjutan, ukuran
pemeriksaan fisik, laboratorium, USG. Pada kasus hati menciut, tampak berbenjol-benjol (noduler),
tertentu diperlukan pemeriksaan biopsy hati/ dan menjadi keras karena berbentuk Cirrhosis
peritenoskopi. Sulit membedakan hepatitis kronik “stadium akhir”. (Podolsky, 2005)
aktif yang berat dengan sirosis hepatis dini. Sumber utama pembentukan kolagen pada
Suharyono Soebandiri memformulasikan Cirrhosis Hepatis terutama terjadi pada sel stelata
bahwa 5 dari 7 tanda di bawah ini sudah dapat hepatik perisinusoidal (sel Ito), yang terdapat di
menegakkan diagnosis Cirrhosis Hepatis Space of Disse. Walaupun pada umumnya berfungsi
dekompensata: Asites, Splenomegali, Perdarahan sebagai sel penyimpan vitamin A, sel-sel tersebut
varises (hematemesis), Kadar albumin yang rendah, teraktivasi sejalan dengan terjadinya Cirrhosis Hepatis,
Spider Nevi, Erythema Palmaris, Vena collateral. (Tarigan, penyimpanan retinil ester menghilang, dan berubah
1996) menjadi sel seperti myofibroblas. Stimuli dari sintesis
Di negara barat, alkohol merupakan dan deposisi dari kolagen juga dapat bersumber
penyebab utama Cirrhosis Hepatis, sedangkan di dari:
Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B – Inflamasi kronis, dengan produksi sitokin
maupun C. Hasil penelitian di Indonesia inflamasi seperti Tumor Necrosis Factor
menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan (TNF)-á, Transforming Growth Factor
Cirrhosis sebesar 40-50%, dan virus hepatitis C (TGF)-â, dan interleukin-1
sebesar 30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya – Produksi sitokin dari sel endogen yang
tidak diketahui dan termasuk kelompok virus bukan terstimulasi (sel Kupffer, sel endotel, hepatosit,
B dan C (non B – non C). (Nurdjanah, 2006) dan sel epitel duktus biliaris)
Akibat masukan alkohol, infeksi hepatitis – Disrupsi dari matrix extraselular.
virus tipe B/C, atau toxin lain, mengakibatkan
– Stimulasi langsung dari sel stelata oleh toxin.
destruksi hepatosit yang berkepanjangan, muncul
(Cotran, 1999)
fibroblas (termasuk miofibroblas yang memiliki
82 Vol.7 No. 15 Desember 2011
Sekuele utama Cirrhosis Hepatis adalah yang memproduksi albumin. Akan tetapi laju
hipertensi portal. Tekanan portal yang normal adalah produksi ini bervariasi tergantung keadaan penyakit
antara 5-10 mmHg. Pada hipertensi portal terjadi dan laju nutrisi karena albumin hanya dibentuk
kenaikan tekanan dalam sistem portal yang lebih pada lingkungan osmotik, hormonal dan nutrisi
dari 15 mmHg dan bersifat menetap. Keadaan ini yang cocok. Tekanan osmotik koloid cairan
akan menyebabkan limpa membesar (splenomegali), interstisial yang membasahi hepatosit merupakan
pelebaran pembuluh darah kulit pada dinding perut regulator sintesis albumin yang penting.
disekitar pusar (caput medusae), pada dinding perut Degradasi albumin total pada dewasa
yang menandakan sudah terbentuknya sistem dengan berat 70 kg adalah sekitar 14 gram/hari
kolateral, wasir (hemorrhoid), dan penekanan atau 5% dari pertukaran protein seluruh tubuh per
pembuluh darah vena esofagus atau cardia (varices hari. Albumin dipecah di otot dan kulit sebesar 40-
oesophagus) yang dapat menimbulkan muntah darah 60%, di hati 15%, ginjal sekitar 10% dan 10%
(hematemesis), atau berak darah (melena). Kalau sisanya merembes ke dalam saluran cerna lewat
pendarahan yang keluar sangat banyak maka dinding lambung. Produk degradasi akhir berupa
penderita bisa timbul syok (renjatan). Perjalanan asam amino bebas. Pada orang sehat kehilangan
penyakit pasien Cirrhosis tahap lanjut biasanya albumin lewat urine biasanya minimal tidak
dipersulit oleh sejumlah sekuele penting yang tidak melebihi10-20 mg/hari karena hampir semua yang
bergantung pada etiologi penyekit hati yang melewati membran glomerolus akan diserap
mendasari, seperti timbul asites, ensefalopati, dan kembali.
perubahan ke arah kanker hati primer (hepatoma).
Komplikasi yang sering dijumpai pada
(Podolsky, 2005)
penderita Cirrhosis Hepatis adalah Spontaneous Bacterial
Gangguan metabolik yang bermacam-macam Peritonitis, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis
juga bisa didapatkan. Intoleransi glukosa karena bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder
resistensi insulin endogen, walaupun secara klinis, intraabdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala,
jarang disertai diabetes. Hiperventilasi sentral dapat namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.
terjadi akibat alkalosis respiratorik. Peningkatan Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan
pelepasan urine diakibatkan hipomagnesemia dan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi
hipofosfatemia. Pada pasien dengan asites dan glomerolus. Ensefalopati hepatik merupakan
hiponatremi dilusional, hipokalemi terjadi karena kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Pada
meningkatnya pengeluaran potassium lewat urine sindrom hepatopulmonal terdapat hidrothoraks dan
yang disebabkan oleh hipoaldosteronisme. Prerenal hipertensi portopulmonal. (Nurdjanah, 2006)
azotemia juga ditemukan pada beberapa pasien.
Kebanyakan pasien dengan Cirrhosis Hepatis
(Podolsky, 2005)
kadang-kadang terjadi peningkatan cairan dalam
Salah satu manifestasi dari Cirrhosis Hepatis abdomen atau yang disebut dengan asites, dapat
adalah menurunnya kadar albumin. Albumin meningkatkan resiko terjadinya infeksi
merupakan protein plasma yang paling banyak intraabdominal spontan.
dalam tubuh manusia, yaitu sekitar 55-60% dari
Perdarahan varises. Perdarahan adalah hal
protein serum yang terukur.Albumin terdiri dari
yang tersering dari varises pada daerah
rantai polipeptida tunggal dengan berat molekul
gastroesophageal junction. Faktor yang mempengaruhi
66,4 kDa dan terdiri dari 585 asam amino. Pada
belum jelas, tapi menyangkut derajat hipertensi
molekul albumin terdapat 17 ikatan disulfida
portal (>12 mmHg) dan ukuran dari varises.
yang menghubungkan asam-asam amino yang
Splenomegali kongestif sering dijumpai pada pasien
mengandung sulfur. Molekul albumin berbentuk
dengan hipertensi portal karena meningkatnya aliran
elips sehingga bentuk molekul seperti itu tidak
darah pada vena lien. Asites, umum dijumpai pada
akan meningkatkan viskositas plasma dan terlarut
pasien dengan Cirrhosis atau kelainan hati yang lain.
sempurna. Kadar albumin serum ditentukan oleh
Sindroma hepatorenal, berhubungan dengan
fungsi laju sintesis, laju degradasi dan distribusi
bertambah parahnya azotemia dengan retensi
antara kompartemen intravaskular dan
sodium dan oligouri yang merupakan penyebab
ektravaskular. Cadangan total albumin sehat (70
disfungsi renal. (Podolsky, 2005)
kg) dimana 42% berada di kompartemen
plasma dan sisanya dalam kompartemen Spontaneous Bacterial Peritonitis adalah infeksi
ektravaskular. cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti
infeksi sekunder intraabdominal. Biasanya pasien ini
Sintesis albumin hanya terjadi di hepar
tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan
dengan kecepatan pembentukan 12-25 gram/hari.
nyeri abdomen. (Nurdjanah, 2006)
Pada keadaan normal hanya 20-30% hepatosit
Hubungan Antara Kejadian Asites 83

Spontaneous Bacterial Peritonitis dapat disebabkan Peritonitis pada penderita Cirrhosis Hepatis dengan
karena perforasi usus yang dapat menyebabkan asites. Penelitian pada 127 penderita Cirrhosis Hepatis
masuknya organisme patogen ke dalam rongga dengan asites, ditemukan lima variabel yang berkaitan
peritoneum. (Lingappa, 2000) dengan tingginya resiko Spontaneous Bacterial Peritonitis,
Agen yang berperan dalam etiologi Spontaneous tetapi hanya protein cairan asites dibawah 1gr/dL
Bacterial Peritonitis kebanyakan adalah monobakterial, yang menguatkan prediksi. Dua penelitian selanjutnya
yang pada umumnya adalah flora intestinal (>90%). juga menemukan hasil yang sama.
¾ kasus Spontaneous Bacterial Peritonitis disebabkan
oleh organisme aerob gram negatif (50% nya Metodologi Penelitian :
adalah Eschericia coli), dan ¼ nya disebabkan oleh Rancangan Penelitian
organisme aerob gram positif (19% pneumococci).
Organisme anaerob jarang karena cairan asites Rancangan penelitian yang digunakan adalah
memiliki tekanan oksigen yang tinggi. (Bandy, 2006) deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional.
Cairan asites merupakan medium kultur yang
baik untuk beberapa patogen, ter masuk Populasi
Enteobacteriaceae (khususnya E coli), group D Seluruh penderita asites yang rawat inap di
streptokokus (enterokokus), Streptococcus pneumoniae, bagian Penyakit Dalam RSSA Malang pada tahun
dan Streptococcus viridan. (Lingappa, 2000) 2006 (1 Januari – 31 Desember 2006).
Ada sebuah argumen yang mengatakan
bahwa Spontaneous Bacterial Peritonitis terjadi akibat Sampel
migrasi transmural bakteri dari usus halus atau
Penderita Cirrhosis Hepatis, Congestive Heart
lumen organ, yaitu fenomena yang disebut
Failure, Nephrotic Syndrome, malnutrisi, Meig’s Syndrome
translokasi bakterial. Tetapi, kenyataan eksperimental
yang disertai asites, yang rawat inap di bagian
mengatakan, bahwa migrasi transmural secara
Penyakit Dalam RSSA Malang pada tahun 2006 (1
langsung belum tentu mengakibatkan Spontaneous
Januari – 31 Desember 2006) yang memenuhi
Bacterial Peritonitis. Mekanisme lain mengatakan,
kriteria inklusi dan eksklusi dari penelitian.
organisme infeksius dengan mudah menyebar secara
hematogen apabila dikaitkan dengan sistem
pertahanan imun yang kurang. Beberapa faktor Cara Pemilihan Sampel
yang mempengaruhi antara lain: pertumbuhan Menggunakan rumus perkiraan besar sampel,
bakteri dalam usus, disertai dengan fungsi fagositik, yang dipakai adalah rumus besar sampel untuk
serum yang rendah dan level komplemen dari data nominal untuk sampel tunggal dengan
asites, penurunan fungsi retikuloendotelial, dapat menggunakan ketepatan absolute.
meningkatkan jumlah mikroorganisme dan Apabila tingkat kepercayaan yang dikehendaki
menurunkan kapasitas untuk membersihkan sebesar 95%, PxQ mempunyai nilai paling tinggi
organisme-organisme tersebut melalui peredaran untuk P=0,50, ketepatan absolut yag diinginkan
darah. Menariknya, pasien dewasa dengan sebesar 10%, dan bila proporsi sebelumnya tidak
Spontaneous Bacterial Peritonitis pada umumnya disertai diketahui, maka besar sampel minimal yang
asites, tapi kebanyakan pasien anak-anak tidak diperlukan adalah :
disertai asites. Alasan dan mekanisme dibalik sumber n = (1,960)2 x (0,50) x (1-0,50)
ini masih menjadi investigasi selanjutnya. (Bandy,
2006) (0,10)2
Perhitungan sel polimorfonuklear diatas 250 n = 96, 04
sel/mm3 pada cairan asites sudah menunjukkan n = 97
diagnosis Spontaneous Bacterial Peritonitis dan segera
memerlukan pengobatan antibiotika. (Parsi, 2004) Kriteria Inklusi
Kultur bakteri aerob dan anaerob dapat Adalah : Penderita dengan asites (Cirrhosis
menjadi tuntunan dalam penatalaksanaan Spontaneous Hepatis, Congestive Heart Failure, Malnutrisi, Nephrotic
Bacterial Peritonitis. Studi lain yang perlu diperhatikan: Syndrome, Meig’s Syndrome), Pria dan wanita, tanpa
Sitologi, Laktat; level laktat asites >25 mg/dL dan batasan usia.
pH cairan asites <7,35 (Bandy, 2006)
Konsentrasi protein yang rendah
(hipoalbumin) pada cairan asites berkaitan dengan
tingginya resiko terjadinya Spontaneous Bacterial
84 Vol.7 No. 15 Desember 2011
Kriteria Eksklusi Teknik Pengumpulan Data
Adalah : Penderita Spontaneous Bacterial Diperoleh dari data sekunder yaitu Rekam
Peritonitis dengan riwayat parasentesa, penderita Medik penderita asites, yang akan diolah berdasarkan
peritonitis sekunder akibat enteritis, dan infeksi :Karakteristik penderita, gejala klinis, pemeriksaan
organ abdomen. fisik, dan pemeriksaan laboratorium.

Variabel Penelitian Analisa Data


Variabel bebas adalah asites dan Variabel Menggunakan deskriptif analitik dan disajikan
tergantung adalah Spontaneous Bacterial Peritonitis dalam bentuk tabel frekuensi distribusi. Kemudian
data tersebut dikelompokkan menjadi 4 kelompok:
Tempat dan Waktu Penelitian 1. Kelompok A (Asites pada Cirrhosis dengan
SBP (+))
Penelitian akan dilaksanakan di bagian
Penyakit Dalam RSSA Malang mulai bulan 2. Kelompok B (Asites pada Cirrhosis dengan
November 2007 – Januari 2008. SBP (-))
3. Kelompok C (Asites pada Non-Cirrhosis
dengan SBP (+))
Definisi dan Konsep Operasional
4. Kelompok D (Asites pada Non-Cirrhosis
· Cirrhosis Hepatis adalah suatu akhir dari perjalanan
dengan SBP (-))
berbagai jenis cedera hati kronik dan irreversibel.
Diagnosa pasti Cirrhosis Hepatis didasarkan pada Hubungan antara asites pada Cirrhosis Hepatis,
pemeriksaan fisik, laboratorium, dan USG. dengan kejadian Spontaneous Bacterial Peritonitis
dilakukan uji Chi-Square menggunakan program
· Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal
SPSS for Windows versi 10.0, dengan derajat
dalam rongga abdomen. Asites sangat mudah
kepercayaan 95%, á=0,05 bermakna bila p‹0,05
dikenali pada inspeksi, akan tampak perut
dengan koefisien kontigensi (r) sebagai ukuran dari
membuncit, pada umumnya gizi kurang, otot
keeratan hubungan antara asites pada Cirrhosis
atrofi. Dan pada pemeriksaan fisik, didapatkan
Hepatis, dengan kejadian Spontaneous Bacterial Peritonitis.
pekak alih atau Shifting Dullness (+).
· Albumin merupakan protein yang terbesar
dalam plasma darah dan diproduksi oleh hepar. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Albumin berperan dalam mengatur tekanan Responden yang disertai dengan asites yang
onkotik plasma. Kadar normal albumin serum berjumlah 100 orang, diteliti keterkaitannya dengan
antara 30-50 gr/dL. Kadarnya menurun pada kejadian Cirrhosis Hepatis dan komplikasi Spontaneous
penderita dengan asites, dan didapatkan dari Bacterial Peritonitis. Hasil rekapitulasi distribusi
pemeriksaan laboratorium darah lengkap. frekuensi yang terkumpul tentang karakteristik
· Spontaneous Bacterial Peritonitis adalah infeksi cairan responden tersebut diperoleh sebagai berikut.
asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti
infeksi sekunder intraabdominal, yang Distribusi Usia Responden
diagnosanya ditegakkan berdasarkan aspirasi Deskripsi berdasarkan usia dari responden
cairan asites, dari pemeriksaan laboratorium, yang mengalami asites, disajikan dalam tabel sebagai
dan dengan kultur bakteri (+). berikut.
Tabel 2
Karakteristik Usia Responden dengan Asites
Usia (tahun) Frekuensi Persentase (%)
< 30 6 6%
30-39 10 10%
40-49 37 37%
50-59 20 20%
60-69 17 17%
= 70 10 10%
Total 100 100%
Sumber : Data yang diolah, 2009
Hubungan Antara Kejadian Asites 85

Berdasarkan analisa yang telah dilakukan Distribusi Jenis Kelamin


peneliti, didapat bahwa rentang terbesar usia Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin
responden yang mengalami asites adalah antara 40- responden, didapatkan hasil sebagai berikut.
49 tahun, sebanyak 37%, lalu terbanyak kedua,
adalah antara 50-59 tahun, sebanyak 20%.

Tabel 3
Distribusi Jenis Kelamin Responden
Jenis kelamin Frekuensi Persentase (%)
Laki-laki 57 57%
Perempuan 43 43%
Total 100 100%
Sumber : Data yang diolah, 2009

Berdasarkan analisa yang dilakukan peneliti, Gejala Klinis Cirrhosis Hepatis


didapatkan bahwa responden pria lebih banyak Deskripsi gejala klinis terhadap pendekatan
atau sekitar 57% daripada wanita yang hanya 43%. diagnosa Cirrhosis Hepatis diuraikan dalam tabel
berikut.
Tabel 4
Distribusi Frekuensi Gejala Klinis Cirrhosis Hepatis
Hasil Total
(%)
Gejala Klinis Positif (+) Negatif (-)
Frek (%) Frek (%)
Asites 100 100 - - 100
Nyeri Adomen 38 38 62 62 100

Dyspepsia 73 73 27 27 100

Shifting Dullness 59 59 41 41 100

Sumber : Data yang diolah, 2009

Berdasarkan distribusi gejala klinis yang Pendekatan Diagnosa Cirrhosis Hepatis


ditemukan dari 100 responden, didapatkan : Pada penelitian ini, penulis meneliti gejala
Sebanyak 100 % responden mengalami asites. klinis yang diambil dari rekam medis responden,
Sebanyak 38% responden mengalami nyeri yang digunakan untuk dasar diagnosis Cirrhosis
abdomen, 73 % responden mengalami Dyspepsia, Hepatis.
dan 59 % responden dengan Shifting Dullness positif.

Tabel 5
Distribusi Frekuensi Pendekatan Diagnosa Cirrhosis Hepatis
Pendekatan Diagnosa Frekuensi Persentase (%)
Non Cirrhosis Hepatis 52 52%
Cirrosis Hepatis 48 48%
Total 100 100%
Sumber : Data yang diolah, 2009
86 Vol.7 No. 15 Desember 2011
Gejala Klinis Spontaneous Bacterial abdomen, demam, peningkatan leukosit diatas
Peritonitis 10.000 sel/mm3, dan penurunan kadar albumin
Gejala klinis Spontaneous Bacterial Peritonitis dibawah 3,5%.
yang sering dijumpai adalah ditemukannya distensi

Tabel 6
Distribusi Frekuensi Gejala Klinis Spontaneous Bacterial Peritonitis
SBP
Chi square Korelasi
No Gejala Klinis (-) (+)
dan p dan p
n=49 n=51
1 Distensi Abdomen
(-) 29 4 29,792 r= 0,479
(+) 20 47 p=0,000 p=0,000
2 Leukosit >10.000sel/mm3
(-) 33 14 15,968 r= 0,371
(+) 16 37 p=0,000 p=0,000
3 Albumin <3,5 %
(-) 9 2 5,327 r= 0,225
(+) 40 49 p=0,021 p=0,021
4 Suhu tubuh >37,5 oC
< 37oC 39 1 62,752 r=0,621
= 37oC 10 50 p=0,000 p=0,000
Sumber : Data yang diolah, 2009

Pendekatan Diagnosa Spontaneous responden yang telah didapatkan data gejala klinis
Bacterial Peritonitis yang menyertai, menurut distribusi di atas,
Pada penelitian ini, penulis meneliti gejala didapatkan hasil sebagai berikut.
klinis yang diambil dari rekam medis responden,
yang akan digunakan untuk pendekatan diagnosis
Spontaneous Bacterial Peritonitis. Dari 100 orang

Tabel 7
Distribusi Frekuensi Pendekatan Diagnosis
Spontaneous Bacterial Peritonitis

Hasil diagnosa SBP Frekuensi Persentase (%)


(-) 49 49%
( +) 51 51%
Total 100 100%
Sumer : Data primer yang diolah, 2009

Dari data diatas dapat dijelaskan bahwa, dari Hasil Analisa Gejala Klinis terhadap
100 orang responden, ditemukan sebanyak 51 Cirrhosis Hepatis
responden (51%) mengalami komplikasi Spontaneous Cirrhosis Hepatis dengan gejala klinis asites,
Bacterial Peritonitis, sedangkan 49 responden (49%) nyeri abdomen, Dyspepsia, dan Shifting Dullness positif,
tidak mengalami komplikasi Spontaneous Bacterial memiliki hubungan yang dapat dilihat dari tabulasi
Peritonitis. silang sebagai berikut.
Hubungan Antara Kejadian Asites 87

Tabel 8
Hubungan antara Gejala Klinis dengan Pendekatan
Diagnosis Cirrhosis Hepatis
CH
Chi square Korelasi
No Gejala Klinis (-) (+) dan p dan p
n=52 n=48
1 Asites
(-) 0 0 - -
(+) 52 48
2 Nyeri Abdomen
(-) 35 27 1,295 r= 0,113
(+) 17 21 p=0,255 p=0,255
3 Dyspepsia
(-) 18 9 3,188 r= 0,176
(+) 34 39 p=0,074 p=0,074
4 Shifting Dullness
(-) 20 21 0,289 r=0,054
(+) 32 27 p=0,591 p=0,591

Sumber : Data primer yang diolah, 2009

Berdasarkan Uji Chi-Square dari data diatas, Berdasarkan Uji Korelasi dari data di atas,
dapat diuraikan satu per satu sebagai berikut : gejala klinis nyeri abdomen, Dyspepsia, dan Shifting
Untuk gejala klinis asites, tidak ditemukan nilai Chi- Dullness pada responden dengan asites, tidak
Square dan nilai korelasi, karena semua responden menunjukkan adanya keeratan hubungan (korelasi
mengalami asites, sebagaimana asites masuk ke = r) yang kuat dan signifikan. Namun Dyspepsia
dalam kriteria inklusi dalam pengambilan sampel masih cenderung memiliki keterkaitan yang lebih
penelitian ini. Pada responden dengan gejala klinis besar terhadap Cirrhosis Hepatis dengan asites dengan
nyeri abdomen, Dyspepsia, dan Shifting Dullness, korelasi sebesar 0,176.
ditemukan nilai p > 0,05 yang berarti, tidak
menunjukkan adanya suatu hubungan yang signifikan Hasil Analisa Gejala Klinis Terhadap
terhadap Cirrhosis Hepatis. Hal ini disebabkan karena Komplikasi Spontaneous Bacterial
diagnosis Cirrhosis Hepatis ditegakkan melainkan Peritonitis
berdasarkan gejala klinis yang didapat, juga
berdasarkan pemeriksaan laoratorium dan USG Spontaneous Bacterial Peritonitis dengan gejala
abdomen. Oleh karena itu, masih banyak aspek klinis yang paling sering dijumpai berupa distensi
yang perlu diteliti lagi untuk memastikan diagnosa abdomen, peningkatan leukosit diatas 10.000 sel/
Cirrhosis Hepatis. mm3, penurunana kadar albumin dibawah 3,5 %,
dan peningkatan suhu tubuh >37 oC, memiliki
hubungan yang dapat dilihat dari tabel berikut.
Tabel 9
Hubungan antara Gejala Klinis dengan Pendekatan
Diagnosis Spontaneous Bacterial Peritonitis
SBP
Chi square Korelasi
No Gejala Klinis (-) (+) dan p dan p
n=49 n=51
1 Distensi Abdomen
(-) 29 4 29,792 r= 0,479
(+) 20 47 p=0,000 p=0,000
2 Leukosit >10.000sel/mm3
(-) 33 14 15,968 r= 0,371
(+) 16 37 p=0,000 p=0,000
88 Vol.7 No. 15 Desember 2011

3 Albumin <3,5 %
(-) 9 2 5,327 r= 0,225
(+) 40 49 p=0,021 p=0,021
4 Suhu tubuh >37,5 oC
< 37o C 39 1 62,752 r=0,621
= 37 Co 10 50 p=0,000 p=0,000
Sumber : Data primer yang diolah, 2009

Tetapi, peningkatan suhu tubuh memiliki keeratan


Berdasarkan Uji Chi-Square dari data di atas,
hubungan yang paling erat diantara keempat gejala
gejala klinis distensi abdomen, peningkatan leukosit
klinis tersebut, yaitu dengan nilai korelasi 0,621.
diatas 10.000 sel/mm3, penurunana kadar albumin
dibawah 3,5 %, dan peningkatan suhu tubuh > 37o
C, memiliki nilai signifikansi p < 0,05 sehingga Hasil Analisa Hubungan antara Cirrhosis
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang Hepatis dengan K o m p l i k a s i
signifikan antara keempat gejala klinis diatas dengan Spontaneous Bacterial Peritonitis
komplikasi Spontaneous Bacterial Peritonitis. Hubungan antara Cirrhosis Hepatis dengan
Dari Uji Korelasi gejala klinis di atas, Komplikasi Spontaneous Bacterial Peritonitis
didapatkan bahwa keempat gejala klinis di atas berdasarkan Uji Chi-Square dan Uji Korelasi
menunjukkan keeratan hubungan dengan komplikasi disajikan dalam tabel sebagai berikut.
Spontaneous Bacterial Peritonitis dengan p < 0,05.

Tabel 10
Hubungan antara Cirrhosis Hepatis dengan Komplikasi
Spontaneous Bacterial Peritonitis
CH
Chi square Korelasi
No Gejala Klinis SBP (-) (+)
dan p dan p
n=52 n=48
1 Distensi Abdomen
(-) 24 9 8,478 r= 0,280
(+) 28 39 p=0,004 p=0,004
2 Leukosit >10.000sel/mm3
(-) 30 17 4,972 r= 0,218
(+) 22 31 p=0,026 p=0,026
3 Albumin <3,5 %
(-) 10 1 7,497 r= 0,264
(+) 42 47 p=0,006 p=0,006
4 Suhu tubuh >37,5o C
< 37oC 27 13 6,417 r=0,246
= 37oC 25 35 p=0,011 p=0,011

Sumber : Data primer yang diolah, 2009


Dari data di atas, ditemukan semua nilai Untuk menggambarkan penyebaran data
aspek Cirrhosis Hepatis terhadap komplikasi secara lebih terinci mengenai hubungan antara
Spontaneous Bacterial Peritonitis memiliki nilai signifikansi Cirrhosis Hepatis dengan komplikasi Spontaneous
p < 0,05, yang berarti, Spontaneous Bacterial Peritonitis Bacterial Peritonitis, dibentuk tabulasi silang (crosstabs)
memiliki hubungan yang signifikan terhadap Cirrhosis sebagai berikut.
Hepatis. Sedangkan berdasarkan Uji Korelasi
Kontingensi, juga menunjukkan adanya keeratan
hubungan antara Cirrhosis Hepatis dengan komplikasi
Spontaneous Bacterial Peritonitis.
Hubungan Antara Kejadian Asites 89

Tabel 11
Tabulasi Silang antara Cirrhosis Hepatis dengan Komplikasi
Spontaneous Bacterial Peritonitis
Crosstab

Co unt
SBP
(-) (+) Total
CH (-) 33 19 52
(+) 16 32 48
Total 49 51 100

Hasil pengujian: Chi square (c2) = 9,066 dengan p = 0.003


Korelasi kontingensi = 0.288 dengan p = 0.003

Berdasarkan hasil pengujian pada data di menyatakan adanya keeratan hubungan antara
atas, dihasilkan nilai Chi-Square sebesar 9,066 yang Cirrhosis Hepatis dengan Spontaneous Bacterial Peritonitis,
lebih besar dari c2 tabel dengan df=1, yaitu sebesar dapat diterima. Dengan kata lain antara Cirrhosis
3,841, dengan nilai signifikansi (p) sebesar 0.003 Hepatis dengan Spontaneous Bacterial Peritonitis
yang lebih kecil dari á 0.05. Sehingga dapat mempunyai keeratan hubungan yang signifikan,
disimpulkan bahwa antara Cirrhosis Hepatis dengan dengan arah korelasi yang positif.
Spontaneous Bacterial Peritonitis mempunyai hubungan Adanya kaitan erat antara Cirrhosis Hepatis
yang signifikan. Berdasarkan tabel di atas, didapatkan dengan terjadinya komplikasi Spontaneous Bacterial
nilai koefisien korelasi kontingensi sebesar 0,288 Peritonitis dapat digambarkan dalam bentuk
dengan nilai signifikansi (p) sebesar 0,003 yang histogram sebagai berikut.
lebih kecil dari á 0,05. Hal ini berarti hipotesa yang

Grafik 1
Hubungan Antara Cirrhosis Hepatis Dengan Terjadinya Komplikasi
Spontaneous Bacterial Peritonitis

33
Jumlah orang yang menderita

35
32
Cirrhosis Hepatis (CH)

30

25

20 19
(-)
16
15 (+)

10

(-) (+)
Komplikasi SBP

Sumber : Data primer yang diolah, 2009


90 Vol.7 No. 15 Desember 2011
Dari diagram di atas dapat dijelaskan bahwa orang responden yang mengalami asites, didapatkan
penderita asites dengan non Cirrhosis Hepatis yang hasil berdasarkan distribusi frekuensi usia responden,
tidak mengalami komplikasi Spontaneous Bacterial paling banyak dialami oleh responden berusia 40-
Peritonitis terdapat 33 orang, namun ada 19 orang 49 tahun sebanyak 37%, lalu setelah itu, dialami
responden yang mengalami komplikasi Spontaneous oleh responden yang berusia antara 50-59 tahun
Bacterial Peritonitis. Pada responden asites dengan sebanyak 20%. Belum ada sumber yang menjelaskan
Cirrhosis Hepatis yang mengalami komplikasi berapa insiden asites pada suatu kurun waktu
Spontaneous Bacterial Peritonitis terdapat 32 orang, tertentu, tetapi dapat dijelaskan menurut Wong
namun ada 16 responden yang tidak mengalami (2002), bahwa asites didapatkan sebanyak 50% dari
komplikasi Spontaneous Bacterial Peritonitis. Sehingga penderita yang terdiagnosa Cirrhosis Hepatis selama
dapat dikatakan bahwa komplikasi Spontaneous 10 tahun. Hal ini merupakan indikator prognosis
Bacterial Peritonitis lebih banyak disebabkan oleh yang buruk, dengan 2 tahun survival rate sebanyak
pasien asites karena Cirrhosis Hepatis, daripada pasien 50%.
asites dengan non Cirrhosis Hepatis. Menurut distribusi frekuensi berdasarkan
jenis kelamin, responden pria lebih banyak, yakni
Pembahasan 57%, dan responden wanita sebanyak 43%. Hal ini
tidak menggambarkan perbedaan yang terlalu
Asites terjadi akibat tingginya tekanan portal signifikan dalam hal jenis kelamin, yang berarti,
yang disertai dengan kadar albumin yang rendah resiko asites berpeluang hampir sama besar terhadap
dan retensi natrium. (Davey, 2007) baik pria maupun wanita.
Albumin dan protein-protein opsonik Dari 100 orang responden juga
lainnya berperan protektif terhadap bakteri diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu yang
(Podolsky, 2005). Sehingga pada penderita asites masuk dalam kategori Cirrhosis hepatis, dan non
akan lebih mudah untuk berkembang menjadi Cirrhosis hepatis, yang dilakukan melalui pendekatan
Spontaneous Bacterial Peritonitis. Belum ada sumber diagnosis berdasarkan gejala klinis yang dijumpai.
yang menyatakan seberapa banyak insiden asites Adapun gejala klinis yang diidentifikasi untuk
dialami oleh kelompok umur tertentu. Tetapi, melakukan pendekatan diagnosis Cirrhosis hepatis
Podolsky (2005) mengatakan bahwa, asites akan adalah : asites, nyeri abdomen, Dyspepsia, dan Shifting
jarang pada penderita Cirrhosis hepatis kecuali terdapat Dullness positif. Dari keempat aspek tersebut,
baik hipertensi portal maupun hipoalbuminemia. didapatkan sebanyak 48% terdiagnosis Cirrhosis
Selain itu, cairan limfe hepar yang merembes bebas hepatis, dan sebanyak 52% non Cirrhosis. Hal ini
dari permukaan hepar yang sirotik akibat distorsi disebabkan, pengelompokan non Cirrhosis hepatis
dan sumbatan sinusoid-sinusoid, dan saluran limfe, termasuk di dalamnya, beberapa macam penyakit
ikut membentuk cairan asites. Hal ini sesuai dengan yang juga dapat menimbulkan asites, diantaranya
hasil penelitian yang menyebutkan bahwa dari 100 gagal jantung kongestif, malnutrisi, sindroma
orang responden dengan asites, hanya 48% yang nefrotik, Meig’s Syndrome, dan lain-lain, sebagaimana
terdiagnosis Cirrhosis hepatis. tertulis pada usulan penelitian mengenai pemilihan
Patofisiologi retensi air dan garam oleh sampel. Dari analisa menggunakan Uji Chi-Square
ginjal pada gagal jantung (Congestive Heart Failure) dan Uji Korelasi mengenai pendekatan diagnosis
menyebabkan aktivasi renin angiotensin aldosteron Cirrhosis hepatis, ditemukan bahwa keempat gejala
yang menyebabkan meningkatnya volume ventrikel klinis yang menyertainya tersebut memang tidak
dan regangan serabut jantung. Peningkatan beban memiliki hubungan yang signifikan terhadap
awal ini akan menambah kontraktilitas miokardium terjadinya Cirrhosis hepatis. Tetapi, dyspepsia memiliki
sesuai dengan hukum Starling. Mekanisme pasti nilai yang lebih signifikan daripada gejala klinis lain
yang mengkibatkan aktivasi renin angiotensin yang ditemukan, hal ini membuktikan bahwa
aldosteron pada gagal jantung masih belum jelas. kebanyakan penderita Cirrhosis Hepatis mengalami
Namun diperkirakan terdapat sejumlah faktor seperti dyspepsia, tetapi tetap bukan pedoman untuk
rangsangan simpatis adrenergik pada reseptor beta pendekatan diagnosis Cirrhosis Hepatis. Nyeri
di dalam aparatus jukstaglomerolus, respon reseptor abdomen hanya dialami oleh sebanyak 21 responden
makula densa terhadap perubahan pelepasan natrium dengan asites. Tidak terbuktinya hubungan yang
ke tubulus distal, dan respons baroreseptor terhadap signifikan ini disebabkan karena, standar pasti
perubahan volume dan tekanan darah sirkulasi. diagnosis Cirrhosis hepatis ditegakkan melalui selain
(Wilson, 2006) gejala klinis yang dapat terlihat, seperti splenomegali,
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 100 caput medusae, hemorrhoid, varices oesophagus, hematemesis,
melena, dan shock. Selain itu juga harus ditunjang
Hubungan Antara Kejadian Asites 91

dengan pemeriksaan laboratorium seperti dikemukakan oleh Gomersall (2007) bahwa


pemeriksaan SGOT/SGPT, dan pemeriksaan USG Spontaneous Bacterial Peritonitis merupakan komplikasi
abdomen. Dalam penelitian ini, peneliti hanya yang tersering pada pasien Cirrhosis Hepatis dengan
melihat dari sisi gejala klinis yang didapat dari asites, maupun dengan penyakit lain yang disertai
rekam medis responden. Ini juga sebagai batasan asites.
dalam penelitian ini, sehingga menjadi saran bagi
peneliti selanjutnya supaya dapat lebih terinci lagi Kesimpulan
dalam melakukan pendekatan diagnosis Cirrhosis
hepatis melalui pemeriksaan-pemeriksaan penunjang. Berdasarkan hasil penelitian yang telah
Setelah mengklasifikasikan ke 100 responden dilakukan untuk mencari hubungan asites pada
ke dalam kategori Cirrhosis hepatis dan non Cirrhosis penderita Cirrhosis Hepatis dengan komplikasi
hepatis, selanjutnya diklasifikasikan menjadi yang Spontaneous Bacterial Peritonitis, maka dapat ditarik
mengalami komplikasi Spontaneous Bacterial Peritonitis. kesimpulan sebagai berikut:
Spontaneous Bacterial Peritonitis dalam penelitian ini 1. Ada hubungan yang signifikan dan keeratan
ditentukan dari gejala klinis : distensi abdomen, yang positif antara kejadian asites pada
peningkatan leukosit diatas 10.000 sel/mm 3, penderita Cirrhosis hepatis dengan komplikasi
penurunan kadar albumin dibawah 3,5 %, dan Spontaneous bacterial Peritonitis yang diuji dengan
peningkatan suhu tubuh (demam) diatas 37oC. uji Chi-Square dan Koefisien Korelasi.
Cairan asites biasanya hanya mengandung 2. Pendekatan diagnosa Spontaneous bacterial
sedikit albumin dan protein-protein opsonik lain Peritonitis dapat ditegakkan dengan melihat
yang secara normal berperan protektif terhadap gejala klinis yang diteliti: distensi abdomen,
bakteri. (Podolsky, 2005). Oleh karena itu, disebutkan peningkatan leukosit, penurunan kadar
oleh Lingappa (2000), bahwa Cairan asites albumin, dan peningkatan suhu tubuh,
merupakan medium kultur yang baik untuk keempat aspek tersebut mempunyai
beberapa patogen, termasuk Enteobacteriaceae hubungan dan tingkat keeratan yang signifikan
(khususnya E. coli), group D streptokokus yang telah di uji dengan Uji Chi-Square dan
(enterokokus), Streptococcus pneumoniae, dan Streptococcus Uji Koefisien Korelasi dengan nilai signifikansi
viridan. Menurut Bandy (2006), diagnosa pasti (p) < á 0,05.
Spontaneous Bacterial Peritonitis selain ditegakkan 3. Dari tabulasi silang penderita asites dengan
melalui temuan-temuan klinis seperti demam dan Cirrhosis Hepatis dan komplikasi Spontaneous
menggigil, nyeri abdomen atau ketidaknyamanan, Bacterial Peritonitis, menunjukkan bahwa
kadang didapatkan ensefalopati. Juga ditegakkan Komplikasi Spontaneous Bacterial Peritonitis lebih
dengan pemeriksaan laboratorium, seperti banyak muncul pada pasien Cirrhosis Hepatis
leukositosis, dan kultur bakteri (+), serta melalui daripada dengan pasien Non-Cirrhosis Hepatis.
radiografi abdomen dan foto thorax untuk melihat
adanya perforasi atau tidak. Pada penelitian ini
tidak dilakukan pengambilan data laboratorium
yang spesifik, karena peneliti tidak melihat data
kultur cairan asites.
Hasil penelitian menunjukkan, dari 100 orang
responden, 51% mengalami komplikasi Spontaneous
Bacterial Peritonitis, sedangkan 49% lainnya tidak
mengalami komplikasi Spontaneous Bacterial Peritonitis.
Lalu dengan analisa Uji Chi-Square dan Uji Korelasi,
dari keempat gejala klinis yang menjadi patokan
tersebut, menunjukkan hubungan yang signifikan
terhadap pendekatan diagnosa Spontaneous Bacterial
Peritonitis. Hal ini berarti hipotesa yang menyatakan
adanya keeratan hubungan antara Cirrhosis hepatis
dengan Spontaneous Bacterial Peritonitis, dapat diterima.
Dengan kata lain antara Cirrhosis hepatis dengan
Spontaneous Bacterial Peritonitis mempunyai keeratan
hubungan yang signifikan, dengan arah korelasi
yang positif. Hal ini serupa dengan yang
92 Vol.7 No. 15 Desember 2011
DAFTAR PUSTAKA Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2006. p.443-6
Anurogo, Dito., Tips Praktis Mengenali Asites :
Febr uari 2009, Availale from URL : Parsi, A.M., et.al., Cleveland Clinic Journal of
www.kabarindonesia.com/berita Medicine; Spontaneous Bacterial
Peritonitis: Recent Data on Incidence
Bandy, S.M., et.al. Spontaneous Bacterial
and Treatment, United States of America
Peritonitis: June 2007, Available from URL:
: CME, 2004.p.569-76.
University of New Mexico
Pearce, C.E., Anatomi dan Fisiologi untuk
w w w . E - m e d i c i n e . c o m /
Paramedis; Hati, Kandung Empedu, dan
SpontaneousBacterialPeritonitis.org
Pankreas. Jakarta : PT. Gramedia. 1999.
Cotran, et al., Robbin’s Pathologic Basic of hal. 201-11.
Disease; Peritoneum, 6 th edition, United
Podolsky, D.K., Harrison’s Principle of Internal
States of America: W.B. Saunders company,
Medicine; Cirrhosis and It’s
1999.p.841-2.
Complications, 16th edition, United States
Cotran, et al., Robbin’s Pathologic Basic of of America : McGraw-Hill’s company,
Disease; The Liver, 6 th edition, United 2005.p.1859-67.
States of America: W.B. Saunders company,
Rubin, E., Farber, L.J., Essential Pathology;
1999.p.846-56.
Cirrhosis, 2nd edition, United States of
Davey, Pattrick. At a Glance Medicine; Penyakit America : J.B. Lippincot company,
Hati Akut dan Kronis, Jakarta: EGC, 1995.p.416-8.
2007.hal.112-5.
Runyon, B.A., Pathogenesis and Clinical
Fallon, M.B., et.al., Cecil’s Essentials of Manifestations of Spontaneous Bacterial
Medicine; Fulminant Hepatic Failure, 5 Peritonitis: June 2007, Available from URL
th
edition, United States of America : W.B. : www.UpToDate.com/
Saunders company, 2001.p.385-91. medical_article_search
Gomersall, Charles. Ascitic Fluid Infections: Sutadi, Sri Maryani., Bagian Ilmu Penyakit
February 2007, Available from URL : Dalam Universitas Sumatera Utara;
www.Dragermedical/AsianIntensiveCare/ Sirosis Hepatis : 2003, Available from
ProblemsandSolutions.org URL : www.usudigitallibrar y.com/
Hasan, Irsan., Medicinus; Peran Albumin dalam sirosishepatis
Penatalaksanaan Sirosis Hati, Jakarta : Tarigan P., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ;
Dexa Media, 2008. p.3-6. Sirosis Hati. Jilid 1. Edisi Ketiga. Jakarta:
Levinson, Warren, Medical Microbiology and PB. PAPDI; 1996. p.271-9
Immunology ; Gram-Negative Rods Tierney, M.,Jr., Current Medical Treatment and
Related to the Enteric Tract, 8 th edition, Diagnosis. Cirrhosis. United States of
United States of America : McGraw-Hill’s America : Lange; 2004.p.640-5.
company, 2004.p.129-45.
Tim Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Lingappa, V.R., Current Medical Treatment and Brawijaya, Mikrobiologi Kedokteran.
Diagnosis; Liver Disease. United States Malang : Bayumedia Publishing ,
of America : McGraw-Hill’s company; 2003.hal.197-211.
2000.p.327-61.
Wibowo, Chandra, Farmakoterapi Terkini Virus
McHutchison, JG., Runyon, BA. Spontaneous Hepatitis Kronik. Manado : Universitas
bacterial peritonitis; Gastrointestinal and Samratulangi, 2003. Thesis
Hepatic Infections, WB Saunders Company,
Wilson, Lorraine M., Patofisiologi. Konsep Klinis
Philadelphia : 1994. p.455.
Proses Penyakit. Vol.2. Jakarta : EGC;
Nito, Imran., Asites, Cairan dalam Rongga 2006. p.630-41.
Peritoneal. Februari 2009, Available from
Wong, Florence. S., The Management of
URL :
Cirrhotic. Asites: October 2002, Available
www.imrannito.blogspot.com/2009/02/ from URL : www.medscape.com/
asites-cairan-dalam-rongga-peritoneal medgenmed
Nurdjanah, Siti., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam;
Sirosis Hati. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu
Hubungan Antara Kejadian Asites 93

You might also like