You are on page 1of 21

Asuhan Keperawatan Post Operatif

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejalan dengan perkembangan teknologi yang kian maju. Prosedur tindakan
pembedahan pun mengalami kemajuan yang sangat pesat. Dimana perkembangan
teknologi mutakhir telah mengarahkan kita pada penggunaan prosedur bedah yang lebih
kompleks dengan penggunaan teknik-teknik bedah mikro (micro surgery techniques)
atau penggunaan laser, peralatan yang lebih canggih dan peralatan monitoring yang lebih
sensitif.
Perubahan tidak hanya terkait dengan hal-hal tersebut diatas. Namun juga diikuti
oleh perubahan pada pelayanan. Untuk pasien-pasien dengan kasus-kasus tertentu,
misalnya : hernia. Pasien dapat mempersiapkan diri dengan menjalani pemeriksaan
dignostik dan persiapan praoperatif lain sebelum masuk rumah sakit. Kemudian jika
waktu pembedahannya telah tiba, maka pasien bisa langsung mendatangi rumah sakit
untuk dilakukan prosedur pembedahan. Sehingga akan mempersingkat waktu perawatan
pasien di rumah sakit.
Keperawatan perioperatif digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi
keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien. Istilah perioperatif
adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman pembedahan, yaitu
preoperatif, intraoperatif, dan pascaoperatif. Masing- masing fase di mulai pada waktu
tertentu dan berakhir pada waktu tertentu pula dengan urutan peristiwa yang membentuk
pengalaman bedah dan masing-masing mencakup rentang perilaku dan aktivitas
keperawatan yang luas yang dilakukan oleh perawat dengan menggunakan proses
keperawatan dan standar praktik keperawatan.

B. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan tentang “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Post Operatif”.
2. Menambah dan memeperluas wawasan tentang “Asuhan Keperawatan Pada Klien
Dengan Post Operatif”.
3. Menyelesaikan tugas dari mata kuliah “Keperawatan Medikal Bedah I”.

C. Ruang Lingkup Penulisan


Dalam penulisan makalah ini kami hanya membahas tentang “Asuhan
Keperawatan Pada Klien Dengan Post Operatif”.

D. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, kami menggunakan metode deskriptif yang sesuai
dengan literatur-literatur yang telah ada.

E. Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ini terdiri dari beberapa Bab, yaitu :
Bab I : Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Ruang Lingkup Penulisan, Metode
Penulisan, Dan Sistematika Penulisan.
Bab II : Pengertian, Ruang Perawatan Pasca Anesthesia, dan Komplikasi Pasca
Operatif.
Bab III : Pengkajian, Diagnosa keperawatan, Perencanaan dan implementasi, Intervesi
Keperawatan dan Evaluasi.
Bab IV : Kesimpulan dan Saran.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian

Keperawatan Perioperatif

Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk


menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman
pembedahan pasien. Istilah perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencakup
tiga fase pengalaman pembedahan, yaitu:

1. Keperawatan Pre Operatif

Keperawatan pre operatif merupakan tahapan awal dari keperawatan


perioperatif. Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung
pada fase ini. Hal ini disebabkan fase ini merupakan awalan yang menjadi landasan
untuk kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya. Kesalahan yang dilakukan pada tahap
ini akan berakibat fatal pada tahap berikutnya. Pengakajian secara integral dari fungsi
pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk
keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi.

2. Keperawatan Intra Operatif

Keperawatan intra operatif merupakan bagian dari tahapan keperawatan


perioperatif. Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktivitas
yang dilakukan oleh perawat di ruang operasi. Aktivitas di ruang operasi oleh perawat
difokuskan pada pasien yang menjalani prosedur pembedahan untuk perbaikan,
koreksi atau menghilangkan masalah-masalah fisik yang mengganggu pasien.
Tentunya pada saat dilakukan pembedahan akan muncul permasalahan baik fisiologis
maupun psikologis pada diri pasien. Untuk itu keperawatan intra operatif tidak hanya
berfokus pada masalah fisiologis yang dihadapi oleh pasien selama operasi, namun
juga harus berfokus pada masalah psikologis yang dihadapi oleh pasien. Sehingga
pada akhirnya akan menghasilkan outcome berupa asuhan keperawatan yang
terintegrasi.

3. Keperawatan Post Operatif


Keperawatan post operatif adalah periode akhir dari keperawatan perioperatif.
Selama periode ini proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan kondisi pasien
pada keadaan equlibrium fisiologis pasien, menghilangkan nyeri dan pencegahan
komplikasi. Pengkajian yang cermat dan intervensi segera membantu pasien kembali
pada fungsi optimalnya dengan cepat, aman dan nyaman.
B. Ruang Perawatan Pasca Anesthesia

Recovery Room (RR) adalah suatu ruangan yang terletak di dekat kamar bedah,
dekat dengan perawat bedah, ahli anesthesia dan ahli bedah sendiri, sehingga apabila
timbul keadaan gawat pasca-bedah, klien dapat segera diberi pertolongan.
Selama belum sadar betul, klien dibiarkan tetap tinggal di RR. Setelah operasi,
klien diberikan perawatan yang sebaik-baiknya dan dirawat oleh perawat yang
berkompeten di bidangnya (ahli dan berpengalaman).
Ruang pemulihan hendaknya diatur agar selalu bersih, tenang, dan alat-alat yang
tidak berguna disingkirkan. Sebaliknya, semua alat yang diperlukan harus berada di RR.
Sirkulasi udara harus lancar dan suhu di dalam kamar harus sejuk. Bila perlu dipasang
AC.
Bila pengaruh obat bius sudah tidak berbahaya lagi, tekanan darah stabil-bagus,
perafasan lancar-adekuat dan kesadaran sudah mencukupi (lihat Aldered Score), barulah
klien dipindahkan ke kamarnya semula (bangsal perawatan).

1. Syarat Ruangan

a. Tenang, bersih dan bebas dari peralatan yang tidak dibutuhkan


b. Warna ruangan lembut dan menyenangkan
c. Pencahayaan tidak langsung
d. Plafon kedap suara
e. Peralatan yang mengontrol atau menghilangkan suara (ex : karet pelindung
tempat tidur supaya tidak mengeluarkan suara saat terbentur)
f. Tersedia peralatan standart : alat bantu pernafasan; oksigen, laringoskop, set
trakeostomi, peralatan bronkial, kateter, ventilator mekanis dan perlatan suction)
g. Peralatan kebutuhan sirkulasi : aparatus tekanan darah, peralatan parenteral,
plasma ekspander, set intravena, defibrilator, kateter vena, dan tourniquet
h. Balutan bedah, narkotik dan medikasi kedaruratan
i. Set kateterisasi dan peralatan drainage
j. Tempat tidur pasien yang dapat diakses dengan mudah, aman dan dapat
digerakkan dengan mudah
k. Suhu ruangan berkisar antara 20 –22.2oC dengan ventilasi ruangan yang baik.
2. Tugas Perawat di Recovery Room

a. Selama 2 jam pertama, periksalah nadi dan pernafasan setiap 15 menit, lalu
setiap 30 menit selama 2 jam berikutnya. Setelah itu bila keadaan tetap baik,
pemeriksaan dapat diperlambat. Bila tidak ada petunjuk khusus, lakukan setiap 30
menit. Laporkan pula bila ada tanda-tanda syok, perdarahan dan menggigil.
b. Infus, kateter dan drain yang terpasang perlu juga diperhatikan
c. Jagalah agar saluran pernafasan tetap lancar. Klien yang muntah dimiringkan
kepalanya, kemudian bersihkan hidung dan mulutnya dari sisa muntahan. Bila
perlu, suction sisa muntahan dari tenggorokan.
d. Klien yang belum sadar jangan diberi bantal agar tidakmenyumbat saluran
pernafasan. Bila perlu, pasang bantal di bawah punggung, sehingga kepala berada
dalam sikap mendongak. Pada klien dengan laparatomi, tekuk sedikit lututnya
agar perut menjadi lemas dan tidak merenggangkan jahitan luka.
e. Usahakan agar klien bersikap tenang dan rileks.
f. Tidak perlu segan untuk melaporkan semua gejala yang perawat anggap perlu
untuk mendapatkan perhatian, termasuk gejala yang “tampaknya” tidak
berbahaya.

C. Kriteria Pasien Yang di Perbolehkan Keluar Dari Recovery Room

Pasien dipindahkan dari ruang pemulihan bila criteria berikut sudah bisa dipenuhi
:

1. Gejala vital stabil dan fungsi respiratori serta sirkulatori sempurna.

2. Pasien sudah bangun atau mudah bangun dan bisa memanggil bila ada keperluan.

3. Komplikasi pasca bedah telah dievaluasi dengan cermat dan terkendali.

4. Setelah anastesi regional fungsi motor dan sebagian sensori telah pulih kembali
pada daerah yang terkena anastesi.
5. Klien telah mempunyai control suhu tubuh yang baik, fungsi ventilasi yang baik,
nyeri dan mual minimal, pengeluaran urin yang adekuat, dan cairan elektrolitnya
seimbang.

Pasien-pasien yang sakit akut yang memerlukan supervise ketat dipendahkan ke


unit intensif. Banyak pasien dipindahkan ke unit klinis. Unit diberi tahu bahwa akan
datang pasien dan semua informasi yang tepat mengenai status pasien dikomunikasikan
pada perawat yang akan meneruskan asuhan keperawatan pasca bedah. Perawat dari
ruang pemulihan membuat ringkasan tentang catatan sebelum pasien meninggalkan
ruang pemulihan.

D. Tugas Perawat Ruangan Setelah Menerima Pasien dari Recovery Room

Pada saat pasien siap dipindahkan dari Recovery Room, petugas memberitahu
pada divisi keperawatan tentang kedatangan klien. Hal ini akan memudahkan petugas
keperawatan untuk memberi informasi kepada anggota keluarga klien tentang tindakan
pembedahan yang telah dijalani klien. Perawat biasanya menganjurkan anggota keluarga
tetap berada diruang tunggu sehingga mereka dapat ditemukan jika dokter bedah datang
untuk menjelaskan kondisi klien. Dokter bedah akan memeberikan gambaran tentang
status klien, hasil pembedahan dan adanya komplikasi.

Rasa cemas akan meningkat jika dokter bedah menginformasikan keluarga


tentang lamanya pembedahan dan jika klien masih berada dalam ruang operasi melebihi
waktu yang diperkirakan. Perawat dapt membantu keluarga menghilangkan rasa
khawatir dengan menjelaskan alas an penundaan yang normal, seperti perlunya
persiapan ruang operasi atau adanya keterlambatan papembedahan sebelumnya. Apabila
lama klien berada di RR bertambah, perawat dapat menjelaskan pada keluarga bahwa
klien lebih lama disanan untuk diobservasi. Apabila klien mengalami komplikasi, dokter
bedah bertanggung jawab untuk menjelaskan tentang apa yang terjadi selama
pembedahan berlangsung.

1. Persiapan di unit klinis


Ruang pasien dipersiapkan sehingga memberi fasilitas kepada kepindahan
pasien serta dilaksanakan pemantauan. Keluarga diberitahu bahawa pasien akan
kembali

Banyak ahli bedah suka menceritakan hasil bedah dengan keluarganya segera
setelah boperasi usai dan mengunjungi pasien dan menceritakan apa yang ditemukan
secara singkat dan memberi jaminan. Keluarga pasien kebanyakan suka cemas
tentang kondisi pasien dan suka tidak bisa menanggapi apa yang ahli bedah
terangkan kepada mereka. Pasien sering menderita amnesia pada jam-jam pertama
mulai sadar dan tidak dapat mengingat apa yang sudah dikatakan kepadanya.

Perawat harus mengetahui apa yang sudah dikatakan kepada pasien dan
keluarganya sehingga bisa memberi jawaban jika mereka ditanya. Keluarga juga
harus mengetahui apa yang diharapkan bila pasien kembali ke unit.

2. Persiapan bangsal untuk pasien yang kembali dari kamar bedah

a. Menyiapkan tempat tidur terbuka untuk pasien bedah agar perpindahan berjalan
lancer.

b. Disiapkan cukup selimut (pasien masih suka kedinginan).

c. Perintang-perintang lalu lintas dipindahkan.

d. Persiapan perlengkapan :

1) Tiang infuse

2) Sphygmomanometer

3) Alat khusus yang dipesan oleh perawat ruang pemulihan

E. Komplikasi Pasca Operatif


1. Syok

Syok adalah komplikasi pasca operatif yang paling serius. Digambarkan


sebagai tidak memadainya oksigenasi selular yang disertai dengan ketidakmampuan
untuk mengekspresikan produk sampah metabolisme.

Tekanan darah rendah dan urine pekat.Meskipun terdapat banyak jenis syok,
definisi dasar tentang syok secara umum berpusat pada suatu ketidakadekuatan
aliran darah ke organ-organ vital dan ketidakmampuan jaringan dari organ-organ ini
untuk menggunakan oksigen dan nutrien lain.

Manifestasi Klinis :
a. Pucat.
b. Kulit dingin dan terasa basah.
c. Pernafasan cepat.
d. Sianosis pada bibir, gusi dan lidah.
e. Nadi cepat, lemah dan bergetar.
f. Penurunan tekanan nadi.
Pencegahan :
a. Terapi penggantian cairan.
b. Menjaga trauma bedah pda tingkat minimum.
c. Pengatasan nyeri dengan membuat pasien senyaman mungkin dan dengan
menggunakan narkotik secara bijaksana.
d. Pemakaian linen yang ringan dan tidak panas (mencegah vasodilatasi).
e. Ruangan tenang untuk mencegah stres.
f. Posisi supinasi dianjurkan untuk memfasilitasi sirkulasi.
g. Pemantauan tanda vital.
Penatalaksanaan Medis :
a. Pasien dijaga tetap hangat tapi tidak sampai kepanasan.
b. Dibaringkan datar di tempat tidur dengan tungkai dinaikkan.
c. Pemantauan status pernafasan dan CV.
d. Penentuan gas darah dan terapi oksigen melalui intubasi atau nasal kanul jika
diindikasikan.
e. Penggantian cairan dan darah kristaloid (ex : RL) atau koloid (ex : komponen
darah, albumin, plasma atau pengganti plasma).
f. Penggunaan beberapa jalur intravena.
Terapi obat : kardiotonik (meningkatkan efisiensi jantung) atau diuretik
(mengurangi retensi cairan dan edema).
Intervensi Keperawatan
Perawat membantu dalam melaksanakan pengobatan yang diresepkan.
Tekanan darah pasien harus dipantau dengan konstan. Pasien dijaga agar tetap
berbaring datar ketika obat ini diberikan. Jika tekanan darah sistolik terus menurun,
medikasi dihentikan dan cairan ditingkatkan.
Tindakan keperawatan berikut diindikasikan:
a. Dukungan psikologis diberikan, dan penggunaan energi pasien dikurangi.
Reaksi pasien terhadap pengobatan dikaji, dan istirahat ditingkatkan. Dukungan
dan penenangan diberikan untuk menghilangkan kegelisahan, sedatif diberikan
dengan waspada sehingga sirkulasi tidak tertekan lebih jauh.
b. Pasien dijaga agar tetap hangat, karena hipotermia mengurangi oksigenasi
jaringan. Hipotermia juga mempengaruhi sirkulasi perifer.
c. Pasien diubah posisinya setiap 2 jam, dan dorong pasien agar melakukan
napas dalam untuk meningkatkan fungsi optimal kardiopulmonari.
d. Komplikasi dicegah dengan mengamati semua parameter dan memantau
pasien dengan ketat dalam 24 jam periode setelah awitan syok. Komplikasi yang
umum adalah edema perifer dan pulmonal akibat kelebihan cairan, yang
diakibatkan oleh pemberian cairan yang lebih cepat dibanding dengan yang
dapat diakomodasi oleh tubuh.
e. Semua pengamatan dan intervensi didokumentasikan.

2. Hemorrhagi (Perdarahan)

Hemorrhagi dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu:

a. Hemorrhagi Primer : terjadi pada waktu pembedahan.


b. Hemorrhagi Intermediari : beberapa jam setelah pembedahan ketika kenaikan
tekanan darah ke tingkat normalnya melepaskan bekuan yang tersangkut dengan
tidak aman dari pembuluh darah yang tidak terikat.
c. Hemorrhagi Sekunder : beberapa waktu setelah pembedahan bila ligatur slip
karena pembuluh darah tidak terikat dengan baik atau menjadi terinfeksi atau
mengalami erosi oleh selang drainage.
Manifestasi Klinis:
Gelisah, gundah, terus bergerak, merasa haus, kulit dingin-basah-pucat, nadi
meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan dalam, bibir dan konjungtiva pucat dan
pasien melemah.
Penatalaksanaan :
a. Pasien dibaringkan seperti pada posisi pasien syok
b. Sedatif atau analgetik diberikan sesuai indikasi
c. Inspeksi luka bedah
d. Balut kuat jika terjadi perdarahan pada luka operasi
e. Transfusi darah atau produk darah lainnya
f. Observasi VS.

3. Trombosis Vena Profunda (TVP)

Trombosis Vena Profunda (TVP) adalah trombisis pada vena yang letaknya
dalam dan bukan superfisial. Dua komplikasi serius dari TVP adalah embolisme
pulmonari dan sindrom pasca flebitis.

Manifestasi klinis :
a. Nyeri atau kram pada betis
b. Demam, menggigil dan perspirasi
c. Edema
d. Vena menonjol dan teraba lebih mudah
Pencegahan :
a. Latihan tungkai
b. Pemberian Heparin atau Warfarin dosis rendah
c. Menghindari penggunaan selimut yang digulung, bantal yang digulung atau
bentuk lain untuk meninggikan yang dapat menyumbat pembuluh di bawah lutut
d. Menghindari menjuntai kaki di sisi tempat tidur dalam waktu yang lama
Penatalaksanaan Medis :
a. Ligasi vena femoralis
b. Terapi antikoagulan
c. Pemeriksaan masa pembekuan
d. Stoking elatik tinggi
e. Ambulasi dini

4. Embolisme Pulmonal

Suatu embolus adalah benda asing (bekuan darah, udara, lemak) yang terlepas
dari tempat asalnya dan terbawa disepanjang aliran darah. Ketika embolus menjalar
ke sebelah kanan jantung dan dengan sempurna menyumbat arteri pulmonal, gejala
yang ditimbulkan mendadak dan sangat tiba-tiba. Pasien yang mengalami
penyembuhan normal mendadak menangis dengan nyaring, nyeri seperti ditusuk-
tusuk pada dada dan menjadi sesak napas, diaforetik, cemas, dan sianosis. Pupil
dilatasi, nadi menjadi cepat dan tidak teratur, kematian mendadak dapat terjadi.

5. Komplikasi Pernapasan

Komplikasi pernapasan merupakan masalah yang paling sering dan paling


serius dihadapi oleh pasien bedah.
Pencegahan:
a. Menurunkan resistensi pasien
b. Penghisapan sekresi menggunakan selang edndotrake atau bronkoskopi.
Jenis komplikasi pernapasan:
a. Hipoksemia
b. Atelektasis
c. Bronkhitis
d. Bronkopneumonia dan pneumonia
e. Pneumonia lobaris
f. Kongesti pulmonari hipostatik
g. Pleurisi
h. Superinfeksi
6. Retensi Urine

Retensi urine dapat terjadi setelah segala prosedur pembedahan pembedahan,


retensi terjadi paling sering setelah pembedahan pada rektum, anus, dan vagina, dan
setelah herniorafi dan pembadahan pada abdomen bagian bawah. Penyebabnya
diduga adalah spasme spinkter kandung kemih.

7. Komplikasi Gastrointestinal

Komplikasi yang timbul akibat gangguan ini dapat terjadi dalam beberapa
bentuk, tergantung pada letak dan keluasan pembedahan. Sebagai contoh, bedah
mulut dapat menghadirkan masalah mengunyah dan menelan, sehingga diet harus
dimodifikasi untuk bisa menyesuaikan kesulitan ini. Prosedur pembedahan lainnya,
seperti gastrektomi, reseksi usus halus, ileostomi, dan kolostomi, mempunyai efek
yang lebih drastis pada sistem gastrointestinal dan membutuhkan pertimbangan diet
yang lebih mendalam.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengkajian segera pasien bedah saat kembali ke unit klinik terdiri atas yang
berikut:

1. Respirasi : Kecepatan jalan napas, kedalaman, frekuensi, dan karakter pernapasan,


sifat dan bunyi napas.

2. Sirkulasi : Tanda-tanda vital termasuk tekanan darah dan kondisi kulit.


3. Tingkat kesadaran : Respon secara verbal terhadap pertanyaan atau reorientasi
terhadap tempat terbangun ketika dipanggil namanya.

4. Drainase : Adanya drainase, keharusan untuk menghubungkan selang ke sistem


drainase yang spesifik, adanya dan kondisi balutan.

5. Kenyamanan : Tipe nyeri dan lokasi, mual atau muntah, perubahan posisi yang
dibutuhkan.

6. Psikologi : Sifat dari pertanyaan pasien, kebutuhan akan istirahat dan tidur,
gangguan oleh kebisingan, pengunjung, ketersediaan bel pemanggil atau lampu
pemanggil.

7. Keselamatan : Kebutuhan akan pagar tempat tidur, drainase selang tidak tersumbat,
cairan IV terinfus dengan tepat dan letak IV terbebat dengan baik.

8. Peralatan : Diperiksa untuk fungsi yang baik.

B. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan data pada pengkajian, diagnosa keperawatan mayor dapat mencakup


yang berikut:

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan efek depresan dari medikasi
dan agens anestetik.

2. Nyeri dan ketidaknyamanan pasca operatif.

3. Risiko terhadap perubahan suhu tubuh : hipotermia.

4. Risiko terhadap cedera yang berhubungan dengan status pasca anetesia.

5. Perubahan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh

6. Perubahan eliminasi urinarius yang berhubungan dengan penurunan aktivitas, efek


medikasi, dan penurunan masukan cairan.
7. Konstipasi yang berhubungan dengan motilitas lambung dan usus selama periode
intraoperatif.

8. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan penurunan intoleransi aktivitas,


dan pembatasan aktivitas yang diresepkan.

9. Ansietas tentang diagnosis pasca operatif, kemungkinan perubahan dalam gaya


hidup, dan perubahan dalam konsep diri.

C. Perencanaan dan Implementasi

Tujuan: Tujuan utama pasien dapat mencakup fungsi pernapasan yang optimal,
reda dari nyeri dan ketidaknyamanan pasca operatif (mual dan mutah, distensi abdomen,
cegukan), pemeliharaan suhu tubuh normal, bebas dari cedera, pemeliharaan
keseimbangan nutrisi, kembalinya fungsi perkemihan yang normal, mengalami kembali
pola biasanya dari eliminasi usus, pemulihan mobilitas dalam keterbatasan pasca operatif
dan rencana rehabilitatif, reduksi ansietas dan pencapaian kesejahteraan psikologi, dan
tidak adanya komplikasi. Komplikasi ini termasuk, tetapi tidak terbatas pada, kerusakan
perfusi jaringan, ketidakseimbangan cairan, kerusakan integritas kulit, dan infeksi.

D. Intervensi Keperawatan dan Evaluasi

1. Diagnosa ke-1

Intervensi :

a. Latih pasien untuk napas dalam

b. Kaji bunyi napas pasien

c. Gunakan spirometri insentif

d. Kaji suhu tubuh pasien

e. Observasi nilai gas darah


f. Anjurka pasiem untuk pemeriksaan rotgen dada

g. Anjurkan pasien untuk mengobah posisi setiap 2 jam sekali

h. Ajarkan pasien untuk batuk efektif

i. Latih pasien untuk melakukan ambulasi dini

j. Hindarkan pasien dari penderita infeksi pernapasan atas

Evaluasi: Pasien memepertahankan fungsi pernapasan yang optimal.

a. Melakukan latihan napas dalam

b. Menunjukkan bunyi napas yang bersih

c. Menggunakan spirometer insensitive sesuai dengan yang diresepkan

d. Menunjukkan suhu tubuh yang normal

e. Memepertahankan nilai gas darah yang normal

f. Menunjukkan hasil rontgen dada yang normal

g. Berbalik dari satu posisi ke posisi laninnya sesuai yang diinstruksikan

h. Batuk secara effektif untuk memebersihkan sekresi

i. Melakukan latihan dan ambulasi seperti yang diresepkan

j. Menghindari individu yang menderita infeksi pernapasan atas

2. Diagnosa ke-2

Intervensi :

a. Meredakan nyeri
b. Anjurkan pasien untuk melakuakn strategi distraksi

c. Kaji mual dan muntah

d. Hilangkan distress abdomen dan nyeri akibat gas

e. Hilangkan cegukan

Evaluasi : Pasien mengalami peredaan nyeri dan ketidaknyamanan pasca operatif


(kegelisahan, mual dan muntah, distensi abdomen, dan cegukan).

a. Menunjukkan bahwa nyeri berkurang intensitasnya

b. Membebat tempat insisi ketika batuk untuk mengurangi nyeri

c. Ikut serta dalam strategi distraksi

d. Melaporkan tidak adanya mual dan tidak muntah

e. Bebas dari distress abdomen dan nyeri akibat gas

f. Menunjukkan tidak adanya cegukan

3. Diagnosa ke-3

Intervensi:

a. Observasi tanda-tanda hipotermia dan laporkan pada dokter

b. Pertahankan ruangan pada suhu yang nyaman dan sediakan selimut untuk
mencegah menggigil

c. Pantau kondisi pasien terhadap disritmia jantung

Evaluasi : Pasien memeprtahankan suhu tubuh normal

a. Menunjukkan suhu tubuh inti normal


b. Bebas dari menggigil

c. Tidak menunjukkan tanda-tanda kedinginan

d. Tidak mengalami disritmia jantung

4. Diagnosa ke-4

Intervensi :

a. Lindungi pasien dari penyebab yang dapat mencedrai diri

b. Anjurkan menggunkaan restrain bila dibutuhkan

c. Deteksi masalah-masalah sebelum mereka mengakibatkan cedera

Evaluasi :

a. Terhindar dari cedera

b. Menerima untuk menaikkan pagar tempat tidur ketika dibutuhkan

c. Bebas dari cedera yang berhubungan dengan kesalahan posisi, terjatuh dan
bahaya lainnya.

d. Mencapai kembali sensorium yang normal

5. Diagnosa ke-5

Intervensi :

a. Auskultasi abdomen untuk mendeteksi adanya paralisis ileus, dan bising usus
normal
b. Kembalikan pasein pada masukan diet normal bila pasien telah pulih benar dari
efek anestesi dan tidak merasa mual

c. Observasi berat badan pasien sebelum dan sesudah operasi

Evaluasi : Pasien memepertahankan keseimbangan nutrisi

a. Menunjukkan motilitas gastrointestinal yang meningkat dan tidak adanya


paralisis ileus, bising usus normal.

b. Kembali pada pola diet normal bila memungkinkan

c. Mengalami penambahan berat badan ke berat badan sebelum operasi.

6. Diagnosa ke-6

Intervensi :

a. Kaji pasien apakah berkemih atau dengan kateter


b. Haluaran urin kurang dari 30 ml selama 2 jam berurutan harus dilaporkan
c. Masukan dan haluaran dicatat bagi semua pasien setelah prosedur operatif
urologic atau prosedur yang kompleks dan bagi semua pasien lansia
Evaluasi : Fungsi perkemihan normal kembali

a. Berkemih adekuat tanpa menggunakan kateter


b. Menunjukkan tidak adanya berkemih dalam jumlah yang sedikit (menunjukkan
retensi)
c. Menerima untuk bertanggung jawab terhadap masukan cairan yang adekuat
7. Diagnosa ke-7

Intervensi :

a. Auskultasi abdomen untuk mendeteksi adanya bising usus, jika bising usus
terdengar, diet pasien secara bertahap sitingkatkan.
b. Auskultasi abdomen atau usus untuk mendeteksi adanya distress abdomen, nyeri
akibat gas, dan konstipasi

c. Observasi pola eliminasi usus pasien

Evaluasi : Pasien mengalami fungsi usus yang kembali normal

a. Menunjukkan bising usus yang normal dan efektif saat auskultasi

b. Bebas dari distress abdomen, nyeri akibat gas, dan konstipasi

c. Menunjukkan pola eliminasi usus yang lazim

8. Diagnosa ke-8

Intervensi :

a. Menyesuaikan antara aktivitas dan istirahat

b. Secara progresif meningkatkan ambulasi

c. Melanjutkan aktivitas normal dalam kerangka waktu yang ditetapkan

d. Melakukan aktivitas yang berhubungan dengan perawatan diri

e. Ikut serta dalam program rehabilitasi (bila memungkinkan)

Evaluasi : Pasien dapat melakukan ambulasi dalam keterbatasan pasca opertatif dan
rencana rehabilitatif.

BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan

Keperawatan post operatif adalah periode akhir dari keperawatan perioperatif.


Selama periode ini proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan kondisi pasien pada
keadaan equlibrium fisiologis pasien, menghilangkan nyeri dan pencegahan komplikasi.
Pengkajian yang cermat dan intervensi segera membantu pasien kembali pada fungsi
optimalnya dengan cepat, aman dan nyaman.
Komplikasi dari post operatif, yaitu syok, hemorrhagi, thrombosis vena profunda
(VTP), embolisme pulmonal, komplikasi pernapasan, retensi urin, komplikasi
gastrointestinal.
Jadi, Upaya yang dapat dilakukan diarahkan untuk mengantisipasi dan mencegah
masalah yang kemungkinan mucul pada tahap ini. Pengkajian dan penanganan yang
cepat dan akurat sangat dibutuhkan untuk mencegah komplikasi yang memperlama
perawatan di rumah sakit atau membayakan diri pasien. Memperhatikan hal ini, asuhan
keperawatan post operatif sama pentingnya dengan prosedur pembedahan itu sendiri.

Fase pasca operatif dimulai dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan


(recovery room) dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di
rumah. Lingkup aktivitas keperawaan mecakup renatang aktivitas yang luas selama
periode ini. Pada fase ini fokus pengkajian meliputi efek agen anstesi dan memantau
fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keprawatan kemudian berfokus pada
peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut
dan rujukan yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta pemulangan.

B. Saran

Bagi perawat yang memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan post
operatif harus lebih memperhatikan dan tahu pada bagian-bagian mana saja dari asuhan
keperawatan pada klien dengan post operatif ini yang perlu ditekankan.

Untuk pasien semestinya harus lebih tanggap terhadap pengkajian-pengkajian


yang dilakukan perawat dalam memeberikan asuhan keperawatan khususnya dalam
asuhan keperawatan pada klien dengan post operatif, karena peningkatan penyembuhan
pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan untuk
penyembuhan dan rehabilitasi serta pemulangan sangat penting bagi pasien maupun
perawat.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah : Edisi 8 Vol 1. EGC.

Jakarta.

Barbara C. Long. (1996). Perawatan Medikal Bedah 2. Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan

Keperawatan. Bandung.

Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Edisi 4 Vol 2. EGC. Jakarta.

You might also like