You are on page 1of 9

BAB I

PENDAHULAUN
A. Latar belakang
Sebagai umat manusia kita harus senantiasa taat menjalankan perintahnya agama, yaitu dengan
menjalankan segala perintah Allah, serta meninggalkan apa-apa yang dilarang olehnya di abad 21
ini, mungkin banyak diantara kita yang masih berkurang memperhatikan dan mempelajari akhlak.
Yang perlu diingat, bahwa Tauhid sebagai inti ajaran Islam yang memang seharusnya kita
utamakan,disamping mempelajari akhlak. Karena tauhid merupakan realisasi akhlak seorang
hamba terhadap Allah, seseorang yang bertauhid dan baik akhlaknya berarti ia adalah sebaik-
baiknya manusia.
Namun, pada pernyataannya dilapangan. Usaha-usaha pembinaan akhlak melalui berbagai
lembaga pendidikan dan melalui berbagai macam metode terus dikembangkan. Ini menunjukkan
bahwa akhlak perlu dibina. Dri pembinaan tersebut akan terbentuk pribadi-pribadi muslim yang
berakhlak mulia, taat kepada Allah dan rasul-Nya hormat kepada ibu bapak dan sayang kepada
sesama mahluk ciptaan Allah.
Dengan demikian pembentukan akhlak dapat diartikan sebagai usaha-usaha sungguh-sungguh
dalam rangka membentuk akhlak anak, dengan menggunakan sarana pendidikan dan pembinaan
yang terprogram dengan baik dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan konsisten.

B. Rumusan Masalah
1. Apa arti pembentukan Akhlak.?
2. Bagaimana Metode Pembinaan Akhlak.?
3. Apa Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak.?
4. Apa Manfaat Akhlak Yang Mulia
5. Apa saja Macam – macam Ahlak mulia.?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Arti Pembentukan Akhlak


Berbicara masalah pembentukan akhlak sama dengan berbicara tentang tujuan pendidikan,
karena banyak sekali dijumpai pendapat para ahli yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan
adalah pembentukan akhlak. Muhammad Athiyah Al-Abrasyi misalnya mengatakan bahwa
pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa dan tujuan pendidikan islam. Demikan pula ahmad
D. Marimba berpendapat bahwa tujuan utama pendidikan islam adalah identik dengan tujuan hidup
setiap Muslim, yaitu untuk menjadi hamba Allah, yaitu hamba yang percaya dan menyerahkan diri
kepada-Nya dengan memeluk agama islam
Namun sebelum itu masih ada masalah yang perlu kita dudukkan dengan seksama, yaitu
apakah akhlak itu dapat dibentuk atau tidak? jika dapat dibentuk apa alasannya dan bagaimana
caranya? Dan jika tidak, apa pula alasannya dan bagaimana selanjutnya!
Menurut sebagian ahli bahwa akhlak tidak perlu dibentuk, karena akhlak adalah insting
(garizah) yang dibawa manusia sejak lahir. Bagi golongan ini bahwa masalah akhlak adalah
pembawaan dari manusia sendiri, yaitu kecendrungan kepada kebaikan atau fithrah yang ada
dalam diri manusia, dan dapat juga berupa kata hati atau intuisi yang selalu cendrung kepada
kebenaran. Dengan pandangan seperti ini, maka akhlak akan tumbuh dengan sendirinya, walaupun
tanpa dibentuk atau diusahakan (ghair muktasabah). Kelompok ini lebih lanjut menduga bahwa
akhlak adalah gambaran batin sebagaimana terpantul dalam perbuatan lahir. Perbuatan lahir ini
tidak akan sanggup mengubah perbuatan batin. Orang yang bakatnya pendek misalnya tidak dapat
dengan sendirinya meninggikan dirinya, demikian sebaliknya.
Selanjutnya ada pula pendapat yang mengatakan bahwa akhlak adalah hasil dari
pendidikan, latihan, pembinaandan perjuangan keras dan sungguh-sungguh. Kelompok yang
mendukung pendapat yang kedua ini umumnya datang dari Ulama-ulama Islam yang cendrung
pada akhlak. Ibnu Maskawaih, Ibn Sina, al-Ghazali dan lain0lain termasuk kepada kelompok yang
mengatakan bahwa akhlak adalah hasil usaha (muktasabah). Imam al-Ghazali misalnya
mengatakan sebagai berikut :

‫سلَّ َم َح ِسنُ ْوا اَ ْخ ََلقَ ُك ْم‬


َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫ظ َوالت َأ ْ ِد ْيبَاتُ َو ِل َما قَا َل َر‬
َ ِ‫س ْو ُل هللا‬ َ ‫صايَا َوال َم َوا ِع‬
َ ‫الو‬
َ ‫ت‬ َ ‫ت اْ ََل ْخ ََل ُق َلَ ت َ ْقبَ ُل التَّغَي ُُّر لَ َب‬
ِ َ‫طل‬ ِ َ‫لَ ْوكَان‬
Seandainya akhlak itu tidak dapat menerima perubahan, maka batallah fungsi wasiat, nasihat dan
pendidikan dan tidak ada pula fungsinyahadits nabi yang mengatakan “ perbaikilah akhlak kamu
sekalian “.
Pada kenyataan dilapangan, usaha-usaha pembinaan akhalak melalui berbagai lembaga
pendidikan dan melalui berbagai macam metode terus dikembangkan. Ini menunjukkan bahwa
akhlak memang perlu dibina, dan pembinaan ini ternyata membawa hasil berupa terbentuknya
pribadi-pribadi muslim yang berakhlak mulia, taat kepada Allah dan Rasul-Nya, hormat kepada
ibu-bapak, saying kepada sesame makhluk Tuhan dan seterusnya. Keadaan sebaliknya juga
menunjukkan bahwa anak-anak yang tidak dibina akhlaknya, atau dibiarkan tanpa bimbingan,
arahan, dan pendidikan, ternyata menjdi anak-anak yang nakal, mengganggu masyarakat,
melakukan berbagai perbuatan tercela dan seterusnya. Ini menunjukkan bahwa akhlak memang
perlu dibina.
Keadaan pembinaan ini semakin terasa diperlukan terutama pada saat dimana semakin
banyak tantangan dan godaan sebagai dampak dari kemajuan dibidang iptek. Peristiwa yang baik
atau yang buruk dengan mudah dapat dilihat melalui pesawat televise, internet dan lain-lain.
Demikian pula produk obat-obat terlarang, minuman keras, dan pola hidup materialistic dan
hedonistic semakin menggejala. Semua ini jelas membutuhkan pembinaan akhlak.
Dengan demikian pembentukan akhlak dapat diartikan sebagai usaha sungguh-sungguh
dalam rangka membentuk anak, dengan menggunakan sarana pendidikan dan pembinaan yang
terprogram dengan baik dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Potensi rohaniah yang ada
dalam diri manusia dibina secara optimal dengan cara dan pendekatan yang tepat.

B. Metode Pembinaan Akhlak


Pembinaan akhlak merupakan tumpuan perhatian pertama dalam Islam. Hal ini dapat
dilihat dari salah satu misi kerasulan Nabi Muhammad SAW. yang utama adalah untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia. Dalam salah satu haditsnya beliau menegaskan innama
buitstu li utammima makarim al-akhlaq (H.R Ahmad) (Hanya saja aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia).
Perhatian islam yang demikian terhadap pembinaan akhlak ini dapat pula dilihat dari
perhatian islam terhadap pembinaan jiwa yang harus didahulukan daripada pembinaan fisik,
karena dari jiwa yang baik inilah akanlahir perbuatan-perbuatan yang baik yang pada tahap
selanjutnya akan mempermudah menghasilkan kebaikan dan kebahagiaan pada seluruh kehidupan
manusia, lahir dan batin.
Pembinaan akhlak dalam Islam juga terintegrasi dengan pelaksanaan rukun iman. Hasil
analisis Muhammad al-Ghazali terhadap rukun islam yang lima telah menunjukkan dengan jelas,
bahwa dalam rukun Islam yang lima itu terkandung konsep pembinaan akhlak. Rukun islam yang
pertama adalah mengucapakan dua kalimah syahadat, yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain
Allah, dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Kalimat ini mengandung
pernyataan bahwa selama hidupnya manusia hanya tunduk kepada aturan dan tuntutan Allah.
Orang yang tunduk dan patuh pada aturan Allah dan Rasul-Nya sudah dapat dipastikan akan
menjadi orang yang baik.
Selanjutnya rukun islam yang kedua adalah mengerjakan shalat lima waktu. Shalat yang
dikerjakan akan membawa pelakunya terhindar dari perbuatan yang keji dan munkar. (Q.S. Al-
Ankabut :45) dalam hadits qudsi dijelaskan pula sebagai berikut :
ْ ‫ار فِ ْي ِذ ْك ِر‬
‫ي َو َر ِح َم‬ َ َ‫ص َيتِ ْي َوق‬
َ ‫ط َع النَّ َه‬ ِ ‫ص َّرا َعلَى َم ْع‬ ِ ‫ت ُم‬ ْ ‫ظ َمتِ ْي َولَ ْم َي ْست َِط ْل َعلَى خ َْل ِق ْي َولَ ْم َي ِب‬
َ ‫ض َع ِب َها ِل َع‬
َ ‫ص ََلة ُ ِم َّم ْن ت ََوا‬
َّ ‫اِنَّ َما اَتَقَبَّ َل ال‬
}‫اب {رواه البزر‬ َ ‫ص‬ ْ
َ ‫سبِ ْي ِل َواَلَ ْر ِملَ ِة َو َر ِح َم ال ُم‬
َّ ‫الم ْس ْكيْنَ َوابْنَ ال‬ِ
Artinya : Bahwasanya aku menerima shalat hanya dari orang yang bertawadlu dengan shalatnya
kepada keagungan-Ku yang tidak terus-menerus berdosa, menghabiskan waktunya sepanjang hari
untuk dzikit kepada-Ku, kasih saying kepada fakir miskin, ibn sabil, janda serta mengasihi orang
yang mendapat musibah. (H.R. al-Bazzar)
Pada hadits tersebut shalat diharapkan dapat menghasilkan akhlak yang mulia, yaitu
bersikap tawadlu, mengagungkan Allah, berdzikir, membantu fakir miskin, ibn sabil, janda dan
orang yang mendapat musibah.
Selanjutnya dalam rukun Islam yang ketiga, yaitu zakat juga mengandung didikan akhlak,
yaitu agar orang yang melaksanakannya dapat membersihkan dirinya dari sifat kikir,
mementingkan diri sendiri, dan membersihkan hartanya dari hak orang lain, yaitu hak fakir miskin
dan seterusnya. Muhammad al-Ghazali mengatakan bahwa hakikat zakat adalah untuk
membersihkan jiwa dan mengangkat derajat manusia ke jenjang yang lebih mulia.
Begitu juga islam mengajarkan ibadah puasa sebagai rukun Islam yang keempat, bukan
hanya sekedar menahan diri dari makan dan minum dalam waktu yang terbatas, tetapi lebih dari
itu merupakan latihan menahan diri dari keinginan melakukan perbuatan keji yang dilarang. Dalam
hal ini Nabi mengingatkan :
}‫ط َعا َمهُ َوش ََرابَهُ {رواه البخاري‬ َ َ‫ْس ِ ِلِل َحا َجةٌ فِ ْي ا َ ْن يَد‬
َ ‫ع‬ َ ‫الز ْو ِر َو ْال َع َم َل ِب ِه فَلَي‬ ْ َ‫َم ْن لَ ْم يَد‬
ُّ ‫ع قَ ْو َل‬

Artinya : Siapa yang tidak suka meninggalkan kata-kata dusta, dan perbuatan yang palsu, maka
Allah tidak membutuhkan daripadanya, puasa meninggalkan makan dan minumnya.(H.R.
Bukhari)
Selanjutnya rukun Islam yang kelima adalah ibadah haji. Dalam ibadah haji ini pun nilai
pembinaan akhlaknya lebih besar lagi dibandingkan dengan nilai pembinaan akhlak yang ada pada
ibadah dalam rukun Islam yang lainnya. Hal ini bisa dipahami karena ibadah haji ibadah dalam
Islam bersifat komprehensif yang menuntut persyaratan yang banyak, yaitu disamping menguasai
ilmunya, juga harus sehat fisiknya, ada kemauan keras, bersabar dalam menjalankannya dan harus
mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, serta rela meninggalkan tanah air, harta kekayaan dan
lainnya. Hubungan ibadah haji dengan pembinaan akhlak ini dapat dipahami dari ayat yang
berbunyi :
Artinya : (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan
niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh berkata kotor (jorok), berbuat
fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan
berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya sebaik-baik
bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal. (QS. Al-Baqarah
: 197)
Berdasarkan analisis yang didukung dalil-dalil al-Qur’an dan al-Hadits tersebut diatas, kita dapat
mengatakan bahwa islam sangat member perhatian yang besar terhadap pembinaan akhlak,
termasuk cara-caranya. Hubungan antara rukun iman dan rukun islam terhadap pembinaan akhlak
menunjukkan bahwa pembinaan akhlak yang ditempuh islam adalah menggunakan cara atau
system yang menggunakan berbagai sarana peribadatan dan lainnya secara simultan untuk
diarahkan pada pembinaan akhlak.
Dalam tahap-tahap tertentu, pembinaan akhlak, khususnya akhlak lahiriah dapat pula
dilakukan dengan cara paksaan yang lama-kelamaan tidak lagi terasa terpaksa. Seseorang yang
ingin menulis dan mengatakan kata-kata yang bagus misalnya, pada mulanya ia harus memeksakan
tangan dan mulutnya menuliskan atau mengatakan kata-kata dan huruf yang bagus. Apabila
pembinaan ini sudah berlangsung lama, maka paksaan tersebut sudah tidak terasa lagi sebagai
paksaan.
Pembinaan akhlak secara efektif dapat pula dilakukan dengan memperhatika factor
kejiwaan sasaran yang akan dibina. Menurut hasil penelitian para psikolog bahwa kejiwaan
manusia berbeda-beda menurut perbedaan tingkat usia. Pada usia kanak-kanak misalnya lebih
menyukai pada hal-hal yang bersifat rekreatif dan bermain. Untuk itu ajaran akhlak dapat disajikan
dalam bentuk permainan. Hal ini pernah dilakukan oleh para ulama dimasa lalu, mereka
menyajikan ajaran akhlak lewat syair yang berisi sifat-sifat Allah dan rasul, anjuran beribadah,
akhlak mulia dan lainnya.

C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak


Untuk menjelaskan factor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak pada
khususnya dan pendidikan pada umumnya, ada tiga aliran yang sudah amat popular. Pertama aliran
Nativisme. Kedua, aliran Empirisme, dan ketiga aliran konvergensi.
Menurut aliran Nativisme bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan
diri seseorang adalah factor pembawaan dari dalam yang bentuknya dapat berupa kecendrungan,
bakat, akal, dan lain-lain. Jika seseorang sudah memiliki pembawaan atau kecendrungan kepada
yang baik, maka dengan sendirinya orang tersebut menjadi baik.
Aliran ini tampaknya begitu yakin terhadap potensi batin yang ada dalam diri manusia, da
hal ini kelihatannyaerat kaitannya dengan pendapat aliran intuisisme dalam hal penentuan baik dan
buruk sebagaimana telah diuraikan diatas. Aliran ini tampak kurang menghargai atau kurang
memperhitungkan peranan pembinaan dan pendidikan.
Selanjutnya menurut aliran Empirisme bahwa factor yang paling berpengaruh terhadap
pembentukan diri seseorang adalah factor dari luar, yaitu lingkungan social, termasuk pembinaan
dan pendidikan yang diberikan. Jika pendidikan dan pembinaan yang diberikan kepada anak itu
baik, maka baiklah anak itu. Demikian jika sebaliknya. Aliran ini tampak lebih begitu percaya
kepada peranan yang dilakukan oleh dunia pendidikan dan pengajaran.
Dalam pada itu aliran konvergensi berpendapat pembentukan akhlak dipengaruhi oleh
faktor internal, yaitu pembawaan sianak, dan faktor dari luar yaitu pendidikan dan pembinaan yang
dibuat secara khusus, atau melalui interaksi dalam lingkungan social.
Aliran yang ketiga, yakni aliran konvergensi itun tampak sesuai dengan ajaran islam. Hal ini dapat
dipahami dari ayat dan hadits dibawah ini :
Dengan demikian faktor yang mempengaruhi pembinaan akhlak pada anak ada dua, yaitu
faktor dari dalam yaitu potensi fisik, intelektual dan hati (rohaniah) yang dibawa sianak sejak lahir,
dan factor dari luar yang dalm ini adalh kedua orang tua dirumah, guru di sekolah, dan tokoh-
tokoh serta pemimpin dimasyarakat. Melelui kerja sama yang baik antara tiga lembaga pendidikan
tersebut, maka aspek kognitif ( pengetahuan), efektif (penghayatan), psikomotorik (pengamalan)
ajaran yang diajarkan akan terbentuk pada diri anak. Dan inilah yang selanjutnya dikenal dengan
istilah manusia seutuhnya.
E. Manfaat Akhlak Yang Mulia
Akhlak yang mulia ini kemudian ditekankan karena disamping akan membawa
kebahagiaan bagi individu, juga sekaligus membawa kebahagiaan bagi masyarakat pada
umumnya. Dengan kata lain bahwea akhlak pertama yang ditampilkan seseorang, manfaatnya
adalah untuk orang yang bersangkutan.
Al-Qur’an dan al-Hadits banyak sekali memberikan informasi tentang manfaat akhlak yang
mulia itu.
Ayat diatas dengan jelas menggambarkan keuntungan atau manfaat dari akhlak yang mulia,
yang dalam beriman tak beramal shaleh. Mereka itu akan memperoleh kehidupan yang baik,
mendapatkan rezeki yang berlimpah ruah, mendapatkan pahala yang berlipat ganda di akhirat
dengan masuknya kedalam surga. Hal ini menggambarkan bahwa manfaat dari akhlak mulia itu
adalah keberuntungan hidup didunia dan diakhirat. Menurut M. Quraish Shihab, janji-janji Allah
yang demikian itu pasti akan terjadi, karena ia merupakan sunnatullah sama kedudukannya dengan
sunnatullah yang bersifat alamiah, asalkan hal tersebut ditempuh dengan cara-cara yang tepat dan
benar.
Selanjutnya di dalam hadits juga banyak dijumpai keterangan tentang datangnya
keberuntungan dari akhlak. Keberuntungan tersebut diantaranya adalah:

1. Memperkuat dan Menyempurnakan Agama


Nabi bersabda :
‫سخَا ِء فَ ِانَّهُ َلَ يَ ْك ِم ُل ا ََِّلَ ِب ِه َما‬
َّ ‫ق َوال‬ َ ‫ا َِّن هللاَ ت َ َع ٰالى ا ِْخت‬
ِ ُ‫َار لَ ُك ْم ِاَل ْسَلَ َم ِد ْينًا فَا ْك ِر ُم ْوهُ ِب ُحس ِْن ال ُخل‬
Allah telah memilihkan agama Islam untuk kamu, hormatilahagama dengan akhlak dan sikap
dermawan, karena islam itu tidak akan sempurna kecuali dengan akhlak dan sikap dermawan itu.

ِ ‫ان فِي ْاَلَ ْع َم‬


‫ار‬ ِ َ‫ار َويَ ِز ْيد‬
َ َ‫الدي‬
ِ ‫ان‬ِ ‫الج َو ِار يَ ْع ُم َر‬ ِ ُ‫ُح ْسنُ ْال ُخل‬
ِ ُ‫ق َو ُح ْسن‬
Berakhlak yang baik dan berhubungan dengan tetangga yang baik, akan membawa
keberuntungan dan kemakmuran.
2. Mempermudah perhitungan amal di akhirat
Nabi bersabda :
َ َ‫َص ُل َم ْن ق‬
} ‫طعَكَ { رواه الحاكم‬ َ ‫سابًا يَ ِسي ًْرا َواَدْ َخلَهُ ْال َجنَّةَ ت ُ ْع ِط ْي َم ْن َح َر َمكَ َوت َ ْعفُ ْو َع َّم ْن‬
ِ ‫ظلَ َمكَ َوت‬ َ ‫سبَهُ هللاُ ِح‬ ٌ ‫ث َ ََل‬
َ ‫ث َم ْن ُك َّن فِ ْي ِه َحا‬
Ada tiga perkara yang membawa kemudahan hisab (perhitungan amal di akhirat) dan akan
dimasukkan ke surga, yaitu engkau member sesuatu kepada orang yang tak pernah memberi
apapun kepadamu (kikir), engkau memaafkan orang yang pernah menganiayamu, dan engkau
menymbung tali silaturahmi kepada orang yang tak pernah kenal padamu. (H.R. Al-Hakim).

3. Menghilangkan kesulitan
Nabi Bersabda :

ِ ‫س هللاُ َع ْنهُ ُك ْر َبةً ِم ْن ُك َر‬


}‫ب َي ْو َم ال ِق َيا َم ِة {رواه المسلم‬ ِ ‫س َع ْن ُمؤْ ِم ٍن ُك ْر َبةً ِم ْن ُك َر‬
َ َّ‫ب الدُّ ْن َيا نَف‬ َ َّ‫َم ْن نَف‬
Barangsiapa yang melepaskan kesulitan orang mu;min dari kehidupannya di dunia ini, maka
Allah akan melepaskan kesulitan tersebut pada hari kiamat. (H.R. Muslim).

4. Selamat hidup di dunia dan di akhirat


Nabi bersabda :
}‫صدُ فِي الفَ ْق ِر َو ْال ِغنَى {رواه ابوا الشيخ‬
ْ َ‫ب َو ْالق‬ َ َ‫ضا َو ْالغ‬
ِ ‫ض‬ ِ ‫ َخ ْشيَةُ هللاِ تَعَالَى ِفي الس ِِر َو ْالعَ ََلنِيَ ِة َو ْالعَدْ ُل فِي‬: ٌ‫ث ُم ْن ِجيَات‬
َ ‫الر‬ ٌ ‫ث َ ََل‬

Ada tiga perkara yang menyelamatkan manusia, yaitu takut kepada Allah di tempat yang
tersembunyi maupun di tempat yang terang, berlaku adil pada waktu rela maupun pada waktu
marah, dan hidup sederhana pada waktu miskin, maupun waktu kaya. (H.R. Abu Syaikh).
Banyak bukti yang dapat dikemukakan yang dijumpai dalam kenyataan social bahwa orang
yang berakhlak mulia semakin beruntung. Orang yang baik akhlaknya pasti disukai oleh
masyarakatnya, kesulitan dan penderitaannya akan dibantu untuk dipcahkan, walaupun ia tidak
mengharapkannya. Peluang, kepercayaan, kesempatandatang silih berganti kepadanya.
Sebaliknya jika akhlak yang mulia itu telah sirna, dan berganti dengan akhlak yang tercela,
maka kehancuran pun akan segera datang menghadangnya.
Penyair Syauki Bey pernah mengatakan,
‫ت ا َ ْخ ََلقُ ُه ْم ذَ َهب ُْوا‬ ْ َ‫اِنَّ َما ْاَلُ َم ُم ْاَلَ ْخ ََل ُق َما بَ ِقي‬
ْ َ‫ت َوا ِْن ُه ُم ْوا ذَ َهب‬
Selama umat itu akhlaknya baik ia akan tetap eksis, dan jika akhlaknya sirna, maka bangsa itu
pun akan binasa.
F. Macam – macam Ahlak mulia
Kita telah mengetahui bahwa akhlak Islam merupakan sistem moral yang berdasarkan
Islam, yakni bertitik tolak dari akidah yang diwahyukan Allah kepada Nabi atau Rasul-Nya untuk
disampaikan kepada umatnya. Secara garis besar akhlak dapat digolongkan dalam dua kategori
yaitu sebagai berikut:
Akhlak Al-Karimah
Akhlak Al-karimah atau akhlak yang mulia sangat amat jumlahnya, namun dilihat dari segi
hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia, akhlak yang mulia itu dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Akhlak Terhadap Allah
Akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan selain Allah. Dia
memiliki sifat-sifat terpuji demikian Agung sifat itu, yang jangankan manusia, malaikatpun tidak
akan menjangkau hakekatnya.
b. Akhlak terhadap Diri Sendiri
Akhlak yang baik terhadap diri sendiri dapat diartikan menghargai, menghormati, menyayangi dan
menjaga diri sendiri dengan sebaik-baiknya, karena sadar bahwa dirinya itu sebagai ciptaan dan
amanah Allah yang harus dipertanggungjawabkan dengan sebaik-baiknya. Contohnya:
Menghindari minuman yang beralkohol, menjaga kesucian jiwa, hidup sederhana serta jujur dan
hindarkan perbuatan yang tercela.
c. Akhlak terhadap sesama manusia
Manusia adalah makhluk sosial yang kelanjutan eksistensinya secara fungsional dan optimal
banyak bergantung pada orang lain, untuk itu, ia perlu bekerjasama dan saling tolong-menolong
dengan orang lain. Islam menganjurkan berakhlak yang baik kepada saudara, Karena ia berjasa
dalam ikut serta mendewasaan kita, dan merupakan orang yang paling dekat dengan kita. Caranya
dapat dilakukan dengan memuliakannya, memberikan bantuan, pertolongan dan menghargainya
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berbicara masalah pembentukan akhlak sama dengan berbicara tentang tujuan pendidikan,
karena banyak sekali dijumpai pendapat para ahli yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan
adalah pembentukan akhlak. Menurut sebagian ahli bahwa akhlak tidak perlu dibentuk, karena
akhlak adalah insting (garizah) yang dibawa manusia sejak lahir. Bagi golongan ini bahwa
masalah akhlak adalah pembawaan dari manusia sendiri, yaitu kecendrungan kepada kebaikan atau
fithrah yang ada dalam diri manusia, dan dapat juga berupa kata hati atau intuisi yang selalu
cendrung kepada kebenaran. Dengan pandangan seperti ini, maka akhlak akan tumbuh dengan
sendirinya, walaupun tanpa dibentuk atau diusahakan (ghair muktasabah).
akhlak yang mulia itu dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Akhlak Terhadap Allah
d. Akhlak terhadap Diri Sendiri
e. Akhlak terhadap sesama manusia

You might also like