Professional Documents
Culture Documents
Pembimbing:
Disusun Oleh:
PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Terminologi gender disforia muncul sebagai diagnosis pertama kali pada
edisi kelima dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-V).
Terminologi ini merujuk kepada orang yang ditandai dengan ketidakcocokan antara
gender yang dialami atau ekspresikan dengan gender yang ditetapkan pada saat
lahir. Sebelumnya hal ini dikenal sebagai gangguan identitas gender pada edisi
DSM sebelumnya.1
Terminologi identitas gender merujuk pada kesadaran seseorang menjadi
laki-laki atau perempuan, yang mana seringkali berhubungan dengan anatomi dari
kelamin orang tersebut. Orang dengan gender disforia menunjukkan ketidakpuasan
dengan jenis kelamin mereka, ditunjukkan sebagai hasrat untuk memiliki tubuh dari
jenis kelamin berbeda atau ingin dikenal secara sosial sebagai orang dengan jenis
kelamin yang berbeda dari jenis kelamin mereka yang telah ditetapkan
sebelumnya.1
Transgender merupakan terminologi umum yang digunakan untuk orang
yang mengidentifikasi dirinya dengan gender yang berbeda dari gender saat mereka
dilahirkan. Transgender merupakan grup yang luas; mereka yang ingin memiliki
tubuh dari jenis kelamin berbeda dinamakan transeksual, mereka yang merasa
dirinya diantara kedua gender, atau memiliki keduanya, atau tidak memiliki
samasekali, dinamakan genderqueer. Mereka yang memakai pakaian dari gender
berbeda namun tetap mempertahankan identitas gender sama dengan gender pada
saat dilahirkan, dinamakan crossdressers. Berlawanan dengan kepercayaan umum,
kebanyakan transgender tidak melakukan operasi genital. Beberapa tidak memiliki
hasrat untuk melakukannya, sedangkan yang lainnya ada juga yang tidak mampu
untuk melakukannya. Orang transgender dapat memiliki orentasi seksual yang
berbeda-beda, contohnya: seorang transgender laki-laki, ditetapkan sebagai
perempuan pada saat lahir, dapat diidentifikasi sebagai gay (tertarik kepada sesama
laki-laki), straight (tertarik kepada perempuan) atau biseksual (tertarik kepada
kedua-duanya, laki-laki dan perempuan).1
2.2 Epidemiologi
DSM-5 menunjukkan bahwa prevalensi gender disforia 0.005-0.014% untuk
orang dewasa yang lahir sebagai laki-laki, sedangkan 0,002-0.003% untuk orang
dewasa yang lahir sebagai perempuan. Antara anak-anak, lebih tinggi dalam orang-
orang yang dilahirkan sebagai anak lai-laki, tempat ini 2 - 4,5 kali lebih besar
daripada mereka yang dilahirkan sebagai anak perempuan. Di antara remaja, tidak
ada perbedaan nyata antara lelaki dan perempuan.
2.3 Etiologi
2.3.1 Faktor Biologis
Pada mamalia, resting state dari jaringan awalnya merupakan perempuan,
seiring perkembangan fetus, laki-laki dihasilkan jika androgen (dilepaskan oleh
kromosom Y, yang bertanggung jawab untuk perkembangan testis) dilepaskan.
Tanpa testis dan androgen, genitalia eksterna perempuan akan berkembang.
Kemudian, kejantanan dan maskulinitas tergantung pada fetal dan perinatal
androgen.1
Steroid seks mempengaruhi ekspresi perilaku seksual pada laki-laki atau
perempuan dewasa; yaitu testosteron dapat meningkatkan libido dan keagresifan
laki-laki dan estrogen dapat menurunkannya. Namun, maskulinitas, femininitas,
dan identitas gender lebih merupakan akibat peristiwa kehidupan pascalahir
daripada pengaturan hormon prenatal.1
Teori organisasi otak merujuk pada maskulinisasi atau femininiasi dari otak
saat di uterus. Testosterone yang mempengaruhi neuron otak, dan berkontribusi
terhadap maskulinisasi otak yang terjadi pada area seperti hipotalamus. Apakah
testosteron berkontribusi pada pola perilaku yang dinamakan maskulin dan feminin
masih merupakan isu kontroversial.1
2.3.2 Faktor Psikososial
Anak-anak biasanya mengembangkan identitas gender sesuai dengan jenis
kelamin aslinya (juga dikenal sebagai jenis kelamin yang didapat). Pembentukan
identitas gender dipengaruhi interaksi antara temperamen anak dengan kualitas dan
sikap orang tua. Peran gender yang dapat diterima budaya: masih terdapat larangan
bagi anak laki-laki untuk menunjukkan perilaku feminisme dan anak wanita
menjadi tomboy, termasuk akan pembedaan terhadap pakaian dan mainan untuk
anak laki-laki dan wanita.
Kualitas hubungan ibu-anak pada tahun pertama kehidupan paling penting
dalam menegakkan identitas gender. Selama periode ini, ibu normalnya
memfasilitasi kesadaran anaknya dan rasa bangga mengenai gender yang dimiliki:
anak dinilai sebagai anak laki-laki dan anak perempuan kecil, tetapi ibu yang
memusuhi dan merendahkan dapat menimbulkan masalah gender.
b. Menurut DSM IV
Gambaran gangguan identitas gender adalah distress sesorang yang menetap
dan hebat mengenai jenis kelamin aslinya dan keinginan untuk menjadi, atau sikap
bersikeras bahwa ia berjenis kelamin sebaliknya. Sebagai anak-anak, anak laki-laki
dan anak perempuan menunjukkan ketidaksukaan terhadap cara berpakaian
feminim atau maskulin yang normatif dan stereotipik serta menyangkal ciri
anatomis.
A. Identifikas gender berlawanan yang kuat dan menetap (bukan hanya hasrat
terhadap manfaat budaya yang dirasakan jika memiliki jenis kelamin lain).
Pada anak, gangguan ini ditunjukkan oleh empat (atau lebih) hal berikut :
(1) Keinginan berulang yang diungkapkan untuk menjadi, atau sikap
bersikeras bahwa ia berjenis kelamin sebaliknya.
(2) Pada anak laki-laki, kecenderungan untuk berpakaian seperti lawan
jenis atau memakai pakaian perempuan; pada anak perempuan, sikap
bersikeras untuk hanya menggenakan pakaian maskulin yang
stereotipik.
(3) Kecenderungan yang kuat dan menetap untuk memerankan jenis
kelamin berlawanan di dalam permainan membuat percaya atau
khayalan menetap dirinya berjenis kelamin berlawanan.
(4) Keiginan yang intens untuk turut serta di dalam permainan dan hobi
yang streotipik untuk jenis kelamin sebaliknya
(5) Kecenderungan yang kuat untuk memiliki teman bermain berjenis
kelamin sebaliknya.
Pada remaja dan orang dewasa, gangguan ini ditunjukkan melalui gejala
seperti keinginan yang diungkapkan untuk berjenis kelamin sebaliknya, keinginan
untuk hidup atau diperlakukan seperti lawan jenis, atau keyakinan bahwa ia
memiliki perasaan dan reaksi yang khas pada jenis kelamin sebaliknya.
B. Rasa tidak nyaman yang menetap dengan jenis kelaminnya atau merasa
tidak sesuai dengan peran gender jenis kelaminnya.
Pada anak-anak, gangguan ditandainya dengan hal berikut pada anak laki-
laki, pernyataan tegas bahwa penis atau testisnya menjijikkan atau akan
hilang, atau pernyataan tegas bahwa akan lebih baik jika tidak memeliki
penis, atau penolakan terhadap mainan, permainan dan aktivitas laki-laki
buang air kecil dengan posisi duduk, pernyataan tegas bahwa ia memiliki
atau akan tumbuh penis, atau pernyataan tegas menstruasi atau penolakan
yang tegas terhadap cara berpakaian feminim yang normatif.
Pada remaja dan orang dewasa, gangguan ini ditandai dengan gejala seperti
preokupasi untuk menyingkirkan ciri seks primer atau sekunder atau
keyakinan bahwa ia dilahirkan dengan jenis kelamin yang salah.
C. Gangguan ini tidak terjadi bersamaan dengan keadaan interseks fisik
D. Gangguan ini menimbulkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau
hendaya fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lainnya.
Pengkodean didasarkan usia saat ini :
Kategori ini dimasukkan untuk memberi kode pada gangguan identitas gender
spesifik. Contohnya :
(2). Perilaku memakai pakaian lawan jenis terkait stress dan sementara
c. Menurut DSM V
Gender Dysphoria pada anak :
2.5 Penatalaksanaan
a. Anak
Pada saat ini, tidak ada bukti signifkan yang menunjukkan bahwa intervensi
psikiatrik atau psikologik pada anak dapat memengaruhi orientasi seksual mereka
di kemudian hari. Penatalaksanaan terhadap anak dengan gangguan ini harus diikuti
peran serta lingkungan (penyediaan pakaian yang sesuai jenis kelaminnya) dan
nasihat tentang peran dari anatomi seksualnya. Hormon dan psikofarmakologi tidak
pernah digunakan.
b. Remaja
Remaja muda yang mengalami gangguan ini pada awalnya merasa bahwa dirinya
seorang homoseksual. Perasaan cemas, takut serta malu dapat menyebabkan konflik
dalam perjalanan hidupnya. Para orang tua diharapkan mengerti kondisi psikologis
anak sehingga tekanan yang dirasakan oleh anak berkurang. Pada fase ini, akan
timbul perilaku menyembunyikan perubahan-perubahan sekunder tubuh, mulai dari
minum obat hormonal hingga rencana menjalani operasi di kemudian hari. Terapi
psikologik untuk anak dan orang tuanya memiliki peranan penting dalam
perkembangan anak baik dalam kehidupan sehari-hari di keluarga maupun
masyarakat.
c. Dewasa
Pada orang dewasa sering ditemukan permintaan langsung untuk operasi
penggantian anatomi kelamin dan pemakaian hormonal.
d. Terapi Hormonal
Individu dengan gangguan ini yang lahir sebagai laki-laki hampir selalu
mengonsumsi hormon estrogen oral. Hormon estrogen membantu pembesaran
payudara, atrofi testikular, penurunan libido dan menurunkan jumlah rambut badan.
Efek lain penatalaksanaan endokrin adalah peningkatan hormon endokrin, profi l
lemak, gula darah dan enzim hepatik. Pasien yang menggunakan terapi hormonal
harus selalu dipantau gula darahnya. Konsumsi rokok dilarang saat terapi hormon
karena dapat menyebabkan trombosis vena dan emboli pulmoner. Pada wanita,
penyuntikan testosteron dilakukan setiap sebulan sekali atau tiga minggu sekali.
Penggunaan testosteron memiliki efek yang patut diperhatikan, seperti pitch suara
akan menjadi rendah secara permanen karena pita suara menebal, klitoris menebal
dan memanjang sekitar dua hingga tiga kali lipat dari ukuran normal diikuti dengan
peningkatan libido, pertumbuhan rambut seperti pola laki – laki dan berhentinya
siklus menstruasi.
e. Terapi Operatif
Pada laki-laki, operasi penggantian anatomi kelamin seperti penghilangan
penis, skrotum, dan testis, digantikan dengan pembentukan labia dan vaginoplasti.
Pembentukan neoklitoris yang berasal dari frenulum penis dapat memberikan
sensasi erotis. Komplikasioperasi ini adalah striktur uretra, fi stula rektovaginal,
stenosis vagina, serta panjang dan lebar vagina inadekuat. Pasien yang
menggunakan hormon untuk menumbuhkan payudara namun gagal, biasanya akan
melakukan mammaplasty. Selain itu pemotongan kartilago tiroid untuk mengurangi
tonjolan jakun dilakukan supaya menyempurnakan tampilan dan dapat
meningkatkan pitch vokal suara, setelah itu pasien dapat melakukan latihan vokal.
Pada kasus perempuan menjadi laki-laki, biasanya dilakukan bilateral mastectomy
dan pembentukan neophallus.
2.6 Prognosis
Anak laki - laki biasanya mengalami gangguan ini sebelum usia 4 tahun dan
konfl ik kelompok mulai terjadi pada awal sekolah, sekitar usia 7 – 8 tahun. Perilaku
feminin biasanya berkurang saat anak laki-laki bertumbuh. ”Cross-dressing”
adalah salah satu contoh sikap dari gangguan tersebut, sudah terlihat dari sebelum
usia 4 tahun. Baik pada pria maupun wanita, satu hingga dua per tiga kasus tumbuh
menjadi homoseksual. Jika gangguan identitas jenis kelamin menetap hingga
dewasa, maka memiliki tendensi menjadi kronik dan disertai beberapa periode
remis.
1. Sadock, Benjamin J. Sadock, Virginia Alcot. Ruiz, Pedro. Kaplan & Sadock’s
Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 11th
Edition. Philadelphia: Wolters Kluwer. 2015. pp. 600-607.
2. Medraś M, Joź kow P. Transsexualism - Diagnostic and therapeutic aspects.
Poland: Department of Endocrinology, Diabetology and Isotope Therapy,
Medical University of Wrocław; 2010.
3. Benjamin JS. Synopsis of psychiatry. 10th ed. NewYork: Lippincott Williams
and Wilkins; 2007.
4. Freud S. Three essays on the theory of sexuality. London: Hogarth Standard
Edition; 2006.
5. Liben LS, Bigler RS. Developmental gender diff erentiation: Pathways in
conforming and nonconforming outcomes. Switzerland: Gay Lesbian Mental
Health Community; 2008
6. Davinson, C.G., Neal, J.M., & Kring, A.M. 2006. Psikologi Abnormal.
Jakarta: Raja GrafindoPersada Robert G. Meyer. Case Studies in Abnormal
Behavior. Bandung: Intervarsity Bookstore
7. American Psychiatric Association. (2013). Gender Dysphoria. In Diagnostic
and Statistical Manual of Mental Disorders (Fifth Edition ed.). Washington,
DC: American Psychiatric Publishing Inc.
8. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th ed, Text Revision,
American Psychiatric Association, 2000.