Professional Documents
Culture Documents
'z-t
ry -J
d:r
..:
G' *
\
\
Dasar-dasar Metodologi
Penelitian Klinis
Edisi Ke-4
2011
-*ffi*-
SAGUNGSETO
D as ar -D a s ar M et o d ol o gi P eneliti an Klini s
Sudigdo Sastroasmoro
AnggotalKAPI
Pnaxara
Dalam tiga dasawarsa terakhir ini literatur tentang metodologi
penelitian kedokteran dan kesehatan lebih rnarak ketimbang masa
sebelumnya. Tidak dapat dipungkirihal tersebut dipicu dan dipacu
oleh berkembangnya epidemiologi klinik, yang kemudian
berkembang menjadi euidence-b ased medicine. B any ak jurnal ilmiah
kedokteran sekarang yang menyediakan halaman yang cukup
untuk diskusi dan debat tentang metodologi penelitian daneoidence-
based medicine. Buku-buku metodologi penelitian klinis mutakhir
juga telah mengakomodasi perkembangan baru tersebut.
Di tengah perkembangan yang menarik itulah edisi keempat buku
Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis hadir. Tidak berbeda
dengan edisi pertama kedua dan ketiga, edisi keempat ini masih
hadir dengan pendekatan praktis. Pembaca yang ingin
memperdalam pengetahuan metodologi penelitian, epidemiologi
klinik, dan eaidence-based medicine harus membaca literatur terbaru.
Kami menyampaikan penghargaan kepada semua penulis edisi
pertama buku iru, yang meskipun sebagian sudah meninggalkan
kita, nama mereka masih kami pertahankan. Nama-nama yang
telah wafat kami beri tanda '. Kepada para penulis yang baru
bergabung kami sampaikan terima kasih.
Akhirnya ucapan terima kasih kami sampaikan kepada para
pembaca yang telah menyampaikan kritik dan masukan kepada
kami. Semoga buku ini tetap dapat mengisi kebutuhan buku
sejenis yang berbahasa Indonesia.
20 Juni 2011
SS
SI
lv
PENcnNTAR
Sejak diterbitkan buku Dasar-Dasar Metodologi Penelitian
Klinis lebih dari 16 tahun yang lalu, Pimpinan Departemen IImu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / RS
Dr. Cipto Mangunkusumo mendapat banyak masukan dari
berbagai pihak yang umumnya menyatakan bahwa buku ini
bermanfaat untuk membanfu pemahaman metodologi penelitian
bagi pemula. Di luar perkiraan kami, buku ini juga diminati oleh
Peserta Pendidikan Dokter Spesialis selain Ilmu Kesehatan Anak,
bahkan juga dijadikan olehbanyak peneliti klinis yang lebih senior.
Dalam edisi ke-3 banyak ditambahkan perkembangan baru dalam
metodologi penelitian serta epidemiologi klinik, karena jumlah dan
variasi materinya cukup banyak, maka susunan bab-bab berubah
dibandingkan dengan edisi sebelumnya. Dalam edisi ke-4 ini pun
ditambahkan satu bab baru tentang Penelitian Kualitatif.
Beberapa penulis yang berperan aktif dalam edisi sebelumnya sudah
wafat, beberapa lainnya sudah pensiun, dan ada pula yang
mengundurkan diri dari Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia - RS Cipto Mangunkusumo'
Namun para penyunting masih menyertakan nama-nama tersebut,
dengan niat baik sebagai penghormatan dan penghargaan terhadap
apayangtelah mereka sumbangkan dalam edisi pertama buku ini.
Akhirnya sebagai Pimpinan Departem'en saya menyampaikan
selamat kepada para penulis dan penyunting yang telah rela
berjerih payah melakukan revisi buku ini. Semoga apa yang telah
kita lakukan dapat dipetik manfaatnya oleh semua peminat
penelitian klinis.
Prakata iii
Pengantar i7)
DaftarIsi 7)
Sudigdo Sastroasmoro
Bab 3 Usulanpenelitian 31
Sudigdo Sastroasmoro, Djajadimin Gatot, Nartono
Kadri, Purnamawati S Pudjiarto
Bab 4 Pengukuran dalam penelitian 66
Alan R Tumbelaka, M Hardjono Abdoerrachmann,
Abdul Latiel Maria Abdulsalam, Darlan Darwis
Bab 5 Pemilihansubyekpenlitian 88
Sudigdo Sastroasmoro
Bab 6 Desain penelitian 'l'04
Husein Alatas, WT Karyomanggolo, Dahlan Ali
Musa, Aswitha Boediarso, Ismet N Oesman
Bab 7 Studi cross-sectional 130
Muhamad Vinci Ghazali, Suharyono Sastromihardio,
Sri Rochani S, Titi Soelaryo, Hariarti Pramulyo
Bab 8 Penelitian kasus-kontrol l+6
Rulina Suradi, Corry M Siahaan, Rachma F Boedjang,
Sudiyanto, Iswari Setyaningsih, Soepardi Soedibjo
Bab 9 Studikohort 167
Taralan Tambunan, Taslim S Soetomenggolo,
Jimmy Passat, I Suharti Agusman
Bab 10 Ujiklinis . 't'87
Lampiran 509
Penjurus 51,5
viii
Bab 1 - Penelitian dalam bidang
kedokteran dan kesehatan
Iskandar Wahidiyat, Sofyan Ismael Hans E Monin$a
'ftmu pengetahuan selalu berkembang oleh karena manusia
I diu.rug"rahi akal oleh Tuhan dan mempunyai sifat selalu ingin
I tahu, suatu hal yang membedakan manusia dari hewan.
LManusia selalu berpikir dan selalu ingin mencoba mengaitkan
antara fakta atau fenomena dengan teori yang diketahuinya. Makin
banyak teori yang dimiliki oleh manusia dengan makin banyaknya
membaca dan makin banyak fakta yang diperolehnya, akan makin
tinggi pula pengetahuanny a, dan makin besar pula rasa ingin
tahunya. Setiap fakta baru yang diperoleh akan mempertinggi
tingkat teori yang dibuatnya; dengan demikian ilmu pengetahuan
akan senantiasa berkembang tidak ada hentinya.
KERANGKA TEORI
KERANGKA KONSEP
Darran PUSTAKA
1 Feinstein AR. Clinical epidemiology - The architecture of clinical research.
Philadelphia: Saunders, 1985.
2 Hegde MN. Clinical research in communicative disorders. Boston: College
Hill Press, 1987.
jazieh AR. Future of translational research: Why go pragmatic? diunduh
dari www.dovep4ess.com/getfile.php?f 1leID=87 41,.
7 Shamoo AE, Resnik DB. Responsible conduct of research. New York: Oxford
University Press, 2009.
8 Sitthi-amon C, Sumrongthong R. Strengthening health research capacitl in
developing countries - i crucial element for aihieving health equity. BM].
2000;321:8L3-7.
g slowther A-M, Hope T. Clinical ethics committees. BMj. 2000;321:649-50.
10 Sugarman j. The role of institutional support in protecting human research
subject. Acad Med. 2000;75:687-92.
11. Woolf sH. The meaning of translational research and why it matters. IAMA.
299;2997ll'13.
12 P enelitian dalam bidang kedokteran dan kesehatan
tr*$w
&# dS
Sudigdo Sastroasmoro
Populosi teriongk
Populosi torget
TI
tt
ll
ttll
_lL
\/\/
\/
\-
Subyek terpilih
Subyek yong benor
direliti
MENICUITUNG NILAI P
Nilai p secara tradisi selalu dihitung pada semua studi analitik; jadi
sudah sangat dikenal oleh para dokter, bahkan oleh mahasiswa.
Namun apakah pemahaman mereka tentang makna nlaip tersebut
cukup baik? Sayang sekali, ternyata tidak. Pada survei mendadak
yang dilakukan di banyak tempat di dunia, ditemukan fakta bahwa
ternyata pemahaman para dokter (umum maupun spesialis, di
Indonesia maupun di negara maju) tentang konsep-konsep dasar
dan'sederhana dalam biostatistika, termasuk pemahaman tentang
nllai p, sangat buruk. Biasanya kurang dari 20"/" peserta yang
menjawab benar ke-10 soal pilihan ganda (multiple choice questions)
Sudigdo Sastroasmoro 19
Obqt A 40o b r0 50
Jumloh 70 32 102
;1=p+(Zq xSE)
SE =SL
(rerata) Jn
SItupur,q.N
Dengan beberapa contoh sederhana tersebut dapat dipahami bahwa:
o Penelitian selalu dilakukan pada sampel
e Dari sampel tersebut diperoleh nilai tertentu yang disebut
statistik
o Hasil yang diperoleh pada sampel (statistik) akan digeneralisasi
ke populasi yang diwakili oleh sampel sebagai parameter
r Inferensihasil penelitian dapat dilakukan dengan2 cara, yakni
dengan uji hipotesis untuk memperoleh nilai p, dan dengan
estimasi untuk memperoleh interval kepetcayaan
r Nilai p dan IK menyatakan konsep yang sama dengan cara
yang berbeda
o Nilai p menunjuk peluang untuk memperoleh hasil yang diob-
servasi (atau hasii yang lebih ekstrem) bila hipotesis nol benar
Sudigdo Sastroasmoro 29
Dnrran PUSTAKA
Altman DG, Machini D, Bryant TN, Gardner M|. Statistics with confidence.
Edisi ke-2 London; 2002
Brennan R Croft P. Interpreting the results of observational research: chance is
not a fine thing. BMJ. 1.994;309:727-30.
Essex-Sorlie D. Medical biostatistics & epidemiology. London: Prentice Hall
Int.;1995.
Greenhalgh T. How to read a paper: Statistics for non-statistician. II. "Significant"
relations and their pitfalls. BMJ. 1997 ;31,5:422-5.
Lang TA, Secic M. How to report statistics in medicine. Philadelphia: American
College of Physicians; 1997.
Leung WC. Balancing statistical and clinical significance in evaluating treatment
effects. Postgrad Med J. 2000;77 :201-4.
Woodward M. Epidemiology - study design and data analysis. Boca Raton:
Chapman & Hall/CRC;1999.
30 Inferensi: dari sampel ke populasi
@s*
&& s jg
$*$#wqffiw
Judul
I Pendohuluqn
o Lotqr belokong
o Rumuson mosoloh
o Hipotesis
o Tuiuon
o Monfoot
ll Tiniouon Pustoko
Kerongko KonseP
lll Metodologi
o Desoin
o Tempot don woktu
o Populosi don somPel
o Kriterio inklusi don eksklusi
o Besqr sompel
o Coro kerio
o ldentifikosivqriqbel
o Rencono monoiemen don onolisis doto
o Definisi operosionol
o Mosoloh etiko
lV Dqftor Puslokq
V. [ompiron
I PTNOAHULUAN
F - Feqsible
o Tersedio subyek Penelition
o Tersediq dono
o Tersediq woktu, olot, don keqhlion
| - lnteresting
o Mosolqh hendoknyo menqrik bogi peneliti
N - Novel
o Mengemukokon sesuqtu Yong boru
o Membqntoh olou mengkonfirmosi penemuon terdohulu
o Melengkopi otou mengembongkon hosil penelition terdohulu
E - Erhicql
o Tidok bertentongon dengon etiko
R - Relevqnf
o Untuk pengembongon ilmu pengetohuon
r Untuk peningkoton tolo loksono posien otou kebiiokon
kesehotqn
o Sebogoi dqsor untuk penelition seloniutnyo
L Kemampulaksanaan
Kemampulaksanaan merupakan hal yang tidak dapat ditawar. Banyak
kesenjangan dalam bidang kedokteran yang daPat dikembangkan
menjadi masalah penelitian yang baik, menjanjikan hal yang baru, dan
relevan dengan pelayanan masyarakat dan pengembangan ilmu,
namun tidak cukup subyek penelitian, dana, sarana, keahliarL atau
waktu. sebagian kendala tersebut mungkin diatasi dengan modifikasi
desain, penyesuaianbesar sampef mengurangi jenis pemeriksaan, dan
pelbagii kiat lainnya. Namun bila segala manuver yang dilakukan
iersebut sangat mengurangi atau meniadakan nilai penelitian, hendaklah
peneliti mempertimbangkan kembali aPakah penelitian dapat
al4,rttun. Jadi pertimbangan praktislah yang akhimya menentukan,
apakah masalah kesehatan dapat dijawab dengan penelitian'
38 Usulan penelitian.
2 Menarik
Penelitian yang baik sangat menyita pikiran, tenaga, waktu, dan
biaya. Pelbagai kendala, baik yang telah diantisipasi maupun yang
muncul kemudian, dapat mengancam dari waktu ke waktu. Di
lain sisi, peneliti juga dituntut untuk selalu jujur dan taat asas dalam
seluruh tahapan penelitian sampai dengan pelaporanhasilnya. Oleh
karena itulah peneliti harus tertarik pada substansi yang ditelitinya.
Bila tidak, maka terdapat duakemungkinannegatif yang dapat terjadi:
mungkin ia akan cepat menyerah apabila dihadapkan pada pelbagai
kendal4 atau ia tidak akan taat asas pada penelitian yang dirancangnya
sendiri.
4 Etis
Penelitian apa pun, khususnya yang menggunakan manusia sebagai
subyek, tidak boleh bertentangan dengan etika. Kesulitan mungkin
timbul karena etika bukan hal yang mudah untuk didefinisikan.
Seseorang mungkin mengatakan sesuatu hal secara etis masih
berterima, namun bagi orang lain mungkin hal tersebut sudah
melanggar etika. Oleh karena itulah tiap penelitian yang menggunakan
manusia sebagai subyek harus lebih dahulu memperoleh persetujuan
dari komisi etika independen setempat. Uraian lebih lanjut dapat
dibaca dalam Bab L8. Penggunaan plasebo pada uji klinis senantiasa
menjadi bahan diskusi dalam sidang komisi etika. Modifikasi usulan
penelitian mungkin perlu dilakukan atas saran dari komisi etika
tersebut.
40 Usulanpenelitian.
5 Relevan
Relevansi merupakan hal utama yang harus dipikirkan pada awal
setiap penelitian. Tiap peneliti harus dapat memprediksi hasil
penelitian yang akan diperoleh, apakah relevan dengan kemajuan
ilmu, tata laksana pasien, kebijakan kesehatary atau sebagai dasar
untuk penelitian selanjutnya.
Dapat ditambahkan bahwa setelah menentukan topik penelitian,
peneliti harus membatasi diri pada pertanyaan penelitian yang
paling penting. Menjawab satu atau dua pertanyaan penelitian yang
penting secara adekuat lebih baik daripada menjawab banyak
pertanyaan yang remeh-temeh. Hal ini perlu ditekankaru karena
terlalu banyak pertanyaan dalam satu penelitian akan menambah
kesulitan dalam pemilihan desain, penghitungan besar sampel,
interpretasi uji statistik4 serta masalah metodologis lainnya, di samping
memerlukan tambahan logistik berupa biaya, waktu, tenaga, fasilitas
lain. Para peneliti muda cenderung untuk memasukkan sebanyak
mungkin pertanyaan dalam satu penelitian; hal ini seyogianya
dihindarkan. Praktik untuk menambahkan satu atau lebih pertanyaan
penelitian setelah data terkumpul (misalnya karena ada data yang
menarik yang sebelumnya tidak terpikirkan), juga tidak selayaknya
dilakukan.
Contoh
Apakah bayi yang lahir dari ibu yang suaminya perokok
mempunyai berat lahir lebih rendah dibandingkan dengan
bayi yang lahir dari ibu yang suaminya bukan perokok?
C HIpornsIs
Setelah masalah penelitian dirumuskan, langkah berikut adalah
merumuskan hipotesis penelitian. Hipotesis adalah pernyataan
sebagai jawaban sementara atas pertanyaan penelitianr lang
harus diuji validitasnya secara empiris. Jadi hipotesis tidak
dinilai benar atau salatu melainkan diuji dengan data empiris apakah
sahih (aalid) atau tidak.
Tidak semua jenis penelitian memerlukan hipotesis. Survei
ataupun studi eksploratif yang tidak mencari hubungan antar-
variabel, jadi hanya bersifat deskriptif, tidak memerlukan hipotesis,
misalnya penelitian tentang prevalens hipertensi pada pasien
obesitas, atau rerata kadar natrium murid sekolah. Perlu atau
tidaknya hipotesis dapat dilihat dari pertanyaan penelitian; apabila
dalam pertanyaan penelitian terdapat kata-kata: lebih besaq,lebih
kecil, berhubungan dengan, dibandingkan, menyebabkan,
terdapat korelasi, dan sejenisnya, maka berarti diperlukan (satu
atau lebih) hipotesis. Dalam konteks ini yang dimaksudkan dengan
hipotesis adalah hipotesis peneli tian (resear ch hypothesis), y angharus
dibedakan dengan hipotesis dalam uji kemaknaan yaitu hipotesis
nol dan hipotesis alternatif. Lihat Bab 15.
Contoh
Pada pasien gagal iantung, pemberian infus inotropik Z
dimulai dari 2,5 mikrogram/kg/menit akan meningkatkan
maximal peak ftow ztelocity pada jalan keluar ventrikel kiri
dari 1,5 m/detik menjadi 2,0 m/detik.
(karena maximal peak floul aelocity merupakan salah satu
parameter curah jantung, maka cukup disebut meningkatkan
curah jantung saja. Dalam definisi operasional baru dijelaskan
parameter apayarrg digunakan untuk menyatakan curah jantung.
Demikian pula dosis serta teknik pemberian obat dapat diuraikan
pada cara penelitian, tidak pada hipotesis)' Dengan demikian
hipotesis tersebut dapat'dilonggarkan' menjadi:
Pada pasien dengan gagal jantung, pemberian obat infus
inotropik Z berhubungan dengan peningkatan curah
jantung.
D Ttryunx PENELITIAN
Tujuan khusus:
L. Memperoleh data faktor risiko untuk timbulnya renjatan
berulang pada pasien demam berdarah dengue.
2. Mengetahui manfaat cairan X untuk mencegah renjatan
berulang pada pasien demam berdarah dengue.
50 Usulanpenelitian.
E MallreAT PENELruAN
il TrNynuAN PUSTAKA
Dalam bab tinjauan pustaka ini harus diuraikan dengan mendalam
pelbagai aspek teoritis yang mendasari penelitian. Hal yang telah
ditulis dalam Latar Belakang Masalah perlu dirinci, dan hubungan
antar-variabel dibahas. Berikut adalah beberapa catatan penting yang
perlu diingat dalam penulisan tinjauan pustaka.
Meskipun tampaknya tinjauan pustaka 'hanya' merupakan
ramuan pendapat orang, namun nyatanya tidak mudah untuk
membuat tinjauan pustaka yang baik. Tidak jarang tinjauan pustaka
hanya merupakan mosaik pemyataan atau hasil penelitian terdahulu,
tanpa lebih dahulu dicerna tanpa interpretasiyang memadai. Apabila
mosaik tersebut dibuat tanpa kalimat pengantar yang baik, maka
akibatnya akan makin buruk, sehingga maksud untuk menyajikan
informasi yang komprehensif dan akurat yang memperjelas seluruh
aspek penelitian yang direncanakan tidak tercapai.
Kesulitan tidak jarang terjadi bila terdapat hal yang kontroversial
tentang suatu hal. Kajian yang cermat dalam merangkum hal
tersebut biasanyh dapat memberikan kejelasan bahwa memang
terdapat kontroversi, namun tidak dapat mencapai simpulan akhir.
Untuk dapat mencapai hal yang terakhir ini terdapat suatu teknik
S u di gdo S qs tr o asmor o dkk, 51
KEnnNcKA KoNSEPTUAL
Dalam pustaka metodologi penelitian, istilah kerangka teori dan
kerangka konseptual cukup kontroverial. Meski concept, construct,
dan theory memiliki makna yang berbeda, namun sebagian ahli
menganggap istilah kerangka teori sama saja dengan kerangka
konsep, jadi merupakan sinonim. Di lain sisi sebagian ahli lainnya
membedakan keduanya. Menurut paham kedua, setelah pelbagai
aspek disajikan secara rinci namun terfokus dalam Tinjauan
Pustaka (menggambarkan kerangka teori), selanjutnya dibuat
rangkuman sebagai dasar unfuk membuat Kerangka Konseptual.
Lazimnyakerangka konseptual ini dibuat dalam bentuk diagram
yang menunjukkan jenis serta hubungan antar-variabel yang diteliti
dan variabel lainnya yang terkait. Karena tidak semua variabel akan
diukur dalam penelitian yang direcanakan, pada diagram perlu
digambarkan pula batas-batas lingkup penelitian. Diagram kerangka
konseptual harus menunjukkan keterkaitan antar-variabel. Kerangka
konseptual yang disusun dengan baik dapat memberikan informasi
yang jelas dan akan mempermudah pemilihan desain penelitian.
Salah satu kekeliruan yang sering dilakukan adalah, alih-alih
membuat kerangka konseptual, peneliti menyusun alur atau
kerangka desain'penelitian (misalnya diagram yang menunjukkan
populasi terjangkau, sampel, kemudian subyek dirandomisasi,
dilakukan intervensi, jenis-jenis variabel yang diukur, dan lain
Sudigdo S astr oasmor o dl<k. 53
ilI MErooolocl
Setelah pertanyaan penelitian, tujuan, dan hipotesis dirumuskary
teori yang relevan diuraikan, dan kerangka konsep diformulasikan,
maka peneliti melangkah pada rancangan pelaksanaan penelitian
dengan menguraikan metodologi penelitian. Bab ini harus dibuat
dengan sangat rinci, yang bermanfaat untuk menuntun peneliti
dalam pelaksanaan, analisis, interpretasi hasil penelitian. Bab
Metodologi ini mencakup:
. desain
o tempat dan waktu penelitian
o populasi targef populasi terjangkau, dan sampel
. cara pemilihan sampel (sampling method)
r estimasi besar sampel
o kriteria pemilihan (inklusi dan ekslusi)
. prosedur kerja (pengukurary intervensi, randomisasi atau
penyamaran pada uji klinis, kriteria penghentian
penelitiary dan seterusnya)
o identifikasi variabel (variabel independen, dependen,
perancu dll dengan skala variabel masing-masing)
o definisi operasional
. rencana manajemen dan analisis data, termasuk Program
komputer yang akan dipergunakan
Berikut diuraikan dengan ringkas hal-hal yang harus disertakan
dalam bab Metodologi tersebut.
54 Usulan penelitian.
A DgSEIN PENELITIAN
Desain penelitian pada esensinya merupakan wadah untuk
menjawab pertanyaan penelitian atau untuk menguji kesahihan
hipotesis. Seperti diketahui, klasifikasi desain penelitian amat
bervariasi, sehingga seringkali membingungkan. Dalam buku ini
desain penelitian klinis diklasifikasi berdasarkan pada ada atau tidak
adanya intervensi, menjadi penelitian observasional (termasuk studi
cross-sectional, studikohort, dan studi kasus-kontrol), dan penelitian
eksperimental (termasuk uji klinis). Pembahasan yang rinci tentang
jenis-jenis desain penelitian diuraikan dalam Bab 6.
Dalam usulan penelitian perlu dituliskan secara eksplisit dengan
satu kalimat, desain dipergunakan untuk menjawab pertanyaan
penelitian.
Contoh
Penelitian ini merupakan studi kasus-kontrol untuk menilai
peran pajanan hormon wanita pada wanita hamil muda
terhadap terjadinya kelainan kongenital ekstremitas pada
bayi yang dilahirkan.
C Popurasl PENELruAN
Kriteria eksklusi
Sebagian subyek yang memenuhi kriteria inklusi harus dikeluarkan
dari studi oleh karena pelbagai sebab. Keadaan yang biasanya
menjadi kriteria eksklusi pada studi klinis antara lain:
1 Terdapat keadaan atau penyakit lain yang dapat mengganggu
pengukuran atau interpretasi. Misalnya, dalam studi kasus-
kontrol yang mencari hubungan antara faktor risiko tertentu
dengan kejadian penyakit jantung bawaan, pasien dengan
kelainan kromosom tertentu yarrg mempunyai prevalens
penyakit jantung bawaan tinggi tidak boleh disertakan dalam
kelompok kasus
2 Terdapat keadaan yang mengganggu kemampulaksanaan,
seperti pasien yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap,
hingga dapat dipastikan akan sulit ditindaklanjuti
3 Hambatan etis
4 Subyek menolak berpartisipasi
Kesalahan elementer yang cukup sering dilakukan adalah
menyebutkan dalam kriteria eksklusi hal-hal yang memang tidak
termasuk dalam kriteria inklusi.
Contoh:
Kriteria inklusi: (1) pasien pertusis berusia <l bulan; (2) dst.
Kriteria eksklusi: (1) pasien pertusis berusia > l bulan; (2) dst.
Nyata sekali, betapa alur pikir penulisnya tidak cerdas!
58 Usulnnpenelitian.
H Cena KERIA
a Alokasi subyek
Dalam setiap penelitian yang membandingkan variabel harus
disebutkan dengan jelas subyek mana yang menjadi kelompok
yang diteliti, mana yang menjadi kelompok kontrol. Pada penelitian
observasional peneliti tidak mengalokasikan subyek yang terpajan
dan tidak terpajan, melainkan hanya mengobservasi pajanan yang
terjadi secara alamiah. Pada studi intervensional peneliti mengalokasi
subyek yang akan mendapat perlakuan dan yang tidak. Cara alokasi
ini harus disebutkan dengan eksplisit' Uraian cara alokasi subyek
(randomisasi) dapat dilihat pada Bab 10.
I IpEnnFIKASI VARIABEL
Semua variabel yang diteliti harus diidentifikasi, variabel apa saja
yang termasuk variabel bebas, variabel tergantung, dan perancu
(confounding). Diagram dalam kerangka konseptual sapat sangat
membantu dalam identifikasi variabel ini. Skala variabel (lihat Bab
a) jugaperlu disebutkaru mengingat perbedaan skala variabel akan
menyebabkan perbedaan uji hipotesis yang digunakan. Perlu
diingatkan bahwa bergantung pada konteksnya dalam penelitiary
60 Usulanpenelitinn.
I Dnrtxtsl oPERASIoNAL
PnNurup
Pembuatan usulan penelitian sebenarnya merupakan Proses
aktivitas intelektual yang mencakup kemamPuan menciptakan ide,
kreativitas dan inovasi, kemamPuan metodologi, penguasaan
substansi, pemahaman dan aplikasi statistika, kemampuan bahasa,
serta konsistensi berpikir logis. Oleh karenanya, menulis usulan
penelitian bukanlah merupakan pekerjaan yang mudah, dan
membutuhkan latihan terus-menerus, baik dengan membaca
usulan penelitian orang lairy melakukan telaah kritis pustaka, dan
yang paling penting, berlatih membuat usulan sendiri.
Bagian-bagian usulan yang telah diuraikan tidak berdiri terpisah,
melainkan menyatu dalam urutan yang logis. Peneliti mulai dengan
(1) pembenaran mengapa penelitian perlu dilakukan, kemudian
(2) mengidentifikasi masalah penelitian yang memenuhi syarat,
(3) merumuskan pertanyaan penelitian, (4) menyatakan tujuan
penelitian dalam arti luas dan dalam arti khas, (5) membangun
hipotesis sebagai dasar pembentukan wadah guna menjawab
pertanyaan penelitian, (6) mengemukakan uraian teori secara
komprehensif dan mendalam atas tiap aspek yang relevan dengan
materi, (7) menyusun kerangka konseptual, dan (B) merancang
desain penelitian yang sesuai, lengkap dengan segala komponen
yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan penelitian.
Suiligdo Sastroasmoro dl<k. 63
Darren PUsTAKA
Altman DG. Practical statistics for medical research. London: Chapman and
Hall;1995.
Dawson B, Trapp RG. Basic & clinical biostatistics. Edisi ke-3. Boston: Lange
Medical Bookslr4c Graw-Hill; 2001.
Doyal L. Informed consent in medical research: Joumals should not publish
res6arch to which patients have not given fully informed consent-with three
exceptions. Bll]. 1997 ;31.4:1107.
4 Essex-Sorlie D. Medical biostatistics. Connecticut: Printice-Hall Int.;1995.
5 Greenhalgh T. How to read a paper: Statistics for the non-statistician.I.
Different type of data need different statistical tests. BMJ. 1997;31'5:354-6.
Hegde MN. Clinical research in communicative disorders. Boston: Little,
Browry1987.
Hulley SB, Cummings SR, Browner WS, Grady D Newman TB, penyunting.
Designing clinical reiearch. Edisi ke-3. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins;2007.
Wingo PA, Higgins JF, Rubin GL, Zahniser SC' An epidemiologic approach to
reproductive health. Geneva: WHO;I991.
Sudigilo Sastrmsmaro dldc 65
$f#'d,,*.gr"
Srare PENGUKURAN
Vnnrasr PENGUKURAN
Sumber Ke0erongon
Vqdosi pengukuron
lnstrumen Alot don coro pengukuron
Pemerikso Orong yong mengukur
Vqriqsi biologis
Podo sotu subyek Perubohon voriobel koreno
wokludon keqdoon
Antor subyek Perbedoon biologis dori sotu
subyek ke subyek loinnyo
Vanresl BIoLocIS
Variasi biologis sangat memengaruhi hasil pengukuran. Tekanan
darah yang diukur setelah pasien berlari sangat berbeda dengan bila
dilakukan setelah pasien berbaring selama 5 menit. Demikian pula
kadar zat kimia tertentu menunjukkanhasil yangberbedabila diukur
pada waktu yang berbeda, misalnya siang dan malam hari (irarna
sirkadian). Hal serupa bahkan terjadi pada tinggi badan; pada pagi
hari setelah bangun tidur orang lebih tinggi beberapa milimeter
ketimbang pada malam hari.
74 Pengukuran
KERNo.q.rm.t
Dr. P
Tidok
Normol 9o b7 't6
Dr.Q
Tidok 4c d 10 t4
Jumloh r3 17 30
2 Pelatihan pengukur
Pelatihan yang memadai hampir selalu memperbaiki kinerja para
pengukur. Bila perlu diberikan sertifikat yang menunjukkan bahwa
yang bersangkutan telah dilatih dan cakap melakukan pengukuran.
AlanRTumbelakadkk. 79
3 Penyempurnaan instrumen
Banyak peralatan mekanis atau elektrik yang dapat diatur untuk
mengurangi variabilitas pengukuran. Demikian pula kuesioner atau
bahan wawancara perlu ditulis dengan ielas untuk menghindarkan
ketidakpastian makna.
4 Automatisasi
Variasi pada pemeriksaan secarabermakna dapat dikurangi apabila
instiumen dapat dibuat automatis. Harus selalu diingat bahwa
automatisasi sangat mengandalkan presisi pada saat dilakukan
automatisasi, sehingga hasil yang diperoleh lebihbaik daripada bila
dilakukan oleh secara manual.
5 Pengulangan pengukuran
Kesalahan acak dapat dikurangi apabila dilakukan pengulangan
pengukuran; tentu dengan konsekuensi adanya tambahan biaya,
waktu, serta pelaksana penelitiary yang harus diperhitungkan oleh
peneliti. Berkaitan dengan hal tersebut terdapat suatu fenomena
statistika yang disebu t regression to the medn, yang dapat dijelaskan
dengan ilustrasi berikut ini.
Apabila seorang pasien diukur tekanan darahnya dan hasilnya
tinggi, maka apabila dilakukan pengukuran ulangan nilai tekanan
darah tersebut cenderung lebih rendah daripada hasil pengukuran
pertama, mendekati nilai rerata pada populasi. Demikian pula
sebaliknya, apablla pada seseorang dilakukan pengukuran dan
hasilnya rendah maka pada pemeriksaan ulang hasilnya akan
cenderung lebih tinggr, yakni mendekati nilai normal.
Fenomena ini merupakan salah satu hal yang harus dihindarkan
pada penelitian klinis apa pun, khususnya pada uji klinis. Pada
pemberian obat untuk menurunkan tekanan darah, misalnya,
penurunan tekanan darah itu harus dipastikan bukan merupakan
fenomena rcgressioh to the meen; hal ini dapat disingkirkan dengan
cara membandingkannya dengan kelompok kontrol yang dipilih
dengan cara yang benar.
80 Pengukuran
II KcseHnreN
pembacaan hasil foto Rontgen atau USG. Prosedur ini biasa disebut
dengan istilah penyamaran atau blinding. Pada penelitian uji
diagnostik, satu variabel diukur dengan 2 carayang berbeda (misal
keganasan nodul tiroid ditentukan dengan USG dan pemeriksaan
patologi anatomik pada setiap subyek). Harus diusahakan pemeriksa
USG tidak mengetahui hasil pemeriksaan patologi, dan sebaliknya.
Dalam uji klinis, upaya untuk mengurangi bias dapat dilakukan
penyamaran tunggal atau penyamaran ganda; yang terakhir ini
dianggap sebagai cara yang terbaik untuk menilai efektivitas terapi
dalam uji klinis, oleh karenanya sangat dianjurkan bila mungkin.
Penyamaran memang memberi nilai positif, namun sayangnya
tidak pada semua keadaan penyamaran dapat dilakukan. Misalnya
untuk menguji efektivitas terapi medikamentosa dibanding dengan
pengobatan bedah, tentu tidak mungkin dapat dilakukan penyamaran.
3 Kalibrasi alat
Melakukan kalibrasi alat ukur secara berkala sangat dianjurkan
dalam proses penelitian, khususnya untuk alat ukur yang bersifat
mekanis atau elektrik. Keputusan untuk meningkatkan keandalan
dan kesahihan alat ukur tergantung pada pertimbangan peneliti
atas hal-hal berikut:
AlanRTumbelakadkk. 83
akal sehat (common sense) atau intuisi terhadap variabel yang sulit
diukur. Untuk mengukur kualitas hidup para responden, peneliti
dapat memperkirakan dengan menggunakan hubungan subyek
dengankeluarga dantetffiEga, atau dengan carayang lain. Variabel
yang digunakan sebagai penduga variabel yang sulit diukur ini
dinamakan proxy. Hal tersebut sepenuhnya bergantung pada
peneliti, neunun alasan atau pembenaran unfuk menggrrnakan alat
ukw proxy tersebut harus dijelaskan atau didiskusikan.
Tingkat sosial-ekonomi sering sulit apabila hanya diukur dengan
jumlah penghasilan resmi per bulan. Dalam masyarakat banyak
pegawai kecil yang rnempunyai gaji yang kecil (yang biasanya
disebut apabila ditanya berapa penghasilannya) namun dapat
hidup layak. Ini berkaitan dengan kegiatan lain di luar pekerjaan
resminya. Bila gaji digunakan sebagai standar, hasilnya tidak
sesuai dengan kenyataan. Untuk mengatasi hal ini dapat dibuat
proxyt misalnya kepemilikan sepeda motor sebagai penanda
tingkat sosial ekonomi sedang, dan seterusnya.
Nildi sebenarnya
trtr trE
(b)
d
b
b
en
o b"U"
b
d
Gambar 4-2 (al dan (b). Ilustrasi hubungan antara keandalan dan
kesahihan pengukuran pada pengukuran yang dilakukan berulang
kali. Pengukuran A yang memberi variasi yang sempit (keandalannya
baik) dan reratanya dekat dengan nilai sebenamya (kesahihannya
baik). Pengukuran B memberikan variabilitas nilai yang lebar
(keandalannya kurang) namun nilai reratanya dekat dengan nilai
sebenamya (kesahihannya baik). Pengukuran C memberi variabilitas
yang sempit (keandalannya baik) namun rerata hasil pengukuran
menyimpang dari.nilai yang sebenamya (kesahihannya kurang).
Pengukuran D memberi variabilitas nilai yang lebar (keandalannya
kurang) ftunun nilai reratanya menyimpang dari nilai sebenamya
(kesahiharunya kurang).
86 Pengukaran
Darrnn PUsTAKA
1 Ahlbohm A, Norrel S. Introduction to modem epidemiology. Edisi ke-2.
Chesnut Hill: Epidemiology Resources Inc;1990.
2 Altman DG. Practical statistics for medical research. New York:
Chapnran and HalI; 1995.
3 Bland fM, Altman DG. Statistics notes: Measurement error propor
tional to the mean. BMl.1996;3'1.3:1,06.
4 Dawson B, Trapp RG. Basic and clinical biostatistics. Edisi ke-3.
Boston: Lange Medical Books/McGraw Hill; 2001.
5 Fletcher RH, Fletcher SW, Wagner EH. Clinical epidemiology-the essen
tials. Edisi ke-3. Baltimore: Williams & Wilkins; 1996.
6 Greenhalgh T. How to read a paper: statistics for the non-statistician.
I. Different types of data need different statistical tests. BMJ. 1997;315:364-
366.
7 Hulley SB, Cummings SR, Browner WS, Grady D, Hearst N, Newman
TB, penyunting. Designing clinical research-An epidemiologic approach.
Edisi ke-2. Philadelpia: Lippincott Williams & Wilkins;2001.
8 Sackett DL, Haynes RB, Tugwell P. Clinical epidemiology. A basic
science for clinical medicine. Edisi ke-2. Boston: Little, Browni 1991.
9 Tumbelaka AR, Adisasmita AC, Riono P, Sastroasmoro S,
Rachimhadhi T. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Puslitkes
LPUL,1992.
AlanRTumbel"akadkk. 87
Sudigdo Sastoasmoro
Popurnsr
Istilah populasi dalam bahasa sehari-hari dihubungkan dengan
penduduk atau jumlah penduduk di suatu tempat atau negara.
Dalam penelitiary istilah populasi memiliki pengertian tersendiri.
Sudigdo Sastroasmoro 89
Popurnsr TARGET
Populasi yang merupakan sasaran akhir penerapan hasil penelitian
disebut sebagai populasi target (target population); sementara ahli
menyebutnya ranah atau domain. Populasi target bersifat umum,
yang pada penelitian klinis biasanya ditandai dengan karakteristik
demo gr afis (misalnya kelompok usia, jenis kelamin) dan kar akteristik
klinis (rrris alnya sehaf osteoporosis, pneumonia). Perhatikan contoh-
contoh populasi target berikut:
o anak sehat
o remaja pengguna narkoba
. pasangan usia subur
o pasien miokard infark berusia di bawah 50 tahun yang
mengalami serangan infark berulang
Pada penelitian yang membandingkan efektivitas antibiotik
baru A dengan antibiotik standar B pada remaja yang menderita
sinusitis kronik, maka populasi targetnya adalah para remajayar.g
menderita sinusitis kronik. Pada populasi inilah hasil penelitian
kelak dapat diterapkan.
90 P emilihan suby ek p enelitian
Popurnsl TERIANGKAU
Populasi terjangkau (accessible population) disebut pula populasi
sumber (source population) adalah bagian populasi target yang
dapat dijangkau oleh peneliti. Contoh: Pasien morbus Hansen yang
berobat di RS Dwikora pada tahun 1.999. Dengan kata lain populasi
terjangkau adalah bagian populasi target yang dibatasi oleh tempat
danwaktu. Dari populasi terjangkau ini dipilih sampel, yang terdiri
atas subyek yang akan langsung diteliti.
SnupEr
Sampel adalah bagian (subset) dari populasi yang dipilih dengan
cara tertentu hingga dianggap dapat mewakili populasinya. Dalam
kepustakaan sering istilah populasi dipakai secara salatg misalnya:
populasi pasien ynng diteliti ini terdiri atas 100 anak berusia di bawsh
5 tahun yang berobat di poliklinik XYZ. Dalam hal ini sebenarnya
yang dimaksud adalah sampel. Istilah keliru lainnya adalah "populasi
sampel"; istilah ini agak rancu, karena itu sebaiknya dihindarkan.
KARAKTERISTIK CONTOH
Dibatasi oleh
karakteristik Osteoporosis
klinis dan pasca-menopause
( demografis
I vutioi,r, I I
I ersterna ll I 1
Perempuan pasca-
t Dibatasi oleh menopause di
tempat dan waktu RSCM, tahun 2005
_( (100 pasien)
II eksternal
vutioitu' I J
II
Diplih secara
t random dari
60 pasien
osteoporosis
populasi teriangkau pasca-menopause
I vatioitas
rnterna
I
I I
Subyek yan 54 pasien
menyelesaikan osteoporosis
prosedur pasca-menopause
penelitian
dipilih dengan cara yang benar, dan tidak banyak subyek yang
menolak berpartisipasi? Cara pemilihan subyek yang dapat
dianggap mewakili populasi dapat dilihat dalam uraian di bawah.
3. Apakah populasi terjangkau dapat mewakili populasi target? Ini
merupakan pertanyaan yang menyangkut kesahihan eksterna
yang kedua. Bila populasi target adalah pasien pertusis di bawah
1 tahun (di manapun pasien berada), pertanyaannya apakah pasien
pertusis di bawah usia 1 tahun di RSCM dapat dianggap mewakili
pasien pertusis di bawah usia L tahun di luar RSC\A di Jakarta di
Indonesia, di seluruh dunia? Jawaban terhadap pertanyaan ini
umunrnya tidak dilakukan dengan perhifungan, narnun dengan
clinicnl judgment serta common sense, yang bergantung kepada
substansi penelitian. Contoh: penelitian tentang kontraksi ventrikel
kiri dengan ekokardiografi pada bayi baru lahir sehat di RSCM,
secara common sense dapat dianggap mewakili bayi baru lahir sehat
di Indonesia. Namun faktor risiko untuk terjadinya penyakit
jantung koroner pada pasien di RSCNA secara common sense ttdak
dapat dianggap mewakili populasi pasien yang sama di Amerika
Serikat atau di Iran.
Jadi dalam menginterpretasi hasil penelitian kita tidak hanya
melihat angka-angka, namun juga harus menyertakan clinical
judgment dan akal sehat.
A Pnonnwuru SAMPLING
b. Systematic sarypling
Pada sampling sistematik ditentukan bahwa dari seluruh subyek
yang dapat dipilitr, setiap subyek nomor ke-sekian dipilih sebagai
Sudigdo Sastroasmaro 97
sampel. Bila ingin diambil L/n dari populasi, maka tiap pasien ke-
n dipilih sebagai sampel. Jadi, seperti pada random sampling, setiap
subyek yang memenuhi kriteria untuk dipilih diberi bernomor.
Contoh
Ingin dipilih 20 dari 200 pasien dengan cara sampling
sistematik; berarti diperlukan 201200 = 1110 bagian dari
populasi yang akan diikutsertakan sebagai sampel, karena
itu setiap pasien ke-10 akan dipilih. Mula-mula tiap subyek
diberi bernomor, dari 1 sampai dengan 200. Tiap pasien yang
ke-10 diambil sebagai sampel. Penentuan angka awal juga
seyogianya dilakukan secara acak, misalnya dengan cara
menjatuhkanujungpinsilke deretan angka pada tabel angka
random. Bila diperoleh adalah angka awal 3, maka yang
diikutsertakan dalam sampel adalah pasien nomor 3,13,23,
33, 43,53, 63,73, 83,93, dan seterusnya.
Contoh
Ingin diketahui insidens miokarditis difterika pada pasien
yang berusia 0'sampai 10 tahun. Dari penelitian terdahulu
diketahui bahwa pada anak di bawah 5 tahun kenaikan
SGOT lebih nyata (330 U) dibandingkan dengan anak di atas
5 tahun (rata-rata L00 U). Bila diambil l00 anak dari 0 sampai
98 P emilihan suby ek p eneli tian
d Cluster snrnpling
Pada cluster sampling sampel dipilih secara acak pada kelompok
individu dalam populasi yang terjadi secara alamiah, misal wilayah
(kodya, kecamatan, kelurahan, dst). Cara ini sangat efisien bila populasi
tersebar luas sehingga tidak mungkin membuat daftar seluruh populasi
tersebut. Pada kondisi ini maka pemilihan dengan simple rnndom sarnpling
sangat sulit atau bahkan tidak mungkin dilakukan.
Contoh
Ingin diketahui karakteristik bayi dengan atresia bilier di
rumah sakitpendidikan di seluruh Indonesia. Bila diinginkan
hanya sebagian dari kasus yang terdaftar di rumah sakit
tersebut, dilakukan cluster sampling, yaitu dengan melakukan
random samplingpad,anap rumafi sakit, kemudian baru dalam
analisis akhir data dari semua rumah sakit dijumlahkan.
Pada survai komunitas sering dilakukan two stage cluster sampling,
seperti contoh berikut:
Misalnya kita ingin meneliti kejadian karies dentis pada anak
sekolah di jakartl. Dibutuhkan5000 subyekyang diharapkan
dapat mewakili anak sekolah di jakarta. Dari daftar sekolah
di Kanwil Depdiknas DKI, diambil secara random sejumlah
1,00 sekolah dasar. Pada ke-100 sekolah dasar tersebut, dari
tiap sekolah dipilih 60 orang siswa dengan cara random
sampling. Keuntungan lain cara ini adalah bahwa pada satu
cluster biasanya subyeknya lebih kurang homogen. Misalnya,
daerah tertentu cenderung untuk dihuni penduduk dengan
tingkat sosial ekonomi yang tidakterlalu berbeda mencolok,
meskipun biasanya tentu saja tidak benar-benar homogen.
Sudigdo Sastroasmoro 99
B Noru-PRoBABrurv I'MIPLING
Non-probability sampling merupakan cara pemilihan sampel yang
lebih praktis dan mudah dilakukan daripada probability sampling,
karenanya dalam penelitian klinis lebih sering digunakan daripada
probability sampling. Namun perlu diingat, karena semua prosedur
statistika berdasarkan pada asumsi umum bahwa sampel diambil
secara probability sampling (khususnya random sampling), maka
kesahihan sampel non-probability terletak pada berapa benar
karakteristik sampel yang dipilih dengan cara lain akan menyerupai
karakteristik sampel bila pemilihan dilakukan dengan car a pr ob ab ility
sampling.
Consecutiae sampling, conuient sampling, dan judgmental sampling
merupakan 3 jenis non-probability sampling yang paling sering
digunakan dan diuraikan di bawah.
a Consecutioe sanryling
Pada consecutiue samplingt semrta subyek yang datang secara berurutan
dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai
jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi. Consecutiae sampling tni
merupakan jenis non-probability sampling yang paling baik, dan
seringkali merupakan cara yang termudah. Faktanya sebagian bes4r
penelitian klinis (termasuk uji klinis) pemilihan subyeknya dilakukan
dengan teknik ini.
Agar hasil pemilihan subyek dengan consecutir:e sampling dapat
menyerupai hasil dengan probability sampling, maka jangka waktu
pemilihan pasien atau subyek penelitian harus tidak terlalu pendek,
terutama untuk penyakit yang dipengaruhi oleh musim. Contohnya,
pengambilan pasien demam berdarah dengue pada bulan-bulan
Agustus dan September mungkin tidak mewakili karakteristik
pasien demam berdarah dengue pada umumnya, karena puncak
insidens penyakit ini biasanya terjadi antara bulan April-Juni, dan
karakteristik pasien pada puncak insidens biasanya tidak sama
dengan pada bulan-bulan lain. Untuk jenis penyakit yang tidak
dipengaruhi oleh musim hal tersebut dapat diabaikan.
100 P emilihan suby ek penelittan
b Conpeniurt sampling
Cara ini merupakan cara termudah untuk menarik sampel, namun
juga sekaligus merupakan cara yang paling lemah. Pada cara ini
sampel diambil tanpa sistematika tertentu, sehingga jarang dapat
dianggap dapat mewakili populasi terjangkau, apaTagi populasi
target penelitian.
Contoh
Ingin diketahui kadar imunoglobulin pasien penyakit jantung
bawaan (PlB). Ditetapkan besar sampel40. Peneliti, suatu hari
mengambil 8 kasus di poliklinik jantung. Kemudian ia cuti,
dan wakfu masuk kembali, kalau tidak rapat atau memberi
kuliah ia mengumpulkan lagi pasien sampai mencapai 40. Cara
ini mudah, namun subyek terpilih tidak mewakili pasien PJB
yang berobat di poliklinik tersebut. Dalam keadaan tertentu,
bila variabilitas nilai pada subyek penelitian tidak berbeda besa4,
maka hasil yang diperoleh dapat dianggap rePresentatif untuk
populasi target, misalnya pada penelitian untuk memperoleh
nilai-nilai normal (contoh: ukuran ginjal pada bayi baru lahil,
dimensi ruang jantung dengan cara ekokardiografi pada orang
dewasa normal).
Dnrrnn PUSTAKA
1 Dawson B, Trapp RG. Basic and clinical biostatistics. Edisi ke-3.
Boston: Lange Medical Books/McGraw Hill, 2001.
2 Elwood JM. Critical appraisal of epidemioological studies and clinical
trials. Edisi ke-2. Oxforit: Oxford University Press, 1998.
.) Hulley SB, Cummings SR, Browner WS, Grady D, Newman TB,
penyunting. Designing clinical research - an epidemiologic approach.
Eaiii te-s.?niladelirhia: Williams & Wilkins, 2007.
Knapp RG, Miller III MC. Clinical epidemiology and biostatistics. Penn
sylvania: Harwal Publishing Co, 1992.
102 P emilihan subyek penelitian
5 Desoin khusus
o Uii diognosrik
o Anolisis kesintoson (survivol onolysis)
r Meto-onolisis
Desqin penelition
Observosionol lntervensionol
A PENEUTIANoBSERVASIONAL
relaps sering adalah tidak efektif. Keadaan serupa dijumpai pada obat
atau prosedur pengobatan lain. Karenanya pada saat ini dapat dibuat
simpulan urmrn bahwa studi observasional atau uji klinis yang tidak
dirandomisasi cenderung untuk melebih-lebihkan efek suatu obat atau
pengobatan dibanding dengan uji klinis dengan randomisasi. Namun
harus diakui terdapat cukup banyak prosedur pengobatan yang tidak
didasarkan atas uji klinis dengan randomisasi, baik karena jumlah kasus
yang sedikit, masalah teknis, atau masalah etika.
Srupr KASUS-KoNTRoL
Berbeda dengan studi cross-sectional, pada studi kasus-kontrol
observasi atau pengukuran variabel bebas dan variabel tergantung
tidak dilakukan pada saat yang sama. Peneliti melakukan pengukuran
variabel tergantung, yal,rri efek, sedangkan variabel bebasnya dicari
secara retrospektif; karena itu studi kasus-kontrol disebut sebagai studi
longitudinaf artinya subyek tidak hanya diobservasi pada satu saat tetapi
diikuti selama periode yang ditentukan.
114 Desainpenelitian
SruoI KoHoRT
Berlawanan dengan studi kasus-kontrol yang mulai dengan
identifikasi efek, pada penelitian kohort yang diidentifikasi lebih
dahulu adalah kausa atau faktor risikonya, kemudian sekelompok
subyek (yang disebut kohort) diikuti secara prospektif selama
periode tertentu untuk menentukan terjadi atau tidaknya efek.
Husein alatas dkk 115
: ;;,--l I
fZ."".""
f*t".. ".". ry
Masa lampau Masa datan{t
PENnTNIAN EKSPERIMENTAL
Asmo dini
Tidok
Yo 80 300 380
Formulo dini
20 620
Asmo dini
Yo
Yo 37 l8 55
Formulo dini
Tidok r3 32 45
Jumloh 50 r00
Asmo dini
Yo Tidok Jumloh
sebelum usia L tahun. Bila dari 300 bayi yang diberi formula
dini 100 menderita asma (insidens = 100/300), dan dari 700
yang tidak diberi formula 50 menderita asma (insidens 50/
700), dapat dihttung relatif (RR) pemberian formula yakni
sebesar 100/300 : 501700 = 4,67 (IK 95% 3,42 sampai 6,37).
Gambar 5-5.
122 Desainpenelitinn
Asmo dini
Yo Tidok Jumloh
Yo r0 50
Formulq dini
Tidok 44 50
Jumloh 46 r00
kali lebih besar ketimbang yang tidak diberi formula dini. Rasio
odds sebesar 5,01 ini mempunyai interval kepercayaannya; bila
interval kepercayaan 95% antara L,98 sampai L3,13 berarti pada
populasi yang diwakili oleh sampel, risiko pemberian formula dini
pada neonatus untuk kejadian asma dini 95o/o terletak antara 2
sampai 13. Apabila rasio odds <1 maka faktor yang diteliti justru
merupakan faktor protektif. Baik faktor risiko maupun faktor
protektif, bila interval kepercayaannya mencakup angka 1 berarti
ia bukan merupakan faktor risiko / protektif yang sebenarnya; bila
dilakukan uji hipotesis akan diperoleh nilai p>0,05 - artinya hasil
yang diperoleh tersebut cukup besar kemungkinannya semata-
mata disebabkan oleh faktor peluang.
Tiap desain mempunyai sisi positif dan negatif, kelebihan dan
kekurangannya. Pada umumnya, dilihat dari segi biayayangpaling
murah ialah desain cross-sectional, dllkuti oleh studi kasus-kontrol,
studi kohort, dan yang termahal adalah studi eksperimental.
Namun bila dilihat dari kuatnya hubungan sebab-akibat, hal yang
sebaliknya terjadi: desain terkuat adalah studi eksperimental,
diikuti oleh sfudi kohort, kasus-kontrol, dan studi cross-sectional.
Hal ini terutama karena pada studi eksperimental pelbagai jenis
variabel yang diukur atau diintervensi dapat dikontrol terhadap
terjadinya pelbagai jenis bias.
Akhir-akhir ini beberapa analisis menyebutkan bahwa studi
non-eksperimental (biasanya studi kohort atau kasus-kontrol) yang
dilakukan dengan baik dengan jumlah subyek yang besar dapat
memberi hasil yang sebanding dengan studi eksperimental. Namun
hal itu tidak meniadakan pernyataan bahwa studi eksperimental
lebih memberikan hasil dengan tingkat kesahihan yang lebih tinggi
daripada desain observasional analitik.
Uraian yang rinci pelbagai jenis desain tersebut, penerapannya
dalam penelitiary perlunya dihitung perkiraan besar sampel dan
lain-lain dapat dipelajari dalam bab-bab berikut. Pada akhirnya
pemilihan desain studi ditentukan oleh banyak hal, terutama pada
hipotesis atau tujuan penelitian, tingkat kesahihan yang akan
dicapai, serta fasilitas, sumber daya manusia, waktu, serta biaya
yang tersedia.
124 Desainpenelitian
Tnal,rsra rt oN AL RESEAR cH
Selain jenis-jenis desain yang telah diulas di atas, juga dikenal desain
uji diagnostik (yang pada dasarnya adalah studi cross-sectional -
lihatlah Bab 11), studi kesintasan (dapat observasional atau
intervensi -Bab 12), dan meta-analisis (Bab 13). Meta-analisis,
meski cikal-bakalnya sudah lama dikenal,baru berkembang dalam
pustaka kedokteran dalam 2-3 dasawarsa terakhir. Meta-analisis
merupakan suatu rangkuman kuantitatif hasil studi terdahulu
dengan menggunakan teknik statistika khusus. Meta-analisis
digolongkan dalam penelitian observasional analitik yang bersifat
retrospektif. Studi kualitatif, meskipun tidak dilakukan sebanyak
studi kuantitatif dapat dilihat ikhtisarnya pada Bab 14.
Semua jenis penelitian di atas merupakan penelitian terapan,
yang melanjutkan penelitian ilmu dasar baik dalam laboratorium
in aitro maupun penelitian dengan hewan coba. Semua jenis
penelitian kedokteran, baik penelitian dasar, klinis, maupun
komunitas akhirnya harus berujung pada peningkatan kualitas
pelayanan kedokteran. Penjabaran temuan ilmiah dari penelitian
ilmu dasar ke ranah aplikasi klinis, dan akhimya perbaikan kesehatan
masyarakat merupakan tujuan utama penelitian kedokteran. Namun
ini terbukti tidak dapat mudah dicapai. Para penyandang dana,
baik pemerintah maupun perusahaan farmasi, telah menghabiskan
dana luar biasa besar untuk penelitian dasar, namun nilai
pengembalian investasi sangat jauh dari sasaran yang diharapkan.
Sebagai contoh, The National Institute of Health (NIH) USA telah
mengeluarkan dana hampir 15 milyar dolar untuk riset dasar pada
tahun 2009, tetapi laju translasi penelitian ke dalam praktik klinis
sangat lambat dan rendah. Suatu studi menunjukkanbahwa dalam
20 tahun terakhir, kurang dari 25% temuan penting riset biomedis
dilanjutkan sebagai uji klinis dan kurang datil'0"/o yang kemudian
diterapkan dalam praktik klinis. Selain itu, walaupun suatu jenis
terapi telah dibuktif;an memiliki efek positif, PeneraPannya tidak
lakukan secara universal dalam praktik klinis, seperti pemberian
obat penghambat beta setelah infark miokard atau obat Penurun
kolesterol pada penyakit jantung koroner.
Husein alatas dkk 125
RnvcxaseN
Secara tradisional, riset dalam bidang kedokteran dan kesehatan
seringkali dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu riset dasar
(disebut juga riset fundamental atau riset murni) dan riset terapan.
Riset dasar bersifat lebih spekulatif dan memerlukan waktu lama
(seringkali dalam hitungan dasawarsa) untuk diterapkan dalam
konteks praktis namun kadang mampu menghasilkan temuan
fenomenal yang menyebabkan pergeseran paradigma praktis.
Sebaliknya riset terapan memiliki implikasi langsung terhadap
praktik tetapi seringkali hanya menghasilkan perbaikan bertahap
dan bukan suatu terobosan radikal.
Dikotomi riset dasar dan terapan ini menyulitkan pembentukan
tim multidisiplin yang diperlukan untuk keberhasilan penelitian
translasional. Riset translasional berusaha membebaskan diri dari
domain dasar dan terapan ini sehingga dapat diterapkan secara
lebih umum. Pada riset translasional interaksi antara riset akademis
dan praktik pelayanan kesehatan/industri ditingkatkan. Para
praktisi dapat membantu pembentukan agenda riset dengan
memberi informasi mengenai masalah apa yang sebenarnya
dihadapi dan memerlukan pendekatan dengan riset translasional.
Seperti telah disebut, pendekatan riset terapan hanya menghasilan
perbaikan masalah kesehatan yang sedikit.
Dnrrnn PUSTAKA
Abramowics M, Barnett Hl, Edelmann CMIR. Controlled trial of azathioprine
in children with nephrotic syndrome. The report of The Intemational Study
of Kidney Diseases in Children. Lancet. 1970;2:959-61,.
Azwar A, Prihartono, J. Metodologi penelitian kedokteran dan kesehatan
masyarakat. Jakarta: Binarupa Aksar4 1987.
Campbell Dl Stanley jC. Experimental and quasiexperimental designs for
research. Boston: Houghton Mifflin Co.;L963.
4 Doll R, Hill AB. Mortality in relation to smoking: Ten-year observation of
British doctors. BMI L964; 1399-450.
5 Dougherty D, Conway PH. The "3T's" road map to transform US health
care: the "how" of high-quality care, JAMA. 2008;299:23191321.
128 Desainpenelitian
MwweM
Desoin penelition merupokon rencono penelition sebogoi
sorono bogi peneliti untuk memperoleh jowobon otos
perfonyoon penelition otou menguji voliditos hipotesis.
a - efek (+)
b - efek G)
Faktor risiko
c - efek (+)
d - efek (-)
Gambar 7-L. Struktur studi cross-s ectional menilai peran faktor risiko
dan terjadinya efek. Faktor risiko dan efek diperiksa pada saat yang sama.
ffek
Yo Tidok Jumloh
Yo o*b
Foktor
risiko Tidok c*d
b+d "q+b*c+d
4 MnrerseNAKAN PENGUKLJRAN
5 MENCENALISIS DATA
Analisis hubungan atau perbedaan prevalens antar kelompok yang
diteliti dilakukan setelah dilakukan validasi dan pengelompokan
data. Analisis ini dapat berupa suatu uji hipotesis ataupun analisis
untuk memperoleh risiko relatif. Hal yang terakhir inilah yang lebih
sering dihitung dalam studi cross-sectional untuk mengidentifikasi
faktor risiko.
Yang dimaksud dengan risiko relatif pada studi cross-sectional
adalah perbandingan antara prevalens penyakit (efek) pada
136 Studi cross-sectional
Interpretasi hasil
1 Bila nilai rasio prevalens = 1 berarti variabel yang diduga
sebagai faktot risiko tidak ada pengaruhnya dalam terjadinya
efek, atau dengan kata lain ia bersifat netral. Misalnya semula
diduga bahwa pemakaian kontrasepsi oral pada awal kehamilan
Muhamad Vinci Ghnnli dkk. 137
4 Pengukuran
o Faktor risiko: ditanyakan apakah di rumah subyek digunakan
obat nyamuk semprot.
o Efek: dengan kriteria tertentu ditetapkan apakah subyek
tersebut menderita BKB.
5 Analisis
Hasil pengamatan tersebut dimasukkan ke dalam tabel 2x2
(Gambar 7-3). Pada Gambar 7-3 terdapat 100 anak yang terpajan
obat nyamuk semprot, 30 anak di antaranya menderita BKB
(prevalens BKB pada kelompok terpajan obat nyamuk : 30/100 :
0,3). Terdapat 150 anak tidak terpajan obat nyamuk, 15 di antaranya
menderita BKB (prevalens BKB kelompok tidak terpajan obat
nyamuk : 1511,50: 0,1). Maka rasio prevalens = 0,310,1= 3.0.
Selanjutnya perlu dihitung interval kepercayaan rasio prevalens
(RP) tersebut. Pada data hipotesis kita nilai interval kepercayaan
95% RP tersebut selalu di atas nilai 1 (yakni antara 1',70 sampai
5,28), artinya dalam populasi 95% RP terletak di antara 1,70 sampai
5,28 sehingga dapat disimpulkan bahwa benar penggunaan obat
nyamuk semprot merupakan faktor risiko untuk terjadinya BKB
pada anak. Namury meski (pada data lain) RP-nya 3,biIa interval
kepercayaan mencakup angka L (misalnya antara 0,9 sampai 6,7),
maka penggunaan obat nyamuk semprot belum dapat dikatakan
140 Studi cross-sectional
BKB
Yo Tidok Jumloh
Yo 30 70 r00
Obot nyomuk
Tidok l5 135 r50
secara definitif sebagai faktor risiko. Ini dapat disebabkan oleh dua
hal: (1) obat nyamuk semprot memang bukan merupakan faktor
risiko terjadinya BKB pada anak balita, atau (2) jumlah subyek yang
diteliti kurang banyak; bila ini yang terjadi, maka penambahan
jumlah subyek pasti akan mempersempit interval kepercayaan.
Dari contoh tersebut tampaklahbahwa pada rancangan penelitian
cross-sectional faktor prevalens adalah penting. Prevalens ialah
proporsi subyek yang sakit pada suatu waktu tertentu (kasus lama
dan baru), yang harus dibedakan dengan insidens pada rancangan
penelitian kohort yang berarti proporsi subyek yang semula sehat
kemudian menjadi sakit (kasus baru) dalam periode tertentu.
Walaupun istilah prevalens sering dihubungkan dengan penyakit,
tetapi dapat juga diartikan sebagai bukan penyakit, misalnya
prevalens dari faktor risiko, atau faktor lain yang akan diteliti.
Prevalens sering digunakan oleh perencana kesehatan untuk
mengetahui berapa banyak penduduk yang terkena penyakit
tertentu dan juga penting di klinik untuk mengetahui penyakit yang
banyak terdapat dalam suatu pusat kesehatan.
Muh am a d Vin ci Ghazali dkk. 141
Kelebihan
1 Keuntungan yang utama desain cross-sectionnl adalah desain ini
relatif mudah, murah, dan hasilnya cepat dapat diperoleh.
2 Memungkinkan penggunaan populasi dari masyarakat umum,
tidak hanya pasien yang mencari pengobatary dengan demikian
maka generalisasinya cukup memadai.
Muh am ad Vn ci Gh azali dkk. 143
Kekurangan
1 Sulit untuk menentukan sebab dan akibat karena pengambilan
data risiko dan efek dilakukan pada satu saat yang bersamaan
(temporal relationship tidak jelas). Akibatnya seringkali tidak
mungkin ditentukan mana penyebab dan mana akibat (dilema
telur dan ayarr., horse and cart). Misalnya hubungan kausal
antara diare dan malnutrisi tidak dapat ditentukan pada studi
prevalens, karena diare kronik dapat menyebabkan terjadinya
malnutrisi, sebaliknya malnutrisi juga dapat menyebabkan
sindrom malabsorbsi dengan gejala diare kronik.
2 Studi prevalens lebih banyak menjaring subyek dengan masa
sakit yang panjang daripada yang mempunyai masa sakit pendek,
karena individu yang cepat sembuh atau cepat meninggal
mempunyai kesempatan yang lebih kecil untuk terjaring. Bila
karakteristik pasien yang cepat sembuh atau meninggal berbeda
dengan yang mempunyai masa sakit panjang, dapat terjadi bias,
yakni salah interpretasi hasil penelitian.
3 Dibutuhkan jumlah subyek yang cukup banyak, terutama bila
variabel yang dipelajari banyak.
4 Tidak menggambarkan perjalanan penyakif insidens, maupun
prognosis.
5 Tidak praktis untuk meneliti kasus yang sangatjarang, misalnya
kanker lambung, karena pada populasi usia 45-59 tahun
144 Studi cross-sectbnal
Darrnn PUSTAKA
Dawson B, Trapp RG. Basic & clinical biostatistics. Edisi ke-3. Boston: Lange
Medical Books/Mc Graw-Hill, 2001.
Durham WH. Air pollution and student health. Arch Environ Health. 1974;
1.6:853-61.
J Fleiss |L. Statistical methods for rates and proportions. Edisi ke-2. New York:
John Wiley,1981.
4 Hulley SB, Cummings SR, Browner WS, Grady D, Newman TB, penyunting.
Designing clinical research-An epidemiologic approach. Edisi ke-2.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
5 Lambert PM. Smoking, air pollution, and bronchitis. Lancet. 7970;l:853-7.
6 Sackett DL, Wenberg jE. Choosing the best research design for each
question. BMI. 1997 ;135:L636.
Woodward M. Epidemiology - study design and data analysis. Boca Raton:
Chapman &Hall;1999.
Muh ama d Vn ci Gh az ali dkk. 145
F",".'*"6-l
fffi-",.t-l
F.t-;*",f
fffi-",t-1
Gambar 8-1. Skema dasar studi kasus-kontrol. Penelitian dimulai
dengan mengidentifikasikan subyek dengan efek (kelompok kasus),
dan mencari subyek yang tidak mengalami efek (kelompok kontrol).
Faktor risiko yang diteliti ditelusur secara retrospektif pada kedua
kelompok, kemudian dibandingkan.
Jumloh
Faktor risiko
Intensitas pajanan faktor risiko dapat dinilai dengan cara mengukur
dosis, frekuensi, atau lamanya pajanan. Ukuran pajanan terhadap
faktor risiko yang berhubungan dengan frekuensi dapat bersifat:
o Dikotom, yaitu apabila hanya terdapat 2 kategori, misalnya
pernah minum jamu peluntur atau tidak
o Polikotom, pajanan diukur pada lebih dari 2 tingkat, misal
tidak pernalr, kadang-kadang, atau'sering terpajan
o Kontinu, pajanan diukur dalam skala kontinu atau numerilg
misalnya umur dalam tahury paritas, berat lahir.
Ukuran pajanan yang berhubungan dengan waktu dapat berupa:
o Lamanya pajanan (misalnya jumlah bulan pemakaian
AKDR) dan apakah pajanan itu berlangsung terus-menerus
o Saat mendapat pajanan pertama
o Bilakah terjadi pajanan terakhir
RulirnSuradidkk. 151
Saat diagnosis
Untuk penyakit yang perlu pertolongan segera (misalnya patah
tulang) maka saat ditegakkannya diagnosis boleh dikatakan sama
dengan mula timbulnya penyakit (onset). Tetapi banyak penyakit
yang mula timbulnya perlahan dan sulit dipastikan dengan tepat
(contohnya keganasan atau pelbagai jenis penyakit kronik). Dalam
keadaan ini maka pada saat mengidentifikasikan faktor risiko perlu
diyakinkan bahwei pajanan faktor yang diteliti terjadi sebelum
terjadinya efek, dan bukan terjadi setelah setelah timbulnya efek
atau penyakit yang dipelajari.
154 P enelitian knsus-kontr oI
Contoh
Ingin diketahui hubungan antara diet dengan kejadian
kanker kolon. Pertanyaan harus ditujukan terhadap diet
sebelum timbul gejala, sebab mungkin saja subyek telah
mengubah dietnya oleh karena terdapatnya gejala penyakit.
Penelitian terhadap penyakit yang timbulnya manifestasi
memerlukan waktu lama, misalnya sklerosis multipel, perlu
perhatian ekstra untuk menentukan saat gejala pertama
timbul. Bila gejala sudah lama terjadi, sebaiknya kasus
jangan dipakai, sebab sulit dihindarkan kemungkinan
terjadinya pajanan setelah timbul penyakit.
Kontrol
Pemilihan kontrol memberi masalah yang lebih besar daripada
pemilihan kasus, oleh karena kontrol semata-mata ditentukan oleh
peneliti, sehingga sangat terancam bias. Perlu ditekankan bahwa
kontrol harus berasal dari populasi yang sama dengan kasus, agar
mempunyai kesempatan yang sama untuk terpajan oleh faktor
risiko yang diteliti. Bila peneliti ingin mengetahui apakah kanker
payudara berhubungan dengan penggunaan pil KB, maka kriteria
inklusi untuk kontrol adalah subyek yang memiliki peluang untuk
minum pil KB yaitu wanita yang menikatu dalam usia subur (wanita
yang tidak menikah atau belum mempunyai anak tidak minum
pil kontrasepsi).
Ada beberapa cara untuk memilih kontrol yang baik.
1 Memilih kasus dan kontrol dari populasi yang sama.
Misalnya kasus adalah semua pasien dalam populasi tertentu
sedangkan kontrol diambil secara acak dari populasi sisanya.
Dapat juga kasus dan kontrol diperoleh dari populasi yang telah -
ditentukan sebelumny a y angbiasanya lebih kecil (misalnya dari
studi kohort).
2 Matching. Cara kedua untuk mendapatkan kontrol yang baik
ialah dengan cara melakukan matching, yaitu memilih kontrol
dengan karakteristik yang sama dengan kasus dalam semua
variabel yang mungkin berperan sebagai faktor risiko kecuali
variabel yang diteliti. Bila matching dilakukan dengan baik, maka
Rulina Suradi dkk. 155
Confoh
Suatu penelitian kasus-kontrol ingin mencari hubungan
antara penyakit AIDS pada pria dengan homoseksualitas.
Sebagai kasus diambil semua pasien dengan diagnosis AIDS
di rumah sakit A. Untuk kelompok kontrol pertama dipilih
secara acak dari pasien dengan penyakit lain yang dirawat di
rumah sakit tersebut dan tidak menderita AIDS (diperoleh
rasio odds sebesar 6,3), sedangkan kelompok kontrol kedua
dipilih secara icak dari pria sehat yang tinggal berdekatan
dengan tiap pasien dalam kelompok kasus (diperoleh rasio
odds 9,0). Walaupun pada kelompok kontrol pertama lebih
156 P eneliti an kas us -ko nt r oI
5 METaTUxeNPENGLJKURAN
Pengukuran variabel efek dan faktor risiko merupakan hal yang
sentral pada studi kasus-kontrol. Penentuan efek harus sudah
didefinisikan dengan jelas dalam usulan penelitian. Pengukuran
faktor risiko atau pajananyang terjadi pada waktu lampau juga sering
menimbulkankesulitan. Kadang tersedia data obyektif, misal rekam
medis, kumpulan preparat hasil pemeriksaan patologi-anatomik,
hasil laboratorium, atau pelbagai jenis hasil pencitraan. Namun lebih
sering penentuan pajanan pada masa lalu dilakukan semata-mata
dengan anamnesis atau wawancara dengan responden, jadi hanya
dengan mengandalkan daya ingat responden yang mungkin
dipengaruhi oleh statusnya (mengalami outcome atau tidak).
Contoh sebelumnya, yakni penentuan apakah terdapat pajanan
jamu peluntur atau pil KB pada saat hamil muda, menduduki
tempat sentral pada studi kasus-kontrol. Namun data yang penting
tersebut semata-mata hanya didasarkan pada daya ingat seseorang. Bias
yang dapat mengancam dalam konteks ini adalah recsll bias. Tbu
yang anaknya cacat (kelompok kasus) lebih bersungguh-sungguh
berusaha untuk mengingat apakah pada waktu hamil muda ia
minum obat atau jamu tertentu. Sebaliknya, Tbu yang anaknya sehat
tidak merasa perlu untuk berupaya mengingat, bahkan cenderung
untuk menjawab "tidak" terhadap pertanyaan yang sama.
Jadi recall bias adalahkeSalahan sistematik akibat perbedaan uPaya
untuk mengingat hal yang terjadi pada masa lamPau antara kelompok
kasus dan kontrol, bukan sekedar kesalahan mengingat (kesalahan
pengukuran, measurement error) saja. Bias ini merupakan kelemahan
utama studi kasus-kontrol (bahkan built in); karenanya peneliti harus
mempunyai kiat untuk menyiasatinya misalrrya dengan membawa
alat peraga (jamu peluntuq, pil KB) pada wawancara.
dari satu faktor risiko. Ini ditentukan oleh apa yang ingin diteliti,
bagaimana cara memilih kontrol (matched atau tidak), dan
terdapatnya variabel yang mengganggu ataupun yang tidak.
Konlrol
Risiko + Risiko -
Risiko *
Kosus
Risiko -
RO= !
c
160 P enelitian kasus-kontrol
Plosenlo previo
Tidok Jumlqh
12 21
Riwayat aborsi
56 59 I 15
Jumloh r36
Konlrol
Y+ Y - Jumlqh
Y+ l0 22 32
Kosus
Y-
Jumloh 12 28 40
Kelebihan
1 Studi kasus-kontrol dapat, atau kadang bahkan merupakan satu-
satuny4 cara unfuk meneliti kasus yang jarang atau yang masa
latennya panjang
2 Hasil dapat diperoleh dengan cepat
3 Biaya yang diperlukan relatif murah
4 Memerlukan subyek penelitian yang lebih sedikit
5 Dapat digunakan untuk mengidentifikasikan pelbagai faktor
risiko sekaligus dalam satu penelitian.
Kelemahan
1 Data mengenai pajanan terhadap faktor risiko diperoleh dengan
mengandalkan daya ingat atau rekam medis. Daya ingat
responden ini menyebabkan terjadinya recall bias, katena
responden yang mengalami efek cenderung lebih mengingat
pajanan terhadap faktor risiko dari pada responden yang tidak
mengalami efek. Data sekunder, dalam hal ini rekam medis
yang seringkali dipakai sebagai sumber data juga tidak begitu
akurat.
2 Validasi mengenai informasi kadang-kadang sukar diperoleh.
3 Oleh karena kasus maupun kontrol dipilih oleh peneliti maka
sukar untuk meyakinkan bahwa kedira kolompok tersebut
benar sebanding dalam pelbagai faktor eksternal dan sumber
bias lainnya.
4 Tidak dapat memberikan incidence rates.
5 Tidak dapat dipakai untuk menentukan lebih dari L variabel
dependery hanya berkaitan dengan satu penyakit atau efek-
Rulina Suradi dl<k. 165
Darran PUSTAKA
Doll R, Vessey ME. Evaluation of rare adverse effects of systemic
contraceptives. Br Med Bull 1970;26:33-8
Foxman B,Yaldez B, Brook RH. Childhood enuresis; prevalence, perceived
impact, and pre-qsdled treatment. Pediatrics 1986;77 :482-7
Hulley SB, Cummings SR, Browner WS, Grady D, Newman TB, penyunting.
Designing clinical research - An epidemiologic approach . Edisi ke-3.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
KelseyJL, Thompson WD, Evans AS. Methods in observational epidemiology.
New York: Oxpord University Press; 1986.
Kahn HA, Sempos CT. Statistical methods in epidemiology. New York: Oxpord
University Press; 1989
Knapp RG, Miller III MC. Clinical epidemiology and biostatistics.
Pennsylvania: Harwal Publishing Comp any ; 1992.
Schlesselmen |J. Case-control studies. Desigrr, conduct, analysis. New York:
Oxpord University Press; 1982.
Walter SD. Calculation of attributabel risks from epidemiological data. Int J
Epid emiol L97 8;7 :17 5 -82.
Woodward M. Epidemiology - study design and data analysis. Boca Raton:
Chapman &Hall, 1999.
166 P eneli ti an kas us -ko n tr o I
$*f ffi.@ed$#d$+
atau modifikasi. Karen anya, sePerti halnya pada semua jenis desain
penelitian, pada desain kohort juga terdapat beberapa jenis varian
atau modifikasi, seperti tampak pada Tabel 9-1.
Pada studi kohort prospektif dengan pembanding internal,
kohort yang dipilih sama sekali belum terpajan oleh faktor risiko
dan belum mengalami efek. Subyek tersebut diikuti; secara alamiah
sebagian dari mereka kemudian terpajan dengan faktor risiko
(kelompok terpajan), sebagian lainnya tidak terpajan faktor risiko
(kelompok kontrol). Selanjutnya dilakukan /o llow -up selama waktu
yang ditentukan untuk memperoleh insidens terjadinya efek pada
masing-masing kelompok.
Bila subyek terpilih sudah terkena faktor risiko namun belum
mengalami efek, dan kelompok pembanding dipilih dari subyek lain
yang tanpa pajanan faktor risiko dan efek, kita berhadapan dengan
studi kohort prospektif dengan kelompok pembanding eksternal.
Suatu modifikasi penelitian kohort melakukan penelusuran terhadap
kelompok kohort yang sudah mengalami efek di masa lampau; ini
disebut sebagai studi kohort retrospektif. Modifikasi lain adalah
melakukan studi kasus-kontrol di dalam studi kohort, yang dikenal
sebagai case-cohort study dan nested case-control study. Dalam uraian
berikut ini dikemukakan terlebih dahulu studi kohort prospektif
dengan pembandlng intemal yang disertai dengan langkah-langkah
pelaksanaannya. Pelbagai jenis modifikasi studi kohort dikemukakan
kemudian.
TaralanTambunan dkk. 169
Subyek lanpo
foktor risiko
dqn lqn
Efek
Yo Tidck Jumloh
Ya o*h
Foklor risiko
Tidok c*d
2 MENETapKAN KoHoRT
Pertimbangan yang dipergunakan dalam penetapan populasi dan
sampel penelitian sama seperti penelitian observasional pada
umumnya. Ciri utama desain kohort adalah tersedianya kelompok
subyek tanpa efek tertentu pada awal studi. Subyek dipilih dari
populasi terjangkau yang memenuhi kriteria pemilihan (eligibility
criteria), dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang jelas.
Syarat umum agar seseorang dapat dimasukkan dalam studi kohort
dengan pembanding intemal adalah: (1) subyek tidak menderita efek
yang diteliti: dan (2) belum terpajan faktor risiko yang diteliti. Untuk
identifikasi subyek yang tidak sakit atau belum menderita efek ini
sangat diperlukan kecermatan. Peneliti harus yakin bahwa subyek
yang dipilihbenarbebas dari efekyang akan diselidiki sehingga apabila
pada pengamatan subyek tersebut menjadi sakit atau mengalami efek
maka hal tersebut terjadi akibat terpajan dengan faktor risiko yang
dipelajari. Alat diagnostik yang kurang akurat akan mengakibatkan
efek negatif palsu pada awal studi.
Kadang tidak mudah menetapkan atau menyingkirkan adanya
efek pada subyek yang akan direkrut (inception cohort); pelbagai
cara dapat dipergunakan untuk maksud tersebut, termasuk dengan
anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan laboratorium, sitologi,
pencitraan, dan lain-lainnya. Umumnya prosedur unfuk menetapkan
subyek masuk ke dalam kohort di satu sisi harus bersifat sederhana,
amarL dan murah, di lain sisi harus pula mempunyai keandalan dan
kesahihan yang baik. Namun hal ini tidak mudah, termasuk di
antaranya penenfuan masuknya subyek ke dalam studi kohort untuk
menentukan perjalanan penyakit bila awal penyakit sulit ditentukary
seperti pada kebanyakan kasus keganasan. Dalam keadaan tertenfu
saat diagnosis ditegakkan menjadi satu-satunya opsi yang mungkin
untuk memasukkan subyek ke dalam studi kohort yang direncanakan.
Subyek dapat dipilih dari populasi-terjangkau berdasarkan pada
pelbagai alasan sesuai dengan pertanyaan penelitian. Mungkin
subyek direkrut berdasar pada geografi, dari kelompok tertentu
misalnya kelompok profesi, rumah sakit, masyarakat yang baru
saja terkena bencana, dan lain sebagainya. Penetapan sampel harus
TaralanTambunan dkk. 173
6 MSNcINALISIS HASIL
Pada penelitian kohort sederhana, besaran efek yang diperoleh
menggambarkan insidens kejadian pada masing-masing kelompok.
Perbandingan insidens penyakit antara kelompok dengan faktor
risiko dengan kelompok tanpa faktor risiko disebut risiko relatif
(relatiae risk) atau rasio risiko (risk rntio), yang dengan mudah dapat
disimak pada skema rancangan studi kohort yang tertera pada
Gambar 9-2. Setelah pengamatan selesai, dari kedua kelompok
penelitian akan diperoleh 4 subkelompok subyek yaitu:
Sel a: subyek dengan faktor risiko, mengalami efek
Sel b: subyek dengan faktor risiko, tidak mengalami efek
Sel c: subyek tanpa faktor risiko, mengalami efek
Sel a: subyek tanpa faktor risiko, tidak mengalami efek
fqktor risiko {*
Subyek lcnpo
faktor risiko
don lonpo
fqktor risiko G
Kohort tl
foklor risiko (-)
Gambar 9-4. Studi kohort ganda atau studi kohort dengan kontrol
eksternal. Kohort I adalah kelompok subyek dengan faktor risiko,
kohort II adalah subyek tanpa risiko. Kedua kohort diikuti sampai
waktu tertentu, lalu dihitung berapa yang mengalami efek. Risiko
relatif dihitung'dengan carayangsama dengan studi kohort dengan
kontrol intemal, yakni rasio antara proporsi kejadian pada kelompok
dengan faktor risiko dengan kejadian pada kelompok tanpa risiko.
TaralanTambunan dkk. 181
3 PEwErrrnN cAsE-coHoRT
DAN NESTED CASE- CONTROL
Dalam metodologi penelitian dikenal desain hibrid, yakni desain
yang menggabungkan dua atau lebih desain dasar. Dua jenis desain
hibrid yang popular adalah case-cohort study dan nested case-
control study. Keduanya menggabungkan studi kohort dan studi
kasus-kontrol, dan pada dasamya merupakan studi kasus-kontrol
yang dilakukan dalam studi kohort.
Data yang digunakan ialah data yang diperoleh dari studi kohort.
Saat merancang studi kohort sudah diduga terdapatnya variabel
tertentu sebagai faktor risiko timbulnya penyakit atau efek, namun
karena biaya pemeriksaan terhadap faktor risiko tersebut mahal,
maka pemeriksaannya ditunda sampai studi kohort selesai. Jadi
hanya variabel dalam bahan laboratorium yang dapat disimpan
dengan baik dalam waktu lama yang layak dijadikan data faktor
risiko yang akan diselidiki.
Setelah penelitian kohort selesai maka diperoleh data subyek
dengan efek yang positif yang berasal dari kelompok yang terpajan
dan kelompok kontrol. Subyek dengan efek positif tersebut dijadikan
kasus dalam studi case-cohort. Pada case-cohort study ini pemilihan
kontrol dilakukan secara random pada kelompok awal kohort
(sebagian di antaranya juga mengalami efek). Dengan demikian
terdapat 2 kelompok subyek, yakni subyek yang mengalami efek
182 Studikohort
Kelebihan
1 Studi kohort merupakan desain terbaik dalam menentukan
insidens dan perjalanan penyakit atau efek yang diteliti.
2 Studi kohort merupakan desain terbaik dalam menerangkan
dinamika hubungan temporal antara faktor risiko dengan efek
3 Studi kohort merupakan piiihan terbaik untuk kasus yang
bersifat fatal dan progresif.
4 Studi kohort dapat dipakai untuk meneliti beberapa efek
sekaligus dari suatu faktor risiko tertentu.
5 Karena pengamatan dilakukan kontinu dan longitudinal, studi
kohort dianggap andal untuk meneliti berbagai masalah kesehatan.
Kekurangan
1 Studi kohort biasanya memerlukan waktu yang lama.
2 Sarana dan biaya biasanya mahal.
TaralanTambunan dkk. 185
a
J Studi kohort seringkali rumit.
4 Kurang efisien dari segi waktu dan biaya untuk meneliti kasus
jarang.
Terancam drop out atau terjadinya perubahan intensitas pajanan
atau faktor risiko dapat mengganggu analisis hasil.
Pada keadaan tertentu dapat menimbulkan masalah etika
karena peneliti membiarkan subyek terkena pajanan yang
dicurigai atau dianggap dapat merugikan subyek.
Derran PUSTAKA
1 Bracken MB. Perinatal epidemiology. New York: Oxford University Press;1984.
2 Black C, Kaye JA, |ick H. Relation of childhood gastrointestinal disor
ders to autism: nested case-control study using data from the UK General
Practice Research Database. BMI 2002;325:419-21,.Dawson B, Trapp RG. Basic
& Clinical biostatistics. Edisi ke-3. Boston: Lange Medical Books/Mc Graw-
Hill2001.
Fetcher RH, Fletcher SW, Wagner Eh. Clinical epidemilogy - the essentials.
Edisi ke-3. Philadelphia: Williams & Wilkins;1996.
Folsom AR, Nieto Fj, McGovern PG, Tsai Ml Malinow MR, Eckfeldt fH, et al.
Prospective Study of Coronary Heart Disease Incidence in Relation to
Fasting Total Homocysteine, Related Genetic Polymorphisms, and B Vitamins
The Atherosclerosis Risk in Communities (ARIC) Study. Circulation.
1998;98:204-21.0.
Hulley SB, Cummings S& Browner WS, Grady D, Herast N, Newman TB,
penyunting. Designing clinical research-An epidemiologic approach. Edisi
ke-2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2001.
Matanoski GM, Sletser & Sartwell PE, Elliot EA. The current mortality rates
of radiologists and other physician specialists: deaths from all causes and
from cancer. AM J Epidemiol. 1975;101:188-98.
Nguyen ND, Pongchaiyakul C, Center ]R, Eisman fA, Nguyen TV. Abdominal
fat and hip fracture risk in the elderly: The Dubbo Osteoporosis Epidemiology
Study. BMC Musculoskeletal Disorders.2005, 6:LI doi:10.1186/1471-2474-6-IL.
Pratiknya AW. Dasar-dasar metodologi penelitian kedokteran kesehatan.
Jakarta: Rajawali; 1986.
Zeka A, Eisen EA" Kriebel D, Gote R, Wegman DH. Risk of upper aerodigestive
tract cancers in a case-cohort study of autoworkers exposed to metalworking
fluids. Occup Environ Med. 2004;61.:426431.
186 Studikohort
Sm * s
ffiffiwe#ffiww"
Tahapanl
Pada tahapan ini dilakukan penelitian laboratorium, yang disebut
sebagai uji pra-klinis, dilaksanakan dengan menggunakan hewan
coba. Tujuan penelitian tahapan 1 adalah untuk mengumpulkan
SriRezekiHarun dkk. 189
Tahapan2
Dalam tahapan pengembangan obat bant 2 digunakan manusia
sebagai peserta penelitian. Tahapan ke-2 ini berdasarkan tujuannya
dibagi menjadi 4 fase, yaitu:
Fase I bertujuan untuk meneliti keamanan serta toleransi terhadap
obat, biasanya dilaksanakan dengan menyertakan 20-100 peserta,
tidak jarang melibatkan relawan karyawan pengembang obat.
Fase II bertujuan menilai sistem atau dosis pengobatan yang paling
efektif, biasanya dilaksanakan dengan 100-200 peserta penelitian.
Uji klinis fase I maupun fase II tidak mempunyai desain standar,
namun disesuaikan dengan jenis obat dan penyakit yang diobati.
Uji fase I dan II sering dilakukan tanpa randomisasi.
Fase III bertujuan mengevaluasi obat atau cara pengobatan baru
dibandingkan dengan plasebo atau pengobatan yang ada (terapi
standar). Uji klinis yang banyak dilaporkan dalam jurnal termasuk
dalam fase ini. Baku emas uji klinis fase III adalah uji klinis acak
terkontrol (randomized cntrolled trial).
Fase IV bertujuan untuk mengevaluasi obat yang telah dipakai
untuk jangka waktu yang relatif lama (5 tahun atau lebih). Fase ini
penting untuk mendeteksi efek samping yang timbul setelah lebih
banyak pemakai. Efek samping yang fatal namun hanya terjadi pada
1 dari 2000 pasien tidak terdeteksi dalam kebanyakan uji klinis fase
III. Fase ini disebut juga sebagai uji pasca-pemasaran (post-marketing
trial), y anglebih merupakan surveilans, sering dimanfaatkan oleh firma
farmasi unfuk mengingatkan kembali man{aat obat kepada para dokter.
B Setara dalamperlakuan
mungkin harus dengan sungguh-sungguh dilakukan
Segala cara yang
agar perlakuan terhadap peserta dalam kelompok-kelompok yang
dibandingkan sama. Bila peserta pada kelompok perlakuan tahu
Sri Rezeki Harun dlek. 191
Desainparalel
Jenis desain ini paling banyak digunakan, baik pada penyakit akut
maupun kronik. Pada desain ini disusun 2 kelompok (atau lebih),
dan pengobatan pada kelompok-kelompok tersebut dilakukan secara
paralel atau simultan. Jenis yang paling banyak dilakukan adalah desain
paralel dengan 2 kelompok; satu kelompok memperoleh pengobatan
baru (disebut kelompok eksperimental, kelompok perlakuan, kelompok
terapi), sedangkan kelompok lainnya menerima plasebo atau terapi
standar, disebut kelompok kontrol. Lihat Gambar 10-"1,.
Agar diperoleh hasil yang sahilr, maka karakteristik kelompok-
kelompok yang diperbandingkan harus seimbang, terutama dalam
hal perjalanan alamiah penyakit atau faktor prognosis yang penting.
Untuk tujuan tersebut dapat digunakan salah satu dari 2 teknik
berikut:
o dengan melakukan randomisasi
. dengan pemilihan pasangan serasi (matching)
Dengan cara tersebut diharapkan sebelum dilakukan intervensi,
karakteristik kedua kelompok sama atau sebanding. Bila pada akhir
penelitian terdapat perbedaan efek antara kedua kelompok, maka
penyebab perbedaan itu tidak dipengaruhi oleh perbedaan faktor
prognosis atau perjalanan alamiah penyakit antara kedua kelompok.
Sri Rezeki Harun dkk. 193
Gambar 10-1. Skema dasar desain paralel untuk uji klinis dengan dua
kelompok dengan outcome nominal dikotom. Terhadap subyek yang
memenuhi kriteria penelitian dilakukan randomisasi (R). Kelompok
perlakuan diberikan obat yang diteliti, sedangkan kelompok B diberikan
obat standar. Efek pengobatan dibandingkan.
Periode wosh-oul
Gambar L0'2. Skema desain uji klinis menyilang. Setelah
randomisasi, satu kelompok A diberikan obat yang diteliti, kelompok
lain menjadi kontrol. Setelah waktu yang telah ditentukan,
perlakuan dihentikan selama beberapa waktu (periode wash out),
kemudian dilakukan silang: kelompok yang semula mendapat
perlakuan menjadi kontrol, dan sebaliknya.
Catatan:
Cikal-bakal desain ini adalah desain pra-eksperimental yang oleh
Stanley dan Campbell disebut the one group pretest-posttest design,
atau secara popular dikenal dengan desain before anil after. Pada
desain ini terhadap sekelompok peserta dilakukan pemeriksaan
terhadap penyakit (misalnya otitis media) atau keadaan yang diteliti
(misalnya kadar kolesterol), lalu dilakukan intervensi. Setelah kurun
waktu yang cukup diperiksa ulang penyakit atau keadaan tersebut,
hasilnya bandingkan dengan keadaan sebelum intervensi dengan
uji Mc Nemar atau uji-t untuk kelompok berpasangan. Jadi setiap
peserta penelitian menjadi kontrol terhadap dirinya sendiri. Sesuai
dengan namanya (desain pra-eksperimental) maka ia tidak dianggap
uji klinis benar (true experimental design) karena sebenarnya ia tidak
mempunyai kontrol. Mungkin (tidak seorang pun tahu) perjalanan
penyakit tanpa intervensi apa pun sebagian peserta sudah sembuh
sehingga perbaikan atau kesembuhan tersebut tidak dapat diklaim
semata-mata sebagai efek intervensi yang diberikan.
Sebagai contoh ekstrem, peserta infeksi saluran napas akut
(sebagian besar akibat infeksi virus yang self-Iimiting) diberikan
antibiotik. Bila 5 hari kemudian sebagian besar sembuh, tentu
kesembuhan tersebut tidak dapat dianggap sebagai efek antibiotik
yang diberikan. Dengan melakukan randomisasi dan crlss-oaer
kekuatan desain menjadi bertambah
2 MrunNrureN DESAIN
5 MnraxuraN RANDoMTsAST
salah satu aspek lain yang sangat penting dalam
uji klinis adarah
proses randomisasi (randomization) atiu
disebui pura sebagai
alokasi acak (random alrocation, random assignment).
tsiitah tersebut
Sri Rezeki Harun dkk. 201
6 MEraxuxaN INTERVENSI
fenis ketersamaran
L Uji klinis terbuka (open trial). Pada uji klinis terbuka ini, baik
peneliti maupun peserta mengetahui obat yang diberikan.
Desain ini seringkali dilakukan pada studi pendahuluary yang
akan dilanjutkan dengan uji klinis acak tersamar ganda. Desain
ini juga dipergunakan apabila ketersamaran tidak mungkin
dilaksanakan (misal penelitian untuk membandingkan hasil
mastektomi sederhana vs. radiasi dengan mastektomi radikal
pada kanker payudara).
2 Tersamar tunggal (single mask). Dalam keadaan ini salah satu
pihak (biasanya peserta penelitian,lebih jarang juga dokter yang
mengobati) tidak mengetahui terapi yang diberikan. Bila dokter
mengetahui obat yang diberikan, seperti halnya pada uji klinis
terbuka, dapat terjadi bias (bias perlakuan dan bias pengukuran)
oleh karena peneliti cenderung untuk memberikan perhatian
dan penilaian yang lebih baik pada kelompok perlakuan.
3 Tersamar ganda (double mask). Pada desain ini baik peneliti
maupun peserta tidak mengetahui pengobatan yang diberikan;
prosedur ini akan mengurangi terjadinya pelbagai bias, dan
dianggap sebagai baku emas untuk uji klinis.
4 Triple mask. Pada desain ini baik peserta, peneliti, maupun
penilai tidak tahu obat yang diberikan. Namun pada umumnya,
meskipun terdapat 3 komponen ketersamaran, cukup disebut
sebagai tersamar ganda saja.
8 MENcaNALISIS DATA
Analisis data uji klinis dilaksanakan dengan menggunakan uji
statistika yang sesuai, yang sudah ditulis dalam usulan penelitian.
Uji hipotesis yang akan digunakan harus pula ditetapkan pada waktu
merencanakan uji klinis. Hal-hal yang perlu dipikirkan untuk uji
hipotesis adalah skala pengukurary distribusi data, besar sampef
jumlah kelompok, serta jumlah variabel.
1 Pada uji klinis dengan variabel bebas berskala nominal dua
kelompok (obatbaru vs. obat standar) dan variabel efekberskala
nominal (sembuh-tidak sembuh), uji hipotesis dilakukan
dengan uji kai-kuadrat. Perlu diperhatikan bahwa apabila sampel
dipilih secara independen harus dipakai uji kai-kuadrat untuk
2 kelompok independen, sedangkan apabila sampel dipilih
secara serasi (matching) maka harus dipergunakan uji kai-
kuadrat untuk kelompok berpasangan (uji Mc Nemar).
2 Bila variabel bebas berskala nominal 2 kelompok (misalnya
lelaki-perempuan) dan variabel efek berskala numerik (misalnya
kadar kolesterol), maka uji yang digunakan adalah uji-f yakni
uji-t untuk 2 kelompok independen atau uji-t untuk kelompok
berpasangan. Namun apabila distribusi data tidak normal maka
dipakai uji non-parametrik, atau dapat dilakukan tranformasi
data lebih dahulu (dengan logaritme, akar, atau teknik lain)
sebelum dilakukan uji parametrik seperti uji-t.
3 Bila variabel bebas berskala nominal lebih dari 2 kelompok, dan
variabel efek berskala numerik, digunakan analisis varians (Anova).
208 Ujiklinis
BEsnnaPA cATATAN
4 Analisisinterim
Dalam beberapa keadaan tertentu mungkin teori dan pengalaman
menyarankan bahwa perbedaan yang akan ditemukan antara
kelompok terapi dan kelompok kontrol lebih besar daripada yang
digunakan dalam estimasi besar sampel. Dalam keadaan tersebut,
yakni apabila dengan peserta yang lebih sedikit diduga sudah dapat
diperoleh simpulan definitif, apabila peneliti meneruskan uji klinis
berarti ia membiarkan salah satu kelompok untuk memperoleh
pengobatan yang kurang efektif (inferior); suatu hal yang tidak
dapat diterima secara etika.
Karena itu, apabila terdapat kemungkinan beda efek yang sangat
besar antara kelompok pengobatan dan kelompok kontrol, maka
diperlukan suatu prosedur untuk menilai hasil antara sebelum
semua peserta uji klinis yang direncanakan masuk dalam penelitian.
Prosedur ini disebut sebagai analisis interim. Caranya adalah
sampul randomisasi dibuka dan dilakukan analisis hasil namun
hasilnya tidak diketahui oleh peneliti, kecuali bila telah memenuhi
kriteria untuk penghentian penelitian.
Bagaimana persyaratan untuk melakukan analisis interim?
Seyogyanya harus ada kriteria obyektif untuk penghentian uji klinis,
yakni kriteria statistika. Untuk itu perlu diperhatikan2hal: (a) nilai
kemaknaan yang semula dipilikr, (b) berapa kali analisis interiin
akan dilakukan. Dengan peserta yang lebih sedikit dari yang
direncanakan, nilai p<0,05 mungkin ditemukan meski sebenarnya
tidak ada perbedaan. Karena itu pada analisis interim kemaknaan
212 Ujiklinis
Drop out
Kriteria drop out dan cara mengatasinya harus dijelaskan dalam
usulan. Yang termasuk drop out adalahpeserta penelitian yang telah
dirandomisasi tetapi oleh suatu sebab tidak melanjutkan dapat
pengobatan. Calon peserta yang menolak untuk berpartisipasi atau
mengundurkan diri sebelum dilakukan randomisasi tidak dihitung
sebagai drop out namun sebagai 'non-responders'. Peserta yang tidak
datang untuk pemeriksaan tindak lanjut perlu dihubungi dengan
sarana komunikasi yang tersedia, bahkan dikunjungi ke rumah.
Pasien yang berhenti dengan alasan obat tidak berguna atau merasa
penyakitnya memburuk harus dilaporkan sebagai kegagalan,
bukan drop out. Perlu diingat bahwa dalam uji klinis pragmatis
pasiendrop outharus dimasukkan dalam pengolahan data, termasuk
uji hipotesis.
Berapa proporsi drop out yang masih berterima? Tidak seorang
pun dapat memberikan jawaban yang memuaskan. Angka 10%
untuk settingklinis dan2}o/, untuk setting komunitas sering dikutip.
Dalam CUKB (cara uji klinis yang baik), setiaP kejadian yang
berkaitan dengan kesehatan pasien" baik yang berhubungan dengan
obat yang diuji maupun yang tidak, disebut sebagai sdaerse eaent.
Adaerse eaent ini harus dicatat, dan apabila derajatnya berat atau
potensial membahayakan jiwa peserta penelitian harus dilaporkan
kepada komisi etika penelitian pada kesempatan pertama.
6 Pencatatan data
Dalam semua penelitian pencatatan data harus dilakukan secara
cermat, teliti, sistematis, serta terencana dengan baik; karenanya
hal ini bukan merupakan hal istimewa di dalam uji klinis. Kualitas
formulir pencatatan peserta (case recordform) sangatberperan dalam
keberhasilan uji kiinis. Buatlah duplikat ataw'back up' untuk semua
data, baik dalam buku ataupun di komputer.
7 Organisasiujiklinis
Struktur organisasi uji klinis perlu dibuat, terutama pada suatu uji
klinis multisenter, sehingga dapat diketahui dengan jelas tugas dan
tanggung jawab personil yang turut dalam penelitian. Dalam uji
klinis multisenter, misalnya, harus ditetapkan apakah randomisasi
dilakukan secara sentral atau pada tiap senter, jadwal pertemuan
rutin untuk membahas masalah yang mungkin timbul, dan pelbagai
aspek teknik, logistik, serta masalah administratif lainnya. Aspek
administratif sangat menentukan keberhasilan uji klinis.
Sri Rezeki Harun dkk. 215
Kelebihan
Secara epidemiologis sebenamya uji klinis terasa agak kaku; namun
demikian uji klinis mempunyai banyak keuntungan antara lain:
L Dengan dilakukan randomisasi maka faktor bias dapat dikontrol
secara efektif, karena faktor confounding akan terbagi seimbang
di antara kedua kelompok peserta.
2 Kriteria inklusi, perlakuan danoutcome telahditentukan terlebih
dahulu.
3 Dari segi statistika akan lebih efektif, oleh karena:
o jumlah kelompok perlakuan dan kontrol sebanding
o kekuatan (power) statistika tinggi
4 Uji klinis secara teori sangat menguntungkan oleh karena banyak
metode statistika harus berdasarkan pemilihan peserta secara
random.
5 Kelompok peserta merupakan kelompok sebanding sehingga
intervensi dari luar setelah proses randomisasi tidak banyak
berpengaruh terhadap hasil penelitian selama intervensi tersebut
mengenai kedua kelompok peserta.
Kekurangan
L Desain dan pelaksanaan uji klinis kompleks dan mahal.
2 Uji klinis mungkin harus dilakukan dengan seleksi tertentu
hingga tidak representatif terhadap populasi terjangkau atu
populasi target.
3 Uji klinis sering dihadapkan pada masalah etika; misalnya
apakah etis bila kita memberikan pengobatan pada kelompok
perlakuan namun tidak mengobati kelompok kontrol?
4 Kadang-kadang uji klinis sangat tidak praktis.
Si Rezeki Harun dkk. 217
Derren Pusrara
1 Badan Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan RI. Cara uji
klinis yang baik. ]akarta; 2001.
2 Campbell Dl Stanley ]C. Experimental and quasi-experimental designs for
research. Boston: Houghton Mifflin Co.;1963.
3 Choonara I. Clinical trial of medicines in children. BMI 2000; 1093-4.
4 Day SJ, Altman DG. Blinding in clinical trials and other studies. BMJ
2000;321504.
5 Kunz R, Oxman AD. The unpredictability paradox: review of empirical
comparisons of randomised and non-randomised clinical trials. BMJ
1998;317:1185-90.
6 Pocock SJ. Clinical trials - a practical approach. Chichester: john Wiley &
Sons;1983.
7 Roland M, Torgrson DJ. Understanding controlled trials. What outcomes
should be measured? BMJ 1998;317:1075-80.
8 Roland M, Torgrson D|. Understanding controlled trials: What are pragmatic
trials? BM] 1998;316:285.
9 Troidl H, Spitzer WO, McPeck B, Mulder DS, McKneally MF. Principles and
practice of research. Strategies for surgical investigators. Berlin: Springer-
Yerlag,1986.
10 Miller J. Form and funtion of ethical review committed in Canada. XIIth
CIOMS Round Table Conference 1,979.
218 Ujiklinis
fr*s - s
ffitrffiw@@
Penyokit
Yo Tidok Jumloh
Yo PB PS PB+PS
Hosil uii
Tidok NS NB NS+NB
Bnrcu EMAS
Baku emas (gold stanilard) merupakan standar untuk pembuktian
ada atau tidaknya penyakit pada pasien, dan merupakan sarana
diagnostik terbaik yang ada (meskipun bukan yang termurah atau
termudah). Baku emas yang ideal selalu memberikan nilai positif
pada semua subyek dengan penyakit, dan selalu memberikan hasil
negatif pada semua subyek tanpa penyakit. Dalam praktik hanya
sedikit baku emas yang ideal, sehingga kita harus memakai uji
diagnostik terbaik yang ada, dengan asumsi bahwa uji diagnostik
tersebut dapat menetapkan diagnosis secara akurat'
Kata 'terbaik' di sini berarti uji diagnostik yang mempunyai
sensitivitas dan spesifisitas tertinggi. Baku emas dapat berupa uji
diagnostik lair; biopsi dan pemeriksaan patologi-anatomik, operasi,
pemantauan jangka panjang terhadap perjalanan klinis pasien,
kombinasi karakteristik klinis dan hasil pemeriksaan penunjang,
atau baku lain yang dianggap benar.
Dalam kaitan dengan baku emas, bila kita ingin menguji suatu uji
diagnostik baru, maka diperlukan beberapa syarat umum berikut:
L Baku emas yang dipergunakan sebagai pembanding tidak boleh
mengandung unsur atau komponen yang diuji. Misalnya, kita
tidak boleh menguji nilai Apgar 3 komponen dengan nilai Apgar
5 komponen (yang selama ini digunakan) sebagai baku emas.
2. Baku emas tidak boleh memiliki sensitivitas dan / atau spesifisitas
yang lebih rendah daripada uji diagnotik yang diteliti. Sebagai
contokr, kita tiilak dapat menilai sensivitas / spesifisitas'magnetic
resonance imagin{ (MRI) yang baru kita peroleh untuk menegakkan
diagnosis kelainan intrakranial pada bayi dengan ultrasonografi
H ar diono D P usp one gor o dkk. 227
Keodoon sebenornyo
Positif 65 30 95
uii
Negotif 35 70 105
dan hasil negatif benar sel 4 maka hasil pengamatan dapat disusun
dalam tabel2 x 2 seperti pada Gambar 11-3. Dari tabel2 x 2 tersebut
dapat diperoleh beberapa nilai statistik yang memperlihatkan berapa
akurat suatu uji diagnostik dibandingkan dengan baku emas.
Dari hasil uji diagnosis harus dapat dijawab dua pertanyaan berikut:
1 Bila subyek benar sakif berapa besarkah kemungkinan bahwa
hasil uji diagnostik positif atau abnormal? Ini adalah pertanyaan
tentang sensitivitas, yang memperlihatkan kemampuan alat
diagnostik untuk mendeteksi suatu penyakit. Sensitivitas adalah
proporsi subyek yang sakit dengan hasil uji diagnostik positif
(positif benar) dibanding seluruh subyek yang sakit (positif benar
+ negatif semu), atau kemungkinan bahwa hasil uji diagnostik
positif bila dilakukan pada sekelompok subyek yang sakit. Pada
tabel2 x 2, sensitivitas: a : (a+c). Lihat Gambar 1L-3.
2 Blla subyek tidak sakit, berapa besar kemungkinan bahwa hasil
uji negatif? Ini adalah spesifisitas, yang menunjuk kemampuan
alat diagnostik untuk menentukan bahwa subyek tidak sakit.
Spesifisitas merupakan proporsi subyek sehat yang memberikan
hasil uji diagnostik negatif (negatif benar) dibandingkan dengan
seluruh subyek yang tidak sakit (negatif benar + positif semu),
atau kemungkinan bahwa hasil uji diagnostik akan negatif bila
dilakukan pada sekelompok subyek yang sehat. Dalam tabel hasil
uji diagnostik, spesifisitas = d : (b+d). Lihatlah skema pada
Gambar 11-3.
Pada contoh limfoma malignum di atas, sensitivitas uji tersebut
adalah 651(65+35) = 65"/", atau hanya 65% subyek penderita limfoma
dapat dideteksi dengan uji diagnostik tersebut. Spesifisitas uji tersebut
70I (7 menunjukkan bahwa limfoma malignum dapat
0+30)=7 0o/o,
disingkirkan pada 70"/" pasien pembesaran kelenjar non-limfoma.
Sensitivitas dan spesifisitas tersebut tidak memadai sehingga uji
diagnostik tersebut bukanlah uji yang baik.
Sensitivitas dan spesifisitas disebut sebagai nilai uji diagnostik y*g
stabil oleh karena nilainya (dianggap) tidak berubah pada proporsi
subyek sehat dan sakit yang berbeda atau pada prevalens penyakit
yang rendah maupun yang tinggl.
230 Ujidiagnostik
Boku emos
Positif o*b
uii
Negoiif c*d
Contoh
Misalnya kita melakukan uji diagnostik untuk menentukan
apakah seorang penderita gagal ginjal ataukah tidalg dengan
memeriksa kadar ureum darah. Alternatif titik potong kadar
ureum adalah 40 atau 60 mg/dl. Bila digunakan titik potong
40mgldL,maka sensitivitas uji diagnostik lebih tinggi (lebih
sedikit diperoleh hasil negatif semu) karena lebih banyak
pasien yang didiagnosis sebagai gagal ginial, sedangkan
spesifisitasnya rendah (banyak positif semu), karena tidak
semua subyek dengan nilai ureum 40 mgldL sebenarnya
mengalami gagal ginjal. Bila titik potong yang diambil 50
mg/dl, maka sensitivitasnya lebih rendah (lebih banyak hasil
negatif semu) karena sebagian pasien gagal ginjal dengan
nilai ureum belum mencapai 50 mg/dl akan luput dari
diagnosis, sedangkan spesifisitas lebih tinggi karena subyek
memang benar sakit bila kadar ureum 60 mgldl.
s
e
n
S
v
i
t
a
s
1 - Spesifisitas
Boku emos
Positif 45 l0 55
uii
Negolif 40 45
Jumloh 50 50 roo
Boku emqs
Positif 'r8 r6 34
uii
Negotif 6A 66
Jumloh 20 80 'r00
Baku emas merupakan suatu hal yang mutlak dalam tiap penelitian
uji diagnostik. Telah disebut bahwa baku emas merupakan uji
diagnostik terbaik yang tersedia. Kadang suatu alat diagnosis secara
teoritis ideal dipakai sebagai baku emas, namun tidak layak dipakai
karena memberikan hasil salah. Misalnya diagnosis tuberkulosis
paru seharusnya adalah biakan M. tuberculosis yang positif; namun
dalam praktik sedikit sekali biakan M. tuberculosis yang memberi
hasil positil baik pada dewasa, dan lebih-lebih pada anak. Oleh
karena biakan kuman tuberkulosis banyak memberikan nilai
negatif semu, maka ia tidak dapat digunakan sebagai baku emas.
Di sisi lain seringkali baku emas yang memadai tidak tersedia,
sehingga harus disepakati cara tertentu untuk dipakai sebagai baku
emas, misalnya dengan pengamatan jangka paniang, responsnya
terhadap terapi, dan lain-lain. Perlu diingat bahwa baku emas tidak
boleh mengandung variabel prediktor yang diuji, dan sebaliknya
variabel prediktor juga bukan merupakan komponen baku emas.
5 MnarsaNAKAN PENGUKURAN
Pengukuran terhadap variabel prediktor (alat diagnostik yang diuji)
maupun baku emas harus dilakukan dengan cara standar, dan
pengukuran harus dilakukan secara tersamar (masked, blindedl,
yakni pemeriksa variabel prediktor (uji) tidak boleh mengetahui
hasil pemeriksaanbaku emas, dan sebaliknya. Karena itu seyogianya
ada 2 peneliti atau lebih, satu untuk menentukan hasil uji positif
atau negatif, dan lainnya menentukan hasil baku emas. Dapat saja
peneliti hanya satu orang tetapi harus didesain sedemikian sehingga
ia tidak mengetahui hasil alat diagnostik yang diuji pada saat ia
melakukan pengukuran dengan baku emas, dan sebaliknya. Kriteria
positif atau negatif baik untuk uji yang diteliti maupun untuk baku
emas harus telah didefinisikan dengan jelas. Pada setiap subyek yahg
diteliti harus dikerjtikan dua cara pemeriksaan, yang masing-masing
telah distandardisasi. Apa pun hasil baku emas, uji terhadap alat harus
dilakukan dan sebalikny4 dengan cara yang distandardisasi tersebut.
240 Ujidiagrnstik
6 MnnruxaN ANALISIS
1 gonos gqnos o
2 iinok iinok d
3 iinok gonos c
4 gonos iinok b
5 gonos gonos o
6 iinok iinok d
Z iinok iinok d
8 gonos iinok b
dst
Potologidnqlomi
Positif 54 12 66
USG
Negotif 17 51 68
jumloh 71 63 134
Dnrran PUSTAKA
Black WC, Armstrong P. Communicating the significance of radiologic test
result: The likelihood ratio. AJR 1986;1.47:1,313-8.
Dawson B, Trapp RG. Basic & clinical biostatistics. Edisi ke-3. Boston: lange
Medical Books/McGraw-Hi11,2001.
Department of Clinical Epidemiology and Biostatistics. How to read clinical
jouinals: II. To leam about a diagnostic test. Can Med Assoc I 1981;124:703-
10.
Fletcher RH, Fletcher SW, Wagner EH. Clinical epidemiology - the essentials.
Baltimore: Williams & Wilkins; 1996.
Guyatt G, Rennie D. users' guide to the medical literature' A manual for
evidence-based clinical practice. Chicago: AMA Press; 2002.
Hennekens CH, Buring jE. Epidemiology in medicine. Boston; Little, Brown
and Company,1987 :327 -47.
Hulley SB, Cummings S& Browner WS, Grady D, He_arst N, Newman TB,
penyunting. Designing clinical research - An epidemiologic approach' Edisi
ke-2. Phitadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;2001.
Kramer MS. Clinical epidemiology and biostatistics' Berlin: Springer-
Yerlag,1988:20\-19.
2M Ujidiagnostik
*4*,,e#*"
CoNroH DATA
A 34
B 57
c 20
D 47
E 02
F 38
G 14
H 23
I 21
J 23
K 12
L 03
M 01
N 03
o 02
MrrooE AKTUARIAL
Metode ini dikenal dengan nama metode Cutler-Ederer. Pada
metode ini ditentukan interval waktu yang dikehendaki; pemilihan
interval dilakukan dengan memperhitungkan karakteristik penyakit
atau efek yang dipelajari (dapat dalam hari, minggu, bulan, tahun).
Untuk kejelasan, skema pada Gambarl2-'J, diubah menjadi seperti
Gambar l2-2,yakridengan cara menggeser awal pengamatan semua
subyekmenjadi seolah-olah dimulai pada saatyang sama/ yakni pada
awal penelitian. Kalkulasi akturial dilakukan dengan menggunakan
Tabel12-1.
:lrrtenal:Jmlhidup.JmlSensorJmlatriskiJmlkematian,htente.kesintasanKesintasan
:" "tt*yll :p#?-e.TF. -telgm : -r'elery i,, fr"rye I serqqg , qglelg
intenal intenal intenal intenal intenal intenal
., fumuhrif ,
G 154;13 2 o,
l5 0,8s 0,85
0,53
l
1- c 0,38 o;$
2- 'gzitI
4 : o i, j 0r25 0,75 0,4o. .l
l
3 3:g:a 1
i-
"-o 0,67 0,33 0,lg ."
4-" 1:1:0,5 0 1
l
0,13 ,
A 3{
B 5r
c ztt
0 +I
E 02
F 3S
G t{
H 23
I Ll
J 23
l{ t2
t 03
I'l 0t
H [3
o 02
K 1,0
E
0.8
S
I
0'6
N
T
o14
A
s o,2
A
Mnroos KaprnN-Musn
Metode Kaplan Meier merupakan teknik analisis kesintasan yang
sering digunakan. Metode ini sering disebut sebagai product limit
method. Berbeda dengan metode aktuarial, pada cara Kaplan-Meier
tidak dibuat interval tertentu, dan efek atau outcome diperhitungkan
tepat pada saat ia terjadi. Lama pengamatan masing-masing subyek
disusun dari yang terpendek sampai yang terpanjang dengan catatan
subyek yang tersensor diikutsertakan. Metode Kaplan-Meier disusun
berdasarkan pada dua konsep sederhana, yakni:
256 Analisiskesintasan
M 1
''-oE; - -'2 2
c*
"--Di
47 L* 3
----F;
E* 2 N i'
"---i2
3ri k
G 14 ^l
L 14
"r:C'
- -t; H c; ---" 20"
,a l* 21
^ 'J; -in'
H 2s-
-'t;
K 12
3
J*
A-
23
c,4
M
,l
F* i8
'' 4i"
N
--3 ii;-"
o 2 B 5i
0,9167 0,8512
0,0833
''i
'I
0,1250 : 0,8750 l drfu
t oJ4n 0,8571 l b:di&i
23 1
9,PP :
qrg1,07
l
:
*-." J 0,3333 . 9,ffi7 , 9
2550
47 i 0,s000 0,5000 i
o,,iii
K 1,0
S 0'8
0.6
N
T
o,4
A
u 0,2
Ta h u n
Pnocneu KoMPUTER
Darran PUSTAKA
1 Armitage P, Berry G. Statistical methods ini medical research. Edisi ke-2
Oxford: Blackwell Scientic Publications, 1987.
2 Dawson B, Trapp RG. Basic and clinical biostatistics. Edisi ke-3. boston: Lange
Medical Books/McGraw Hill, 2001.
J Elwood jM. Causal relationship in medicine. Oxford: Oxford University Press,
1988.
4 Ingelfiner |A" Mosteller $ Thibodeau LA, Ware JH. Biostatistics in clinical
medicine. Edisi ke-2. new York: Macmillan PubI. Co., 1987.
Kleinbaum DG. Survival analysis. New York: Spronger-Verlag:1996.
Su digdo S astr o asmor o dkk. 263
d^
ffi"# dS
$s.fld@{tuW@We
Sudigdo Sasffoasmoro
PnrucnnrnN
Banyak definisi meta-analisis yang dikemukakan oleh para ahli.
Kami berpendapat bahwa yang penting bukan definisinya kata
demi kata, namun pengertiannya. Dalam literatur kedokteran
dikenal artikel yang berupaya menggabungkan hasil banyak studi
orisinal, yang dikenal dengan nama integratiae literature. Jenis
integratiae literature yang paling lama dikenal adalah tinjauan
pustaka (literature reaiew, dikenal pula dengan nama reaiew article,
oueraiew, atau state of the art reaiew). Artikel jenis ini bersifat naratif
dan tidak dibuat dengan sistematis, dalam arti: (1) penelusuran
dan pemilihan artikel yang hendak digabungkan umumnya tidak
dilakukan dengan kriteria yang ditetapkan sebelumnya; (2) kurang
dilakukan telaah kritis dan evaluasi sistematis terhadap kualitas
artikel. Akibatnya oueraiew ini terancam bias; dapat saja penulis
(sadar atau tidak) memilih artikel yang mendukung pendapatnya
dan tidak menyertakan sumber lain yang bertentangan. Seorang
pemenang hadiah Nobel misalnya, menulis tinjauan pustaka yang
mengutip banyak-banyak makalah yang mendukung pendapatnya
(bahwa satu jenis vitamin dapat mencegah penyakit tertentu), akan
tetapi hanya mengutip 2 daribanyak penelitian yang telah dipublikasi
yang tidak mendukung pendapat tersebut.
Bentuk lain adalah tinjauan pustaka yang dibuat secara sistematis
dan terencana. Penulis (biasanya lebih dari satu) sejak awal telah
merencanakan dengan jelas jenis-jenis artikel yang digabungkary
strategi untuk penelusuran pustaka, serta penelaahan kualitas setiap
artikel. Bila tidak digunakan analisis statistika secara formal, tinjauan
pustaka jenis ini dinamakan sebagai review sistematik (systematic
reaiew), sedangkan apabila dilakukan analisis statistika formal
disebut sebagai meta'analisis.
266 Meta-analisis
sistematik
TupnN META-ANAIISIS
Tujuan meta-analisis pada umumnya tidak berbeda dengan jenis
penelitian klinis analitik lainnya, yaitu:
r Untuk memperoleh estimasi effect size, yaitu kekuatan
hubungan ataupun besarnya perbedaan antar-variabel.
o Melakukaninferensi dari data sampelke populasi, baik dengan
uji hipotesis (nilai p) maupun estimasi (interval kepercayaan).
. Melakukan kontrol terhadap variabel yang potensial bersifat
sebagai perancu (confounding) agar tidak menganggu
kemaknaan statistik dari hubungan atau perbedaan.
Effect size, yakni perbedaan keiadian efek antara kelompok
eksperimen dan kontrol, dalam meta-analisis merupakan gabungan
effect size masing-masing studi yang dilakukan dengan menggunakan
teknik statistika tertentu. Karena pada umumnya pembuat meta-
analisis tidak memiliki data dasar penelitiary maka praktis dimensi
effect size yang digabungkan dalam meta-analisis sama dengan yang
dilaporkan dalam artikel yang digabungkan. Variabel efek pada
meta-analisis dapat berskala nominaf numerik, atau ordinal, seperti
akan diuraikan di bawah.
268 Meta-analisis
Semua tujuan tersebut dilandasi oleh alasan yang sam4 yakni untuk
memperoleh gabungan daribanyak penelifian yang sudah dilakukan.
Sebagian besar penelitiary baik studi intervensi maupun observasi
jumlah subyeknya terbatas (hanya beberapa ratus atau beberapa
puluh saja) sehingga beda klinis yang penting memberi nilai p yar.g
tidak bermakna atau interval kepercayaan yang lebar.
I Pendahuluan
1 Latar belakang pernyataan yang yang jelas mengapa perlu
dilakukan meta-analisis
2 Pertanyaan penelitian
J Hipotesis yang akan diuji
4 Tujuan dan manfaat penelitian
II Metodologi
1 Kriteria pemilihan (kriteria inklusi dan eksklusi) untuk artikel
penelitian yang akan disertakan dalam meta-analisis. Tenfukan
apakah akan disertakan hasil penelitian yang tidak dipublikasi,
dan bagaimana cara menemukan hasil penelitian yang tidak
dipublikasi tersebut
Sudigdo Sastroasmoro 269
Knrrsrun PEMnTHAN
Efek
Yo Tidok Jumloh
Eksperimen o+b
Kontrol c*d
PrNIrelnN HETERocENnAS
Studi A (1987) *
Studi B (1989)
Studi C (1991)
..|,
Studi D (1991)
#'
Studi E (1997)
Studi F (1999)
+__.iF
Studi G (2000) Z\
\.,'
0,2 1,0
Rasio odds
Eksperimental Kontrol lebih
lebih baik baik
Studi A (1987) +
Studi B (1989) +-
Studi C (1991) {'r.
Studi D (1991)
Studi E (1997)
Studi F (1999)
ANNUSIS SENSITIVITAS
Untuk menilai apakah suatu hasil meta-analisis 'robust'(relatif stabil
terhadap perubahan) maka perlu dilakukan uji sensitivitas, antara
lain dengan:
o Diidentifikasi terdapatny a publication bias. Semua penelitian
dinilai; bila memang ada publication bias, penelitian dengan
subyek paling banyak akan memberikan effect size yang
paling kecil. Bila hal ini terjadi, maka penelitian dengan
subyek paling sedikit dicoba untuk tidak diikutsertakan
dalam analisis. Bila hasil akhirnya tetap sama atau identik,
berarti publicntion bins tidak berperan cukup besar dalam
meta-analisis tersebut.
Sudigdo Sastroasmoro 279
Msra-nNALISIS KUMULATIF
Salah satu bentuk meta-analisis yang relatif baru adalah apa yang
disebut meta-analisis kumulatif. Pada teknik ini hasil meta-analisis
tidak dinyatakan dalam simpulan akhir, tetapi dibiarkan'terbuka',
menunggu euidence lain dari penelitian seruPa yang memenuhi
kriteria. Data baru tersebut dimasukkan ke dalam meta-analisis,
dan dihitung rasio odds-nya; demikian seterusnya setiap kali ada
publikasai terbaru dan memenuhi kriteria pemilihan, data yang
tersedia dimasukkan ke dalam meta-analisis. Teknik ini biasanya
dipergunakan untuk studi meta-analisis terhadap suatu topik yang
tidak banyak dilaporkan dalam literatur.
KsrnnrHRN
Meta-analisis mendorong pemikiran sistematis tentang metode,
kategorisasi, populasi, intervensi, outcome dan cara untuk
memadukan berbagai bukti. Metode ini menawarkan mekanisme
untuk estimasi besarnya efek dalam pengertian statistika (rasio
odds atau risiko relati{) dan kemaknaannya.
Penggabungan data dari berbagai studi akan meningkatkan
kemampuan generalisasi dan pl'u)er statistika, sehingga dampak
suatu prosedur dapat dinilai lebih lengkap. Namun harus diingat
bahwa peningkata^ power akan memperbaiki nilai p sehingga
perbedaan yang kecil sekali pun dapat menjadi bermakna secara
statistika; padahal perbedaan tersebut belum tentu penting
secara klinis. Seperti telah beberapa kali diingatkan, bagi
klinikus yang lebih penting adalah nilai kemaknaan klinis.
Sudigdo Sastroasmoro 281
KErrRnRrasnN
Karena masih dalam taraf pengembangan, masalah metodologi
menjadi salah satu kekurangan yang harus diperhatikan bila kita
membaca artikel meta-analisis. Hal-hal yang masih merupakan
kontroversi dapat dianggap juga merupakan keterbatasan atau
kekurangan meta-analisis, termasuk kesesuaian penggabungan
data berbagai studi, pengembangan model untuk mengukur
variabilitas, serta peran penilaian kualitas studi.
Bias publikasi merupakan masalah yang mengancam pada
meta-analisis. Meta-analisis yang hanya mencakup studi yang
dipublikasi mungkin tidak menggambarkan keadaan yang
sebenarnya, karena studi yang hasilnya negatif mungkin tidak
dipublikasi. Sebaliknya apabila disertakan data yang tidak
dipublikasi, harus diyakinkan bahwa sumber datanya tidak
mempunyai conflict of interest, dan sumber data yang tidak
dipublikasi tersebut harus ditelusur dengan teliti. Bias publikasi
sulit atau bahkan tidak mungkin dipastikan (bagaimana kita
memastikan bahwa peneliti tidak mengirim hasil penelitiannya?).
Yang dapat dilakukan adalah menduga adanya bias publikasi
dengan funnel.plot, yakni diagram yang memperlihatkan
hubungan antara besar sampel dan ffict size, Lihatlah Gambar
"1,3-4.
282 Meta-analisis
B
e
s
o
f
s
o
m
p
e
I
Effect size
SnrnpureN
Meta-analisis adalah suatu teknik statistika untuk menggabungkan
secara kuantitatif dua atau lebih penelitian orisinal. Meta-analisis
saat ini telah menjadi teknik yang penting dalam epidemiologi
klinik, meskipun masih menyisakan banyak masalah yang
terselesaikan. Termasuk dalam masalah ini adalah, kontroversi
tentang perlu atau tidaknya disertakan data yang tidak dipublikasi,
terutama bila menyangkut pihak yang mempunyai kepentingan
tertentu.
Meta-analisis secara metodologi dianggap sebagai studi
observasional retrospektif. Secara ringkas pembuatan meta-analisis
terdiri dari 4langkafu yakni: (1) identifikasi makalah yang akan
disertakan dalam meta-analisis; (2) seleksi, yakni penilaian kualitas
laporan penelitian, (3) abstraksi, berupa kuantifikasi hasil masing-
masing penelitian untuk digabungkan; dan (4) analisis, yakni
penggabungan dan pelaporan hasil meta-analisis.
Meta-analisis yang dilakukan dengan baik dapat memberi
informasi yang lebih definitif tentang hal-hal yang dilaporkan dalam
penelitian aslinya, termasuk effect size yang lebih pasti, interval
kepercayaan yang lebih sempit, serta analisis terhadap sub-grup.
Sebaliknya meta-analisis yang dilakukan kurang cermat dapat
memberikan informasi ya.g menyesatkan.
Penggabungan analisis statistika juga masih merupakan bahan
diskusi yang hangat. Seringkali data yang diperlukan untuk menilai
kualitas penelitian tidak lengkap dalam laporan penelitian yang
disertakan dalam meta-analisis. Untuk mengatasi hal ini sebagian
jurnal mensyaratkan peneliti untuk menyertakan data dasar hasil
penelitiannya. Apakah kecenderungan baru ini -yakni setiap
pengirim artikel penelitian harus menyertakan data aslinya- akan
berkembang, masih memerlukan waktu untuk menilainya.
Akhirnya harus diakui bahwa meta-analisis masih kurang
diapresiasi oleh para klinikus. Pada umumnya klinikus lebih
menghargai satu uji klinis yang besar daripada penggabungan data
dari banyak uji klinis kecil yang dilakukan dengan meta-analisis.
284 Meta-analisis
Darrnn PUSTAKA
&-
ffi.# e #
$*$@WWWq
PETcUwIPULAN DATA
tidak ikut dalam proses diskusi. Pada proses ini peneliti kadang
menyiapkan daftar apa yang ingin diobservasi sebelumya, namun
bisa.juga peneliti membuat catatan-catatan hasil pengamatan setelah
selesai dilakukan observasi.
Aunusrs DATA
Introduksi
Introduksi berisi pandangan singkat tentang naskah, termasuk
pertanyaan penelitian serta latar belakang mengapa memilih
metode kualitatif.
Metode
Metode berisi pernyataan dan alasan yang jelas tentang teknik
pengumpulan data, misalnya mengapa memilih cara wawancara
terstruktur, bagaimana merekrut subyek, termasuk persetujuan
komite etik.
Sarnpling
Pada bagian ini harus dikemukakan pengambilan sampel subyek
dan setting penelitian. Pengambilan sampel pada studi kualitatif
berbeda dengan pada penelitian kuantitatif yang mengedepankan
probabilitas setiap anggota populasi untuk terpilih menjadi subyek
N as titi Kasw andani dkk.. 293
Analisis data
Bagian ini menerangkan bagaimana data dianalisis, perangkat
lunak yang digunakan serta pendekatan analisis tertentu yang
dipilih.
Diskusi
Seperti halnya penelitian kuantitatif maka pada bagian diskusi
harus dipaparkan temuan serupa penelitian-penelitian lain serta
mengemukakan kemungkinan terjadinya bias yang memengaruhi
hasil penelitian.
Simpulan
Simpulan berisi ringkasan temuan utama penelitian yang menjawab
pertanyaan penelitian. Dalam simpulan diharapkan terjawab
mengapa terjadi perilaku tertentu dan pola pikir yang mendasari,
serta penjelasan tentang korelasinya dengan pengetahuan yang
sudah dimiliki.
Kelebihan
o Permasalahan dapat diteliti secara lebih detil dan mendalam
o Wawancaia tidak dibatasi oleh pertanyaan spesifik yang telah
dipersiapkan, namun dapat diarahkan ke arah yang lebih
mendalam pada saat wawancara dilaksanakan
N astiti Kasw andani dkk.. 295
Keterbatasan
o Kualitas penelitian sangat bergantung pada keterampilan
individu dan lebih mudah dipengaruhi oleh bias personal
dan idiosinkrasi peneliti
r Akurasi penelitian lebih sulit dipertahankary dianalisis dan
disajikan
r Besarnya volume data membuat analisis dan interpretasi
menghabiskan waktu yang lama
o Seringkali penelitian kualitatif tidak dapat dimengerti dan
diterima sebaik penelitian kuantitatif oleh komunitas ilmiah
o Kehadiran peneliti selama pengumPulan data (yang sering
tidak dapat dihindari dalam penelitian kualitatif) dapat
memengaruhi respons subyek.
o Saat menyajikan temuan penelitian, kerahasiaan identitas
subyek dapat menjadi masalah
DAFTAR PUSTAKA
1. Anderson C. Presenting and Evaluating Qualitative Research. Am J Pharm
Educ.2010;74;141..
2. Cooper S, Endacott R, Chapman Y. Qualitative research: specific designs
for Qualitative research in emergency care? Emerg Med J. 2009;26:773-6-
296 Penelitiankualitatif
Creswell JW, Clark VLP. Designing and conducting mixed methods research.
SAGE Publicatioru California 2007. h.1-19.
4. Greenhalgh I Taylor R. How to read a paper: Papers that go beyond numbers
(qualitative research). B};4I . 1,997 ;31,5 :7 40 -3.
5. Lasch KE, Marquis P, Vigneux M, Abetz L, Amould B, Bayliss M, dkk. PRO
development: rigorous qualitative research as the crucial foundation. Qual
Life Res. 20L0;I9:1087-96.
6. Pope C, Ziebland S, Mays N. Qualitative research in health care: Analysing
qualitative data. BM]. 2000;320:11 4-6.
7. Rabiee F. Focus-group interview and data analysis. Nutrition Society
2004;63:655-60.
8. Sandelowski M, Voils CI, Barroso J. Defining and designing mixed research
synthesis studies. Res Sch. 2006;1,3:29.
Shaw RL, Booth A, Sutton AJ, Miller T, Smith jA, Young B, dkk. Finding
qualitative research: an evaluation of search strategies. BMC Medical
Research Methodology 2004,4:5. Diunduh dari: http://www. biomed-
central. com/1 47 1 -2288 I 41 5
10. Silverman D. Doing qualitative research. Edisi kedua. Sage Pubiication,
California. 2005. h.1-14.
Strauss A, Corbin J. Basics of qualitative research: grounded theory procedures
1,"1 .
Sx ** #
E$&g&d*"ifdd-e
$ sffieffieW
induktif .
VanrnsEr
Variabel adaiah karakteristik subyek penelitian yang berubah dari satu
subyek ke subyek lain. Seperti telah disinggung dalam Bab 4, yang
dimaksud dengan variabel adalah karakteristik suatu subyek, bukan
subyek atau bendanya sendiri. Misalnya, badan, kelamin, darah,
atau hemoglobin bukan merupakan variabel) fang merupakan
variabel adalah tinggi atau berat badan, jenis kelamiry tekanan
darah, atau kadar hemoglobin. Variabel harus diletakkan dalam
Sudigdo S astr o asmoro dkk. 299
Sxarn vARIABEL
Dalam Bab 4 telah dijelaskan dengan rinci pelbagai skala variabel.
Disini perlu diingatkan kembali bahwa variabel dapat berskala
kategorikal (yang dibagi menjadi skala nominal dan ordinal), dan
skala numerik (yang dapat dibedakan menjadi skala interval dan
rasio). Juga telah dijelaskan bahwa pembagian jenis variabel ini
tidak hanya penting dalam proses pengukuran, tetapi juga dalam
analisis data. Karena itu jenis-jenis variabel tersebut harus dipahami
dalam setiap tingkat penelitian.
Contoh
1 Pemberian obat A menyebabkan penurunan tekanan
darah.
2 Perbedaan kadar kolesterol pada siswa lelaki dan
peremPuan.
Pada contoh pertama pemakaian obat A merupakan variabel
bebas, sedangkan tekanan darah adalah varibel tergantung. Pada
contoh kedua, kadnr kolesterol serum adalah variabel tergantung,
sedang jenis kelamin merupakan variabel bebas.
Perlu dipahami bahwa satu jenis variabel dapat berfungsi berbed4
bergantung kepada konteks penelitian. Misalnya dalam penelitian
tentang faktor risiko terjadinya hipertensi, tekanan darah merupakan
variabel tergantung (dengan variabel bebas misalnya faktor genetik,
konsumsi garam, merokok, kegemukan, kebiasaan olah raga). Namun
dalam studi penyebab kematianpada manul4 hipertensi adalah (salah
satu) variabel bebas dengan variabel tergantung kematian. Pada studi
hubungan antara diabetes dengan stroke, hipertensi merupakan
variabel perancu (confounder) karena berhubungan dengan diabetes
dan dengan stroke (llhat bawah). Perlu diingatbahwa meski namanya
variabel "bebas-tergantung" atau variabel'kausa-outcome' namun
hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung tidak
selalu merupakan hubungan sebab-akibat.
Vanrnnnl PERANCU
/'\
(Variabeltua/l s
.r____--l I
I
lAl
I I I bebas I t- ffi]
ltergantung I
tr@
Gambar 15-2. Skema umum memperlihatkan hubungan antara
variabel bebas, tergantung, dan perancu.
A. Penelitian mencari hubungan antara variabel bebas dan variabel
tergantung; variabel perancu berhubungan dengan variabel bebas
dan dengan variabel tergantung.
B. Variabel M yang berhubungan dengan variabel bebas maupun
tergantung namun merupakan variabel anlara, sehingga bukan
merupakan perancu; ia tidak memengaruhi hubungan antara
variabel bebas dan tergantung.
C. Variabel V y*g berhubungan dengan variabel tergantung tetapi
tidak dengan variabel bebas, atau berhubungan dengan variabel
bebas namun tidak dengan variabel tergantung bukan merupakan
perancu.
S u di g do S as tr o asmor o dkk. 303
Merokok
Gosok
gigi
Corurourronrc Bv rNDtcATToN
Hasil
RL 54 60
RL * Plosmo 2Q 20 40
Jumlqh 74 r00
x2=7,1 1; df = l, p <0,05
Pemberian
plasma Prognosis
Menyingkirkan perancu
Terdapat dua cara untuk menyingkirkan variabel perancu, yakni
dalam desain penelitian (yakni dengan cara restriksi, matching,
atau randomisasi), dan dalam analisis hasil penelitian (dengan
cara stratifikasi atau metode analisis multivariat). Menyingkirkan
perancu dalam desain dipandang lebih baik dan lebih kuat daripada
menyingkirkannya'dalam analisis. Dalam analisis multivariat tidak
jarang dipakai pelbagai asumsi (misalnya asumsi distribusi normal)
yang tidak selalu dapat dipenuhi oleh data yang dianalisis.
308 Variab eI dan hubungan antar-a ariabel
L Restriksi
Yang dimaksud dengan restriksi adalah menyingkirkan variabel
perancu dari setiap subyek penelitian. Misalnya, pada penelitian
observasional tentang hubungan antara kebiasaan kebiasaan minum
kopi dengan kejadian penyakit jantung koroner; karena kebiasaan
merokok merupakan variabel perancu, maka subyek yang dipilih
(baik pada kelompok peminum kopi atau kelompok kontrol) adalah
mereka yang bukan perokok. Jadi kebiasaan merokok merupakan
salah satu kriteria eksklusibaikuntuk kelompokyang diteliti mauPun
kelompok kontrol. Teoritis cara ini sangat efektif, karena pengaruh
kebiasaan merokok praktis dapat dinafikan dari hasil penelitian,
sehingga bila didapatkan asosiasi antara kebiasaan minum kopi dengan
penyakit jantung koroner, hubungan ini bebas dari peran kebiasaan
merokok. Namun cara ini mempunyai kelemahan yang nyat4 yakni:
o sulit memperoleh subyek penelitian, karena dalam dunia
nyata seringkali peminum kopi adalah juga perokok
o generalisasi hasil penelitian menjadi terbatas, oleh karena
dalam alam nyatabanyak peminum kopi yang juga perokok
2 Matching
Matching adalah proses menyamakan variabel perancu pada kedua
kelompok. Dikenal dua jenis matching yakni frequency matching
dan indiaidual matching. Pada ftequency matching pemilihan subyek
dan kontrol dibatasi oleh faktor yang diduga merupakan Perancu
yang nyata. Pada studi tentang pengaruh pil KB terhadap agregasi
trombosit, pemilihan subyek dapat dibatasi kelompok umur/ status
reproduksi, dan jumlah anak. Namun cara ini masih terlalu longgar,
sehingga tidak cukup untuk menyingkirkan perancu. Yang dapat
menyingkirkan peran perancu dengan efektif adalah indiuidual
matching. Misal.nya, bila subyek dalam kelompok yang diteliti
(peminum kopi) adalah perokok, maka untuk kontrol dicari pasangan
subyek yang tidak minum kopi tetapi perokok; demikian pula bila
subyek bukan perokok, dicari pasangannyayang bukan perokok.
Sudi gdo S astr o asmor o dkk. 309
3 Randomisasi
Randomisasi dalam uji klinis merupakan cara yang efektif dan
elegan untuk menyingkirkan pengaruh variabel perancu. Dengan
randomisasi (Bab 10), maka variabel perancu terbagi seimbang di
antara 2 kelompok. Kelebihan lain adalah variabel perancu yang
terbagi rata tersebut meliputi baik variabel perancu yang pada saat
penelitian sudah diketahui maupun yang belum diketahui. Ilustrasi
di bawah ini dapat memperjelas hal tersebut.
Dalam uji klinis untuk menilai manfaat obat tradisional tertentu
dalam menurunkan kadar kolesterol total dilakukan randomisasi;
sebagian subyek diberikan obat tradisional, sebagian diberikan
plasebo. Dengan randomisasi maka semua karakteristik subyek
terbagi ratapadakelompok yang diteliti dan kelompok kontrol. Jika
kebiasaan makan mentimun di kemudian hari temyata mempunyai
hubungan dengan kebiasaan minum obat tradisional dan juga
dengan kadar kolesterol (perancu), maka hal tersebut tidak akan
memengaruhi hasil penelitian, oleh karena dengan randomisasi ia
sudah terbagi seimbang pada kedua kelornpok.
310 Var i ab el d an hub un g an an t ar -a ar i ab el
1 Stratifikasi
Stratifikasi merupakan cara yang lazimuntuk meniadakan variabel
perancu, bila hanya ada 1 perancu. Bila lebih dari 1 maka stratifikasi
menjadi kompleks dan sulit diinterpretasi. Teknik yang lazim
digunakan adalah statistika Mantel-Haenszel, baik untuk studi
cross sectional, kasus-kontrol, kohort, atau uji klinis.
Sudigdo S astroasmoro dlck. 311
A. Semuq subyek
Minum kopi 50 50 100 50x'150/50x50=3
Tidok minum kopi 50 150 2OO
Jumlqh 100 2OO 300
B. Perokok
Minum kopi 45 15 60 45x10/30x15=l
Tidok minum kopi 30 l0 40
Jumloh 75 25 100
C. Bukon perokok
Minum kopi 5 35 40 5x14Of35x2}=1
Tidok minum kopi 20 14O 160
Jumloh 30 170 2OO
RO (Montel-Hcenszel) =
312 Var i ab eI d an hub un g an an t ar -a qr i ab el
2 Analisis multivariat
Analisis multivariat bagi sebagian ahli statistika berarti teknik
statistika untuk set data variabel tergantung multipel (lebih dari
satu). Dalam buku ini kami memandang analisis multivariat
termasuk teknik statistika untuk set data dengan variabel bebas yang
lebih dari satu. Terdapatbanyak jenis analisis multivariat, dari yang
sederhana sampai yang paling rumit. Dalam penelitian klinis yang
sering dipakai adalah teknik analisis regresi multipel dan model
Sudigdo S astro asmor o dlck, 313
A. Semuo (n=60O)
MS-Yo 95 r05 200 = 95/2OO 102f 4OO=1,85
MS - Tidok 102 298 400
Jumloh 197 403 600
B. Leloki (n-37O)
MS Yo 85 32 117 = 85/117:60f79=O,96
MS Tidok 60 19 79
Jumloh 145 50r 196
C. Perempuon (n=26O)
MS Yo r0 73 83 =1O /83,42/321=O.92
MS Tidok i 42 279 321
Jumloh 52 352 404
Regresimultipel
Ingin diteliti faktqr-faktor yang berpengaruh terhadap berat lahir
bayi (variabel tergantung, berskala numerik). Faktor yang diteliti
adalahusia ibu, paritas, lama pendidikan ibu, danberat ibu sebelum
314 Var i ab eI d an hub u n g an an t ar - a ar i ab el
Regresi logistik
Teknik multivariat lain yang sering digunakan adalah model regresi
logistik. Teknik ini dipakai bila variabel bebasnya terdiri atas variabel
berskala numerik dan kategorikal, sedangkan variabel
tergantungnya berskala nominal (biasanya dikotom namun dapat
pula nominal lebih dari 2 nilai). Misalnya pada uji klinis dengan
jumlah subyek 100 pasiery alokasi random ternyata memberikan
hasil 2 kelompok yang amat tidak seimbang dalam beberapa
variabel prognostik penting. Analisis yang direncanakan semula,
yakni uji x2 untuk 2 kelompok independen menjadi tidak sahih,
karena sebelum perlakuan kedua kelompok tidak sebanding.
Sudigdo Sastroasmoro dkk. 315
Dalam hal ini diperlukan teknik analisis lain. Bila efek yang dinilai
adalah nominal (misalnya sembuh atau tidak) dan variabel
bebasnya berskala kategorikal (jenis kelamin, status gizi) dan
numerik (umur, berat badary tekanan darah), maka analisis yang
sesuai adalah model regresi logistik. Pada akhir analisis, yang hampir
selalu dilakukan dengan program komputer, akan diperoleh
persamaan regresi logistik berikut:
atau P:
r-
1
1 + e++b1x1+brx'r+b3x3 -+4\)
P odoloh peluong teriodinyo efek
x, sompoi x.odoloh voriobel prediktor don peroncu
x,sompoi x. odoloh koefisien regresi
o odoloh konstonto
A. Semua subyek
lndometosin 40 60 r00 RR = 40/60,1O/90=6
Tonpo indometosin 10 90 r00
Jumloh 50 r50 200
B, Premqlur
lndomelosin 30 l0 40 RR = 30/40'5 /so=z.s
Tonpo indometosin 5 45 50
iumloh 35 55 90
C. Cukup bulon
lndometosin l0 50 60 RR= l0/60:5 /40=1.33
Tonpo indometosin 5 35 40
Jumloh l5 85 r00
S u di g do S astr o asmor o dkk. 317
Peluang
Faktor peluang selalu dapat terjadi, sehingga harus kita perhatikan
dan analisis. Bila sampel representatif terhadap populasinya, besar
peluang dapat dihitung dengan pelbagai teknik statistika, yakni
dengan cara menghitung nilai p. Biasanya disepakati besarnya
peluang untuk memperoleh hasil bila kedua kelompok tidak
berbeda < 5% (p < 0,05) dianggap diterima.
318 Var i ab el d an hub un g an an t ar -a ar i ab el
Bias
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa bias inklusi terjadi apabila
subyek tidak representatif untuk populasi yang diwakili. Misalnya,
pemilihan pasien yang berobat ke rumah sakit rujukan pada
umumnya tidak mewakili keadaan dalam masyarakat. Selain
populasi terjangkau yang dipilih, cara pemilihan sampel (sampling
method)juga sangat menentukan apakah sampel tersebut dianggap
mewakili. Lihatlah kembali cara pemilihan subyek penelitian dalam
Bab 5. Di sini perlu diingat bahwa sedapat mungkin sampel dipilih
berdasar peluang (probability sampling). Bila tidak mungkin, karena
pasien terbatas, untuk penelitian klinis dianjurkan menggunakan
teknik consecutioe sampling. Penggunaan conaenience sampling harus
dihindarkan, sedang cara judgmental sampling matpun purposiae
sampling harus dilakukan dengan amat hati-hati.
Bias pengukuran merujuk pada kesalahan- sistematik akibat
proses pengukuran, yarrg telah dibahas dalam Bab 4. Perlu selalu
diingat bahwa bias pengukuran berkaitan dengan kesahihan;
peneliti harus senantiasa berusaha menghindarkan 3 sumber bias
pengukurart yakni bias pemeriksa, bias subyek, dan bias alat ukur
serta cara pengukuratlnya, dengan cara yang telah diuraikan dalam
Bab 4. Termasuk hal yang potensial dapat menyebabkan bias
pengukuran adalah kriteria penetapan outcome atau efek.
Sudigdo S astroasmoro dkk. 319
Hubungan sebab-akibat
Apabila faktor peluang, bias, dan perancu dianggap bukan lagi
masalah, maka kita dapat menyimpulkan bahwa hubungan antara
variabel bebas dan tergantung adalah hubungan sebab-akibat. Perlu
diingat bahwa dalam fenomena biologis, yang dimaksudkan dengan
sebab (kausa, cause) tidak selalu satu-satunya faktor yang dapat
menimbulkan efek. Dikenal istilah (a) sufficient caltse, dan (b)
necessary cause. Bila logam dipanaskan, ia memuai, di mana Pun
dan kapan pury oleh siapa pun. Jadi pemanasan itu sendirilah yang
menyebabkan logam memuai; hal ini disebut sebagai sfficient
cause. Namun M. tuberculosls bukanlah merupakansufficient cause
untuk penyakit tuberkulosis. Dalam hal ini M. tuberculosls disebut
sebagai necessary cause; untuk terjadi penyakit tuberkulosis,
diperlukan faktor lain seperti ketahanan tubuh rendatu kerentanan
individual, dan lain-lain. Sebagian besar kausa pada fenomena
biologis adalah necessary cause.
Dalam diagnosis hubungan kausal, perlu diperhatikan dan
ditelaah hal-hal berikut, yang merupakan pengembangan dari
postulat Koch oleh Sir Bradford Hill.
2 Kuatnya asosiasi
Bukti adanya hubungan yang kuat antara dua variabel akan lebih
menyokong terdapatnya hubungan sebab-akibat. Bila digunakan
statistik, maka nllai p yang kecil (atau interval kepercayaan yang
sempit) lebih kuat daripada nilai p yang besar (atau interval
kepercayaan yang lebar). Bila yang dihitung adalah rasio, misalnya
risiko relatif, rasio odds, atau rasio prevalens, maka nilai rasio yang
menjauhi angka 1 menunjukkan hubungan yang lebih kuat.
Misalnya RR 11,2 lebih kuat daripada RR 1,8 atau RO 0,2 lebih
kuat daripada RO sebesar 0,85.
4 Konsistensi
Apabila terdapat frasil yang konsisten antara satu penelitian dengan
penelitianlain, atau pada subyekpada satu penelitiary maka asosiasi
sebab-akibat menjadi lebih mungkin. Sebagai contoh sederhana
Su dig do S astr o asmor o dkk. 321
5 Koherensi
Asosiasi disebut koheren apabila sesuai dengan gambaran umum
distribusi faktor risiko serta efek pada populasi tertentu. Asosiasi
antara konsumsi garam dengan hipertensi pada suatu penelitian
akan disokong bila pada populasi tertentu dengan konsumsi garam
yang tinggi ditemukan prevalens hipertensi yang lebih tinggi
dibanding dengan prevalens pada populasi umum. Hal ini tentu
tidak tergambar dari data penelitiary namun harus diperoleh dari
studi pustaka.
6 Bi oI o gical pt ausibility
Agar dapat disebut hubungan kausal, hubungan antara variabel
bebas dan tergantung harus dapat diterangkan dengan teori yang
ada. Apabila ditemukan hubungan antara AIDS padabayi dengan
pekerjaan orang tua, maka harus ditemukan teori yang dapat
menerangkan hubungan tersebut. Bila teori tersebut ada, asosiasi
kausal menjadi lebih mungkin. Sebaliknya,blla data menunjukkan
ada hubungan antara miokarditis difterika dengan warna baju yang
dipakai pasiery hubungan kausal tidak dapat disimpulkan sebab
tidak ada teori yang dapat menerangkan asosiasi tersebut.
Dnrrnn PUSTAKA
Anderson B. Methodologikal errors in medical research. Oxford: Blackwell,
1990.
Altman DG, Machini D, Bryant TN, Gardner Mj. Statistics with confidence.
2nd edition. London: BMJ;2000.
Dawson B, Trapp RG. Basic and clinical biostatistics. Edisi ke-2. Boston: Lange
Medical Books/Mc Graw Hill, 2001.
Elwood JM. Critical appraisal of epidemiological studies and clinical trials.
Edisi ke-2. Oxford Uneversity Press, 1998.
Fletcher RH, Fletcher SW, Wagner EH. Clinical epidemiology - the essentials,
Edisi ke-3 Baltimore: Williams & Wilkins; 1996
Greefihalgh T. How to read a paper statistics for the non-statistician.I.
Different types of data need different statistical test. BMJ. L997;315:364-6
Guyyat G, Rennie D. Users' guide to the medical literature. A manual for
evidence-based practise. Chicago: AMA press; 2002.
Hulley SB, Cummings SR, Browner WS, Grady D, Newman TB. Penyunting.
Designing clinical research - An epidemiologic approach. Edisi ke-3.
Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
Sudigdo S astr o asmor o dl(k, 323
ffis *s
ffiWwq'e#@@
Ug uu,orESIS
Uji hipotesis merupakan prosedur statistika untuk menunjukkan
kesahihan suatu hipotesis. Istilah yang lebih popular namun kurang
tepat adalah uji statistika, atau uji kemaknaan. Uji ini diperlukan
oleh karena penelitian dilakukan pada sampel, tidak pada populasi,
sedangkan peneliti ingin menggeneralisasi hasil studi ke populasi
yang diwakili oteh sampel. Dengan uji hipotesis dapat ditentukan
apakah ada atau tidak adanya hubungan atau perbedaan yang
diperoleh dari data pada sampel, berlaku pula untuk populasi yang
diwakili oleh sampel yang diteliti tersebut dengan tingkat kesalahan
yang ditentukan oleh peneliti.
Uji hipotesis secara tradisional dilakukan dengan pernyataan
hipotesis nol, yaitu hipotesis bahwa tidak ada perbedaan atau tidak
ada hubungan antar-variabel. Kemudian terhadap data pada sampel
dilakukan uji untuk memperoleh angka apakah cukup bukti untuk
menolak hipotesis nol, sektingga dapat dibuat simpulan ada atau
tidaknya perbedaan (atau hubungan) di antara dua (atau lebih)
kelompok. Pada akhirnya akan diperoleh nllai p; karena nilai ini
diperoleh dengan pengandaian hipotesis nol, maka interpretasi hasil
uji hipotesis harus selalu disertakan pernyataan'bila hipotesis nol
benar' (aide infra).
326 Ujihipotesis
Baku emas
Uji diagnostik
Power(1-p) q
Uiihipotesis
(pada sampel)
p (1 - cr)
bahwa obat A tidak mungkin lebih buruk dari obat B. Hal ini disebut
hipotesis satu arah. Sebagian besar ahli statistika menganjurkan
untuk selalu mempergunakan uji dua aratL meskipun untuk ini
diperlukan subyek penelitian lebih banyak. Penentuan uji satu arah
atau dua arah ini sangat penting, oleh karena menyangkut jumlah
subyek yang diperlukan, dan juga menyangkut penilaian hasil uji
hipotesis itu sendiri. Suatu uji hipotesis satu arah yang memberikan
nllai p = 0,04 (bermakna), bila diterapkan untuk uji 2-arah maka
hasilnya P = 0,065 (tidak bermakna)'
Nnru p
Dalam setiap uji hipotesis peneliti pada akhirnya akan sampai pada
nllai p, yang biasanya disebut sebagai batas kemaknaan uji
hipotesis. Nilai p tersebut mempunyai makna sangat penting
namun tidak mutlak; ia harus diinterpretasi dengan baik agar tidak
terjadi kesalahan simpulan. Interpretasi nilai p lrya harus selalu
dihubungkan dengan data klinis yang dievaluasi'
Seperti telah disebutkan, uji dimulai dengan menyatakan bahwa
tidak ada perbedaan atau hubungan antara 2 variabel (hipotesis
nol). Dengan dasar asumsi tersebut, dan dengan perhitungan
menggunakan rumus tertentu, pada akhirnya akan diperoleh nilai
p. Bagairnana kita menginterpretasi nllai p secara benar?
Nilai p ini sering sekali disalahtafsirkan, bahkan oleh para senior.
Yang sering adalah kesalahan interpretasi dengan menyatakan
bahwa nilai p ailalah besarnya kemungkinan bahwa hipotesis nol
b en m (il eng an p erk at a an I ain b e s arny a k emungkin an b ahw a ke du a
Obot X 75 25 100
x2 = 4,467; df = l; p= 0,035
atau
Bila obat standar tidak berbeda dengan obat X, maka faktor
peluang saja pada 3,57o kesempatan dapat menerangkan
terjadinya beda kematian sebesar l5o/o atau lebih'
(Karena anak kalimat'bila hipotesis nol benar'sering dilupakan,
maka disarankan untuk menyebutnya lebih dahulu)'
Dalam kalimat yang lebih longgar sering orang menyebutkan:
Kemungkinan bahwa hasil tersebut disebabkan semata-mata
oleh faktor kebetulan adalah L5%.
Istilah'faktor kebetulan' tersebut tidak tepat dan seyogyanya
dihindarkan.
Sebelum era komputer, nilai p dilihat dari tabel pada tiap buku
statistika, sehingga tidak akan diperoleh nilai absolutnya, melainkan
dinyatakan sebagai p>0,05, p<0,05; atau p<0,0L Akibatnya p:0,045
sama dengan p=0,0L3, yakni dinyatakan sebagai p<0,05. Kini,
dengan komputer nllai p yang tepat dapat diperoleh" misalnya p :
0,052. Nilai tersebut hendaknya dicantumkan sebagai hasil uji
hipotesis, hal tersebut akan memberikan peluang kepada pembaca
untuk menafsirkan sendiri maknanya. Pada contoh ini nilai p sebesar
0,052, hingga pada kondisi tertentu dapat ditafsirkan sebagai
bermakna. Bila digunakan tabef hasil tersebut dinyatakan sebagai p
> 0,05 yang harus ditafsirkan sebagai tidak'bermakna.
INrEnvaL KEPERCAYAAN
Dalam melaporkan penelitian, dewasa ini cenderung disarankan
untuk menyertakan interval kepercayaan di samping nllai p,
karena dengan interval kepercayaan dapat diperoleh gambaran
besarnya kemungkinan untuk memperoleh hasil tersebut pada
populasi, dengan statistik yang diperoleh dari sampel (lihatlah
AIan RTumbelaka dkk. 333
Tqbel l6-2. Jenis dola don uii hipotesis ycng sesuoi (solu
vcribel bebos, onolisis univoriol)
Variobel Metode
Tergonlung
Vqriqbel Melode
Tergontung
Uji kai-kuadrat
Uji kai-kuadrat (uji x2) merupakan jenis uji hipotesis yang paling
sering digunakan dalam penelitian klinis. Seperti halnya pada uji-
x2 untuk kelompok
t, uji kai-kuadrat ini juga dibedakan menjadi uji
independery dan uji x2 untuk kelompok berpasangan.
Contoh uji kai-kuadrat untuk 2 kelompok independen
Peneliti in$in mengetahui perbedaan hasil pengobatan
miokarditis difterika dengan obat standar dan dengan obat
baru P. Enam puluh pasien miokarditis difterika dilakukan
AIan RTumbelaka dkk. 339
Regimen slqndor l8 12 30
Regimen boru 22
40 20 60
Persyaratanuiixz
Uji x'zuntuk 2 kelompok independen sahih apabila persyaratan
berikut dipenuhi:
1 jumlah subyek total > 40, tanpamelihat nilai expected, yaltanllai
yang dihitung bila hipotesis 0 benar
2 jumlah subyek antara 20 dan 40, dan semua nilai expected pada
semua sel > 5
Bila:
(a) jumlah subyek total n< 20, atau
(b) Iurnlah subyek antara 20-40 dengan ruTai expected adayang<5,
maka dipakai uji mutlak Fisher.
340 Uiihipotesis
Contoh
Ingin dibandingkan hasil terapi demam tifoid dengan
kloramfenikol dan obat M. Tiap pasien yang diobati dengan
kloramfenikol dicari pasangan yang sesuai umur, ienis
kelamiry dan deraiat sakitnya untukmendapat obat M. Hasil
terapi tampak pada Tabel 15-7, selanjutnya disusun dalam
tabel 2x2 (Tabel 16-8). Dalam tabel tersebut pada sel (a)=
jumlah pasangan yang sembuh dengan kloramfenikol dan
obat M, sel (f)= jumlah pasangan yang sembuh dengan
kloramfenikol tetapi tidak sembuh dengan M, sel (c) =
pasangan yang tidak sembuh dengan kloramfenikol namun
sembuh dengan M, sel (d) = pasangan yang tidak sembuh
baik dengan kloramfenikol maupun M.
I Sembuh Sembuh o
2 Sembuh Tidok b
3 Tidok Sembuh c
4 Tidok Tidok d
5 Sembuh Tidok b
6. Sembuh Tidok o
dsr
Alan RTumbelaka dkk. 341
Kloromfenikol
Sembuh
Sembuh 22
ObotM
Tidok
Korelasi
Korelasi merupakan suatu metode untuk mencari hubungan
antara 2 variabel numerik, misalnya antara tinggi dan berat badan
anak, atau antara ti.ggi badan dengan kapasitas vital paru' Tidak
jarang prosedur ini secara salah dipergunakan untuk mencari
kesesuaian antara 2 pengukuran terhadap 1 variabel yang sama
342 Ujihipotesis
(lihat Bab 21). Bila ada 2 set data variabel numerik, maka dapat
dicari korelasi. Contohnya dapat dilihat pada Tabel16-9.
Hal pertama yarrg harus dilakukan adalah menggambar scatter
plot atau diagram baur; apabila dengan diagram baur tidak tampak
hubungan linear, maka tidak perlu untuk dilakukan penghitungan
koefisien korelasi. Bila pada diagram baur tampak ada hubungan
linear, koefisien korelasi perlu dihitung, dapat secara manual atau
dengan program komputer. Perlu diperhatikan bahwa dalam
korelasi tidak dikenal adanya variabel bebas dan tergantung; ia
hanya menunjukkan ada hubungan antara dua variabel numerik.
Hasil penghitungan dinyatakan dalam koefisien korelasi Pearson
(r), dan dapat dihitung pula nilai p-nya.Korelasi mutlak akan
memberikan nilai r = 1, yang nyaris tidak pernah ada dalam
fenomena biologis. Nilai r yang lebih rendah ditafsirkan baik (r>0,8),
sedang (0,6-0,79),lemah (0,4-0,59), sangat lemah (<0,4). Batasan
interpretasi ini dapat berbeda pada beberapa buku.
l. 87 12,4
2. 104 9,8
'l
3. 64 1,3
4. 222 8,7
,l0,9
5. 78
dst.
Regresi linear
Korelasi dan regresi linear mempunyai kesamaan dan perbedaan.
Keduanya menunjukkan hubungan antara 2 variabel numerik.
Bedanya, pada korelasi fungsinya adalah sekedar menunjukkan
Alan RTumbelaka dkk. 343
:
q
:::i:i;::t:::l;T::'"'
odoloh konstonto
b odoloh koefisien regresi
Regresi multipel
Regresi multipel digunakan untuk menganalisis set data dengan
satu variabel tergaptung berskala numerik dengan lebih dari 1
variabel bebas yang semuanya berskala numerik. Persamaan regresi
multipel mempunyai rumus umum sebagai berikut:
344 Ujihipotesis
Contoh
Peneliti ingin memperoleh persamaan regresi yang dapat
meramalkan tekanan ventrikel kanan pada pasien stenosis
pulmonal (variabel numerik, mmHg) dengan sumbu QRS
(derajat), tinggi gelombang R di V (mm), dan gelombang S
di V, (mm). Ia melakukan kateterisasi jantung pada semua
pasien stenosis pulmonal, mengukur tekanan ventrikel
kanannya, dan menghitung sumbu QRS, gelombang R di
Vr, dan gelombang R di V6 pada EKG. Dengan Program
komputer diperoleh persamaan regresi:
y=12*O,6x, *O,4xr-2X"
Regresi logistik
Regresi logistik'dipakai apabila variabel bebas berskala numerik,
ordinal, dan nominal, sedangkan variabel tergantung berskala
nominal dikotom. Teknik yang semula banyak dipakai dalam ilmu
Alan RTumbelaka dkk. 345
P_
1 _ a-(a+brxr+brxr-b,x,...+b;x;)
Contoh
Ingin diperoleh persamaan untuk memprediksi peluang
pasien yang masuk ke ICU untuk hidup, berdasarkan usia
(numerik), skor analisis gas darah (numerik) dan skor klinis
(numerik) saat masuk, kategori diagnosis (ordinal), adanya
infeksi (nominal). Dari 100 pasien akan diperoleh persamaan
regresi logistik, yang dapat dipakai untuk meramal peluang
untuk hidup pasien berikutnya yang masuk ICU.
Catatan
1. Regresi multipel dan regresi logistik merupakan statistika lanjut
yang banyak menggunakan asumsi. Misalnya, pernyataan
bahwa variabel bebas pada regresi multipel harus berskala
numerik, dianggap dapat dipenuhi olelt dummy variabel, yakni
variable yang mempunyai dua buah nilai (misalnya lelaki diberi
nilai 0, perempuan nilai 1). Program komputer akan memberi
nllai p untuk koefisien regresi, yang menunjukkan apakah
koefisien tersebut bermakna atau tidak. Pelbagai persyaratan
diperlukan dalam teknik-teknik ini, yang dapat dikaji dalam
buku Afifi dan Clark (1986)
2. Pada saat ini sqdah ada program komputer yang memungkinkan
penghitungan regresi logistik dengan variabel dependen
nominal lebih dari 2 nilai (regresi logistik polikotom).
346 Ujihipotesis
Darrnn PUSTAKA
1 Afifi AA, Clark V. Computer-aided multivariate analysis. New York: VNB,
1986
2 Altman DG. Practical statistics for medical research. London: Champman &
Hall,199l.
3 Altman DG, Machini D, Bryant TN, Gardner MJ. Statistics with confidence.
Edisi ke-2. London: BMJ; 2000.
4 Dawson B, Trapp RG. Basic and clinical biostatistics. Edisi ke-3. boston: Lange
Medical Books/ Mc Graw Hill, 2001.
5 Elwood fM. Critical appraisal of epidemiological studies and clinical trials.
Edisi ke-2. oxford: oxford University Press, 1998.
6 Fleiss JL. Statistical methods for rates and proportions. New York: |ohn Wiley
&. Sons,7997.
7 Hulley SB, Cummings SR, Browner WS, Grady D, Newman TB, penyunting.
Designkng clinical research - an epidemiologic approach. Edisi ke-2.
Philadelphia: Williams & Wilkins, 2007.
Alan RTumbelaka dkk. 347
S"a * d
ffiM-il#@
K- nx6xp
. zoxzuxSB
K_ konslonto
n= iumloh subyek
o- delto otou effecl size, perbedoon hosil yong diomqti
p= proporsi (untuk doto nominol)
Z=
q deviot boku normol unluk (x
2=
'o deviot boku normql untuk p
SB .: simpong boku (untuk doto numerik)
Catatan
o Notasi matematika formal deviat baku normal untuk q,
adalah zo-rzo) untuk $i-2 arah, dun,rr;o, untuk-uji 1-arah.
Dalam buku ini penulisan notasi tersebut disederhanakan
menjadi zn denganmemperhatikan apakah uji bersifat satu
atau2 arah.
o Notasi untuk deviat baku normal untuk B (selalu 1 arah)
adalah z,r-u,. Dalam buku ini penulisannya disederhanakan
menjadi zu.
Fneil[f bener
Hr d itolak
i{-F}
3 PownnPENELmAN
Power suatu penelitiary analog dengan nilai sensitivitas pada uji
diagnostik, adalah kemampuan suafu penelitian untuk mendapatkan
beda yang secara statistika bermakna, bila dalam populasi tersebut
ada (Tabel 17-l). Artinya power adalah kekuatan untuk menolak
hipotesis nol pada data penelitiary apabila dalam populasi terdapat
perbedaan hasil klinis. Nilai power adalah sebesar (1-B), bila P: ?0%,
maka berartipower = 80"/o, ar.+inya penelitian itu mempunyai peluang
atau kekuatan sebesar 80% untuk mendeteksi perbedaan hasil klinis
(dalam sampel penelitian) apabila perbedaan tersebut dalam populasi
memang ada.
Nilai B (atau 1,-B, power) juga ditetapkan oleh peneliti; tilaipower
yang seringkali dipergunakan adalah 80% atau 90%. Nilai power yang
diinginkan tersebut memengaruhi besar sampel. Makin besar power
yang diinginkan, makin kecil B atau makin besar zu, dan makin
bertambah besar sampel. Besar sampel berbanding lurus dengan
BambangMadiyono dkk 355
kuadrat zu. Untuk power sebesar 80% dan 90% diperlukan zu (selalu
satu arah) berturut-furut sebesar 0,842 dan 1,282. Bila pada akhir
penelitian jumlah subyek yang berhasil diteliti kurang dari yang
diperhitungkan, dan bila nilai o dan ffict size yang diperoleh tetap
makaporner penelitian akan berkurang. Daftar nilai z dapat dilihat pada
Tabel lT-2.
4 SnpnNc BAKU
Berbeda dengan zo dan zu, simpang baku data variabel berskala
numerik merupakan statistik yang tidak dapat dimanipulasi sesuai
dengan keinginan kita, oleh karena nilai ini ymrg diperkirakan akan
ditemukan dalam penelitian. Nilai simpang baku yang diperlukan
untuk digunakan dalam formula besar sampel dapat diperoleh dari
penelitian terdahulu (baik data sendiri ataupun dari pustaka), atau
dari pengalaman atau studi pendahuluan. Nilai simpang baku ini
sangat memengaruhi besar sampel; makin besar simpang baku
(berarti variabilitas nilai numerik lebih besar), maka akan makin
banyak jumlah subyek yang diperlukan. Dalam penghitungary besar
sampel berbanding lurus dengan varians (yakni kuadrat simpang
baku atau s2).
356 Perkiraanbesar sampel
6 lwrsnvnr KEPERCAYAAN
lal ^'l'
n = [=o
Contoh:
Seorang peneliti ingin mengetahui rerata tekanan darah
diastolik remaja normal di daerah A. Menurut pustaka rerata
tekanan diastolik adalah 80 mmHg dan simpang baku 10
mmHg. Tingkat kepercayaan yang dipilih adalah sebesar 95%
dan ketepatan absolut yang dapat diterima adalah 2 mmHg.
Berapakah besar sampel yang diperlukan?
"=[o#)'=,,
Perkiraan besar sampel untuk beda rerata 2 kelompok
Dalam penelitian klinis perkiraanbesar sampel paling sering digunakan
pada studi untuk menguji hipotesis terdapatnya perbedaan dua
rerata. Untuk ini irerlu diperhatikan apakah kedua kelompok yang
diperbandingkan tersebut bersifat independen atau berpasangan
(paired).
BambangMadiyono dkk 359
h,=hz=r[g"rd]"
Contoh
Ingin diketahui beda tekanan diastolik 2 kelompok remaja,
kelompok pertama gemar berolah raga, kelompok lainnya
tidak. Beda sebesar 5 mmHg dianggap berarti. Tekanan
diastolik remaja salah satu kelompok adalah 80 mmHg dan
simpangbaku kedua kelompok sama,1.0 mmHg. Bila dipilih
= 0,05 dan p ozaer = 0,80, berapakah subyek yang diperlukan?
o]
tz
n.=n^ =rf(t'o*o'to'xt =el
L (85-Bo) I
2 Uii hipotesis terhadap rerata dua populasi berpasangan
Informasi yang diperlukan berbeda dengan untuk dua kelompok
independen:
o simpang baku dari rerata selisih, so [dari pustaka]
o selisih rerata kedua kelompok yang klinis penting, dlclinical
judgmentl.
o kesalahan tipe I, u [ditetapkan]
o kesalahan tipe I I, p [ditetapkan]
360 Perkiraanbesar sampel
Contoh
Ingin diketahui beda tekanan diastolik 2 kelompok remaja;
kelompok pertama remaja di perkotaan, kelompok kedua
remaja pedesaan. Subyek dpilih dengan teknik matching
individual. Beda sebesar 5 mmHg dianggap berarti. Bila
dipilih = 0,05 dan pozaer = 0,80, dan simpang baku selisih
rerata = 10 mmHg,berapa pasang subyek diperlukan?
Catatan: Rumus ini sangat sering digunakan pada uji klinis. Perhatikan
bahwa proporsi efek pada terapi standar (P,) harus diketahui (dari
pustaka atau sumber lain), sedang proporsi efek pada terapi yang
diteliti (Pr) ditentukan berdasar clinical judgment, yakni beda klinis
terkecil yang dianggap penting. P, tidak diambil dari pustaka. Bila
pustaka yang dirujuk memberi effect size (Pl-Pr) sebesar 50% (0,50)
dan angka itu diambil sebagai dasar menentukan Pr, maka subyek
BambangMadiyono dkk 363
Obqt slqndqr
Sembuh Tidok
Sembuh
Obot boru
Tidok
lz^+zol2f
"p- d'
Contoh
Dengan teknik matchingindividual peneliti mempelajari beda
efektivitas regimen A dan B untuk pengobatan obesitas.
Proporsi kesembuhan regimen A adalah 50% dan beda klinis
yang dianggap penting 20%. Proporsi pasangan yang
diskordan adalah 20"/".Dengan kesalahan tipe I5% dan tipe
lI20o/" berapa pasangan subyek diperlukan?
Contoh
hr=tr2=
ro'(e,/P,+er/P,
iln(1 - e)l '?
Dalam hal ini yang dihadapi sama dengan uji klinis dengan variabel
bebas dan tergantung nominal dikotom. Untuk ini diperlukan
informasi sebagai berikut:
. proporsi efek pada kelompok tanpa faktor risiko, P, [dari
pustakal
r risiko relatif (RR) yang dianggap bermakna secara klinis
lclinical judgmentl; dari P, dan RR dapat dihitung P, dan P =
1/z (P, + Pr)
. zo [ditetapkan]
. zp [ditetapkan]
Meskipun peneliti menduga kuat bahwa insidens efek lebih
banyak terjadi pada kelompok dengan faktor risiko dibanding
dengan pada kelompok tanpa faktor risiko, namun seyogyanya
tetap dipakai uji hipotesis 2-arah.
Contoh
'1e,7e, + e /P
hr = h2 =
[n(l - e)]'?
Contoh
Dengan menggunakan desain studi status kontrol seorang
peneliti ingin mengetahui berapa besar pengaruh diabetes
melitus yang diderita lelaki berumur 40-50 tahun terhadap
penyakit jantung koroner. Diperkirakan OR = 2, proporsi
pada kelompok kontrol 0,20 dan tingkat ketepatan yang
dikehendaki 20% dengan nilai kepercayaan sebesar 957o.
Berapakah subyek yang diperlukan?
Contoh
Dengan desain kasus kontrol tak berpasangan peneliti ingin
mengetahui pengaruh diabetes melitus yang diderita lelaki
berumur 40-50 tahun terhadap penyakit jantung koroner. OR
yang dianggap bermakna adalah 2, proporsi efek pada
kelompok kontrol sebesar 0,20 dengan nilai kemaknaan
sebesar 0,05 dan power sebesar 80%. Berapakah perkiraan
besar sampel minimal yang diperlukan?
",
ti,9 6 "E;0,27 s " qz x + 0,84? ;0,6i) r i0e0 0"80)' .-. I (n
':=fl;= 'FJ3
{0,33-o,2ol'-
i {n-lr} i
I
*r,rn O( * /. l' = no
I 'l-u
^_lr,r%
1,ef +t,zazr7y^.y^
"=L s/
/4 -t/
/2 ]'=,,
Contoh
Dengan desain kasus kontrol berpasangan peneliti ingin
mengetahui pengaruh diabetes mellitus terhadap penyakit
jantung koroner. Diduga OR = 2, proporsi pada kelompok
kontrol sebesar 0,20 dengan kemaknaan sebesar 0,05 dan
power sebesar 807o. Berapakah jumlah subyek diperlukan ?
1'9/*o,at +l
=76
"=[ 2/
/3 -1/
/2
Contoh
Pada contoh di atas n=70. bila akan dipergunakan 3 kontrol
per kasus, maka diperlukan kasus sejumlah 1' = (3+11x70l
(21 3) = 4 x 70 I 6 = 47, dan jumlah\ kontrolnya = 3 x 47 = 141.
Dengan demikian maka jumlah kasus dapat dikurangi namun
jumlah kontrol menjadi berlipat ganda. Cara ini dipakai bila kasus
sedikit namun cukup mudah mencari kontrolnya.
J, -or.rin JP,
(1,96+O,842f
n= =45771
zlor.ri.,Jopoos-or.riq[opoozf
Sampel tunggal
Untuk menentukan besar sampel tunggal minimal pada uji
hipotesis dengan menggunakan koefisien korelasi (r) diperlukan
informasi:
1 Perkiraan koefisien korelasi, r [dari pustaka]
2 Tingkat kemaknaat\ a. [ditetapkan]
3 Power, atau zu [ditetapkan]
Rumus yang digunakan:
"=[0r.,,jffi#h]'.'
atau gunakan tabel pada Lampiran.
Dua sampel
Uji hipotesis untuk perbedaan dua koefisien korelasi memerlukan
informasi:
1 perkiraan kedua koefisien korelasi, r, dan 1fdari pustaka]
2 tingkat kemaknaan, cr [ditetapkan oleh peneliti]
3 power, atau z, [ditetapkan oleh peneliti]
Rumus yang digunakan:
Contoh
Ingin diketahui apakah dengan dosis per hari yang sama/
fenobarbital yang diberikan sekali sehari sama baiknya
dengan yang diberikan dua kali sehari. Selama ini terapi
stdndar'adalah fenobarbital 2 kali sehari, dan dapat
mengontrol kejang pada 70% kasus. Bila beda klinis sebesar
5% dianggap tidak penting dan dengan menggunakan o=
0,05 dan p = 0,1,0, berapa subyek diperlukan untuk penelitian
ini?
(P, -Pr)t
MSNENTUKAN Por ER
Tidak jarang setelah besar sampel ditentukan dan penelitian
dilaksanakary saat waktu atau biaya telah habis, jumlah subyek
tidak mencapai seperti yang diharap. Untuk uji hipotesis yang
mencari perbedaan yang bermakna (p<0,05), analisis tetap dapat
dilakukan, namun harus dihitung power penelitian, untuk
mengetahui kesalahan tipe II. Dengan demikian dalam diskusi dapat
dikemukakan peran kurangnya subyek terhadap hasil, terutama bila
tidak ditemukan beda yang bermakna antar- kelompok.
Secara umum poTDer dapat dihitung setelah penelitian selesai,
dengan cara memasukkan nilai-nilai ke dalam rumus yang semula
digunakan untuk menghitung besar sampel. Sebagai contokL suatu
uji klinis ingin menguji hipotesis bahwa obat A lebih baik daripada
B. ditentukan o( = 0,05 (uji 2-arah); B = 0,20, proporsi kesembuhan
dengan obat standar (P,) = 0,60 dan perbedaan klinis yang berarti
adalah 0,20 (P2 = 0,80). Dengan rumus diperoleh besar sampel 60
per kelompok. Ternyata sampai waktu dan biaya penelitian habis
diperoleh hanya4} subyek per kelompok, dengan kesembuhan pada
kelompok A= 0,75 dan pada kelompok B = 0,50. nilai-nilai tersebut
dimasukkan kembali ke dalam rumus semula, dengan n= 40; zo=
1,960, P, = 0,50, Pr:0,75, sehingga zudapat dihitung, dan dengan
melihat tabel nilai z maka pon)er penelitian dapat pula ditentukan.
l"trn:-
(1 - f)
BnnnnePA cATATAN
Perlu diingat bahwa tidak ada formula besar sampel yang disepakati
oleh secara universal untuk pelbagai desairy seperti sebagai uji non-
parametrik danuji multivariat. Dalamhal ini makapada data ordinal,
untuk perhitungan besar sampel, diubah menjadi skala nominal
dikotom. Sedangkan untuk uji multivariat dap at dipakai r ule of thumb
dalam penetapan besar sampel, yang besarnya amat bervariasi
menurut pelbagai pakar (lihat uraian sebelumnya).
Dalam estimasi besar sampel hal-hal berikut perlu diperhatikan:
'1. Be pnrsimoniozs. Peneliti harus berhemat. Subyek penelitian
yang amatbanyak akan membawa konsekuensi logistik, tenaga,
waktu dan etika. Sedapat mungkin dicari upaya memperkecil
besar sampef dengan berpegang pada pertanyaan penelitian
2 Be creatioe. Peneliti harus kreatif. Bila desain yang dipilih
ternyata tidak tersedia rumus untuk estimasi besar sampel,
ubahlah variabel penelitian sehingga mendekati keadaan yang
mempunyai rumus.
3 Be logic. Peneliti harus berpikir logis. Jangan terlalu banyak
merumuskan pertanyaan penelitian yang membawa akibat
kesulitan menentukan besar sampel (di samping konsekuensi
lain yang serius)
BambangMadiyono dkk 381
Dnrrnn PUSTAKA
Altman DG. Practical statistics for medical research. London: Champman
and Hall; 1991
Altman DG, Machini D, Bryant TN, Gardner MJ. Statistics with confidence.
Edisi ke-2. London: BMJ;2000
3 Dawson B, Trapp RG. Basic & clinical biostatistics. Edisi ke-3. Boston: Lange
Medical Books/ Mc Graw-Hill, 2001,.
4 Fletcher RH, Fletcher SW, Wagner EH. Clinical epidemiology - the essentials.
Baltimore: Williams & Wilkins; 1996
Hulley SB, Cummings S& Browner WS, Grady D, Hearst N. Newman TB.
Penyunting. Designing clinical research - An epidemiologic approach. Edisi
ke-2
Lemeshow S, Hosmer Jr DW, Klar ], Lwanga SK. Adequacy of sample size in
health studies Chicester: ]ohn Wiley & Sons, 1990
7 Lwanga SK, Lemeshow S. Sample size determination in health studies,
Geneve: WHO, 1991
8 Sacket DL, Haynes RB, Tugwell P. Clinical epidemiology - Abasic science for
clinical medicine. Boston: Little, Bron & Co, 1985.
382 Perkiraanbesar sampel
S* gd
tr*#ffi@{eeffi@#-b
Dnrrnn PUSTAKA
1. Anne-Marie Slowther, Tony Hope. Clinical ethics committees [Editorial). BMJ
2000;32'1.:649-650.
2. Ashcroft R, Pfeffer N. Ethics behind close doors: do research ethics
committees need secrecy? BMJ 2001; 322: 1,294-1296.
.t. Bredy JV, Jonsen AR. The evolution of regulatory influences on research
with human subjects. Dalam : Human subjects research research - A hand
book for institutional Review Board. New York: Plenum Press,1982.
4. Currrant Wf. Evolution of formal mechanism for ethical review of clinical
research. XIIth CIOMS Round Table Conference, 1.979.
5. Evans ME. The legal background of the institutional review board XIIth
CIOMS Round Tabel Conference, 1979.
6, Fisher FW,Breuer H. Influences of ethical guidance committees on medical
research- A critical reappraisal. XIIth CIOMS Round Table conference,1,979.
7. Giertz G. Scope of review procedures of ethical review board. XIIth CIOMS
Round Table Conference. 1979.
8. Gellhom A. Medical ethics in the modem world. XIIth CIOMS Round Table
Conference, 1979.
9. Len Doyal, Informed consent in medical research : Journals should not
publish iesearch to which patients have not given fully informed consent -
with three exception. Bll/I 1997 ;31.4:11.07
10. Miller j.Form and funtion of ethical review committed in Canada. XIIth
CIOMS Round Table Conference'1,979.
11. Nicol j.The ethics of research ethics committees.BMJ 2000;320:1217.
12. Ryan MK. General organization of IRB.Dalam: Human subjects research-
A handbook for institutional review boards. New York: Flenum Press, 1982.
SriOemijatidkk. .391
ffid *d
ffitrffi@q@ffis#%
Abstrqct
BMJ. 2OO2i3252419-21
4 PrNpeHuruAN
Pendahuluan hendaklah ditulis secara ringkas namun jelas,
biasanya terdiri atas2paragraf atau 1 paragtaf dengan 2 bagian. Isi
bagian ini adalah alasan atau pembenaran mengaPa penelitian perlu
dilakukan, dan hipotesis atau pertanyaan Penelitian yang akan
dijawab beserta desain yang diPakai. Berbeda dengan pada usulan
Sudigdo Sastroasmoro dkk, 399
Bockground
Hip frocture is o public heolth concern, becouse it is ossocioted
with increqsed mortolity, morbiditn reduced quolity of life, ond
incurs significont economic ond sociol costs [1 ]. Bone minerol
density (BMD), s meosure of bone strength, is o strong predictor
of hip frocture risk [2], ond is used os o surrogole meosure of
the severity of osteoporosis [3], the mechonism of BMD-hip
frocfure relotionship isnot well understood. Body weight is
strongly reloted to bone minerql density, such thqt higher weight
is ossociqted with both higher BMD14-71, qnd reduced frocture
risk [8,9]. Body weight is the sum of leon ond fot moss, ond the
relqtive importonce of eoch componenl to hip frocture risk is
contentious tl0-,l4]. Lower fot moss wos ossocioted with on
increose in the risk of hip frocture ofter odiusting for body
weight ond oge [15], but it is not cleqr whether the significont
relotionship is independent of BMD.
5 MEropE
Maksud utama penulisan bagian ini adalah menjelaskan bagaimana
peneliti melaksanakan penelitiannya. Penulis harus menguraikan
dengan rinci apa yang telah dilakukan dalam penelitian, sehingga
apabila ada orang yang ingin mengulanginya dapat melakukannya
dengan tepat. Karenanya Metode tidak jarang merupakan bagian
yang terpanjang dalam laporan jurnal, kadang juga ditulis dengan
ukuran huruf yang lebih kecil ketimbang ukuran huruf pada badan
laporan. Persyaratan yang tampaknya sederhana ini (menulis Metode
dengan lengkap dan rinci) dalam praktik mungkin tidak terpenuhi,
apabila penulis tidak berhati-hati melakukannya. Tidak jarang
bagian ini ditulis dengan amat ringkas, seolah menganggap bahwa
pembaca melihat sendiri apa yang dilakukan oleh peneliti; akibatnya
jangankan pembaca memperoleh informasi untuk dapat mengulang
penelitian, mengikuti jalan pikiran peneliti pun sulit. Di lain sisi kadang
penulis mencapur-adukan Cara Keria dan Diskusi.
Sebagian jurnal masih menggunakan istilah Materials and
Methods atau Bahan dan Cara Kerja. Hal ini dianggap kurang
manusiawi, kecuali bila hat yang diteliti adalah bahan kimia, alat,
atau mesin. Oleh karena penelitian klinis memakai manusia sebagai
subyek, maka dianjurkan untuk menggunakan istilah Subiects and
Methods (Subyek dan Cara Kerja), Patients and Methods (Pasien
dan Cara Kerja) atau cukup Methods (Cara Keria) saja.
Pada umumnya Cara Kerja mencakup uraian sebagai berikut:
o Desain penelitian
o Tempat dan waktu penelitian
o Sumber data: primer atau sekunder
o Populasi target dan terjangkau, sampel, cara pemilihan
sampel (sampling method), besar sampel
o Kriteria pemilihan (inklusi dan eksklusi)
o Keterangan khusus sesuai dengan desain yang dipakai
o Teknik pengukuran (pemeriksaan), termasuk pemeriksa,
apakah pengukuran dilakukan tersamar, apakah dilakukan
Sudigdo Sastroasmoro dkk. 401
6 Hasn
a Teknik penulisan
Hasil merupakan bagian yang sentral pada laporan penelitian,
namun tidak jarang merupakan bagian yang paling pendek. Ia
biasanya disajikan dalam bentuk narasi yan g dapat diperjelas dengan
tabel dan I atau gambar. Hal-hal berikut perlu diperhatikan:
402 P enulis an lap or an p enelitian
b Bagian deskriptif
Meski yang dilaporkan merupakan penelitian analitik, namun laporan
tentang hasil penelitian selalu didahului dengan penyajian deskriptif
tentang pasien yang diteliti. Karena itu Tabel 1 pada makalah
biasanya berisi deskripsi pasien serta karakteristiknya. Variabel yang
diteliti dijelaskan paling rinci. Deskripsi data klinis biasanya
mencakup jenis kelamin, umur, variabel lainnya yang relevan.
Rincian dapat diperjelas dengan tabel, graflk, ataupun gambar.
Bila penelitian merupakan perbandingan, misalnya uji klinis,
akan sangat bermanfaat bila dilakukan tabulasi variabel sebelum
intervensi antara kelompok yang diperbandingkary apakah kedua
kelompok memang sebanding. Hal ini tetap dianjurkan meski telah
dilakukan randomisasi, sebab randomisasi tidak menjamin kedua
kelompok mempunyai karakteristik yang seimbang. Dalam
perbandingan itu tidak perlu disertakan nilai uji hipotesis (nilai
p); dengan menyajikan secara deskriptif umumnya pembaca tahu
apakah ada keiidak seimbangut'r yu.tg serius antar kelompok.
Penyertaan nilaip untuk menunjukkan bahwa pada awal penelitian
tidak ada beda yang bermakna antara kedua kelompok adalah keliru,
sebab (1) dari awal tidak dinyatakan akan dilakukan uji hipotesis
sebelum intervensi; estimasi besar sampel adalah untuk uji hipotesis
setelah intervensi; (2) perhitungan nilai p harus selalu menyertakan
nilai p dan besar sampel. Bila jumlah subyek hanya sedikif maka nilai
p > 0.05 tidak berarti apa-apa. Sebaliknya bila jumlah subyek sangat
banyak, perbedaan yang minimal dapat bermakna secara statistika.
Sudigdo Sastroasmoro dkk. 403
Sebagai contokL pada pada uji klinis besar untuk menilai manfaat
aspirin guna mencegah penyakit jantung koroner yang dilakukan
secara multisenter dengan peserta 20.000 per kelompok, pada akhir
penelitian diperoleh rerata usia subyek kelompok eksperimental
dan kontrol berturut-turut adalah 42,0 (standard error 0,01) tahun
dan 42,7 (standard error 0.02) tahun. Bila dilakukan uji hipotesis
perbedaan yang klinis tidak penting tersebut bermakna secara
statistika (p <0.01). Apakah kita katakan bahwa kedua kelompok
tidak seimbang sehingga penelitian tidak sahih? Jadi yang dinilai
adalah kesetaraan klinis, bukan kemaknaan statistika; dalam contoh
ini apakah beda usia 42,0 tahun dengan 42,7 tahuntersebut penting
untuk respons seseorang terhadap aspirin. Hal yang sebaliknya
dapat terjadi; bila subyek hanya beberapa pulutr, perbedaan usia
yang secara klinis penting pada uji hipotesis mungkin secara
statistika tidak bermakna.
c Bagian analitik
Bagian analitik hasil juga harus dikemukakan dengan sekuens yang
logis. Analisis yang bersifat lebih umum dikemukakan lebih dahulu,
disusul dengan analisis yang lebih rinci. Telah menjadi kebiasaan
untuk menulis hasil yang akan dianalisis dalam bentuk tabel,
misalnya tabel2x2 untuk Vi x', tabel uji diagnostik, studi kohort,
kasus kontrol, dan seterusnya.
o Bilangan yang terdiri atas dua digit atau lebih ditulis dengan
angka.
Penelitian ini melibatkan 64 pasien meningitis bakterial.
e Statistika
Ketepatannumerik
Ketepatan numerik yang terlalu rinci (misalnya 27.334%;2560.346
gram) tidak menambah informasi, tidak meningkatkan kualitas
makalah, bahkan mungkin dapat menyebabkan makalah tidak
nyaman untuk dibaca. Hasil yang diperoleh dari kalkulator atau
komputer biasanya perlu dibulatkan.
Beberapa patokan:
o Dalam menyajikan nilai retata, simpang baku (standard
deaiation), dan statistik lain harus diperhatikan ketepatan
pada data aslinya. Umumnya nilai rerata hanya perlu diberi
satu desimal lebih dari nilai pada data aslinya.
Contoh:
Bila data asliz 234 gram, 273 gram, 406 gram,... dst., maka
nilai rerata adalah 303.7 gram.
Bila data asli 0,34 mg,0,72 mg, 0,54 m& ... dst., maka nilai
rerata adalah 0.493 mg
o Standard detsiation (SD) dan standard error (SE) cukup ditulis
dengan satu desimal lebih dari nilai aslinya
Rerata 2568 gram, SD = 213,7 gram (atau 213 gram).
o Nilai t, x2" dan r hanya memerlukan dua desimal
o Pada penulisan persentase jarang diperlukan lebih dari satu
desimal, kecuali bila jumlah subyek sangat besar. Bila jumlah
Sudigdo Sastroasmoro dkk. 405
Nilaip
o Nilai p sering diperlukan dalam penulisan hasil penelitian
yang bersifat analitik.
o Notasi p ditulis pelbagai cara, P, P, p, p;perhatikan in-house
style (gaya selingkung) jurnal apabila kita akan mengirim
manuskrip ke jurnal. Yang penting lakukanlah penulisan
tersebut dengan taat-asas (konsisten).
o Dalam menyajikan hasil uji hipotesis perlu dicantumkan
nilai uji statistik (misal t, x2) jangan hanya nilai p saja.
o Nilai p secara konvensional ditulis sebagai <0,05, <0,01 atau
<0,001. Dengan adanya komputer lebih baik dicantumkan
nllai p berdasarkan perhitungary misalnya 0,07 atau 0,02
tetapi bila nilai p lebih kecil daripada 0,0001 tidak perlu
ditulis angkanya, tuliskan saja p <0,0001. Hindarkan
penulisan p = 0.0000, tuliskanlah p <0,0001., karena tidak
mungkin probabilitas untuk terjadinya hasil semata-mata
akibat peluang adalah 0.
o Nilai p yang sudah dituliskan pada tabel tidak perlu diulang-
ulang dalam nas.
Tabel
Tabel dapat diperlukan di semua bagian makalah, narnun tersering
digunakan pada Hasil. Dalam penulisan tabel perlu dipertimbangkan:
Sudigdo Sastroasmoro dkk. 407
o Tabel kurang disukai oleh editor oleh karena sulit dan mahal;
karenanya harus dibatasi untuk yang penting saja. Sebagai
patokan kasar yang dianggap layak, adalah L tabel untuk
tiap 1000 kata. Jadi untuk makalah sepanjang 8-10 halaman
(kertas kuarto, karakter Times Neut Roman L2 pt. 1,5 spasi)
3 atau 4 tabel cukup memadai.
o Tabel-(j.uga gambar) dimaksudkan untuk memperjelas isi
makalah: BiLa data dapat disajikan dalam kalimat dengan
jelas, tidak perlu dibueit'tabel. Jangan sampai angka-angka
dalam nas tidak sesuai dengan yang ada dalam tabel.
o Tabel yang sangat rumit sering tidak memperjelas penyajian
bahkan membingungkan. Upayakan untuk memecah tabel
yang rumit atau panjang menjadi dua tabel atau lebih.
Kecuali dalam keadaan tertentu, penulisan tabel yang
bersambung ke halaman berikut harus dihindarkan.
o Keberadaan tabel harus ditulis dalam nas;1'angan ada'tabel
liar', yakni tabel yang tidak ditunjukkan keberadaannya
dalam nas, seperti yang sering kita lihat di majalah popular.
Diingatkan lagi untuk tidak menulis ulang dengan lengkap hasil
yang telah disajikan dalam tabel. Cukup dikutip hasil yang penting
sebagai pengantar.
Teknikpenulisantnbel
o Judul tabel dapat ditulis dengan huruf kecil, atau seluruhnya
huruf besar bergantung kepada gaya selingkung jurnal
o judul tabel tidak diakhiri dengan titik
r Hilangkan garis vertikal dan garis horisontal-dalam (aertical
and inner horizontal lines). Lihat Contoh.
o Catatan-kaki dituliskan segera di bawah tabel, dengan tanda
seperlunya. Bila terdapat singkatan dalam tabel, maka
kepanjangan singkatan harus disertakan dalam catatan kaki.
65 l5 80
II 55 20 75
ilt 28 12 40
I 65 15 80
il 55 20 75
ill 28 12 40
Lusrnasl
Sama halnya dengan tabel, jumlah ilustrasi juga seringkali dibatasi
oleh editor. Sebagian kecil jurnal menerima ilustrasi berwarna,
sebagian besar hanya menerima gambar atau foto hitam-putih.
Perhatikan persyaratan tiap jumal yang dapat dilihat pad a Instuction
to Authors. Pada umumnya editor menghendaki agar ilustrasi yang
dikirim sudah digambar secara profesional dan siap untuk dicetak;
sungguh tidak layak unfuk'menyuruh' atau mengharapkan editor
menggambar ulang. Cropping, tanda-tanda, };ruruf, singkatan, dan
legenda harus diperhatikan dengan cermat. Jangan sampai terdapat
ketidaksesuaian data atau pengertian antara aPa yang tertulis dalam
nas dengan yangada di gambar, sehingga ilustrasi yang seharusnya
memperjelas makalah bahkan membuat pembaca menjadi bingung.
Legenda gambar harus ringkas namun informatif.
Sudigdo Sastroasmoro dkk. 409
7 Dsrusr
Dalam makalah hasil penelitian untuk dipublikasi di jumal, Diskusi
biasanya mencakup pula simpulan penelitian dan saran. Dalam
bagian ini peneliti mengemukakan atau menganalisis makna
penemuan penelitian yang telah dinyatakan dalam Hasil dan
menghubungkannya dengan pertanyaan penelitian. Ini dilakukan
dengan: (1) membandingkan hasil dengan pengetahuan saat ini,
yakni dengan membandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya
apakah memperkuaf membantah, atau memang sama sekali baru,
dan (2) untuk penelitian klinis dihubungkan dengan praktik klinis.
Tiap pemyataan harus dijelaskan, dan didukung oleh pustaka yang
memadai.
Dalam Diskusi perlu dikemukakan keterbatasan penelitian,
baik dalam desain maupun dalam eksekusinya. Tidak jarang desain
penelitian secara inheren mengandung kelemahary atau penelitian
tidak sesuai dengan yang direncanakan, misalnya banyak loss to
follow-up. Hal-hal tersebutharus dinyatakan dengan jujur dan dibahas
dampaknya terhadap hasil. Peneliti harus jujur; bila ia mengetahui
kelemahan dalam penelitiannya ia harus menyebut dan membahas,
bukan mendiamkan kekurangan tersebut dengan harapan orang
tidak melihatnya. Bila penulis menganggap terdapat kekuatan yang
penting dalam penelitian yang dilaporkarL hal tersebut dapat pula
dikemukakan secara wajar.
Dalam Diskusi hendaknya penulis secara wajar menunjukkan
makna hasil penelitiannya; dalam penelitian klinis harus dikaitkan
dengan manfaat dalam praktik. Perlu dihiridarkan penggunaan
kalimat-kalimat yang menunjukkan seolah penemuan penelitian
sangat luar biasa dengan berulang-ulang menulis kalimat:
Data kami dengan meyakinkan menunjukkan bahwa......
atau
" 9 CovpucroFrlrrEREsr
Akhir-akhir ini makin banyak jurnal yang mensyaratkan adanya
pernyataan conflict'of interestbalksecara individual (penulis artikel)
maupun institusional (institusi afiliasi para peneliti). Misalnya salah
satu peneliti adalah penasihat medis perusahaan farmasi tertentu,
412 P enulisan lap or an p enelitian
l1 Darran PUSTAKA
12 LeupneN
Penyertaan lampiran jarang diperlukan dalam jurnal. Bila
diperlukan (dan diperkenankan oleh editor), rumus statistika, tabel
prosedur, dan lain-lain yang relevan dapat disertakan. Daftar nama
subyek penelitian, baik inisial maupun nomor rekam medis tidak
boleh dipublikasikan.
BEnEnaPA CATATAN
Menulis bukanlah hal yang mudah, karenanya diperlukan latihan.
Dalam penulisan makalah ilmiah perlu diperhatikan kaidah-kaidah
yang lazim, sementara alur logika sang peneliti harus tergambar
Sudigdo Sastroasmoro dkk. 415
Darrnn PUSTAKA
Browner WS. Publishing and presenting clinical research. Pennsylvania:
Williams & Wilkins; 1999.
Byrne DW. Publishing your medical research paper. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 1998.
Day R. How to write and publish a scientific papers. Edisi ke-3. Cambridge:
Cambridge University Press,1989.
Huth Ef. How to write and publish papers in the medical science. Edisi ke-2.
Baltimore: Williams & Wilkins,1990.
International Committee of Medical Joumal editors. Uniform requirements
for manuscript submitted to biomedical journal;1997.
Sastroasmoro S. Panduan penulisan makalah ilmiah kedokteran. Jakarta:
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Universitas Indonesia,1999.
Sastroasmoro S. Mengurai dan merajut disertasi dan tesis. Jakarta: Sagung
Seto,2010.
Sudigdo Sastroasmoro dkk. 417
ffi# -s
#*f,@@aeW*W
5eba9 ion besar penelit i menorget kon untu k mempub i kos i kon
I
Sunarnn RUIUKAN
Sumber informasi atau rujukan dapat berupa makalah ilmiah
dalam majalah ilmiah, buku (baik secara keseluruhan ataupun
hanya sebagian atau bab dari buku tersebut), laporan atau dokumen
resmi dari suatu instansi pemerintah (misalnya Departemen
Kesehatan, BKKBN) atau dari suatu badan internasional (WHO,
INOCEF). Laporan hasil penelitian yang tidak dipublikasikan akan
tetapi didokumentasi di perpustakaan instansi yang bersangkutan
kadang-kadang dapat pula dijadikan sumber informasi. Yang
terakhir ini di dalam daftar rujukan sering ditulis dengan kata-kata
"komunikasi pribadi" (personal communication), "hubmgan prlbadl",
"unpublished data", dan sebagainya. Bila tidak terpaksa hal tersebut
sebaiknya dihindarkan karena kesahihannya kurang. Bahkary tesis
atau disertasi yang belum dipublikasi dalam jurnal dianggap sebagai
"unpublished material" bukan sebagai rujukan yang baku.
Sumber informasi yang digunakan seyogyanya berasal dari
jurnal ilmiah atau buku yang benar-benar dlbaca, dan bukan hanya
dari suatu abstrak atau hanya kutipan dari penulis lain. Namun
apabila sumber informasi tidak diperoleh karena sudah kuno atau
majalahnya tidak dapat diperoleh lagi, kadang-kadang masih dapat
digunakary dengan mencanfumkan kata-kata "dikutip dari", atau
"dikutip oleh" (quoted from, cited by), atau mencantumkan kata
[Abstrak] bila hanya dapat diperoleh abstrak karangan tersebut.
Jenis-jenis sumber kutipan tersebut dibatasi, bahkan ini dianggap
tidak layak lagi dilakukan karena pelbagai kemudahan dengan
perkembangan teknologi informasi mutakhir.
420 Penulisanrujukan
Contoh:
Beyerink MW. Culturversuche mit Zoochlorellen,
Lichenengonidien, und anderen niederen Algen Bot Z.
'1930;48:725.
atau
Cooke RE. The pathophysiology of body fluids. In: Nelson's
texbook of Pediatrics. L3th ed. Philadephia: WB Saunders;
1990. p. 567-99.
1 SrsrsNd NoMoR
Majalah
Brozovich, B.; Cattel, W.R.; Cottrall, M. F.; Gwyther, M. M.;
McMillan, J.M.Ir.; Malpas, J. S.; Salisbury, A.; Trotta, N. G.
von: Iron metabolism in patients undergoing regular dialysis
therapy. Br. med. j. ii: 695-698 (1975).
Tesis, Disertasi
Monogram
Dixon, M.; Webb, E. C.: Enzymes; 2"d ed., pp. 43-58
(Longmans Greery London 1975\.
426 Penulisan rujukan
Symposium
Symposium: Laradiotherapie de lamaladie de Hodkin. Nouv.
Revue fr. Hemat. 6:'1.-176 (1976).
Tanpa nama
Editorial: Classification and nomenclafure of malformations.
Lancet ii:798 (1974).
4 Srsrpira Vnrucouvsn
Cara ini disepakati oleh para editor majalah ilmiahberbahasa Inggris
yang terkenal dalam pertemuan di Vancouver, British Columbia,
USA, Januari 1978. Tujuannya menyeragamkan atau membakukan
tata cara penulisan makalah ilmiah di seluruh dunia. Cara ini telah
mengalami revisi beberapa kali, dan yang terakhir adalah revisi bulan
Oktober 201,0, yang diterbitkan oleh International Committee of
Medical Journal Editors dengan judul "Uniform requfuements for
manuscript submitted to biomeilical j ournal" . Di bawah ini diberikan
beberapa contoh penulisan dengan menggunakan cara Vancouver
tersebut. Perlu dicatat bahwa meskipun suatu jurnal menyatakan
menggunakan sistem Vancouver ini, namun tidak melaksanakannya
dengan tepat, sesuai dengan in-house style masing-masing jurnal;
namun semua menuliskannya dengan konsisten (taat asas).
Sunoto dkk. 427
Majalah
Llntuk makalah dengan jumlah pengarang kurang atau sama
dengan 6 orang, nama pengarang ditulis semunnya.
Abudu N, MillerJJ, Attaelmannan M, Levinson SS. Vitamins
in human arteriosclerosis with emphasis on vitamin C and
vitamin E. Clin Chim Acta. 2004;339:l'L-25.
Tanpa pengarang
Anonymous. Coffee drinking and cancer of the pancreas
(Editorial). BMf. 1981; 283:628.
Materi elektronik
Artikel di internet
Abood S. Quality improvement initiative in nursing homes:
the ANA acts in an advisory role. Am J Nurs lserial on the
internetl. 2002 lcited 2002 Aug l2l;102(6):labout 3 p.l.
Available f rom: http ://www.nursin gworls. o ryl AJN I 20021
juneA,Vawatch.htm.
Homepage/Web site
Cance-Pain. or [homepage on the internet]. New York:
Association of Cancer Online Resources, Inc.; c2000-01
[updated 2002May 16; cired 2002 Jul 91. Available from: http:/
/www.cancer-pain.org.
Sunoto dkk. 429
Darrnn Pusrara
1. Anonymous. The Manuscrrpt. Ttn rev. Basel: S Karger; 1981.
2. Cornain S. Berbagai cara penulisan daftar rujukan dan penunjukkannya
didalam makalah ilmiah. Dalam: Tjokronegoro A, setiadji VS, Markam S,
penyunting. Prosiding Kursus Peranan Editor dalam Penerbitan Buku &
Majalah llmiah. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, .1989; 95-110.
3. Intertnational Committee of Medical |ournal Editors. Uniform requirements
for manuscript submitted to biomedical journals. Diunduh dari: http:ll
www.ICMJE.org. Diakses Februari 2008.
4. O'connor M, Woodford FP. Writing scientific papers in English. An Else-Ciba
Foundation guide for authors. New York: Elsevier;1976.
5. Pringgoadisuryo L. Pedoman tertib menulis dan menerbitkan. Jakarta: Pusat
Dokumentasi Ilmiah Nasional, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 1982.
6. Sastroasmoro S. Panduan penulisan makalah ilmiah kedokteran. Edisi ke-2.
Jakarta: Sagung Seto; 2008.
Sunoto dkk. 431
€x *s
ffiwffi*
Doftor rujukon harus disertokon dolom setiop makaloh
ilmioh.
Sudigdo Sastroasmoro
Ya Tidok Jumloh
Sebelum l3 27 40
Sesudoh 33 40
Jumlqh 20 60 80
Komentar
Tabel di atas adalah tabel analisis untuk uji x2 independen, sedang
desain before and after atau the one group pretest-posttest design memberi
data berpasangan. Untuk ini, uji yang sesuai adalah uji McNemar,
dan tabel disusun dengan memperhatikan bahwa data yang ada
adalah data berpasangan (lihatlah Tabel 2L-2 danZl-3):
o pasien yang sebelum pengobatan menderitaAN dan setelah
terapi mengalami AN dimasukkan dalam sel a
o pasienyang sebelumpengobatanmenderitaAN dansetelah
terapi tidak menderita AN dimasukkan ke dalam sel b
o pasien yang sebelum pengobatan tidak menderita AN dan
setelahnya menderita AN dimasukkan ke dalam sel c
o pasien yang sebelum pengobatan tidak mengalami AN dan
setelahnya tidak mengalami AN dimasukkan ke dalam sel d
Tabel 21,-2 rnemperlihatkan tabulasi hasil penelitian sebelum
dan setelah dilakukan intervensi terapi. Jadi total subyek menjadi
40, bukan 80 seperti pada Tabel21-1.. Tabel 21-3 merupakan tabel
434 Kesalahan me to dolo gis dal am p enelitian
2x2 yang benar untuk uji x2 untuk data berpasangan (uji McNemar);
tampak bahwa uji hipotesis menghasilkan perbedaan yang secara
statistika bermakna. Jadi penggunaan uji statistika untuk data
independen padahal datanya adalahberpasangan merupakan'kerugran'
bagi peneliti karena lebih sulit memperoleh nilai p yang kecil.
I AN+ AN+ o
2 AN+ AN. b
3 AN- AN- d
4 AN- AN+ c
5 AN- AN- d
dst.
Seteloh leropi
AN+ l3
Sebelum
leropi
AN. 24 27
Jumlqh 33 40
x2(McNemor),p=0,048
Sudigdo Sastroasmoro 435
Contoh
Peneliti menguji efek obat antihipertensi B kepada 30 pasien
dengan hipertensi esensial. Sebagai kontrol, untuk setiap
pasien dicari pasien lain dengan umur, ienis kelamin, serta
derajat hipertensi yang sama (matchlng individual). Sebelum
intervensi rerata tekanan diastolik pada kedua kelompok
sebanding (108 mmHg pada kelompok terapi, 110 mmHg
pada kelompok kontrol). Setelah intervensi, pada kelompok
terapi terjadi penurunan rerata tekanan darah dari 108
menjadi 98 mmHg sedang pada kelompok kontrol tekanan
rerata diastolik turun dari L10 menjadi L02 mmHg. Uii-t
independen memberi nilai p sebesar 0,0743, artinya secara
statistika tidak bermakna.
Komentar
Karena kelompok kontrol dipilih dengan caramatching individual,
maka untuk data numerik uji yang sesuai adalah uji-t untuk 2
kelompok berpasangan. Uji-t untuk kelompok berpasangan lebih
mudah memberikan hasil yang bermakna dibanding uji-t untuk
2 kelompok independen. Dengan uji berpasangan, diperoleh nilai
p = 0.048, jadi secara statistika bermakna.
Contoh
Suatu studi cross-sectional ingin menguji hipotesis bahwa
terdapat perbedaan tekanan darah pasien obes yang tidak
berolah ragat yang berolah raga angkat berat, dan yang
berolah raga aerobik. Diperiksa tekanan darah diastolik
ketiga kelompok subyek tersebut, jumlah tiap kelompok
adalah 30 orahg. Hasil pemeriksaan ini dipaparkan dalam
Tabel20-4. Kemudian dilakukan uji antara kelompok A dan
B (p = 9,9447, antara kelompok A dan C (p = 9,9467 dan antara
436 Kes alahan me to dolo gis dalam p enelitian
Komentar
Uji-t, baik yang dependen maupun yang independery hanya sahih
untuk digunakan dalam pengujian perbedaan rerata antara dua
kelompok. Bila jumlah kelompok lebih dari dua maka uji hipotesis
yang sesuai adalah anova (analisis varians), dengan cara sekaligus
membandingkan rerata antara semua kelompok. Bila anova tidak
menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna, maka pengujian
selanjukrya tidak diperlukan. Sebaliknya apabila anova memberikan
hasil yangbermakna, maka perlu dilakukan pengujian selanjutnya
dengan maksud untuk menentukan di mana letak perbedaan
tersebut. Untuk uraian yang lebih lengkap lihatlah kembali Bab L6.
Contoh II
Suatu survei menunjukkan bahwa sebagian besar siswa di S
menderita askariasis. Untuk menguji efek obat D dalam
memberantas penyakit cacing ini, terhadap 20.000 murid
yang didiagnosis askariasis dilakukan randomisasi untuk
diberi obat D, atau obat standar. Pada akhir penelitian di
antara 10.000 murid yang diberi obat standar 7750 murid
(77,5Y"1dinyatakan sembuh, sedang dari L0.000 murid yang
diberi obat D, 7950 (79,50/"') sembuh. Uji x'zuntuk 2 kelompok
independen memberikan nilai p = 9,0005 (sangat bermakna).
Disimpulkanbahwa obatD lebihbaik daripada obat standar
dalam memberantas askariasis.
Komentar
Pada Contoh I, jumlah subyek yang terlalu sedikit menyebabkan
uji mutlak Fischer tidak memberi kemaknaan statistika. Namury
kita tidak dapat menyimpulkan bahwa obat C tidak bermanfaat
hanya karena uji statistika tidak bermakna. Meski hasil uji statistika
tidak bermakna, namun melihat perbedaan hasil yang mencolok,
sambil menunggu hasil yang lebih definitif, tentulah lebih rasional
bagi klinikus untuk memilih obat C untuk pasien leukemia tersebut
dibanding obat standar.
Pada Contoh If perbedaan kesembuhan antara kedua kelompok
(77,5"/" vs 79,5"/") secara klinis tidak penting namun secara statistika
sangat bermakna karena jumlah subyek yang amat banyak. Jadi
berapa pun nilai p yangdiperoleh pada uji hipotesis tidak mengubah
penerapan pengobatan sehari-hari. Dalam hal ini keputusan untuk
memilih obat tidak didasarkan pada efektivitas melainkan pada hal-
hal lain (harga, rasa, mudahnya diperoleh, keamanary dan lain-lain).
438 Kesalahan meto dolo gis dalam penelitian
Contoh
Suatu alat diiklankan dapat mengukur secara non'invasif
saturasi O, dengan akurat, sehingga dapat menggantikan
pemeriksaan saturasi oksigen konvensional. Dilakukan
pemeriksaan saturasi O, terhadap 40 sampel darah, masing-
masing dengan alat baru dan alat konvensional. Hasilnya
digambarkan sebagai diagram baut (scatter diagram).
Perhitungan koefisien korelasi memberi angka r = 0.98 (kolerasi
sangat kuat) dengan p = O03 (kemungkinan bahwa hasil semata-
mata karena faktor peluang sangat kecil yakni 3%). Disimpulkan
bahwa alat baru tersebut dapat menggantikan cara konvensional
untuk mengukur safurasi Or.
Komentar
Koefisien kolerasi (Pearson) digunakan untuk menunjukkan hubungan
antara 2 variabel berskala numerik (misalnya hubungan antara
kadar Hb dan feritin, atau antara berat dan tinggi badan), dan tidak
digunakan unfuk menyatakan kesesuaian antara 2 cara pengukuran
terhadap satu variabel numerik. Bahwa koefisien kolerasi tidak
layak digunakan untuk memperlihatkan kesesuaian antara dua
pengukuran terhadap variabel numerik yang sama dapat dijelaskan
dengan contoh ekstrem berikut.
Misalnya ada alat baru yang menghasilkan data numerik,
namun hasil pengukurannya memberi nilai lebih kurang 3k dari
nilai yang diperoleh dengan cara standar. Apabila pengukuran
Sudigda Sastroasmoro 439
Komentar
Suatu uji klinis biasanya ingin membuktikan adanya perbedaan
variabel efek antara kelompok yang diobati dan kelompok kontrol.
440 Kesalahan meto dolo gis dalam p enelitian
Komentar
Hipotesis, telah sering disebut, merupakan jawaban sementara atas
pertanyaan penelitiary yang harus diuji kesahihannya secara empiris.
Hipotesis tersebut harus dirumuskan sebelum penelitian dimulai.
Pada penelitian analitik retrospektif sekali pun, hipotesis harus
dirumuskan sebelum peneliti melihat data yang ada. Syarat-syarat
lain untuk hipotesis yang baik dapat dilihat kembali dalam Bab 3.
Tidak jarang peneliti melihat data retrospektif dan mencoba
mencari-cari hubungan antar-variabel. Setelah peneliti melihat data
dan melihat ada asosiasi antara 2 variabel maka ia merumuskan
hipotesis, dan mengujinya dengan data tersebut. Tindakan ini
secara metodologis salah. Dipandang dari sudut hipotesis, penelitian
dalam ilmu alamiah dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni
hypotesis testing research (penelitian untuk menguji suatu hipotesis),
dan hypotesis generating researcft (penelitian untuk membangun
hipotesis). Pada jenis pertama, hipotesis harus dikemukakan sebelum
studi dimulai (a priori) atas dasar pustaka dan penalaran logis ilmiah;
dan pengumpulan data dimaksudkan untuk menguji hipotesis itu
secara empiris. Pada jenis kedua, termasuk survai, penelitian deskriptif
atau data sekunder seperti rekam medig pengumpulan data merupakan
upaya untuk menyrsun hipotesis. Hipotesis yang dirumuskan berdasar
set data tertentu tidak boleh diuji dengan data tersebuf karena terjadi
rasionalisasi sirkulaq, yang tidak reprodusibel. Hipotesis yang dibangr.rn
berdasar data tertentu harus diuji dengan set data yang lain.
Pada contoh di atas, untuk menguji validitas hipotesisnya maka
peneliti tidak dapat menggunakan data RSS, melainkan harus
mendesain studi 6aru, dengan subyek yang sama sekali lain. Uji
hipotesis yang dilakukan terhadap data RSS hanya berlaku untuk
kelompok pasien tersebut, tidak berlaku untuk pasien berikutnya.
Tindakan peneliti untuk melakukan pengujian hipotesis setelah
ia melihat data, dan mengujinya dengan data tersebut, seringkali
disebut dengan beberapa julukan, seperti fishing expedition, data
dredging, atau "ekploitasi dan bukan eksplorasi data" . Hal tersebut
membawa konsekuensi yang serius, karena dapat membawa
peneliti pada simpulan yang salah.
442 Kes alahan meto dolo gis dalam p enelitian
Contoh
Pada 200 pasien difteria dengan miokarditis dicari hubungan
pelbagai variabel, apakah ada hubungan dengan terjadinya
miokarditis. Faktor yang dinilai adalah umur, jenis kelamin,
lama sakit, bullneck, status imunisasi, status gizi, dan tingkat
ekonomi. Dilakukan analisis bivariat (antar 2 variabel) yakni
antara masing-masing risiko dengan kejadian miokarditis.
Dari penguiian diperoleh nilai p untuk masing-masing faktor
risiko, untuk kemudian disimpulkan ada atau tidaknya
hubungan tiap faktor tersebut dengan miokarditis.
Sudigdo Sastroasmoro 443
Komentar
Ini adalah contoh hipotesis multipel, yakni uji yang dilakukan
berulang kali pada L set data. Bila ditetapkan batas kemaknaan
untuk satu hipotesis (a), secara matematis dapat dibuktikan bahwa
dengan bertambahnya uji hipotbsis, makin besar nilai cr (kesalahan
tipe I), atau kesalahan untuk menyatakan ada hubungan padahal
,"^bu.rur.,yu tidak ada. Apabila untuk satu hipotesis diteiapkin batas
kemaknaan sebesar ct, maka untuk n hipotesis nilai cr bertambah
besar, sehingga peluang untuk memperoleh hasil yang bermakna
semata-mata karena peluang makin besar.
Salah satu cara untuk mengatasi hal ini adalah membagi crdengan
jumlah uji yang dilakukan. Bila semula ditetapkan batas kemaknaan
g = 0,05, dan dilakukan 10 uji hipotesis, maka nilai g diturunkan
menjadi u/10 :0,005. Koreksi ini disebut penyesuaian Bonferonni,
yang dianggap berlebihan sehingga mengurangi power penelitian.
Sebagai kompromi, nilai crhanya diturunkan menjadi 0,02 atau0,01.
Kedua, pelbagai faktor risiko tersebut mungkin merupakan
peranflr. Status gizi (yangberkaitan dengan tingkat sosial ekonomi)
akan menyebabkan anak tidak diimunisasi lengkap, jadi status gizi
merupakan faktor perancu dalam asosiasi antara imunisasi dan
miokarditis. Variabel lain mungkin menjadi perancu dalam asosiasi
antara 2 variabel. Makin banyak dilakukan uji hipotesis pada satu set
data makinbesar puia kemungkinan jalinanpelbagai Peranflt. Untuk
mengatasinya dapat dilakukan analisis multivaria! dalam hal ini regresi
logistik. Cara lain adalah membatasi uji hipotesis hanya yang utama
hingga dapat dibuat desain yang dapat mengurangi perancu.
Contoh
Untuk menyederhanakan penilaian status bayi pascalahir,
dilakukan uji diagnostik guna menilai validitas pemberian
skor dengan menggunakan 3 dari 5 komponen nilai Apgar,
444 Kesalahan metodologis dalam penelitian
Komentar
Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam uji diagnostik adalah
pengamatan harus dilakukan secara independen (pengamatan yang
diuji tidak bergantung kepada pengamatan baku emas). Bila ini
tidak dipenuhi, maka pengertiannya menjadi sirkular. Pada contoh
di atas, akhirnya yang dibandingkan adalah 3 komponen dengan
3 komponen Apgar, bukan antara 3 dengan 5 komponen. Dapat
diduga bahwa sensitivitas dan spesifisitas nilai Apgar Modifikasi
adalah'sangat baik' (namun tidak sahih).
Contoh I
Ingin diketahui apakah bayi yang mendapat ASI eksklusif
(hanya minum ASI saja sampai 6 bulan) berbeda beratnya
dibanding dengan bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif.
Untukini dilakukan studi kohort selama l tahunterhadap 300
bayi yang lahir cukup bulan. Dari 300 bayi, 100 oleh
orangtuanya diberi ASI eksklusif, sedang 200 tidak. Peneliti
menimbang bayi tiap bulan, dan menghitung rerata berat
badan bayi baik pada kelompok ASI eksklusif dan yang tidak.
Dari data yang ada ia melakukan uji't untuk kelompok tidak
berpasangan pada saat bayi berusia '1.,3,6,9, dan 12 bulan.
Contoh II
Seorang doliterparu ingin meneliti apakah obatA lebih baik
engobatanmaintenance asma kronik.
daripada obat B untuk p
Ia melakukan alokasi random sekelompok pasien asma
Sudigdo Sastroasmoro 445
Komentar
Semangat tinggi peneliti ini tidak diimbangi dengan pemahaman
metodologi dan statistika yang cukup. Pengukuran berulang
terhadap nilai numerik subyek menurut perjalanan waktu dan
membandingkan berulang nilai reratanya di antara 2 kelompok
adalah keliru. Tindakan ini menyalahi salah satu syarat uji numerik,
yakni bahwa pengukuran harus dilakukan kepada kelompok subyek
yang independen. Istilah independen di sini bukan berarti bahwa
kedua kelompok dipilih tidak dengan matching, tetapi berarti nilai
pengukuran subyek pada satu kelompok tidak bergantung pada nilai
subyek kelompok lainnya. Dalam Contoh I pada perbandingan rerata
berat bayi kedua kelompok pada akhir bulary kedua nilai adalah
independen. Namun pada perbandingan kedua dan seterusnya,
pengukuran pada tiap kelompok ddak lagi independery sebab berat
bayi waktu berumur 3 bulan bergantung pada beratnya waktu 1
bulan, dan waktu 1 bulan sudah dilakukan uji hipotesis. Untuk data
seperti ini tersedia analisis statistika yakni time-series analysis.
Hal yang sama terjadi pada Contoh II. Pengukuran FEV, 1 minggu
setelah awal pengobatan adalah sahih, karena nilai pada kedua
kelompok adalah independen. Akan tetapi untuk minggu-minggu
berikutnya nilai-nilai rerata pengukuran tidak independen, sebab
bergantung pada nilai sebelumnya, yangnotabene sudah dianalisis.
Secara statistika hal ini sama saja dengan melakukan uji hipotesis
multipel, sehingga harus dihindari.
Selain kesalahan prinsip tersebut, peneliti dapat dihadapkan
pada data yang mungkin membingungkan. Pada Contoh II tidak
tertutup kemungkinan bahwa pada akhir minggu pertama pasien
446 Kesalahan metodolo gis dalam p enelitian
yang diberi obat A mempunyai FEV lebih baik daripada yang diberi
obat B, pada minggu kedua hal sebaliknya terjadi. Pada minggu
ketiga kembali obat A lebih baik, sedangkan pada akhir penelitian
obat B lebih unggul. Faktor peluang serta kemungkinan drop out
memungkinkan hasil tersebut. Bagaimana menyimpulkan hasil
tersebut? Sulit dimengerti bagaimana suatu obat memberi hasil
yang berubah-ubah dengan berubahnya waktu. Untuk mengatasi
masalah ini peneliti dapat memilih salah satu dari dua cara, yakni:
o melakukan analisis dengan teknik tertentu (time-series
analysis) untuk melihat perbandingan secara keseluruhan,
atau
o membandingkan rerata berat bayi (pada Contoh 1), atau
rerata FEV (Contoh 2) hanya pada akhir penelitian. Penentuan
saat analisis harus dilakukan oleh peneliti, tentunya
bergantung kepada substansi penelitian serta teori yang ada.
Komentar
Dalam Bab 5 telah ditegaskan bahwa dalam penelitian, sampel harus
dapat mewakili populasinya. Baku emas untuk cara pemilihan
Sudigdo Sastroasmoro 447
sampel ini adalah probability sampling, dalam hal ini simple random
sampling. Mengapa? Karena semua perhitungan matematika /
statistika didasarkan pada asumsi bahwa subyek dipilih dengan
cara random sampling. Dalam penelitian klinis sering cara tersebut
sulit dilaksanakan, karena jumlah subyek yang terbatas. Untuk
itu tersedia cara consecutiae sampling, yakni semua subyek yang
memenuhi kriteria pemilihan dalam kurun waktu tertentu dipilih
menjadi sampel. Bila waktu penelitian cukup lama, 6 bulan atau 1
tahun, maka pasien yang terpilih dapat mewakili pasien yang
berobat. Namun bila peneliti seringkali pergi dan tidak minta
sejawatnya untuk mengumpulkan data, ia kehilangan banyak
subyek yang seharusnya terpilih. Tidak ada cara untuk menjamin
bahwa karakteristik subyek terpilih yang gagal direkrut sama dengan
subyek yang direkrut. Akibatnya, sampel tidak mewakili populasi
sehingga hasil apa punyang diperoleh pasti tidak dapat digeneralisasi
ke populasi terjangkau, apa lagi ke populasi yang lebih luas.
SrupureN
Contoh-contoh di atas menunjukkan betapa kesalahan metodologis
dapat terjadi akibat kurangnya pemahaman metodologi dan
biostatistika. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa kesalahan
metodologis, baik dalam desain, pemilihan subyek, pengukurary
dan analisis serta interpretasi hasil dapat membawa peneliti kepada
simpulan yang keliru. Dengan kata lain ke.salahan metodologis dapat
Sudigdo Sastroasmoro 449
Dnrrnn PUSTAKA
1 Afifi AA, Clark V. Computer-aided multivariate dnalysis. Edisi ke-2 New
York: VNB, 1985.
2 Andersen B. Methodological errors in medical research. Oxford: Blackwell,
1990.
3 Altman DG. Practical statistics for medical research. London: Chapman and
haLL,1991..
Altman DG, Machini D, Bryant TN, Gardner Mj. Statistics with confidence.
Edisi ke-2. London: BMJ;2000.
5 Norman G& Streiner DL. PDQ statistics. Toronto:Decke+ 1989.
5 Dawson B, Trapp RG. Basic and clinical biostatistics. Edisi ke-3. Boston: Lange
Medical Books/TvlcGraw G Hill, 2001.
450 Ke sal ahan meto dolo gis dalam p enelitian
Kesalahon metodo logis yang sering dij umpoi odolah pemi ihon
I
Sudigdo Sasftoasmoro
A DnsxruPSI UMUM
L ]enis desain yang digunakan
Hal pertama dalam telaah kritis adalah mengidentifikasi desain
penelitian yang digunakan, apakah studi cross-sectional, kasus
kontrol, kohort, uji klinis, atau desain khusus (uji diagnostik, analisis
kesintasan, meta-analisis). Dalam makalah yang baik jenis desain
ini ditulis secara eksplisit pada akhir Pendahuluan atau padabagian
Metode. Bahkan penyertaan jenis desain dalam Iudul sepanjang
memadai, juga dianjurkan. Tidak jarang satu laporan penelitian
mengandung lebih dari satu jenis desain; bila demikian halnya maka
harus diidentifikasi tiap desain yang ada.
Kadang sulit membedakan antara desain cross sectional dengan
studi kasus-kontrol. Ini dapat dimengerti, karena yang dikerjakan
nyaris sama: pen'eliti melakukan pengukuran hanya safu kali, dan
mencari peran faktor risiko pada subyek yang diteliti. Sebenarnya
kedua jenis desain tersebut tidak sulit dibedakan, apabila kita
Sudigdo Sastroasmoro 455
Catatan
Tabel umum ini dapat dipergunakan untuk menelaah secara kritis
laporan penelitian yang mempelajari hubungan sebab-akibat,
termasuk untuk studi cross sectional, kasus kontrol, kohort, maupun
uji klinis. Beberapa hal yang khusus dan relevan untuk tiap desain
perlu ditambahkan. Dalam telaah kritis keterangan tambahan
tersebut sering justru harus paling diperhatikan, mengingatbanyak
nuansa yang khas, baik karakteristik khas desain maupun terdapatnya
modifikasi yang sering dilakukan. Lihat Bab 23.
Identifikasi terhadap studi kohort maupun uji klinis biasanya
tidak sulit, jadi meskipun penulis tidak menyebutkannya secara
implisit pembaca akan dapat mengidentifikasinya. Hanya perlu
diingat, bahwa kendatipun analisis untuk penelitian kohort (Bab
9) lebih sering menggunakan kalkulasi risiko relatif, namun dapat
pula dilakukan analisis dengan uji hipotesis, baik untuk variabel
efek nominal, ordinal, maupun numerik.
Tidok
Judul mokoloh
I Tidok terlolu poniong otou terlolu pendek
2 Menggomborkon isi utomo penelition
3 Cukup menorik
4 Tonpo singkoton, seloin yong boku
I
Abstrok
6 Abstrok sotu porogrof otou terstruktur (beri tondo yong sesuoi)
7 Mencokup komponen IMRAD
8 Secoro keseluruhon informotif
9 Tonpo singkoton, seloin yong boku
I0 Kurong dori 250 koio
Pendohuluqn
II Ringkos,terdiri otos 2-3 porogrof
12 Porogrof pertomo mengemukokon qloson dilokukon penelition
1 3 Porogrof berikut menyotokon hipotesis otou tuiuon penelition
ll
14 Didukung oleh pusloko yong relevon
I5 Kurong dori t holomon
Melode
1 6 Diseburkon desoin, tempot don woktu penelition
I 7 Disebutkon populosi sumber (populosi teriongkou)
1 8 Diieloskon kriterio inklusi don ekslusi
1 9 Disebutkon coro pemilihon subyek (teknik sompling)
20 Disebutkqn perkiroon besor sompel don olosonnyo
21 Besor sompel dihitung dengon rumus yong sesuoi
22 Komponen-komponen rumus besor sompel mosuk okol
23 Observosi, pengukuron, serto intervensi dirinci sehinggs orong
loin dopot mengulonginyo
24 Ditulis ruiukon bilo teknik pengukuron tidok dirinci
25 Pengukuron dilokukon secoro tersomor
26 Dilokukon uii keondolon pengukuron (koppo)
27 Definisi istiloh don voriobel penting dikemukokon
28 Elhicol cleoronce diperoleh
29 Persetuiuon subyek diperoleh
30 Disebut rencono opolisis, botos kemoknoon, don power penelition
31 Disebutkon progrom komputer yong dipokoi
*fR = tidok relevan
Sudigdo Sastronsmoro 457
Hosil
32 Disertokon tobel korokterisiik subyek penelition
33 Korokteristik subyek sebelum intervensi dideskripsi
34 Tidok dilokukon uii hipotesis untuk keseloroon pro-intervensi
35 Disebutkon iumloh subyek yong diteliti
36 Dijeloskon subyek yong drop oul dengon olosonnyo
37 Ketepoton numerik dinyotokon dengon benor
3I Penulison tobel dilokukon dengon tepot
39 Tobel don iluslrosi informotif & memong diperlukon
40 Tidok semuo hosil di dolom tobel disebutkon podo nos
41 Semuo oulcome yong penting disebutkon dolom hosil
42 Subyek yong drop oul diikutkon dolom onolisis
43 ,Anolisis dilokukon dengon uii yong sesuoi
44 Ditulis hosil uii stotistiko, degree of freeedom & niloi p
45 Tidok dilokukon onolisis yong semulo tidok direnconokon
46 Disertokon intervol kepercoyoon
47 Dolom hosil tidok disertokon komentor otou pendopot
Diskusi
48 Semuo hol yong relevon dibohqs
49 Tidok sering diulong hol yong dikemukokon podo hosil
50 Dibohos keterbotoson penelition, don dompoknyo terhodop hosil
5I Disebut penyimpongon protokol don dompoknyo ierhodop hosil
52 Diskusi dihubungkon dengon pertonyqqn penelition
53 Dibohos hubungon hosil dengon teori/penelition terdohulu
54 Dibohos hubungon hosil dengon proktek klinis
55 Efek somping dikemukokon don dibohos
56 Disebutkon hosil tombohon selomo observosi
57 Hosil tombohon tersebut lidok dionolisis secqro stotistiko
58 Disertokon simpulon utomo penelition
59 Simpulon didosorkon podo doto penelilion
60 Simpulon tersebut sohih
6l Disebutkon generolisosi hosil penelition
62 Disertokon soron penelition seloniutnyo
Ucopon Terimo Kosih
63 Ucopon terimo kosih dituiukon kepodo orong yong tepot
64 Ucopon terimo kosih dinyotokon secoro woior
Doflor Pusloko
65 Dofior pustoko disusun sesuoi dengon oturon iurnol
66 Kesesuqion sitosi podo nos don doftor pustoko
Loinloin
67 Bohoso yong boik don benor, enok diboco, informoiif, dqn efektif
68 Mokoloh ditulis dengon eioon yong toot osos
458 Telaah kritis makalah kedokter an (1-)
A. Deskripsiumum
tr Desain apakah yang digunakan
tr Manakah populasi target, populasi terjangkau, sampel
tr Bagaimana cara pemilihan sampel
tr Manakah variabel bebas
tr Manakah variabel tergantung
tr Apakah hasil utama penelitian
D. Validitas eksterna
tr Apakah hasil dapat diterapkan pada subyek terpilih
tr Apakah hasil dapat diterapkan pada populasi terjangkau
tr Apakah hasil dapat diterapkan pada populasi target
dari populasi target yang dibatasi oleh tempat dan waktu. Sampel
dan cara pemilihan sampel perlu diidentifikasi/ yang antara lain
diperlukan untuk menentukan validitas eksterna penelltian (ztide
infra). Untuk uraian yang lebih rinci lihatlah Bab 5. Bila setelah
disimak hal-hal tersebut tidak dapat ditentukary hal itu berarti
kekurangan pihak penulis.
Sudigdo Sastroasmoro 459
B VerInrrAS TNTERNA
Bias pengukuran
Bias pengukuran telah dibahas dalam Bab 4, dan di sini akan sedikit
diulang beberapa di antarany a, yang dikaitkan dengan contoh pada
penelitian klinis.
Bias prosedur. Bias ini terjadi bila pengukurary prosedur, terapi,
dan lain-lain dilakukan pada kelompok yang dibandingkan tidak
sama. Misalnya, pasien yang diberi obat tertentu lebih mendapat
perhatian, lebih sering ditimbang, diukur tekanan darahnya. Cara
yang efektif untuk peneliti tidak mengetahui subyek termasuk
kelompok yang mana adalah dengan penyamaran (blinding), yang.
biasa dilakukan pada uji klinis, namun dapat pula dilakukan pada
studi observasional.
RecaII bias, Bias ini sangat terkenal, dan harus dipertimbangkan.
Bias ini terutama terjadi pada studi kasus-kontrol. Pada studi yang
mencari hubungan antara pil KB dengan penyakit bawaan tertentu,
ibu yang anaknya menderita cacat bawaan akan berusaha secara
maksimal untuk mengingat apakah dulu pada waktu hamil muda
ia masih meneruskan minum pil KB atau tidak. Sebaliknya ibu
yang anaknya sehat (masuk kelompok kontrol) cenderung untuk
tidak atau kurang optimal berupaya mengingat kembali pajanan
yang diteliti tersebut. Perbedaan ini terjadi secara sistematik oleh
karena itu merupakan salah satu bias.
Bias akibat pengukuran yang kurang sensitif (insensitie
tnensurefltent biasl. Apabila alat ukur yang digunakan untuk
menentukan ada atau tidak adanya efek kurang sensitif, maka lebih
sedikit subyek yang digolongkan sebagai menderita efek. Ini amat
berpengaruh terhadap hasil yang diperoleh. Untuk mengurangi
bias ini harus diupayakan peningkatan ketepatan pengukuran
(lihatlah kembai Bab 4).
Bias deteksi(detectionbias). Berlawanan denganbias di atas, pada
bias deteksi terjadi perubahan kemampuan suatu alat ukur untuk
mendeteksi penyakit. Kesintasan pasien tertentu sering dilaporkan
menjadi makin lairra; sebagian mungkin ini disebabkan oleh karena
deteksi yang lebih dini, sehingga masa pengamatan menjadi lebih
panjang dibanding pada subyek yang masuk pada periode awal studi.
Sudigdo Sastroasmoro 463
6 Biological plausibility
Penulis seharusnya telah membahas hasil penelitiannya dengan teori
yang ada. Sebagian pembahasan tentang biological plausibility
mungkin bersifat spekulatif atau hipotesis, bila patogenesis yang
lengkap belum diketahui. Justru hal tersebut dapat menimbulkan
masalah baru yang dapat dijadikan masalah penelitian.
D VEUDITAS EKSTERNA
Dnrran PUSTAKA
Andersen B. Methodological errors in medical research. Oxford: Blackwell,
1.990.
Altman DG, Machini D, Bryant TN, Gardner M]. Statistics with confidence.
2nd edition. London: BMj;2000.
Dawson B, Trapp RG. Basic and clinical biostastistics. Edisi ke-3. Boston:
Lange Medical Books/McGraw Hill, 2001.
Elwood JM. Critical appraisal of epidemioological studies and clinical trials.
Edisi ke-2. Oxford: Oxford University Press, 1998.
Fletcher RH, Fletcher SW, Wagner EH. Clinical epidemiology - the essentials.
Edisi ke-3. Baltimore: Williams & Wilkins; 1996.
Greenhalgh T. How to read a paper: statistics for the non-statistician. i.
Different types of data need different statistiscal tests. BMJ 1997;315:364-6.
Guyatt G, Rennie D. Users' guide to the medical literature. A manual for
evidence-based clinical practice. Chicago: AMA Press; 2002.
Hulley SB, Cummings SR, Browner WS, Grady D, Hearst N, Newman TB,
penyunting. Designing clinical research - An epidemiologic approach. Edisi
ke-2 Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2001.Rasio kemungkinary
179
468 Telaah kritis makulah kedokter an (1 )
*-.iis
sx ,.* ,$
.."f',-ffi'f**;Si+g.q*Sl
|
Sudigdo Sastoasmoro
Boku emqs
Positif o b o*b
uii
Negotif c d c*d
40 't0 50
30 20 50
Jumlqh 70 30 r00
RRR = (CER-EER)/CER
NNT = I /ARR
dalam contoh kita NNT = 1-10,2 = 5
Artinya setiap kita mengobati 5 pasien dengan obat eksperimental,
kita akan memperoleh tambahan L pasien yang sembuh atau
menghindarkan tambahan 1 pasien tidak sembuh.
NNT dapat dihitung interval kepercayaannya yakni dengan
menghitung interval kepercayaan ARR (interval kepercayaan untuk
beda proporsi). IK NNT adalah satu per batas atas IK ARR sampai
satu per batas bawah IK ARR. Pada contoh kita proporsi kegagalan
pada kelompok E = EER = 0,2; proporsi kegagalan pada kelompok
C : CER: Q4, sehingga beda kegagalan: ARR: 0,2. Dengan formula
IK untuk beda proporsi, diperoleh IK 95% ARR adalah antara 0,03
dan0,37. Maka IK95% untuk NNT adalah antara'110,37 sampai 1,/
0,03, atau antara 3 sampai 34. Dengan kata lain NNT yang nilainya 5
pada sampef pada populasi 95% berkisar antara 3 sampai 34.
Nilai NNT makin kecil berarti makin baik, namun demikian
harus diperhatikan pula outcome yang dinilai (kematian atau
urtikaria), efek samping, obat, harga, ketersediaan, penerimaan
pasien, dan karakteristik klinis lain yang relevan.
Dalam penerapan hasil uji klinis untuk pasien, hal-hal ini perlu dijawab:
1 Apakah karak[eristik pasien kita mirip dengan subyek uji klinis?
2. Berapa NNT hasil uji klinis tersebut bila diterapkan pada pasien
kita? Ini dapat diestimasi dengan 2 cara:
476 Tel a ah kr it is m akal ah ke dokt er an (2 )
Pada contoh uji klinis di atas, bila selama ini tingkat kegagalan
dalam terapi untuk penyakit tersebut adalah 50%, maka NNT
untuk pasien kita adalah 1l(0,5x0,5) : 4
3 Apakah terapi tersebut tersedi4 terjangkarl dapat diterima pasien?
PEruurup
Di atas telah diberikan panduan ringkas untuk melakukan telaah
kritis terhadap artikel yang sering diperlukan untuk menjawab
pertanyaan klinis dalam praktik sehari-hari. Masih banyak jenis
artikel yang dapat memberi pelbagai informasi yang diperlukan
oleh para dokter, termasuk artikel tentang etiologi, efek samping
clinical guidelines, economic analysis, clinical decision anlysis, dan
sebagainya, yang tidak dibahas dalam buku ini.
Sudigdo Sastroasmoro 479
Dnrran PUSTAKA
Andersen B. Methodological errors in medical research. Oxford: Blackwell,
L990.
Altman DG, Machini D, Bryant TN, Gardner M|' Statistics with confidence.
2nd edition. London: BMJ;2000.
Dawson B, Trapp RG. Basic and clinical biostastistics. Edisi ke-3. Boston:
Lange Medical Books/McGraw Hill, 2001.
Elwood |M. Critical appraisal of epidemioological studies and clinical trials.
Edisi ke-2. Oxford: Oxford University Press, 1998.
Greenhalgh T. How to read a paPer: statistics for the non-statistician. i.
Different types of data need different statistiscal tests. BMJ 1997;31,5:364-6.
Guyatt G, Rennie D. Users' guide to the medical literature. A manual for
eviilence-based clinical practiie. Chicago: AMA Press; 2002'
480 Telaah kritis makalah kedokteran Q)
#d&
sebagoi VIA.
Voliditos penelition terutomo dilihat pado lliethods.
' pentingnyo
hosil pado Pesults,sedangkon kemompu-
teroponnyo podo Discuss ion dan kond is i setempot,
termosuk preferensi pasien don keluorgonyo.
Pada uji diognostik perlu diniloi stotistik yang relevan,
termasuk sensitivitos, spesif isifos, niloi prediksi positif
don nagotif , rosio kemungkinon positif don negotif.
Untuk uji klinis progmotis yong biosonyorelevan dengan
proktik sehori-hori perlu dihitung 5erapa experimental
evenf rate(EER), control event rate(CER), relative risk
reducf ion (RRR), absolute risk reducfion (ARR), serto
number needed to freaf (NNT).
Telaah kritis dilakukon podo studi yong menyelidiki
etiologi, prognosis, meto-onolisis, clinical guide
lines, economic analysis, don sebogoinyo.
Peneropon podo posien kito didosorkon pado
kemiripon posien kito dengon posien yong menjodi
subyek penelition serto ketersediaon,
keterjongkouon, don penerimoon posien.
Bab 24 - Dari penelitian ke
praktik kedokteran
Dody Firmanda
dari satu daerah ke daerah lairu dari provinsi ke provinsi lain dalam
satu negara, maupun antara negara maju dan negara sedang
berkembang. Akan tetapi ciri dan sifat masalah tersebut tidak jauh
berbeda satu sama lainnya dalam hal yang mendasar yakni semakin
meningkatnya jumlah populasi usia lanjut (perubahan demografi),
meningkatnya tuntutan dan harapan pasien akan pelayanan,
perkembangan ilmu dan teknologi, dan makin terbatasnya sumber
dana yang tersedia untuk pelayanan kesehatan.
University, Kanada dengan publikasi serial " Re aders' Guides " untuk
membantu para praktisi dalam membaca artikel kedokteran.
"Petunjuk membaca" tersebut terdiri atas artikel dalam hal diagnosis,
etiologi, terapr, dan prognosis penyakit. Serial artikel tersebut menjadi
salah satu artikel klasik yang seringkali dikutip, banyak diminati
sehingga telah beberapa kali dicetak ulang dan diterjemahkan ke
dalam banyak bahasa. Sesuai dengan perkembangan suatu ilmu,
serial tersebut pada Nopember 1993berubah dari "Readers' Guides"
menjadi "Users' Guides" yang lebih menitikberatkan tidak hanya
soal statistika dan metodologi penelitian semata ("not attempt a course
in research methods, but is about using eaidence-based medicine (EBM").
EBM memadukan pengalaman klinis dan bukti dari hasil
penelitian yang sahih dan mutakhir serta bermanfaat untuk pasien.
Dari konsep EBM ini kemudian berkembang pelbagai pendekatan
klinis maupun kebijakan kesehatan, seperti eaidence-based nursing,
eaidence-b as ed he alth p olicy, ea i dence-b as d he slth car e, eaiden ce-b as d
e e
Dnrrnn PUSTAKA
1. Buetow SA, Roland M. Clinical fovernance: bridging the gap between
managerial and clinical approaches to quality of care. Qual Health Care
1999;184-90.
Christakis DA, Davis R, Rivara FP. Pediatric evidence-based medicine: past,
present, and future. J Pediatr 2000;136:383-9.
3. Donabedian A. The quality of cae: how can it assessed? JAMA 1988;260:1743-
8
4. Firmanda D. Profesional continuous quality improvement health care:
standard of procedures, clinical guidelines, pathways of care and evidence-
based medicine. What are they? ] Manajemen & Administrasi Rumah Sakit
Indonesia 1999; t: 139-144.
Firmanda D. Total quality management in health care (Part One). Indones J
-1.:43-9.
Cardiol Pediatr 1999;
Firmanda D. The pursuit of excellence in quality care: a revie-w of its meaning,
elements, and implementation. Global Health Journal 2000;1(2) http:ll
www.interloq. com/a39vlis2.htm.
7. Firmanda D. Kedokteran berbasis bukti (eoidence-based medicine).I: satu
pendekatan dalam pengambilan keputusan klinis. Medicinal 2000; 1:21-5.
8. Geyman JP, Deyo RA" Ramsey SD. Evidence-based clinical practice. Boston:
Butterworth Heinemann, 2000.
9. Guyatt GH. Users' guides to medical literature.JAM A 1993;27 0(L7) ;1096-7
DoddyFirmanda 487
10. Guyyat GH, Meade MO, Jaeschje RZ, Cook D|, Haynes RB. Practitioners of
evidence based care. BM] 2000;320:954-955-
11. Rooney G. TQM/CQI in business and health care. AAOHN journal
1992;40;319-25.
t2. Sackett DL, Straus SE, Richardson WS, Rosenberg W Haynes RB. Evidence-
based medicine: how to practice and teach EBM. 2"d ed. Edinburgh: Chuchill
Livingstone, 2000.
13. Scally G, Donaldson LJ. Clinlcal governance and the drive for quality
improvement in the new NHS in England. BIvII 1998;317(7150):61-5
1.4. WHO. The principles of quality assurance.Copenhagen:WHq1983.
488 D ari p enelitian ke pr aktik kedokter an
KdS s.#
,c gffiffiS@ffi*ffi4
Sudigdo Sastroasmoro
PnNcuruRAN uALtrE
Dalam pengukuran kualitas hidup dikenal 2 cara yakni:
1 Instrumen yang berdasarkan pada fungsi (function-based
instrument),
2 Instrumen yang berdasarkan pada preferensi pasien (patient
pr efer en ce-b as e d ins tr ument ).
Sekilas tampaknya pengukuran yang berdasarkan fungsi tampak
lebih baik karena lebih obyektif ketimbang yang berdasarkan nilai
yang bersifat subyektif. Namun pengalaman temyata mengajarkan
yang sebalihyu; apa yang dianggap baik, berhasil, oleh dokter belum
tentu diapresiasi sama oleh pasien dan keluarganya, seperti telah
disinggung di atas. Oleh karena itulah akhir-akhir ini penilaian
kualitas hidup yang berdasarkan pada preferensi pasien lebih
diunggulkan. Yang merasakan sakit, menderita, sesak, tidak enak
makan adalah pasien, bukan dokter; jadi amat wajar apabila nilai-
nilai yang harus lebih diperhatikan adalah nilai-nilai pada pasien.
Bagaimana kita mengukur kualitas hidup berdasarkan pada
fungsinya? Sudah lama para dokter melakukan penelitian dengan
sejumlah besar kasus, untuk sampai pada simpulan bahwa penilaian
kualitas hidup pasien tidak ditentukan oleh anatominya namun oleh
fungsinya. Sebagai contoku anak dengan penyakit jantung bawaan
kompleks yang berhasil menjalani rangkaian operasi, akhimya yang
semula sianosis menjadi tidak sianosis, yang semula sesak menjadi
normal sudah cukup memuaskan ayah-bundanya meskipun mereka
tahu anatomi jantung anaknya sangat tidak normal.
Oleh karena itulah banyak kelompok-kelompok ahli membuat
klasifikasi pelbagai jenis penyakit (terutama Penyakit kronik)
berdasarkan fungsiny a, y ang kemudian dikaitkan dengan kualitas
hidupnya. Salah satu contoh terkenal dan sering dikutip adalah
penilaian kualitas kebugaran berdasarkan klasifikasi fungsional
jantung dari American Heart Association, dari kelas 0 sampai kelas
4. Sampai tingkat tertentu penilaian fungsional tersebut sangat
bermanfaat bagi dokter untuk pegangan dalam memberikan terapi
obat, diet, olahraga, maupun tindakan pembedahan. Penilaian
Sudigdo Sastroasmoro 493
Derra.n PUSTAKA
&x es
$ #ffiffi#dffiffiffi
Kamus istilah
Absolute risk reduction (ARR). pada Disebut juga analisis per- protokol.
tabel 2 x 2 hasil uji klinis pragmatis, Analisis jenis ini dilakukan pada uji klinis
menunjukkan beda absolut antara explanatory.
proporsi kegagalan pada kelompok Andal Dapat dipercaya; bila pengukuran
eksperimen dengan proporsi kegagalan dilakukan berulangkali akan diperoleh
pada kelompok kontrol (EER-CER). hasil pengukuran yang sama atau hampir
Acak, randon. Semata-mata berdasar sama.
peluang, tanpa pola tertenlu. Anova Analysis of aariance, uji statistika
Alfa, cr Lihat kesalahan tipe I untuk data numerik pada 3 kelompok
atau lebih.
Alokasi Proses pemilahan subyek
menjadi kelompok untuk pemberian A posteriori setelahnya; istilah ini biasanya
intervensi. dipakai untuk menyatakan hipotesis yang
Bias deteksi Bias akibat perbedaan Crossoaer desain Lihat uji klinis
deteksi faktor risiko maupun efek, misal menyilang.
kemajuan dalam teknologi diagnostik. Cross-sectional Desain peneLitian dengan
Bias insidens-prevalens Bias yang terjadi variabel yang dilakukan satu
akibat adanya kasus dengan mortalitas saat, hanya satu kali.
tinggi dan kasus dengan mortalitas Data Informasi yang faktual seperti
rendah. Bila dipakai kasus prevalens, pengukuran, observasi, atau statistik
maka banyak kasus dengan mortalitas yang dipakai sebagai dasar penalarary
tinggi tidak dapat dipilij karena sudah pembahasary atau kalkulasi.
meninggal. Disebut juga bias Neyman.
D ata dredginglstilah untuk menunjukkan
Bias prosedur Bias akibat beda ketaatan tindakan melihat data untuk kemudian
subyek untuk memenuhi prosedur studi dibuat hipotesis, kemudian uji hipotesis
dan kelompok kontrol. dilakukan terhadap data semula. Praktik
Blok, kelompok Jumlah, atau suatu ini tidak dibenarkan
segmen sampel yang dianggap sebagai Data keras Data yang tidak dipengaruhi
kesatuan unfuk keperluan tertenfu oleh interpretasi subyek; biasa dalam
Benferoni, koreksi Koreksi besamya nilai bentuk numerik atau digital.
cr bila dilakukan uji hipotesis multipel Data lunak Data yang dipengaruhi oleh
terdapat satu set data. interpretasi subyektif.
Buta, pembutaan Lihat tersamar, Data primer Data yang sejak awal
ketersamaran. direncanakan untuk penelitian.
Concored data Lihat tersensor, data. Data sekunder Data yang dikumpulkan
Cluster sampllng Cara pemilihan sampel bukan untuk tujuan penelitian, misal
berdasarkan kelompokan subyek yang data pelayanan masyarakat.
terjadi secara alamiah. Derajat kebebasan, degree of feedom pa-
Confidence interaal Lihat interval rameter yang digunakan distribusi
kepercayaan peluang misalnya distribusi t atau x2.
Dummy aaiable Variabel yang hanya Hipotesis nol Dalam uji hipotesis,
mempunyai 2 nilai. hipotesis yang menunjukkan tidak ada
Early stoppingrule Cara atau peraturan beda antara kelompok dalam populasi
untuk menghentikan penelitian (uji yang diwakili oleh sampel.
klinis) sebelum waktunya. Historical cohort study Llhat kohort
Effe ct m o dif ic ati on Lihat modifi kasi ef ek. retrospektif.
Effect size Derajat besamya perbedaan Historical control grozp Kelompok
antara kelompok pengobatan. kontrol yang diambil dari pasien yang
diobati pada masa yang lalu.
Eksperimental Jenis desain penelitian;
Homo s ce ilasticity Keadaan nilai varians
pada desain ini peneliti melakukan
intervensi dan menilai hasil intervensi. variabel tergantung sama, tidak dipe-
Disebut juga intervensional. ngaruhi oleh variabel bebas.
Estimasi besar sampel Proses perkiraan Independen, kelompok/sampel Sampel
yang nilainya pada satu kelompok tidak
lumlah zubyek penelitian yang
agar zupaya diperolehhasil dengan tingkat menentukan nilai kelompok lain.
kepercayaan tertentu. Informed consent Pemyataan persetujuan
Expeimtental eoent rute (EER) Pada uji subyek untuk ikut serta dalam penelitian
klinis pragmatis, proporsi event (misal setelah diterangkan maksu4 tujuan, car4
kegagalan) pada kelompok kontrol. keuntungan, dan kemungkinan kerugian
bila subyek ikut dalam penelitian.
Fischer Uji non-paramerik untuk tabel 2
x 2 dengan jumlah subyek yang sedikit. Insidens Proporsi subyek yang mengalami
efek ftazus baru) dalam periode tertenht
Fishing exp edition lst,lah dipakai untuk
relatif terhadap jumlah subyek yang
menunjukkan upaya mencari-cari dengan risiko untuk mengalami efek
asosiasi antar-variabel dengan melihat tersebut.
data yang tersedia kemudian melaku-
lnter-rater oaiation Variasi hasil oleh
kan uji hipotesis dengan data tersebut.
pemeriksa yang berbeda.
Follow-up Proses penilaian berlanjut, Interval kepercayaan Rentang nilai pada
dengan mempergunakan dasar data
populasi yang diperoleh dengan menghitung
yang telah diperoleh sebelumnya.
berdasar data sampel, yang menrnjukkan
Frekuensi Angka yang menyatakan kemungkinan nilai pada populasi tersebut
berapa kali nilai observasi terjadi. terdapat pada interval yang bersangkutan.
Generalisasi Proses penerapan hasil dan Irterval kepercayaan yang sering dipakai
kesimpulan penelitian ke populasi yang adalah 95% atau99o/".
lebih luas; disebut juga inferensi. Intervensi Manuver yang dilakukan
Hipotesis Pemyataan sebagai jawaban pada studi eksperimental; ini mungkin
semerrtara atas pertanyaan penelitian yang obat atau prosedur. Efek akibat intervensi
harus diuji kesahihannya secara empiris. ini dinilai dan dianalisis
Hipotesis alternatif Kebalikan hipotesis lntra-rater aaiation Variasi hasil oleh
nol, yang akan disimpulkan bila hipote- pemeriksa yang sama
sis nol ditolak.
ludmental sampling Metode pemilihan
Kamusistilah 501
subyek berdasar judgment peneliti bahwa ini sangat menentukan tingkat keandalan
subyek tersebut mewakili populasi. Cara pengukuran.
ini tidak lebih baik darj comtenience sam- Kesalahan tipe I Dalam uji hipotesis,
pling, dm harus dihindarkan. ialah peluang untuk menyatakan ada
Kai-kuadrat, x2 Uji non-parametik untuk perbedaan (atau hubungan) padahal
data nominal. sebenarnya tidak ada (positif palsu).
Kaplan-Meier Jenis metode analisis Sinonim: alfa, a.
kesintasan; kalkulasinya menggunakan Kesalahan tipe II Dalam uji hipotesis, ialah
masa kesintasan yang tepaf disebut pula peluang untuk menyatakan tidak ada
product limit survival. perbedaan (atau hubungan) dalam
Kappa Statistik yang menunjukkan sampel, padahal dalam populasi
derajat keandalan pengukuran dengan sebenamya ada (negatif palsu). Sinonim:
variabel nominal. Teoritis nilai kappa beta, B
berkisar antara 0 sampai 1; makin Ketersamaran Metode atau prosedur
mendekati nilai 1 berarti pengukuran yang membuat pasien, dokter, atau
tersebut makin andal. keduanya tidak tahu jenis pengobatan
Keandalan Dapat diandalkan; dalam yang diberikan.
pengukuran berarti hasil pengukuran Koefisien korelasi (Pearson product mo-
akan sama atau hampir sama apabila ment) Ukuran hubungan linear antara
dilakukan berulangkali. Istilah lain: dua buah variabel numerik.
reliabilitas, keterandalan, reprodusibilitas. Koefisien variasi Statistik yang menun-
Kerangka konsep Diagram yang juk keandalan pengukutan variabel
menunjuk hubungan antar-variabel numerik, dihitung dengan membagi
dalam penelitian; kerangka ini disertakan simpang baku dengan nilai rerata dari
dalam usulan penelitian. pengukuran berulang-ulang.
Kesahihan (1) Dalam pengukuran: barapa Kohort Kelompok subyek penelitian
benar suatu alatukur mengukur apa yang yang tetap bersama untuk periode
sebenarnya harus diukur; (2) Dalam tertentu.
desain atau generalisasi: Apakah Kohort retrospektif Modifikasi studi
penelitian bebas dari bias. kohort yang menilai risiko relatif suatu
Kesahihan ekterna Kesahihan untuk faktor, dengan efek yang sudah terjadi.
generalisasi hasil penelitian ke populasi Kohort, studi Penelitian observasional
yang diwakilnya dan populasi yang lebih yang dimulai dengan kelompok subyek
luas. tanpa faktor risiko dan tanpa efek.
Kesahihan interna Kesahihan pada studi, Mereka diikuti, siapa yang mengalami
apakah pengukuran, observasi bebas pajanan faktor risiko, dan siapa tidak.
bias, dan intervensinya. Dibandingkan insidens efek pada
Kesalahan (eror) lstllah menyatakan kelompok yang terpajan dan yang tidak.
terdapatnya penyimpangan terhadap Kontrol Kelompok yang dijadikan
nilai sebenarnya. standar perbandingan untuk dasar
Kesalahan acak Random error, kesalahan pengujian suatu hipotesis.
akibat variabilitas Kesalahan Korelasi Hubungan antara dua variabel
502 Ksmus istilah
Nilai prediksi negatif. Dalam uji mungkin ke arah satu sisi (A > B).
diagnostik, besarnya peluang bahwa Ordinal Skala variabel dengan peringkat
subyek benar tidak menderita kelainan kualitatif. Contoh: stadium penyakit.
bila hasil ujinya negatif.
Otulier Nilai yang jauh dari kelompok
Nilai prediksi positif. Dalam uji nilai lain pada set data tertentu.
diagnostik: besarnya peluang bahwa
Oaermatchiag Matching terhadap
subyek benar menderita kelainan bila
variabel yang tidak penting, atau terlalu
hasil ujinya positif.
banyak. Seharusnya matching hanya
Nominal Skala variabel yang menunjuk- dilakukan terhadap variabel prognostik
kan label, tanpa informasi peringkat. yang penting saja. Paralel, desain Lihat
Contoh: Agama Islam, Katolik, Hindu, uji klinis paralel.
jenis kelamin: lelaki, perempuan.
Parameter Karakteristik yang terdapat
N on-probability sampling Cara pemilih- pada populasi.
an subyek dari populasi yang tidak
Pasien Individu yang membutuhkan jasa
berdasar pada fakator peluang.
medis.
Null hypothesls Pada uji hipotesis:
Patient expected eoent rate. Pada tabel 2
hipotesis yang menyatakan tidak ada
x 2 uji klinis pragmatis, menunjukkan
beda.
nilai proporsi kegagalan bila pasien kita
Number needeil to harm. Jumlah pasien menjadi kontrol pada uji klinis yang
yang harus diobati untuk memperoleh ditelaah.
tambahan 1 efek samping.
Pengukuran Proses kuantitatif variabel
Number neeileil to treat. Jumlah pasien agar dapat dianalisis secara statistik.
yangharus diobati agar dapat diperoleh
Perancu Faktor atau variabel yang tidak
1 tambahan hasil yang baik, atau
dihindarkan t hasil yang buruk.
diteliti namun mempunyai asosiasi
dengan variabel bebas dan variabel
Numerik Skala variabel dengan infor- tergantung. Perancu yang tidak dikontrol
masi peringkat penuh. Skala ini dapat dapat menyebabkan penelitian menjadi
dibagi lagi menjadi skala interval (tidak tidak sahih.
mempunyai angka 0 alamiah), dan skala
Pertanyaan penelitian Masalah yang
rasio (mempunyai nilai 0 alamiah).
akan dipecahkan dengan penelitian.
Observasional. Jenis desain penelitian;
pada desain ini peneliti tidak melakukan
Pilot study Penelitian pendahuluan
intervensi terhadap variabel subyek, yang dilakukan sebelum penelitian
sebenamya, Dimaksud untuk memper-
hanya melakukan pengamatan saja.
oleh pengalaman pengukuran dan lain-
Odds Peluang terjadinya sesuatu dibagi Iain.
peluang tidak terjadinya sesuatu. Bila
Plasebo Suatu bahan atau prosedur
peluang = P, maka odds =Pl(L-P).
yang mirip dengan obat atau prosedur
Odds ratio. Lihat rasio odds. lain untuk membuat pengukuran menja-
One-sided uji hipotesis dengan pemya- di tersamar.
taan sebelumnya bahwa beda antar- Populasi Kelompok subyek (orang,
kelompok yang diperbandingkan hanya pasiery data) yang memiliki karakteristik
504 Kamus istilah
tor) berskala numerik dan variabel Sahih Valid, menunjuk bahwa pengu-
tergantung yang juga berskala numerik. kuran benar mengukur apa yang harus
Regresi logistik Teknik statistika untuk diukur.
menganalisis data dengan variabel bebs Sampel Bagian dari populasi.
multipel berskala numerik dan nominaf Sensitivitas Dalam uji diagnostit adalah
sedangkan variabel tergantungnya kemampuan suatu uji untuk menemu-
berskala nominal dikotom. Teknik ini kan kelainan bila kelainan tersebut ada
dimaksudkan untuk menyingkirkan (positif benar).
peran variabel perancu.
Sham Prosedur atau tindakan yang
Regresi multipel Teknik regresi dengan mirip dengan prosedur terapi akan
variabel bebas lebih dari 1. tetapi tidak dimaksudkan untuk
Relatioe risk reduction (RRR) Pada tabel memberi efek terapi. Sejenis plasebo
2 x 2 uji klinis pragmatis, angka ini pada uji klinis.
menunjukkan perbandingan antara Simpang baku Statistik yang menunjuk-
beda proporsi kegagalan pada kelom- kan variabilitas nilai terhadap rera-tanya.
pok kontrol dengan kegagalan pada
Single mask Lihat tersamar tunggal.
kelompok eksperimental dibagi dengan
kegagalan pada kelompok. RRR = (EER- Single blind Lihat tersamar tunggal.
CER): CER. Skala pengukuran Tingkat ketepatan
Reliability Lihat keandalan. alat ukur. Biasanya diklasifikasi menjadi
skala kategorikal (nominal atau ordinal),
Repr o ducibility Llhat keandalan.
dan numerik (interval atau rasio).
Rerata Jumlah nlai pengamatan dibagi
Soft data Data yang dalam interpre-
dengan jumlah pengamatan
tasinya memerlukan judgment atau
Response vaiable Lihat variabel tergan- subyektivitas pemeriksa.
tung.
Spearman correlation Korelasi antara
Risiko, faktor Istilah unflrk menunjukkan dua variabel berskala ordinal.
karakteristik yang lebihbanyak ditemu-kan
Spesifisitas Dalam uji diagnostik,
pada subyek dengan penyakit dibanding
menunjuk pada kemampuan uji untuk
dengan subyek tanpa penya-kit. Faktor
menyingkirkan penyakit bila penyakit
risiko biasanya disebut sebagai kausa
memang tidak ada (negatif benar).
Risiko relatif Dalam penelitian kohort,
Standard deoiatian Lihat simpang baku.
menyatakan rasio antara indsidens
pada kelompok dengan pajanan dengan Standard error Simpang baku distribusi
insidens pada kelompok tanpa pajanan. sampling suatu statistik.
Disebut juga rasio risiko. Lihat simpang baku.
St an d ar d deo i ati on
Risk factot Lihat faktor risiko. Standard ertor Simpang baku distribusi
IROC Receizter operatot curae; dalamuji sampling suatu statistik
diagnostik, diagram yang menggam- Standard error Simpa g baku distribusi
barkan tawar menawar antara sensiti- sampling suatu statistik.
vitas dengan (1-spesifisitas), atau antara Standard treatment Tetapi yang
positif benar dengan positif semu. sekarang sedang digunakan, dalam uji
Kamusistilah 507
ngan 2 jenis obat, kemudian disilangkan; sering dilakukan adalah logaritme, akar
kelompok kontrol menjadi kelompok kuadrat. Apabila setelah dilakukan
yang diteliti dan sebaliknya. transformasi distribusi nilai observasi
Uji klinis paralel Desainuji klinis dengan menjadi mendekati normal, maka baru
dilakukan uji parametrik, misalnya uji-t.
memakai dua kelompok (atau lebih)
secara simultan dan paralel. Desain Valid Lihat sahih.
paralel ini lebih sering dipergunakan Validitas,validity Lihat kesahihan.
daripada desain klinis menyilang. Variabel Karakteristik yang berubah dari
Uii McNemar Uji x'zuntuk tabel 2 x 2 satu subyek ke subyek lainnya.
antara 2 kelompok berpasangan. Variabel bebas Variabel yang (dianggap)
Uji non-parametik Uji hipotesis yang menentukan variabel tergantung. Dise-
tidak mengasumsi distribusi observasi. but pula dengan nama variabel inde-
Uii-t Uji hipotesis untuk variabel numerik pendery risiko, prediktor, kaus4 faktor.
3 kelompok atau lebih. Variabel dependen Lihat variabel
Uji-t berpasangan Uji-t yang digunakan tergantung.
untuk 2 kelompok berpasangan, yakni Variabel dikotom Variabel nominal yang
tiap subyek menjadi kontrol untuk hanya mempunyai 2 nilai (misal: ya-
dirinya, atau pemilihan subyek satu tidak, sembuh-meninggal).
kelompok berdasar pada karakteristik Variabel efek Lihat variabel tergantung.
tiap subyek kelompok lainnya. Variabel independen Lihat variabel
Uji-t independen Uji-t untuk 2 kelompok bebas.
yang subyeknya dipilih secara teri-safu
Variabel luar Variabel subyek yang tidak
tidak bergantung kepada pemilihan diteliti dan tidak berpengaruh terhadap
subyek kelompok lainnya.
asosiasi antara variabel bebas dan
Uji zUji hipotesis untuk membanding- dengan variabel tergantung,
kan suatu rerata dengan rerata normaf
Variabel perancu Variabel yang tidak
atau antara 2 rcrata dengan jumlah sub-
diteliti, yang berhubungan dengan
yek yang besar (>30).
variabel bebas dan variabel tergantung,
Usulan penelitian Rancangan penelitian ia akan sangat mempengaruhi hubungan
tertulis formal. antara variabel bebas dan tergantung.
Tabel angka random Tabel yang memuat Variabel tergantung Variabel yang
angka yang diperoleh semata-mata nilainya merupakan hasil penelitian.
karena variasi acak. Disebut pula dengan banyak nama:
Telaah kritis Pendekatan untuk mem- variabel dependery outcome, eaent, efek,
baca makalah hasil penelitian dengan kriteion, eoent.
melakukan analisis kritis terutama segiVarians Akar simpang baku, merupakan
metodologis. ukuran dispersi distribusi pada populasi
Transfdrmasi data Proses pengubahan atau sampel.
skala variabel, biasanya untuk membuat Variasi Variabilitas pengukuran pada
distribusi nilai yang tidak normal subyek yang sama.
menjadi normal. Transformasi yang
s08 Kamus istilah
LAMPIRANI (a)
Rumus intervol kepercoyoan 95o/o untuk proporsi tunggol (p)
lK95o$F =Ftl,96 F
tt;
p = proporsi; q = 1 - (p); n jumlah subyek
=x tl,96xff
x = reroto; SD = sfondord deviolion (simpong boku); n = iumloh subyek
?,0- ,t-I
nr +n} -I
$E4x*#i =8t t lr
't2
ltl
Sf = slondord error i s = slondord deviotion gobungon; s, don s, slondord
deviolion
Untuk mosing-mosing rerolo; n, don n, odoloh iumloh subyek mosing-mosing
kelompok.
Lantpiran
510
LAMPTRANI (b)
Jumloh
o*b
Risiko
lK95%1pp1=e sampai e
$EflcE*fi.R) =
sb +-
a{E + e} bfb + d[
log.R0 - 1,96xSE(log.R0) log.R0 + 1,96xSE(log.RO)
lK95%Rsy=e sampai e
11
[-+-+-+-
SE{leguffO} =
!a b c d
Lanryiran 511
LAMPIRANII
Tobel ongko rqndom
IAMPIRAN III
2 - Tentukon onko owol dengon meniotuhkon uiung prnsil. Misolnyo terpilih ongko 72. Tentukon
10 ongko 2 digit muloi dori ongko 72ke oroh bowoh. Angko l0 diperoleh dengon membogi
iumloh subyek dengon besor blok. Bilo iulmoh subyek = 60 don besor blok 6 moko 60/6 =
10. Misolnyo kesepuluh ongko tersebut odoloh72,23,91 ,87,69,07,75,41 ,82'
388 A
4A 9 A
5B 10 A don seterusnyo
Intttptran 513
IAMPIRAN lV (o)
(Pr - Pr)
P, otou P, 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 0,40 0'45 0,50
yon9
terkecil
0.35 375 r 69 96 61 42 31 23 t8 14
502 226 128 82 56 41 30 23 18
0.60 356 52 1 81 49 3t 21
476 203 108 65 42 28
0.65 328 38 1 72 43 27
439 184 96 56 35
Sumber: Hulley SB, Cummings SR. Designing clinicql reseorch. Boliimore: Willioms & Wilkins,
r 988.
514 Iantpiran
LAMPIRAN IV (b)
0,40 86 68 62 47 5',r 37
0,50 52 42 38 29 3l 23
0,60 34 27 25 l9 2t t6
0,70 23 I9 17 l3 14 ll
0,80 l5 l3 12 9 t0 8
Sumberr Hulley SB, Cummings SR. Designing clinicol reseorch. Boltimorer Willioms & Wilkins,
'r988.
Penjurus
'w...+-r
Penjurus 517
Metodologi,53-61 eksperimental,l05
Modifikasi efek 315 Penelitian kasus kontrol,l46-t66
besar sampel,156
Negatif benar,225 bias pada,1,62
Negatif semu,227 dengan matching,161
N e gato e pr edi ctfu e zs alue,234 kelebihan & kekurangan,l64
Nested case control study,l68 langkah-langkah pada,149
Nilai alfa, penentuan 32T pengukuran pada,l57
Nilai beta, penentuan,327 tanpa matchingl4T
Nilaiduga,234 Penelitian, klasifi kasi, 106
negatif,234 Penelitian kohort, 1 57-186
posiltlf,234 analisis hasil,176
Nilaip,329 betganda,177
Nominal skala,68 dengan faktor multipel,184
N on-probability sampling, 93 jenis,168
Number needed to treat,474 langkah-lan gkah p ada,17 1,
Numerik, skala,68 kelebihan & kekurangan,lS4
modihkasi,177
Ordinaf skala503 pengertian dasar,130
Oaer-matching,t55 prospektif,l53
retrospektif,l69
Panitia etika penelitian kedokterary38S skema dasar,'1,69
Patient expected eoent rate,503 Penelitian, laboratorium,l.SS
Perkiraan besar sampel,347-381 lapangan,l75
data nominal359 Pengukurary66-87
nominal sampel tunggaf359 pengertian dasar,67
kelompok berpasangan,352 skala,68
kelompok independen 358 variasi,T2
beda proporsi,355 pengulangan pengukuraryT9
beda rerata,357 kesahiharyT4
nilai rerata"357 Penulisan hasil penelitian 39l
proporsi sangat kecif370 rujukan,4lT
sampel hnggal,357 Peran desairy1O5
studi kasus-kontrol,366
studi kohort 353 Periode wash out, 195
uji hipotesis rasio odds.367 Perancu,59
Pelatihan pengukur,TS Plasebo,205
Pemantauan, uji klinis,212 Populasi, definisi, 15
Pemilihan uji hipotesis,323 populasi target, L6
Penelitian deskriptif vs analitik 6 populasi terjangkau,l6
Penelitian, desairuS4 P opulation attributable risk,503
anallnkl0T Positif benar,225
dasar,110 Positif semu,225
deskriptif,l0l P o sitio e pr edicitia e a alue,234
518 Penjurus
Pmjurus
519
i
''