You are on page 1of 19

EVALUASI LAHAN PERTANIAN

Anggota Kelompok :

Moh Isas Luthfia Sayidil Kirom (3212316006)


Bagas Nur Rochmadi (3212316007)
Danny Pamungkas (3212316014)
Ivan Fajar Juamda (3212316009)

SURVEI PEMETAAN WILAYAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


LATAR BELAKANG

Kebutuhan suatu lahan yang meningkat sehingga membuat langkanya lahan pertanian yang
subur dan memiliki nilai potensial yang tinggi semakin berkurang membuat adanya suatu
persaingan penggunaan lahan antar sektor pertanian dan non pertanian membutuhkan suatu
teknologi yang tepat dalam mengoptimalkan penggunaan lahan secara efisien.
Memanfaatkan sumber daya lahan secara efisien ,terarah serta optimal diperlukan suatu data
dan informasi mengenal tanah, iklim dan cuaca serta sifat fisik lingkungan lainnya selain itu
persyaratan tumbuh tanaman yang mempunyai peluang ekonomi yang baik.

Beberapa data seperti cuaca dan iklim, tanah dan sifat fisik lingkungan sangat berpengarah
akan tumbuh kembangnya suatu tanaman. Setelah itu, data yang dihasilkan dari data tersebut
dianalisis untuk tujuan penggunaan lahan tertentu yang memiliki potensi yang baik. Hasil
informasi tersebut akan menjadi suatu arahan penggunaan lahan dan harapan hasil produksi
dari lahan tersebut.

Beberapa sistem evaluasi lahan yang pernah digunakan dan sedang dikembangkan di Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, antara lain:

1. Klasifikasi kemampuan wilayah (Soepraptohardjo, 1970)


2. Sistem pendugaan kesesuaian lahan secara parametrik (Driessen, 1971)
3. Sistem evaluasi lahan pada Proyek Penelitian Pertanian Menunjang Transmigrasi atau
P3MT (Staf PPT, 1983)
4. Sistem evaluasi lahan pada Reconnaissance Land Resources Surveys (Skala 1:250.000)
Atlas Format Procedures (CSR/FAO, 1983)
5. Land Evaluation Computer System atau LECS (Wood and Dent, 1983)
6. Automated Land Evalution System atau ALES (Rossiter and van Wambeke,1997)

RUMUSAN MASALAH

1. Apa itu Evaluasi Lahan?


2. Apa saja metode pendekatan dalam Evaluasi Lahan?
3. Apa saja parameter yang digunakan dalam pembuatan peta evaluasi lahan untuk
pertanian?
PEMBAHASAN

A. Pengertian Evaluasi Lahan

FAO (1976) dalam Djaenuddin dkk (1994) menyatakan bahwa evaluasi lahan dapat dibedakan
atas Pendekatan dua tahap yaitu

 Tahapan pertama berdasarkan evaluasi lahan secara fisik atau bersifat kualitatif
kemudian dikuti dengan tahapan kedua berdasarkan analisis ekonomi dan sosial
 Pendekatan paralel dimana evaluasi lahan baik secara fisik maupun ekonomi
dilaksanakan secara bersamaan.

Sitorus (1998) menyatakan bahwa evaluasi lahan pada hakekatnya merupakan proses
pendugaan potensi sumber daya lahan untuk berbagai kegunaan dengan cara
membandingkan persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan dengan sifat
sumber daya yang ada pada lahan tersebut. Fungsi kegiatan evaluasi lahan adalah
memberikan pengertian tentang hubungan antara kondisi lahan dengan penggunaannya
serta memberikan kepada perencana berbagai perbandingan dan alternatif pilihan
penggunaan yang dapat diharapkan berhasil.

Evaluasi kesesuaian lahan adalah penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk
penggunaan tertentu (Sitorus, 1998). Menurut Husein (1981), evaluasi lahan adalah usaha
untuk mengelompokkan tanah-tanah tertentu sesuai dengan kebutuhan tanaman. Kelas
kesesuaian lahan untuk suatu areal dapat berbeda tergantung dari penggunaan lahan yang
sedang dipertimbangkan.

B. Metode pendekatan dalam Evaluasi Lahan


Ada tiga metode pendekatan yang digunakan dalam evaluasi kesesuaian lahan yaitu
dengan pendekatan pembatas, parametrik dan kombinasi pendekatan pembatas dan
parametrik.
 Pendekatan Pembatas
Pendekatan pembatas adalah suatu cara untuk menyatakan kondisi lahan atau
karakteristik lahan pada tingkat kelas,dimana metode inimembagi lahan berdasarkan
jumlah dan intensitas pembatas lahan. Pembatas lahan adalah penyimpangan dari
kondisi optimal karakteristik dan kualitas lahan yang memberikan pengaruh buruk
untuk berbagai penggunaan lahan (Sys et al,1991).

Metode ini membagi tingkat pembatas suatu lahan ke dalam empat tingkatan, sebagai
berikut :
a. 0 (tanpa pembatas), digolongkan ke dalam S1
b. 1 (pembatas ringan), digolongkan ke dalam S1
c. 2 (pembatas sedang), digolongkan ke dalam S2
d. 3 (pembatas berat), digolongkan ke dalam S3
e. 4 (pembatas sangat berat), digolongkan ke dalam kelas N1 dan N2
 Pendekatan Parametrik
Pendekatan parametrik dalam evaluasi kesesuaian lahan adalah pemberian nilai pada
tingkat pembatas yang berbeda pada sifat lahan, dalam skala normal diberi nilai
maksimum 100 hingga nilai minimum 0. Nilai 100 diberikan jika sifat lahan optimal
untuk tipe penggunaan lahan yang dipertimbangkan (Sys et al., 1991)

Pendekatan parametrik mempunyai berbagai keuntungan yaitu kriteria yang dapat


dikuantifikasikan dan dapat dipilih sehingga memungkinkan data yang obyektif;
keandalan, kemampuan untuk direproduksikan dan ketepatannya tinggi. Masalah
yang mungkin timbul dalam pendekatan parametrik ialah dalam hal pemilihan sifat,
penarikan batas-batas kelas, waktu yang diperlukan untuk mengkuantifikasikan sifat
serta kenyataan bahwa masing-masing klasifikasi hanya diperuntukkan bagi
penggunaan lahan tertentu (Sitorus, 1998)

Kombinasi Pendekatan Pembatas dan Parametrik

Kombinasi pendekatan parametrik dan pendekatan pembatas sering digunakan untuk


menentukan kelas kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu. Penentuan kelas
kesesuaiannya dilakukan dengan cara memberi bobot atau harkat berdasarkan nilai
kesetaraan tertentu dan menentukan tingkat pembatas lahan yang dicirikan oleh
bobot terkecil (Sys et al., 1991).
Kriteria Penilaian Kelas Kesesuaian Lahan

Klasifikasi Kesesuaian Lahan

Kesesuaian lahan merupakan penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk


penggunaan tertentu. Klasifikasi kesesuaian lahan merupakan penilaian
pengelompokan suatu kawasan tertentu. Klasifikasi kesesuaian lahan merupakan
penilaian dan pengelompokan suatu kawasan tertentu dari lahan dalam hubungannya
dengan penggunaan yang dipertimbangkan (FAO, 1976) dalam Sitorus (1998).Struktur
dari kesesuaian lahan menurut metode FAO (1976) yang terdiri dari empat kategori
yaitu :

a. Ordo: menunjukkan jenis/macam kesesuaian atau keadaan kesesuaian secara


umum.
b. Kelas: menunjukkan tingkat kesesuaian dalam ordo.
c. Sub-kelas: menunjukkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan
di dalam kelas.
d. Unit: menunjukkan perbedaan-perbedaan kecil yang diperlukan dalam
pengelolaan didalam sub kelas.

I. Ordo: Tingkat ini menunjukkan apakah lahan sesuai atau tidak sesuai untuk
penggunaan tertentu. Oleh karena itu ordo kesesuaian lahan dibagi dua,
yaitu :
1) Ordo S : Sesuai
Lahan yang termasuk ordo ini adalah lahan yang dapat digunakan untuk
suatu penggunaan tertentu secara lestari, tanpa atau dengan sedikit
resiko kerusakan terhadap sumber daya lahannya. Keuntungan yang
diharapkan dari hasil pemanfaatan lahan ini akan melebihi masukan
yang diberikan.
2) Ordo N : Tidak Sesuai
Lahan yang termasuk ordo ini mempunyai pembatas sedemikian rupa
sehingga mencegah suatu penggunaan secara lestari.
II. Kelas
Ada tiga kelas dari ordo tanah yang sesuai dan dua kelas untuk ordo tidak
sesuai, yaitu:
1) Kelas S1 : Sangat Sesuai
Lahan tidak mempunyai pembatas yang berat untuk suatu penggunaan
secara lestari atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti dan
tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksinya serta tidak akan
menaikkan masukan dari apa yang telah biasa diberikan.
2) Kelas S2 : Cukup Sesuai
Lahan yang mempunyai pembatas-pembatas agak berat untuk suatu
penggunaan yang lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas
dan keuntungan sehingga akan meningkatkan masukan yang
diperlukan.
3) Kelas S3 : Sesuai Marjinal
Lahan yang mempunyai pembatas-pembatas yang sangat berat untuk
suatu penggunaan yang lestari. Pembatas akan mengurangi
produktivitas atau keuntungan dan perlu menaikkan masukan yang
diperlukan.
4) Kelas N1 : Tidak Sesuai pada saat ini
Lahan yang mempunyai pembatas yang lebih berat, tetapi masih
mungkin diatasi.
5) Kelas N2 : Tidak Sesuai selamanya
Lahan yang mempunyai pembatas yang permanen, mencegah segala
kemungkinan penggunaan lahan.
III. Sub Kelas
Sub kelas kesesuaian lahan menggambatkan jenis faktor pembatas. Sub
kelas ditunjukkan oleh huruf jenis pembatas yang ditempatkan sesudah
simbol S2, S3, atau N sedangkan S1 tidak mempunyai sub kelas karena tidak
mempunyai faktor pembatas.
Beberapa jenis pembatas yang menentukan sub kelas kesesuaian lahan,
yaitu :
 Pembatas iklim (c)
 Pembatas topografi (t)
 Pembatas kebasahan
 Pembatas faktor fisik tanah (s)
 Pembatas faktor kesuburan tanah (f)
 Pembatas salinitas dan alkalinitas (n)
C. Parameter Evaluasi Lahan Pertanian
Parameter yakni data-data penting yang dibutuhkan dalam penyusunan sebuah peta.
Kaitannya dengan evaluasi lahan untuk pertanian ialah parameter yang digunakan akan
menentukan baik tidaknya data yang dihasilkan atau output peta. Dari data parameter
seperti peta curah hujan, peta morfologi wilayah/kemiringan lereng, peta geologi/batuan
penyusun, peta jenis tanah, dan peta penggunaan lahan dapat diketahui nantinya baik-
buruknya suatu lahan untuk komoditas pertanian yang diolah dengan menggunakan
analisis data dan perangkat SIG.
1. Peta Batuan Penyusun/Geologi
Batuan induk penyusun lapisan tanah perlu diketahui untuk dapat menentukan
karakteristik dari suatu lahan. Hal ini karena batuan induk penyusun sangat erat
kaitannya dengan kedalaman tanah yang dapat ditembus oleh akar tanaman. Jika
batuan induk nya keras-keras dan banyak dijumpai dengan kedalaman dangkal, maka
hal ini tidak baik untuk pertanian karena akan mengganggu akar tanaman dalam
menyerap unsur hara, air dan melakukan penerobosan tanah. Sebaliknya jika batuan
penyusun nya hasil sedimentasi dan jarang ditemui dalam kedalaman dangkal dan
sering dijumpai pada kedalaman yang dalam maka lahan dapat digunakan untuk lahan
pertanian karena disini batuan tidak menyulitkan tamanan untuk bertahan hidup.

2. Peta Curah Hujan


Banyak-sedikitnya curah hujan berdampak pada sebuah iklim tahunan di suatu
wilayah. Tanaman dalam hal ini memerlukan perhatian pada iklim tahunan dimana
setiap tanaman berbeda-beda dalam kebutuhan air untuk menyuplai hidupnya. Dalam
suatu wilayah dapat diketahui iklim dalam satu tahun dan beberapa tahun dengan
data curah hujan, bilamana suatu wilayah dapat dikatakan penghujan dan kemarau
dapat diketahui. Seperti tanaman padi dia membutuhkan air dalam jumlah yang
cukup, jika sampai tidak cukup maka akan dapat mengakibatkan gagal panen. Berbeda
dengan tanaman seperti jagung dia tidak membutuhkan banyak air untuk bertahan
hidup dan dapat tumbuh pada daerah yang memiliki curah hujan rendah. Jadi data
dari peta curah hujan untuk mengetahui kecocokan tanaman dalam suplai air di suatu
wilayah. Dari data curah hujan juga dapat diketahui informasi seperti temperatur
suatu wilayah melalui intensitas hujan.
3. Peta Morfologi (Kemiringan Lereng)
Morfologi suatu wilayah juga merupakan parameter penting yang perlu diketahui.
Morfologi wilayah erat kaitan nya dengan pergerakan tanah, erosi, dan longsor. Dalam
hal pertanian morfologi digunakan untuk analisis laju erosi tanah jika suatu lahan
dialihfungsikan menjadi lahan pertanian. Morfologi daerah yang memiliki profil
ketinggian wilayah nya sedang sampai tinggi dan memiliki kelerengan yang sedang
(15%-25%) laju erosi nya dapat dikatakan tinggi jika di tanami tanaman berbatang
lunak seperti kentang, bawang, kol, dan sejenisnya. Lain hal nya jika wilayah tersebut
ditanami tanaman berbatang keras seperti kopi, laju erosi nya dapat ditekan. Suatu
unsur hara dalam tanah jika mengalami erosi maka unsur hara tersebut akan ikut
tererosi. Morfologi wilayah dalam hal ini berperan kuat dalam penentuan jenis
pertanian dan boleh tidaknya suatu lahan digunakan untuk pertanian.

Morfologi wilayah yang memiliki kelerengan curam tidak disarankan untuk menjadi
sebuah lahan pertanian, karena dapat membahayakan dan tidak cocok untuk
pertanian, daerah yang memiliki lereng yang curam adalah daerah konservasi dimana
peruntukannya bukan untuk pertanian melainkan daerah resapan air dan hutan
lindung. Morfologi yang baik untuk daerah pertanian yaitu yang kemiringan lereng nya
berada dalam interval datar dan landai, jika memaksakan daerah yang memiliki
kelerengan curam maka dapat merugikan banyak pihak jika terjadi bencana dan dari
factor unsur hara juga akan melemah seiring terjadinya erosi. Dalam morfologi sedang
(15%-25%) dapat dikembangkan untuk sawah dengan sistem terasering karena dapat
memperlambat laju erosi, jika digunakan untuk tanaman umbi-umbian seperti
kentang yang tidak boleh tergenang air maka erosi dapat dikategorikan tinggi dan
tidak sesuai untuk jangka panjang. Setiap tanaman memiliki berbagai kecocokan
dalam hal morfologi, pegolahan data dari peta morfologi dengan benar akan dapat
membantu menentukan daerah yang berpotensi tinggi.
4. Peta Jenis Tanah
Jenis tanah kaitannya dengan evaluasi lahan pertanian yaitu dapat mengetahui
informasi kandungan unsur hara/kesuburan tanah, dan tingkat drainase tanah. Pada
setiap jenis tanah unsur hara yang dikandung dan kecepatannya dalam menyerap air
serta menyimpan suatu air berbeda-beda. Selain itu untuk mengetahui kandungan
organik suatu tanah. Tanah ada yang organik dan anorganik dimana keduanya
berbeda dalam kandungan didalam nya, jika tanah organik adalah tanah yang
mempunyai kandungan unsur hara yang banyak karena merupakan tanah yang
terbentuk dari sisa makhluk hidup yang telah mati contohnya gambut. Sedangkan
tanah anorganik adalah tanah yang berasal dari pelapukan batuan, contohnya tanah
liat, entisol. Selain mengetahui kandungan organik, dapat juga diketahui keasaman
suatu tanah, contohnya tanah gambut memiliki keasaman yang cenderung tinggi
tetapi banyak mengandung unsur hara.

Tanah juga dapat diketahui tingkat drainase nya, drainase suatu tanah penting untuk
menjaga tanaman dari kelebihan air. Drainase yang baik akan mendukung suatu lahan
berpotensi menjadi lahan pertanian produktif. Contoh jenis drainase tanah:
a. Cepat (excessively drained)
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi sampai sangat tinggi dan
dayamenahan air rendah. Tanah demikian tidak cocok untuk tanaman
tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna
homogen tanpabercak atau karatan besi dan aluminium serta warna gley
(reduksi).

b. Agak cepat (somewhat excessively drained)


Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi dan daya menahan air
rendah.Tanah demikian hanya cocok untuk sebagian tanaman kalau tanpa
irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna
homogen tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna gley
(reduksi).
c. Baik (well drained)
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang dan daya menahan air
sedang, lembab, tapi tidak cukup basah dekat permukaan. Tanah demikian
cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu
tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau
mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan 0 sampai 100 cm.

d. Agak baik (moderately well drained)


Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang sampai agak rendah dan
daya menahan air (pori air tersedia) rendah, tanah basah dekat
permukaan. Tanah demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang
dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak
atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan
0 sampai 50 cm.

e. Agak terhambat (somewhat poorly drained)


Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik agak rendah dan daya menahan
air (pori air tersedia) rendah sampai sangat rendah, tanah basah sampai ke
permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil
tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah
berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta
warna gley(reduksi) pada lapisan 0 sampai 25 cm.
f. Terhambat (poorly drained)
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik rendah dan daya menahan air
(pori air tersedia) rendah sampai sangat rendah, tanah basah untuk waktu
yang ke cukup lama sampai permukaan. Tanah kemikian cocok untuk padi
sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di
lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) dan bercak atau
karatan besidan/atau mangan sedikit pada lapisan sampai permukaan.
g. Sangat terhambat (very poorly drained)
Tanah dengan konduktivitas hidrolik sangat rendah dan daya menahan air
(pori air tersedia) sangat rendah, tanah basah secara permanen dan
tergenang untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah
demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri
yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley
(reduksi) permanen sampai pada lapisan permukaan.
Contoh Jenis tanah :
1. Tanah humus
Tanah humus adalah tanah yang terbentuk dari proses pelapukan
tumbuhan. kandungan dari unsur hara pada tanah jenis ini sangat banyak.
Tanah yang banyak terdapat di daerah hutan ini memiliki ciri berwarna
kehitaman. Warna hitam ini disebabkan karena terjadinya proses
pelapukan tumbuhan. karena kandungan unsur hara pada jenis tanah ini
tinggi, maka tanah humus sangat baik untuk medium cocok tanam.
2. Tanah kapur
Karakteristik dari tanah ini adalah berwarna terang seperti batuan kapur.
Jenis tanah ini termasuk kedalam golongan jenis-jenis tanah yang tidak
subur dan sulit menahan air, sehingga sulit ditanami oleh tanaman. Akan
tetapi, jenis tanah yang cenderung kering ini masih dapat ditanami pohon
yang bersifat keras dan tidak terlalu membutuhkan air seperti pohon jati.
3. Tanah liat
Tanah liat memiliki kandungan alumunium dan silikat dengan diameter
kurang dari 4 mikrometer. Jenis tanah ini umumnya memiliki warna
kehitaman atau abu-abu gelap. Terbentuknya jenis tanah ini adalah akibat
terjadinya pelapukan batuan silika oleh asam karbonat. Pelapukan ini juga
dapat dihasilkan akibat aktivitas panas bumi.
Gambar tanah liat (clay soils).

4. Tanah pasir
Tanah pasir adalah contoh dari sekian banyak jenis-jenis tanah yang
terdapat banyak di pesisir pantai ataupun kepulauan. Jenis tanah ini
memiliki tekstur yang sangat rapuh, serta tidak mengandung mineral dan
air yang banyak. Jumlah tanah pasir di Indonesia termasuk melimpah
mengingat negara ini adalah negara kepulauan, otomatis memiliki jumlah
tanah pasir yang juga banyak. Tidak banyak jenis tanaman yang dapat
tumbuh di tanah yang terbentuk akibat pelapukan batu pasir ini, hanya
jenis umbi-umbian dan beberapa jenis pohon saja yang dapat tumbuh pada
jenis tanah ini.
5. Tanah aluvial
Salah satu dari banyak jenis-jenis tanah yang baik untuk pertanian
adalah tanah aluvial. Tanah ini terbentuk dari endapan lumpur yang
seringkali terbawa aliran sungai. Daerah hilir sungai adalah tempat yang
biasanya ditemukan jenis tanah ini, mengingat aliran air yang membawa
endapan lumpur adalah dari hulu ke hilir. Ciri-ciri visual dari tanah aluvial
adalah warnanya yang cenderung coklat hingga keabu-abuan. Memiliki
tekstur yang lembut dan mudah dicangkul, membuat jenis tanah ini cocok
untuk aktivitas pertanian padi ataupun palawija. Tanah jenis ini pun dapat
ditemukan di hampir semua pulau-pulau besar di Indonesia terutama di
sekitar hilir atau daerah yang dilalui oleh sungai.
6. Tanah andosol
Contoh dari jenis-jenis tanah yang satu ini tidak dapat ditemukan di
sembarang tempat, melainkan hanya khusus di sekitar daerah gunung api
ataupun daerah yang terdapat gunung api purba. Hal tersebut karena
tanah andosol adalah tanah yang terbentuk dari aktivitas vulkanik pada
gunung berapi. Ciri-ciri dari tanah andosol adalah warnanya yang coklat
dan keabuan. Tanah ini memiliki kandungan air, unsur hara, dan mineral
yang baik, membuat tanah ini bersifat subur dan baik untuk bercocok
tanam. Karena hanya terdapat di daerah sekitar gunung berapi, maka
lokasi dimana dapat ditemukan tanah andosol pun di sekitar ring of fire,
seperti Sumatera, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.
7. Tanah laterit
Tanah laterit dapat dengan mudah ditemukan di daerah perkampungan
ataupun pedesaan. Tidak seperti tanah humus dan tanah andosol, tanah
laterit cenderung tidak subur. Hal ini karena kandungan unsur hara dan
mineral di dalam tanah sudah tidak bagus, mengingat tanah ini tergolong
kepada jenis-jenis dari tanah yang sudah tua. Akibatnya, kandungan di
dalam tanah laterit menjadi tidak bagus untuk pertumbuhan tanaman.
Warna merah bata dari tanah laterit diakibatkan kandungan oksida besi di
dalamnya.
Contoh kriteria kesesuaian lahan adalah sebagai berikut:
 Sawah Irigasi
 Jagung
 Kedelai
KESIMPULAN

Evaluasi lahan merupakan suatu pendekatan yang efektif untuk mengetahui dan mencari
lahan pertanian. Wilayah Indonesia terdiri atas berbagai agroekosistem yang mempunyai
kualitas dan potensi lahan yang beragam. Uraian tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor
litologi, iklim, dan tanah. Aplikasi teknologi sistem informasi geografis dan penginderaan jauh
dapat mempercepat proses pemetaan tanah dan evaluasi lahan untuk mengatasi kebutuhan
data yang mendesak.

Evaluasi lahan untuk pertanian dapat dipertimbangkan dengan beberapa parameter:

1. Batuan Penyusun
Berkaitan dengan seberapa jauh akar dapat menembus/kedalaman tanah dan banyaknya
batuan.
2. Curah Hujan
Berkaitan dengan iklim suatu wilayah yang mempengaruhi intensitas hujan dan
temperatur/suhu.
3. Morfologi
Berkaitan dengan kelerengan dan laju erosi pada suatu wilayah.
4. Jenis Tanah
Berkaitan dengan jenis tanah yang sesuai, kandungan unsur hara, tingkat drainase tanah,
tingkat keasaman tanah.
DAFTAR PUSTAKA

Ritung,Sofyan dkk.2011.” BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA


LAHAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN
PERTANIAN 2011 UNTUK KOMODITAS PERTANIAN”. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Kementerian Pertanian

Wahyunto,Hikmatullah.2016.”PEDOMAN PENILAIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK


KOMODITAS PERTANIAN STRATEGIS Tingkat Semi Detail Skala 1:50.000”. Balai Besar Litbang
Sumberdaya Lahan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian.https://tanahjuang.wordpress.com/2012/02/23/evaluasi-kesesuaian-lahan/

Landoala,Tasrif.2013.”Karakteristik Kelas Drainase Tanah”.


http://jembatan4.blogspot.com/2013/08/karakteristik-kelas-drainase-tanah.html. Diakses
pada 27 September 2018.

Geosh,Flysh.2018.”Jenis-jenis Tanah di Indonesia Beserta Ciri-cirinya”.


https://www.geologinesia.com/2018/01/jenis-jenis-tanah-di-indonesia.html. Diakses pada
27 September 2018.

You might also like