Professional Documents
Culture Documents
Anggota Kelompok :
Kebutuhan suatu lahan yang meningkat sehingga membuat langkanya lahan pertanian yang
subur dan memiliki nilai potensial yang tinggi semakin berkurang membuat adanya suatu
persaingan penggunaan lahan antar sektor pertanian dan non pertanian membutuhkan suatu
teknologi yang tepat dalam mengoptimalkan penggunaan lahan secara efisien.
Memanfaatkan sumber daya lahan secara efisien ,terarah serta optimal diperlukan suatu data
dan informasi mengenal tanah, iklim dan cuaca serta sifat fisik lingkungan lainnya selain itu
persyaratan tumbuh tanaman yang mempunyai peluang ekonomi yang baik.
Beberapa data seperti cuaca dan iklim, tanah dan sifat fisik lingkungan sangat berpengarah
akan tumbuh kembangnya suatu tanaman. Setelah itu, data yang dihasilkan dari data tersebut
dianalisis untuk tujuan penggunaan lahan tertentu yang memiliki potensi yang baik. Hasil
informasi tersebut akan menjadi suatu arahan penggunaan lahan dan harapan hasil produksi
dari lahan tersebut.
Beberapa sistem evaluasi lahan yang pernah digunakan dan sedang dikembangkan di Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, antara lain:
RUMUSAN MASALAH
FAO (1976) dalam Djaenuddin dkk (1994) menyatakan bahwa evaluasi lahan dapat dibedakan
atas Pendekatan dua tahap yaitu
Tahapan pertama berdasarkan evaluasi lahan secara fisik atau bersifat kualitatif
kemudian dikuti dengan tahapan kedua berdasarkan analisis ekonomi dan sosial
Pendekatan paralel dimana evaluasi lahan baik secara fisik maupun ekonomi
dilaksanakan secara bersamaan.
Sitorus (1998) menyatakan bahwa evaluasi lahan pada hakekatnya merupakan proses
pendugaan potensi sumber daya lahan untuk berbagai kegunaan dengan cara
membandingkan persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan dengan sifat
sumber daya yang ada pada lahan tersebut. Fungsi kegiatan evaluasi lahan adalah
memberikan pengertian tentang hubungan antara kondisi lahan dengan penggunaannya
serta memberikan kepada perencana berbagai perbandingan dan alternatif pilihan
penggunaan yang dapat diharapkan berhasil.
Evaluasi kesesuaian lahan adalah penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk
penggunaan tertentu (Sitorus, 1998). Menurut Husein (1981), evaluasi lahan adalah usaha
untuk mengelompokkan tanah-tanah tertentu sesuai dengan kebutuhan tanaman. Kelas
kesesuaian lahan untuk suatu areal dapat berbeda tergantung dari penggunaan lahan yang
sedang dipertimbangkan.
Metode ini membagi tingkat pembatas suatu lahan ke dalam empat tingkatan, sebagai
berikut :
a. 0 (tanpa pembatas), digolongkan ke dalam S1
b. 1 (pembatas ringan), digolongkan ke dalam S1
c. 2 (pembatas sedang), digolongkan ke dalam S2
d. 3 (pembatas berat), digolongkan ke dalam S3
e. 4 (pembatas sangat berat), digolongkan ke dalam kelas N1 dan N2
Pendekatan Parametrik
Pendekatan parametrik dalam evaluasi kesesuaian lahan adalah pemberian nilai pada
tingkat pembatas yang berbeda pada sifat lahan, dalam skala normal diberi nilai
maksimum 100 hingga nilai minimum 0. Nilai 100 diberikan jika sifat lahan optimal
untuk tipe penggunaan lahan yang dipertimbangkan (Sys et al., 1991)
I. Ordo: Tingkat ini menunjukkan apakah lahan sesuai atau tidak sesuai untuk
penggunaan tertentu. Oleh karena itu ordo kesesuaian lahan dibagi dua,
yaitu :
1) Ordo S : Sesuai
Lahan yang termasuk ordo ini adalah lahan yang dapat digunakan untuk
suatu penggunaan tertentu secara lestari, tanpa atau dengan sedikit
resiko kerusakan terhadap sumber daya lahannya. Keuntungan yang
diharapkan dari hasil pemanfaatan lahan ini akan melebihi masukan
yang diberikan.
2) Ordo N : Tidak Sesuai
Lahan yang termasuk ordo ini mempunyai pembatas sedemikian rupa
sehingga mencegah suatu penggunaan secara lestari.
II. Kelas
Ada tiga kelas dari ordo tanah yang sesuai dan dua kelas untuk ordo tidak
sesuai, yaitu:
1) Kelas S1 : Sangat Sesuai
Lahan tidak mempunyai pembatas yang berat untuk suatu penggunaan
secara lestari atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti dan
tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksinya serta tidak akan
menaikkan masukan dari apa yang telah biasa diberikan.
2) Kelas S2 : Cukup Sesuai
Lahan yang mempunyai pembatas-pembatas agak berat untuk suatu
penggunaan yang lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas
dan keuntungan sehingga akan meningkatkan masukan yang
diperlukan.
3) Kelas S3 : Sesuai Marjinal
Lahan yang mempunyai pembatas-pembatas yang sangat berat untuk
suatu penggunaan yang lestari. Pembatas akan mengurangi
produktivitas atau keuntungan dan perlu menaikkan masukan yang
diperlukan.
4) Kelas N1 : Tidak Sesuai pada saat ini
Lahan yang mempunyai pembatas yang lebih berat, tetapi masih
mungkin diatasi.
5) Kelas N2 : Tidak Sesuai selamanya
Lahan yang mempunyai pembatas yang permanen, mencegah segala
kemungkinan penggunaan lahan.
III. Sub Kelas
Sub kelas kesesuaian lahan menggambatkan jenis faktor pembatas. Sub
kelas ditunjukkan oleh huruf jenis pembatas yang ditempatkan sesudah
simbol S2, S3, atau N sedangkan S1 tidak mempunyai sub kelas karena tidak
mempunyai faktor pembatas.
Beberapa jenis pembatas yang menentukan sub kelas kesesuaian lahan,
yaitu :
Pembatas iklim (c)
Pembatas topografi (t)
Pembatas kebasahan
Pembatas faktor fisik tanah (s)
Pembatas faktor kesuburan tanah (f)
Pembatas salinitas dan alkalinitas (n)
C. Parameter Evaluasi Lahan Pertanian
Parameter yakni data-data penting yang dibutuhkan dalam penyusunan sebuah peta.
Kaitannya dengan evaluasi lahan untuk pertanian ialah parameter yang digunakan akan
menentukan baik tidaknya data yang dihasilkan atau output peta. Dari data parameter
seperti peta curah hujan, peta morfologi wilayah/kemiringan lereng, peta geologi/batuan
penyusun, peta jenis tanah, dan peta penggunaan lahan dapat diketahui nantinya baik-
buruknya suatu lahan untuk komoditas pertanian yang diolah dengan menggunakan
analisis data dan perangkat SIG.
1. Peta Batuan Penyusun/Geologi
Batuan induk penyusun lapisan tanah perlu diketahui untuk dapat menentukan
karakteristik dari suatu lahan. Hal ini karena batuan induk penyusun sangat erat
kaitannya dengan kedalaman tanah yang dapat ditembus oleh akar tanaman. Jika
batuan induk nya keras-keras dan banyak dijumpai dengan kedalaman dangkal, maka
hal ini tidak baik untuk pertanian karena akan mengganggu akar tanaman dalam
menyerap unsur hara, air dan melakukan penerobosan tanah. Sebaliknya jika batuan
penyusun nya hasil sedimentasi dan jarang ditemui dalam kedalaman dangkal dan
sering dijumpai pada kedalaman yang dalam maka lahan dapat digunakan untuk lahan
pertanian karena disini batuan tidak menyulitkan tamanan untuk bertahan hidup.
Morfologi wilayah yang memiliki kelerengan curam tidak disarankan untuk menjadi
sebuah lahan pertanian, karena dapat membahayakan dan tidak cocok untuk
pertanian, daerah yang memiliki lereng yang curam adalah daerah konservasi dimana
peruntukannya bukan untuk pertanian melainkan daerah resapan air dan hutan
lindung. Morfologi yang baik untuk daerah pertanian yaitu yang kemiringan lereng nya
berada dalam interval datar dan landai, jika memaksakan daerah yang memiliki
kelerengan curam maka dapat merugikan banyak pihak jika terjadi bencana dan dari
factor unsur hara juga akan melemah seiring terjadinya erosi. Dalam morfologi sedang
(15%-25%) dapat dikembangkan untuk sawah dengan sistem terasering karena dapat
memperlambat laju erosi, jika digunakan untuk tanaman umbi-umbian seperti
kentang yang tidak boleh tergenang air maka erosi dapat dikategorikan tinggi dan
tidak sesuai untuk jangka panjang. Setiap tanaman memiliki berbagai kecocokan
dalam hal morfologi, pegolahan data dari peta morfologi dengan benar akan dapat
membantu menentukan daerah yang berpotensi tinggi.
4. Peta Jenis Tanah
Jenis tanah kaitannya dengan evaluasi lahan pertanian yaitu dapat mengetahui
informasi kandungan unsur hara/kesuburan tanah, dan tingkat drainase tanah. Pada
setiap jenis tanah unsur hara yang dikandung dan kecepatannya dalam menyerap air
serta menyimpan suatu air berbeda-beda. Selain itu untuk mengetahui kandungan
organik suatu tanah. Tanah ada yang organik dan anorganik dimana keduanya
berbeda dalam kandungan didalam nya, jika tanah organik adalah tanah yang
mempunyai kandungan unsur hara yang banyak karena merupakan tanah yang
terbentuk dari sisa makhluk hidup yang telah mati contohnya gambut. Sedangkan
tanah anorganik adalah tanah yang berasal dari pelapukan batuan, contohnya tanah
liat, entisol. Selain mengetahui kandungan organik, dapat juga diketahui keasaman
suatu tanah, contohnya tanah gambut memiliki keasaman yang cenderung tinggi
tetapi banyak mengandung unsur hara.
Tanah juga dapat diketahui tingkat drainase nya, drainase suatu tanah penting untuk
menjaga tanaman dari kelebihan air. Drainase yang baik akan mendukung suatu lahan
berpotensi menjadi lahan pertanian produktif. Contoh jenis drainase tanah:
a. Cepat (excessively drained)
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi sampai sangat tinggi dan
dayamenahan air rendah. Tanah demikian tidak cocok untuk tanaman
tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna
homogen tanpabercak atau karatan besi dan aluminium serta warna gley
(reduksi).
4. Tanah pasir
Tanah pasir adalah contoh dari sekian banyak jenis-jenis tanah yang
terdapat banyak di pesisir pantai ataupun kepulauan. Jenis tanah ini
memiliki tekstur yang sangat rapuh, serta tidak mengandung mineral dan
air yang banyak. Jumlah tanah pasir di Indonesia termasuk melimpah
mengingat negara ini adalah negara kepulauan, otomatis memiliki jumlah
tanah pasir yang juga banyak. Tidak banyak jenis tanaman yang dapat
tumbuh di tanah yang terbentuk akibat pelapukan batu pasir ini, hanya
jenis umbi-umbian dan beberapa jenis pohon saja yang dapat tumbuh pada
jenis tanah ini.
5. Tanah aluvial
Salah satu dari banyak jenis-jenis tanah yang baik untuk pertanian
adalah tanah aluvial. Tanah ini terbentuk dari endapan lumpur yang
seringkali terbawa aliran sungai. Daerah hilir sungai adalah tempat yang
biasanya ditemukan jenis tanah ini, mengingat aliran air yang membawa
endapan lumpur adalah dari hulu ke hilir. Ciri-ciri visual dari tanah aluvial
adalah warnanya yang cenderung coklat hingga keabu-abuan. Memiliki
tekstur yang lembut dan mudah dicangkul, membuat jenis tanah ini cocok
untuk aktivitas pertanian padi ataupun palawija. Tanah jenis ini pun dapat
ditemukan di hampir semua pulau-pulau besar di Indonesia terutama di
sekitar hilir atau daerah yang dilalui oleh sungai.
6. Tanah andosol
Contoh dari jenis-jenis tanah yang satu ini tidak dapat ditemukan di
sembarang tempat, melainkan hanya khusus di sekitar daerah gunung api
ataupun daerah yang terdapat gunung api purba. Hal tersebut karena
tanah andosol adalah tanah yang terbentuk dari aktivitas vulkanik pada
gunung berapi. Ciri-ciri dari tanah andosol adalah warnanya yang coklat
dan keabuan. Tanah ini memiliki kandungan air, unsur hara, dan mineral
yang baik, membuat tanah ini bersifat subur dan baik untuk bercocok
tanam. Karena hanya terdapat di daerah sekitar gunung berapi, maka
lokasi dimana dapat ditemukan tanah andosol pun di sekitar ring of fire,
seperti Sumatera, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.
7. Tanah laterit
Tanah laterit dapat dengan mudah ditemukan di daerah perkampungan
ataupun pedesaan. Tidak seperti tanah humus dan tanah andosol, tanah
laterit cenderung tidak subur. Hal ini karena kandungan unsur hara dan
mineral di dalam tanah sudah tidak bagus, mengingat tanah ini tergolong
kepada jenis-jenis dari tanah yang sudah tua. Akibatnya, kandungan di
dalam tanah laterit menjadi tidak bagus untuk pertumbuhan tanaman.
Warna merah bata dari tanah laterit diakibatkan kandungan oksida besi di
dalamnya.
Contoh kriteria kesesuaian lahan adalah sebagai berikut:
Sawah Irigasi
Jagung
Kedelai
KESIMPULAN
Evaluasi lahan merupakan suatu pendekatan yang efektif untuk mengetahui dan mencari
lahan pertanian. Wilayah Indonesia terdiri atas berbagai agroekosistem yang mempunyai
kualitas dan potensi lahan yang beragam. Uraian tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor
litologi, iklim, dan tanah. Aplikasi teknologi sistem informasi geografis dan penginderaan jauh
dapat mempercepat proses pemetaan tanah dan evaluasi lahan untuk mengatasi kebutuhan
data yang mendesak.
1. Batuan Penyusun
Berkaitan dengan seberapa jauh akar dapat menembus/kedalaman tanah dan banyaknya
batuan.
2. Curah Hujan
Berkaitan dengan iklim suatu wilayah yang mempengaruhi intensitas hujan dan
temperatur/suhu.
3. Morfologi
Berkaitan dengan kelerengan dan laju erosi pada suatu wilayah.
4. Jenis Tanah
Berkaitan dengan jenis tanah yang sesuai, kandungan unsur hara, tingkat drainase tanah,
tingkat keasaman tanah.
DAFTAR PUSTAKA