You are on page 1of 138

BAB I

OBAT ASMA

1. GANGGUAN VENTILASI (ASMA BRONCHIAL, BRONKHITIS KRONIS,


EMFISEMA PARU)
Istilah Chronic Aspesific Respiratory Affections (CARA) mencakup semua penyakit
saluran napas yang bercirikan penyumbatan (obstruksi) bronchi disertai pengembangan
mukosa (udema) dan sekresi dahak (sputum) berlebihan. Penyakit-penyakit tersebut meliputi
berbagai bentuk penyakit beserta peralihannya yakni asma, bronchitis kronis dan emfisema
paru yang gejala klinisnya saling menutupi. Gejala terpentingnya antara lain sesak napas saat
mengeluarkan tenaga atau selama istirahat dan/atau sebagai serangan akut, juga batuk kronis
dengan pengeluaran dahak kental.

Karena gangguan tersebut mempunyai mekanisme pathofisiologi yang berbeda sehingga


membutuhkan penanganan yang tidak sama. Maka dilakukan pemisahan antara asma dan
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) yang terdiri dari bronchitis kronis dan
emfisema. Dalam praktik, pembedaan ini sering tidak mudah dilakukan namun sebetulnya
memiliki konsekwensi langsung untuk cara pengobatan. Asma adalah steroidresponsif, artinya
keadaan dapat diperbaiki dengan terapi kortison, terutama karena dasar dari penyakit ini
adalah proses peradangan eosinophil. Penggunaan steroid inhalasi tidak memengaruhi fungsi
paru walau jangka waktu pemburukan dari gejalanya (exacerbatio) dapat berkurang.

Penyumbatan bronci dengan sesak napas yang merupakan sebab utama asma dan
COPD, diperkirakan terjadi menurut mekanisme berikut, yaitu berdasarkan hiperreaktivitas
bronchi (HRB), reaksi alergi (Reaksi alergi sudah dibahas pada Bab 7 KB 1) atau infeksi
saluran napas.

Hiperreaktivitas bronchi (HRB), terdapat pada semua penderita asma dan COPD.
HRB adalah meningkatnya kepekaan bronchi, dibandingkan saluran napas normal, terhadap
zat-zat merangsang spesifik dan tak-spesifik (stimuli) yang dihisap dari udara atau
lingkungan. HRB aspesifik selalu timbul bersamaan reaksi peradangan di saluran napas.

Stimuli. Ikatan stimuli pada reseptor sensoris di selaput lendir dan otot, serta/atau
stimulasi dari sistem kolinergis maka terjadi suatu reaksi kejang dengan obstruksi
(penyumbatan) umum pada saluran napas. Ada beberapa jenis stimuli, yaitu rangsangan:

fisis: perubahan suhu, dingin dan kabut; kimiawi: polusi udara (gas-gas pembuangan,
sulfurdioksida, ozon, asap rokok);
fisik: exertion, hiperventilasi;
psikis: emosi dan stress;

[Type text]
farmakologis: histamine, serotonin, asetilkolin, beta-blockers, asetosal, dan NSAIDs lainnya,
termasuk histamine liberators, seperti morfin, kodein, klordiazepoksida, dan polimiksin.

Infeksi saluran pernapasan dapat menyebabkan gejala radang dengan perubahan di


selaput lendir yang pada pasien asma dan COPD memperkuat HRB dan bronkhokontriksi
serta mempermudah penetrasi allergen.

Nah kira-kira sejawat dapat membedakan kenapa dulu disebut CARA dan sekarang ada
istilah COPD?

2. Asma (Asthma bronchiale)

Asma atau bengekadalah suatu penyakit alergi yang bercirikan peradangan steril kronis
yang disertai dengan sesak nafas akut secara berkala, mudah sengal-sengal dan batuk (dengan
bunyi khas), udem dinding bronkhus dan hipersekresi dahak yang biasanya lebih parah pada
malam hari dan meningkatnya HRB terhadap rangsangan alergis maupun non-alergis.
Terdapat factor genetis dan factor lingkungan yang berperan terhadap timbulnya gejala-gejala
tersebut. Berlainan dengan COPD, obstruksi saluran napas pada asma umumnya bersifat
reversible, serangan berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam, diantara dua
serangan, pasien tidak menunjukkan gejala apapun.

Status asthmaticus adalah serangan asma hebat, bertahan lebih dari 24 jam,
takhikardia dan tak bisa berbicara lancar karena nafas tersengal-sengal.

Asma alergikpada umumnya sudah dimulai sejak kanak-kanak, didahului gejala alergi
lain khususnya eksim, faktor keturunan dan konstitusi tubuh berperanan pada terjadinya asma
ini (lihat Bab 7 KB 1). Pasien asma memiliki kepekaan terhadap infeksi saluran napas,
kebanyakan terhadap virus yang berakibat peradangan bronchi yang juga menimbulkan
serangan asma. Bronchitis asmatis demikian biasanya menyerang manula.

Penyebab :

Peradangan steril kronis dari sal pernafasan dengan mast-cells dan granulosit eosinophil
sebagai pemeran penting. HRB terhadap berbagai stimuli: allergen (poleen, spora jamur,
partikel tinja dari tungau), zat perangsang (debu, asap rokok, hawa dingin), emosi, kelelahan,
infeksi virus (rhinovirus, virus para-influenza) serta obat-obat tertentu (asetosal, β-blockers,
NSAIDs), bahan kimia ditempat kerja (occupational asthma). Pada serangan hebat,
penyaluran udara dan oksigen ke darah menjadi sedemikian lemah, sehingga penderita
membiru kulitnya (cyanosis). Sebaliknya pengeluaran

[Type text]
di persulit dengan meningkatnya kadar CO2 dalam darah, yang memperkuat perasaan engap
dan kecemasan.

Peranan leukosit. Makrofag dan limfosit banyak terdapat di membrane mukosa saluran
napas. Makrofag: berperanan penting dalam pengikatan pertama allergen dan “penyajiannya”
kepada limfosit, dapat melepaskan mediator peradangan (prostaglandin, tromboksan,
leukotriene dan platelet activating factor/PAF). PAF dan LTB4 berdaya menstimulir
kemotaksis yang menarik granulosit ke tempat peradangan.

T-helper cells (melepaskan sitokinnya, antara lain interleukin IL-3 dan IL-5, yang
mungkin berperan CD4+) penting pada migrasi dan aktivasi mast-cells dan granulosit. IL-4
mendorong limfosit-B untuk membentuk IgE. Aktivitas makrofag dan limfosit tersebut
dihambat oleh kortikosteroida, tetapi tidak oleh adrenergika.

Mast-cells. Pada penderita asma mast-cells bertambah banyak di sel-sel epitel serta
mukosa dan melepaskan mediator vasoaktif kuat (histamine, serotonin dan bradikinin) yang
mencetuskan reaksi asma akut, dikuti pembentukan prostaglandin dan leukotriene. Pada
waktu udara dingin, pelat darah bias menggumpal yang berakibat terbentuknya IgE (atau
IgM). Gambar 7.2.1 menunjukan fisik dari normal (kiri) yang lebar dan ototnya relaksasi serta
bronchus asmatis (kanan) yang sempit dan ototnya berkontraksi.

Diagnosa

HRB pada gangguan asma berperan penting, diukur dengan peningkatan peak
expiratory flow (PEF). PEF ditentukan dengan suatu tabung khusus berdiameter 4 cm dan
berskala, berisi suatu piston yang dapat bergerak keluar masuk. Pasien meniup ke dalam
tabung sehingga piston didorong ke depan yang lalu pada dinding tabung dapat dibaca volume
hembusan napasnya. Pada asma ringan, variabilitas PEF nya adalah kurang dari 20%,
sedangkan pada asma berat menunjukkan nilai sampai 30%.

[Type text]
COPD

Bronchitis kronis

Gambar 7.2.2 Bronchitis kronis (internet)

Bronchitis kronis bercirikan batuk produktif menahun dengan pengeluaran banyak dahak, tanpa sesak
napas atau hanya ringan. Faktor penyebab antara lain infeksi akut saluran pernafasan oleh virus yang
mudah disupra-infeksi oleh bakteri, terutama H. influenza, S. pneumonia dan B. catarrhalis. Gambar
7.2.2 memperlihatkan produksi dahak yang banyak pada bronchitis kronis.

Emfisema paru

Emfisema paru bercirikan dilatasi dan destruksi jaringan paru yang mengakibatkan
sesak nafas terus-menerus dan menghebat waktu mengeluarkan tenaga. Gelembung alveoli
terus mengembang dan dindingnya yang berpembuluh darah semakin tipis dan sebagian
akhirnya rusak. Dengan demikian permukaan paru yang tersedia bagi penyerapan oksigen
dapat berkurang sampai di bawah 30%, sehingga jantung harus bekerja lebih keras untuk
memenuhi kebutuhan akan oksigen. Tonus di cabang-cabang batang nadi (aorta) bertambah
dan tekanan darah di arteriole paru-paru meningkat. Pembebanan ini dapat menimbulkan
hipertrofi ventrikel kanan jantung dan terjadilah cor-pulmonale (jantung membesar).

Penyebab utama emfisema paru adalah bronkhitis kronis dengan batuk bertahun-
tahun dan asma. Emfisema dapat dianggap sebagai fase terakhir dari asma dan bronchitis
yang tidak dapat disembuhkan lagi (irreversible). Faktor utama penyebab COPD adalah
merokok. Asap rokok mengakibatkan hipertrofi sel-sel pembentuk mucus di saluran
pernapasan.

Gambar 7.2.3 dan Gambar 7.2.4

Alveoli normal dan emfisema (internet)

[Type text]
Asap rokok mengandung banyak oksidan, seperti radikal bebas,NO, radikal hidroksil
dan H2O2. Lekosit perokok membentuk lebih banyak oksidansia dibanding dengan non-
smokers. Juga mengandung zat-zat pendorong enzim elastase yang merombak serat elastin
gelembung paru sehingga kekenyalannya menurun. Akhirnya terjadi kelainan irreversible
dalam bentuk fibrosis dan destruksi dari dinding tersebut di mana terdapat pembuluh darah,
sehingga fungsi paru-paru terganggu secara permanen. Gambar 7.2.3 memperlihatkan
alveoli yang membesar dan bergabung sehingga jumlahnya lebih sedikit dari alveoli normal
(Gambar 7.2.4).
Pencegahan Asma

Tindakan umum, yaitu mencegah reaksi antigen-antibodi dan serangan asma dengan

menurunkan kegiatan HRB:

Sanitasi: binatang, debu, perubahan suhu, asap, histamin liberator.

Berhenti merokok.

Fisioterapi: expektoran dan latihan pernafasan dan relaksasi.


Hiposensibilisasi: meningkatkan IgG dan IgA.

Prevensi infeksi viral (vaksin) dan bakteri (antibiotika).

Pengobatan Asma (Serangan asma akut, Terapi pemeliharaan)

Serangan asma akut

Spasmolitik inhalasi: salbutamol, terbutalin.


Suppos aminofilin.

Efedrin dan isoprenalin tablet.


injeksi iv: aminofilin dan atau salbutamol, kalau perlu + hidrokortison/prednison iv.

Injeksi adrenalin.

Terapi pemeliharaan Asma ringan (serangan kurang dari 1x/bulan): salbutamol, terbutalin 1-
2 inhalasi/minggu.

Asma sedang (serangan kurang dari 1-4x/bulan): inhalasi kortikosteroid dan nedokromil,
anak-anak: oral ketotifen, oksatomida.
Asma agak serius (serangan lebih dari 1-2x/minggu): kortikosteroida dosis lebih besar + 2
adrenergik, antikolinergik.
Asma serius (serangan lebih dari 3x/minggu): kortikosteroida dosis lebih besar lagi + malam
long acting 2 adrenergik, kalau perlu + teofilin slow release.
Obat Asma dan COPD
Berdasarkan mekanisme kerjanya obat asma dapat dibagi dalam beberapa kelompok,

[Type text]
yaitu zat-zat yang menghindari degranulasi mast-cells (anti-alergika) dan zat-zat yang
meniadakan efek mediator (bronchodilator, antihistaminika dan kortikosteroida).

Anti alergika

Anti alergika adalah zat-zat yang berkhasiat menstabilisasi mast-cells sehingga tidak pecah
dan mengakibatkan terlepasnya histamine dan mediator peradangan lainnya. Yang terkenal
adalah kromoglikat dan nedokromil, antihistaminika (ketotifen, oksatomida) dan β2-
adrenergika (lemah). Obat ini sangat berguna untuk mencegah serangan asma dan rhinitis
alergis (hay fever).

Penggunaan: Kromoglikat sangat efektif sebagai pencegah serangan asma dan bronchitis yang
bersifat alergis. Untuk profilaksis yang layak obat ini harus diberikan 4 kali sehari dan
efeknya baru nyata sesudah 2-4 minggu. Penggunaannya tidak boleh dihentikan dengan tiba-
tiba berhubung dapat memicu serangan. Pada serangan akut kromolin tidak efektif karena
tidak memblok reseptor histamine.

Bronkhodilator
2 adrenergika: stabilisasi membran dan bronkhodilatasi dan praktis tidak bekerja terhadap
reseptor-β1 (stimulasi jantung). Obat dengan efek terhadap kedua receptor sebaiknya jangan
digunakan lagi berhubung efeknya terhadap jantung, seperti efedrin, isoprenalin, dan
orsiprenalin. Pengecualian adalah
adrenalin (reseptor α dan β) yang sangat efektif dalam keadaan kemelut. Mekanisme
kerjanya adalah: melalui stimulasi reseptor 2 yang banyak di trachea dan bronchi, yang
menyebabkan aktivasi dari adenilat siklase. Enzi mini memperkuat pengubahan adenosine
trifosfat (ATP) menjadi siklik adenosine monofosfat (C-AMP) dengan pembebasan energy
yang digunakan untuk proses-proses dalam sel. Meningkatnya c-AMP dalam sel
menyebabkan beberapa efek melalui enzim fosfokinase, antara lain bronchdilatasi dan
penghambatan pelepasan mediator oleh mast-cells (stabilisasi membrane).

Contoh: salbutamol, terbutalin, tretoquinol, fenoterol, rimiterol, prokaterol, klenbuterol,


isoprenalin,. Kerja panjang: salmeterol dan formoterol.

Efek samping: kelainan ventrikel, palpitasi, mulut kering

Antikolinergika: bronkhodilatasi. Di dalam sel-sel otot polos terdapat

keseimbangan antara sistem kolinergis dan adrenergic. Bila karena sesuatu hal reseptor 2
dari sistem adrenergic terhambat, maka sistem kolinergis akan berkuasa dengan akibat
bronchokontriksi. Antikolinergik memblok reseptor muskarin dari saraf kolinergis di otot
polos bronchi, hingga aktivitas saraf adrenergis menjadi dominan dengan efek
bronchodilatasi.
[Type text]
Penggunaan: Ipatropium dan tiotropium khusus digunakan sebagai inhalasi, kerjanya lebih
panjang daripada salbutamol. Kombinasi dengan 2-mimetika sering digunakan karena
menghasilkan efek aditif. Deptropin berdaya mengurangi HRB, tetapi kerja spasmolitisnya
ringan, sehingga diperlukan dosis tinggi dengan risiko efek samping lebih tinggi. Senyawa ini
masih digunakan pada anak kecil dengan hipersekresi dahak yang belum mampu diberikan
terapi inhalasi.

Contoh: Ipratropium, tiazinamium, deptropin

Efek samping: mengentalkan dahak, takikardia, mulut kering, obstipasi, sukar berkemih,
penglihatan kabur akibat gangguan akomodasi.

Derivat xantin: blokade reseptor adenosin dan seperti kromoglikat mencegah meningkatnya
HRB sehingga berkhasiat profilaktif. Penggunaannya secara terus-menerus pada terapi
pemeliharaan ternyata efektif mengurangi frekwensi serta hebatnya serangan. Pada status
asmatikus diperlukan aminofilin dosis muat 5 mg/kg BB infus selama 20-40menit dilanjutkan
dosis pemeliharaan 0,5 mg/kg BB/jam untuk dewasa normal bukan perokok. Anak di bawah
12 tahun dan dewasa perokok diperlukan dosis lebih tinggi, yaitu 0,8-0,9 mg/kgBB/jam.
Pemberian infus tidak boleh melebihi 6 jam.
Kombinasi dengan 2-adrenergik sangat meningkatkan efek bronchodilatasi teofilin sehingga
dapat digunakan dosis dengan risiko efek samping lebih kecil. Contoh: Teofilin, aminofilin,
kolinteofilinat (partikel size 1-5 micron)

Perhatian: harus banyak minum karena berefek diuretic. Luas terapeutik sempit : Pada pasien
asma diperlukan kadar terapi teofilin sedikitnya 5-8 mcg/mL, efek toksik mulai terlihat pada
kadar15mcg/mL, lebih sering pada kadar di atas 20 mcg/mL, maka pengguna harus diperiksa
kadarnya dalam plasma.

Efek samping: mual, muntah, pada OD efek sentral, gangguan pernafasan, efek
kardiovaskuler.

Kortikosteroida
Berdaya antiradang karena memblok enzim fosfolipase-A2 sehingga pembentukan mediator
peradangan prostaglandin dan leukotriene dari asam arachidonat tidak terjadi, juga pelepasan
asam arachidonat oleh mast-cells juga dirintangi, (lihat Gambar 7.2.4), meningkatkan
kepekaan reseptor 2 hingga efek -mimetika diperkuat. Penggunaan: bermanfaat pada
serangan asma akibat infeksi virus juga pada infeksi bakteri untuk melawan reaksi
peradangan. Juga efektif pada reaksi alergi tipe IV (lambat). Untuk mengurangi HRB, zat ini
dapat diberikan per-inhalasi atau per-oral. Pada kasus gawat obat ini diberikan secara IV (per
infus), kemudian disusul dengan pemberian oral. Penggunaan peroral-lama: menekan fungsi
anak ginjal dan menyebabkan osteoporosis. Maka hanya diberikan untuk satu kur singkat.
[Type text]
Lazimnya pengobatan dimulai dengan dosis tinggi yang dalam waktu 2 minggu dikurangi
sampai nihil. Bila diperlukan, kur singkat demikian dapat diulang lagi (lihat Bab 8 KB2,
tentang kortikosteroid).

Contoh: hidrokortison, prednison, deksametason, inhalasi: beklometason, flutikason,


budesonida.

Mukolitik dan ekspektoransia

Contoh: asetilsistein, bromheksin, ambroksol, KI dan amonium klorida

Semua zat ini mengurangi kekentalan dahak, mukolitik dengan merombak mukoproteinnya
dan ekspektoransia dengan mengencerkan dahak sehingga pengeluarannya dipermudah.
Kalium iodide sebaiknya jangan digunakan untuk jangka waktu lama berhubung efek
sampingnya (udema, urticarial, acne).

Penanganan simptomatis dengan menghirup uap air panas dapat membantu pencairan dahak
yang kental sehingga lebih mudah dikeluarkan.

Antihistamin

Obat-obat ini memblok reseptor histamine (H1-receptor blockers) dan dengan demikian
mencegah bronchokontriksinya. Efeknya pada asma terbatas karena tidak melawan
bronchokontriksi dari mediator lain yang dilepaskan mast-cells. Banyak antihistamin juga
berdaya sedative dan antikolinergis, mungkin inilah sebabnya mengapa kini masih agak
banyak digunakan pada terapi pemeliharaan. Ketotifen dan oksatomida berdaya
menstabilkan mast-cells, oksatomida bahkan berdaya antiserotonin dan antileukotrien

Zat antileukotrien (anti-Lt)


Pada pasien asma leukotriene turut menimbulkan bronchokontriksi dan sekresi mucus. Zat
antagonis-leukotrien bekerja spesifik dan efektif pada terapi pemeliharaan terhadap asma
Kerja anti-leukotrien berdasarkan penghambatan sintesis Lt atau memblok reseptor Lt.

Contoh Lt-blokers: zileuton,setirizin, loratadin, azelastin, ebastin.

Contoh Lt-reseptor blokers: zafirlukast, pranlukast, montelukast.

[Type text]
Gambar 7.2.5 memperlihatkan kerja anti leukotriene berdasarkan penghambatan sintesa LT
dengan jalan blockade enzim lipoksigenase atau berdasarkan penempatan reseptor Lt dengan
LTC4/D4-blockers.

Gambar 7.2.5

Pembentukan Leukotrien, LTB4 dan titik-kerja montelukast dan zileuton

Obat-obat batuk

Batuk adalah reflex fisiologi protektif yang bermanfaat untuk mengeluarkan dan
membersihkan saluran pernapasan dari dahak, debu, zat perangsang asing yang dihirup,
partikel-partikel asing dan unsur-unsur infeksi. Orang sehat hamper tidak batuk sama sekali

berkat mekanisme pembersihan dari bulu getar di dinding bronchi yang berfungsi
menggerakkan dahak keluar dari paru-paru menuju batang tenggorok.

Penyebab Batuk
Pada banyak gangguan saluran napas, batuk merupakan gejala penting yang ditimbulkan
oleh terpicunya reflex batuk. Misalnya, pada alergi (asma), peradangan akibat infeksi virus
(selesma, influenza dan cacar air di hulu tenggorokan) yang merusak mukosa saluran
pernapasan sehingga menciptakan “pintu masuk” untuk infeksi sekunder oleh bakteri,
misalnya Pneumococci dan Hemophylus. Batuk dapat menjalarkan infeksi dari satu bagian
paru ke yang lain dan merupakan beban tambahan bagi pasien yang menderita penyakit
jantung. Penyebab lain adalah peradangan dari jaringan paru (pneumonia), tumor dan juga
efek samping dari obat (penghambat ACE), gejala terpenting penyakit kanker paru, gejala

[Type text]
lazim penyakit tifus dan dekompensasi jantung terutama pada manula, penyakit cacing
(cacing gelang), dan keadaan psikis (kebiasaan atau “tic”).

Jenis Batuk
Dapat dibedakan 2 jenis batuk, yakni batuk produktif (dengan dahak) dan batuk non-produktif
(kering).

Batuk produktif
Batuk ini pada hakikatnya tidak boleh ditekan oleh obat pereda. Tetapi, dalam praktik sering
kali batuk yang hebat mengganggu tidur dan meletihkan pasien ataupun berbahaya, misalnya
setelah pembedahan. Untuk meringankan dan mengurangi frekuensi batuk umumnya
dilakukan terapi simtomatis dengan obat-obat batuk (antitussive), yakni zat pelunak,
ekspektoransia, mukolitik dan pereda batuk.

Batuk non-produktif
Misalnya, pada batuk rejan (pertussis, kinkhoest), atau juga karena pengeluarannya memang
tidak mungkin, seperti pada tumor. Batuk menggelitik ini tidak ada manfaatnya,
menjengkelkan dan sering kali mengganggu tidur. Bila tidak diobati, batuk demikian akan
berulang terus karena pengeluaran udara cepat pada waktu batuk akan merangsang kembali
mukosa tenggorok dan farynx.

Obat Batuk
Antitussiva digunakan untuk pengobatan batuk sebagai gejala dan dapat dibagi dalam

sejumlah kelompok dengan mekanisme kerja yang sangat beraneka ragam, yaitu:

Zat pelunak batuk (emolliensia): yang memperlunak rangsangan batuk, melumas tenggorok
agar tidak kering dan melunakkan mukosa yang teriritasi.
Contoh: Sirup thymi, permen, pastiles (succus liq) yang akan memperbanyak ludah.

Ekspektoransia: zat ini memperbanyak produksi dahak yang encer dan dengan demikian
mengurangi kekentalannya sehingga mempermudah pengeluarannya dengan batuk.
Mekanisme kerjanya adalah merangsang reseptor di mukosa lambung yang kemudian
meningkatkan kegiatan kelenjar sekresi dari saluran lambung usus dansebagai reflex
memperbanyak sekresi dari kelenjar yang berada di saluran napas. Kegiatan ekspektoransia
juga dipicu dengan meminum banyak air. Contoh: Minyak atsiri, guaiakol, radix ipeca (dalam
tablet Doveri), NH4Cl (dalam OBH). Mukolitik: memutus gugus sulfhidril (-SH)
makromolekul mukopolisakarida (dahak) sehingga viskositasnya dikurangi dan
pengeluarannya dipermudah. Mukolitik digunakan dengan efektif pada batuk dengan dahak
yang kental sekali, seperti pada bronchitis, emfisema dan mucofiscidosis (=cystic fibrosis).
Umumnya zat ini tidak berguna bila gerakan bulu getar terganggu, seperti pada perokok atau

[Type text]
akibat infeksi. Contoh: asetilsistein, bromheksin, ambroksol Zat pereda: Obat-obat dengan
kerja sentral ini ampuh sekali pada batuk kering yang menggelitik. Contoh: kodein, noskapin,
dektrometorfan, dan pentoksiverin. Antihistaminika: Efektif berdasarkan efek sedativnya dan
menekan perasaan menggelitik di tenggorok. Contoh: prometazin, oksomemazin,
difenhidramin, CTM. Anestetik lokal: Obat ini menghambat penerusan rangsang batuk ke
pusat batuk (SSP). Contoh: pentoksiverin. Penggolongan lain dari antitussiva dapat dilakukan
menurut titik kerjanya, yaitu dalam otak (SSP) atau di luar SSP, yakni zat-zat sentral dan zat-
zat perifer. Zat-zat sentral, bekerja dengan menekan pusat batuk di sum-sum lanjutan dan
mungkin juga bekerja terhadap pusat saraf yang lebih tinggi (di otak) dengan efek
menenangkan. Dengan demikian zat-zat ini menaikkan ambang bagi impuls batuk. Dapat
dibedakan menjadi
Zat adiktif: memiliki sebagian sifat narkotika, yaitu ketagihan (Lihat analgetik narkotik,
Bab 4). Contoh: kodein.
Zat non-adiktif: tidak termasuk dalam daftar narkotika, bahkan dijual bebas tanpa resep.
Contoh: noskapin, dektrometorfan, pentoksiverin, prometazin, dan difenhidramin.
Zat-zat perifer: obat ini bekerja di luar SSP (di perifer) dan dibagi dalam beberapa kelompok
yang sudah diuraikan di atas, yaitu emoliensia, ekspektoran, mukolitik, dan anestetiklokal

Latihan Soal

1. Apa yang dimaksud mukolitik? Kapan obat ini digunakan?


2. Apa yang dimaksud dengan antitusiv dan ekspektorant? Bagaimana cara
pemberiannya?
3. Mengapa salah satu kombinasi obat asma adalah antihistamin? Apa bedanya dengan
antialergi?
4. Jelaskan penggolongan zat antileukotrien sebagai obat asma beserta contohnya
masing-masing
5. Mengapa antikolinergik dapat mengobati asma?

[Type text]
BAB II

Obat Batuk

3.1 Pengertian Batuk


Menurut Weinberger (2005) batuk merupakan ekspirasi eksplosif yang menyediakan
mekanisme protektif normal untuk membersihkan cabang trakeobronkial dari sekret dan zat-
zat asing. Masyarakat lebih cenderung untuk mencari pengobatan apabila batuknya
berkepanjangan sehingga mengganggu aktivitas seharian atau mencurigai kanker.
Menurut McGowan (2006) batuk bisa terjadi secara volunter tetapi selalunya terjadi
akibat respons involunter akibat dari iritasi terhadap infeksi seperti infeksi saluran pernafasan
atas maupun bawah, asap rokok, abu dan bulu hewan terutama kucing. Antara lain penyebab
akibat penyakit respiratori adalah seperti asma, postnasal drip, penyakit pulmonal obstruktif
kronis, bronkiektasis, trakeitis, croup, dan fibrosis interstisial. Batuk juga bisa terjadi akibat
dari refluks gastro-esofagus atau terapi inhibitor ACE (angiotensin-converting enzyme). Selain
itu, paralisis pita suara juga bisa mengakibatkan batuk akibat daripada kompresi nervus
laryngeus misalnya akibat tumor.
Batuk bukanlah merupakan penyakit, mekanisme batuk timbul oleh karena paru-paru
mendapatkan agen pembawa penyakit masuk ke dalamnya sehingga menimbulkan batuk
untuk mengeluarkan agen tersebut. Batuk dapat juga menimbulkan berbagai macam
komplikasi seperti pneumotoraks, pneumomediastinum, sakit kepala, pingsan, herniasi diskus,
hernia inguinalis, patah tulang iga, perdarahan subkonjungtiva, dan inkontinensia urin.Batuk
merupakan refleks fisiologis kompleks yang melindungi paru dari trauma mekanik, kimia dan
suhu. Batuk juga merupakan mekanisme pertahanan paru yang alamiah untuk menjaga agar
jalan nafas tetap bersih dan terbuka dengan jalan :
1. Mencegah masuknya benda asing ke saluran nafas.
2. Mengeluarkan benda asing atau sekret yang abnormal dari dalam saluran nafas.
Batuk menjadi tidak fisiologis bila dirasakan sebagai gangguan. Batuk semacam itu sering kali
merupakan tanda suatu penyakit di dalam atau diluar paru dan kadang-kadang merupakan gejala dini suatu
penyakit. Batuk mungkin sangat berarti pada penularan penyakit melalui udara ( air borne infection ). Batuk
merupakan salah satu gejala penyakit saluran nafas disamping sesak, mengi, dan sakit dada. Sering kali batuk
merupakan masalah yang dihadapi para dokter dalam pekerjaannya sehari-hari. Penyebabnya amat beragam dan
pengenalan patofisiologi batuk akan sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dan penanggulangan
penderita batuk.

3.2 Gejala dan Penyebab Batuk


A. Gejala Batuk
1. Demam yang tinggi disertai otot tubuh yang kaku
2. Bersin-bersin dan hidung tersumbat
3. Sakit tenggorokan
B. Penyebab Batuk
1. Umumnya disebabkan oleh infeksi di saluran pernapasan bagian atas yang merupakan
gejala flu.
2. Infeksi saluran pernapasan bagian atas (ISPA).
3. Alergi
4. Asma atau tuberculosis
5. Benda asing yang masuk kedalam saluran napas
6. Tersedak akibat minum susu
7. Menghirup asap rokok dari orang sekitar

3.3 Mekanisme Batuk

[Type text]
Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi 4 fase yaitu: :
1. Fase iritasi

Iritasi dari salah satu saraf sensoris nervus vagus di laring, trakea, bronkus besar, atau
serat afferen cabang faring dari nervus glosofaringeus dapat menimbulkan batuk. Batuk juga
timbul bila reseptor batuk di lapisan faring dan esofagus, rongga pleura dan saluran telinga
luar dirangsang.

2. Fase inspirasi

Pada fase inspirasi glotis secara refleks terbuka lebar akibat kontraksi otot abduktor
kartilago aritenoidea. Inspirasi terjadi secara dalam dan cepat, sehingga udara dengan cepat
dan dalam jumlah banyak masuk ke dalam paru. Hal ini disertai terfiksirnya iga bawah akibat
kontraksi otot toraks, perut dan diafragma, sehingga dimensi lateral dada membesar
mengakibatkan peningkatan volume paru. Masuknya udara ke dalam paru dengan jumlah
banyak memberikan keuntungan yaitu akan memperkuat fase ekspirasi sehingga lebih cepat
dan kuat serta memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga menghasilkan mekanisme
pembersihan yang potensial.

3. Fase kompresi

Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis akibat kontraksi otot adduktor kartilago
aritenoidea, glotis tertutup selama 0,2 detik. Pada fase ini tekanan intratoraks meninggi
sampai 300 cmH2O agar terjadi batuk yang efektif. Tekanan pleura tetap meninggi selama 0,5
detik setelah glotis terbuka . Batuk dapat terjadi tanpa penutupan glotis karena otot-otot
ekspirasi mampu meningkatkan tekanan intratoraks walaupun glotis tetap terbuka.
4. Fase ekspirasi/ ekspulsi
Pada fase ini glotis terbuka secara tiba-tiba akibat kontraksi aktif otot ekspirasi,
sehingga terjadilah pengeluaran udara dalam jumlah besar dengan kecepatan yang tinggi
disertai dengan pengeluaran benda-benda asing dan bahan-bahan lain. Gerakan glotis, otot-
otot pernafasan dan cabang-cabang bronkus merupakan hal yang penting dalam fase
mekanisme batuk dan disinilah terjadi fase batuk yang sebenarnya. Suara batuk sangat
bervariasi akibat getaran sekret yang ada dalam saluran nafas atau getaran pita suara.

3.4 Jenis-Jenis Batuk


A. Batuk berdasarkan Produktivitasnya
Berdasarkan produktivitasnya, batuk dapat dibedakan menjadi menjadi 2 jenis, yaitu
batuk berdahak (batuk produktif) dan batuk kering (batuk non produktif).
1. Batuk berdahak (batuk produktif)
Batuk berdahak ditandai dengan adanya dahak pada tenggorokan. Batuk berdahak
dapat terjadi karena adanya infeksi pada saluran nafas, seperti influenza, bronchitis, radang
paru, dan sebagainya. Selain itu batuk berdahak terjadi karena saluran nafas peka terhadap
paparan debu, polusi udara, asap rokok, lembab yang berlebihan dan sebagainya.
2. Batuk kering (batuk non produktif)
Batuk yang ditandai dengan tidak adanya sekresi dahak dalam saluran nafas, suaranya
nyaring dan menyebabkan timbulnya rasa sakit pada tenggorokan. Batuk kering dapat disebabkan
karena adanya infeksi virus pada saluran nafas, adanya faktor-faktor alergi (seperti debu, asap rokok
dan perubahan suhu) dan efek samping dari obat (misalnya penggunaan obat antihipertensi kaptopril).

B. Batuk berdasarkan waktu berlangsungnya


Berdasarkan waktu berlangsungnya, batuk dapat dibedakan menjadi 3, yaitu batuk akut, batuk
sub akut dan batuk kronis.
1. Batuk Akut
[Type text]
Batuk akut adalah batuk yang gejala terjadinya kurang dari 3 minggu. Penyebab batuk ini
umumnya adalah iritasi, adanya penyempitan saluran nafas akut dan adanya infeksi virus atau bakteri.
2. Batuk Subakut
Batuk akut adalah batuk yang gejala terjadinya antara 3 – 8 minggu. Batuk ini biasanya
disebabkan karena adanya infeksi akut saluran pernafasan oleh virus yang mengakibatkan adanya
kerusakan epitel pada saluran nafas.
3. Batuk Kronis
Batuk kronis adalah batuk yang gejala batuk yang terjadi lebih dari 8 minggu. Batuk ini
biasanya menjadi pertanda atau gejala adanya penyakit lain yang lebih berat seperti asma,
tuberculosis, bronchitis dan sebagainya.

3.5 Undang-Undang
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 2380/A/SK/VI/1983 dan Peraturan Menteri
Kesehatan RI No.925/Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar Perubahan Golongan Obat Nomor 1
memuat ketetapan mengenai obat-obat yang masuk kedalam daftar obat “W” dan pengertian
tentang obat bebas terbatas. Obat bebas terbatas adalah obat keras yang dapat diserahkan
kepada pemakainya tanpa resep dokter jika penyerahannya memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
- Obat tersebut hanya boleh dijual dengan bungkus asli danri pabriknya atau pembuatnya.
- Pada penyerahannya oleh pembuat atau penjual harus mencantumkan tanda peringatan yang
tercetak sesuai contoh. Tanda peringatan tersebut berwarna hitam, berukuran panjang 5 cm,
lebar 2 cm, dan memuat tulisan pemberitahuan berwarna putih.
Penandaan
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 2380/A/SK/VI/1983, tanda khusus
untuk obat bebas terbatas berupa lingkaran berwarna biru dengan garis tepi berwarna hitam.
Tanda khusus harus dilekatkan sedemikian rupa sehingga jelas terlihat dan mudah dikenali.
Tanda khusus untuk obat bebas terbatas adalah sebagai berikut :

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI, obat yang ditetapkan sebagai obat
bebas terbatas adalah sebagai berikut :
a. Obat bebas terbatas dengan tanda peringatan Nomor 1 (P No. 1)
Contoh : Obat batuk
Tanda peringatan yang harus ada pada kemasan obat-obat tersebut adalah sebagai
berikut :

[Type text]
3.6 Penggolongan Obat Batuk

Obat batuk dapat dibagi menurut titik kerjanya dalam 2 golongan besar, yaitu :
1. Zat-zat Sentral (Antitusif)

Obat-obat ini menekan rangsangan batuk di pusat batuk yang terletak di sumsum lanjutan
dan mungkin bekerja terhadap pusat saraf lebih tinggi di otak dengan efek menenangkan
(sedatif). Zat-zat ini dibedakan antara zat-zat yang menimbulkan adiksi dan non-adiksi.
a. Zat-zat adiktif

Yang termasuk zat-zat ini adalah candu dan kodein, zat ini termasuk kelompok obat opioid,
yaitu zat yang memiliki sebagian sifat farmakologi dari opium atau morfin. Berhubungan obat
ini mempunyai efek ketagihan (adiksi) maka penggunaanya harus hati-hati dan untuk jangka
waktu yang singkat.

b. Zat-zat non-adiktif

Yang termasuk zat-zat ini adalah noskapin, dekstrometorfan, pentoksiverin. Antihistamin


juga termasuk, misalnya prometazin dan difenhidramin.
2. Zat-zat Perifer
Obat-obat ini bekerja di perifer dan terbagi dalam beberapa kelompok yaitu :
a. Ekspektoran
Ekspektoran ialah obat yang dapat merangsang pengeluaran dahak dari saluran pernapasan.
Obat ini bekerja melalui suatu refleks dari lambung yang menstimulasi batuk. Sekresi dahak
yang bersifat cair diperbanyak secara reflektoris atau dengan jalan efek langsung terhadap sel-
sel kelenjar. Obat yang termasuk golongan ini adalah ammonium klorida, gliceryl guaiacolat,
ipeka, dan minyak terbang.

b. Mukolitik
Mukolitk ialah obat yang dapat mengencerkan sekret saluran pernapasan dengan jalan
memecah benang-benang mukoprotein dan mukopolisakarida dari sputum. Mukolitik
memiliki gugus sulfhydryl bebas dan berdaya mengurangi kekentalan dahak dan
mengeluarkannya. Mukolitik digunakan dengan efektif pada batuk dengan dahak yang kental
sekali. Zat-zat ini mempermudah pengeluaran dahak yang telah menjadi lebih encer melalui
proses batuk atau dengan bantuan gerakan cilia dari epitel. Tetapi pada umumnya zat ini tidak
berguna bila gerakan silia terganggu, misalnya pada perokok atau akibat infeksi. Obat-obat
yang termasuk kelompok ini adalahasetilkarbosistein, mesna, bromheksin, danambroxol.
c. Emoliensia

[Type text]
Memperlunak rangsangan batuk dan memperlicin tenggorokan agar tidak kering, serta
memperlunak selaput lendir yang teriritasi. Zat-zat yang sering digunakan adalah sirup (thymi
dan altheae), zat-zat lendir (infus carrageen), dan gula-gula, seperti drop (akar manis),
permen, pastilles isap, dan sebagainya.

3.7 Contoh-contoh Obat Batuk


A. Zat-zat pereda sental (Antitusif)
1. Keodein (F.I): metilmorfin, *Codipront
Alkaloida candu ini memiliki sifat menyerupai morfin, tetapi efek analgetis dan meredakan
batuknya jauh lebih lemah, begitu pula efek depresinya terhadap pernapasan. Obat ini banyak
digunakan sebagai pereda batuk dan penghilang rasa sakit, biasanya dikombinasi dengan
asetosal yang memberikan efek potensiasi. Dosis analgetis yang efektif terletak di anatara 15
– 60 mg. Sama dengan morfin, kodein juga dapat membebaskan histamine (histamine-
liberator).
Efek sampingnya jarang terjadi pada dosis biasa dan terbatas pada obstipasi, mual dan
muntah, pusing, dan termangu-mangu. Pada anak kecil dapat terjadi konvulsi dan depresi
pernapasan. Dalam dosis tinggi dapat menimbulkan efek sentral tersebut. Walaupun kurang
hebat dan lebih jarang daripada morfin, obat ini dapat pula mengakibatkan ketagihan.
Dosis: oral sebagai aalgetikum dan pereda batuk 3-5 dd 10-40 mg dan maksimum 200 mg
sehari. Pada diare 3-4 dd 25-40 mg.
2. Noskapin
Alkaloida candu alamiah ini tidak memiliki rumus fenantren, seperti kodein dan morfin,
melainkan termasuk dalam kelompok benzilisokinolin seperti alkaloda candu lainnya
(papaverin dan tebain). Efek meredakan batuknya tidak sekuat kodein, tetapi tidak
mengakibatkan depresi pernapasan atau obstipasi, sedangkan efk sedatifnya dapat diabaikan.
Risiko adiksinya ringan sekali. Berkat sifat baik ini, kini obat ini banyak digunakan dalam
berbagai sediaan obat batuk popular.
Noskapin tidak bersifat analgetis dan merupakan pembebas histamine yang kuat dengan
efek bronchokonstriksi dan hipotensi (selewat) pada dosis besar.
Efek sampingnya jarang terjad dan berupa nyeri kepala, reaksi kulit, dan perasaan lelah
letih tidak bersemangat.
Dosis: oral 3-4 kali sehari 15-50 mg, maksimal 250 mg sehari.
3. Dekstrometofan: methoxylevorphanol, Detusif, *Romilar/exp, *Benadryl DMP
Derivat-fenantren ini (1953) berkhasiat menekan batuk, yang sama kuatnya dengan kodein,
tetapi bertahan lebih lama dan tidak bersifat analgetis, sedative, sembelit, atau adiktif.
Mekanisme kerjanya berdasarkan peningkatan ambang pusat batuk di otak. Pada
peyalahgunaan dengan dosis tinggi dapat terjadi efek stimulasi SP.
Efek sampingnya hanya ringan dan terbatas pada rasa mengantuk, termangu-mangu,
pusing, nyeri kepala, dan gangguan lambung-usus.
Dosis: oral 3-4 dd 10-20 mg (bromide) p.c., anak-anak 2-6 tahun 3-4 dd 8 mg, 6-12 tahun
3-4 dd 15 mg.
B. Antihistamin
1. Prometazin: (phenargen exp)
Sebagai antihistaminikum berdaya meredakan rangsangan batuk berkat sifat sedative dan
antikolinergik yang kuat.
Efek samping antikolinergiknya dapat menyebabkan gangguan buang air kecil dan
akomodasi pada manula.
Dosis : 3 dd 25-50 mg (garam HCl) d.c., anak-anak diatas 1 tahun 2-4 dd 0,2 mg/kg.
2. Oksomemazin
Adalah derivat dengan khasiat dan penggunaan sama, daya antikolinergiknya lemah.
Dosis : 2-3 dd 15 mg, anak-anak 1-2 tahun 2,5-10 mg sehari, 2-5 tahun 10-20 mg sehari, 5-
10 tahun 2-3 dd 10 mg.
[Type text]
3. Difenhidramin (Benadryl)
Sebagai zat antihistamin (H-Blocker), senyawa ini bersifat hipnotis-sedatif dan dengan
demikian meredakan rangsangan batuk. Pada bayi dapat menimbulkan perangsangan
paradoksal, misalnya mengeringnya selaput lender karena efek antikolinergiknya.
Dosis : 3-4 dd 25-50 mg
C. Muskolitik
1. Asetilsistein (Fluimucil)
Mekanisme aksinya yakni Mengurangi kekentalan / viskositas sekret dengan memecah
ikatan disulfida pada mukoprotein, memfasilitasi pengeluaran sekret melalui batuk.
Mekanisme ini paling baik pada pH 7-9, sehingga pH sediaan diadjust dengan NaOH.
Efek Samping: Reaksi hipersensitivitas (bronkospasme, angioedema, kemerahan, gatal),
hipotensi / hipertensi (kadang-kadang), mual, muntah, demam, syncope, berkeringat,
arthralgia, pandangan kabur, gangguan fungsi hati, asidosis, kejang, ;cardiac / respiratory
arrest.
Dosis : Oral 3-6 dd 200 mg atau 1-2 dd 600 mg granulat, anak-anak n2-7 tahun 2 dd 200
mg, dibawah 2 tahun 2 dd 100 mg, Sebagai antidotum keracunan paracetamool , oral 150
mg/kg berat badan dan larutan 5 %, disusul dengan 75 mg/kg setiap 4 jam
2. Bromheksin
Mekanisme aksinya yakni Bromheksin merupakan secretolytic agent, yang bekerja dengan
cara memecah mukoprotein dan mukopolisakarida pada sputum sehingga mukus yang kental
pada saluran bronkial menjadi lebih encer, kemudian memfasilitasi ekspektorasi.
Efek Samping : Pusing, sakit kepala, berkeringat, kulit kemerahan. Batuk atau
bronkospasme pada inhalasi (kadang-kadang). Mual, muntah, diare dan efek samping pada
saluran cerna.
Dosis : Oral 3-4 dd 8-16 mg (Klorida), Anak-anak 3 dd 1,6 – 8 mg. Tergantung dari usia.
D. Ekspektoran
1. Kaliumiodida
Iodida menstimulasi sekresi mucus di cabang tenggorokan dan mencairkannya, tetapi
sebagai obat batuk (Hampir) tidak efektif.
Efek Samping : gangguan tiroid , Struma, Ucticaria dan iod-acne, juga hiperkaliemia( pada
fungsi ginjal buruk).
Dosis: Pada batuk oral 3 dd 0,5-1 g, maks. 6 g sehari.
2. Amoniumklorida
Berdaya diuretic lemah yang menyebabkan acidosis, yakni kelebihan asam dalam darah.
Keasaman darah merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi napas meningkat dan
gerakkan bulu getar (cilia) disaluran napas distimulasi. Sekresi dahak juga meningkat. Maka
senyawa ini banyak digunakan dalam sediaaan sirop batuk, misalnya obat batuk hitam.
Efek Sampingnya : Acidosis ( khusus pada anak-anak dan pasien ginjal) dan gangguan
lambung (mual, muntah), berhubung sifatnya yang merangsang mukosa.
Dosis : oral 3-4 dd 100-150 mg, maks. 3 g seharinya.
3. Guaifenesin ( Gliserilguaiakolat, Toplexil)
Digunakan sebagai ekspektorans dalam berbagai jenis sediaan bentuk popular. Pada dosis
tinggi bekerja merelaksasi otot seperti mefenesin.
Efek Samping : Iritasi Lambung (mual,muntah) yang dapat dikurangi bila diminum dengan
segelas air.
Dosis: Oral 4-6 dd 100-200 mg.
E. Emolliensia
1. Succus Liquiritiae
Obat ini banyak digunakan sebagai salah satu komponen dari sediaan obat batuk guna
mempermudah pengeluaran dahak dan sebagai bahan untuk memperbaiki rasa.

[Type text]
Efek Samping : Pada doosis Tinggidari 3 g sehari berupa nyeri kepala, udema, dan
terganggunya keseimbangan elektrolit, akibat efek mineralalokortikoid dan hipernatriema dari
asam glycyrrizinat.
Dosis : oral 1-3 g sehari.

3.8 Beberapa Contoh Obat Yang Beredar Dipasaran


11. Benadryl DMP

Kandungan:
Difenhidramin (antihistamin, antitusif)
Dektrometorfan (antitusif)Fenilefrin (dekongestan)
Ammonium klorida (ekspektoran)
Natrium sitrat (ekspektoran)
Indikasi : Mengurangi batuk yang parah dan membandel serta gangguan saluran pernafasan
yang disebabkan oleh pilek, alergi, atau bronkitis
Kontra Indikasi
Gangguan fungsi hati atau ginjal.
Efek Samping
Mengantuk, pusing, mulut kering, gangguan saluran pencernaan.
Dosis
Dewasa : 3-4 kali sehari 1-2 sendok teh. Anak-anak : 3-4 kali sehari ½-1 sendok teh .
2. Vicks Formula 44
Kandungan :
Dekstrometorfan (antitusif)
Doksilamin (antihistamin, antitusif)

Indikasi:
Meredakan batuk yang tidak berdahak atau yang menimbulkan rasa sakit.
Kontra Indikasi: Penderita hipersensitif, terhadap obat ini.
Efek Samping : Jarang menyebabkan kantul. Mual, pusing, konstipasi.
Aturan Pakai :
Dewasa: 12 tahun ke atas: 1 sendok takar 3 kali sehari.
Anak-anak: 6 - 11 tahun: ½ sendok takar 3 kali sehari.
[Type text]
Atau gunakan sesuai petunjuk dokter.
1 sendok takar = 5 mL
3. Wood Ekspektoran

Kandungan :
Bromhexin (ekspektoran)
Guaifenesin (ekspektoran)
Indikasi: Meredakan gejala batuk produktif , bronchitis atau emfisema.
Kontra indikasi: Ulkus Gi, Hamil, menyusui
Efek Samping: Gangguan Pencernaan
Dosis:
Dewasa dan Anak >12 tahun sehari 3x10 ml. Anak 6-12 thn
sehari 3-5 ml

3.9 Tips Menggunakan Obat Batuk yang Efektif


Jika batuk Anda Pilihlah yang Contoh obat
mengandung
Kering (tanpa disertai Antitusif Dekstrometorfan, atau noskapin
dahak)
Bromheksin, gliseril guaiakolat (GG,
Disertai dahak Ekspektoran atau guaifenesin), ambroksol,
karbosistein, atau ammonium klorida
Akibat alergi dan disertai Antihistamin Difenhidramin, klorfeniramin (CTM),
dengan hidung meler doksilamin, feniramin, atau tripolidin
Disertai dengan napas Fenil propanol amin, efedrin,
yang tidak lega Dekongestan pseudoefedrin, etilefedrin, atau
fenilefrin

[Type text]
BAB III

ENZIM UNTUK PENGOBATAN

A. Pengertian Enzim
Enzim adalah molekul protein yang mengatalisis reaksi kimia tanpa mengalami
perubahan secara kimiawi. Ensim mengatur metabolisme dengan ikut serta pada hampir pada
semua fungsi sel. Setip enzim bersifat spesifik bagi substrat yang diubahnya menjadi suatu
produk tertentu. Pada dasarnya, terdapat ribuan enzim yang berlainan, tetapi hanya beberapa
yang secara rutin diperiksa untuk diagnosis klinis.
Karena enzim terdapat di dalam sel, adanya peningkatan jumlah suatu enzim dalam
serum atau plasma umumnya merupakan konsikuensi dari cedera sel sehingga molekul-
molekul intrasel dapat lolos keluar. Dengan demikian, jumlah enzim yang sangat berlimpah
dalam serum digunakan secara klinis sebagai bukti adanya kerusakan organ. Enzim-enzim
yang dibebaskan ke dalam sirkulasi tidak memiliki fisiologik di sana dan secara bertahap
dibersihkan melalui rute ekskresi normal.
Pada keadaan abnormal atau aktivitas berlebihan suatu enzim dapat menimbulkan
penyakit. Analisis enzim dalam serum dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit, seperti:
infarktus otot jantung, prostat, hepatitis, dan lain-lain. Ditemukannya suatu enzim dalam
darah dengan tingkat berlebihan seringkali menunjukkan adanya kerusakan sel di dalam organ
yang sakit. Penyakit tertentu seperti hepatitis terinfeksi menyebabkan jaringan hati mengalami
kerusakan akibat infeksi, sehingga terjadi pelepasan enzim hati ke dalam darah.

B. Fungsi Enzim
Fungsi suatu enzim yaitu sebagai katalisis untuk proses reaksi biokimia yang terjadi
dalam sel maupun di luar sel. Suatu enzim dapat berfungsi sebagai katalis yang sangat efisien,
disamping itu mempunyai derajat kekhasan yang tinggi, seperti katalis lainnya maka enzim
dapat menurunkan energi aktivasi suatu reaksi kimia.

Enzim mempunyai dua fungsi pokok sebagai berikut.


1. Mempercepat atau memperlambat reaksi kimia.
2. Mengatur sejumlah reaksi yang berbeda-beda dalam waktu yang sama.
Fungsi biologis enzim
Enzim mempunyai berbagai fungsi bioligis dalam tubuh organisme hidup. Enzim
berperan dalamtransduksi signal dan regulasi sel, seringkali melalui
enzim kinase dan fosfatase Enzim juga berperan dalam menghasilkan pergerakan tubuh,
dengan miosin menghidrolisis ATP untuk menghasilkankontraksi otot ATPase lainnya dalam
membran sel umumnya adalah pompa ion yang terlibat dalamtranspor aktif. Enzim juga
terlibat dalam fungs-fungsi yang khas, seperti lusiferase yang menghasilkan cahaya
pada kunang-kunang. Virus juga mengandung enzim yang dapat menyerang sel,
misalnya HIV integrase dan transkriptase balik.
[Type text]
C. Mekanisme Kerja Enzim
Enzim tersusun atas dua bagian. Apabila enzim dipisahkan satu sama lainnya
menyebabkan enzim tidak aktif. Namun keduanya dapat digabungkan menjadi satu, yang
disebut holoenzim. Kedua bagian enzim tersebut yaitu apoenzim dan koenzim.

1. Apoenzim
Apoenzim adalah bagian protein dari enzim, bersifat tidak tahan panas, dan berfungsi
menentukan kekhususan dari enzim. Contoh, dari substrat yang sama dapat menjadi senyawa
yang berlainan, tergantung dari enzimnya.
2. Koenzim
Koenzim disebut gugus prostetik apabila terikat sangat erat pada apoenzim. Akan tetapi,
koenzim tidak begitu erat dan mudah dipisahkan dari apoenzim. Koenzim bersifat termostabil
(tahan panas), mengandung ribose dan fosfat.
Fungsinya menentukan sifat dari reaksinya. Misalnya, Apabila koenzim NADP (Nicotiamida
Adenin Denukleotid Phosfat) maka reaksi yang terjadi adalah dehidrogenase. Disini NADP
berfungsi sebagai akseptor hidrogen.
Ada dua cara kerja enzim , yautu model kunci gembok dan induksi pas.
1. Model kunci gembok (block and key)
Enzim dimisalkan sebagai gembok karena memiliki sebuah bagian kecil yang dapat berikatan
dengan substrat . bagian tersebut disebut sisi aktif. Substrat dimisalkan sebagai kunci karena
dapat berikatan secara pas dengan sisi aktif enzim (gembok). Setiap enzim memiliki sisi aktif
yang tersusun dari sejumlah asam amino. Bentuk sisi aktif ini sangat spesifik, sehingga hanya
molekul dengan bentuk tertentu yang dapat menjadi substrat bagi enzim.

2. Induksi pas (model induced fit)


Pada model ini sisi aktif enzim dapat berubah bentuk sesuai dengan bentuk substratnya.Sisi
aktif enzim merupakan bentuk yang tidak kaku (fleksibel). Ketika substrat memasuki sisi aktif
enzim, bentuk sisi aktif berubah bentuk sesuai dengan bentuk substrat kemudian terbentuk
kompleks enzim-substrat. Pada saat produk sudah terlepas dari kompleks, maka enzim lepas
dan kembali bereaksi dengan substrat yang lain.

Enzim mengkatalis reaksi dengan cara meningkatkan laju reaksi. Enzim meningkatkan
laju reaksi dengan cara menurunkan energi aktivasi (energi yang diperlukan untuk reaksi).
Suatu enzim dapat mempercepat reaksi sampa kali lebih cepat dari pada jika reaksi tersebut
dilakukan tanpa katalis. Penurunan energi aktivasi dilakukan dengan membentuk kompleks
dengan substrat. Setelah produk dihasilkan, kemudian enzim dilepaskan. Enzim bebas untuk
membentuk kompleks baru dengan substrat yang lain.
Enzim memiliki sisi aktif, yaitu bagian enzim yang berfungsi sebagai katalis. Pada sisi
ini, terdapat gugus prostetik yang diduga berfungsi sebagai zat elektrofilik sehingga dapat
mengkatalis reaksi yang diinginkan. Bentuk sisi aktif sangat spesifik sehingga diperlukan
enzim yang spesifik pula. Hanya molekul dengan bentuk tertentu yang dapat menjadi substrat
bagi enzim. Agar dapat bereaksi, enzim dan substrat harus saling komplementer.

[Type text]
D. Tatanama Enzim
Lebih dari 5000 macam enzim telah ditemukan pada organisme hidup, dan masih
bertambah terus sejalan dengan berlangsungnya penelitian. Tiap enzim dinamai menurut
sistem baku dan juga diberi nama umum yang sederhana. Pada kedua sistem tersebut nama
enzim pada umumnya diakhiri dengan ase dan mencirikan substrat yang terlibat dan jenis
reaksi yang dikatalisis. Sebagai contoh,sitokrom oksidase, suatu enzim utama dalam respirasi,
mengoksidasi molekul sitokrom . Asam malat dehidrogenase melepaskan dua atom hidrogen
dari asam malat. Namun contoh di atas tidak menjelaskan siapkah penerima elektron atau
atom hidrogen yang dilepaskan.
Persatuan Internasional Biokimia memberi nama yang lebih panjang tapi lebih
deskriptif dan baku bagi semua enzim yang telah dicirikan dengan jelas. Sebagai contoh,
sitokrom oksidase dinamakan sitokrom c: O2 oksidoreduktase, menunjukkan bahwa elektron
dilepaskan dari sitokrom tertentu, yakni jenis c dan molekul oksigen adalah penerima
elektron. Dehidrogenase asam malat disebut L-malat : NAD oksidoreduktase, menunjukkan
enzim tersebut khas untuk bentuk L-asam malat terionisasi, dan molekul yang disingkat NAD
adalah penerima atom hidrogen. Tabel berikut mencantumkan enam kelas utama enzim
berdasarkan tipe reaksi yang dikatalisis, disertai beberapa contoh.

Tabel klasifikasi enzim menurut jenis reaksi yang dipacu


Kelas dan sub kelas Jenis reaksi
Melepas dan menambah elektron atau elektron
Oksidoreduktase
dan hidrogen
Mentrasfer elektron atau hidrogen hanya kepada
Oksidase
oksigen
Reduktase Menambahkan elektron atau hidrogen
Dehidrogenase Melepaskan hidrogen
Transferase Memindahkan gugus senyawa kimia
Kinase Memindahkan gugus fosfat, terutama dari ATP
Hidrolase Memutuskan ikatan kimia dengan penambhan air
Proteinase Menghidrolisis protein (ikatan peptida)
Ribonuklease Menghidrolisis RNA
Deoksiribonuklease Menghidrolisis DNA
Lipase Menghidrolisis lemak
Membentuk ikatan rangkap dengn melepaskan
Liase
satu gugus kimia
Menata kembali atom-atom pada suatu molekul
Isomerase
untuk membentuk isomer
Menggabungkan 2 molekul yang disertai dengan
Ligase atau sintetase
hidrolisis ATP atau nukleosida fosfat + lainnya
Menggabungkan subunit (monomer) sehingga
polimerase
terbentuk polimer

E. Enzim-enzim yang digunakan untuk diagnosis


[Type text]
Tidak semua enzim, baik yang bekerja ekstrasel maupun intrasel, dapat digunakan
untuk tujuan memastikan diagnosis suatu penyakit atau menilai suatu keadaan fisiologis
berjalan sebagaimana mestinya. Selain kekhasan enzim atau isozim bagi suatu jaringan seperti
yang telah dibicarakan, kemudahan cara pengukuran menjadi pertimbangan yang tidak dapat
ditepiskan demikian saja. Selain itu, keserasian atau keterbiasaan dengan suatu enzim yang
telah dikenal baik kinerjanya sebagai petanda proses juga merupakan suatu hal yang selalu
dipertimbangkan dalam pemilihan.
Beberapa enzim umum sekali digunakan untuk tujuan diagnosis. Enzim-enzim itu
adalah :
· Alanin aminotransferase (ALT) atau glutamat piruvat transaminase (GPT)
· Aldolase
· Amylase-α
· Aspartat aminotransferase (AST) atau glutamate oksaloasetat transaminase (GOT)
· Fossfatase alkali
· Fosfatase asam
· -glutamil transferase
· Glutamate dehidrogenase
· isositrat dehidrogenase
· kimotripsin
· kolinesterase
· kreatinkinase
· laktat dehidrogenase (LDH)
· lipase
· 5’-nukleotidase
· Tripsin
Beberapa enzim lain juga sering diukur untuk menilai suatu keadaan. Enzim glukosa-6
fosfat dehidrogenase (G6PDH) dalam sel darah merah sering dinilai untuk memastikan
penyebab hemolisis tertentu. Enzim superoksida dismutase (SOD) dan glutation peroksidase
dismutase (GSH-Px) sering pula diukur untuk menilai status antioksidan suatu objek.

F. Pemeriksaan Enzim
1. Pemeriksaan serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) / Aminotransferase
Asparat (AST)

Aminotransferase asparat/transaminase oksaloasetat glutamat serum (AST/SGOT)


merupakan enzim yang sebagian besar ditemukan dalam otot jantung dan hati, sementara
dalam konsentrasi sedang dapat ditemukan pada otot rangka , ginjal, dan pankreas.
Konsentrasinya yang rendah terdapat dalam darah, kecuali jika terjadi cedera selular,
kemudian dalam jumlah yang banyak, dilepas ke dalam sirkulasi.
Kadar AST serum tinggi dapat ditemukan setelah trjadi infark miokardium (MI) akut
dan kerusakan hati. 6 sampai 10 jam setelah MI akut, AST akan keluar dari otot jantung dan
memuncak dalam 24 sampai 48 jam setelah terjadi infark. Kadar AST serum akan kembali
[Type text]
normal dalam 4 sampai 6 hari kemudian, jika terjadi proses infark tambahan. Kadar AST
serum biasanya dibandingkan dengan kadar enzim-jantung yang lain (kreatin kinase [creatine
kinase, CK], laktat dehidrogenase [lactate dehydrogenase, LDH]).
Pada penyakit hati, kadar serum akan meningkat 10 kali atau lebih, dan tetap
demikian dalam waktu yang lama.
Metode : kinetik UV
Prinsip :
2- oxoglutarate+L-asparttate L-glutamte+ Oxaloacetat dccc
2
Oxaloacetate + NADH + H L malate + NAD+

oxalaacetat yang di hasilkan sebanding dengan oksidasi dari NADH menjadi NAD.
Reaksi tersebut menggambarkan aktifitas AST dan di ukur secara fotometrik.

Alat dan bahan :


1. Alat :
· Tabung reaksi
· Rak tabung
· Spektrofotometer
· Centrifuge
· Mikropipet
· Tips biru dan kuning
2. Bahan :
· Serum
· Reagen SGOT
· aquadest

Cara kerja :
a. Persiapan reagen kerja
Buffer / reagen 1 Substrat / reagen 2
2000 µl 500 µl

ü Campur reagen buffer dan substrat dengan perbandingan 4 : 1


ü Volume reagen di sesuaikan dengan kebutuhan.

b. Pemeriksaan
Pipet ke dalam tabung
Reagen kerja 500 µl
Serum 50 µl

ü Sebelum ditambahkan serum, reagen kerja di inkubasi terlebih dahulu selama 10 menit pada
suhu 370C
ü Serum ditambahkan ke dalam reagen kerja pada saat pembacaan pada photometer.

[Type text]
ü Baca pada fotometer dengan panjang gelombang 546 nm.

Nilai Rujukan :
Dewasa : kisaran rata-rata 8-38 U/l ; 5-40 U/ml (frankel), 4-36 IU/l, 16-60 U/ml pada suhu
30oC (karmen), 8-33 U/l pada suhu 37oC (satuan SI).
Laki-laki : sampai 37 U/L
Wanita : sampai 31 U/L
Anak : sama dengan dewasa
Bayi baru lahir : empat kali dari kadar normal.
Lansia : agak lebih tinggi dari dewasa.

Tujuan :
· Untuk mendeteksi peningkatan Ast serum, enzim yang ditemukan, terutama dalam otot
jantung dan hati, yang meningkat selama MI akut dan kerusakan hati.
· Untuk membandingkan temuan AST dengan kadar CK dan LDH dalam mendiagnosis MI
akut.

Masalah Klinis :
· Penurunan kadar : kehamilan, ketoasidosis diabetik. Pengaruh obat : salisilat.
· Peningkatan kadar : MI akut, hepatitis, nekrosis hati, penyakit dan traumamuskuloskeletal,
pankreatitis akut, kanker hati, angina pektoris yang serius, olahraga berat, injeksi
IM. Pengaruh obat : antibiotik (ampisilin, karbenisilin, klindamisin, kloksasilin, eritromisin,
gentamisin, linkomisin, nafsilin, oksasilin, polisilin, tetrasiklin), vitamin (asam folat,
piridoksin, vitamin A), narkotik (kodein, morfin, meperidin [demerol]), antihipertensif
(metildopa [aldomet], guanetidin), mitramisin, preparat digitalis, kortison, flurazepam
(dalmane), indometasin (indocin), isoniazid (INH), rifampin, kontrasepsi oral, salisilat,
teofilin.

Faktor Yang Mempengaruhi Temuan Laboratorium


· injeksi per IM dapat meningkatkan kadar AST serum.
· Hemolisis spesimen darah dapat mempengaruhi temuan laboratorium.
· Obat yang meningkatkan kadar AST serum (lihat pengaruh obat) dapat mempengaruhi
temuan pengujian.
· Salisilat dapat menyebabkan kadar serum positif atau negatif yang keliru.

2. Pemeriksaan Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) / Aminotransferase


Alanin (ALT)
Aminotransferase alanin (ALT)/SGPT merupakan enzim yanng utama banyak di
temukan pasa sel hati serta efektif dalam mendiagnosis destruksi hepatoselular. Enzim ini
juga di temukan dalam jumlah sedikit pada otot jantung, ginjal, serta otot rangka.
Kadar ALT serum dapat lebih tinggi dari kadar sekelompok transferase lainnya
(transaminase), aminotransferase aspartat (aspartate aminotransferse, AST)/serum glutamic
oxatoacetic transaminase (SGOT), dalam kasus hepatitis akut serta serta kerusakan hati akibat
penggunaan obat dan zat kimia, dengan setiap serum mencapai 200-4000 U/l. ALT digunakan
[Type text]
untuk membedakan antara penyebab karena kerusakan hati dan ikterik hemolitik. Meninjau
ikterik, kadar ALT serum yang berasal dari hati, temuannya bernilai lebih tinggi dari 300 unit;
yang berasal dari bukan hati, temuan bernilai <300 unit. Kadar ALT serum biasanya
meningkat sebelum tampak iktrik.
Kadar ALT/SGPT sering kali dibandingkan dengan AST/SGOT untuk tujuan
diagnostik. ALT meningkat lebih khasdari pada AST pada kasus nekrosis hati dan hepatitis
akut, sedangkan AST meningkat lebih khas pada nekrosis miokardium (infark miokardium
akut), sirosis, kanker hati, hepatitis kronis, dan kongesti hati. Kadar AST ditemukan normal
atau meningkat sedikit pada kasus nekrosis miokardium. Kadar ALT kembali lebih lambat ke
kisaran normal daripada kadar AST pada kasus hati.
Metode : kinetik UV
Prinsip :
L – alanine + a – Keoglutarat + L – alanin L - Glutamat + piruvat
Piruvat + NADH + H +
L – laktat + NAD +

Piruvat yang dihasilkan tersebut sebanding dengan oksidasi dari NADH menjadi NAD.
Reaksi tersebut menggambarkan aktifitas ALT dan diukur secara fotometrik.

Alat dan Bahan :


1. Alat :
· Tabung reaksi
· Rak tabung
· Spektrofotometer
· Centrifuge
· Mikropipet
· Tips biru dan kuning

2. Bahan :
· Serum
· Reagen SGOT
· Aquadest

Cara kerja :
1. Persiapan reagen kerja
Buffer / reagen 1 Substrat / reagen 2
2000 µl 500 µl

ü Campur reagen buffer dan substrat dengan perbandingan 4 : 1


ü Volume reagen di sesuaikan dengan kebutuhan.

2. Pemeriksaan
Pipet ke dalam tabung

[Type text]
Reagen kerja 500 µl
Serum 50 µl

ü Sebelum ditambahkan serum, reagen kerja di inkubasi terlebih dahulu selama 10 menit pada
suhu 370C
ü Serum ditambahkan ke dalam reagen kerja pada saat pembacaan pada photometer.
ü Baca pada fotometer dengan panjang gelombang 546 nm, factor 1746.

Nilai Rujukan :
Dewasa : 10-35 U/I : 4-36 U/l pada suhu 370C (Satuan SI).
Laki-laki : sampai 42 U/L
Wanita : sampai 32 U/L
Anak : sama dengan dewasa.
Bayi : temuan bisa dua kali lipat setinggi dewasa.
Usia lanjut : sedikit lebih tinggi dari dewasa.

Tujuan :
· Untuk mendeteksi penyakit hati.

Masalah klinis :
· Penurunan kadar : latihan. Pengaruh obat : salisilat
· Peningkatan kadar :
Ø Peningkatan tertinggi : hepatitis (virus) akut, nekrosis hati (toksiksitas obat atau kimia).
Ø Peningkatan ringan atau medium : sirosis, kanker hati, kegagalan jantung kongestif,
intoksikasi akut alkohol. Pengaruh obat : antibiotik (karbenisilin, klindamisin, eritromisin,
gentamisin, linkomisin, mitramisin, spektinomisin, tetrasiklin), narkotik (meperidin
[demerol], morfin, kodein), antihipertensif (metildopa, guanetidin), persia[an digitalis,
indometasin (indocin), salisilat, rifampin, flurazepam (dalmane), propranolol (inderal),
kontrasepsi oral (progestin-estrogen), lead, heparin.

Faktor Yang Mempengaruhi Temuan Laboratorium


· Hemolisis spesimen darah mungkin menyebabkan hasil uji palsu.
· Aspirin dapat menyababkan penurunan atau peningkatan ALT serum.
· Obat tertentu dapat meningkatkan kadar ALT serum (lihat pengaruh obat).

3. Pemeriksaan Amilase Dengan Isoenzim (serum)


Amilase adalah enzim yang berasal dari pankreas, kelenjar ludah, dan hepar.
Fungsinya adalah mengubah zat tepung menjadi gula. Pada pankreatitis akut, kadar amilase
serum meningkat menjadi dua kali lipat kadar normalnya. Peningkatan kadarnya dimulai 2
sampai 12 jam setelah awitan, memuncak dalam 20 sampai 30 jam, dan kembali ke kadar
normalnya dalam 2 sampai 4 hari. Pankreatitis akut sering dikaitkan dengan inflamasi, nyeri
yang berat, dan nekrosis akibat enzim pencernaan (termasuk amilase) yang keluar ke jaringan
di sekitarnya.
[Type text]
Enzim ini dihasilkan oleh sejumlah organ, seperti kelenjar liur, kelenjar pancreas,
kelenjar air mata, kelenjar prostat, cairan semen, testis, ovarium, tuba faloppi, uterus, paru-
paru, susu, otot lurik dan jaringan lemak.
Peningkatan kadar amilase serum dapat terjadi setelah pembedahan abdomen yang
mengenai kandung empedu (batu atau saluran empedu) dan lambung (gastrektomi parsial).
Setelah pembedahan abdomen, beberapa dokter bedah mungkin akan menganjurkan
pemeriksaan amilase serum secara rutin selama 2 hari untuk memastikan apakah pankreas
mengalami cedera.
Kadar amilase urin sangat membantu untuk menetapkan signifikansi kadar amilase
serum apakah normal atau agak naik, terutama jika klien menunjukkan gejala pankreatitis.
Kadar amilase juga dapat diperoleh dari cairan abdomen, cairan asites, efusi pleura, dan
saliva.
Ada dua jenis isoenzim amilase, jenis P (berasal dari pankreas) dan jenis S (berasal
dari saliva). Peningkatan jenis P lebih sering terjadi pada pankreatitis akut. Penigkatan jenis S
dapat terjadi akibbat parotitis, dan tumor ovarium dan bronkogenik. Isoenzim amilase
biasanya diperlukan untuk menentukan apakah peningkatan kadar amilase serum berasal
bukan dari pankreas. Alat pemeriksaan isoenzim pankreas tersedia di pasaran.

Metode : Kinetik Enzimatik


Prinsip :
Substrat(4,6-ethylidene-p-nitrophenyl-α-D-maltoheptaoside) akan diuraikan oleh enzim α-
amylase dimana hasilnya berupa oligosakarida akan dihidrolisa oleh α-glukosidase
menghasilkan glukosa dan p-nitrophenol. Peningkatan p–nitrophenol sebanding dengan
aktivitasα- amylase dalam sampel.
Cara kerja :
· Masukkan 3-5 ml darah vena dalam tabung bertutup merah.
· Jangan makan dalam waktu 1 sampai 2 jam sebelum pengambilan darah. Jika pasien
terlanjur makan atau mengonsumsi narkotik dalam 2 jam sebelum pengujian, temuan serum
mungkin tidak valid.
· Catat obat yang dapat menyebabkan temuan kadar amilase yang keliru dalam formulir
laboratorium.

Nilai Rujukan :
Dewasa : 60-160 somogyi U/dl, 30-170 U/l (satuan SI).
Hamil : sedikit meningkat.
Anak : tidak biasa dilakukan.
Lansia : agak meningkat dibandingkan yang didapat pada orang dewasa.
Isoenzim serum : jenis S (saliva) : 45-70%. Jenis P (pankreas) : 30-55%. Nilai mungkin akan
berbeda sesuai dengan metode yang digunakan.

Tujuan :
· Untuk membantu dalam mendiagnosis pankreatitis akut dan masalah kesehatan lainnya
(lihat masalah klinis).

[Type text]
Masalah Klinis :

· Penurunan kadar : dekstrosa 5% intravena dalam air (lV D5W), pankreatitis kronis tahap
lanjut, nekrosis hati akut dan subakut, alkoholisme kronis, hepatitis toksik, luka bakar yang
parah, tirotoksikosis yang parah. Pengaruh obat : glukosa (lV D5W), sitrat, fluorida, oksalat.
· Peningkatan kadar : pankreatitis akut, pankreatitis kronis (awitan akut), gastrektomi parsial,
pembentukan ulkus peptik, obstruksi saluran pankreas, kolesistitis akut, kanker pankreas,
asidosis diabetik, diabetes melitus, intoksikasi alkohol akut, gondong, gagal ginjal, hipertrofi
prostat jinak, luka bakar, kehamilan, pengaruh obat : meperidin (demerol), kodein, morfin,
betanekol klorida (urecholine), pentazosin (talwin), etil alkohol (jumlah besar), ACTH,
guanetidin, tiazid, salisilat, tetrasiklin.

Faktor Yang Mempengaruhi Temuan Laboratorium


· Obat narkotik dapat menyebabkan hasil positif palsu.
· Cairan lV yang mengandung glukosa dapat menyebabkan kadar negatif palsu.
Kontaminasi saliva pada spesimen dapat terjadi akibat batuk, bersin, atau berbicara,
saat tabung terbuka. Hal ini dapat menyebabkan hasil positif palsu.

4. Pemeriksaan Lipase (serum)


Lipase adalah enzim hidrolase yang menguraikan ikatan ester dalam lemak, yang
terbentuk antara gliserol dan asam lemak rantai panjang. Ikatan ester yang diuraikan adalah
yang terdapat antara asam lemak tersebut dengan atom Cα, yaitu atom C1 atau 3. Sebagai
hasilnya, terbentuklah dua asam lemak bebas dan β atau 2-monoasilgliserol.
Lipase, merupakan enzim yang disekresikan oleh pankreas, dan membantu
pencernaan lemak. Lipase, seperti halnya amilase, muncul pada aliran darah setelah terjadi
kerusakan pada pankreas. Pankreas akut merupakan penyebab terumum peningkatan kadar
lipase serum. Kadar lipase dan amilase meningkat pada awal penyakit, tetapi lipase serum
dapat meningkat sampai 14 hari setelah episode akut, sedangkan kadar amilase serum kembali
normal setelah kira-kira 3 hari. Lipase serum berguna untuk diagnosis akhir pankreatitis akut.
Metode : Enzymatik photometrik
Prinsip :
1-2-o-dilauryl-rac-glycero-3-glutamic acid (6-methylresorufin) ester ditambahkan pada suatu
micro-emulsion yang akan dipecah oleh lipase menjadi co-lipase dan bile acid. Kombinasi co-
lipase, bile acid dan substrat akan mengalami

Cara kerja :
· Kumpulkan 3 sampai 5 ml darah vena dalam tabung bertutup merah. Cegah terjadinya
hemolisis.
· Terapkan puasa pada klien, kecuali tetap diperbolehkan minum air selama 8 sampai 12
jam.
· Pemberian obat narkotik dihentikan selama 24 jam sebelum uji dilakukan jika obat narkotik
diberikan dalam 24 jam sebelum uji dilakukan, nama obat dan waktu pemberian harus tertulis
pada formulir laboratorium.
Nilai Rujukan
[Type text]
Dewasa : 20-180 IU/l, 114-286 U/l, 14-280 U/l (Satuan SI). Nilainya berfariasi disetiap
laboratorium.
Anak : Bayi : 9-105 IU/l pada suhu 37°C. Anak : 20-136 IU/l pada suhu 37°C.
Tujuan
· Untuk mengetahui keberadaan pankreatitis akut atau gangguan pankreatik lainnya (lihat
masalah klinis).

Masalah klinis
· Penurunan kadar: kanker pankreas stadium akhir, hepatitis.
· Peningkatan kadar: pankreatitis akut dan kronis, kanker pankreas (stadium awal), ulkus
terperforasi, obstruksi duktus pankreatikus, kolesistitis akut (sebagian kasus), gagal ginjal
akut (tahap awal). Pangaruh obat: kodein, morfin, meperidin (demerol), steroid betanekol
(urecholine), guanetidin.

Faktor Yang Memengaruhi Temuan Laboratorium


· Sebagian besar obat narkotik meningkatkan kadar lipase serum.
· Makanan yang dikonsumsi dalam 8 jam sebelum uji dapat memengaruhi kadar lipase
serum.
· Terdapatnya hemoglobin dan ion kalsium dapat menyebabkan penurunan kadar lipase
serum.

5. Pemeriksaan Fosfatase Asam


Fosfatase asam (acid phosphatase, ACP). Fosfatase asam bekerja pada pH yang lebih
kecil dari 7. Rentangan pH yang memenuhi syarat ini tentu saja banyak sekali. Akan tetapi,
enzim terpenting di dalam kelompok ini, yaitu fosfatase asam yang berasal dari kelenjar
prostat, bekerja pada pH tertentu, yaitu disekitar 5. Enzim ini adalah enzim lisosom, sehigga
terdapat di semua sel yang mempunyi lisosom, kecuali sel darah merah.
Konsentrasi enzim fosfatase asam yang tinggi (ACP) dapat di temukan pada kelenjar
prostat dan semen. Konsentrasinya agak berkurang di dalalm sum-sum tulang, sel darah
merah, hati, dan limpa. Kenaikan ACP serum tertinggi terjadi pada kasus kanker prostat. Pada
hipertrofi prostat yang jinak (benign prostatic hypertrophy, BPH), kadarnya juga di atas
normal. Peningkatan kadar fosfatase alkalin yang cukup tinggi dapat menyebabkan kadar
seruMm ACP tinggi yang keliru.
Metode : Kinetic / Clinicon

Cara kerja :
· Tampung 3-7 ml darah vena adalam tabung tertutup merah.
· Cegah terjadinya hemodialisis, spesimen harus di bawa ke laboratorium segera. ACP peka
terhadap panas dan pH. Jika spesimen di pajankan di udara terbuka dan di biarkan dalam suhu
kamar, aktifitasnya akan menurun setelah 1 jam.
· Tidak ada pembatasan asupan makanan ataupun minuman.

Nilai rujukan :

[Type text]
Dewasa : <2,6 ng/ml ; kisaran 0-5 U/l, beragam sesuai metode yang digunakan : 0,2-13 IU/l
(satuan SI).
Tujuan :
· Untuk membandingkan uji ACP dengan hasil laboratorium lainnya, untuk mendiagnosis
kanker prostat atau BPH.

Masalah Klinis :
· Penurunan kadar : sindrom down. Pengaruh obat : fluorida, oksalat, fosfat, alkohol.
· Penigkatan kadar : karsinoma prostat, mieloma multipel, penyakit paget, kanker payudara
dan tulang, BPH, anemia sel sabit, sirosis, gagal ginjal kronis, hiperparatiroidisme,
osteogenesis, imperfekta, infark miokardium. Pengaruh obat : androgen pada wanita, klofibrat
(astromid-S).

Faktor Yang Mempengaruhi Temuan Laboratorium :


· Hemolisis pada sampel darah dapat menyebabkan hasil uji yang tidak akurat.
· Obat tertentu dapat menurunkan kadar ACP serum (lihat pengaruh obat).
· Jika spesimen darah terpajan di udara terbuka dan dibiarkan dalam suhu kamar lebih dari 1
jam, kadar ACP akan menurun.

6. Pemeriksaan Fosfatase Alkali (Alkaline Phosphatase, ALP) Dengan Isoenzim (serum)


Fosfatase alkali (ALP) merupakan enzim yang diproduksi terutama olah hati dan
tulang; enzim ini juga dapat berasal dari usus, ginjal, dan plasenta. Pengujian ALP berguna
untuk menentukan apakah terdapat penyakit hati dan tulang. Jika terjadi kerusakan ringan
pada sel hati, kadar ALP mungkin agak naik, tetapi peningkatan yang jelas terlihat pada
penyakit hati akut. Begitu fase akut terlampaui, kadar serum akan segera menurun, sementara
kadar bilirubin serum tetap meningkat. Untuk menentukan apakah sudah terjadi disfungsi hati,
terdapat beberapa pengujian laboratorium yang perlu dilakukan (mis., bilirubin, meusin
aminopeptidase (LAP), 5’-nukleotidase [5’-NT], dan gamma-glutamil transpeptidase
[GGTP]).
Metode paling muda dan paling sering digunakan untuk membedakan isoenzim-
isoenzim ALP adalah fraksionasi panas, yang sampel serumnya dipanaskan 56°C selama 15
menit dan kemudian diperiksa untuk mendeteksi sisa aktivitas ALP. Hasilnya dibandingkan
sengan aktivitas ALP dari sampel yang sama yang tidak dipanasi. ALP tulang sangat labil dan
setelah pemanasan mungkin hanya mengemukakan aktivitas 10-20% dari aktivitas semula,
sedangkan ALP hati relatif stabil dan mempertahankan 30-50% aktivitasnya. ALP plasenta
sangat stabil panas dan pada dasarnya dapat mempertahankan semua aktivitas setelah
dipanaskan. Dalam keadaan normal serum mengandung aktivitas ALP dari berbagai jaringan,
sehingga hasil fraksionasi panas dapat membingungkan. Inhibisi kimiawi dengan urea
(menghambat fraksi plasenta) atau fenilalanin (menghambat fraksi hati dan tulang) juga
memungkinkan kita membedakan isoenzim ALP.
Pada kasus kelainan tulang, kadar ALP meningkat karena aktivitas osteoblastik
(pembentukan sel tulang) yang abnormal. Jika ditemukan kadar ALP yang tinggi pada anak,
baik sebelum maupun sesudah pubertas, hal ini adalah normal akibat pertumbuhan tulang.

[Type text]
Isoenzim ALP digunakan untuk membedakan penyakit hati dengan penyakit tulang,
ALP menandakan penyakit yang disebabkan oleh hati, sementara ALP2 oleh tulang.
1

Metode : Autometik
Prinsip :
Alkali Phosphatase akan menghidrolisis p-nitrophenyl phosphat menjadi p-nitrophenol
danphosphat. Aktivitas ALP ditentukan dengan mengukur p-nitrophenol secara
kinetik pada λ405 nm.
Cara kerja :
· Tampung 3-5 ml darah vena dalam tabung bertutup merah. Cegah hemolisis.
· Tidak ada pembatasan makanan minuman. Untuk uji isoenzim ALP, klien mungkin
dianjurkan untuk puasa satu malam.
· Tangguhkan sekitar 8 sampai 24 jam untuk pemberian obat yang dapat meningkatkan kadar
ALP, dengan persetujuan dokter.
· Catat usia klien dan obat yang dapat memengaruhi hasil pengujian dalam formulir
laboratorium.

Nilai Rujukan
Dewasa : 42-136 U/l; ALP1 : 20-130 U/l; ALP2 : 20-120 U/l.
Anak : bayi dan anak (usia 0-12 tahun) : 40-115 U/l. Anak berusia lebih tua (13-18 tahun) :
50-230 U/l.
Usia lanjut : agak lebih tinggi dari orang dewasa.

Tujuan
· Untuk menemukan apakah terjadi gangguan hati atau tulang.
· Untuk membandingkan hasil pengujian ALP dengan pengujian laboratorium lain, guna
memastikan apakah terjadi gangguan hati atau tulang.

Masalah Klinis
· Penurunan kadar : hipotiroidisme, malnutrisi, sariawan/skorbut (kekurangan vitamin C),
hipofosfatasia, anemia pernisiosa, insufisiensi plasenta. Pengaruh obat : fluorida, oksalat,
propranolol (inderal).
· Peningkatan kadar : penyakit obstruksi empedu (ikterik), kanker hati, sirosis sel hati,
hepatitis, hiperparatiroidisme, leukimia, kanker tulang (payudara dan prostat), penyakit paged,
osteitis deforman, penyembuhan fraktur mieloma multipel, osteomalasia, kehamilan trimester
akhir, artritis reumatoid (aktif), penyakit ulkus. Pengaruh obat : albumin IV, antigeotik
(aritromisin, linkomisin, oksasilin, penisilin), kolkisin, metildopa (aldomet), alopurinol,
fenotiazin, obat penenang, indometasin (indocin), prokainamid, kontrasepsi oral (beberapa),
tolbutamid, isoniazid (INH), asam paraaminosalisilat (PAS).

Faktro Yang Memegaruhi Temuan Laboratorium


· Obat tertentu yang dapat meningkatkan atau menurunkan kadar ALP serum dapat
menyebabkan hasil yang keliru (lihat pengaruh obat di atas).
· Pemberian albumin IV dapat meningkatkan kadar ALP serum 5 sampai 10 kali dari nilai
normalnya.
[Type text]
· Usia pasien (mis., usia muda dan tua dapat menyebabkan peningkatan serum). Kehamilan
trimester akhir sampai 3 minggu pascapartum, dapat menyebabkan peningkatan kadar ALP.

7. Pemeriksaan Laktat Dehidrogenase (LDH)


Laktat Dehidrogenase (Lactic dehydrogenase, LDH) adalah enzim intraseluler yang
terdapat hampir semua sel yang bermetabolisme, dengan konsentrasi tertinggi ditemukan di
jantung, otot rangka, hati, ginjal, otak, dan sel darah merah (SDM). LDH memiliki dua
subunit yang berbeda-O (otot) dan J (Jantung). Subunit ini berkombinasi dalam bentuk yang
berbeda untuk membuat lima isoenzim.
· LDH1 : fraksi jantung ; J, J, J, J; di jantung, SDM, ginjal, otak (beberapa).
· LDH2 : fraksi jantung ; J, J, J, O; di jantung, SDM, ginjal, otak (beberapa).
· LDH3 : fraksi paru ; J, J, O, O; di paru-paru dan jaringan lain, limpa, pankreas, adrenal,
tiroid, limfatik.
· LDH4 : fraksi hati ; J, O, O, O; di hati, otot rangka, ginjal, dan otak (sebagian)
· LDH5 : fraksi hati ; O, O, O, O; di hati, otot rangka, ginjal (beberapa).
Seperti uji enzimatik lainnya, seperti kreatinin fosfokinase (CPK) dan aspartat
aminotranserase (AST), LDH dan LDH1 serum digunakan untuk mendiagnosis MCI akut.
Kadar LDH (total) dalam serum yang tinggi, terjadi 12-24 jam setelah infark, mencapai
puncaknya dalam 2 sampai 5 hari, dan cepat tinggi selama 6 sampai 12 hari, membuatnya
menjadi uji yang sangat berguna untuk diagnosis MCI yang tertunda. Rasio LDH1/LDH2,
dengan kadar LDH1 yang tertinggi, mengindikasikan MCI.
LDH3 berhubungan dengan penyakit paru, dan LDH5 berhubungan dengan penyakit
hati dan otot rangka. Pada hepatitis akut, kadar LDH Total meningkat, dan LDH5 biasanya
meningkat sebelum terjadi ikterik dan menurun sebelum kadar bilirubin menurun.
Metode : kinetik UV
Prinsip :
Pyruvate + NADH + H+ → L-Laktat + NAD+NADH
akan mengoksidasi secara langsung dengan bantuan aktivasi LDH dan diukur dengan
fotometer.

Cara kerja :
a. Persiapan reagen
1. Reagen 1 berisi NADH 0,22 mol
2. Reagen 2 berisi Tris 89 mmol, Pyruvat 1,8 mmol, Sodium Ch/Na Ch 222 mmol, Sodpersiapan
reagenium Azide <0,1
b. Pemeriksaan :
1. Masukkan 50 µl sampel ke dalam cup sample, lalu letakkan dalam rak sampel sesuai nomor
pemeriksaan
2. Tempatkan reagen pada rak reagen sesuai program tes LDH.
3. Masukkan nomor identitas penderita dan program tes .
4. Pengukuran akan dilakukan secara otomatis.
5. Hasil tes akan keluar pada print out. 12

[Type text]
Nilai Rujukan
Dewasa : LDH total : 100-190 IU/l, 70-250 U/l. Kadar dapat berbeda berdasarkan metode
yang digunakan.
Isoenzim : LDH1, 14-26% ; LDH2, 27-37% ; LDH3, 13-26% ; LDH4, 8-16% ; LDH5, 6-16%.
Perbedaan sebesar 2% sampai 4% dianggap normal.
Anak : bayi baru lahir : 300-1500 IU/l. Anak : 50-150 IU/l ; 110-295 U/l.

Tujuan
· Untuk mendiagnosis kerusakan otot miokardium atau otot rangka.
· Untuk membandingkan temuan uji dengan uji enzim jantung lainnya (mis., CPK, AST).
· Untuk memeriksa temuan isoenzim LDH, guna menentukan keterlibatan organ.

Masalah klinis
· Peningkatan kadar : MCI akut, CVA, kanker (paru-paru, tulang, usus, hati, payudara,
serviks, testis, ginjal, lambung, melanoma kulit), leukemia akut, infark pulmonar akut,
mononukleosis infeksius, anemia (pernisiosa, defisiensi asam folat, sel sabit, hemolitik
didapat), hepatitis akut, syok, penyakit otot rangka, pingsan karena panas. Pengaruh obat :
narkoti (kodein, morfin, meperidin [Demerol]).
Faktor yang memengaruhi temuan laboratorium
· Obat narkoti dan injeksi IM dapat meningkatkan kadar LDH serum.
· Hemolisis sampel darah dapat menyebabkan peningkatan kadar LDH serum; enzim
tersebut cukup banyak terdapat dalam SDM.

8. Pemeriksaan Kreatin Fosfokinase (serum), Isoenzim CPK (serum) Kreatin Kinase (CK)
Kreatin fosfokinase (creatine phosphokinase, CPK) juga dikenal sebagai kreatin
kinase (creatine kinase, CK), merupakan enzimyang ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada
otot jantung dan otot rangka dan dalam konsentrasi rendah pada jaringan otak. CPK/CK
serum biasanya meningkat akibat penyakit otot rangka, MCI akut, penyakit serebrovaskular,
aktifitas berat, injeksi intramaskular (IM), dan hipokalemia (akibat ketidakseimbangan
elektrolit). CPK/CK memiliki dua jenis isoenzim : M yang berkaitan dengan otot (muscle),
dan berkaitan dengan otak (brain). Proses elektroforesis dapat memisahkan isoenzim menjadi
tiga subdivisi : MM (dalam otot rangka dan beberapa di jantung), MB (di dalam jantung), dan
BB (dalam jaringan otak). Jika kadar CPK/CK meningkat, elektroforesis CPK dilakukan
untuk memastikan kelompok isoenzim mana yang meningkat. Peningkatan CPK-MB
isoenzim dapat menandakan terjadinya kerusakan pada sel miokardium.
CPK/CK dan CPK-MB serum meningkat dalam 4 samapi 6 jam setelah MCI akut,
mencapai puncaknya dalam 18 sampai 24 jam (>6 kali kadar normalnya) dan kembali normal
dalam 3 sampai 4 hari, kecuali terjadi nekrosis atau kerusakan jaringan yang baru. Jika
pengobatan untuk MCI akut harus diberikan per parenteral (misalnya morfin), akan lebih baik
jika pengobatan diberikanper intravena daripada per intramuskural sehingga cedera otot
ringan (akibat suntikan diberikan per IM) tidak akan meningkatkan kadar CPK ; namun,
injeksi hanya sedikit atau bahkan tidak berpengaruh sama sekali terhadap kadar CPK-MB.
Pengambilan darah untuk uji kadar CPK/CK serum sebaiknya dilakukan sebelum injeksi IM.

[Type text]
Metode : NAC Activate
Prinsip :
Enzim ini mengkatalisis reaksi pembentukan ATP dari kreatinfosfat dan ADP dan sebaliknya,
seperti yang tertera dalam persamaan berikut ini.

Kreatin + ATP keratin-fosfat + ADP

Cara kerja :
· Kumpulkan 5 sampai 7 ml darah vena dalam tabung bertutup merah. Cegah hemolisis
· Catat dalam formulir laboratorium jumlah frekuensi injeksi IM yang diterima klien 24
sampai 48 jam terakhir.
· Tidak ada pembatasan asupan makanan dan minuman.

Nilai rujukan :
Dewasa :
Ø Pria : 5-35 µg/ml, 30-180 IU/l, 55-170 U/l pada suhu 37oC (satuan SI).
Ø Wanita : 5-25 µg/ml, 25-150 IU/l, 30-135 U/l pada suhu 37oC (satuan SI).
Anak :
Ø Pria : 0-70 IU/l pada suhu 30oC.
Ø Wanita : 0-50 IU/l pada suhu 30oC.
Bayi baru lahir : 65-580 IU/l pada suhu 30oC.
Isoenzim CPK :
Ø CPK-MM : 94%-100% (otot)
Ø CPK-MB : 0%-6% (jantung)
Ø CPK-BB : 0% (otak)
Sebagian besar laboratorium sudah mengganti uji isoenzim CPK dengan pecahan CPK-MB.

Tujuan
· Untuk memastikan keberadaan penyakit miokardium atau otot rangka.
· Untuk membandingkan temuan uji dengan kadar AST/SGOT dan dehidrogenase laktat
(lactate dehydrogenase, LDH). Guna memastikan keberadaan kerusakan miokardium

Masalah klinis
· Peningkatan kadar : Infark miokardium akut (MCI akut), penyakit otot rangka, cedera
serebrovaskular (CVA), dan akibatnya terjadi peningkatan isoenzim CPK. Pengaruh obat :
injeksi IM, deksametason (Decadron), furosemid (lasix), aspirin (dosis tinggi), ampisilin,
karbenisilin, klofibrat.
· Isoemzim CPK-MM : distrofi muskular, delirium tremen, cedera/trauma remuk, status
bedah dan pascabedah, aktivitas berat, injeksi IM, hipopalemia, hemofilia, hipotiroidisme.
· CPK-MB : MCI akut, angina pektoris berat, bedah jantung, iskemia jantung, miokarbitis,
hipokalemia, defibrilasi janting.
· CPK-BB : CVA, perdarahan subaraknoid, kanker pada otak, cedera otak akut, sindrom
RAYE, embolisme dan infark paru, kejang.
[Type text]
Faktor yang mempengaruhi temuan laboratorium
· Injeksi IM dapat menyebabkan peningkatan kadar total CPK/CK serum.
· Aktifitas berat dapat menyebabkan peningkatan kadar.
· Trauma dan tindakan bedah dapat meningkatkan kadar serum.

9. Pemeriksaan Gamma-Glutamil Transferase (GGT) serum


Enzim gamma-glutamil transferase (gamma glutamyl transferase, GGT) ditemukan
terutama dalam hati dan ginjal, sementara kuantitas yang lebih rendah ditemukan dalam
limpa, kelenjar prostat dan otot jantung. GGPT merupakan uji yang sensitif untum mendeteksi
beragam jenis penyakit parenkim hepar (hati). Kadarnya dalam serum akan meningkat lebih
awal dan akan tetap meningkat selama kerusankan sel tetap berlangsung.
Enzim ini bekerja dengan memindahkan suatu gugus gamma-glutamil dari suatu
peptide atau senyawa lain yang mengandung gugus ini, ke suatu molekul lain yang menerima
(akseptor).
Kadar tinggi GGT terjadi setelah 12 sampai 24 jam bagi orang yang minum alkohol
dalm jumlah banyak, dan mungkin akan tetap meningkat selama 2 sampai 3 minggu setelah
asupan alkohol dihentikan. Beberapa program rehabilitasi pencandu alkohol menggunakan
kadar GGPT sebagai arahan saat merencakan asuhan dikarenakan bagi pecandu alkohol.
Uji GGPT dipandang lebih sensitif untuk menentukan disfungsi hati daripada uji
alkalin fosfatase (alkaline phosphatase, ALP).
Metode : Kinetik Soluble subtrate, modifikasi Szasz
Prinsip :
• L-ɣ-Glutamyl-3-Carbozy-4-Nitroanilide + Glycylglycine (Ɣ-GT)
L-ɣ-Glutamylglycylglycine + 5-amino-2-Nitrobenzoate
• Nilai 5-Amino-2-Nitrobenzoate yang terbentuk sebanding dengan aktivitas ɣ-GT dalam
serum bila diukur pada panjang gelombang 405 nm dengan reaksi kinetik.

Alat dan Bahan :


1. Alat :
· Kuvet
· Pipet 1,0 mL
· Mikropipet 50µL
· Pemanas 30oC / 37oC
· Photometer λ 405 (400-420)
· Yellow dan blue tip
· centrifuge
· Tissue

2. Bahan :
· Reagen kerja
· Serum

Cara kerja :
[Type text]
1. Pembuatan larutan kerja
· Larutkan reagensia dengan pelarut aquabidest sesuai volume pada label botol dan campur
dengan baik.
· Larutan ini stabil selama 21 hari pada suhu 2-8oC dan 3 hari pada suhu kamar (18-30oC).
· Absorbance larutan blanko reagensia harus < 0,85 bila dibaca terhadap aquabidest pada
panjang gelombang 405 (400-420)nm.

2. Bahan pemeriksaan :
Spesimen terbaik adalah serum (dari darah yang tidak hemolisis). ɣ-GT dalam serum
stabil selama 7 hari pada suhu 2-25oC dan 1 tahun pada suhu -20oC.
Masukkan ke dalam cuvet Test
Larutan kerja ( dihangatkan pada 30oC / 37oC 1,0 mL
selama 5 menit )

Serum 50 µL
3. Pemeriksaan :
· Campur homogen dan hangatkan pada 30oC / 37oC selama 60 detik. Baca Absorbance test
setiap 60 detik selama 3 menit terhadap blanko air/udara λ 405nm. Hitung nilai rata-rata dari
selisih absorbance nya.

• Faktor : 2211
• Perhitungan :
ɣ-GT (IU/L) = (∆ Abs. Test / menit) x Faktor
Nilai rujukan :
30 oC 37 oC
Pria 8-37 ( IU/ L ) 9-54 ( IU/L)
Wanita 6-24 ( IU / L) 8-35 (IU/L)

Tujuan
· Untuk mendeteksi keberadaan gangguan hepar
· Untuk memantau kadar enzim GGT selama terjadi gangguan hati dan selama pengobatan
yang diberikan.
· Untuk membandingkan kadar enzim ini dengan kadar enzim hati yang lain guna
mengidentifikasi disfungsi hati.

Masalah klinis
· Peningkatan kadar : Sirotis hati, nekrosis hati akut dan subakut, alkoholisme, hepatitis akut
dan kronis, kanker (hati, pankreas, prostat, payudara, ginjal, paru-paru, otak), diabetes militus,
hiperlipoproteinemia (tipe IV), MCI akut (hari keempat), CHF, pankreatitis akut, kolesistitis
akut, epilepti, sindrom nefrotik. Pengaruh obat : fenitoin (Dilantin), fenobarbital,
aminoglikosida, warfarin (coumadin).

[Type text]
Faktor-faktor yang mempengaruhi temuan laboratorium
· Obat fenitoin dan barbiturat dapat menyebabkan uji GGT positif palsu
· Asupan alkohol yang berlebih dan dalam jangka waktu lama dapat meningkatkan kadar
GGT.

[Type text]
BAB IV

VITAMIN DAN MINERAL

A. Vitamin
Vitamin adalah senyawa kimia yang sangat esensial yang walaupun tersedianya dalam
tubuh dalam jumlah demikian kecil, diperlukan sekali bagi kesehatan dan pertumbuhan
tubuh yang normal. Vitamin berfungsi dalam beberapa tahap reaksi metabolism energy,
pertumbuhan, dan pemeliharaan tubuh, pada umumnya sebagai koenzim atau sebagai
bagian dari enzim. Sebagian besar koenzim terdapat dalam bentuk apoenzim, yaitu vitamin
yang terikat dengan protein. Hingga sekarang fungsi biokimia beberapa jenis vitamin belum
diketahui dengan pasti. Vitamin digolongkan menjadi 2 bagian, yaitu vitamin yang larut air
dan vitamin yang larut lemak. Vitamin yang larut air, yaitu Vitamin B dan C, sedangkan
Vitamin yang larut lemak, yaitu Vitamin A, D, E dan K. Setiap vitamin larut lemak A, D, E dan
K mempunyai peranan faali tertentu di dalam tubuh. Sebagian besar vitamin larut lemak
diabsorpsi bersama lipida lain. Absorpsi membutuhkan cairan empedu dan pancreas.
Vitamin larut lemak diangkut ke hati melalui sistem limfe sebagai bagian dari lipoprotein,
disimpan di berbagai jaringan tubuh dan biasanya tidak dikeluarkan melalui urin.

Fungsi Vitamin

Fungsi vitamin sangat bervariasi. Banyak vitamin secara biologis tidak aktif, tetapi

membutuhkan pengubahan kimia dalam tubuh, misalnya proses fosforilasi (vitamin B1, B2,
B3, dan B6), fungsi metabolik vitamin dalam bentuk koenzim diantaranya (Tabel 9.1.1), yaitu

Sebagai koenzim bagi enzim tertentu, misalnya vitamin dari kelompok B bekerja sebagai
koenzim, yang aktif pada proses metabolisme dan pembentukan energi.

Membantu regulasi zat lain, misalnya vitamin A bekerja untuk pigmen retina rodopsin, yang
esensial bagi proses penglihatan dalam keadaan gelap dan kurang cahaya; vitamin K perlu
untuk mengaktivasi komponen pembekuan darah; vitamin D dalam bentuk aktifnya penting
bagi regulasi kadar Ca dan P dalam jaringan tubuh.
Berperan penting dalam reaksi biokimia, misalnya vitamin C pada sistem reduksi-
oksidasi, B1 dan B6 dalam proses dekarboksilasi, asam folat dalam proses transfer metil.

[Type text]
Tabel 9.1.1

Hubungan vitamin dengan koenzim dan kegunaannya

Defisiensi Vitamin

Kebutuhan vitamin bergantung pada beberapa faktor, seperti usia, jenis kelamin, dan
susunan makanan sehari-hari. Defisiensi vitamin terjadi jika kebutuhannya dalam tubuh
belum terpenuhi atau kurang. Sejak dahulu dikenal gangguan akibat defisiensi vitamin yang
menimbulkan gejala khas, seperti:

- buta malam akibat defisiensi vitamin A;


- beri-beri akibat defisiensi vitamin B2;
- pellagra akibat defisiensi vitamin B6;
- skorbut atau sariawan akibat defisiensi vitamin C;
- penyakit rachitis akibat defisiensi vitamin D.

[Type text]
Recommended Daily Allowance (RDA)

RDA merupakan jumlah kebutuhan makanan sehari-hari yang mutlak bertujuan untuk
memelihara kesehatan dan sebagai dasar penyusunan pola konsumsi makanan.
Rekomendasi mencakup kebutuhan akan unsur gizi yang penting, termasuk fat-soluble
vitamin. RDA didasarkan atas diet referensi bagi kelompok penduduk tersebut, dimana untuk
setiap komponen ditetapkan jumlah yang sebaiknya dimakan. RDA direvisi secara periodik.
Di Indonesia sejak tahun 1978 setiap 5 tahun sekali secara nasional dibuat angka kecukupan
gizi rata-rata yang dianjurkan dan disebarluaskan melalui Widya Karya Nasional Pangan dan
Gizi. RDA baru di AS memberikan perhatian pada asupan optimal dari zat-zat gizi tersebut,
untuk meminimalkan risiko penyakit kronis, seperti kanker dan PJP. Banyak RDA yang telah
dinaikkan kegunaannya, misalnya kalsium dinaikkan menjadi 1000 mg yang sebelumnya 700-
900 mg.

Penggunaan Vitamin

Penggunaan vitamin tambahan hanya diperuntukkan untuk orang yang berada pada

keadaan kekurangan, misalnya:

[Type text]

Defisiensi akibat kelainan metabolisme bawaan yang sangat jarang terdapat, juga pada
malabsorbsi, seperti pada pecandu alkohol (vit B kompleks), anoreksia (asam folat), diet
ketat untuk melangsingkan tubuh (multivitamin), juga bagi lansia (multivit) dan bayi “botol”.

Lansia, pada orang-orang di atas 60 tahun, semua proses faali dalam tubuh mulai menurun
dan berlangsung lebih lambat. Sel-sel sistem imun bekerja kurang efisien dan kurang mampu
lagi mereparasi kerusakan. Bila kebutuhan meningkat, sepertisebelum dan selama masa
kehamilan (asam folat, multivitamin), selama menyusui, pada anak-anak 6 tahun (vit A,D),
dan bayi sampai 3 tahun (vit K yang belum dibentuk oleh kuman usu dan kurang terdapat
dalam susu ibu), vegetarian (Vit B12), diet ketat (multivitamin), perokok dan olahragawan
berat (vitamin B kompleks, vit A,C,E akibat stress oksidatif).
Pasien kronis dan pemakai obat. Misalnya pada penderita penyakit kronis, PJP, dan
kanker sangat dibutuhkan vitamin dengan antioksidan tinggi (vit A,C, dan E). Menurut
beberapa penelitian orang yang banyak mengkonsumsi vitamin akan memiliki risiko lebih
kecil terkena kanker.

Suplesi Vitamin

Sumber makanan atau hayati yang mengandung vitamin dan mineral yang bermanfaat
guna memelihara sistem tangkis dan kesehatan yang optimal. Selain itu, suplesi vitamin juga
bermanfaat bagi orang yang tidak mampu mengikuti diet ideal karena beberapa hal,
terutama bagi orang yang sering menderita gangguan kesehatan ringan.

Di beberapa negara sudah banyak yang menambahkan vitamin dan mineral dalam
produk makanan, bahkan sampai penambahan 100%. Namun, penambahan ini juga tetap
diperhitungkan toksisitasnya, seperti pada vitamin A, D, dan asam folat, serta mineral,
seperti Se, Cu, dan Zn yang dosis toksisnya berdekatan.

Penggolongan Vitamin

Berdasarkan sifat kelarutan vitamin, vitamin dibedakan menjadi vitamin larut dalam air

(hidrofil) dan vitamin larut dalam lemak (lipofil).

- Vitamin larut dalam air (vit B, C, dan flavonoida).


- Vitamin larut dalam lemak (Vit A, D, E, dan K).

VITAMIN YANG LARUT DALAM AIR

Vitamin B
[Type text]
Zat-zat yang tergolong kedalam vitamin B kompleks dikelompokkan karena berasal dari
sumber yang sama yakni hati dan ragi. Yang tergolong vitamin B kompleks diantaranya:
Thiamin HCl, Ribofavin, Nikotinamid, As Pantotenat, Piridoksin, As Folat, dan
Sianokobalamin.

278

[Type text]
Farmakologi

Vitamin B1 (thiamin)

Vitamin ini terdapat dalam kulit luar gandum juga dalam daging babi
dan organ (hati, ginjal, otak). Dalam tubuh zat ini bekerja sebagai
bentuk aktifnya, yakni tiaminpirofosfat (ko-karboksialase) yang
berfungsi sebagai ko-enzim dari karboksilase, yakni suatu enzim
esensial pada metabolisme karbohidrat dan pembentukan bio-energi

dan insulin. Vitamin B1 dapat ditemukan diantaranya pada telur, biji-bijian, liver (hati),
gandum, ragi dan kentang.

Penggunaan

Vitamin B1 digunakan pada neuralgia (nyeri pada mana urat saraf memegang peranan),
sering kali dikombinasi dengan piridoksin dan vit B12 dalam dosis tinggi, yakni masing-masing
100 mg dan 1mg (neurobion amp.) sediaan oral B1-B6-B12 lain adalah Bioneuron® dan
Neurofort® . Sementara orang juga menggunakannya bila melewat ke daerah malaria guna
mengusir nyamuk, yang tidak suka baunya yang khas dalam darah.

Resorpsi

Maksimal pengunaan oral adalah 8-15 mg sehari. Setelah diserap, tiamin disalurkan ke
semua organ dengan konsentrasi terbesar di hati, ginjal, jantung, dan otak. Tiamin dalam
dosis tinggi tidak menyebabkan keracunan, karena kelebihannya diekskresikan melalui
kemih dalam bentuk utuh atau sebagai metabolitnya. Kebutuhan sehari-hari untuk bayi
diperkirakan sekitar 30 mcg/kg berat badan dan untuk dewasa 1-1,5 mg/kg berat badan.
Sebagian kebutuhan ini disintesis oleh flora usus.

Dosis

Dosis pada defisiensi 3 dd 5-10 mg, profilaksis 3 dd 2-5 mg (garam HCL). Bisbentiamin
(Beston®) adalah derivate tiamin yang lebih mudah diresorpsi dan memberikan kadar yang
lebih tinggi dari pada tiamin. Tidak memiliki bau tiamin yang khas pada napas dan keringat.
Dosis: untuk pengobatan sehari 5-300 mg bisbentiamin; 100 mg tiamin HCL = 114 mg
bisbentiamin.

Vitamin B2 (Riboflavin)

[Type text]
Vitamin yang berwarna kuning ini terdapat dalam susu, daging, telur,
sayur mayur, ragi, dan roti whole grain (padi-padian lengkap). Dalam
tubuh riboflavin diubah menjadi 2 ko-enzim, pertama rf-5-fosfat
(flavin-mononukleotida, FMN), lalu dalam hati menjadi flavin-adenin-
dinukleotida (FAD). Kedua metabolit ini juga disebut flavoprotein,
yang sebagai ko-enzim memegang peranan esensial pada sintesis dari
antioksidansia faal, antara lain dari glutation. Beberapa di antaranya
mengandung logam, misalnya mangan dalam xantinoksidase. Vit B2
juga penting bagi pemeliharaan kesehatan kulit (bibir), mata, otot,

dan tulang. Terdapat dalam susu, daging, telur, sayur mayur, ragi, dan roti whole grain (padi-
padian lengkap).

279

[Type text]
Farmakologi

Defisiensi

Jarang terjadi karena kebutuhan tubuh hanya sedikit sekali, untuk bayi kurang lebih (k.l.) 60
mcg, dewasa k.l. 1,1 mg dan sewaktu hamil/laktasi 1,8/2,1 mg sehari. Bila pemasukan kalori
meningkat, maka kebutuhan akan B2 juga naik. Penggunaan lama klorpromazin dan
antidepresiva trisiklik dapat mengakibatkan kekurangan vitamin B2, karena resorpsinya di
usus terhambat akibat terganggunya mekanisme transport. Gejala defesiensinya berupa nyeri
tenggorok, dan stomatitis, dan pada fase lanjut timbul radang ujung bibir dan radang lidah.

Dosis

Dosis: pada defisiensi 5-10 mg sehari, profilaksis 2mg (Na fosfat). 1g riboflavin (rf) =
1,37g rf-Na-fosfat.

Vitamin B3 (Nikotinamid)

Vitamin B3 atau niasinamida merupakan komponen dari dua ko –


enzim (antara lain dari dihidrogenase) yang berperan pada banyak
proses reduksi-oksidasi (pernapasan sel, glikolisa dan sintesis lipida).
Niasiamida juga dapat disintesis oleh tubuh sendiri dengan triptofan
dari makanan sebagai bahan pangkalnya, pada mana 60 mg

triptofan menghasilkan 1 mg vitamin B3. Vitamin B3 banyak terkandung dalam makanan,


seperti daging, hati,ginjal, ayam, ikan, gandum, kacang-kacangan (nuts), dan kopi
mengandung asam nikotinat (niasin), yang dalam hati diubah menjadi niasinamida dan zat
aktifnya NAD (niasinadenin-dinukleotida).

Fungsi Dan Penggunaan


Vitamin B3 diperlukan untuk pengubahan triptofan menjadi serotonin. Kekurangan
vitamin B3 menimbulkan kelebihan triptofan di otak dengan gejala perubahan suasana
jiwa dan perilaku. Pada terapi alternative dari depresi dan schizophrenia vitamin B3

[Type text]
sering kali digunakan dengan hasil baik untuk meringankan gejalanya. Disamping itu
vitamin B3 juga merupakan komponen (bersama logam krom), dari GTF (Glucose
Tolerance Factor), yang esensial bagi kerja baik insulin. Pada percobaan binatang
niasiamida ternyata mampu mencegah diabetes berkat dayanya menghambat sistem
imun dan memperbaiki sel-sel-beta yang rusak.

Defisiensi

Defesiensi jarang terjadi dan khusus di daerah dimana jagung adalah pangan utama
dengan sedikit sekali daging (mengandung triptofan). Gejalanya adalah gangguan kulit
(dermatitis), diare dan dementia dengan kelainan perilaku. Kebutuhan seharinya
diperkirakan 15 mg untuk dewasa bila diet mengandung cukup protein.

Dosis

Dosis; pada pellagra oral 50-300 mg sehari, profilaksis 15-30 mg sehari. Untuk
meringankan gejala schizophrenia 3 dd 1-2 g. Juga i.m./i.v.2-5 dd 25-100 mg.

280

[Type text]
Farmakologi

Asam Pantotenat (Vitamin B5)

Vitamin ini (1939) terdapat dalam semua jaringan tubuh dan


praktis dalam segala macam bahan makanan, tetapi dapat juga
disintesis oleh flora usus. Hanya d-isomernya yang aktif dan
merupakan bagian dari ko-enzim A, yang terlibat pada banyak
reaksi asetilasi, memegang peranan pada sintesis dan
perombakan karbohidrat, lemak dan protein, sintesis kolesterol
dan hormon steroida. Defisiensi belum pernah dilaporkan.

Kebutuhan sehari-hari diperkirakan 5-10 mg (garam Ca) bagi dewasa dan sedikit lebih
banyak bagi anak-anak muda. Air susu ibu mengandung k.l 0,26 mg/100 ml.

Dosis: 5-10 mg sehari (garam Ca). d-Pantotenol (dekspantenol) adalah derivat alkohol
dari pantotenat dengan khasiat sama (1944), berkhasiat mempercepat penyembuhan borok.
Dosis: 5-10 mg sehari, dalam salep 2-5%.

Vitamin B6 (piridoksin, adermin)

Derivat piridin ini (1939) terdapat dalam daging, hati,


ginjal, telur, gandum whole grain, kacang kedele dan
biji-biji gandum (wheat germ). Dikenal dalam bentuk
alkohol, aldehida dan amin, yakni piridoksin, piridoksal
dan piridoksamin. Di dalam hati vitamin B6 dengan
[Type text]
bantuan ko-faktor riboflavin dan magnesium diubah
menjadi zat aktifnya piridoksal-5-fosfat (P5P). Zat ini

berperan penting sebagai ko-enzim pada metabolisme protein dan asam-asam amino, antara
lain pada pengubahan triptofan melalui okstriptan menjadi serotonin, serta pada sintesis
GABA. Juga mempunyai peranan kecil pada metabolisme karbohidrat dan lemak. Defisiensi
jarang terjadi, misalnya pada pasien yang menjalani terapi jangka panjang dg INH, hidralazin
dan penisilamin yang meniadakan efek piridoksin. Gejalanya berupa gangguan kulit,
stomatitis, glossitis, dan efek neurologi (konvulsi, neuropati, dsb), sedangkan pada anak-anak
terjadi hambatan pertumbuhan dan anemia. Kebutuhan sehari-hari diperkirakan 0,3 mg utk
bayi, 2 mg bagi dewasa (k.l. 20 mcg/gram protein yg dimakan) dan 2,5 mg pada waktu hamil
dan laktasi. Air susu ibu mengandung k.l. 10 mcg/100 ml. Penggunaannya selain pada
keadaan defisiensi, juga mual-muntah dan pada depresi post-natal dan depresi akibat pil anti-
hamil, mungkin karena kekurangan serotonin di otak akibat metabolisme triptofan yang
meningkat. Juga digunakan utk menurunkan kadar homosistein yang meningkat, yang
merupakan faktor resiko utk PJP, khususnya pada wanita. Efek sampingnya jarang terjadi dan
berupa reaksi alergi. Penggunaan lama dari 500 mg/hari dapat mencetuskan ataxia dan
neuropati serius.

Dosis: oral selama terapi dg antagonis-piridoksin 10-100 mg (HCl) sehari, profilaksis 2-


10 mg, mual hamil 50 mg dan pada depresi akibat pil antihamil 125 mg sehari selama 7 hari
sebulan. Pada schizofrenia 1 dd 250-500 mg. Utk menurunkan kadar homosistein yang tinggi
1 dd 250 mg bersama asam folat 5 mg.

281

[Type text]
Farmakologi

Piridoksal-5-fosfat (PSP, ko-dekarboksilase) adalah zat aktif dari piridoksin dengan


penggunaan sama. Kerjanya lebih cepat dan juga lebih efektif. Namun, resorpsinya tak
menentu karena sel-sel usus menyingkirkan molekul fosfatnya sebelum dapat diserap.
Penggunaannya khusus dianjurkan bagi pasien dengan gangguan fungsi hati, yang tidak
mampu mengubah B6 menjadi PSP.

Vitamin B7(Biotin, Vitamin H)

Vitamin ini terdapat dalam banyak makanan, dapat disintesis oleh


flora usus. Berfungsi sebagai ko-enzim bagi sejumlah reaksi
transkarboksilasi, makan penting pada metabolisme protein,
karbohidrat dan lemak. Defisiensi jarang terjadi dan khususnya pada
bayi bila air susu ibu mengandung sedikit biotin, yakni kurang dari
0,7 mg/100 ml, dengan ciri radang kulit tertentu (seborrhoeic
dermatitis). Putih telur mengandung avidin yang mengikat biotin

secara irreversibel, maka orang yang mengkonsumsi terlalu banyak telur mentah juga dapat
menderita defisiensi biotin. Gejalanya antara lain berupa rambut rontok dan otot lemah.
Kebutuhan sehari-hari diperkirakan 0,1-0,2 mg. Dosis: pada defisiensi 5-10 mg sehari,
profilaksis 1,15 mg.

Vitamin B11 (Asam Folat, Folic Acid, Folacin)

Vitamin ini (1947) terdapat dalam gandum whole grain,


sayuran hijau yang kaya serat-gizi dan banyak pangan

[Type text]
lain spt buncis dan kelapa, daging, ikan, hati, dan ragi.
Berkhasiat mencegah spina bifida pada bayi dan berdaya
meringankan resiko akan stroke, juga diduga dapat
mencegah PJP, khususnya infark jantung, selain itu,
memiliki efek protektif terhadap kanker colon, yaitu

pada orang dengan asupan folat tinggi dapat menurunkan resikonya akan kanker colorektal
dengan 25%. Sebaliknya folat juga memiliki beberapa efek negatif, yaitu asupan tinggi folat
dapat menyelubungi defisiensi vitamin B12 dan dapat menstimulir perkembangan tumor colon
yang sudah ada. Dalam hubungan ini memang sejak puluhan tahun antagonis folat yakni
metotreksat sudah digunakan untuk menanggulangi berbagai jenis kanker. Suatu studi resen
menunjukkan bahwa folat dapat memperlambat terjadinya ketulian pada lansia, terutama utk
nada rendah. Kehilangan pendengaran pada manula sebetulnya adalah normal yang mungkin
disebabkan oleh penumpukan homosistein pada usia tinggi; folat mampu menurunkan kadar
ini. Penggunaannya pada anemia megaloblaster akibat defisiensi folat dan secara prevensi
rutin selama kehamilan utk memperkecil risiko spina bifida pada bayi. Juga digunakan selama
terapi rematik dengan metotreksat guna mengurangi efek toksis dari antagonis-folat ini.

Efek sampingnya jarang terjadi dan berupa reaksi alergi, juga gangguan lambung-usus
dan sukar tidur. Dosis: anemia megaloblaster permulaan 1-2 dd 0,5 mg, pemeliharaan 1 dd
0,1-0,5 mg. Profilaksis spina bifida 0,5 mg dimulai minimal 4 minggu sebelum konsepsi

282

[Type text]
Farmakologi

sampai dengan minggu ke-8 kehamilan. Untuk menurunkan kadar homosistein yang tinggi
dan aterosklerosis prematur 1 dd 5 mg bersama vit B6 250 mg.

Asam folinat (folinic acid, Leucovorine)

Adalah metabolit folat yang terbentuk oleh reduksi. Dari campuran rasemis ini hanya
bentuk levonya yang aktif. Terutama digunakan sebagai antidotum terhadap toksisitas darah
akibat dosis tinggi metotrexat (MTX). Pada pengobatan rema efek samping MTX dikurangi
tanpa melemahkan efek antiremanya. Begitu pula digunakan untuk menurunkan efek samping
kotrimoksazol terhadap darah. Dalam kombinasi dengan 5-Fluoro-urasil (5-FU),
meningkatkan efeknya pada kanker kolorektal yang tersebar. Dosisnya: oral, i.m. atau i.v. 6-
100 mg/m² tergantung dari pentakaran MTX.

Vitamin B12 (Sianokobalamin, Extrinsic Factor)

Vitamin ini terdapat dalam semua produk hewan, terutama dalam daging, hati dan susu.
Di dalam dan tubuh vitamin B12 terutama terdapat sebagai hidrokso-, metil- dan adenosil-
kobalamin. Secara kimiawi vitamin B12 (1950) yang dapat larut dalam air, memiliki rumus
cincin besar dengan atom kobal sebagai pusat. Kebutuhan sehari-hari orang sehat adalah 1-5
mcg, tetapi selama kehamilan dan laktasi meningkat sampai masing-masing 3 dan 3,5 mcg.
RDA dewasa adalah 2,5 mcg/hari. Penelitian telah mengungkapkan, bahwa 25% dari lansia
mengidap kekurangan B12 dalam tubuhnya, yang dapat menyebabkan kemunduran fungsi otak
dan gangguan ingatan, yang akhirnya menjurus ke gangguan neurologis dan anemia. Gambar
9.1.1 memperlihatkan peran vitamin B12 dalam sintesis DNA yang berhubungan dengan
pembelahan sel. Defisiensi vitamin B12 ditandai dengan gangguan hematopoiesis, gangguan
neurologi, kerusakan sel epitel, terutama epitel saluran cerna dan debilitas umum. Penggunaan

[Type text]
asam folat dapat memperbaiki anemia, sedangkan kelainan neurologic tidak dipengaruhi.
Defissiensi vitamin B12 menimbulkan anemia megaloblastik yang disertai gangguan
neurologic yang disebabkan degenerasi sarung myelin (anemia pernisiosa). Agaknya
pembentukan bagian lemak dari sarung myelin memerlukan isomerisasi metil-malonat
menjadi suksinat yang menggunakan deoksi adenosilkobalamin sebagai kofaktor.
Penggunaannya pada defisiensi dan untuk mencegah anemia megaloblaster pada keadaan
malabsorpsi. Dosis: pada defisiensi oral atau sublingual 2 dd 1 mg selama 1 bulan,
pemeliharaan 1 mg sehari. Profilaktis dalam sediaan multivitamin 1-10 mcg sehari, i.m. 0,5-1
mg/minggu, pemeliharaan 1 mg setiap 2 bulan.

Absorpsi vitamin B12 berlangsung dua mekanisme, yaitu dengan perantaraan Factor
Intrinsic Castle (FIC) dan absorpsi secara langsung. Absorpsi secara langsung hanya terjadi
pada kadar vitamin B12 yang tinggi. Sebagian besar anemia megaloblastik disebabkan oleh
gangguan mekanisme perantaraan FIC.

283

[Type text]
Farmakologi

[Type text]
Gambar 9.1.1

Vitamin B12-FIC dan metabolisme asam folat

Gambar 9.1.1 menggambarkan setelah dibebaskan dari ikatan protein vitamin B12 dari
makanan akan membentuk kompleks B12-FIC. FIC hanya mampu mengikat sejumlah 1,5-3 µg
vitamin B12. Complex ini masuk ke ileum dan disini melekat pada reseptor khusus di sel
mukosa ileum untuk diabsorpsi.Untuk perlekatan ini diperlukan ion kalsium atau Magnesium
dan suasana pH sekitar 6. Absorpsi berlangsung dengan mekanisme pinositosis oleh sel
mukosa ileum. FIC dihasilkan oleh sel parietal lambung. Bila sekresi FIC bertambah,
misalnya akibat obat-obat kolinergik, histamine dan beberapa hormone, seperti ACTH,
kortikosteroid dan hormone tiroid, maka absorpsi vitamin B12 juga akan meningkat. Faktor
instrinsik konsentrat (eksogen) yang diberikan bersama vitamin B12 hanya berguna untuk
pasien yang kurang mensekresi FIC dan menolak untuk disuntik.

Kobamamide (dibencozide, *Superton)


Adalah metabolit bioaktif dari vitamin B12 yang bekerja sebagai ko-enzim. Digunakan
oromukosal sebagai tablet isap untuk absorpsi optimal.

Hidroksokobalamin (hidrokobamin)

Adalah derivat sianokobalamin dengan kerja lebih panjang dan paling sering digunakan.
Dosis: pada defisiensi i.m. atau s.k. 2 × seminggu 1 mg selama 5 minggu lalu 1 mg
setiap 2 bulan.

Vitamin C

[Type text]
Vitamin C banyak terdapat pada:Sayur mayur; kol, paprika, peterseli;
buah-buahan; jenis sitrus (jeruk); susu sapi dan daging dan pada manusia
di darah.

284

[Type text]
Farmakologi

Khasiat.

Pada dosis terapeutis cukup tinggi (dosis yang berada sedikit di bawah dosis yang dapat
menimbulkan suara di usus) dapat menyebabkan berdaya antiviral kuat dan antibakteri
berdasarkan sifat antioksidannya (zat yang dapat menangkal radikal bebas).

[Type text]
Gambar 9.1.2

Aktivitas radikal bebas

Radikal bebas akan aktif apabila tubuh kita mengalami kekurangan antioksidan
(Gambar 9.1.2). Radikal bebas merupakan suatu molekul yang kehilangan elektronnya,
sehingga ia tidak berpasangan dan sangat bersifat reaktif serta berusaha untuk
menstabilkan dirinya. Kelebihan radikal bebas dalam tubuh menyebabkan rusaknya
membran dan inti sel akibat invasi dari radikal bebas tersebut. Apabila membran sel
atau sel tersebut rusak maka dapat menyebabkan penuaan dini oleh karena itu
antioksidan disebut juga sebagai antiaging. Selain itu, apabila radikal bebas masuk ke
inti sel dan melakukan konformasi terhadap DNA sel, dapat menyebabkan sel tersebut
mengalami mutasi atau perbanyakan sel secara berlebihan dan peristiwa inilah yang
disebut kanker.

Menunjang pembentukan kolagen (protein yang berperan dalam pembentukan jaringan


dan tulang rawan).

RDA (Recomended Daily Alowance) Kebutuhan seseorang akan Vitamin C berbeda


tergantung kondisi fisik pengkonsumsinya. Berikut adalah kebutuhan dari asupan
Vitamin C: bayi 25-40 mg, dewasa 70 mg, ibu hamil 90 mg dan ibu menyusui 110 mg.

DefisiensiDefisiensi vitamin C terjadi apabila tubuh kita kurang asupan vitamin C.


Kekurangan vitamin C dapat menyebabkan terjadinya perdarahan akibat terganggunya
sintesis kolagen.

Perdarahan tersebut dapat terjadi pada mata, paha, gusi, dan di bawah kulit yang dapat
mengakibatkan luka sulit sembuh dan gigi terlepas. Hal tersebut dikenal sebagai
Sindrom Skorbut (schurvy scherbuik).

ResorpsiDi usus cepat dan praktis sempurna (90%), menurun pada dosis di atas 1g.

[Type text]
285

[Type text]
Farmakologi

MetabolismeVitamin C mudah direduksi dan dioksidasi kembali dengan bantuan


glutation (Sistem Redoks).

Oksidasi

Askorbat Dehidroaskorbat elektron

Reduksi

Oksidasi oleh hidroksilasi prolin, dopamin noradrenalin dan hormon steroid.


Reduksi oleh triptofan serotonin.

Penggunaan

Selesma (comond cold) Meningkatkan produksi dan mobilitas makrofag (2,5g).

AntilipemisStimulasi transpor kolesterol dari jaringan ke hati serta pengubahan kolesterol


menjadi asam kolat dan steroida.(0,5-1g); 3) Mempercepat penyembuhan borok dan
luka dengan peningkatan sintesis kolagen di jaringan luka; 4) KankerAntioksidan dan
menghambat pembentukan nitrosamin di usus. (3- 10g); 5) Penyakit Pfeiffer2 – 3 hari
dengan dosis cukup tinggi min 5 dd 1g.

Efek Samping (Megadose > 1,5 G) :

[Type text]
Diare

Dalam keadaan tubuh normal usus kita hanya mampu mengabsorbsi 90% dari vitamin C
yang masuk ke tubuh. Maksimal 900 mg vitamin C dapat diabsorbsi oleh tubuh kita.
Semakin banyak kita mengkonsumsi vitamin C maka semakin banyak pula Vitamin C
yang tidak terserap. Vitamin C yang tidak terserap di usus akan mengikat cairan
terutama air yang ada pada usus. Hal ini mengakibatkan volume usus membesar dan
terjadi perangsangan pada peristaltic usus untuk bekerja. Hal ini yang mengakibatkan
diare pada konsumsi vitamin C > 1,5g.

Penghentian terapi mendadak mengakibatkan rebound scorbut

Pada penggunaan dosis besar vitamin C maka tubuh kita juga akan merespons
pengeluaran pengurai vitamin C dalam jumlah besar. Apabila konsumsi Vitamin C
megadose dihentikan secara mendadak maka akan mengakibatkan zat pengurai yang
dikeluarkan oleh tubuh dalam jumlah banyak menguraikan sisa-sisa vitamin C yang ada
pada tubuh. Jumlah vitamin C dalam tubuh akan menurun drastis dan mengakibatkan
defisiensi secara mendadak yang pada akhirnya akan menyebabkan syndrom scorbut.

Interaksi

Meningkatkan resorpsi besi, memperlemah efek vit B12 dan 10g sehari memperlambat
efek antikoagulansia obat.

Bioflavonid

Bioflavonoid merupakan senyawa polifenol dengan rumus difenilpropan yang terdapat


dalam hampir semua bahan makanan nabati.

[Type text]
286

[Type text]
Farmakologi

Empat (4) kelompok flavonoid dengan rumus dasar flavon:1)Senyawa flavon:

apigenin, chrysin, luteolin; 2) Senyawa isoflavon: genistein, daidzein; 3) Senyawa flavonol:

quercetin, kaempferol, myricetin dan 4) Senyawa flavan: catechin.

[Type text]
Khasiat Flavonoid secara umum:1)Antioksidan: memperangkap dan menangkap
radikal bebas; 2) Anti-aterogen: penghambatan oksidasi LDL-kolesterol; 3) Antitumor:
menghambat induksi kimiawi dari tumor; 4) Memperkuat efek insulin: meregulasi kadar
glukosa darah.

Rutosida/rutin/vitamin PContoh: rutin dan hesperidin. Terdapat di: buah sitrus, paprika,
dll. Khasiatnya memperkuat dinding kapiler dan meningkatkan permeabilitasnya bagi
eritrosit. Defisiensinya menyebabkan bintik-bintik kecil merah di bawah kulit (perdarahan).
Penggunaannya pada varices, wasir, retinopati, dan hematoma.

Zat yang tergolong bioflavonoid:1) Hidroksietilrutosida: Insufisiensi vena kronis untuk


mengurangi gejalanya, seperti udem, kejang otot, dan nyeri kaki. (3-4 dd 300 mg); 2)
Genistein: Antitumor dengan cara “estrogen dependent receptors”(3 dd 150-300 mg); 3)
Quercetin: Antitumor dengan cara mengikat zat-zat karsinogenik dan menghambat proliferasi
sel dengan jalan inisiasi apoptose (2-3 dd 400-600 mg); 4) Cathecin: Menurunkan kadar
glukosa darah dengan cara meningkatkan khasiat insulin(1-2 dd 112 mg); 5) Theanin:
Sedativa dengan cara meningkatkan aktivitas gelombang alfa di otak (2 dd 150 mg); 6)
Antioksidan kuat, cardioprotectif, kolagenergik, antihistamin (1-2 dd 50-75 mg); 7)
Resveratrol dan salvestrol: Antioksidan kuat, berdaya mematikan sel tumor (piceatannol) (2
dd 20 mg).

VITAMIN LARUT LEMAK

Zat-zat ini larut dalam lemak dan diserap bersamaan dengan lemak, kemudian melalui
sistem limfe masuk ke dalam darah dengan lipoprotein tertentu (chylomikron). Gangguan
pencernaan lemak, seperti kekurangan asam empedu, mengurangi resorpsinya. Ekskresinya
berlangsung lambat (masa-paruh panjang), sehingga dapat terjadi kumulasi dan efek toksis.
Hati dan jaringan lemak dapat menimbun zat-zat ini dalam jumlah besar, maka gejala
defisiensi baru menjadi nyata setelah lebih dari satu tahun, kecuali pada vitamin K (lebih
cepat).

[Type text]
287

[Type text]
Farmakologi

Vitamin A

Vitamin A ditemukan pada tahun 1913 oleh Mc. Collum dan


Davis. Vitamin A adalah vitamin antioksidan yang larut
dalam minyak dan penting bagi penglihatan dan
pertumbuhan tulang. Secara luas vitamin A merupakan nama
generik yang menyatakan semua retinoid dan
precursor/provitamin A/karotenid yang mempunyai

aktivitas biologic sebagai retinol. Retinol diserap dalam bentuk prekursor.

Susunan Kimia Vitamin A,yaitu kristal alkohol yang dalam bentuk aslinya berwarna
putih dan larut dalam lemak atau pelarut lemak. Dalam makanan vitamin A biasanya terdapat
dalam bentuk ester retinil, yaitu terikat pada asam lemak rantai panjang.

Jenis Menurut sifatnya Vitamin A dikenal menjadi 4 bentuk, yaitu:

Retinol Vitamin A (Vitamin A Alkohol);


Retinyl ester Vitamin A (Vitamin A ester);
Retinaldehid Vitamin A (Vitamin A aldehid);
Retinoic acid (Vitamin Acid/asam).

Gambar 9.1.3 menggambarkan perubahan bentuk vitamin A dalam tubuh ketika terjadi
perubahan cahaya (terang-gelap).

[Type text]
[Type text]
Gambar 9.1.3

Perubahan bentuk Vitamin A dalam tubuh

Sumber MakananSayur-sayuran dan buah-buahan merupakan pembawa vitamin A


terbanyak. Sebagian besar makanan yang mengandung vitamin A adalah yang berwarna cerah
(meskipun tidak semua makanan yang berwarna cerah mengandung vitamin A).

288

[Type text]
Farmakologi

Sayuran yang kaya akan vitamin A adalah wortel, ubi, labu kuning, bayam dan melon. Susu,
keju mentega dan telur juga mengandung vitamin A.

Fungsi Bagi Tubuh Vitamin A berperan dalam proses-proses di dalam tubuh: 1)


Kesehatan Mata: vitamin A memiliki peran penting dalam kesehatan indera penglihatan
manusia. Vitamin ini membantu menyalurkan objek yang diterima oleh retina mata ke otak
sebagai sebuah gambar. Senyawa yang berperan dalam hal ini adalah retinol; 2) Antioksidan:
salah satu bentuk vitamin A yang dikenal dengan Beta Karoten, merupakan senyawa dengan
aktivitas antioksidan yang mampu menangkal radikal bebas, baik radikal bebas yang berasal
dari oksidasi tubuh mupun polusi dari luar; 3) Sistem Imun: vitamin A juga berfungsi sebagai
sistem inum eksternal yang melindungi tubuh dari radikal bebas, virus, bakteri, jamur dan
patogen. Mencukupi asupan vitamin A harian berarti meningkatkan kekebalan tubuh; 4)
Mencegah Kanker: vitamin A mampu melawan kanker dengan menekan pertumbuhan DNA
dalam sel-sel kanker; 5) Penyembuhan Luka: vitamin A dapat membantu menjaga kesehatan
jaringan di dalam tubuh kita. Sehingga dapat membantu mempercepat proses penyembuhan
luka; 6) Pertumbuhan: Vitamin A juga sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan embrio pada janin, dan menentukan gen pada proses pembentukan organ-
organ perkembangan embrio.

Kebutuhan Vitamin ASulit untuk menentukan jumlah kebutuhan vitamin A. Vitamin


ini diproduksi dari dua senyawa yang berbeda yang diubah di dalam tubuh menjadi vitamin A.
Dalam sumber makanan hewani, tersedia dalam bentuk retinol; dalam sumber makanan nabati
berada dalam bentuk beta-karoten, yang kurang efisien dibanding retinol untuk produksi
vitamin A. Hal inilah yang membuat jumlah vitamin A yang disarankan diberikan dalam
bentuk retinol ekivalen (RE). Jumlah vitamin A yang direkomendasikan adalah 1000 mikro-
gram RE per hari untuk pria dan 800 mikro-gram untuk wanita.

Dampak Apabila Kekurangan dan Kelebihan Vitamin A

[Type text]
Akibat Kekurangan (defisiensi) Vitamin A: 1) Terhadap mata: buta senja, selaput
conjuctiva mengering, bintik bitot pada conjunctiva, mata kering; 2) Perubahan epithel: kulit
mengering, kulit kasar; 3) Pertumbuhan terganggu: retinoid memengaruhi ekspresi reseptor
hormone dan hormone pertumbuhan.

Akibat Kelebihan (ekses) Vitamin A bisa menyebabkan keracunan dengan tanda-tanda


sebagai berikut: cepat lelah, rambut rontok, kulit kasar, mual dan muntah dan pusing.

Kelompok Vitamin A

Vitamin A adalah nama umum bagi zat-zat retinoida yang memiliki khasiat biologis dari
retinol. Zat ini terutama sebagai ester terdapat dalam zat-zat pangan hewani, seperti susu dan
produknya, kuning telur, hati dan dengan kadar tinggi dalam minyak ikan. Kebutuhan sehari-
hari akan Vitamin A sebagian dipenuhi oleh karotenoida (provitamin A), yakni kompleks dari
2 molekul retinol yang dalam usus diuraikan menjadi vitamin aktif. Provitamin A terdapat
dalam banyak sayuran hijau tua, berbagai jenis kol dan sayur, antara lain wortel dan tomat,
lemak susu dan kuning telur.

289

[Type text]
Farmakologi

Retinol : vitamin A, axeroftol

Resorpsinya di usus pesat dan praktis sempurna, kecuali bila dosisnya terlampau tinggi.
Sebagian retinol ditimbun dalam hati yang cukup bagi kebutuhan selama 7-8 bulan.
Kebutuhan sehari-hari untuk anak-anak 1000-4000 UI dan 4000-5000 UI bagi orang
dewasa dan untuk pada waktu hamil dan laktasi 5000-6000 UI.

Gejala Defisiensi antara lain buta malam, xeroftalmia, dan hiperkeratosis.

Dosis: pada defisiensi 25-50.000 U sehari selama max 2 bulan, profilaksis bagi anak-
anak 1000 U dan dewasa 2500-5000 U sehari.

Karotenoida

Karotenoida adalah pigmen alamiah kuning, jingga dan merah yang terdapat dalam
banyak sayuran, buah-buah dan kembang. Kebutuhan tubuh adalah 100-150 mg sehari
sebagai alfa /beta-karoten dan lycopen. Beta-karoten terdiri dari B-karoten alamiah dan
B-caroten sintesis, lycopen, lutein dan zeaxanthin, retinoida, tretinoin, isotretinoin, dan
acitretin.

Vitamin D

Vitamin ini pertama kali ditemukan pada tahun


1924 oleh Steenbook dan Hess, yang menyata-
kan bahwa makanan yang terkena sinar
ultraviolet mempunyai daya anti rakitis. Dan

[Type text]
selanjutnya pada tahun 1930 ditemukanlah
vitamin D dalam bentuk kristal. Vitamin D dapat
dibentuk dalam tubuh dengan bantuan sinar
matahari. Bila tubuh mendapatkan cukup sinar

matahari, maka konsumsi vitamin D melalui makanan dapat berkurang, karena kebutuhan
vitamin D dalam tubuh dapat disintesis oleh tubuh. Sumber-sumber makanan dari vitamin D
adalah telur, hati dan ikan, seperti halnya susu dan margarine yang diperkaya dengan vitamin
D.

Susunan Kimia Vitamin Dadalah nama generik dari dua molekul, yaitu ergokalsiferol
(vitamin D2) dan Kolekalsiferol (vitamin D3). Prekursor vitamin D hadir dalam fraksi sterol
dalam jaringan hewan (di bawah kulit) dan tumbuh-tumbuhan berturut-turut dalam bentuk 7-
dehidrokolesterol dan ergosterol. Keduanya membutuhkan radiasi sinar ultraviolet untuk
mengubahnya ke dalam bentuk provitamin D2 (ergokalsiferol) dan D3 (Kolekalsiferol).
Adapun rumus kimia dari vitamin D ini adalah C22H44O.

Manfaat vitamin D bagi kesehatan tubuh:1) Membantu Penyerapan Mineral Kalsium


dan fosfor: kalsium dan fosfor yang sangat diperlukan oleh tubuh kita terutama untuk
membentuk tulang; 2) Menjaga Kesehatan Tulang: vitamin D membantu penggunaan kalsium
dalam struktur tulang. Sel-sel yang membentuk dan mengendalikan tulang, osteoblast dan
osteoclast diatur oleh kelenjar paratiroid yang yang aktivitasnya dipengaruhi kecukupan
vitamin D. Mencukupi kebutuhan tubuh akan vitamin D akan mengurangi risiko penyakit
tulang, seperti osteoporosis dan rakhitis (penyakit Inggris); 3) Membantu Fungsi Kelenjar
Paratiroid: Kekurangan vitamin D dapat menyebabkan hiperparatiroidisme

290

[Type text]
Farmakologi

sekunder (overactive parathyroid). Pengobatan awal terhadap hiperparatiroidisme jenis ini


adalah dengan pemberian vitamin D; 4) Menjaga Fungsi Otot: salah satu gejala kekurangan
vitamin D adalah lemah otot dan nyeri otot. Hasil studi menunjukkan bahwa pemberian
suplemen vitamin D dapat meredakan rasa nyeri pada sebagian pasien nyeri otot yang
mengalami defisiensi vitamin D; 5) Meningkatkan Imunitas Tubuh: banyak dari sel-sel yang
penting dalam melawan penyakit termasuk yang melawan kanker, memiliki reseptor vitamin
D. Kekurangan vitamin D diketahui meningkatkan risiko kanker; 6) Mencegah Hipertensi:
vitamin D membatasi aktivitas enzim-enzim tertentu yang dapat menaikkan tekanan darah
dengan meningkatkan retensi sodium dan air dalam darah.

Kebutuhan Vitamin DVitamin D mempunyai suatu karakteristik yang membedakannya


dari vitamin yang lain, yaitu dapat diproduksi oleh sinar matahari. Hal ini berarti bahwa
vitamin D dapat diperoleh dengan penerpaan tetap sinar matahari secara teratur, dan tidak
perlu tambahan konsumsi vitamin D. RDA untuk vitamin D adalah 5 mikro-gram perhari.
Meskipun jumlah vitamin D yang terbentuk meningkat sepanjang kulit terkena sinar matahari,
tetapi sinar matahari sendiri tidak dapat menyebabkan vitamin D sampai pada tingkat
keracunan.

Dampak apabila kekurangan dan kelebihan Vitamin D

Akibat apabila kekurangan vitamin D: penyakit rakhitis pada anak-anak, osteomalacia


pada orang dewasa, hypoplasia dan kerusakan gigi geligi, rakhitis dan osteomalacia di daerah
tropik, tetapi karena serum Ca rendah sehingga kejang-kejang serta gangguan parathyroid.

Akibat apabila kelebihan Vitamin D: muntah-muntah, sering kencing dan mencret,


neuralgia (nyeri syaraf urat), sakit kepala dan pusing-pusing, rasa sakit pada gigi dan gusi
serta rasa sakit pada otot-oto dan tulang.

[Type text]
Kelompok Vitamin DKelompok vitamin D mencakup ergokalsiferol (D2), kolekalsiferol
(D3 alamiah) dan beberapa turunannya yang semuanya memiliki rumus steroid. Dengan nama
umum vitamin D, selanjutnya dimaksudkan zat-zat tersebut dengan aktivitas biologis dari
kolekalsiferol alamiah.

Vitamin D2 dibentuk dalam tubuh dari provitamin ergosterol yang antara lain terdapat
dalam ragi. Vitamin D3 terdapat dalam ikan berlemak dan minyak ikan kebeljauw bersama
vitamin A dan relatif sedikit dalam susu, kuning telur dan hati.

Reabsorpsinya dari usus baik melalui limfe memasuki darah dalam bentuk
chylomikron, suatu lipropotein besar. Khasiatnya Vitamin D berdaya menstimulasi reseptor
aktif dari kalsium dan fosfat dari usus halus, juga reabsorpsinya oleh ginjal. Skema
pembentukan vitamin D aktif dan regulasi kadar kalsium plasma dapat dilihat pada Gambar
9.1.4.

291

[Type text]
Farmakologi

[Type text]
Gambar 9.1.4

Aktifasi vitamin D dan regulasi kadar kalsium plasma

Ergokalsiferol (kalsiferol, vitamin D2)

Adalah vitamin D tertua (1921) yang banyak digunakan dalam sediaan multivitamin.
Dosis: pada defisiensi 1000-2000 mg sehari, sebagai penunjang 400U. Pada sindrom
malabsorpsi 10-50000U sehari, pada hipoparatirosis 50-200000U sehari.

Kolekalsiferol (vitamin D3, cholecalsiferol, devaron, Neo-dohyfral)

Adalah vitamin D alamiah dengan efek lambat, tetapi bertahan lama karena adanya
timbunan lemak dan hati.

Kalsitriol (1, 25-dihidroksikolekalsiferol, Hitrol®, kolkatriol®)


Adalah metabolit vitamin D3 yang paling aktif (1978) dengan kerja panjang (plsma t ½
7-12 jam). Hormon ini terikat pada reseptor vitamin D. Kalsitriol disintesa dalam ginjal
dari 25-hidroksi-kalsiferol, yang terbentuk di dalam hati dari kole kalsiferol.
Perbandingan aktivitas nya adalah sebagai berikut: 1 mcg kalsitriol = 1 mcg alfakalsidol

[Type text]
= 100 mcg kalsifediol = = 500 mg DH-tachysterol.

Dosis: pada rachitis dan hipoparatirosis permulaan oral 250 mcg sehari, bila perlu
dinaikkan 250 mcg setiap minggu dengan kadar Ca dalam darah sebagai penuntun.

Alfakalsidol {1-α-hidroksikalsidol, 1(OH)D3}

Adalah derivate yang hanya perlu hidroksilasi dalam hati untuk menjadi kalsitriol aktif
(1978), sehingga dapat digunakan dalam insufisiensi ginjal. Mulai efeknya lebih cepat
(dalam beberapa hari) dibandingkan vitamin D2 dan D3. Dosis: pada defisiensi
permulaan oral 250-500 mcg sehari, bila perlu dinaikkan 250 mcg setiap Minggu.

292

[Type text]
Farmakologi

Vitamin E

Vitamin E adalah vitamin yang larut dalam lemak


dan dapat melindungi jantung, arteri, dan komponen
selular untuk tetap melakukan oksidasi dan
mencegah lisis sel darah merah. Jika terdapat
ketidakseimbangan garam, sekresi pancreas, dan
lemak, vitamin E diabsorpsi di saluran pencernaan
dan disimpan di seluruh jaringan, terutama liver,

otot, dan jaringan lemak. Tujuh puluh lima persen dari jumlah vitamin E diekskresi di
empedu dan sisanya melalui urin.

Vitamin E mudah didapat dari bagian bahan makanan yang berminyak atau sayuran.
Vitamin E banyak terdapat pada buah-buahan, susu, mentega, telur, sayur-sayuran, terutama
kecambah. Contoh sayuran yang paling banyak mengandung vitamin E adalah minyak biji
gandum, minyak kedelai, biji bunga matahari, buncis, ubi jalar, dan sayuran berwarna hijau.
Vitamin E lebih banyak pada makanan segar yang belum diolah. Selain itu, ASI juga banyak
mengandung vitamin E untuk memenuhi kebutuhan bayi.

Dalam perkembangannya, Vitamin E diproduksi dalam bentukpil, kapsul, dan lain-lain


sebagaimana vitamin-vitamin yang sudah terlebih dahulu ada. Vitamin yang sudah dikemas
dalam berbagai bentuk ini banyak dijual bebas di pasaran serta dianggap berguna.

Fungsi dari Vitamin E, yaitu antara lain:

[Type text]
Meningkatkan daya tahan tubuh, membantu mengatasi stres, meningkatkan kesuburan,
meminimalkan risiko kanker dan penyakit jantung koroner.

Berperan sangat penting bagi kesehatan kulit, yaitu dengan menjaga, meningkatkan
elastisitas dan kelembapan kulit, mencegah proses penuaan dini, melindungi kulit dari
kerusakan akibat radiasi sinar ultraviolet, serta mempercepat proses penyembuhan luka.

Sebagai Antioksidan. Semua vitamin E adalah antioksidan dan terlibat dalam banyak
proses tubuh dan beroperasi sebagai antioksidan alami yang membantu melindungi
struktur sel yang penting terutama membran sel dari kerusakan akibat adanya radikal
bebas. Dalam melaksanakan fungsinya sebagai antioksidan dalam tubuh, vitamin E
bekerja dengan cara mencari, bereaksi dan merusak rantai reaksi radikal bebas. Dalam
reaksi tersebut, vitamin E sendiri diubah menjadi radikal. Namun, radikal ini akan
segera beregenerasi menjadi vitamin aktif melalui proses biokimia yang melibatkan
senyawa lain.

Melindungi sel darah merah yang mengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh dari
kerusakan. Selain bisa melindungi dari akibat kelebihan vitamin A dan melindungi
vitamin A dari kerusakan, vitamin ini juga bisa melindungi hewan dari akibat berbagai
obat, bahan kimia, dan logam yang mendukung pembentukan radikal bebas.

Meskipun vitamin E sangat penting bagi tubuh kita, tetapi bukan berarti kita dapat
mengkonsumsi dalam dosis besar melalui suplemen. Bentuk suplemen sering diresepkan
untuk mengobati kekurangan vitamin E, namun konsumsi berlebihan dari yang dibutuhkan
dapat merusak kesehatan. Beberapa efek samping yang umum, terkait dengan bentuk

293

[Type text]
Farmakologi

suplemen vitamin E; mual, sakit kepala, penglihatan kabur, kesulitan saat bernapas,
pembengkakan wajah atau bibir, gatal-gatal atau eksim pada kulit.

Penggunaan topikal vitamin E dapat menyebabkan perkembangan ruam kulit. Meskipun


vitamin E dapat membantu mengurangi kerutan pada kulit, menggunakan produk perawatan
kulit yang mengandung vitamin E dalam jumlah tinggi dapat menyebabkan iritasi.

Pemberian vitamin E hanya diindikasikan pada keadaan defisiensi yang dapat terlihat
sari kadar serum yang rendah dan atau peningkatan fragilitas eritrosit terhadap hydrogen
peroksida. Hal ini dapat terjadi pada bayi premature, pada pasien dengan sindrom malabsorpsi
dan steatore, dan penyakit dengan gangguan absorpsi lemak. Penggunaan vitamin E untuk
penyakit yang mirip dengan keadaan yang timbul akibat defisiensi vitamin E, seperti distrofia
otot, abortus habitualis, sterilitas, dan toxemia gravidarum hasilnya mengecewakan.

Kekurangan vitamin E akan menyebabkan sel darah merah terbelah. Proses ini disebut
hemolisis eritrocit dan dapat dihindari dengan vitamin E. Akibat lain kekurangan vitamin E
adalah:

perubahan degeneratif pada sistem saraf dan otot;


kelemahan dan kesulitan berjalan;
kelainan kulit;

pada bayi, kekurangan vitamin E dapat menyebabkan kelainan yang mengganggu


penyerapan lemak pada bayi yang prematur dan kekurangan gizi. Namun, kekurangan
vitamin E sesungguhnya sangat jarang terjadi karena vitamin ini banyak terdapat dalam
makanan, terutama dalam minyak sayur. Pada manusia kekurangan vitamin E bisa
disebabkan karena diet yang sangat buruk dalam jangka waktu lama.

[Type text]
Dosis yang dianjurkan pada defisiensi anak-anak oral 1 UI/kgBB, bayi prematur 5-25
UI sehari. Untuk prevensi dewasa 60-75mg sehari, dosis alternatif sebagai antioksidan 400-
600mg/hari.

Vitamin K
Dikenal 2 jenis vitamin K alam, yaitu K1
(filokuinon=fitonadion) dan vitamin K2
(senyawa menakuinon), dan 1 jenis vitamin K
sintetik. Vitamin K1, yang digunakan untuk
pengobatan, terdapat pada kloroplas sayuran
berwarna hijau dan buah-buahan. Vitamin K2
disintesis oleh bakteri Garam-positif. Vitamin
K sintetik, yaitu vitamin K3 (menadion)

merupakan derivat naftokuinon, dengan aktivitas yang mendekati vitamin K alam. Derivatnya
yang larut dalam air, menadion natrium difosfat, di dalam tubuh diubah menjadi menadion.

Pada penderita defisiensi vitamin K, vitamin ini berguna untuk meningkatkan beberapa
faktor pembekuan darah, yaitu protombin. Selain itu, vitamin K membantu mengaktifkan

[Type text]
osteocalsin, protein pembangun tulang, dan menjaga tulang dari kerapuhan (osteoporosis)
pada usia tua.

Absorbsi vitamin K melalui usus sangat bergantung dari kelarutannya. Absorbsi


filokuinon dan menakuinon hanya berlangsung baik bila terdapat garam-garam empedu,
sedangkan menadion dan derivatnya yang larut air dapat diabsorbsi walaupun tidak ada
empedu. Berbeda dengan filokuinon dan menakuinon yang harus melalui saluran limfe lebih
dahulu, menadion dan derivatnya yang larut air dapat langsung masuk ke sirkulasi darah.
Vitamin K alam dan sintetik diabsorbsi dengan mudah setelah penyuntikan secara i.m. bila
terdapat gangguan absorbsi vitamin K akan terjadi hipoprotombinemia setelah beberapa
minggu, sebab persediaan vitamin K di dalam tubuh hanya sedikit.

Vitamin K berguna untuk mencegah atau mengatasi pendarahan akibat defisiensi


vitamin K. Defisiensi vitamin K dapat terjadi akibat gangguan absorbsi, berkurangnya bakteri
yang mensintesis vitamin K pada usus dan pemakaian antikoagulan tertentu yang dapat
memengaruhi aktivitas vitamin K.

Defisiensi vitamin K akibat asupan yang tidak mencukupi jarang terjadi, karena vitamin
K terdapat pada banyak jenis makanan dan juga disintesis oleh bakteri usus. Gangguan
absorpsi vitamin K dapat terjadi pada obstruksi biliaris dan gangguan usus, seperti antibiotik
dan sulfonamid untuk waktu lama dapat memengaruhi bakteri yang mensintesis vitamin K di
usus.

LATIHAN SOAL

1. Sebutkan apa yang terjadi bila tubuh kekurangan vitamin A!


2. Jelaskan hubungan vitamin D dengan osteoporosis!
3. Bagaimana cara vitamin C membantu penyerapan besi?
4. Mengapa kekurangan krom dapat menyebabkan kadar gula darah tak terkendali?
5. Jelaskan fungsi natrium dalam tubuh!

[Type text]
BAB V
HORMON

PENGANTAR HORMON

Hormon adalah zat aktif yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin, yang masuk ke dalam
peredaran darah tanpa saluran untuk memengaruhi jaringan target secara spesifik. Jaringan
yang dipengaruhi umumnya terletak jauh dari tempat hormon tersebut dihasilkan, misalnya
hormon pemacu folikel (FSH, folicle stimulating hormone) yang dihasilkan oleh kelenjar
hipofisis anterior hanya merangsang jaringan tertentu di ovarium. Hormon pertumbuhan
(GH, growth hormon, somatotropin) mempunyai lebih dari satu organ target sebab GH
memengaruhi berbagai jenis jaringan dalam badan. Jaringan target suatu hormon sangat
spesifik karena sel-selnya mempunyai receptor untuk hormon tersebut.

Sumber Hormon

Sumber hormon alami adalah ternak sapi, babi dan biri-biri. Beberapa hormon

demikian khas sifatnya sehingga yang berasal dari binatang tidak efektif pada manusia,
misalnya GH, FSH dan luteinizing hormone (LH). Hormon yang berasal dari hewan dapat
menimbulkan reaksi imunologis.

Saat ini untuk menghasilkan hormon alami dipakai cara rekayasa genétika. Melalui
rekayasa genétika, dinucleic acid (DNA) mikroba dapat diarahkan untuk memproduksi
rangkaian asam amino yang urutannya sesuai dengan hormon manusia yang diinginkan.
Dengan cara ini dapat dibuat hormon alami dalam jumlah banyak dan dalam waktu singkat.
Hormon hasil rekayasa genétika tidak menimbulkan reaksi imunologis karena sama dengan
hormon manusia asli. Cara ini Sangat membantu pengadaan hormon yang di alam ini
jumlahnya sangat sedikit, misalnya GH. (Ascobat, 2007, 421)

Analog dan Antagonis Hormon

Analog suatu hormon adalah zat sintetik yang berikatan dengan hormon tertentu.
Analog hormon Sangat mirip dengan hormon alam dan sering kali arti klinisnya lebih penting
daripada hormon alamnya sebab mempunyai beberapa sifat yang lebih menguntungkan.
Misalnya, estradiol merupakan hormon alam yang masa kerjanya sangat pendek, sedangkan
etinil estradiol adalah analog hormon yang masa kerjanya lebih panjang sehingga lebih
berguna di klinik.

Hormon semisintetik didapat dengan mengubah struktur kimia hormon alam secara
sederhana. Hormon sintetik dan semisintetik dibuat untuk mendapatkan sifat tertentu yang
tidak dimiliki oleh hormon alam, misalnya tahan terhadap enzim pencernaan, masa kerja
[Type text]
yang lebih panjang atau efek samping yang lebih ringan. Hal ini dimungkinkan karena analog
sintetik dan semisintetik rumus kimianya tak dikenali oleh enzim pemecah, tetapi masih
dapat berikatan dengan reseptor spesifik hormon alami.

Beberapa zat dapat memengaruhi sintesis, sekresi maupun kerja hormon pada sel
target. Pengaruh ini dapat berupa rangsangan maupun hambatan, dengan hasil akhir berupa
peningkatan atau penurunan aktivitas hormon bersangkutan. Antitiroid menghambat
sintesis hormon tiroid dan berguna untuk pengobatan penyakit hipertiroidisme. Sulfonil-
urea merangsang sekresi insulin. Contoh obat yang menghambat kerja obat pada sel target
adalah klomifen yang meniadakan umpan balik oleh estrogen sehingga sekresi gonadotropin
dari hipofisis tetap tinggi. Obat yang menghambat sintesis, sekresi maupun kerja hormon
pada reseptornya disebut antagonis hormon. (Ascobat, 2007, 421)

Gambar 8.1.1

Analog dan antagonis hormon

Mekanisme Kerja

Mekanisme kerja hormon pada taraf selular tergantung jenis hormonnya mengikuti

[Type text]
salah satu mekanisme di bawah ini.

Mekanisme Kerja Hormon Peptida

Reseptor hormon peptida terdapat pada membran plasma sel target. Reseptor ini
bersifat spesifik untuk hormon peptida tertentu. Interaksi hormon dengan reseptornya
mengakibatkan perangsangan atau penghambatan enzim adenilat siklase yang terikat pada
reseptor tersebut. Interaksi hormon reseptor ini mengubah kecepatan sintesis siklik
adenosin monofosfat (c-AMP) dari adenosin trifosfat (ATP). Selanjutnya c-AMP berfungsi
sebagai mediator intrasel untuk hormon tersebut dan seluruh sistem ini berfungsi sebagai
suatu mekanisme spesifik sehingga efek spesifik suatu hormon dapat terjadi.

C-AMP memengaruhi berbagai proses dalam sel, hasil akhirnya tergantung dari
kapasitas serta fungsi sel tersebut. C-AMP menyebabkan aktivasi enzim-enzim protein kinase
yang terlibat dalam proses fosforilasi pada sintesis protein dalam sel. C-AMP memengaruhi
kecepatan proses ini. Metabolisme c-AMP menjadi 5-AMP dikatalisis oleh enzim
fosfodiesterase (PDE) yang spesifik. Dengan demikian, zat-zat yang menghambat enzim PDE
ini kadang-kadang dapat menyebabkan timbulnya efek mirip hormon (hormone like effects).

[Type text]
Hormon yang bekerja dengan cara di atas adalah hormon tropik adenohipofisis,
misalnya gonadotropin, melanocyte stimulating hormone (MSH), beberapa releasing
hormones dari hipotalamus, glukagon, hormon paratiroid, dan kalsitonin.

Gambar 8.1.2

Mekanisme c-AMP yang digunakan hormon sewaktu melakukan pengaturan fungsi sel (Guyton,

1997, 1165)

Mekanisme Kerja Hormon Steroid

Hormon steroid melewati membran sel masuk ke dalam sitoplasma setiap sel, baik sel
target hormon steroid maupun sel lainnya. Tetapi reseptor hormon steroid hanya terdapat
di dalam sitoplasma sel target. Bila hormon steroid berikatan dengan reseptor sitoplasma
maka kompleks hormon-reseptor tersebut setelah mengalami modifikasi akan ditranslokasi
ke tempat kerjanya (site of action) di dalam inti sel, yaitu pada kromatin. Selanjutnya
terjadilah beberapa hal yang berhubungan dengan peningkatan sintesis protein sesuai
dengan fungsi masing-masing sel target. Gambar di bawah ini menggambarkan mekanisme
kerja hormon steroid.

[Type text]
Gambar 8.1.3

Mekanisme Kerja Hormon Steroid

LATIHAN SOAL

Mengapa somatropin bisa bekerja di seluruh tubuh?


Mengapa hormon hasil rekayasa sangat membantu pengadaan hormon?
Sebutkan target kerja hormon beserta contohnya!
Mengapa zat penghambat enzim fosfodiesterase (PDE) bersifat hormone like effects?
Jelaskan mekanisme umpan balik dan berikan contoh penggunaan klinisnya!

[Type text]
BAB IV
Antihistamin

HISTAMINE

Histamin dihasilkan bakteri yang mengkontaminasi ergot. Pada awal abad ke-19,
histamine dapat diisolasi dari jaringan hati dan paru-paru. Histamin juga ditemukan pada
berbagai jaringan tubuh, oleh karena itu disebut histamine (histos = jaringan).

Meskipun didapat perbedaan diantara spesies, pada manusia histamine merupakan


mediator yang penting pada reaksi alergi tipe segera (immediate) dan reaksi inflamasi. Selain
itu, histamine memiliki peran penting dalam sekresi asam lambung, berfungsi sebagai suatu
neurotransmitter dan neuromodulator.

Histamin merupakan 2-(4-imidazolil) etilamin yang terdapat baik pada tanaman


maupun jaringan hewan serta merupakan komponen dari beberapa racun dan secret
sengatan binatang. Histamin dibentuk dari asam amino L-histidin dengan cara dekarboksilasi
oleh enzim histidin dekarboksilase, dan memerlukan piridoksal fosfat sebagai kofaktor.

Hampir semua jaringan memiliki histamine dalam keadaan terikat dan inaktif,
terutama terdapat dalam ‘mast cells” (Inggris. mast = menimbun) yang penuh dengan
histamine dan zat-zat mediator lain. Mast-cells banyak ditemukan di bagian tubuh yang
bersentuhan dengan dunia luar, yaitu di kulit, mukosa mata, hidung, saluran nafas (bronkhia,
paru-paru), usus. Dalam keadaan bebas aktif juga terdapat dalam darah dan otak. Di luar
tubuh manusia histamine terdapat dalam bakteri, tanaman (bayam, tomat), dan makanan
(keju tua).

Histamin dapat dibebaskan dari mast-cells oleh bermacam-macam factor, misalnya


oleh suatu reaksi alergi (penggabungan antigen-antibody, Gambar 7.1.1) dari zat-zat kimia
dengan daya membebaskan histamine (histamine liberators), misalnya racun ular/tawon,

[Type text]
enzim proteolitis dan obat-obat tertentu (morfin dan kodein, tubokurarin, klordiazepoksida),
kecelakaan dengan cedera serius dan sinar uv dari matahari.

[Type text]
Gambar 7.1.1

Mast-cell dan reaksi antigen-antibodi (Obat-obat penting, halaman 814)

REAKSI ALERGI

Reaksi alergi (Latyn, alergi = berlaku berlainan) atau dengan kata lain disebut hiper
sensitivitas pada 1906 dicetuskan oleh Von Pirquet yang menggambarkan reaktivitas khusus
dari tuan rumah (host) terhadap suatu unsur eksogen, yang timbul pada kontak ke dua kali
atau berikutnya. Reaksi hiper sensitivitas ini meliputi sejumlah peristiwa auto-imun dan
alergi serta merupakan kepekaan berbeda terhadap suatu antigen eksogen atas dasar proses
imunologi. Pada hakikatnya reaksi imun tersebut, walaupun bersifat “merusak”, berfungsi
melindungi organisme terhadap zat-zat asing yang menyerang tubuh.

[Type text]
Gambar 7.1.1 memperlihatkan bila suatu protein asing (antigen) masuk ke dalam darah
seseorang yang berbakat thipersensitif, maka limfosit-B akan membentuk antibodies dari
tipe IgE (disamping IgG dan IgM). IgE ini juga disebut regain, mengikat diri pada membrane
mast-cells tanpa menimbulkan gejala. Apabila antigen (elergen) yang sama atau yang mirip
rumus bangunnya memasuki darah lagi, maka IgE akan mengenalinya dan mengikat
padanya. Hasilnya adalah suatu reaksi alergi akibat pecahnya membran mast-cell
(degranulasi). Sejumlah sel perantara (mediator) dilepaskan, yaitu histamine beserta
serotonin, bradikinin dan asam arakhidonat (yang kemudian diubah menjadi prostaglandin
dan leukotriene). Zat-zat itu menarik macrofag dan netrofil ke tempat infeksi untuk
memusnahkan penyerbu. Di samping itu, juga mengakibatkan gejala vasodilatasi pembuluh
darah dan peningkatan permeabilitas membrane (pembengkakan), berakibat lekosit mudah
bergerak. Salah satu ciri peradangan adalah demam (latyn, calor), yang mengakibatkan
perbanyakan organisme menurun serta aktivitas sel tangkis meningkat. Mediator tersebut
secara langsung atau melalui saraf otonom menimbulkan bermacam-macam penyakit alergi
penting seperti asma, rhinitis alergica (hay-fever), dan eksim.

[Type text]
Dalam keadaan gawat dapat timbul suatu reaksi anafilaksis (Yun. Ana = tanpa, phylaxis

perlindungan). Pada shock-anafilaksis masuknya antigen yang pertama kali menyebabkan


tubuh tanpa perlindungan terhadap masuknya antigen berikutnya. Kadar histamine dapat
meningkat dengan drastic, seperti pada peristiwa kecelakaan dengan banyak kehilangan
darah atau cedera bakar hebat.

Nah khan bisa sejawat maklumi kenapa kita mudah terkena serangan histamine karena
tempatnya banyak dan mudah dicapai. Tapi sebetulnya kita beruntung punya histamine
yang dengan reaksi peradangannya, memberi tahu bahwa kita terkena sengatan lebah atau
digigit nyamuk, sakit atau gatal, sehingga kita bisa mengambil tindakan penyembuhan lebih
awal.

ANTIHISTAMINIKA

Antihistamin adalah zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamine
terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor histamine (penghambatan saingan)

Terdapat 2 reseptor histamine, yaitu reseptor-H1 dan reseptor-H2. Perangsangan pada

reseptor histamine akan berefek:

Reseptor H1:

kontraksi otot polos bronchi, usus dan rahim.

vasodilatasi vaskular → penurunan TD dan peningkatan denyut jantung.

Peningkatan permeabilitas kapiler cairan dan protein berakibat udema, hipersekresi ingus
dan airmata, ludah, dan dahak, stimulasi ujung saraf menyebabkan eritema dan gatal.
[Type text]
Reseptor H2: hipersekresi asam lambung

Berdasarkan itu maka antihistamin dibagi menjadi 2 golongan, yaitu antagonis

reseptor-H1 (H1-blockers atau antihistamin) dan antagonis reseptor-H2 (H2-blockers atau zat

penghambat asam).

H1-blockers

H1-blockers (antihistaminika klasik) mengantagonis histamine dengan jalan memblok

reseptor-H1 di otot licin dinding pembuluh, bronchi dan saluran cerna, kandung kemih, dan

Rahim. Begitu pula melawan efek histain di kapiler dan ujung saraf (gatal). Efeknya adalah
simtomatis, antihistaminika tidak dapat menghindarkan timbulnya alergi.

Antihistaminika dibagi menjadi 2 kelompok atas dasar kerjanya terhadap SSP, yaitu:

Obat generasi ke-1 yang berkhasiat sedative terhadap SSP dan kebanyakan memiliki
efek antikolinergis: prometazin, oksomemazin, tripelenamin,

[Type text]
klorfeniramin, difenhidramin, klemastin, siproheptadin, azelastin, sinarizin, meklozin,
hidroksizin, ketotifen, dan oksatomida.

Obat generasi ke-2: bersifat hidrofil dan sukar mencapai CCS (cairan cerebro spinal) maka
pada dosis terapeutis tidak bekerja sedative. Plasma T1/2-nya lebih panjang sehingga
dosisnya cukup 1-2 kali sehari. Efek anti alerginya selain berdaya antihistamin juga berdaya
menghambat sintesis mediator radang, seperti prostaglandin, leukotriene, dan kinin. Contoh
obat generasi ke-2: astemizol, terfenadin, fexofenadine, akrivastin, setirizin, loratidin,
levokabastin, dan emedastin.

H2-blockers (penghambat asam)

Obat-obat ini menghambat secara selektif sekresi asam-lambung yang meningkat


akibat histamine, dengan jalan persaingan terhadap reseptor H2 di lambung. Efeknya adalah
berkurangnya hipersekresi asam klorida, juga mengurangi vasodilatasi dan tekanan darah
menurun. Senyawa ini banyak digunakan pada terap tukak lambung-usus untuk mengurangi
sekresi HCl dan pepsin juga sebagai pelindung tambahan pada terapi dengan kortikosteroid.
Lagi pula sering kali bersama suatu zat stimulator motilitas lambung (cisaprida) pada
penderita refluks. Penghambat asam yang banyak digunakan adalah: simetidin, ranitidine,
famotidine, nizatidin, dan roksatidin. Gambar 7.1.3 memperlihatkan perangsangan reseptor
H1 dan H2 histamin terhadap organ serta diperlihatkan sifat hipnotik, antikolinergik, dan
anti-emetiknya.

[Type text]
Gambar 7.1.3

Perangsangan reseptor H1 dan H2 histamin beserta zat antihistamin

PENGGUNAAN

Lazimnya degan antihistaminika selalu dimaksudkan dengan H1-blockers. Selain

bersifat antihistamin, obat-obat ini juga berkhasiat antikolinergis, antiemetis, daya menekan
SSP (sedative), antiserotonin, dan local anestetik.

Asma: cegah degranulasi mast-cells: ketotifen dan oksatomida.

Urticaria → kerja antiserotonin + sedativ + anestetik lokal: alimemazin, azatadin, dan oksatomida.

Stimulasi nafsu makan*) → antiserotonin: siproheptadin, pizotiven, azatadin, dan oksatomida. *)


Merupakan efek samping yang dimanfaatkan.

Sedativum → menekan SSP →menekan rangsang batuk: prometazin dan difenhidramin.

Antiparkinson → daya antikolinergis: difenhidramin.

Mabuk jalan dan pusing →efek antiemetik dan antikolinergik: siklizin, meklizin, dan dimenhidrinat.

Antivertigo: sinarizin (penghambat kanal kalsium).

[Type text]
Preparat kombinasi selesma: CTM.

EFEK SAMPING

Efek sedatif-hipnotis: prometazin dan difenhidramin kecuali generasi ke-2.

Interaksi obat ketokonazol dengan eritrosin (inductor enzim) menyebabkan kadar


ketokonazol meningkat mengakibatkan aritmia berbahaya.

Efek sentral lain: pusing, gelisah, letih-lesu, dan tremor, pada Over Dosis dapat
menyebabkan konvulsi dan koma.

Gangguan saluran cerna: mual, muntah, diare, anoreksia, dan sembelit atasi dengan
penggunaan sesudah makan (pc).

Efek antikolinergis: mulut kering, gangguan akomodasi, dan sal.cerna, retensi kemih, hati-
hati pada pasien glaukoma dan hipertrofi prostat.

Efek antiserotonin: nafsu makan dan Berat Badan meningkat. Dikontraindikasikan dengan
penderita obesitas.

Sensibilisasi: pada dosis tinggi, menyebabkan penurunan daya stabilisasi membrane,


memperlihatkan efek paradoksal (sebaliknya) berakibat merusak membran dan menjadi
bersifat histamin liberator.

Perhatian:

[Type text]
AMAN bagi wanita hamil dan menyusui: sinarizin, hidroksizin, siklizin, meklozin, ketotifen,
mebhidrolin, dan siproheptadin.

Masuk ke dalam ASI: terfenadin, setirizin dan loratadin.

[Type text]
PENGGOLONGAN ANTIHISTAMIN

Menurut struktur kimia histamine yang mengandung etilamin maka rumus dasar

Antihistamin:

R – X – C – C – N – (R1, R2)

Yang juga terdapat pada asetil kolin: CH3 – CO - O – C – C – N – (CH3)3

Epinefrin/katekolamin: 3,4-di-OH-fenil-CH(OH)-CH2-NHCH3.

Tabel 7.1.2 dst menunjukkan golongan berdasarkan rumus kimianya, keterangan khasiat
dan-lain-lain serta kadar/dosis dalam bentuk sediaannya.

Tabel 7.1.2

Zat antihistamin dalam golongannya, khasiat serta kadar bentuk sediaannya

Dosis

Derivat Keterangan tunggal oral

(mg)

Antikolinergis dan sedative agak kuat + spasmolitis,


1. Etanolamin antiemetis,

Difenhidramin antivertigo, antiparkinson 25-50

[Type text]
b. Dimenhidrina Mabuk jalan dan muntah kehamilan 50-100

c. Klorfenoksamin Antiparkinson 20-40

d. karbinoksamin Hay-fever 4

2. Etilendiamin Sedativ lebih ringan

Antazolin Alergi pada mata dan selesma, kombinasi nafazolin 50-100

Tripelenamin Krim : alergi s.m., sengatan serangga 2%

klemizol Salep/supp. antiwasir

3. Propilamin Antihistamin kuat

Feniramin Meredakan batuk 25-50

Klorfeniramin Ker. 10x feniramin 4

triprolidin Lama kerja 24 jam 10

4. Piperazin Long acting (LK >10 jam)

a. homoklorsiklizin antipruritus 10

b. oksatomida + antiserotonin, antileukotrien, stabilisasi mast-cells 30


asma dan hay-fever, stimulasi nafsu makan


c. hidroksizin + sedative, anxiolitis, spasmolitis, anti-emetis, antikolinergis 50

urticaria dan gatal-2

[Type text]

hidrofil urticaria dan rhinitis
d. setirizin 10

Khasiat neuroleptis. ES: hipotensi, fotosensibilisasi,


5. Fenotiazin hipotermia,

efek terhadap darah (leucopenia, agranulositosis)

a. Prometazin Vertigo dan sedativum 25-50

[Type text]
Dosis

Derivat Keterangan tunggal oral

(mg)

b. oksomemazin Idem 10

c. fonazin Antiserotonin dan migraine 10

d. isotipendil Kerja lebih singkat dari prometazin 4-8

e. mequitazin Kerja lebih panjang dari prometazin 5

6. Trisiklis Antiserotonin kuat, untuk stimulasi nafsu makan

a. siproheptadin Pernah sebagai obat nafsu makan, sekarang hanya 4

sbg.antihistamin

b. azatadin Derivat long acting siproheptadin 1

Tanpa efek antiserotonin, stabilisasi mast-cells sebagai anti


c. ketotifen asma 1-2

d. loratadin Tanpa efek sedative dan antikolinergis, rhinitis alergis, 10

konyunctivitis alergis dan urticaria


e. azelaztin Antihis, antileukotrien, antiserotonin, stabilisasi mastcells 2

rhinitis alergi. T1/2 metab.aktif = 50 jam

7. Zat-2 non sedativ

[Type text]
a. terfenadin 1997 ditarik d peredaran oleh FDA Rhinofed-DM

b. astemizol 1999 idem karena Interaksi Obat: eritromisin, klaritromisin, Comaz


ketokonazol, itrakonazol gangguan ritme dan henti jantung
Combi

c. levocabastin antihistamin kuat non sentral, tetes mata dan spray hidung 0,05%

8. Lain-lain

a. mebhidrolin Pruritus 50

b. dimetinden Pruritus 1-2

20 – inhal

Stabilisasi membrane profilaksis hayfever, antiasma
c. na-kromoglikat pulv

d. nedokromil = kromoglikat untuk prevensi asma 4 - erosol

LATIHAN SOAL

Apa yang dimaksud dengan histamine secara kimia dan mengapa dia penting bagi tubuh
manusia?
Jelaskan apa yang dimaksud dengan reaksi alergi!
Reaksi alergi tipe apa saja termasuk imunitas humoral?
Apa yang dimaksud dengan eksim kontak dan bagaimana mengobatinya?

Mengapa antihistamin dapat mengurangi efek histamine?

[Type text]
BAB VII

ANTIINFLAMASI

2.1 Pengertian Fitomedisin

Fitomedisin adalah pengunaan bagian tumbuhan untuk tujuan


pengobatan, merupakan displin tua yang digunakan di seluruh dunia. Dalam
catatan sejarah herbal sudah digunakan sejak 4000 tahun yang lalu oleh
kedokteran Cina. Ayureda, suatu cara India kuno dalam penyembuhan
mengintegrasikan diit, herbal beserta kehidupan spiritual aktif untuk
menciptakan kesehatan dan keseimbangan. Herbal juga digunakan oleh
orang Indian, penduduk asli Amerika.
Fitoterapi modern merupakan sintesis prinsip penyembuhan kuno yang
berorientasikan praktek kedokteran modern ( botani, kimia, toksikologi, dan
farmakologi ) dengan penekanan pada penyakit, gejala, tes, dan prosedur
modern, namun masih mempertahankan prinsip dasar penyembuhan herbal,
dan aspek tradisional dalam pengobatan.

2.2 Pengertian Inflamasi

Inflamsi merupakan suatu respons protektif normal terhadap luka


jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau
zat-zat mikrobiologik. Inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktiasi atau
merusak organism yang menyerang, menghilangkan zat iritan, dan mengatur
derajat perbaikan jaringan
Ditinjau dari waktu terjadinya, inflamasi dibagi nmenjadi dua yaitu :
1. Inflamasi akut
Merupakan inflamasi yamg disebabkan oleh rangsangan yang
berlangsung sesaat/mendadak. Inflamasi ini ditandai dengan perubahan
mikroskopik local yaitu dengan tumor ( Pembengkakan ), rubor (
Kemerahan ), kalor ( panas ), dolor ( nyeri ), dan functiolesia ( Hilangnya
fungsi ).
2. Inflamasi kronis

[Type text]
Merupakan inflamasi yang disebabkan oleh luka yang berlangsung
beberapa minggu, bulan, atau bersifat menetap dan merupakan
kelanjutan dari inflamasi akut. Tipe ini disebut juga inflamasi fibroblastic
karena selalu diikuti dengan terjadinya proliferasi fibroblast ( jaringan akut
).

Inflamasi mempunyai tiga peran penting dalam perlawanan terhadap


infeksi :
1. Memungkinkan penambahan molekul dan sel efektor ke lokasi infeksi
untuk meningkatkan performa makrofag.
2. Menyediakan rintangan untuk mencegah penyebaran infeksi.
3. Mencetuskan proses perbaikan untuk jaringan yang rusak.

Respon peradangan dapat ikenali dari rasa sakit, kulit lebam, demam, dll.
Yang disebabkan karena perubahan pada pembuluh darah di area infeksi
:

1. Pembesaran diameter poembuluh darah, disertai peningkatan aliran


darah di daerah infeksi. Hal ini dapat menyebabkan kulit tampak
lebam kemerahan dan penurunan tekanan darah terutama pada
pembuluh kecil.
2. Aktivasi molekul adhesi untuk endothelia dengan pembuluh darah.
3. Kombinasi dari tuirunnya tekanan darah dan aktivasi molekul adhesi,
akan memungkinkan sel darah putih bermigrasi ke endothelium dan
masuk ke dalam jaringan. Proses ini dikenal sebagai ekstravasasi.

Bagian tubuh yang mengalami peradangan memiliki tanda-tanda sebagai


berikut :

1. Tumor atau membengkak


2. Calor atau menghangat
3. Dolor atau nyeri
4. Rubor atau memerah
5. Functiolaesa atau daya pergerakan menurun, dan kemungkinan
disfungsi organ

2.3 Pengertian Antiinflamasi

[Type text]
Anti inflamasi adalah obat yang dapat menghilangkan radang yang
disebabkan bukan karena mikroorganisme (non infeksi). Gejala inflamasi
dapat disertai dengan gejala panas, kemerahan, bengkak, nyeri/sakit,
fungsinya terganggu. Proses inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskuler,
meningkatnya permeabilitas vaskuler dan migrasi leukosit ke jaringan radang,
dengan gejala panas, kemerahan, bengkak, nyeri/sakit, fungsinya terganggu.
Mediator yang dilepaskan antara lain histamin, bradikinin, leukotrin,
prostaglandin dan PAF.

Mekanisme terjadinya inflamasi dimulai dari stimulus atau


mengakibatkan kerusakan sel, sebagai reaksi terhadap kerusakan sel maka
sel tersebut akan melepaskan beberapa fosfolipid yang diantaranya adalah
arakidonat. Setelah asam arakionat bebas akan diaktifkan oleh beberapa
enzim, diantaranya siklooksigenase dan lipooksigenase. Enzim tersebut
merubah asam arakidonat kedalam bentuk yang tidak stabil ( hidroperoksid
dan endopreoksid ) yang selanjutnya dimetabolisme menjadi leukotin,
prostaglandin, prostasiklin, dan tromboksan. Prostaglandin dan leukotrin
bertanggung jab terhaap gejala-gejala peradangan.

2.4 Jenis Tanaman Antiinflamasi

A. Kunyit (Curcuma domestica Val)

Klasifikasi :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies :Curcuma domestica Val

 Morfologi

[Type text]
Secara umum, kunyit memiliki ciri-ciri antara lain memiliki cabang
dengan ketinggian antara 10 sampai 100 cm. Adapun bagian batangnya tidak
berupa batang berkambium melainkan batang semu yang tegak dan
cenderung bulat. Batang tersebut membentuk rimpang, berwarna hijau
bercampur kuning dan tersusun atas pelepah-pelepah daun dengan tekstur
yang lunak. Sementara itu bagian daun memiliki bentuk yang lanset atau bulat
telur. Ukuran panjangnya bisa mencapai 40 cm. Sementara itu lebarnya
antara 8 sampai 12,5 cm. Daun tersebut merupakan daun tunggal dengan
tulang menyirip dan warna hijau yang cenderung pucat. Dari klasifikasi kunyit
di atas, kita juga bisa mengetahui bahwa bunga pda kunyit merupakan jenis
bunga majemuk dengan rambut juga sisik yang terletak di pucuk batang
semunya.

 Khasiat tanaman kunyit


a. Mencegah Alzheimer

Seseorang yang memiliki penyakit Alzheimer akan bermasalah


dengan ingatan, penilaian, dan berpikir. beberapa penelitian menunjukan
bahwa kunyit memiliki kandungan zat anti-inflamasi dan antioksidan,
sehingga dengan mengkonsumsi kunyit maka akan mendapatkan manfaat
kunyit yatiu mencegah penyakit Alzheimer.

b. Mengobati Tifus

Kunyit dapat digunakan untuk mengobati tifus. untuk membuat obat


tifus dari kunyit inilah yang harus anda lakukan.

Bahan : 2 rimpang kunyit, 1 bonggol sere, 1 lembar daun sambiloto.


Caranya : Tumbuk semua bahan tersebut hingga halus dan dipipih,
kemudian tambahkan 1 gelas air masak yang masih hangat dan disaring,
kemudian minumlah ramuan tersebut, lakukan rutin selama seminggu.

c. Mencegah Kanker

Kunyit mengandung kurkumin dimana zat ini merupakan


antioksidan yang dapat mencegah kerusakan dan mutasi sel yang
disebabkan oleh radikal bebas. Selain itu kandungan kurkumin juga
memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan kanker terutama
kanker payudara, kanker usus, kanker perut, kanker paru-paru dan juga
kanker kulit.

d. Mengurangi Resiko Diabetes


[Type text]
Khasiat kunyit yang didapat dari kandungan kurkumin di dalamnya
dapat mengurangi resistansi insulin. Karena hal tersebut maka kandungan
kadar glukosa darah dapat dikendalikan sehingga resiko untuk terserang
diabetes tipe 2 pun akan berkurang.

e. Menyembuhkan Luka

Manfaat kunyit bisa digunakan untuk meyembuhkan luka, karena


kunyit mengandung bahan anti-septik dan bahan anti-bakteri. dengan
kandungan itu kunyit sangat baik digunakan untuk disinfektan untuk luka
biasa maupun luka bakar.

f. Mencegah Anemia

Anemia diakibatkan oleh kekurangan zat besi. Anda bisa menggunakan


kunyit untuk mencegah anemia, karena kunyitbanyak mengandung zat besi.
Kandungan zat besi ini merupakan komponen penting dalam pembentukan sel
darah merah sehingga dengan mengkonsumsi kunyit anda dapat mencegah
anemia.

g. Melancarkan Pencernaan

Dengan adanya kandungan kurkumin dalam kunyit juga dapat


membantu proses pencernaan serta mengurangi gejala kembung. Namun
orang yang memiliki penyakit kandung empedu sebaiknya tidak menggunakan
kunyit sebagai suplemen karena dapat memperburuk kondisi.

h. Mencegah dan Mengobati Panas Dalam

Manfaat kunyit juga bisa digunakan untuk mengobati dan mencegah


panas dalam. Caranya : Ambil 1 biji kunyit yang agak besar, lalu bersihkan
kunyit sampai tidak tersisa lagi bekas tanah yang menempel. Kuliti sampai
bersih, parut kunyit sampai mempunyai bagian-bagian yang kecil. Sisihkan.
Ambil gula merah dan potong secukupnya, campurkan keduanya bersamaan
dengan menggunakan air panas. Aduk dan sampai terlihat mengental, lalu
parutan kunyit tadi Anda saring, dan minum selagi hangat.

i. Mencegah Keputihan

Khasiat kunyit sangat ampuh untuk mencegah keputihan. Caranya :


Ambil 2 ruas kunyit, satu genggam daun beluntas, satu gagang asam,
sepotong gula aren. Bersihkan dulu semua bahan, lalu bahan direbus secara

[Type text]
bersamaan sampai air mendidih, jika sudah mendidih, saring bahan dan
minumlah secara rutin, satu gelas per hari.

j. Mengatasi Gatal dan Penyakit Kulit

Khasiat kunyit dapat digunakan untuk mengatasi gatal dan penyakit


kulit. Caranya : Ambil 1 ruas kunyit, bersihkan lalu parut kunyit. Ambil biji
cengkeh lalu ditumbuk, parutan kunyit tadi Anda campurkan dengan tumbukan
biji cengkeh dan bunga melati. Remas-remas, lalu balurkan pada tubuh yang
gatal. Untuk mencegah luka, Anda cukup mencampurkan parutan kunyit dan
asam kawak, balurkan sampai luka mongering dan tidak terasa sakit lagi.

B. Tapak kuda ( Ipomea pes-caprae )

Klasifikasi :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Monocotyledineae
Ordo : Solanales
Family : Convolvulaceae
Genus : Ipomoea
Spesies : Ipomoea pes-caprae

 Morfologi

Ipomea pes-caprae (tapak kuda) adalah satu tumbuhan yang berdaun


tidak lengkap atau folium incompletus karena hanya memiliki tangkai daun
(petioulus) dan helaian daun (lamina). Tanaman ini memiliki sifat daun yaitu
bangun daun atau circumscriptio nya berbentuk seperti bulat atau orbicularis.
Daging daun atau intervenium nya bersifat tipis lunak atau herbaceus.
Susunan tulang-tulang atau nervatio nya berbentuk tulang melengkung atau
cervinervis. Tepi daun atau margo folii nya berbentuk rata atau integer. Ujung
daun atau apex folii nya bersifat meruncing atau acuminatus. Pangkal daun
atau basis folii nya berbentuk tumpul atau obtusus.

 Ekologi

[Type text]
Tumbuh liar mulai permukaan laut hingga 600 m dpl, biasanya di pantai
berpasir, tetapi juga tepat pada garis pantai, serta kadang-kadang pada
saluran air, dan kebanyakan hidup pada daerah tropis.

 Nilai medis

Tapak kuda yang merupakan famili Convolvulaceae ini sebenarnya


digunakan sebagai tanaman obat sejak zaman dulu kala. Di beberapa negara,
tapak kuda atau disebut juga beach morning glory, digunakan untuk
mengatasi peradangan dan mengatasi rasa sakit.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tapak kuda mengandung


glochidone, asam betulinic, alfa dan beta amyrin asetat, serta isoquercitrin.
Pada tanaman tersebut juga terdapat antinociceptive, yang berguna
mengatasi rasa sakit berlebihan.

Antinociceptive akan beraksi seperti hidroalkoholik, yang mampu


mengurangi rasa sakit. Dengan kandungan tersebut, tapak kuda kerap
digunakan untuk meredakan nyeri persendian atau pegal otot. Selain itu,
tanaman ini juga digunakan sebagai pereda sakit gigi dan pembengkakan
gusi.

C. Pisang ( Musa Paradiasiaca )

Klasifikasi :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Family : Musaceae
Genus : Musa
Spesies : Musa paradiasiaca

 Morfologi

Musa Paradiasiaca (pisang) adalah satu tumbuhan yang berdaun


lengkap atau folium completus karena memiliki pelepah daun (vagina), tangkai
daun (petioulus) dan helaian daun (lamina). Tanaman ini pula memiliki sifat
daun yaitu bangun daunya atau circumscriptio berbentuk seperti jorong atau

[Type text]
ovalis. Daging daun atau intervenium nya bersifat seperti kertas atau
papyraceus. Susunan tulang-tulang atau nervatio nya berbentuk bertulang
menyirip atau penninervis. Tepi daun atau margo folii nya berbentuk rata atau
integer. Ujung daun atau apex folii nya berbentuk runcing atau acutus.
Pangkal daun atau basis folii nya berbentuk runcing atau acutus. Permukaan
daunnya berbentuk licin dan berselaput lilin atau laevis pruinosus.

 Ekologi

Temperatur optimum untuk pertumbuhan pisang adalah pada suhu 27


– 38 ˚C. Pisang tumbuh baik di daerah beriklim tropika dengan curah hujan
200 – 220 mm/tahun. Kelembaban tanah berkisar 60 – 70 %. Pada daerah
tropis, pisang masih dapat tumbuh pada ketinggian hingga 1.600 m dpl dan
menyukai matahari langsung. Pisang toleran pada pH 4,5 – 7,5.

 Nilai medis

Pisang memiliki banyak nilai medis. Pisang kaya akan mineral seperti
kalium, magnesium, pospor, dan zat besi yang hampir seluruhnya dapat
diserap oleh tubuh. Pisang juga mengandung provitamin A, vitamin C, B dan
seratomin yang aktif sebagai neurot transmitter dalam melancarkan fungsi
otak.

Cairan yang dihasilkan oleh batang pisang digunakan untuk mengobati


saluran kencing, disentri, dan diare bahkan untuk mengobati kebotakan. Jika
dikonsumsi secara rutin dapat menyembuhkan penyakit maag, darah tinggi,
dan berfungsi juga sebagai anti radang.

D. Rimpang Temu Putih ( Curcuma zedoaria (Berg) Roscoe )


 Morfologi

Rimpang temu merupakan tanaman obat yang mempunyai khasiat


antara lain menghilangkan nyeri, sebagai antikanker dan antiinflamasi
(Dalimartha, 2005). Rimpang temu putih mempunyai rasa yang sangat pahit
dan pedas, sifatnya hangat dan berbau aromatic. Rimpang temu putih
mengandung zat warna kuning kurkumin (diarilheptanoid) dan minyak atsiri
(Anonim, 2002).

[Type text]
mu putih (Curcuma zedoaria (Berg) Roscoe) merupakan salah satu tanaman
golonggan Zingiberaceae sama halnya ndengan rimpang temulawak
(Curcuma xanthorriza Roxb).
 Nilai Medis

Rimpan temu putih mengandung kurkumin, minyak atsiri dan flavonoid.


Kurkumin telah dilaporkan mempunyai efek antiinflamasi pada mencit yang
diinduksi karaenin. Mekanisme aktivitas kurkumin sebagai antiinflamasi adalah
dengan menghambat produksi prostaglandin yang dapat diperantarai melalui
penghambatan aktivitas enzim siklooksienase dan kemampuannya mengikat
radikal bebas oksien yang dapat menyebabkan proses peradangan (Anonim,
2000). Selain itu, minyak atsiri dalam rimpang temu putih dosis 800 mg/KgBB
sudah dapat menghambat pembentukan radang pada tikus putih galur Wistar
(Anonim, 2002).

E. Daun Piladang (Solenostemonscutellarioides (L.) Codd)

 Morfologi

Tumbuhan ini berupa semak semusin yang banyak tersebar di


Indonesia antara lain di pulau Sumatera, Jawa dan Sulawesi (Depkes RI,
1989). Daun pilandang mengandung minyak atsiri, saponin, flavonoid dan
polifenol (Kumala, 2009). Flavonoid dalam tanaman ini berkhasiat sebagi
antiinflamasi (Benjamin, 1987). Karena banyak kandungan dalam tanaman
ini, maka dilakukan pemisahan senyawa tanaman ini berdasrkan tingkat
keopolarannya.

Kegunaan tumbuhan ini sangat beragam antara lain untuk menambah nafsu makan,
obat wasir, diare, obat bisul, obat radang telinga dan obat haid tidak teratur. Secara
tradisional tumbuhan ini digunakan dalam bentuk bahan tunggal maupun ramuan
untuk penggunaan obat luar dan obat dalam. Bagian-bagian yang dapat digunakan
adalah daun dan akar (Kumala, 2009).

[Type text]
VIII

KORTIKOSTEROID

Pendahuluan (1)
Kortikosteroid merupakan obat yang sangat banyak dan luas dipakai dalam dunia
kedokteran. Begitu luasnya penggunaan kortikosteroid ini bahkan banyak yang digunakan
tidak sesuai dengan indikasi maupun dosis dan lama pemberian, sehingga bisa memberikan
efek yang tidak diinginkan.

Untuk menghindari hal tersebut diperlukan pemahaman yang mendalam dan benar tentang
kortikosteroid baik farmakokinetik, physiologi didalam tubuh maupun akibat-akibat yang bisa
terjadi bila menggunakan obat tersebut.

Kortokosteroid pertamakali dipakai untuk pengobatan pada tahun 1949 oleh Hence et al untuk
pengobatan rheumatoid arthritis. Sejak saat tersebut kortikosteroid semakin luas dipakai dan
dikembangkan usaha-usaha untuk membuat senyawa-senyawa glukokorticoid sintetik untuk
mendapatkan efek glukokortikoid yang lebih besar dengan efek mineralokortikoid lebih kecil
serta serendah mungkin efek samping

Definisi (1)
Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di bagian
korteks kelenjar adrenal sebagai tanggapan atas hormon adrenokortikotropik (ACTH) yang
dilepaskan oleh kelenjar hipofisis, atau atas angiotensin II. Hormon ini berperan pada banyak
sistem fisiologis pada tubuh, misalnya tanggapan terhadap stres, tanggapan sistem kekebalan
tubuh, dan pengaturan inflamasi, metabolisme karbohidrat, pemecahan protein, kadar
elektrolit darah, serta tingkah laku.

Klasifikasi kortikosteroid (1, 2, 4, 5)


Hormon kortikosteroid dihasilkan dari kolesterol di korteks kelenjar adrenal yang terletak di
atas ginjal. Reaksi pembentukannya dikatalisis oleh enzim golongan sitokrom P450.
Kortikosteroid dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan atas aktivitas biologis yang menonjol
darinya, yaitu:
1. Glukokortikoid
2. Mineralokortikoid

[Type text]
a) Glukokortikoid ; Kortisol ( Hidrokortison )
Glukokortikoid utama pada manusia adalah kortisol. Disintesis dari kolesterol oleh zona
retikularis serta dilepaskan ke dalam sirkulasi di bawah pengaruh ACTH. Terutama berkhasiat
terhadap metabolisme karbohidrat, juga termasuk pertukaran zat protein, pembagian lemak
dan reaksi peradangan. Pada orang dewasa normal, tanpa stress, kortisol disekresikan 10- 20
mg per hari. Kecepatan sekresinya berubah dalam pengaruh irama sikardian oleh pulsasi
irreguler ACTH yang puncaknya waktu dini hari dan sesudah makan serta juga dipengaruhi
oleh cahaya.
- Khasiat fisiologi:
Selain berperan dalam proses metabolisme dari hidrat arang, protein dan lemak serta pada
pemeliharaan keseimbangan elektrolitdan air, kortisol juga mendukung system- tangkis
sehingga tubuh menjadi kebal terhadap rangsangan buruk, yang tercakup dalam pengertian
stress sperti pembedahan, infeksi, luka berat, dan trauma psikis.
Tetapi, bila kadar kortisol ditemukan berlebih dalam waktu yang lama dalam tubuh akibat
stress menahun dapat mengacaukan regulasi sistem- imun (penyakit autoimun) , serta ekspresi
dari gen- gen tertentu yang penting bagi sitem ketahanan tubuh.
- Khasiat farmakologi:
Efek glukokortikoid , meliputi:
1. Efek anti- inflamasi
Berdasarkan efek vasokonstriksi pada trauma, infeksi dan alergi, juga berkhasiat
mencegah atau mengurangi terbentuknya cairan- peradanga dan udema setempat.
2. Daya imunosupresif dan antialergi
Dengan menghambat reaksi imun, sedangkan migrasi dan mengurangi aktivasi
limfosit T/ B dan makrofag.
3. Peningkatan glukoneogenesis
Pembentukan glukosa ditingkatkan, penggunaan di jaringan perifer dikurangi dan
penyimpanannya sebagai glikogen ditingkatkan.
4. Efek katabolisme
Menghalangi pembentukan protein dari asam amino sedangkan pengubahannya
menjadi glukosa dipercepat, sehingga mengakibatkan terjadinya osteoporosis, atrofi
otot dan kulit dengan terbentuknya striae, menghambat pertumbuhan tulang pada
anak- anak.

5. Pengubahan berbagai lemak


Mengakibatkan terhadinya moon face atau penumpukan lemak di wajah serta buffalo
hump (sindroma cushing)

[Type text]
b) Mineralokortikoid (Aldosteron, Desoksikortikosteron,
Fludrokortison)
Mineralokortikoid yang terpenting pada manusia adalah aldosteron. Walaupun begitu,
juga dibentuk dan dilepaskan sejumlah kecil desoksikortikosteron (DOC). Sedangkan
Fludrokortison merupakan suatu kortikosteroid sintetik yang paling sering dipakai
sebagai hormon penahan garam.
1. Aldosteron
Aldosteron terutama disintesis di dalam zona glomerulosa korteks adrenal. Adanya
lesi dalam system saraf seperti pada deserebrasi, akan menurunkan sekresi
hidrokortison dan meningkatkan sekresi aldosteron.
2. Desoksikortikosteron (DOC)
3. Fludrokortison
Merupakan suatu steroid yang kuat dengan aktivitas glukokortikoid dan
mineralokortikoid.

MEKANISME KERJA

- FARMAKODINAMIK (1, 3)

a. Glukokortikoid

Pada waktu memasuki jaringan, glukokortikoid berdifusi atau ditranspor menembus sel
membran dan terikat pada kompleks reseptor sitoplasmik glukokortikoid heat-shock protein
kompleks. Heat shock protein dilepaskan dan kemudian kompleks hormon reseptor ditranspor
ke dalam inti, dimana akan berinteraksi dengan respon unsur respon glukokortikoid pada
berbagai gen dan protein pengatur yang lain dan merangsang atau menghambat ekspresinya.
Pada keadaan tanpa adanya hormon, protein reseptor dihambat dari ikatannya dengan DNA;
jadi hormon ini tidak menghambat kerja reseptor pada DNA. Perbedaan kerja glukokortikoid
pada berbagai jaringan dianggap dipengaruhi oleh protein spesifik jaringan lain yang juga
harus terikat pada gen untuk menimbulkan ekspresi unsur respons glukokortikoid utama.

Selain itu, glukokortikoid mempunyai beberapa efek penghambatan umpan balik yang terjadi
terlalu cepat untuk dijelaskan oleh ekspresi gen. Efek ini mungkin diperantarai oleh
mekanisme nontranskripsi.

b. Mineralokortikoid

Aldosteron dan steroid lain yang bersifat mineralokortikoid menyebabkan reabsorbsi natrium
dari urin oleh tubulus distalis ginjal yang bergabung dengan sekresi ion kalium dan hidrogen.
Reabsorbsi kalium dalam kelenjar keringat dan kelenjar liur, mukosa saluran cerna, dan
[Type text]
lintasan melalui sel membrane pada umumnya juga meningkat. Kadar aldosteron yang
berlebihan misalkan dihasilkan oleh tumor, menyebabkan terjadinya hipernatremi,
hipokalemi, alkalosis metabolik, peningkatan volume plasma, dan hipertensi.

Fludrokortison, dosis 0,1 mg selama 2- 7 kali seminggu mempunyai aktivitas retensi garam
yang kuat dan digunakan pada pengobatan insufisiensi adrenokortikal tetapi terlalu kecil efek
anti- inflamasinya.

- FARMAKOKINETIK (3, 4)
a. Glukokortikoid
Waktu paruh kortisol dalam sirkulasi normalnya kira- kira 60- 90 menit, waktu paruh dapat
meningkat bila hidrokortison (preparat kortisol farmasi) diberikan dalam jumlah besar atau
bila stress, hipotiroidisme, atau adanya penyakit hati. Hanya 1% kortisol diekskresikan dalam
bentuk tidak berubah di urin, kira- kira 20% kortisol dikonversi menjadi kortison oleh 11-
hidroksisteroid dehidrogenase di ginjal dan jaringan lain dengan reseptor meneralokortikoid
sebelum mencapai hati.
b. Mineralokortikoid
Mineralokortikoid bekerja dengan mengikat reseptor mineralokortikoid pada sitoplasma sel
target, terutama sel utama dari tubulus pengumpul ginjal. Reseptor tersebut mempunyai
afinitas yang sama untuk kortisol, yang terdapat pada konsentrasi yang lebih tinggi di dalam
cairan ekstraseluler.
1. Aldosteron
Waktu paruh aldosteron yang disuntikkan dalam jumlah yang sangat sedikit adalah 15-
20 menit, dan tidak tampak terikat kuat pada protein serum. Kira- kira 50 µg/24 jam
aldosteron diekskresikan dalam bentuk tetrahidroaldosteron konjugat dan 5- 15 µg/24
jam diekskresikan dalam bentuk bebas atau 3-okso glukuronida.
2. Desoksikortikosteron
Desoksikortikosteron juga bertindak sebagai prekursor aldosteron, normalnya
disekresikan dalam jumlah 200 µg/ hari. Waktu paruhnya bila disuntikkan ke dalam
sirkulasi manusia kira- kira 70 menit, dengan kadar konsentrasi dalam plasma kira- kira
0,03 µg/dL.

Kortikosteroid topikal (2, 6)


a) Pada kulit : Sangat efektif dan nontoksik bila diberikan dalam waktu singkat.
Biasanya diberikan dalam bentuk salep,krim atau lotion, jarang diperlukan suntikan
pada lesi dikulit seperti pada keloid,kista acne atau prurigo nodularis . Pada pemberian

[Type text]
yang lama dapat memberikan efek sistemik terutama pada jenis fluorinated steroid (
dexamethasone, triamcinolone acetonide, beclomethasone dan beta methasone ).

b) Pada mata : Pemberian topical dalam bentuk salep atau tetes mata. Sering dipakai
pada penyakit autoimmune atau inflamasi segment anterior yang tidak diketahui
sebabnya ( iritis, uveitis ), juga pada penderita postoperasi atau trauma untuk
mencegah odem sehingga tidak terjadi kerusakan yang makin luas.Pada kelainan-
kelainan bola mata posterior glukokortikoid diberikan secara sistemik. Pemakaian
lama dapat menyebabkan kataract dan glaucoma. Tidak boleh diberikan pada keratitis
herpes simplex karena dapat menyebabkan terjadinya penyebaran infeksi yang luas.

Tingkat I. lemah

Hidrokortison asetat 1% Enkacort

Metilprednisolon asetat 2,5 Neo medrol

Tingkat II. Sedang


Desoksimetason + salis 0,25% Esperson

Deksametason + klorheksidin 0,04 *dexatopic

Hidrokortison butirat 0,1 Lucoid

Flukortolon pivalat 0,25 Ultralan

Flumetason pivalat 0,02 Locacorten

Fluosinolon Asetonida 0,025 *synalar

Flupredniden + neomisin 0,5% 0,1 *docoderm 3

Klobetason Butirat 0,05 Emovate

Triamnisolon Asetonida 0,1 Kenacort- A

Tingkat III. Berat


beklometason Dipropionat 0,025 % Cleniderm

Alklometason Dipropionat 0,05 Perderm, aclosone

Betametason Valerat 0,1 Celestoderm- V

Betametason Dipropionat 0,05 Diprosone- OV

Budesonida

0.025 Preferid
Diflukortolon Valerat 0,1 Nerisona

Fluklorolon Asetonida 0,025 Topilar- N

Flutikason Propionat 0,05 Cultivate

[Type text]
Halometason - 0,05 Sicorten

Halsinonida - 0,1 Halog

Mometason furoat 0,1 Elocon

prednikarbat - 0,25 Dermatop

Tingkat IV. Sangat Kuat


Klobetasol propionat 0,05% Dermovate

tabel 1: tingkat- tingkat potensi dari sejumlah glikokortikoid pada penggunaan dermal

FUNGSI KORTIKOSTEROID (6)


1. Terhadap Metabolisme :
 Karbohidrat :
- Meningkatkan glukoneogenesis di perifer dan hepar
- Mengurangi penggunaan glukosa di jaringan perifer dengan cara menghambat uptake
dan penggunaan glukosa oleh jaringan mungkin melalui hambatan transporter glucose.
 Lemak :

Meningkatkan lipolisis dijaringan lemak


Pada penggunaan khronis dapat terjadi redistribusi sentral lemak didaerah
dorsocervical,bagian belakang leher ( “ Buffalo hump “ ) , muka ( “ moon face ” )
supraclavicular,mediastinum anterior dan mesenterium.

 Protein :

Meningkatkan pemecahan protein menjadi asam amino dijaringan perifer yang


kemudian digunakan untuk glukoneogenesis.

2. Terhadap proses keradangan dan fungsi immunologis:


- Merangsang pembentukan protein ( lipocortin ) yang menghambat phospholipase A2
sehingga mencegah aktivasi kaskade asam arachidonat dan pengeluaran prostaglandin.
- Menurunkan jumlah limfosit dan monosit diperifer dalam 4 jam, hal ini terjadi karena
terjadi redistribusi temporer limfosit dari intravaskular kedalam limpa, kelenjar
limfe,ductus thoracicus dan sumsum tulang.

- Meningkatkan pengeluaran granulosit dari sumsum tulang kesirkulasi, tapi


menghambat akumulasi netrofil pada daerah keradangan.

- Meningkatkan proses apoptosis


- Menghambat sintesis cytokine
- Menghambat nitric oxyd synthetase
[Type text]
- Menghambat respon proliferatif monosit terhadap Colony Stimulating Factor dan
differensiasinya menjadi makrofag
- Menghambat fungsi fagositik dan sitotoksik makrofag
- Menghambat pengeluaran sel-sel radang dan cairan ketempat keradangan
- Menghambat plasminogen activators ( PAs ) yang merubah plasminogen menjadi
plasmin yang berperan dalam pemecahan kininogen menjadi kinin yang berfungsi
sebagai vasodilator dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah.

3. Terhadap musculoskeletal dan Jaringan ikat :


 Tulang :

- Pada pemakaian yang lama dapat menghambat fungsi osteoblast dan mengurangi
pembentukan tulang baru menyebabkan terjadinya osteopenia.
- Meningkatkan jumlah osteoclast
- Secara tidak langsung mengurangi absorbsi calcium di saluran cerna
- Efek sekunder glukokortikoid juga meningkatkan Parathyroid hormon dalam serum.
- Meningkatkan ekskresi calcium di ginjal
 Otot :

Glukokortikoid meningkatkan pemecahan asam amino dari otot untuk digunakan


dalam glukoneogenesis,sehingga dalam pemakaian lama dapat menyebabkan kelainan
otot ( myopathy ) yang berat

 Jaringan Ikat :

- Glukokortikoid menyebabkan supressi fibroblas DNA dan RNA, serta sintesis


Protein
- Juga menyebabkan supresi sintesis matriks intraselular ( kolagen & hyalurodinat )
Pemakaian lama dapat menyebabkan gangguan proses penyembuhan luka, apalagi
gerakan makrofag kedaerah keradangan juga menurun pada pemberian steroid yang
lama sehingga akan mempersulit penyembuhan luka.

4. Terhadap neuropsychiatrik
Glukokortikoid mempunyai pengaruh terhadap tingkah laku seperti pola tidur,
kognitif dan penerimaan input sensoris. Pada penelitian-penelitian yang dilakukan
pada penderita yang mendapatkan steroid exogen sering menunjukkan euphoria,
mania bahkan psikosis. Penderita dengan insuffisiensi adrenal juga dapat
menunjukkan gejala-gejala psikiatris terutama depresi, apati dan letargi.

5. Terhadap Saluran Gastrointestinal :


- Glukokortikoid mempunyai efek langsung terhadap transport ion natrium di colon
[Type text]
melalui reseptor glukokortikoid.

- Pemakaian yang lama meningkatkan terjadinya resiko ulkus peptikum disaluran


cerna bagian atas. Mekanisme terjadinya belum diketahui.
6. Terhadap pertumbuhan
Pada anak dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan linier, penyebabnya belum
diketahui secara pasti, diduga melalui hambatan hormon pertumbuhan

7. Terhadap paru :
Dapat merangsang pembentukan surfactant oleh sel pneumatosit II
Efek anti inflammasi dan immunosupressi kortikosteroid adalah efek farmakologik
utama yang banyak digunakan dalam pengobatan.

EFEK SAMPING KORTIKOSTEROID (7, 8)


Kortikosteroid jarang menimbulkan efek samping jika hanya digunakan dalam
waktu singkat dan non-sistemik. Namun apabila digunakan untuk jangka waktu yang
lama dapat menimbulkan beragam efek samping. Ada dua penyebab timbulnya efek
samping pada penggunaan kortikosteroid. Efek samping dapat timbul karena
penghentian pemberian secara tiba-tiba atau pemberian terus menerus terutama dengan
dosis besar.

Efek samping yang dapat timbul antara lain:


Tempat Macam efek samping
1. Saluran cerna Hipersekresi asam lambung, mengubah
proteksi gaster, ulkus peptikum/ perforasi,
pancreatitis, ileitis regional, colitis ulseratif
2. Otot Hipotrofi, fibrosis, miopati panggul/ bahu
3. Susunan Saraf Pusat Perubahan kepribadian (euphoria, insomnia,
gelisah, mudah tersinggung, psikosis,
paranoid, hiperkinesis, kecenderungan bunuh
diri), nafsu makan bertambah
4. Tulang Osteoporosis, fraktur, kompresi vertebra,
skoliosis, fraktur tulang panjang
5. Kulit Hirsutisme, hipotrofi, strie atrofise,
dermatosis akneformis, purpura,
telangiektasis
6. Mata Katarak subkapsular posterior, glaucoma
7. Darah Kenaikan Hb, eritrosit, leukosit, limfosit

[Type text]
8. Pembuluh Darah Kenaikan tekanan darah
9. Kelenjar adrenal bagian korteks Atrofi, tidak dapat melawan stress
10. Metabolisme protein, karbohidrat Kehilangan proten (efek katabolik),
dan lemak hiperlipidemia, ulameninggi, obesitas, buffalo
hump, perlemakan hati
11. Elektrolit Retensi Na/ air, kehilangan K (asthenia,
paralisis, tetani, aritmia kor)
12. Sistem Imunitas Menurun, rentan terhadap infeksi, reaktivasi
tuberculosis dan herpes simpleks, keganasan
dapat timbul

Selain itu dapat pula terjadi:


- Insufisiensi adrenal akut/krisis adrenal
Pemberian kortikosteroid jangka lama (>2 minggu) yang dihentikan secara
mendadak dapat menimbulkan insufisiensi adrenal akut (krisis adrenal). Insufisensi
adrenal akut sebaiknya dibedakan dari Addison disease, di mana pada Addison
disease terjadi destruksi adrenokorteks oleh bermacam penyebab (mis.autoimun,
granulomatosa, keganasan dll). Insufisiensi adrenal akut terjadi akibat penekanan
sumbu hipothalamus-hipofisis-adrenal oleh kortikosteroid eksogen, sehingga
kelenjar adrenal kurang memproduksi kortikosteroid endogen. Pada saat
kortikosteroid eksogen dihentikan, terjadilah kekurangan kortikosteroid (endogen).
Dapat terjadi kehilangan ion Na+ dan shock, terkait aktivitas mineralokortikoid
yang ikut berkurang. Gejala yang timbul antara lain gangguan saluran cerna,
dehidrasi, rasa lemah, hipotensi, demam, mialgia, dan arthralgia. Hal ini diatasi
dengan pemberian hidrokortison, disertai asupan air, Na+, Cl-, dan glukosa
secepatnya. Untuk menghindari insufisiensi adrenal maka penghentian penggunaan
kortikosteroid harus secara perlahan /bertahap.

- Habitus Cushing

Penggunaan kortikosteroid dalam jangka waktu lama menyebabkan kondisi


hiperkortisme sehingga menimbulkan gambaran habitus Cushing. Kortikosteroid
yang berlebihan akan memicu katabolisme lemak sehingga terjadi redistribusi
lemak di bagian tertentu tubuh. Gejala yang timbul antara lain moon face, buffalo
hump, penumpukan lemak supraklavikular, ekstremitas kurus, striae, acne dan
hirsutism. Moon face dan buffalo hump disebabkan redistribusi/akumulasi lemak di
wajah dan punggung. Striae (parut kulit berwarna merah muda) muncul akibat

[Type text]
peregangan kulit (stretching) di daerah perut yang disebabkan oleh akumulasi
lemak subkutan.

- Hiperglikemia dan glikosuria

Karena kortikosteroid (glukokortikoid) berperan dalam memetabolisme


glukosa yaitu melalui peningkatan glukoneogenesis dan aktivitas enzim glukosa-6-
pospat, maka akan timbul gejala berupa peninggian kadar glukosa dalam darah
sehingga terjadi hiperglikemia dan glikosuria. Dapat juga terjadi resistensi insulin
dan gangguan toleransi glukosa, sehingga menyebabkan diabetes steroid (steroid-
induced diabetes).

- Penurunan absorpsi kalsium intestinal

Penelitian menunjukkan bahwa betametason serta prednison menyebabkan


penurunan absorpsi kalsium di intestinal dalam jumlah signifikan. Hal ini dapat
membuat keseimbangan kalsium yang negatif.

- Keseimbangan nitrogen negatif

Kortikosteroid juga menyebabkan mobilisasi asam amino dari jaringan


ekstrahepatik, yang digunakan sebagai substrat untuk glukoneogenesis. Hal ini
menyebabkan tingginya kadar asam amino dalam plasma, peningkatan
pembentukan urea, dan keseimbangan nitrogen negatif.

PRINSIP TERAPI (8)

Untuk menghindari efek samping yang tidak diinginkan tsb, diajukan minimal 6 prinsip terapi
yang perlu diperhatikan sebelum obat digunakan:

1. Untuk tiap penyakit pada tiap pasien, dosis efektif harus ditetapkan dengan trial and
error, dan harus dievaluasi dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan penyakit,
2. Suatu dosis tunggal kortiksteroid umumnya tidak berbahaya,
3. Penggunaan kortikosteroid untuk beberapa hari tanpa adanya kontraindikasi spesifik,
tidak membahayakan kecuali dosis sangat besar,
4. Bila pengobatan diperpanjang sampai 2 minggu/lebih hingga dosis melebihi dosis
substitusi, insidens efek samping dan efek lethal potensial akan bertambah. Awasi dan
sadari risio pengaruhnya terhadap metabolisme terutama bila gejala terkait muncul
misalnya diabetes resistensi insulin, osteoporosis, lambatnya penyembuhan luka,
5. Kecuali untuk insufisiensi adrenal, penggunaan kortikosteroid bukan terapi kausal
melainkan hanya paliatif saja,

[Type text]
6. Penghentian pengobatan tiba-tiba pada terapi jangka panjang dengan dosis besar,
mempunyai risiko insufisiensi adrenal yang hebat dan mengancam jiwa.

(6)
TOKSISITAS

Ada dua kategori efek toksik akibat dari pemakaian glukokortikoid :

- Akibat penghentian terapi steroid

- Akibat penggunaan dosis tinggi ( suprafisiologis ) dan lama

1. Akibat yang bisa terjadi pada penghentian terapi steroid adalah

- Kambuhnya kembali penyakit yang kita obati


- Yang paling berat adalah insuffisiensi adrenal akut akibat penghentian terapi
mendadak setelah terapi steroid yang lama sehingga sudah terjadi supresi aksis
HPA( Hypothalamus - Pituitary-Adrenal ) yang tidak dapat segera berfungsi
dengan baik. Terdapat variasi dari tiap individu mengenai berat dan lama supresi
adrenal sesudah terapi kortikosteroid sehingga sulit menentukan resiko relatif
untuk terjadinya krisis adrenal pada tiap individu.
2. Akibat terapi steroid dosis suprafisiologis
Selain supresi aksis HPA akibat pemberian dosis suprafisiologis banyak kelainan-
kelainan lain yang bisa terjadi.

[Type text]
BAB IX

TOKSIKOLOGI

Sintesis zat kimia yang diperkirakan berjumlah 1000 per tahun, menyebabkan
toksikologi tidak hanya meliputi sifat-sifat racun,tetapi lebih penting lagi memelajari
“keamanan” setiap zat kimia yang masuk ke dalam tubuh, termasuk di dalamnya adalah obat,
pestisida, polutan lingkungan, toksin alami serta zat aditif makanan. Zat-zat kimia itu disebut
“xenobiotik” (xeno = asing).

Banyak prinsip pengobatan keracunan yang dahulu dianut berubah drastic dan tindakan
yang lebih rasional telah ditemukan. Satu kemajuan mencolok ialah dihilangkannya kebiasaan
pengobatan keracunan hipnotik sedative dengan menggunakan analeptic dan menggantinya
dengan pengobatan simptomatik. Manfaat antidotum umum yang terdiri dari norit, asam tanat
dan magnesium oksida diragukan dan kombinasi ini ternyata saling mengantagonisasi.
Aktivitas norit ditiadakan sebagian oleh magnesium oksida.

Beberapa macam keracunan telah diketahui terjadi berdasarkan kelainan genetic


(primakuin, INH, suksinilkolin) atau defisiensi enzim pada neonates premature
(kloramfenikol); interaksi pada obat kombinasi kadang-kadang memberi hasil yang sulit
dievaluasi atau diramalkan toksisitasnya.

Toksikologi Ekperimental

Sejak awal harus disadari bahwa tidak mungkin membuat suatu petunjuk lengkap
mengenai pemeriksaan toksisitas suatu obat atau zat kimia. Pada hakikatnya tidak perlu
dibedakan antara obat dan zat kimia dari sudut toksikologi, sehingga dalam pembahasan
keduanya diperlakukan sama. Selanjutnya dalam bab ini akan disebut zat untuk pengertian zat
kimia termasuk obat.

Percobaan toksisitas sangat bervariasi dan suatu protokol yang kaku akan membuat penelitian
tidak relevan atau menghasilkan kesimpulan yang tidak sahih. Karena itu jenis pemeriksaan
toksisitas harus didasarkan pada sifat zat (kimia atau obat) yang akan digunakan serta cara
pemakaiannya.
Penggunaan obat secara kronik, seperti pada pengobatan hipertensi atau penggunaan
kontrasepsi harus disertai dengan data karsinogenisitas dan teratogenesitas, sedangkan obat

[Type text]
cacing yang digunakan dalam waktu pendek, lama-lama harus memenuhi syarat toksisitas
akut.
Dengan tidak mengurangi kepentingan hal yang telah dijelaskan tadi, akan dibahas
beberapa aspek dari pemeriksaan toksisitas obat. Penilaian komprehensif dapat diperoleh
melalui penyelidikan dalam bidang farmakokinetik, farmakodinamik, dan toksikologi.
Toksikologi sendiri berhubungan dengan farmakologi, karena perbedaan fundamentalnya
terletak penggunaan dosis yang lebih besar dalam eksperimen toksikologi. Pengetahuan dalam
kedua ilmu ini bersifat komplementer dan saling menunjang.

Uji Farmakokinetik
Uji farmakokinetik diperoleh melalui penelitian nasib obat dalam tubuh, yang
menyangkut absorpsi, distribusi, redistribusi, biotransformasi, dan ekskresi obat. Pengetahuan
mengenai hal ini penting untuk menafsirkan tidak saja efek terapi, tetapi juga toksisitas suatu
obat. Segala hal yang menyangkut farmakokinetik ini memerlukan analisis kuantitatif dari zat
dalam cairan biologik atau organ tubuh.

Karakteristik absorpsi penting untuk diketahui; zat kimia dengan sifat koefisien partisi
yang tinggi serta derajat ionisasi yang rendah akan mudah diserap melalui dinding sel.
Sebaliknya alkaloid dan gugus molekul yang berionisasi baik akan sukar diabsorpsi. Banyak
sekali faktor yang memengaruhi absorpsi ini, sehingga akan memengaruhi dosis toksisitasnya.
Cara absorbsi yang diteliti sebaiknya disesuaikan dengan cara pemakaiannya. Suatu obat atau
zat kimia yang akan dipakai lokal saja pada kulit, harus dipelajari terutama berapa jauh
absorpsinya melalui kulit. Perbedaan kadar dalam darah dari pemberian oral dan parenteral
akan memberi gambaran tentang derajat absorpsi per oral.

Setelah diabsorpsi semua zat akan di distribusi ke seluruh tubuh melalui peredaran
darah. Distribusi ini mungkin tidak akan merata dan kumulasi sering dilihat dalam organ
tubuh tertentu. Efek toksik obat dapat tergantung dari kumulasi ini, seperti juga efek
terapinya. Pengikatan obat oleh protein plasma dapat mengurangi efektivitas/toksisitasnya.

Otak mempunyai semacam sawar yang menghalangi beberapa obat dengan sifat tertentu
untuk masuk ke dalamnya. Keadaan distribusi ini tidak statis, tetapi sangat dinamis sehingga
selalu obat akan mengalami redistribusi dalam cairan tubuh.

Setiap obat akan dianggap oleh tubuh sebagai suatu bahan asing, sehingga tubuh
merombaknya menjadi bentuk yang dapat diekskresi (lebih larut dalam air, lebih polar).
Metabolit yang terbentuk, biasanya tidak aktif lagi dan toksisitas biasanya berkurang,
walaupun kadang-kadang dapat terjadi sebaliknya, sehingga mungkin metabolit lebih toksik,

[Type text]
misalnya prontosil menjadi sulfa, fenasetin menjadi parasetamol dan paration menjadi
paraokson.

Biotransformasi terjadi cepat sekali, sehingga suatu obat tidak bermanfaat dalam klinik,
karena kadar efektif tidak dapat dipertahankan (asetilkolin). Metakolin dan karbakol bertahan
lebih lama dan karena itu bersifat lebih toksik.

Uji Farmakodinamik

Sebelum suatu obat dapat digunakan untuk indikasi tertentu, harus diketahui dahulu
efek apa yang terjadi terhadap semua organ dalam tubuh yang sehat. Screening efek
farmakodinamik ini sangat diperlukan.

Jarang suatu obat yang hanya memiliki satu jenis efek; hampir semua obat mempunyai
efek tambahan dan mampu memengaruhi fungsi berbagai macam alat dan faal tubuh. Efek
yang menonjol, biasanya merupakan pegangan dalam menentukan penggunaannya,
sedangkan perubahan lain merupakan efek samping yang bahkan bersifat toksik suatu obat
merupakan lanjutan dari efek farmakodinamik atau efek terapinya.

Menilai Keamanan Zat Kimia

Penilaian keamanan suatu obat atau zat kimia merupakan bagian penting dari
toksikologi, karena setiap zat kimia yang baru disintesis dan akan dipergunakan harus diuji
toksisitas dan keamanannya. Bila zat kimia itu merupakan zat tambahan makanan atau
kontaminan yang tanpa sengaja dapat masuk dalam makanan, misalnya pestisida atau
berbagai metal, maka penilaian keamanannya dilakukan melalui tahap-tahap yang telah baku.

Uji Toksikologi

Sebelum percobaan toksikologi dilakukan sebaiknya telah ada data mengenai


identifikasi, sifat obat, dan rencana penggunaannya yang dipakai untuk mengarahkan
percobaan toksisitas yang akan dilakukan. Hal ini memerlukan penilaian dari seorang yang
berpengalaman dalam bidang ini. Beberapa segi, yaitu hewan coba, toksisitas akut, toksisitas
jangka lama, serta mekanisme terjadinya toksisitas obat dibahas di bawah ini.

[Type text]
Hewan Coba

Respons percobaan hewan coba terhadap uji toksisitas sangat berbeda, tetapi

hewan coba yang lazim digunakan ialah salah satu strain tikus putih. Kadang-kadang
digunakan mencit dan satu dua spesies yang lebih besar, seperti anjing, babi atau kera. Tikus
putih yang digunakan biasanya umur 2-3 bulan dengan BB : 180-200 mg.

Tikus ini harus diaklimatasi dalam laboratorium dan harus semuanya sehat. Untuk itu ada
yang menggunakan Specific Pathogen Free (SPF) atau Caesarean Organated Barrier Sustained
Animals (COBS) sehingga terjamin kesehatannya. Penggunaan tikus sebagai suatu model
patologik sering tidak relevan karena sulit untuk menyamakan keadaan ini dengan patologi
manusia.

Tikus jantan dan betina sebaiknya dievaluasi terpisah karena kadang-kadang beda
responsnya. Penggunaan hewan coba yang besar membawa konsekuensi biaya yang besar
pula, namun tidak jarang diperlukan hewan yang lebih tinggi, misalnya anjing, babi, kera dan
sebagainya.

Toksisitas akut

Percobaan ini meliputi Single Dose Experiment yang dievaluasi 3-14 hari sesudahnya,
tergantung dari gejala yang ditimbulkan. Batas dosis harus dipilih sedemikian rupa sehingga
dapat memperoleh suatu kurva dosis respons yang dapat beruparespon bertahap (misalnya,
mengukur lamanya waktu tidur) atau suatu respons kuantal (misalnya, mati). Biasanya
digunakan 4-6 kelompok terdiri dari sedikitnya 4 ekor tikus. Peningkatan dosis harus dipilih
dengan log interval atau antilog-interval, misalnya:

10mg/kgBB;

15mg/kgBB;

22,5mg/kgBB;

33,75mg/kgBB.

[Type text]
Batas dosis ini diharapkan dapat menimbulkan respons pada 10-90% dari hewan coba.
Perhitungan ED50 dan LD50 didasarkan atas perhitungan statistik. Nilai LD50 untuk zat kimia
yang sama dapat berbeda 0,002 sampai 16 kali bisa dilakukan di berbagai macam
laboratorium. Karena itu harus dijelaskan lebih lanjut tentang prosedur yang dipakai, misalnya
berat badan dan umur tikus, zat pelarut, jantan atau betina, lingkungan dan sebagainya.
Jumlah cairan yang diberikan per oral pada tikus untuk semua golongan termasuk kontrol
harus kira-kira sama, sedapatnya tidak melebihi 2 ml.

Cara pemberian obat harus dipilih sesuai dengan yang akan digunakan di klinik. Jadi
untuk obat yang akan dipakai sebagai obat suntik perlu diuji dengan cara parenteral dan obat
yang digunakan sebagai salep terutama harus diuji terhadap kulit.

Pada evaluasi LD50 meliputi kelainan tingkah laku, stimulasi atau depresi SSP, aktivitas
motorik dan pernapasan tikus untuk mendapat gambaran tentang sebab kematian. Hal ini
harus dilengkapi dengan pemeriksaan laboratorium klinik dan pembuatan sediaan histologi
dari organ yang dianggap dapat memperlihatkan kelainan.

Kematian yang timbul oleh kerusakan pada hati, ginjal atau sistem hemopoetik tidak
akan terjadi pada hari pertama. Kematian yang ditimbulkan karena kerusakan alat tersebut di
atas, baru timbul paling cepat pada hari ketiga.

Toksisitas Jangka Lama

Percobaan jenis ini mencakup pemberian obat secara berulang selama 1-3 bulan
(percobaan subakut), 3-6 bulan (percobaan kronik) atau seumur hewan (lifelong studies).
Memperpanjang percobaan kronik untuk lebih dari 6 bulan tidak akan bermanfaat, kecuali
untuk percobaan karsinogenitas. Hal ini telah dibuktikan dengan membandingkan penelitian 6
bulan dengan yang lebih lama, dan ternyata tidak diperoleh informasi baru dengan
memperpanjang penelitian.

Tujuan percobaan toksisitas kronik ialah menguji keamanan obat. Menafsirkan


keamanan obat (atau zat kimia) untuk manusia dapat dilakukan melalui serangkaian
percobaan toksisitas terhadap hewan.

Mekanisme Terjadinya Toksisitas Obat.

Berbagai mekanisme dapat mendasari toksisitas obat. Biasanya reaksi toksik merupakan
kelanjutan dari efek farmakodinamik. Karena itu, gejala toksik merupakan efek
farmakodinamik yang berlebihan. Suatu hipnotik akan menimbulkan koma. Ketidakmurnian
[Type text]
dalam sediaan hormon, seperti insulin dapat menyebabkan reaksi toksik. Kelainan yang
disebabkan oleh reaksi antigen-antibodi bermanifestasi sebagai reaksi alergi. Gugus kimia
tertentu dapat menimbulkan reaksi toksik yang sama.

Zat pengisi laktosa dalam produk fenitoin dapat memperbesar bioaviabilitas sehingga
meninggikan kadar fenitoin dalam darah. Hal ini dapat menimbulkan keracunan karena batas
keamanan fenitoin sempit. Di bawah kadar 10 mikrogram/mL fenitoin tidak efektif,
sedangkan di atas 20 mikrogram/mL timbul reaksi toksik, sedangkan penggunaan fenitoin
dalam dosis 0,3 gram sehari dapat memberikan kadar darah yang bervariasi yaitu 4-60
mikrogram/mL. Produk dekomposisi dari tetrasiklin yang berwarna coklat mengandung epi-
anhidrotetrasiklin yang dapat merusak ginjal, dan karena itu tetrasiklin yang telah menjadi
coklat tidak boleh digunakan lagi.

Kerusakan jaringan tubuh, misalnya hati dan ginjal dapat mengganggu secara tidak
langsung dan memudahkan terjadinya toksisitas.

KERACUNAN

Klasifikasi Keracunan

Anamnesis amat penting dan sering dapat menunjukkan adanya unsur keracunan.

Tetapi, ini hanya benar bila amnesis menjurus ke suatu ceritera yang positif. Sering dokter
dihadapkan pada pasien yang kesadarannya menurun, sedangkan anamnesis keluarganya tidak
banyak menolong.

Keracunan dapat terjadi karena beberapa hal, dan klasifikasi berikut ini dapat membantu
dalam mencari sebab keracunan.

Klasifikasi menurut cara terjadinya keracunan

Self poisoning adalah pasien makan obat dengan dosis berlebihan, tetapi dengan
pengetahuan bahwa dosis tersebut tidak membahayakan. jadi pasien tidak bermaksud bunuh
diri, biasanya hanya untuk menarik perhatian lingkungannya. Pada anak muda kadang-kadang
dilakukan untuk coba-coba, tanpa disadari bahwa tindakan ini dapat membahayakan dirinya.

Attempted suicide adalah keadaan pasien yang memang bermaksud bunuh diri, tetapi
dapat berakhir kematian atau pasien sembuh kembali bila dosis yang dimakan tidak
berlebihan (salah tafsir).

[Type text]
Accidental poisoning merupakan kecelakaan murni, tanpa adanya faktor kesengajaan.

Homicidal poisoning adalah keracunan akibat tindakan kriminal, yaitu seseorang


dengan sengaja meracuni orang lain.

[Type text]
Klasifikasi menurut waktu terjadinya keracunan

Keracunan akut

Biasanya terjadi mendadak setelah makan atau terpapar sesuatu. Gejala keracunan akut
adalah muntah, diare, kejang, koma. Contoh: pada keracunan akut merkuri yang terjadi
dengan gejala berupa nyeri dada dan napas pendek, rasa logam pada lidah, mual dan muntah.
Kerusakan ginjal akut dapat terjadi kemudian, gingivitis berat dan gastroenteritis terjadi pada
hari keempat.

Keracunan kronik

Diagnosis keracunan kronik sulit ditegakkan, karena gejalanya timbul perlahan dan
lama sesudah pajanan. Ciri khas dari keracunan kronik adalah zat penyebab diekskresikan
lebih lama dari 24 jam, waktu paruh panjang, sehingga terjadi akumulasi. Contoh: pada
keracunan kronik merkuri terdapat tanda-tanda, seperti gingivitis, perubahan warna gusi,
sebagian gigi tanggal, pembesaran kelenjar ludah.

Klasifikasi menurut organ yang terkena

Racun pada Sistem Saraf Pusat (neurotoksik)

Beberapa substansi dapat mengganggu respirasi sel, dapat menyebabkan gangguan


ventilasi paru-paru atau sirkulasi otak yang dapat menjadikan kerusakan irreversible dari saraf
pusat. Substansi itu antara lain: Etanol, antihistamin, bromide, kodein.

Racun Jantung (kardiotoksik)

Beberapa obat dapat menyebabkan kelainan ritme jantung sehingga dapat terjadi payah
jantung atau henti jantung.

Racun Hati

Hepatotoksik menyebabkan manifestasi nekrosis lokal ataupun sistemik. Dengan


hilangnya sebagian sel hati, menyebabkan tubuh lebih rentan terhadap aksi biologi senyawa
lain. Kelainan hati lain yang sering ditemui adalah hepatitis kholestatik. Kondisi ini

[Type text]
disebabkan oleh berbagai obat, gangguan aliran empedu dan perkembangan jaundice. Asam
borat (boraks), asetaminofen adalah beberapa obat yang menyebabkan gangguan pada hati.

Racun ginjal

Ginjal memiliki sifat yang sangat rentan terhadap aksi racun, perubahan fungsi ginjal
dapat dimanifestasikan sebagai perubahan dalam komposisi kimia urin dan laju
pembentukannya. Merkuri klorida menyebabkan kerusakan ginjal akut. Substansi itu antara
lain: asam borat (boraks), asetaminofen, jengkol.

Darah dan sistem hematopoietic

Obat-obatan, larutan dari industri dan venom dapat menghasilkan anemia hemolitik.
Hemolisis dikaitkan dengan demam dan nyeri pada ekstremitas, eritrosit berkurang, sel-sel
darah immature ikut dalam sirkulasi. Terjadinya perkembangan methemoglobin karena zat
teroksidasi memasuki eritrosit dan mengubah zat besi dalam hemoglobin menjadi bentuk
ferric yang menyebabkan kelelahan, gangguan sensori, dan sianosis.

Klasifikasi berdasarkan jenis bahan kimia

Alkohol

Etanol yang merupakan golongan alkohol adalah penyebab depresi SSP. Keracunan
etanol menyebabkan pasien cenderung pada trauma dan kondisi kekacauan metabolik yang
sering terlihat pada pasien alkoholik. Tanda dan gejalanya adalah muntah, depresi SSP.

Fenol

Menyebabkan denaturasi protein dan berpenetrasi dengan baik ke jaringan. Fenol


bersifat korosif terhadap mata, kulit dan saluran napas. Tanda dan gejalanya adalah korosif
pada sel lendir mulut dan usus, sakit hebat, muntah, koma, syok dan kerusakan ginjal.

Logam berat

Timah Hitam

Terdapat dalam beberapa cat, baterai dan lain-lain. Bahaya timah hitam terhadap fungsi
ginjal, sistem reproduksi, hematopoietic dan neurologi dapat terjadi melalui pemaparan dalam
kadar rendah secara kronik. Timah hitam diabsorbsi melalui inhalasi dan absorbsi saluran
pencernaan, distribusi menyebar luas ke sumsum tulang, otak, ginjal, testis, melintasi plasenta
yang dapat menjadi bahaya potensial terhadap janin. Kemudian timah hitam diikat oleh
[Type text]
eritrosit. Waktu paruh timah hitam dalam jaringan adalah 30 hari. Ekskresi timah hitam
melalui tinja, urin, ginjal, keringat, dan ASI (dalam jumlah kecil). Timah hitam akan
mengganggu aktivitas enzim dan memengaruhi beberapa sistem organ.

Arsen

Bentuk kimia arsen yang sering menyebabkan keracunan adalah elemen arsen, arsen
anorganik, arsen organik, gas arsin (AsH3).

Merkuri

Pada tahun 1953, suatu epidemi misterius ditemukan di perkampungan nelayan


Minamata di Jepang. Perkampungan ini berlokasi dekat sungai tempat aliran limbah pabrik
besar yang memproduksi plastik vinil. Zat penyebab keracunan tersebut adalah metilmerkuri.
Elemen merkuri mudah menguap dan dapat diabsorbsi dari paru-paru, setelah diabsorbsi
merkuri didistribusikan ke jaringan dalam beberapa jam, dengan konsentrasi tertinggi
ditemukan dalam tubulus proksimal ginjal. Merkuri diekskresikan melalui urin, dan melalui
saluran cerna dan kelenjar keringat dalam jumlah kecil. Merkuri klorida sangat toksik dan
menyebabkan kerusakan ginjal akut.

Penyebab dan Jenis-jenis Keracunan

Keracunan obat-obatan, Bisa karena kesalahan pada dosis pemberian atau cara
penggunaan yang tidak benar sehingga menyebabkan keracunan obat. Misalnya, barbiturate
dan hipnotik-sedatif lain merupakan pilihan pertama untuk bunuh diri pada orang dewasa,
sedangkan opiate biasanya merupakan penyebab pada anak muda yang menyalahgunakannya.

Keracunan bahan kimia, Contoh bahan kimia yang paling sering menjadi penyebab
keracunan di Indonesia, seperti insektisida yang kurang hati-hati sehingga berisiko terjadinya
keracunan zat kimia.

Keracunan makanan, Banyak juga jenis-jenis makanan yang bisa menyebab-kan


keracunan, salah satunya adalah sianida yang terdapat pada singkong, atau ichtyosarcotoxion
pada ikan dan juga singkong yang bisa menyebabkan penyumbatan pada tubuli ginjal
sehingga menimbulkan hematuria dan anuria.

[Type text]
Keracunan bakteri atau jamur, contohnya seperti Toksin botulinus yang terdapat pada
makanan kaleng yang sudah rusak, atau pun enterotoksin yang terdapat pada makanan-
makanan yang sudah basi.

Accidental Poisoning, Ini merupakan keracunan yang terjadi karena tanpa disengaja
atau pun akibat kecelakaan, Jenis Keracunan ini biasa terjadi pada anak-anak balita yang
sering memasukkan benda-benda yang dijumpainya ke dalam mulut.

Beberapa Keracunan dan Tindakan Terapinya

Etanol

Mekanisme keracunan: depresi SSP, hipoglikemia karena gangguan glukoneogenesis.

Perkiraan Dosis Letal: Konsentrasi etanol dalam darah 100 mg/dL cukup untuk menghambat
gluconeogenesis dan menyebabkan hipoglikemia

Tanda dan Gejala: Muntah, delirium dan depresi SSP.

Terapi: Simptomatik. Beri kopi tubruk. Emetic dengan mustard satu sendok makan dalam air
atau garam dapur.

Antihistamin

Mekanisme keracunan: H1 bloker memiliki efek antikolinergik serta dapat menstimulasi atau
menekan sistem saraf pusat.

Perkiraan Dosis Letal: oral difenhidramin 20-40 mg/kgBB.

Tanda dan Gejala: Depresi SSP sampai koma. Kejang disusul dengan depresi pernapasan,
mulut kering, takikardia.

Terapi: Simptomatik. Perhatikan pernapasan. Bila kejang diberi antikonvulsan, gunakan 3-4
ml thiopental 2-5% secara IV. Luminal tidak boleh diberikan.

Asetaminofen

Mekanisme keracunan: Salah satu produk metabolismenya bersifat hepatotoksik yang pada
kondisi normal secara cepat didetoksifikasi oleh glutation di hati.

Perkiraan Dosis Letal: oral lebih dari 140 mg/kg BB pada anak-anak atau 6g pada dewasa.

[Type text]
Tanda dan Gejala: anoreksia, mual dan muntah. Setelah 24-48 jam, terjadi peningkatan
protrobin time (PT) dan transaminase, nekrosis hati yang dilanjutkan dengan gagal hati,
ensefalopati, dan kematian.

Terapi: induksi emesis, berikan karbon aktif serta katartik. Antidotum spesifik adalah N-
asetilsistein 140 mg/kgBB per-oral.

Aspirin (Asam asetil-salisilat)

Mekanisme keracunan: mengganggu metabolism glukosa dan asam lemak, juga mengganggu
uncoupling fosforilasi oksidatif, sehingga ATP yang diproduksi tidak efisien, akumulasi asam
laktat dan melepaskan panas.

Perkiraan Dosis Letal: akut > 200 mg/kgBB. Kronik: banyak terjadi pada usia lanjut yang
secara teratur menggunakan aspirin.

Tanda dan Gejala: hiperventilasi, keringat, muntah, delirium, kejang dan koma.

Akhirnya depresi napas.

Terapi: Simptomatik (awasi pernapasan). Beri susu, bilas lambung dengan NaHCO3 5%,
vitamin K bila ada perdarahan. Antikonvulsi tidak boleh diberikan.

Barbiturat

Mekanisme keracunan: depresi aktivitas neuron menyeluruh di otak yang terutama


diperantarai oleh peningkatan hambatan oleh GABA, depresi tonus simpatis sentral akan
sebabkan depresi kontraktilitas jantung dan hipotensi.

Perkiraan Dosis Letal: 5-10 kali dosis hipnotik. Dosis oral fatal untuk fenobarbital adalah 6-
10g

Tanda dan Gejala: Reflek berkurang, depresi pernapasan, koma, syok, pupil kecil,

dilatasi pada akhirnya.

Terapi: Bilas lambung walaupun sudah lebih dari 4 jam. Tinggalkan 30g larutan MgSO4
dalam usus. Beri kopi tubruk.

[Type text]
[Type text]
[Type text]
[Type text]
[Type text]

You might also like