Professional Documents
Culture Documents
LAPORAN KASUS
Status Pasien
I. Identitas
Nama : Tn. A
Usia : 22 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Dukuh Krajan, Jawa Tengah
Status : Belum Menikah
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Kamar : Marwah Atas
Suku : Jawa
Agama : Islam
Masuk RS : 4 September 2018
No. RM : 00-99 39 XX
II. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Demam sejak 3 hari SMRS
e. Riwayat Alergi
Alergi obat-obatan, makanan, cuaca dan debu tidak ada.
3. Tanda vital
- Tekanan Darah: 110/70 mmHg
- Frekuensi nadi : 68 kali/menit
- Frekuensi nafas: 18 kali/menit
- Suhu axilla : 38,2O C
4. Status Gizi
- BB sebelum sakit : Tidak ditimbang
- BB saat sakit : 67 Kg
- TB : 170 Cm
- IMT : 23 (Normoweight)
b. Pemeriksaan Khusus
1. Kepala
Bentuk : bulat, simetris, normocephal.
Rambut : pendek, warna hitam, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor, reflek cahaya +/+.
Hidung : tidak ada sekret, tidak berbau, tidak ada perdarahan, tidak ada septum deviasi
Telinga : tidak ada sekret, tidak bau, pendengaran dalam batas normal.
Mulut/bibir : tidak sianosis, tidak ada sariawan, perdarahan gusi (-).
Lidah : tidak kotor, tidak hiperemi.
2. Leher
Inspeksi : simetris, tidak tampak pembesaran KGB leher
Palpasi : tidak teraba pembesaran KGB leher serta tidak terjadi pembesaran kelenjar
tiroid.
3. Thorax
Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas atas : redup pada ICS II PSL dextra
Batas kanan : redup pada ICS IV PSL dextra
Batas kiri : redup pada ICS V MCL sinistra
Auskultasi : Suara jantung I dan II normal, Gallop (-), murmur (-)
Paru:
Inspeksi : normochest, simetris, tidak ada retraksi
Palpasi : vocal fremitus teraba sama pada kedua lapang paru
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronchi (-/-)
4. Abdomen
Inspeksi : datar, tidak terlihat massa.
Auskultasi : bising usus (+) 12x/menit
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, terdapat nyeri tekan epigastrium, supel, turgor
kulit normal, undulasi (-).
Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen.
5. Ekstremitas
Superior : akral hangat +/+, edema -/-, petekie (-), RCT < 2 detik
Inferior : akral hangat +/+, edema -/-, petekie (-), RCT < 2 detik
IV. PemeriksaanPenunjang
4 September 2018 pukul 20:34
WIB
Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Hematologi
3
Lekosit 2,35 10 /µL 3,80 – 10,6
Hematokrit 42 % 40 – 52 %
MCH 30 Pg 26 – 34
MCHC 35 g/dL 32 – 36
Hematologi
MCH 31 Pg 26 – 34
MCHC 35 g/dL 32 – 36
Faal Hati
SGOT 70 U/L 9-43
Faal Ginjal
Imunoserologi
Hematologi
MCH 30 Pg 26 – 34
MCHC 34 g/dL 32 – 36
Hematologi
MCH 29 Pg 26 – 34
MCHC 34 g/dL 32 – 36
Hematologi
MCH 29 Pg 26 – 34
MCHC 34 g/dL 32 – 36
Hematologi
MCH 29 Pg 26 – 34
MCHC 34 g/dL 32 – 36
9 September 2018 pukul 07.11
Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Hematologi
MCH 30 Pg 26 – 34
MCHC 35 g/dL 32 – 36
Hematologi
MCH 28 Pg 26 – 34
MCHC 34 g/dL 32 – 36
Resume
Tn. A, laki-laki 19 tahun mengeluh febris sejak 3 hari SMRS, febris continue dan
lebih berat dirasakan pada malam hari, tidak disertai menggigil. nausea (+) vomitus (-),
cephalgia (+) myalgia (+) malaise (+), anoreksia (+) nyeri epigastrium (+). Epistaksis (-),
gusi berdarah (-), bintik perdarahan pada tubuh tidak ada. Riwayat pemakaian obat
parasetamol demam sempat turun tetapi naik kembali.
PF : TTV :
• Lab 4 September 2018 (20.34 WIB): Hb: 14,4 g/dL, Trombosit: 126.000/µL,
Leukosit:
2.35 ribu/µL, Hematokrit: 42%
• Lab 5 September 2018 (08.46 WIB): Hb: 14,4 g/dL, Trombosit: 250.000/µL,
Leukosit: 2,32 ribu/µL, Hematokrit: 41%.
• Lab 6 September 2018 (19.24 WIB): SGOT : 70, Ureum darah: 14, Anti Dengue IgM
(+), Anti Dengue IgG (-), Tubex 2,0
• Lab 7 September 2018 (13,09 WIB): Hb: 15,8 g/dL, Trombosit: 24.000/µL, Leukosit:
2,25 ribu/µL, Hematokrit: 46%.
• Lab 7 September 2018 (17,46 WIB): Hb: 15,5 g/dL, Trombosit: 18.000/µL, Leukosit:
2,94 ribu/µL, Hematokrit: 46%.
• Lab 8 September 2018 (09.00 WIB): Hb: 16,1 g/dL, Trombosit: 26.000/µL, Leukosit:
3,99 ribu/µL, Hematokrit: 47%.
• Lab 8 September 2018 (17,26 WIB): Hb: 16,1 g/dL, Trombosit: 46.000/µL, Leukosit:
7,21 ribu/µL, Hematokrit: 47%.
• Lab 9 September 2018 (07.11 WIB): Hb: 15,6 g/dL, Trombosit: 60.000/µL, Leukosit:
7,56 ribu/µL, Hematokrit: 45%.
• Lab 10 September 2018 (09.53 WIB): Hb: 15,7 g/dL, Trombosit: 118.000/µL,
Leukosit: 8,59 ribu/µL, Hematokrit: 47%.
V. Daftar masalah
DHF
VI. Pembahasan
1. DHF
Os mengeluh demam sejak 3 hari yang lalu, demam mendadak tinggi terus
menerus, nyeri pada tulang dan otot, sakit kepala (+), lemas, nafsu makan
menurun, gusi berdarah (-) mimisan (-), bintik merah pada kulit (-).
TD : 110/70 mmHg RR : 18 x/m
N : 68 x/m S : 38,20C
Nyeri Epigastrium (+)
Lab : Trombosit 126.000
Hb : 14,4 g/dL
Ht : 42%
L : 2.35 µL
Working Diagnosis : DHF
Planning
a. Diagnostik
- Diagnostik etiologi : Sediaan Apusan Darah Tepi
- Diagnostik komplikasi : pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, SGOT, SGPT
- Diagnostik komorbid : -
- Diagnostik gawat darurat : GCS, pemeriksaan darah lengkap.
- Monitoring : Darah Rutin tiap 12 jam
b. Terapeutik
Klasifikasi perawatan : Ruang biasa
Hidrasi :
Infus Asering /8jam (Pantau Urine Output)
Medikamentosa
Paracetamol tablet 500 mg 4 x 1
Ranitidin tablet 150 mg 2 x 1
Ondansentron tablet 8 mg 2 x 1
Ceftriaxone 1 x 2 gr
Sucralfat Syr 4 x 1
Non-Medikamentosa :
Menganjurkan banyak minum
Tirah baring
Cek darah rutin setiap 12 jam
VII. Prognosis
Quo ad Vitam : ad bonam
Quo ad Functionam : ad bonam
Quo ad Sanactionam : ad bonam
VIII. Monitoring dan Evaluasi
Tanggal 5 September 2018
Pemeriksaan Planning
S:Demam naik turun, lemas, pusing, mual(+) Infus Asering per 8 jam
muntah (-) BAB mencret (-) Sucralfat Syr 4 x 1
O: Paracetamol 4 x 500 mg
KU= Tampak Sakit Sedang Lansoprazole 3 x 1
Kes= CM Inj Ranitidin 2 x 50 mg
TD= 110/80 mmHg RR = 20x/menit Inj Ondansentron 2 x 8 mg
N = 80 x/menit S = 38° C Ceftriaxone 1 x 2 gr
Nyeri Epigastrium (+) Cek darah rutin/12 jam
Lab 15 September 2018 (20.34 WIB): Hb: 14,4
g/dL,
Trombosit: 250.000/µL, Leukosit: 2.34 ribu/µL,
Hematokrit: 41%, SGPT 34, Kreatinin 1.1
A: DHF
Tanggal 6 September
2018
Pemeriksaan Terapi
S: Demam masih naik turun, lemas (+) pusing (+) mual (+) Infus Asering per 8 jam
O:KU= Tampak Sakit Sedang Sucralfat Syr 4 x 1
Kes= CM Paracetamol 4 x 500 mg
TD= 100/70 mmHg RR = 20x/menit Lansoprazole 3 x 1
N = 80 x/menit S = 38,6° C Inj Ranitidin 2x50 mg
NTE (+) Ondancentron 2 x 8 mg
Lab 16 September 2018 (19.24 WIB): SGOT: 70, Ureum darah:
14, Ceftriaxone 1 x 2 gr
Anti Dengue IgM (+), IgG (-) A: DHF Inj Dexametason 2 x 1
Inj Vit K 3 x 1
Inj Kalnek 3 x 1
Fimahes 500
Cek darah rutin/12 jam
Tanggal 7 September
2018
Pemeriksaan Terapi
S: Mual (+) Lemas (+) Bab Hitam Cair Infus Asering per 8 jam
O: KU= Tampak Sakit Ringan Sucralfat Syr 4 x 1
Kes= CM Paracetamol 4 x 500 mg
TD= 100/70mmHg RR = 20x/menit Lansoprazole 3 x 1
N = 88 x/menit S = 36,9° C Inj Ranitidin 2x50 mg
Lab 17 September 2018 (13.09 WIB): Hb: 15.8 g/dL,
Trombosit: Ondancentron 2 x 8 mg
24.000/µL, Leukosit: 2,25 ribu/µL, Hematokrit: 46%. Ceftriaxone 1 x 2 gr
Lab 17 September 2018 (17.46 WIB): Hb: 15,5 g/dL,
Trombosit: Inj Dexametason 2 x 1
18.000/µL, Leukosit: 2,95 ribu/µL, Hematokrit: 46%. Inj Vit K 3 x 1
A: DHF Inj Kalnek 3 x 1
Cek darah rutin/12 jam
Tanggal 8 September 2018
Pemeriksaan Terapi
S: Mual (+) Lemas (+) Bab Hitam Cair Infus Asering per 8 jam
O: KU= Tampak Sakit Ringan Sucralfat Syr 4 x 1
Kes= CM Paracetamol 4 x 500 mg
TD= 100/70mmHg RR = 20x/menit Lansoprazole 3 x 1
N = 88 x/menit S = 36,9° C Inj Ranitidin 2x50 mg
Lab 18 September 2018 (13.09 WIB): Hb: 15.8 g/dL,
Trombosit: Ondancentron 2 x 8 mg
26.000/µL, Leukosit: 2,25 ribu/µL, Hematokrit: 46%. Ceftriaxone 1 x 2 gr
Lab 18 September 2018 (17.46 WIB): Hb: 15,5 g/dL,
Trombosit: Inj Dexametason 2 x 1
46.000/µL, Leukosit: 2,95 ribu/µL, Hematokrit: 46%. Inj Vit K 3 x 1
A: DHF Inj Kalnek 3 x 1
Cek darah rutin/12 jam
Tanggal 9 September 2018
Pemeriksaan Terapi
IX. Kesimpulan
Diagnosa Akhir : Dengue Hemorragic Faver
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.2 Patogenesis
Patogenesis DBD masih kontroversial. Dua teori yang banyak dianut adalah hipotesis
infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory) dan hipotesis immune
enhancement. Menurut hipotesis infeksi sekunder, akibat infeksi sekunder oleh tipe virus
dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien akan terpicu dan menyebabkan
kenaikan titer tinggi IgG antidengue. Replikasi virus dengue mengakibatkan terbentuknya
kompleks virus-antibodi yang selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a
dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya
cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan peningkatan kadar hematokrit (Ht),
penurunan natrium (Na) dan terdapatnya cairan dalam rongga serosa. Pada pasien dengan
syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama
24-48 jam dan bila tidak ditangani secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia
yang dapat berakibat fatal.1,2
Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak langsung
bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog mempunyai risiko berat yang
lebih besar untuk menderita DBD berat. Antibodi heterolog yang telah ada akan mengenali
virus lain kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc
reseptor dari membran leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan
terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.1,2
b. Fase Kritis
Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat demam mulai
cenderung turun dan pasien tampak seakan-akan sembuh, maka hal ini harus diwaspadai
sebagai awal kejadian syok. Saat demam mulai turun hingga dibawah 37,5-38oC yang
biasanya terjadi pada hari ke 3-7, peningkatan permeabilitas kapiler akan terjadi dan keadaan
ini berbanding lurus dengan peningkatan hematokrit. Periode kebocoran plasma yang
signifikan secara klinis biasanya terjadi selama 24-48 jam.2,5
Leukopenia progresif disertai penurunan jumlah platelet yang cepat merupakan tanda
kebocoran plasma. Derajat kebocoran plasma dapat bervariasi. Temuan efusi pleura dan
asites secara klinis bergantung pada derajat kebocoran plasma dan volume terapi cairan.
Derajat peningkatan hematokrit sebanding dengan tingkat keparahan kebocoran plasma.2,5
Keadaan syok akan timbul saat volume plasma mencapai angka kritis akibat
kebocoran plasma. Syok hampir selalu diikuti warning signs. Terdapat tanda kegagalan
sirkulasi: kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung jari dan kaki, sianosis di sekitar
mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba.Saat terjadi syok
berkepanjangan, organ yang mengalami hipoperfusi akan mengalami gangguan fungsi
(impairment), asidosis metabolik, dan koagulasi intravaskula diseminata (KID). Hal ini
menyebabkan perdarahan hebat sehingga nilai hematokrit akan sangat menurun pada keadaan
syok hebat. 1,2,5
Pasien yang mengalami perbaikan klinis setelah demam turun dapat dikatakan
menderita dengue yang tidak gawat. Beberapa pasien dapat berkembang menjadi fase kritis
kebocoran plasma tanpa penurunan demam sehingga pada pasien perlu dilakukan
pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui adanya kebocoran plasma.5
Sedangkan pemeriksaan fisik harus meliputi:5 (1) Status mental, (2) Status hidrasi, (3)
Status hemodinamik, (4) Takipnoe/pernapasan asidosis/efusi pleura, (5) Nyeri abdomen/
hepatomegali/asites, (6) Ruam dan manifestasi perdarahan, (7) Uji torniquet.
Pemeriksaan Radiologis
Diagnosis
1.10 Penatalaksanaan
Tanda kegawatan
Tanda kegawatan dapat terjadi pada setiap fase pada perjalanan penyakit infeksi dengue, seperti
berikut.
• Tidak ada perbaikan klinis/perburukan saat sebelum atau selama masa transisi ke fase
bebas demam / sejalan dengan proses penyakit
• Muntah yg menetap, tidak mau minum
• Nyeri perut hebat
• Letargi dan/atau gelisah, perubahan tingkah laku mendadak
• Perdarahan: epistaksis, buang air besar hitam, hematemesis, menstruasi yang hebat,
warna urin gelap (hemoglobinuria)/hematuria
• Giddiness (pusing/perasaan ingin terjatuh)
• Pucat, tangan - kaki dingin dan lembab
• Diuresis kurang/tidak ada dalam 4-6 jam
• Keadaan umum, nafsu makan, muntah, perdarahan, dan tanda dan gejala lain
• Perfusi perifer sesering mungkin karena sebagai indikator awal tanda syok, serta mudah
dan cepat utk dilakukan
• Tanda vital: suhu, nadi, pernapasan, tekanan darah, diperiksa minimal setiap 2-4 jam
pada pasien non syok & 1-2 jam pada pasien syok.
• Pemeriksaan hematokrit serial setiap 4-6 jam pada kasus stabil dan lebih sering pada
pasien tidak stabil/ tersangka perdarahan.
• Diuresis setiap 8-12 jam pada kasus tidak berat dan setiap jam pada pasien dengan syok
berkepanjangan / cairan yg berlebihan.
• Jumlah urin harus 1 ml/kg berat badan/jam ( berdasarkan berat badan ideal) Indikasi
pemberian cairan intravena
• Pasien tidak dapat asupan yang adekuat untuk cairan per oral ataumuntah
• Hematokrit meningkat 10%-20% meskipun dengan rehidrasi oral
• Ancaman syok atau dalam keadaan syok Prinsip umum terapi cairan pada DBD
• Kristaloid isotonik harus digunakan selama masa kritis.
• Cairan koloid digunakan pada pasien dengan perembesan plasma hebat, dan tidak ada
respon pada minimal volume cairan kristaloid yang diberikan.
• Volume cairan rumatan + dehidrasi 5% harus diberikan untuk menjaga volume dan
cairan intravaskular yang adekuat.
• Pada pasien dengan obesitas, digunakan berat badan ideal sebagai acuan untuk
menghitung volume cairan.
DAFTAR PUSTAKA
al. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th ed. USA: McGraw Hill
Companies, 2008.
8. World Health Organization. Dengue Fever. Diunduh dari
www.emro.who.int/sudan/pdf/cd_trainingmaterials_dengue.pdf
9. Estuningtyas A, Arif A. Obat Lokal. Dalam: Gunawan SG, Setiabudy R,
Nafrialdi. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi
dan Terapi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2007. P.522.