Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejalan dengan perkembangan teknologi yang kian maju. Prosedur tindakan
pembedahan pun mengalami kemajuan yang sangat pesat. Dimana perkembangan
teknologi mutakhir telah mengarahkan kita pada penggunaan prosedur bedah yang lebih
kompleks dengan penggunaan teknik-teknik bedah mikro (micro surgery techniques)
atau penggunaan laser, peralatan yang lebih canggih dan peralatan monitoring yang lebih
sensitif.
Perubahan tidak hanya terkait dengan hal-hal tersebut diatas. Namun juga diikuti
oleh perubahan pada pelayanan. Untuk pasien-pasien dengan kasus-kasus tertentu,
misalnya : hernia. Pasien dapat mempersiapkan diri dengan menjalani pemeriksaan
dignostik dan persiapan praoperatif lain sebelum masuk rumah sakit. Kemudian jika
waktu pembedahannya telah tiba, maka pasien bisa langsung mendatangi rumah sakit
untuk dilakukan prosedur pembedahan. Sehingga akan mempersingkat waktu perawatan
pasien di rumah sakit.
Keperawatan perioperatif digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi
keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien. Istilah perioperatif
adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman pembedahan, yaitu
preoperatif, intraoperatif, dan pascaoperatif. Masing- masing fase di mulai pada waktu
tertentu dan berakhir pada waktu tertentu pula dengan urutan peristiwa yang membentuk
pengalaman bedah dan masing-masing mencakup rentang perilaku dan aktivitas
keperawatan yang luas yang dilakukan oleh perawat dengan menggunakan proses
keperawatan dan standar praktik keperawatan.
B. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan tentang “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Post Operatif”.
2. Menambah dan memeperluas wawasan tentang “Asuhan Keperawatan Pada Klien
Dengan Post Operatif”.
3. Menyelesaikan tugas dari mata kuliah “Keperawatan Medikal Bedah I”.
D. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, kami menggunakan metode deskriptif yang sesuai
dengan literatur-literatur yang telah ada.
E. Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ini terdiri dari beberapa Bab, yaitu :
Bab I : Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Ruang Lingkup Penulisan, Metode
Penulisan, Dan Sistematika Penulisan.
Bab II : Pengertian, Ruang Perawatan Pasca Anesthesia, dan Komplikasi Pasca
Operatif.
Bab III : Pengkajian, Diagnosa keperawatan, Perencanaan dan implementasi, Intervesi
Keperawatan dan Evaluasi.
Bab IV : Kesimpulan dan Saran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
Keperawatan Perioperatif
Recovery Room (RR) adalah suatu ruangan yang terletak di dekat kamar bedah,
dekat dengan perawat bedah, ahli anesthesia dan ahli bedah sendiri, sehingga apabila
timbul keadaan gawat pasca-bedah, klien dapat segera diberi pertolongan.
Selama belum sadar betul, klien dibiarkan tetap tinggal di RR. Setelah operasi,
klien diberikan perawatan yang sebaik-baiknya dan dirawat oleh perawat yang
berkompeten di bidangnya (ahli dan berpengalaman).
Ruang pemulihan hendaknya diatur agar selalu bersih, tenang, dan alat-alat yang
tidak berguna disingkirkan. Sebaliknya, semua alat yang diperlukan harus berada di RR.
Sirkulasi udara harus lancar dan suhu di dalam kamar harus sejuk. Bila perlu dipasang
AC.
Bila pengaruh obat bius sudah tidak berbahaya lagi, tekanan darah stabil-bagus,
perafasan lancar-adekuat dan kesadaran sudah mencukupi (lihat Aldered Score), barulah
klien dipindahkan ke kamarnya semula (bangsal perawatan).
1. Syarat Ruangan
a. Selama 2 jam pertama, periksalah nadi dan pernafasan setiap 15 menit, lalu
setiap 30 menit selama 2 jam berikutnya. Setelah itu bila keadaan tetap baik,
pemeriksaan dapat diperlambat. Bila tidak ada petunjuk khusus, lakukan setiap 30
menit. Laporkan pula bila ada tanda-tanda syok, perdarahan dan menggigil.
b. Infus, kateter dan drain yang terpasang perlu juga diperhatikan
c. Jagalah agar saluran pernafasan tetap lancar. Klien yang muntah dimiringkan
kepalanya, kemudian bersihkan hidung dan mulutnya dari sisa muntahan. Bila
perlu, suction sisa muntahan dari tenggorokan.
d. Klien yang belum sadar jangan diberi bantal agar tidakmenyumbat saluran
pernafasan. Bila perlu, pasang bantal di bawah punggung, sehingga kepala berada
dalam sikap mendongak. Pada klien dengan laparatomi, tekuk sedikit lututnya
agar perut menjadi lemas dan tidak merenggangkan jahitan luka.
e. Usahakan agar klien bersikap tenang dan rileks.
f. Tidak perlu segan untuk melaporkan semua gejala yang perawat anggap perlu
untuk mendapatkan perhatian, termasuk gejala yang “tampaknya” tidak
berbahaya.
Pasien dipindahkan dari ruang pemulihan bila criteria berikut sudah bisa dipenuhi
:
2. Pasien sudah bangun atau mudah bangun dan bisa memanggil bila ada keperluan.
4. Setelah anastesi regional fungsi motor dan sebagian sensori telah pulih kembali
pada daerah yang terkena anastesi.
5. Klien telah mempunyai control suhu tubuh yang baik, fungsi ventilasi yang baik,
nyeri dan mual minimal, pengeluaran urin yang adekuat, dan cairan elektrolitnya
seimbang.
Pada saat pasien siap dipindahkan dari Recovery Room, petugas memberitahu
pada divisi keperawatan tentang kedatangan klien. Hal ini akan memudahkan petugas
keperawatan untuk memberi informasi kepada anggota keluarga klien tentang tindakan
pembedahan yang telah dijalani klien. Perawat biasanya menganjurkan anggota keluarga
tetap berada diruang tunggu sehingga mereka dapat ditemukan jika dokter bedah datang
untuk menjelaskan kondisi klien. Dokter bedah akan memeberikan gambaran tentang
status klien, hasil pembedahan dan adanya komplikasi.
Banyak ahli bedah suka menceritakan hasil bedah dengan keluarganya segera
setelah boperasi usai dan mengunjungi pasien dan menceritakan apa yang ditemukan
secara singkat dan memberi jaminan. Keluarga pasien kebanyakan suka cemas
tentang kondisi pasien dan suka tidak bisa menanggapi apa yang ahli bedah
terangkan kepada mereka. Pasien sering menderita amnesia pada jam-jam pertama
mulai sadar dan tidak dapat mengingat apa yang sudah dikatakan kepadanya.
Perawat harus mengetahui apa yang sudah dikatakan kepada pasien dan
keluarganya sehingga bisa memberi jawaban jika mereka ditanya. Keluarga juga
harus mengetahui apa yang diharapkan bila pasien kembali ke unit.
a. Menyiapkan tempat tidur terbuka untuk pasien bedah agar perpindahan berjalan
lancer.
d. Persiapan perlengkapan :
1) Tiang infuse
2) Sphygmomanometer
Tekanan darah rendah dan urine pekat.Meskipun terdapat banyak jenis syok,
definisi dasar tentang syok secara umum berpusat pada suatu ketidakadekuatan
aliran darah ke organ-organ vital dan ketidakmampuan jaringan dari organ-organ ini
untuk menggunakan oksigen dan nutrien lain.
Manifestasi Klinis :
a. Pucat.
b. Kulit dingin dan terasa basah.
c. Pernafasan cepat.
d. Sianosis pada bibir, gusi dan lidah.
e. Nadi cepat, lemah dan bergetar.
f. Penurunan tekanan nadi.
Pencegahan :
a. Terapi penggantian cairan.
b. Menjaga trauma bedah pda tingkat minimum.
c. Pengatasan nyeri dengan membuat pasien senyaman mungkin dan dengan
menggunakan narkotik secara bijaksana.
d. Pemakaian linen yang ringan dan tidak panas (mencegah vasodilatasi).
e. Ruangan tenang untuk mencegah stres.
f. Posisi supinasi dianjurkan untuk memfasilitasi sirkulasi.
g. Pemantauan tanda vital.
Penatalaksanaan Medis :
a. Pasien dijaga tetap hangat tapi tidak sampai kepanasan.
b. Dibaringkan datar di tempat tidur dengan tungkai dinaikkan.
c. Pemantauan status pernafasan dan CV.
d. Penentuan gas darah dan terapi oksigen melalui intubasi atau nasal kanul jika
diindikasikan.
e. Penggantian cairan dan darah kristaloid (ex : RL) atau koloid (ex : komponen
darah, albumin, plasma atau pengganti plasma).
f. Penggunaan beberapa jalur intravena.
Terapi obat : kardiotonik (meningkatkan efisiensi jantung) atau diuretik
(mengurangi retensi cairan dan edema).
Intervensi Keperawatan
Perawat membantu dalam melaksanakan pengobatan yang diresepkan.
Tekanan darah pasien harus dipantau dengan konstan. Pasien dijaga agar tetap
berbaring datar ketika obat ini diberikan. Jika tekanan darah sistolik terus menurun,
medikasi dihentikan dan cairan ditingkatkan.
Tindakan keperawatan berikut diindikasikan:
a. Dukungan psikologis diberikan, dan penggunaan energi pasien dikurangi.
Reaksi pasien terhadap pengobatan dikaji, dan istirahat ditingkatkan. Dukungan
dan penenangan diberikan untuk menghilangkan kegelisahan, sedatif diberikan
dengan waspada sehingga sirkulasi tidak tertekan lebih jauh.
b. Pasien dijaga agar tetap hangat, karena hipotermia mengurangi oksigenasi
jaringan. Hipotermia juga mempengaruhi sirkulasi perifer.
c. Pasien diubah posisinya setiap 2 jam, dan dorong pasien agar melakukan
napas dalam untuk meningkatkan fungsi optimal kardiopulmonari.
d. Komplikasi dicegah dengan mengamati semua parameter dan memantau
pasien dengan ketat dalam 24 jam periode setelah awitan syok. Komplikasi yang
umum adalah edema perifer dan pulmonal akibat kelebihan cairan, yang
diakibatkan oleh pemberian cairan yang lebih cepat dibanding dengan yang
dapat diakomodasi oleh tubuh.
e. Semua pengamatan dan intervensi didokumentasikan.
2. Hemorrhagi (Perdarahan)
Trombosis Vena Profunda (TVP) adalah trombisis pada vena yang letaknya
dalam dan bukan superfisial. Dua komplikasi serius dari TVP adalah embolisme
pulmonari dan sindrom pasca flebitis.
Manifestasi klinis :
a. Nyeri atau kram pada betis
b. Demam, menggigil dan perspirasi
c. Edema
d. Vena menonjol dan teraba lebih mudah
Pencegahan :
a. Latihan tungkai
b. Pemberian Heparin atau Warfarin dosis rendah
c. Menghindari penggunaan selimut yang digulung, bantal yang digulung atau
bentuk lain untuk meninggikan yang dapat menyumbat pembuluh di bawah lutut
d. Menghindari menjuntai kaki di sisi tempat tidur dalam waktu yang lama
Penatalaksanaan Medis :
a. Ligasi vena femoralis
b. Terapi antikoagulan
c. Pemeriksaan masa pembekuan
d. Stoking elatik tinggi
e. Ambulasi dini
4. Embolisme Pulmonal
Suatu embolus adalah benda asing (bekuan darah, udara, lemak) yang terlepas
dari tempat asalnya dan terbawa disepanjang aliran darah. Ketika embolus menjalar
ke sebelah kanan jantung dan dengan sempurna menyumbat arteri pulmonal, gejala
yang ditimbulkan mendadak dan sangat tiba-tiba. Pasien yang mengalami
penyembuhan normal mendadak menangis dengan nyaring, nyeri seperti ditusuk-
tusuk pada dada dan menjadi sesak napas, diaforetik, cemas, dan sianosis. Pupil
dilatasi, nadi menjadi cepat dan tidak teratur, kematian mendadak dapat terjadi.
5. Komplikasi Pernapasan
7. Komplikasi Gastrointestinal
Komplikasi yang timbul akibat gangguan ini dapat terjadi dalam beberapa
bentuk, tergantung pada letak dan keluasan pembedahan. Sebagai contoh, bedah
mulut dapat menghadirkan masalah mengunyah dan menelan, sehingga diet harus
dimodifikasi untuk bisa menyesuaikan kesulitan ini. Prosedur pembedahan lainnya,
seperti gastrektomi, reseksi usus halus, ileostomi, dan kolostomi, mempunyai efek
yang lebih drastis pada sistem gastrointestinal dan membutuhkan pertimbangan diet
yang lebih mendalam.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian segera pasien bedah saat kembali ke unit klinik terdiri atas yang
berikut:
5. Kenyamanan : Tipe nyeri dan lokasi, mual atau muntah, perubahan posisi yang
dibutuhkan.
6. Psikologi : Sifat dari pertanyaan pasien, kebutuhan akan istirahat dan tidur,
gangguan oleh kebisingan, pengunjung, ketersediaan bel pemanggil atau lampu
pemanggil.
7. Keselamatan : Kebutuhan akan pagar tempat tidur, drainase selang tidak tersumbat,
cairan IV terinfus dengan tepat dan letak IV terbebat dengan baik.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan efek depresan dari medikasi
dan agens anestetik.
Tujuan: Tujuan utama pasien dapat mencakup fungsi pernapasan yang optimal,
reda dari nyeri dan ketidaknyamanan pasca operatif (mual dan mutah, distensi abdomen,
cegukan), pemeliharaan suhu tubuh normal, bebas dari cedera, pemeliharaan
keseimbangan nutrisi, kembalinya fungsi perkemihan yang normal, mengalami kembali
pola biasanya dari eliminasi usus, pemulihan mobilitas dalam keterbatasan pasca operatif
dan rencana rehabilitatif, reduksi ansietas dan pencapaian kesejahteraan psikologi, dan
tidak adanya komplikasi. Komplikasi ini termasuk, tetapi tidak terbatas pada, kerusakan
perfusi jaringan, ketidakseimbangan cairan, kerusakan integritas kulit, dan infeksi.
1. Diagnosa ke-1
Intervensi :
2. Diagnosa ke-2
Intervensi :
a. Meredakan nyeri
b. Anjurkan pasien untuk melakuakn strategi distraksi
e. Hilangkan cegukan
3. Diagnosa ke-3
Intervensi:
b. Pertahankan ruangan pada suhu yang nyaman dan sediakan selimut untuk
mencegah menggigil
4. Diagnosa ke-4
Intervensi :
Evaluasi :
c. Bebas dari cedera yang berhubungan dengan kesalahan posisi, terjatuh dan
bahaya lainnya.
5. Diagnosa ke-5
Intervensi :
a. Auskultasi abdomen untuk mendeteksi adanya paralisis ileus, dan bising usus
normal
b. Kembalikan pasein pada masukan diet normal bila pasien telah pulih benar dari
efek anestesi dan tidak merasa mual
6. Diagnosa ke-6
Intervensi :
Intervensi :
a. Auskultasi abdomen untuk mendeteksi adanya bising usus, jika bising usus
terdengar, diet pasien secara bertahap sitingkatkan.
b. Auskultasi abdomen atau usus untuk mendeteksi adanya distress abdomen, nyeri
akibat gas, dan konstipasi
8. Diagnosa ke-8
Intervensi :
Evaluasi : Pasien dapat melakukan ambulasi dalam keterbatasan pasca opertatif dan
rencana rehabilitatif.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Bagi perawat yang memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan post
operatif harus lebih memperhatikan dan tahu pada bagian-bagian mana saja dari asuhan
keperawatan pada klien dengan post operatif ini yang perlu ditekankan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah : Edisi 8 Vol 1. EGC.
Jakarta.
Barbara C. Long. (1996). Perawatan Medikal Bedah 2. Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan. Bandung.
Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Edisi 4 Vol 2. EGC. Jakarta.