You are on page 1of 65

Terminologi

1. Osteolytic = Peningkatan sel osteoklas atau sel destruksi


tulang yang disebabkan oleh neoplasma
2. Reaksi Periosteal = Terbentuknya lapisan tulang baru akibat
cedera yang merangsang lap periosteum
3. Onion Skin Appearance = Gambaran destruksi tulang yang tidak
jelas,berupa berlapis2 yang terdapat pada diafisis.
4. Open Biopsy = Pem. Penunjang berupa pengambilan dan
pemeriksaan untuk melihat sel mikroskopik tubuh dengan insisi/eksisi
pd jaringan yg akan diambil.

1. Apa yang menyebabkan Erwin bisa tiba-tiba jatuh dan tidak bisa
berdiri saat bermain sepak bola dan merasa sangat sakit ?

Sepak bola  fraktur patologis (6 bulan lalu sudah bengkak)


sehingga saat bermain sepak bola (aktifitas berat) mudah untuk
terjadinya fraktur ,

Growing pain  nyeri pada otot ini meningkat saat aktifitas pada otot
yang rusak

Nyeri juga bisa karna neoplasma  nyeri somatic tulang nyeri yg


cepat dan kuat  Ewing sarcoma
Ewing sarcoma  gejala intermitten ,progresif dan terjadi pd anak2,
2. Bagaimana hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan yang
diderita oleh Erwin?

Usia = Ewing sarcoma umum terjadi anak – remaja (10-20 thn) studi
lain 4-20 thn
Karena genetic terjadinya translokasi kromosom 11 & 22 dengan jenis
tumor primer
Kelamin = wanita : pr = 1:1.5
3. Bagaimana terjadinya reflex Erwin menangis karna paha yang sakit?

Karena hantaran nyeri dr lengkung reflek spinal menuju otak 


menangis
PR  LO fisiologis respon reflek
4. Apa hubungan pekerjaan ayah dan ibu Erwin dengan kondisi yang
dideritanya?
Ayah buruh = paparan zat karsinogenik thdp anak
Ibu Guru = social ekonomi cukup

5. Mengapa Erwin mengalami bengkak 6 bulan lalu dan disertai nyeri


pada malam hari?

6 bulan  tumor pertumbuhan progresif


Tumor ewing dirasakan setelah beberapa minggu/beberapa bulan
Nyeri pd malam hari Osteosarkoma & Ewing Sarkoma
Hasil radiologis mengarah ewing sarkoma
Peningkatan prostaglandin E2 akibat proliferasi sel tumor
 peran enzim cox tinggi pd metabolism sel neoplasma  aktifitas
kurang malam hari sehingga penggunaan energy tubuh pd malam hari
difokuskan untuk proliferasi sel
6. Bagaimana Interpretasi pem.fisik dan anamnesis dr adanya bengkak di
paha kanan?

Anamnesis keluhan neuromuskuloskeletal  pqrst


PAIN
QUALITY
RADIOTION
SEVERITY
TIME
Inspeksi  LOOK ,FEEL,MOVEMENT

7. Bagaimana dampak bengkak dan nyeri tersebut jika tidak digubris?


Prognosis penyakit  Jika ditatalaksana awal pd penyakit yang
diketahui dini prognosis lebih baik
 jika tidak digubris derajat keparahan meningkat 
tatalaksana semakin berat  prognosis semakin buruk dengan
survival rate yg menurun
8. Mengapa dokter menganjurkan Erwin untuk segera di rujuk?
 Erwin Jatuh Tiba2  bukan karena trauma
 Tanda-tanda keganasan  Bengkak 6 bulan disertai gejala
nyeri pd malam hari dan saat palpasi ada pembengkakan
tegang,elastis,keras serta peningkatan suhu local ,
Kompetensi Ewing Sarkoma  Kompetensi 1
Dirujuk untuk rontgen ,mri ,ct scan ,dan biopsy

9. Mengapa setiba dirumah sakit dilakukan pem.foto rontgen dan pa


interpretasi hasil pemeriksaannya?
 Foto rontgen  melihat bag.dalam tulang
 adanya reaksi periosteal
 korteks tulang menipis
 periosteum terangkat
 batas tidak tegas
Hasilnya didapatkan onion skin appearance

10.Tumor ganas tipe apa yang menjadi penyebab keluhan Erwin setelah
dilakukan pem foto rontgen?
Ewing sarcoma  Onion Skin Appearance
DD  Osteosarkoma
11.Mengapa dokter mendiagnosis pasti menggunakan open biopsy?

Memastikan keganasan tipe apa dan derajat keganasan tersebut


Massa tumor lobular ,eosinofilik ,tersusun atas sel bulat kecil uniform
nucleus bulat
12.Mengapa dokter akan melakukan kemoterapi radioterapi bahkan
operasi untuk kasus si Erwin?
Kemoterapi & radioterapi  menghambat pertumbuhan sel tumor dan
mencegah metastasis
Pembedahan derajat keparahan yang tinggi mengangkat sel tumor
tersebut

Protokol ewing sarcoma  sensitive dengan radiasi


13.Apakah penyakit Erwin dapat disembuhkan?
Bisa namun rendah karena tingginya rekurensi kejadian ewing
sarcoma tersebut(prognosis buruk)
 Angka harapan hidup Stadium 1&2 = 70%
Stadium 3&4 = 15-30%

LO
M3 Mekanisme nyeri
M3 Neoplasma pd musculoskeletal
EWING SARKOMA

2.1. Definisi

Sarkoma Ewing merupakan tumor maligna yang tersusun atas sel bulat, kecil yang
paling banyak terjadi pada tiga dekade pertama kehidupan.(2) Sarkoma Ewing
merupakan tumor ganas primer yang paling sering mengenai tulang panjang,
kebanyakan pada diafisis. tulang yangpaling sering terkena adalah pelvis dan tulang
iga.(3) Sarcoma Ewing adalah neoplasma ganas yang tumbuh cepat dan berasal dari
sel-sel primitive sumsum tulang pada dewasa muda.(4)

2.2. Insidensi

Tumor ini paling sering terlihat pada anak-anak dalam usia belasan dan paling
sering adalah tulang-tulang panjang.(5)Pada anak-anak, sarcoma Ewing merupakan
tumor tulang primer yang paling umum setelah osteosarkoma. Setiap tahun tidak
kurang dari 0,2 kasus per 100.000 anak- anak di diagnosis sebagai sarcoma ewing,
dan diperkirakan terdapat 160 kasus baru yang terjadi pada tahun 1993. Di seluruh
dunia, insidensinya bervariasi dari daerah dengan insidensi tinggi, misalnya Amerika
Serikat dan Eropa ke daerah dengan insidensi rendah, misalnya Afrika dan Cina.
Sarkoma Ewing sering juga terjadi pada dekade kedua kehidupan. Jarang terjadi pada
umur 5 tahun dan sesudah 30 tahun. Insidensinya sama antara pria dan wanita.
Biasanya sarcoma Ewing tidak berhubungan dengan sindroma congenital, tetapi
banyak berhubungan dengan anomaly skeletal, misalnya : enchondroma, aneurisma
kista tulang dan anomali urogenital, misal : hipospadia.(1)

Ada beberapa faktor resiko yang mempengaruhi insidensi sarcoma Ewing, yaitu :

1). Faktor usia. Insidensi sarkoma Ewing meningkat dengan cepat dari mendekati 0pada
umur 5 tahun dan mencapai puncaknya pada umur 10 -18tahun.
Sesudah umur 20 tahun insidensinya menurun kembali dan mendekati 0 pada umur 30
tahun.

2). Faktor jenis kelamin. Resiko pria sedikit lebih tinggi dibandingkan wanita, tetapi
setelah umur 13 tahun insidensinya antara pria dan wanita hampirsama.

3). Faktor ras. Penyakit ini jarang didapatkan pada orang kulit hitam. 4).

Faktor genetik, yang dikenal meliputi:

a) Riwayat keluarga. Faktor resiko pada garis keturunan pertama tidak meningkat.
Tidak ada sindroma familia yang berhubungan dengan sarcomaEwing.
b) Anomali genetik, terdapatnya anomali pada kromosom 22, translokasi atau
hilangnya kromosom ini terdeteksi pada 85 % penderita sarcomaEwing.
c) Riwayat penyakit tulang, anomali congenital tertentu dari skeletal, yaitu
aneurisma kista tulang dan enchondroma meningkatkan resiko sarcoma Ewing,
juga anomali genitourinary seperti hipospadia dan duplikasinya juga berhubungan
dengan sarcomaEwing.

2.3. Patofisiologi danHistologi

A. Patofisiologi

Menurut Ackerman’s : tipe dari system gradasi yang biasa dipergunakan


tampaknya kurang begitu penting dari pada protocol peta regional dan evaluasi
histologis. Dengan mikroskop cahaya, sarcoma Ewing tampak sebagai massa difuse
dari sel tumor yang homogen. Seringkali terdapat populasi bifasik dengan sel yang
besar, terang dan kecil, gelap. Tanda vaskularisasi dan nekrosis koagulasi yang luas
merupakan gambaran yang khas. Tumor akan menginfiltrasi tulang dan membuat
destruksi kecil. Tepi tumor biasanya infiltratif dengan pola fili dan prosesus seperti jari
yang kompak disertai adanya sel basofil yang biasanya berhubungan erat dengan
survival penderita yangburuk.
Menurut WHO : sarcoma Ewing merupakan tumor maligna dengan gambaran
histologis agak uniform terdiri atas sel kecil padat, kaya akan glikogen dengan nukleus
bulat tanpa nukleoli yang prominen atau outline sitoplasma yang jelas. Jaringan tumor
secara tipikal terbagi atas pita – pita ireguler atau lobulus oleh septum fibrosa, tapi
tanpa hubungan interseluler serabut retikulin yang merupakan gambaran limfoma
maligna. Mitosis jarang didapatkan, namun perdarahan dan area nekrosi sering terjadi

B. Histologi

Diagnosis adalah satu dari perkecualian neoplasma sel bulat kecil yang lain (small
cell osteosarcoma, rhabdomyosarcoma, neuroblastoma dan limfoma) harus
disingkirkan. Vaskularitas yang terhambat, nekrosis dan populasi bifasik dari sel besar
dan sel kecil gelap sangat khas pada sarcoma Ewingini.

2.4. ManifestasiKlinis

Manifestasi klinis sarkoma Ewing dapat berupama manifestasi local maupun


sistemik. Manifestasi lokal meliputi : nyeri dan bengkak pada daerah femur atau
pelvis, meskipun tulang lain dapat juga terlibat. Masa tulang dan jaringan lunak
didaerah sekitar tumor sering dan bisa teraba fluktuasi dan terlihat eritema yang
berasal dari perdarahan dalam tumor. Manifestasi sistemik biasanya meliputi : lesu,
lemah serta berat badan menurun dan demam kadang terjadi serta dapat ditemukan
adanya masa paru yang merupakan metastase. Durasi dari munculnya gejala bisa
diukur dalam minggu atau bulan dan seringkali memanjang pada pasien yang
mempunyai lesi primer pada aksis tulang.
Tanda dan gejala yang khas adalah : nyeri,benjolan nyeri tekan,demam (38-40 oC), dan
leukositosis (20.000 sampai 40.000 leukosit/mm3).
2.5. Diagnosis

Riwayat panyakit dan pemeriksaan fisik lengkap harus dilakukan pada semua
pasien yang dicurigai sebagai sarcoma Ewing. Perhatian khusus harus ditempatkan
pada hal-hal berikut ini : Keadaan umum dan status gizi penderita. Pemeriksaan
Nodus limfatikus, meliputi : jumlah, konsistensi, nyeri tekan dan distribusinya baik
pada daerah servikal, supraklavikula, axilla serta inguinal harus dicatat.Pada
pemeriksaan dada, mungkin didapatkan bukti adanya efusi pleura dan metastase paru,
misal penurunan atau hilangnya suara napas, adanya bising gesek pleura pada
pemeriksaan paru-paru. Pemeriksaan perut, adanya hepato-splenomegali, asites dan
semua massa abdomen harus digambarkan dengan jelas. Pemeriksaan daerah pelvis,
bisa dilakukan palpasi untuk mengetahui adanya massa, atau daerah yang nyeri bila
ditekan. Pemeriksaan ekstremitas, meliputi pemeriksaan skeletal termasuk test ruang
gerak sangat diperlukan. Pemeriksaan system saraf menyeluruh harus dicatat
denganbaik.

Diagnosis yang dipermasalahkan : klinisnya hal tersebut sangat penting


secepatnya untuk mengeluarkan tulang yang terinfeksi. Pada biopsy tingkat
esensialnya untuk mengenal keganasan sekitar sel tumor, kejelasan dari osteosarcoma.
Sekitar sel tumor yang lain bias menyerupai Ewings yaitu sel reticulum sarcoma dan
neuroblastoma metastatik.

2.7. Pemeriksaan Penunjang

Test dan prosedur diagnostik berikut ini harus dilakukan pada semua pasien yang
dicurigai sarcoma Ewing :

1) Pemeriksaan darah:
a) Pemeriksaan darahrutin.
b) Transaminasehati.
c) Laktatdehidrogenase.

Kenaikan kadar enzim ini berhubungan dengan adanya atau


berkembangnyametastase.
2) Pemeriksaan radiologis:
a) Fotorontgen.
b) CT scan : Pada daerah yang dicurigai neoplasma (misal : pelvis, ekstremitas,
kepala) dan penting untuk mencatat besar dan lokasi massa dan hubunganya
dengan struktur sekitarnya dan adanya metastase pulmoner. Bila ada gejala
neorologis, CT scan kepala juga sebaiknya dilakukan.
3) Pemeriksaan invasif:
a) Biopsi dan aspirasi sumsum tulang. Aspirasi dan biopsi sample sumsum tulang
pada jarak tertentu dari tumor dilakukan untuk menyingkirkan
adanyametastase.
b) Biopsi. Biopsi insisi atau dengan jarum pada massa tumor sangat penting
untuk mendiagnosis Ewing’s Sarkoma. Jika terdapat komponen jaringan
lunak, biopsi pada daerah ini biasanya lebih dimungkinkan.

2.7. RadiologiDiagnostik

Gambaran radiologist sarcoma Ewing : tampak lesi destruktif yang bersifat


infiltratif yang berawal di medulla ; pada foto terlihat sebagai daerah - daerah
radiolusen. Tumor cepat merusak korteks dan tampak reaksi periosteal. Kadang –
kadang reaksi periostealnya tampak sebagai garis – garis yang berlapis – lapis
menyerupai kulit bawang dan dikenal sebagai onion peel appearance. Gambaran ini
pernah dianggap patognomonis untuk tuimor ini, tetapi biasa dijumpai pada lesi
tulang lain.

2.8. Stadium Tumor

Hingga sekarang ini belum didapatkan keseragaman dalam penerapan system


staging untuk sarcoma Ewing. Sistem yang berdasar pada konsep TNM dianggap
lebih sesuai untuk penyakit dari pada system yang berdasar pada perluasan penyakit
sesudah prosedur pembedahan, oleh karena itu maka pendekatan kkontrol local pada
tumor ini jarang dengan pembedahan. Pengalaman menunjukan bahwa besar lesi
sarcoma Ewing mempunyai
prognosis yang cukup penting. Delapan puluh tujuh persen pasien dengan tumor (T)
pada tulang tetap hidup dalam lima tahun dibandingkan dengan 20
% pada pasien dengan komponen ekstraossea. Nodus limfatikus (N) jarang terlibat.
Adanya penyakit metastase (M) akan menurunkan survival secara nyata. Keterlibatan
tulang atau sumsum tulang lebih sering didapat dari pada hanya metastase tumor ke
paru – paru.

Sarkoma Ewing adalah suatu sel tumor bulat tak terdiferensiasi yang tidak
memiliki pertanda morfologis. Sarkoma Ewing ini didiagnosis setelah mengeksklusi
tumor sel bulat, kecil dan biru yang lain yang meliputi sarcoma tulang primer,
sarcoma tulang primitive, rabdomiosarkoma, limfoma, neuroblastoma dan
neuroepitelioma perifer. Lokasi tempat paling umum dari sarcoma Ewing adalah
pelvis (21%), femur (21%), fibula (12%), tibia (11%),
humerus (11%), costa (7%), vertebra (5%), scapula (4%), tulang kepala (3%) dan
tempat lain (<2%).

2.9. Penyebaranmetastase

a) Cara penyebarannya dapat secara:

Langsung. Sarkoma Ewing dapat secara langsung menyebar ke struktur dan


jaringan lunak sekitar. Metastase limfatik. Kadang – kadang, sarcoma Ewing bisa
metastase ke limfonodi regional. Metastase hematogen. Sarkoma Ewing khas
menyebar melalui saluran vaskuler pada tempat yang lebih luas pada 50 %pasien.

Atas dasar inilah maka sarkoma Ewing dapat disebut sebagai penyakit sistemik.

b) Tempatpenyebaran

Tempat yang umum terlibat dengan sarcoma Ewing meliputi paru – paru, tulang
(termasuk sumsum tulang) dan system saraf pusat (1 – 5 %). Mulligan : pernah
melapokan adanya metastase sarcoma Ewing pada pankreas.
2.10. Penatalaksanaan

Semua pasien dengan sarcoma Ewing, meskipun sudah mengalami


metastase harus diobati dengan sebaik – baiknya. Untuk kebehsilan pengobatan
diperlukan kerja sama yang erat diantara ahli bedah, kemoterapist dan
radiotherapist untuk memastikan pendekatan yang efektif guna mengendalikan
lesi primer dan penyebaran tumor. Protokol pengobatan sarcoma Ewing sekarang
ini sering kali dimulai dengan 3 hingga 5 siklus kemoterapi sebelum radiasi.
Pemberian radioterapi awal dipertimbangkan pada pasien dengan kompresi
vertebra dan obtruksi jalan napas yang disebabkan oleh tumor. Pemakaian
doxorubicine (adriamycine) dan dactinomycine yang umumnya dipakai sebagai
agen kemoterapi pada sarcoma Ewing, berinteraksi dengan radiasi, dan potensial
menimbulkan toksisitas lokal dan memerlukan penghentian terapi, dengan
konsekuensi negative untuk control lokal. Problem ini dapat dikurangi dengan
melambatkan radiasi untuk beberapa hari sesudah pemberian obat dan
direncanakan pengobatan radiasi secara hati –hati.(1)

Dengan terapi pembedahan saja, long-term survival rate pasien pada


kebanyakan seri awal adalah kurang dari 10 %. Kegagalan umumnya disebabkan
oleh adanya metastase jauh.

A. Pada sarcoma Ewingprimer.

Pembedahan dilakukan atas dasar :

a) Indikasi.
Kemajuan terapi radiasi guna mengontrol sarcoma Ewing menurunkan
peran terapi pembedahan dalam pengobatan sarcoma Ewing. Pada
masa kini terapi reseksi bedah (biasanya dilakukan setelah kemoterapi
adjuvant preoperatif) dianjurkan pada lesi pelvis dan tumor yang dapat
menyebar ke jaringan tulang, misalnya : fibula, costa dan tulang tarsal.
Selanjutnya amputasi diperlukan untuk fraktur patologis dan tumor
infragenikulatum primer yang tidak dapat ditangani secara lokal
dengan terapiradiasi.
b) Pendekatan
Pendekatan bedah sangat bervariasi tergantung pada besar, lokasi dan
penyebaran tumor.
c) Prosedur
1) Biopsi
Teknik untuk menjalankan biopsi pada tumor tulang adalah
identik dengan osteosarkoma.
2) Reseksiradikal
Jika terapi bedah diindikasikan, pengangkatan tumor dengan
menyertai tepi jaringan normal harus dilakukan, kecuali jika
terdapat defisit fungsional berlebihan. Sebagai contoh, amputasi
primerdengan:

 Terapi radasiadjuvant
a) Radioterapipreoperatif
Karena tingginya tingkat control local dengan radiasi
(sendiri dan dengan kemoterapi), terapi ini tidak
digunakan secara luas.
b) Terapi radiasi postoperatif
Setelah reseksi bedah yang sesuai untuk Ewing’s
sarcoma, penanganan dapat dilanjutkan dengan terapi
radiasi, hanya jika tetap ada sisa mikroskopik yang
besar dan bermakna.
Penyebaran local dan metastase sarcoma Ewing.
Terapi radiasi sering digunakan untuk pengobatan
metastase, khususnya setelah kemoterapi sistemik.
Radiasi paru bilateral profilaksis telah dicoba, tetapi
kurang berhasil
bila dibandingkan dengan kemoterapi sistemik dalam
mencegah metastase pulmoner tumor.
Morbiditas dan mortalitas
Komplikasi setelah terapi radiasi umumnya terjadi
dan bervariasi dengan letak tumor primer. Jika dosis
tidak lebih dari 5000 cGy, komplikasi defisit
fungsional berat dan malignansi sekunder yang terjadi
kurang dari 18 % pasien

Banyak jenis sitostatika yang amat efektif untuk


sarcoma Ewing misalnya : vincristine, adriamycine,
cyclophosphamide,
isofosfamide, etoposid dan actinomycine D. Sebelum
digunakannya kemoterapi adjuvant, long-term
survival pasien sarcoma Ewing tidaklah banyak. Pada
seri penelitian pre- kemoterapi, dari 374 pasien yang
diterapi bedah dan radisi, hanya 36 (9,6 %) yang
survive untuk waktu limatahun.
Sarkoma Ewing primer Sekarang ini, kemoterapi
diberikan 3 – 5 siklus sebelum pengobatan radiasi dan
pembedahan pada tumor primer. Ini memberikan
respon penilaian yang akurat padakemoterapi.

 Kemoterapiadjuvant
Kemoterapi adjuvant terdiri dari :
1). Kemoterapipreoperatif
Kemoterapi inisial (3 – 5 siklus) sekarang merupakan
standart pada pasien dengan indikasi pembedahan.
2). Kemoterapipostoperatif
Kemoterapi tambahan dapat dikombinasikan dengan
terapi radiasi jika reseksi komplit tidak bisa dilakukan.

Penyebaran lokal dan metastase sarkoma Ewing. Dengan


agen tunggal, sejumlah agen kemoterapi berikut ini
efektif untuk sarkoma Ewing dan menghasilkan tingkat
respon yang menyeluruh: Cyclophosamide (50%),
doxorubicine (40%), dan actinomycin-D, car Mustine,
etoposide, Fluorouracil dan ifosfamide.

Dipikirkan juga kemungkinan adanya immunoterapi pada


sarkoma Ewing. Pemikiran ini didasarkan pada adanya
laporan metastase sarkoma Ewing yang menghilang pada
pasien yang kebetulan mengalami infeksi pada daerah
metastase tadi. Diduga hal ini terjadi karena aktivitas anti
tumor pada pasien sehubungan dengan infeksibakterial.
Resiko rekurensi Meskipun kebanyakan manisfestasi
rekurensi adalah diantara 2-3 tahun, pasien bisa berlanjut
relaps selama 15 tahun setelah pengobatan.
Tiga tahun survival Survival keseluruhan pada semua
pasien tergantung pada ada tidaknya metastase dan
tempat tumor primernya.

Tempat Tumor
Keseluruhan, lebih dari dari 60% pasien bertahan untuk 3
tahun. Tumor yang terletak di tengkorak dan vertebra,
terdapat lebih dari 95%, tibia dan fibula , 60-70%. Pasien
berprognosis buruk apabila mempunyai tumor pada
bagian atas dan posterior kosta serta daerah sekitarnya.
Ukuran tumor, ada tidaknya efusi pleura, tipe
pembedahan dan respon kemoterapi bukan merupakan
faktor prognostik yang bermakna. Kebanyakn kasus yang
terlokalisir dapat dikontrol dengan terapi kombinasi,
tetapi kasus tumor pada daerah kosta ini tetap buruk .
Femur dan humerus, 50 %. Sarkoma Ewing pada femur
mempunyai prognosis buruk, karena radiasi saja untuk
terapi lokal menimbulkan komplikasi dan kekambukan
lokal yang tinggi. Strategi pengobatan lokal sarkoma
Ewing meliputi pembedahan dan radio terapi adjuvant.
Tumor yang terletak di pelvis, jumlahnya kurang dari 40
%. Namuan demikian pernah dilaporkan oleh Yang dan
Eilber, : Bahwa pembedahan, kemoterapi dan radioterapi
sangatlah berguna untuk pasien dengan sarkoma Ewing
pelvis selama tumor tersebut terbatas pada pelvissaja.
Tumor metastase
Keseluruhan kelangsungan hidup penderita tumor yang
metastase kurang dari 40 %.

2.11. Faktor prognostikburuk

Pada tidak adanya metastase di lain tempat gambaran patologis berikut ini biasanya
akan mempunyai prognosis buruk :
1). Tumor yang terletak pada bagian proksimal daritulang.

2). Tumor besar (> 8 cm) dan terletek pada ekstrimitas. Ini mengurangi survival bebas
penyakit 5 tahun dari 72 % menjadi 22 % dan menaikkan rekurensi lokal dari 10 %
menjadi 30 %. Lesi pelvis yang lebih besar dari pada 5 cm akan menurunkan tingkat
kontrol lokal dari 92 % menjadi 83%.

3). Ekstensi ekstraosea menurunkan survival dari 87 % menjadi 20 %. 4).

Serum laktat dehidrogenase yangminingkat.

5). Tumor yang responnya buruk terhadap kemoterapi inisial. Prognosis


pasien yang hanya mendapatkan radioterapi lebih buruk dari pada menjalani
pembedahan dengan/tanpa radioterapi. Sedangkan adanya fraktur patologis tidak
mempengaruhi prognosis sarkomaEwing.

Panduan umum Pasien dengan sarkoma Ewing seharusnya diikuti setiap 3 bulan
selama 3 tahun, kemudian setiap 6 bulan selama 2 tahun berikutnya, kemudian setiap
tahun diperiksa adanya kemungkinan rekurensi.

Panduan khusus yang bisa dipakai adalah evaluasi rutin : Setiap kunjungan klinik
dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :

1). Riwayatpenyakitdanpemeriksaanfisik.Riwayatpenyakitharusdiperoleh.
Pemeriksaan fisik menyeluruh haruslah dilakukan selama kunjungan pasien.

2). Pemeriksaan darah:

a). Pemeriksaan darah rutin. b).

Transminase serum hepar. c). Alkali

fosfatase.

d). Laktat dehidrogenase. 3).

Foto rontgen.
OSTEOID OSTEOMA

Definisi :

Merupakan tumor osteoblastik jinak terdiri dari inti osteoid dengan vaskularisasi tinggi dan
merupakantumor jinak tulang dengan potensi pertumbuhan yang terbatas. osteoid osteoma,
biasanya lebih kecildari 1,5-2 cm dan ditandai dengan suatu osteoid kaya nidus dalam jaringan,
Nidus mungkinberisi sejumlah variabel kalsifikasi. Sekitar nidus adalah zona sklerotik tetapi
tulang dinyatakan

normal.

insidens :

- Pria : Wanita = 2:1

- Osteoid osteoma umumnya terjadi pada usia muda, tetapi dapat mempengaruhi
berbagaiindividu yang berusia 8 bulan sampai 70 tahun. Literatur melaporkan bahwa orang-
orang berusia10-30 tahun yang paling rentan. Sekitar 90% kasus terjadi pada pasien yang lebih
muda dari 25tahun. Bahkan, Barei et al mencatat bahwa 70% dari osteoma osteoid terjadi pada
pasien yanglebih muda dari 20 tahun. Tumor jarang terjadi pada pasien dengan usia lebih dari 30
tahun untuk 13% dari kasus. Sekitar 3% kasus terjadi pada anak-anak usia 5 tahun

Lokasi

Lokasi osteoid osteoma pada femur (25%), tibia (25%), dan sisanya pada daerah daerah lain,

seperti pada tulang belakang.

Patologi :

- Didapat sebagai jaringan yang seluler, banyak vaskularisasinya. Jika nidus


diangkat,terlihat gambaran lingkaranmerah tulang trabekular biasanya kurang dari 1 cm.
- Kelainan terdiri atas jaringan seluler dengan tingkat vaskularisasi yang tinggi dari
jaringan tulang yang belum matang serta jaringan osteoid.
- Osteosid osteoma dibedakan melalui tampilannya yang bergranular bersemu merah
jambu, yang dihasilkan dari proliferasi osteoblas.
- Tidak seperti tumor lainnya, lesi tunggalnya berdiameter kurang dari 0,4 inci (1 cm).
Setiap tulang dapat terkena, tapi femur dan tibia adalah yang paling sering.
- Bila osteoid osteoma terjadi pada kolumna spinalis dan sakrum, manisfestasi klinis yang
muncul menyerupai sindrom diskus lumbalis. Klien mengeluhkan nyeri yang terputus-
putus, mungkin disertai oleh peningkatan kadar prostaglandin yang diasosiasikan dengan
tumor.

Patofisiologi

Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel tumor. Timbul
reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses destruksi atau penghancuran
tulang dan respon osteoblastik atau proses pembentukan tulang. Terjadi destruksi tulang lokal..
Pada proses osteoblastik, karena adanya sel tumor maka terjadi penimbunan periosteum tulang
yang baru dekat tempat lesi terjadi,sehingga terjadi pertumbuhan tulang yang abortif. Sel tumor
pada tumor jinak bersifat tumbuh lambat, sehingga tumor jinak pada umumnya tidak cepat
membesar. Sel tumor mendesak jaringan sehat sekitarnya secara serempak sehingga terbentuk
simpai (serabut pembungkus yang memisahkan jaringan tumor dari jaringan sehat). Oleh karena
bersimpai maka pada umumnya tumor jinak mudah dikeluarkan dengan cara operasi.

Manifestasi Klinis
1.Penderita Osteoid Osteoma biasanya akan merasakan nyeri pada malam hari dan menghilang
dalam waktu 20 sampai 30 menit. Nyeri dapat diatasi dengan obatnon-steroid dan anti-inflamasi

2. Nyeri dan pembengkakan ekstremitas yang terkena

3.Nyeri tekan pada daerah pembengkakan

4.Fraktur patologi

5.Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang

terbatas

6.Teraba massa tulang

7.Peningkatan suhu kulit di atas massa

8.Adanya pelebaran vena (venektasi)

Diagnosa banding
1. Asbes brodie

2. Sarkoma erwing

3. Periotitis kronis

Pemeriksaan radiologis

- Pada foto rontgen ditemukan adanya daerah yang bersifat radiolusen yang disebut nidus
- Didaerah diafisis di kelilingi oleh suatu daerah skerosis yang padat, serta penebalan
kortikal yang merupakan reaksi pembentukan tulang, kadang kadang pemeriksaan
tomogram diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosa.

Pengobatan

- Pengobatan yang efektif adalah mengeluarkan seluruh jaringan nidus disertai eksisi
sebagiantulang. Setelah itu evaluasi dengan pemeriksaan foto rontgen perlu dilakukan
untuk menilai apakah eksisi yang dilakukan akurat

GIANT CELL TUMOR OF BONE

Giant Cell Tumor atau oesteoclastoma adalah tumor yang relatif jarang,ditandai dengan
adanya sel giant multinuklear . Jenis tumor ini biasanya dianggapsebagai tumor jinak. GCT, yang
paling sering terjadi pada epiphysis tulang panjang,merupakan tumor jinak yang meluas kaya
akan sel raksasa osteoklastik. Sering terjadi pada usia 20 sampai 40 tahun. Dalam klasifikasi
tumor jaringan lunak dantulang yang diajukan oleh World Health Organization tahun 2002, GCT
jaringanlunak saat ini diklasifikasikan dalam kelompok tersendiri. Cooper pertama kali
melaporkan Giant Cell Tumor di abad ke -18, padatahun 1940, Jaffe dan Lichtenstein
mendefinisikan Giant Cell Tumor lebih ketatuntuk membedakannya dari tumor lainnya.
Sebagian besar tumor sel raksasa terjadi pada tulang panjang, tibia proksimal, distal femur,
radius distal, dan humerus bagian proksimal, meskipunGiant Cell Tumor ini juga telah
dilaporkan dapat terjadi pada sakrum, kalkaneus,serta tulang kaki. Tumor ini biasanya muncul di
metafisis dari lempeng epifisis.Pada umumnya tumor ini menyebabkan destruksi dari tulang,
lokal metastasis,metastasis ke paru-paru, serta kelenjar getah bening (jarang), atau
bertransformasikearah keganasan (jarang) .

EPIDEMIOLOGI
a. Epidemiologi

Tumor ini mewakili sekitar 20% dari tumor jinak tulang primer.Kebanyakan dijumpai pada usia
20-40 tahun jarang ditemukan pada anak-anak. Insiden di Amerika Serikat dan Eropa, GCT
mewakili sekitar 5% dari seluruh tumor primer tulang dan 21% dari semua tumor jinak tulang.
Di cina, GCT ditemukan 20%merupakan tumor tulang primer. Wanita lebih sering menderita
GCT dibandingkandengan laki-laki.

b. Insiden

Jenis tumor tulang primer memiliki bentuk jinak dan ganas. Bentuk (non-kanker) jinak yang
paling umum. Tumor sel raksasa tulang biasanya mempengaruhi kaki (biasanya dekat lutut) atau
tulang lengan orangdewasa muda dan setengah baya. Mereka tidak sering menyebar ke tempat
yang jauh, tetapi cenderung untuk kembali di mana mereka mulai setelah operasi (inidisebut
kekambuhan lokal). Hal ini dapat terjadi beberapa kali. Dengankekambuhan masing-masing,
tumor menjadi lebih mungkin untuk menyebar ke bagian lain dari tubuh. Jarang, Giant Cell
Tumor menyebar ke bagian lain daritubuh tanpa terlebih dahulu berulang secara lokal. Hal ini
terjadi dalam bentuk (kanker) ganas dari tumor.

KLASIFIKASI
Enneking mengemukakan suatu sistem klasifikasi stadium TGC berdasarkan klinis- radiologis-
histopatologis sebagai berikut:
Stage 1: Stage inaktif/laten: (i) klinis, tidak memberikan keluhan, jadi ditemukan secara
kebetulan, bersifat menetap/tidak ada proses pertumbuhan; (ii) radiologis, lesi berbatas tegas
tanpa kelainan korteks tulang: dan (iii) histopatologi, didapat gambaran sitologi yang jinak, rasio
sel terhadap matriks rendah.

Stage 2: stage aktif: (i) klinis: didapat keluhan, ada proses pertumbuhan; (ii) radiologis: lesi
berbatas tegas dengan tepi tidak teratur, ada gambaran septa di dalam tumor. Didapati adanya
bulging korteks tulang; dan (iii) histopatologis: gambaran sitologi jinak, rasio sel tehadap matriks
berimbang.

Stage 3: stage agresif: (i) klinis: ada keluhan, dengan tumor yang tumbuh cepat; (ii) radiologis:
didapatkan destruksi korteks tulang, sehingga tumor keluar dari tulang dan tumbuh ke arah
jaringan lunak secara cepat; didapati reaksi periosteal segitiga Codman, kemungkinan ada fraktur
patologis; dan (iii) histopatologis: gambaran sitologi jinak dengan rasio sel terhadap matriks
yang tinggi, bisa didapat nukleus yang hiperkromatik, kadang didapat proses mitosis.

ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO


Giant cell tumor pada tulang terjadi secara spontan. Mereka tidak diketahuiapakah terkait dengan
trauma, faktor lingkungan, atau diet. Pada kasus-kasus yang jarang, mereka mungkin
berhubungan dengan hiperparatiroidisme. Dalam Beberapa penelitian pembentukan GCT ada
beberapa faktor yang menetukan yaitu :

- adanya perubahan siklin


- adanya evaluasi Immunohistokimia yang terkait dengan ekspresimicrophtalmia yang
merupakan faktor transkripsi dalam lesi giant cell
- adanya Sel stroma Fibroblastlike, yang selalu hadir sebagai komponen dari tumor sel
raksasa pada tulang

GEJALA KLINIS

Pada umumnya non-spesifik dan tergantung dari beratnya penyakit. Yang sering dikeluhkan
adalah rasa nyeri yang biasanya berkurang bila pasien beristirahat, bengkak lokal, dan gerakan
yang terbatas pada sendinya. Bila lesi tumor terletak di tulang-tulang vertebra dapat timbul gejala
nerologis.(1,3) Nyeri tekan pada pemeriksaan palpasi juga didapatkan pada pasien. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan atrofi otot dan menurunnya pergerakan sendi. TGC pada
sakrum sering menimbulkan gejala low back pain yang meluas di kedua ekstremitas bagian
bawah dan dapat disertai gejala neurologis, gangguan berkemih atau buang air besar.(3,5)
Fraktur patologis ditemukan sekitar 11–37% pasien.
DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

Foto Polos

Pemeriksaan radiologi merupakan salah satu pemeriksaan yang pentingdalam menegakkan


diagnosis pada GCT. Gambaran Radiologi yang biasa didapatkan pada GCT :

-tampak daerah radiolusen pada ujung tulang dengan batas yang tidak tegas.

-ada zona transisi antara tulang normal dan patologik, biasanya kurang dari 1 cm.

-lesi biasanya ekstentrik, bersifat ekspansif sehingga korteks menjadi tipis.

- Sebagian besar tumor sel raksasa terjadi pada tulang panjang dan hampir semua berada di akhir
artikular tulang.

CT-scan

Pemeriksaan CT-scan meningkatkan deteksi


adanya fraktur kortikal yangmenipis, patologis,
reaksi periosteal, menetukan lokasi
secara akurat, massa softtissue. CT juga
membantu mengkonfirmasi adanya mineralisasi di
GCT, meskipun pembentukan kalus
yang berhubungan dengan penyembuhan fraktur
patologis dapat dilihat

MRI

Pemeriksaan MRI ini dapat membantu menentukan tingkat destruksi tumor,serta dapat diindikasi
bila tumor telah mengikis korteks dan memungkinkan penentuan apakah ada struktur
neurovaskular yang terlibat, dan juga membantumengevaluasi penetrasi di subkondrial

Gambar T1 pada tumor sel raksasa dapat menunjukkan karakteristik sinyalintensitas heterogen
atau homogen. Intensitas sinyal biasanya rendah ataumenengah, tetapi daerah intensitas sinyal
tinggi, yang disebabkan oleh perdarahan.

Gambar T2 memperlihatkan, heterogen rendah ke intensitas sinyal menengah yangterlihat di


daerah padat tumor (lihat gambar di bawah). Hemosiderin terdeteksi dilebih dari 63% tumor sel
raksasa, dan kehadirannya mungkin adalah hasil dariextravasated sel darah merah ditambah
dengan fungsi fagositik dari sel-sel tumor

Daerah kistik yang umum dan dipandang sebagai daerah intensitas sinyal tinggi diT2-tertimbang
gambar. Cairan-cairan tingkat dapat dilihat, seperti pada gambar di bawah. Edema Peritumoral
jarang terjadi tanpa adanya fraktur. Tumor biasanyaheterogen meningkatkan dengan pemberian
intravena bahan kontras

Histopatologi
TGC tulang mempunyai gambaran yang khusus dengan mikroskopis, dan untuk menegakkan
diagnosis biasanya tidak sulit. Tumor ini secara makroskopis biasanya terlihat sebagai massa
yang coklat dan lunak. Pada daerah pembuluh darah terlihat gambaran merah gelap, dan daerah
kolagen terlihat gambaran warna ungu. Pada pemotongan tumor, biasanya terlihat gambaran
nekrosis dan ruang yang berisi darah.

Secara mikroskopik TGC terdiri dari sel mononuklear yang bulat sampai oval yang biasanya
bercampur dengan banyak osteoklas yang menyerupai sel datia yang berukuran besar dan
mempunyai inti 50–100 . Terlihat adanya sedikit atau beberapa mitosis disertai adanya sel datia
dengan pembentukan kolagen, kadang berbentuk atypia . Osteoid sering ditemukan pada tumor
di mana terdapat fraktur patologis. Nekrosis fokal sering pula terjadi. Beberapa TGC dapat
rekuren dan menjadi ganas yang secara histologis mempunyai gambaran serupa dengan lesi
primer tulang.

PENATALAKSANAAN

- Terapi Bedah

Terapi yang disarankan untuk GCT jaringan lunak adalah dengan melakukan eksisi luas sampai
tepi sayatan bebas tumor. Rekurensi lokal pada GCT jaringan lunak sekitar 12% dan
kemungkinan metastasis sangat kecil. Rekurensi pada umumnya ditemukan pada kasus tepi
sayatan tidak bebas tumor. Oleh karena pada pasien ini telah dilakukan eksisi dengan tepi
sayatan bebas tumor makadiharapkan rekurensi ataupun kemungkinan metastasis pada pasien ini
dapat dihindari. Kuretase tumor juga umumnya dilakukan. Teknik ini meyebabkansebuah lubang
di tulang yang dapat diisi dengan graft tulang. Tulang dapat diambildari bagian lain dari tubuh
pasien sendiri (autograft) atau dari mayat ( allograft).Jika pengobatan terbatas pada kuretase,
tumor bisa kembali (kambuh) sampaidengan 45% dari waktu kuretase tersebut. Penggunaan dari
semen tulang, bukandari bone graft tingkat kekambuhannya sedikit lebih kompleks penghapusan
tumor dan rekonstruksi kadang-kadangmemerlukan situasi dimana tumor telah menyebabkan
kerusakan yang berlebihanatau terulang

- Terapi non bedah.


Terapi radiasi merupakan pilihan pengobatan non operasi yang telahterbukti efektif. Namun, hal
ini dapat mengakibatkan pembentukan kanker padasebanyak 15% dari pasien yang
menerimanya. Oleh karena itu, terapi radiasidigunakan hanya dalam kasus-kasus yang paling
sulit dimana operasi tidak dapatdilakukan dengan aman atau efektif

PROGNOSIS

Baik, meskipun dapat kambuh dan metastasis ke paru. Secara umum banyak yang tergantung
pada teknik bedah dan keahlian dalam kombinasi dengan kelashistologis tumor ini. Meskipun
metastasis paru dapat terjadi dalam kasus yang jarang, invasi angiovascular tidak memiliki
pengaruh signifikan terhadap prognosisnya. Angka kematian akibat tumor sel raksasa adalah
sekitar 4%. Penting untuk melakukan follow up jangka panjang agar dapat menilai hasilterapi,
karena perubahan menjadi ganas diketahui terjadi Postoperatif, kuretasemenunjukkan rongga
lesiterisi bone chips sekitar 40 tahun setelah terapi primer

DAFTAR PUSTAKA

1. R G Forsyth, G De Boeck, S Bekaert, dkk. Telomere Biology in Giant CellTumour of Bone. in


: J Pathol 2008; 214. h. 555–563.

18

2. Kamal A F, Aminata I W, Hutagalung E U. Giant Cell Tumor Jaringan Lunak.in : Maj


Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 11, Nopember 2007. h. 404-407

3. Silvers A R, Peter M S, Margaret B, dkk. The Role of Imaging in the Diagnosisof Giant Cell
Tumor of the Skull Base. in : Tumor of Skull Base, August 1996. h .1392-1395.

4. American Academy of Orthopedic Surgeons. Giant Cell Tumor of Bone. June2010. Available
from URL://orthoinfo.aaos.org
OSTEOSARKOMA

PENGERTIAN DAN EPIDEMIOLOGI

Pengertian

Osteosarkoma adalah tumor ganas tulang primer yang


berasal dari sel mesenkimal primitif yang memproduksi
tulang dan matriks osteoid.

Epidemiologi

Osteosarkoma merupakan tumor ganas tulang


primer non hemopoetik yang paling sering
ditemukan. Insiden osteosarkomapada semua
populasi menurut WHO sekitar 4-5 per 1.000.000
penduduk. Perkiraan insiden osteosarkoma
meningkat menjadi 8-11 per 1.000.000 penduduk
per tahun pada usia 15-19 tahun. Di Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo terdapat 219 kasus (16.8
kasus/tahun) dalam kurun waktu 13 tahun (1995-
2007) yang merupakan jumlah terbanyak dari
seluruh keganasan tulang (70,59%) dengan
distribusi terbanyak pada dekade ke-2.

Osteosarkoma konvensional lebih sering terjadi pada pria daripada wanita dengan perbandingan
3:2. Hal ini bisa disebabkan masa pertumbuhan tulang pada pria lebih lama daripada wanita.
Tumor ini paling sering diderita oleh anak-anak usia dekade ke-2 kehidupan, lebih dari 60%
pada pasien kurang dari 25 tahun. Insiden osteosarkoma dapat meningkat kembali pada usia di
atas 60 tahun, sehingga penyakit ini disebut juga memiliki distribusi yang bersifat bimodal.

Predileksi tersering pada: daerah lutut yaitu distal femur, proksimal tibia, proksimal humerus,
osteosarkoma muncul terutama pada daerah metafisis tulang panjang dengan rasio pertumbuhan
yang cepat meskipun tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada semua tulang.
FAKTOR RISIKO

Menurut Fuchs dan Pritchad (2002) osteosarkoma dapat disebabkan oleh beberapa faktor :

1. Senyawa kimia : Senyawa antrasiklin dan senyawa pengalkil, beryllium dan


methylcholanthrene merupakan senyawa yangdapat menyebabkan perubahan genetik

2. Virus : Rous sarcoma virus yang mengandung gen V-Src yang merupakan proto-
onkogen, virus FBJ yang mengandung proto-onkogen c-Fos yang menyebabkan kurang
responsif terhadap kemoterapi.

3. Radiasi, dihubungkan dengan sarcoma sekunder pada orang yang pernah mendapatkan
radiasi untuk terapi kanker.

4. Lain-lain
Penyakit lain : Paget’s disease, osteomielitis kronis, osteochondroma, poliostotik
displasia fibrosis, eksostosis herediter multipel dll.

5. Genetik : Sindroma Li-Fraumeni, Retinoblastoma, sindrom Werner, Rothmund-


Thomson, Bloom. lokasi implan logam.

DIAGNOSIS

Ditegakkan berdasarkan anamnesis (usia umumnya muda, adanya keluham nyeri), pemeriksaan
fisik (lokalisasi, besar tumor), dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dapat ditemukan tanda dan gejala, antar lain:

 Nyeri lokal yang semakin progresif (yang awalnya ringan dan intermiten namun lama
kelamaan menjadi semakin hebat dan menetap)

 Massa (pada ekstremitas yang membesar dengan cepat,


 nyeri pada penekanan dan venektasi)
 Edema jaringan lunak ( ± ) 

 Fraktur patologis dapat terjadi pada 5-10% pasien

Osteosarkoma

 Keterbatasan gerak (range of motion )



 Penurunan berat badan
 Anemia 


Pemeriksaan Penunjang


1. Radiografi konvensional

Merupakan pemeriksaan radiologi pertama pada kasus-kasus osteosarkoma.

Osteosarkoma konvensional menunjukkan lesi litik motheaten atau permeatif, lesi


blastik, destruksi korteks, reaksiperiosteal tipe agresif (segi tiga Codman, sunburst, hair
on

end), massa jaringan lunak, dan formasi matriks


(osteoid
maupun campuran osteoid dan khondroid). 


Osteosarkoma parosteal menunjukkan massa eksofitik berlobulasi dengan


kalsifikasi sentral berdensitas tinggi, berlokasi di dekat tulang, kadang disertai
gambaran stringsign. Osteosarkoma periosteal memperlihatkan massa

jaringan lunak dengan reaksi periosteal perpendikuler, erosi


kortikal, dan penebalan korteks.

 High grade surface osteosarcoma menunjukkan ossifikasi

berdensitas tinggi, reaksi periosteal, erosi dan


penebalan
korteks. Dapat juga ditemukan invasi intramedular.
 Osteosarkoma telangiektatik memperlihatkan lesi litik

geografik ekspansil asimetrik, tepi sklerotik minimal dan destruksi korteks yang
menunjukkan pola pertumbuhan agresif. Dapat ditemukan fraktur patologik dan matriks
osteoid minimal.

 Small cell osteosarcoma memperlihatkan lesi litik permeatif,

destruksi korteks, massa jaringan lunak, reaksi


periosteal,
serta kalsifikasi matriks osteoid.

 Low grade central osteosarcoma memperlihatkan lesi litikdestruktif ekspansil,


disrupsi korteks, massa jaringan lunak dan reaksi periosteal.

Pasca kemoterapi, radiografi konvensional dapat digunakan untuk menilai pengurangan


ukuran massa, penambahan ossifikasi, dan pembentukan peripheral bony shell.
Foto x-ray
thorax proyeksi

AP/PA, untuk melihat adanya metastasis paru dengan ukuran yang cukup besar,

2. Computed Tomography (CT) Scan

Ct-scan dapat berguna untuk memperlihatkan detil lesi pada tulang kompleks dan mendeteksi
matriks ossifikasi minimal. Selain itu dapat digunakan untuk mendeteksi metastasis paru.
Kegunaan lain dari CT scan adalah tuntunan biopsi tulang (CT guided bone biopsy). CT scan
thoraks berguna untuk mengidentifikasi adanya metastasis mikro pada paru dan organ thoraks.

3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI merupakan modalitas terpilih untuk evaluasi ekstensi lokal tumor dan membantu
menentukan manajemen bedah yang paling sesuai.
MRI dapat menilai perluasan massa ke
intramedular

(ekstensi longitudinal, keterlibatan epifisis, skip lesion), perluasan massa ke jaringan lunak
sekitarnya dan intraartikular, serta keterlibatan struktur neurovaskular. Pemberian kontras
gadolinium dapat memperlihatkan vaskularisasi lesi, invasi vaskular, dan area kistik atau
nekrotik. Pasca kemoterapi, MRI digunakan untuk menilai ekstensi massa dan penambahan
komponen nekrotik intramassa. Dynamic MRI juga dapat digunakan untuk menilai respon
pasca kemoterapi.

4. Kedokteran Nuklir

Bone scintigraphy digunakan untuk menunjukkan suatu skipmetastasis atau suatu


osteosarkoma multisentrik dan penyakit sistemik

5. Biopsi

Pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan menggunakan biopsi jarum halus (fine needle
aspiration biopsy-FNAB) atau dengan core biopsy bila hasil FNAB inkonklusif. FNAB
mempunyaiketepatan diagnosis antara 70-90%.

Penilaian skor Huvos untuk mengevaluasi secara histologis respons kemoterapi neoadjuvant.
Pemeriksaan ini memerlukan minimal 20 coupe.
Penilaian dilakukan secara semi kuantitatif
dengan membanding kan luasnya area nekrosis terhadap sisa tumor yang riabel :

1. Grade 1 : sedikit atau tidak ada nekrosis (0 - 50%)

2. Grade 2 : nekrosis>50 - <90 %


3. Grade 3 : nekrosis 90 - 99 %


4. Grade 4 : nekrosis 100 %

Penilaian batas sayatan diperoleh dari jaringan intramedulari segmen tulang proksimal.

Pemeriksaan lainnya

Pemeriksaan lainya sebagai penunjang, adalah fungsi organ-organ sebagai persiapan operasi,
radiasi maupun kemoterapi. Khususnya kemoterapi merupakan pemberian sitostatika, bersifat
sistemik baik khasiat maupun efek samping, sehingga fungsi organ-organ harus baik.

Disamping itu juga diperiksa adanya komorbiditas yang aktif, sehingga harus diobati, atau dicari
jalan keluarnya sehingga penderita tidak mendapat efek samping yang berat, bahkan dapat
menyebabkan morbidatas, bahkan mungkin mortalitas pada waktu terekspose kemoterapi
(treatment related morbidity/mortality).

Pemeriksaan tersebut: fungsi paru, fungsi jantung (echo), fungsi liver , darah lengkap, termasuk
hemostasis, D-Dimer, fungsi ginjal, elektrolit, dan LDH sebagai cermin adanya kerusakan sel
yang dapat digunakan sebagi prognosis.

Pada waktu tindakan, fungsi organ yang relevan harus dapat toleran terhadap tindakan tersebut.

KLASIFIKASI HISTOLOGI DAN STADIUM

Klasifikasi histologi

Terdapat tiga jenis sub tipe secara histologi :

1. Intramedullary


a. High- grade intramedullary osteosarcoma

b. Low-grade intramedullary osteosarcoma

2. Surface


a. Parosteal osteosarcomas


b. Periosteal osteosarcomas


c. High –grade surface osteosarcoma

3. Extraskeletal

Penentuan Stadium

Terdapat 2 jenis klasifikasi stadium, yaitu berdasarkan Musculoskeletal Tumor Society (MSTS)
untuk stratifikasi tumor berdasarkan derajat dan ekstensi lokal serta stadium berdasarkan
American Joint Committee on Cancer (AJCC) edisi ke 7.
Sistem Klasifikasi Stadium MSTS (Enneking)

• IA : derajat keganasan rendah, lokasi intrakompartemen, tanpa 
metastasis


• IB : derajat keganasan rendah, lokasi ekstrakompartemen, tanpa 
metastasis

• IIA : derajat keganasan tinggi, lokasi intrakompartemen,

tanpa metastasis
: derajat keganasan tinggi, lokasi ekstrakompartemen,

• IIB : tanpa metastasis

• III : ditemukan adanya metastasis

Sistem Klasifikasi AJCC edisi ke 7

• IA derajat keganasan rendah, ukuran ≤ 8 


• IB derajat keganasan rendah, ukuran > 8 atau adanya 
diskontinuitas

• IIA derajat keganasan tinggi, ukuran ≤ 8 


• IIB derajat keganasan tinggi, ukuran > 8 


• III derajat keganasan tinggi, adanya diskontinuitas

• IVA metastasis paru 


• IVB metastasis lain 


PROGNOSIS

Beberapa faktor yang menentukan prognosis pada pasien osteosarkoma

1. Tumor related:

• Lokasi tumor 


• Ukuran tumor 


• Histopatologi (high grade, low grade)

• Luasnya (infiltrati, kelenjar regional, penyebaran/metastasis lokal,/jauh)Respon terhadap


pengobatan Respon histologi terhadap kemoterapi ( Huvos )

• Tipe dan margin operasi 


• ALP dan LDH level : menggambarkan luasnya lesi

• D dimer (hiperkoagulasi)

1. Patient related

Usia

Status gizi (BMI)

Performonce status

Komorbiditas (mis. TB,Hepatitis, gagal ginjal, gagal


jantung.)
3. Management related

Delay diagnosis, dan terapi

Pengalaman tenaga medis (operasi,kemoterapi , radiasi


dan suprtif terapi)

Fasilitas kurang (tenaga,dan alat)

TATALAKSANA

Penatalaksanaan osteosarkoma meliputi terapi pembedahan (limbsalvage surgery (LSS) atau


amputasi), kemoterapi dengan atau tanparadioterapi yang diberikan konkuren ataupun
sekuensial sesuai indikasi.

Terapi pada keganasan muskuloskeletal mengalami perubahan drastis dalam beberapa dekade
terakhir. Sebelum tahun 1970, manajemen osteosarkoma, sebagai keganasan tulang yang paling
sering ditemukan, dilakukan secara rutin dengan amputasi dan disartikulasi. Tindakan tersebut
hanya memiliki kesintasan 5 tahun antara 10-20%. Dengan pemberian kemoterapi neoadjuvant,
adjuvant, atau kombinasi keduanya kesintasan jangka panjang dapat mencapai 75-80%.

Pemberian kemoterapi berguna untuk mengontrol mikrometastasis, memungkinkan penilaian


histopatologi untuk melihat respons kemoterapi (Huvos), memungkinkan perencanaan limb
salvagesurgery (LSS) serta memudahkan tindakan reseksi tumor pada saattindakan LSS.

Pembedahan merupakan terapi utama osteosarkoma melalui prinsip reseksi secara en bloc
dengan mempertahankan fungsi semaksimal mungkin. Protokol penatalaksanaan osteosarkoma
meliputi pemberian kemoterapi 3 siklus neoadjuvan terlebih dahulu. Jika setelah neoadjuvan
ukuran tumor mengecil tanpa disertai keterlibatan struktur neuro-vaskular utama (sesuai indikasi
LSS), yang ditunjang oleh pemeriksaan radiologi (restaging), dilanjutkan dengan pembedahan
LSS. Sebaliknya, bila terjadi pertumbuhan tumor yang progresif disertai keterlibatan struktur
neuro-vaskuler utama atau ekstensi jaringan yang sangat luas, amputasi menjadi pilihan utama
pembedahan. Pasca pembedahan, pasien dipersiapkan untuk peberian kemoterapi adjuvant 3
siklus dengan regimen yang sama (bila hasil Huvos minimal 3); Bila hasil Huvos kurang dari 2,
regimen kemoterapinya harus diganti dengan obat anti kanker lainnya (secondline).

Kontraindikasi untuk tindakan LSS adalah bila :

• Ada keterlibatan pembuluh darah ataupun struktur saraf,

• Pathologial Fracture (kontra indikasi relatif)

• Contaminated biopsy

• Infeksi

• Immature skeletal age. Leg-length discrepancy should not more than 8 cm.

• Ekstensi tumor yang sangat luas ke jaringan lunak.


Amputasi pada osteosarkoma dilakukan bila persyaratan LSS tidak


terpenuhi. Pada osteosarkoma derajat keganasan tinggi yang tidak memungkinkan pemberian
kemoterapi neoadjuvan ( misalnya : adanya ulkus, peradarahan, tumor dengan ukuran yang
sangat besar) maka langsung dilakukan pembedahan terlebih dahulu, selanjutnya diikuti dengan
pemberian kemoterapi adjuvant.

Pada pasien osteosarkoma yang sudah bermetastasis maka penatalaksanaannya juga terbagi
menjadi dua yaitu resectable dan unresectable. Pada yang resectable (metastasis paru, visceral)
makaterapi untuk tumor primernya sama dengan penatalaksanaan osteosarkoma derajat
keganasan tinggi dan didukung dengan kemoterapi dan juga metastasectomy. Metastasis ke
organ lain bukanlah kontraindikasi untuk LSS. Sedangkan pada yangunresectable
penatalaksanaan yang dilakukan adalah kemoterapi,radioterapi dan melakukan evaluasi ulang
tumor primer untuk mengontrol tumor secara lokal, paliatif treatment.


Pada pembedahan dengan margin positif yang memberikan respons buruk terhadap kemoterapi
maka pertimbangkan mengganti kemoterapi dan juga terapi tambahan secara lokal (surgical
resection) dan atau radioterapi.
 Pada pasien yang menolak dilakukan tindakan pembedahan
amputasi. pemberian kemoterapi dan radioterapi dipertimbangkan sebagai pilihan terapi utama.

Pada osteosarkoma, radioterapi berperan relatif kecil karena kanker ini masuk dalam golongan
kelompok radioresisten dan sifat metastasisnya yang cenderung hematogen tidaklah begitu
sesuai dengan konsep radioterapi sebagai terapi lokoregional. Walaupun demikan peran
radioterapi saat ini menjadi lebih besar karena kemajuan teknologi dan komputer. Radioterapi
terutama diberikan sebagai ajuvan pasca bedah; dukungan radiasi dosis sangat tinggi pada limb
sparing surgery; pada kelompok derajat keganasan relatif
rendah, Ewing sarcoma, Chondrosarkoma dan pada tindakan

paliatif untuk daerah metastasis. Radioterapi juga diindikasikan

pada lokasi axial skeleton dan osteosarkoma pada tulang muka karena keterbatasan tindakan
bedah dan masalah kosmesis. Oleh karena di Indonesia sebagian besar kasus datang sudah
dalam stadium lanjut maka radioterapi juga dipertimbangkan pada kasus sisa tumor pasca
operasi/ margin positif, dan kasus yang sangat lanjut, serta pada kasus residif yang tak
mungkin di operasi.

Pembedahan

1. Limb Salvage Surgery

Limb salvage surgery (LSS) merupakan suatu prosedurpembedahan yang dilakukan untuk
menghilangkan tumor, pada ekstremitas dengan tujuan untuk menyelamatkan ekstremitas.
Prosedur LSS merupakan tindakan yang terdiri dari pengangkatan tumor tulang atau
sarkoma jaringan lunak secara en-bloc dan rekonstruksi defek tulang atau sendi dengan
megaprostesis (endoprostesis), biological reconstruction (massive bone graft baik auto
maupun allograft) atau kombinasi megaprostesis dan bone graft.

Dalam melakukan tindakan LSS harus dipertimbangkan


hal-hal
sebagai berikut:
Rekurensinya dan survival rate pasien tidak lebih buruk
daripada amputasi

Prosedur yang dilakukan tidak boleh menunda terapi


adjuvant

Fungsi ekstremitas harus lebih baik dari amputasi. Fungsi ekstremitas


pascarekonstruksi harus mencapai functionaloutcome yang baik, mengurangi
morbiditas jangka panjang
dan mengurangi/meminimalkan perlunya pembedahan tambahan.Rekonstruksi yang
dilakukan tidak boleh menimbulkankomplikasi yang membutuhkan pembedahan
berikutnya atau hospitalisasi yang berulang-ulang.

a) Limb Salvage Surgery dengan Megaprostesis


Megaprostesis adalah alat yang terbuat dari logam yang didesain sebagai pengganti
segmen tulang dan atau sendi pada defek tulang yang terjadi pasca reseksi. Penggunaan
megaprostesis, memungkinkan pasien lebih cepat pulih dan lebih awal menjalani rehabilitasi
dan weight bearing. Dalam dua minggu pasca operasi latihan isometrik atau non-
bendingexercise dapat dimulai. Dalam periode enam minggu pasiensudah berjalan weight
bearing sesuai dengan toleransi pasien.

b) Limb Salvage Surgery dengan Biological Reconstruction


Biological reconstruction adalah metode rekonstruksi yangditandai dengan integrasi
autograft dan atau proses inisiasi pembentukan tulang secara de novo pada rekonstruksi
defek tulang atau sendi. Dalam ruang lingkup onkologi ortopaedi, biological reconstruction
diklasifikasikan menjadi tigakelompok, yaitu: 1). transplantasi tulang yang vital-
vascularized atau non-vascularized autograft, 2). implantasitulang non-vital berupa
extracorporeal devitalized autograft (allograft), dan 3). sintesis tulang secara de novo
dengan distraction osteogenesis. Pendekatan LSS dengan metode

biological reconstruction dapat dilakukan denganmenggunakan teknik rotational plasty, free


microvascularbone transfer, extracorporeal irradiation autograft, pasteurized autograft,
serta dengan allograft.

c) Limb Salvage Surgery dengan metode lainnya


Metode LSS lainnya dilakukan pada ostaeosarkoma yang mengenai tulang expandable
seperti fibula proksimal, ulna distal, ilium dengan indikasi pelvic resection tipe I, costae yang
diindikasikan untuk reseksi tanpa rekonstruksi. Pada ekstremitas dengan defek tulang massif
yang tidak memungkinakan dilakukan rekonstruksi dengan megaprostesis atau biological
reconstruction, seperti defek tulang pada tibia atau distal femur, rekonstruksi dapat dilakukan
dengan IM nail atau plate dengan bone cement atau disesuaikan dengan fasilitas yang
tersedia di RS setempat.

2. Amputasi
Amputasi pada osteosarkoma dilakukan bila persyaratan LSS tidak terpenuhi. Pada
osteosarkoma derajat keganasan tinggi yang tidak memungkinkan pemberian kemoterapi
neoadjuvan ( misalnya : adanya ulkus, peradarahan, tumor dengan ukuran yang sangat besar)
maka langsung dilakukan pembedahan terlebih dahulu, selanjutnya diikuti dengan pemberian
kemoterapi adjuvant.

Kemoterapi

Osteosarkoma salah satu dari solid tumor dimana adjuvant kemoterapi terbukti
bermanfaat.

Ketentuan umum;

a. Karena kemoterapi adalah sistemik terapi, akan mempengaruhi dan dipengaruhi organ-organ
lain. Oleh karena itu dilakukan oleh dokter penyakit dalam dan spesialis onklologi medis.
Atau paling sedikit oleh internis plus latihan singkat onkologi medis, bersertifikat. (internis
plus).

c. Pemeriksaan pendahuluan (work up) adalah, patologi anatomi: osteosarkoma, grade,


stadium.Performance status 0,1 (WHO) , fungsi organ-organ (jantung,paru, liver, ginjal)
baik. Komorbid infeksi, TB,hepatitis B dan C., bila ada diobati.

d. Pasca kemoterapi; follow up: respon terapi yang terukur, diameter, vaskularisasi, konsistensi,
berkala, klinis dan radiologi

(RECIST) darah perifer lengkap, ureum–kreatinin dan fungsi organ lain yang terkait oleh
internis.

e. Kemoterapi neoadjuvant diberikan 2-3 siklus, setelahnya dilakukan evaluasi pre-operasi


(penilaian respon histopatologi berdasarkan kriteria HUVOS). Bila menurut HUVOS kurang
respon, maka diberikan kemoterapi second line.

f. Bila adjuvant 6 siklus .

g. Pada kemoterapi palliative, tergantung respons penyakit. Prinsipnya kualitas hidup


diperbaiki dan survival dapat diperpanjang.

Dengan demikian efek samping yang merugikan secara dini bisa diketahui dan pencegahan atau pengobatan dini
bisa dilakukan.
Kemoterapi terdiri dari berbagai obat kemo dan berbagai protokol.

Namun untuk mempermudah dibagi dalam berbagai kelompok.:

1. First line therapy (primary/neoadjuvant/adjuvant therapy or metastatic disease) :

• Cisplatin dan doxorubicin 


• MAP ( High-dose Methotrexate, cisplatin dan doxorubicin )

• Doxorubicin, cisplatin, ifosfamide dan high dose methotrexate

• Ifosfamide, cisplatin dan epirubicin


Protokol tersebut merupakan komponen utama. Dengan bukti reccurent rate 80% tanpa
adjuvant versus 30% dengan adjuvant kemoterapi. Dan 2 tahun bebas relaps adalah 17%
pada kelompok observasi versus 66% pada kelompok adjuvant. (Mayoclinic).

Penelitian EOI (European Osteosarcoma Intergroup), 6 siklus cisplatin-doxorubicyn versus


4 cylus High-dose MTX, doxorubicyn dan cisplatin, walau stastitik tidak bermakna,
padakelompok cisplati–doxorubicyn, overall survival (OS) lebih tinggi 64% versus 50%.
Dan 5 tahun disease free survival (DFS) pada kelompok cisplatin-doxorubicyn lebih tinggi,
yakni 57% versus 41%, dimana secara statistik bermakna p=0,02. (Mayo clinic). Pemilihan
protokol dianjurkan cisplatin-doxorubicyn sebagai firstline.

2. Second line therapy (relapsed/ refractory or metastatic disease)


Docetaxel dan gemcitabine


Cyclophosphamide dan etoposide

Gemcitabine

Ifosfamide dan etoposide



Ifosfamide, carboplatin dan etoposide


High dose methotrexate, etoposide dan ifosfamide


Jadwal kontrol pasien dilakukan tiap 3 bulan pada tahun pertama dan kedua terapi, tiap 4
bulan pada tahun ke 3 , tiap 6 bulan pada tahun ke 4 dan 5, dan follow up pada tahun
berikutnya dilakukan setahun sekali. Jika terjadi relaps maka dilakukan kemoterapi dan / atau
reseksi jika memungkinkan, targeted therapy (mTOR inhibitor,sorafenib ), transplatasi stem
cell (HDT/SCT) atau terapi suportif.

Apabila pasien relaps, target adalah palliative terapi, yaitu kualitas hidup, dan bila mungkin
desertai survival lebih panjang. Apabila memungkinkan di dilakukan salvage kemoterapi paliatif
dengan regimen sebagai berikut:

Ifosfamide–etoposide
High dose MTX–carboplatin

Gemcitabine -docetaxel.

Radioterapi

Prinsip radioterapi pada osteosarkoma dapat dibedakan untuk lokasi tumor primer dan lesi
metastasis.

Radiasi pada tumor primer

Radiasi eksterna dipertimbangkan pada kasus batas sayatan

positif pasca operasi, reseksi subtotal, dan kasus yang tidak


dapat dioperasi

Dosis radiasi pasca operasi: 54-66 Gy

Dosis radiasi pada kasus unresectable: 60-70 Gy, bergantung pada toleransi jaringan
sehat

Radiasi juga dapat diberikan sebagai terapi paliatif pada kasus metastasis, misalnya nyeri hebat
atau perdarahan. Dosis paliatif biasanya 40 Gy yang dapat terbagi dalam fraksinasi
konvensional, 2Gy per hari atau hipofraksinasi

Pemilihan Terapi

1. Localized disease

Menurut rekomendasi guidelines, wide excision merupakan terapi primer pada pasien dengan
low grade (intramedullary dan surface) oteosarkoma dan lesi pariosteal. Pada periosteal
osteosarkoma penatalaksanaan disesuaikan dengan highgrade osteosarkoma lainnya. Setelah
wide excision maka dilanjutkan dengan kemoterapi setelah operasi. Operasi re-reseksi dengan
atau tanpa radioterapi perlu dipertimbangkan untuk pasien dengan margin jaringan positif.

2. Osteosarkoma yang disertai metastasis

Sepuluh sampai dengan 20 % pasien osteosarkoma terdiagnosis saat sudah terjadi metastasis.
Walau kemoterapi menunjukan hasil yang membaik pada pasien non metastatik, high grade,
localized osteosarcoma kemoterapi justru menunjukan hasilkurang memuaskan pada
osteosarkoma yang disertai metastasis.

Pada yang resectable dengan metastasis paru, visceral, atau tulang, maka terapi untuk tumor
primernya sama dengan penatalaksanaan osteosarkoma derajat keganasan tinggi dan didukung
dengan kemoterapi serta metastasektomi. Pada yang unresectable penatalaksanaan yang
dilakukan adalah kemoterapi,radioterapi dan melakukan evaluasi ulang tumor primer untuk
mengontrol tumor secara lokal.

Tatalaksana Nyeri

Tatalaksana nyeri dapat mengikuti tiga langkah stepladder WHO:

Nyeri ringan: 
analgetik sederhana seperti NSAID atau


paracetamol

Nyeri sedang: opioid lemah dan analgetik sederhana 


Nyeri berat: pioid kuat dan analgetik sederhana 


Terapi nyeri adjuvan seperti kortikosteroid (deksamatason), antikonvulsan (gabapentin) atau


antidepresan (amitriptilin) juga dapat diberikan sebagai tambahan.
Nyeri breakthrough dapat
ditangani dengan opioid kerja cepat seperti morfin lepas cepat, morfin intravena atau fentanil
intravena.

Diagnosis Banding
Beberapa kelainan yang menimbulkan bentukan massa pada tulang sering sulit dibedakan dengan osteosarkoma,
baik secara klinis maupun dengan pemeriksaan pencitraan. Adapun kelainan-kelainan tersebut adalah:

1. Ewing's sarcoma
2. Osteomyelitis
3. Osteoblastoma
4. Giant cell tumor
5. Aneurysmal bone cyst
6. Fibrous dysplasia

Osteoblastoma

 Merupakan tumor jinak pada tulang yang jarang ada. Hanya 1% darp primary bone
tumor.
 Lebih sering menyerang laki-laki di banding wanita (2-3 : 1)
 Tumor ini memiliki rentang usia yang luas yaitu 6 – 75 tahun. Tapi paling sering
menyerang remaja dan dewasa muda (+- 20 tahun)
 Segala jenis tulang dapat terkena. Termasuk spina dan sacrum. Pada 40 % kasus
menyerang spina (tulang belakang) tapi juga bisa menyerang lengan, bahu, dan kaki.
 Osteoblastoma ini merupakan versi besarnya dari osteoid osteoma

Radhiograpic

 Pada Gambaran Radhiographic itu sering beragam dan kurang spesifik.


 Kebanyakan memiliki pinggir yang tajam yang pada pinggirnya memiliki kulit tepi
tulang sklerotik
 Sebagian besar tumor tetap terbatas pada tulang dan tidak menghancurkan atau
menembus korteks
 25% penampilannya dapat meniru malignancy

Pada pemeriksaan FNAB didapaatkan

 Sel yang hiposeluler, mineralisasi dari tumor yang tidk sama, bany sel2 traabekular yang
belum maatang, iant cell may be appearance
Perbedan Antara Osteoblastoma dan Osteoid Osteoma

 Osteoblastoma bisanya terjdi di rangka axial sedangkan osteoid osteoma sering di tulng
panjang
 Ostoblastom biaasanya penyakitnya persisten sedangkan osteoid osteoma sakitnya
memningkat saaat malam
 Keduanyaa sama sama sering di serita pada dewasa muda tapi pada semua usia juga bisa

Pengobatanya

 Treatment utama maih surgical, excici dari jaringan tumor (stage 1-2  eksisi inralesion)
(stage 3  wide eksisi)
 Kemoterapi dan radiasi maasih kontroversi
LIPOMA

Lipoma adalah benjolan lemak yang tumbuh secara lambat di antara kulit dan lapisan
otot.Lipoma bisa bergerak atau bergeser jika ditekan dengan jari secara perlahan dan terasa
lunak.

Etiologi

Penyebab lipoma tidak diketahui dengan pasti, namun karena merupakan tumor jinak.Mungkin
saja bahan-bahan kimia yang karsinogen, lingkungan, genetic dan factor imunologi juga
berperan.Ada suatu sindrom yang disebut hereditary multiple lipomatosis, yaitu seseorang yang
mempunyai lebih dari 1 lipoma pada tubuhnya.Selain itu, kegemukan tidak juga tidak
menyebabkan terjadinya lipoma.

Epidemiologi

Lipoma terjadi pada 1% populasi. Lipoma dijumpai pada usia lanjut (40-60 tahun) namun juga
dapat dijumpai pada anak-anak. Lipoma lebih sering ditemukan pada wanita. Hal ini disebabkan
karena wanita memiliki massa lemak yang lebih banyak dari pria. Karena lipoma merupakan
lemak, maka dapat muncul dimanapun pada tubuh ini.Jenis yang paling sering adalah yang
berada lebih ke permukaan kulit (superficial).Lipoma sering tumbuh di lengan, batang tubuh dan
leher bagian belakang.Jenis yang letaknya lebih dalam dari kulit seperti dalam otot, saraf, sendi,
ataupun tendon.

Patofisiologi

Metabolisme lemak pada lipoma berbeda dengan metabolisme lemak normal, walaupun
secara histologi gambaran sel lemaknya sama.2
Pada lipoma dijumpai aktivitas lipoprotein lipase menurun.Lipoprotein lipase penting
untuk transformasi lemak di dalam darah.Oleh karena itu asam lemak pada lipoma lebih banyak
dibandingkan dengan lemak normal. Hal ini dapat terjadi bila seseorang melakukan diet, maka
secara normal depot lemak menjadi berkurang, tetapi lemak pada lipoma tidak akan berkurang
bahkan bertambah besar. Ini menunjukkan bahwa lemak pada lipoma bukan merupakan lemak
yang dibutuhkan oleh tubuh.3
Apabila lipoma membesar akan tampak sebagai suatu penonjolan yang dapat menekan jaringan
di sekitarnya. Pada dasar mulut, pembesaran lipoma dapat mengganggu fungsi pengunyahan dan
fungsi bicara, sedangkan pertumbuhannya menekan gigi geligi maka dapat menyebabkan
tanggalnya gigi di sekitar lipoma tersebut.
Gejala Klinis

Lipoma bersifat lunak pada perabaan, dapat digerakkan, dan tidak nyeri.Pertumbuhannya sangat
lambat dan jarang menjadi ganas.Lipoma merupakan nodul subkutan yang kebanyakan
berukuran kecil, namun dapat tumbuh hingga mencapai lebih dari diameter 6 cm. Apabila
ukurannya terlalu besar dapat menimbulkan rasa nyeri atau gangguan dalam pergerakan suatu
bagian tubuh.Hal ini terjadi karena lipoma yang besar dapat menekan dan mengiritasi saraf-saraf
tepi kecil di seluruh bagian tubuh.Bisa ditemukan lipoma yang berada di antara saraf tulang
belakang. Lipoma ini bila tumbuh di saraf tulang akan menyebabkan gangguan fungsi yang
penting. Kelumpuhan, gangguan bicara, gangguan merasa merupakan salah satu di antaranya.

Penatalaksanaan

1. Teknik non eksisi

Perawatan non eksisi dari lipoma, yang saat ini umum dilaksanakan adalah injeksi steroid dan
liposuction.Injeksi steroid menyebabkan atrofi lemak yang bersifat local, kemudian lipoma mulai
mengecil (atau jarang kemudian hilang secara permanent).Injeksi baik dilakukan pada lipoma
dengan diameter kurang dari 1 inchi.Perbandingan 1:1 campuran antara lidocain dan
triamcinolone acetonide (kenacort), dalam dosis 10 mg per mL, diinjeksikan pada tengah lesi,
prosedur ini dilakukan beberapa kali dengan interval bulan. Volume steroid tergantung pada
ukuran lipoma, rata-rata 1-3 mL dari total yang diinjeksikan. Jumlah injeksi tergantung dari
respon yang dihasilkan, yang diharapkan muncul dalam 3-4 minggu.

Liposuction dapat digunakan untuk memindahkan lipoma kecil sampai dengan lipoma yang
besar, apabila lokasi lipoma pada daerah kosmetik harus dihindarkan. Eliminasi lipoma secara
total tidak biasa dilakukan dengan liposuction. Campuran lidokain biasanya digunakan untuk
anestesi pada liposuction.Perawatan ini menggunakan suatu jarum dan suatu semprotan besar
untuk memindahkan tumor yang gemuk itu.Liposuction pada umumnya dilakukan ketika lipoma
adalah di dalam suatu penempatan di mana kamu ingin menghindari suatu parut besar.Adalah
sukar untuk memindahkan keseluruhan tumor dengan teknik ini.

2. Teknik eksisi

Perawatan ini dilakukan dengan operasi Lebih besar lipoma terbaik dipindahkan secara pembedahan
dengan menggunting mereka ke luar lewat bius lokal. Lipoma hilang setelah pembedahannya.

Komplikasi

Lipomadi bawah kulit(subkutan) jarang menimbulkankomplikasi, tetapinodulbesardapat


mengganggufungsi ototatau dapat menyebabkannyeri saraf. Lipomaterjadipadasendidapat
membatasigerakan.Jika merekaberkembang diusus, lipomadapat menyebabkanhambatanyang
serius.Cederalipomamungkin memerlukanperawatan segera, termasukeksisi. Jarang
ditemukanbenjolanyang awalnyatampaknya menjadilipomasebenarnya mungkinliposarcoma(kanker),
yang membutuhkanperawatan lebih lanjut.
SARKOMA JARINGAN LUNAK

A. PENDAHULUAN

Sarkoma adalah tumor yang berkembang dari jaringan mesenkimal, terdiri dari banyak
subtipe. Sarkoma terbagi atas sarkoma jaringan lunak (soft tissue sarcoma) dan sarkoma tulang
(bone sarcoma).

Sarkoma jaringan lunak (SJL) merupakan kelas dari tumor ganas yang tumbuh secara
meluas dari jaringan konektif mesenkimal yang berasal dari mesodermal, bukan berasal dari
tulang, parenkim, atau viseral. Perbedaan SJL dari karsinoma adalah berdasarkan asalnya yang
dari jaringan konektif dan bukan dari jaringan epiteliat yang berkembang dari ektodermal.4,5

Sarkoma jaringan lunak merupakan kasus yang jarang ditemukan. Jaringan mesenkimal
tidak begitu terpapar dengan karsinogen lingkungan (environmental), hal ini yang diduga
menyebabkan jenis tumor ini jarang ditemukan. Namun, oleh karena jenis tumor ini jarang
ditemukan maka banyak pasien yang terlambat didiagnosis, pada umumnya pasien datang
dengan riwayat penyakit yang sudah lama dan massa yang telah cukup besar.

Keganasan ini dapat ditemukan pada semua kelompok umur dan sampai saat ini masih
merupakan masalah bagi ahli bedah. Meskipun dari berbagai kepustakaan dilaporkan angka
kejadian SJL hanya sekitar 1-2 % dari seluruh keganasan, namun sarkoma mempunyai perangai
biologik yang spesifik, yaitu mempunyai kemampuan infiltrasi ke jaringan sekitarnya yang cepat
dan sering menimbulkan rekurensi setelah tindakan pembedahan. Dengan bertambahnya
pengetahuan mengenai perangai biologik SJL, terjadi perubahan - perubahan dalam
penatalaksanaan sarkoma tersebut dalam 10 tahun terakhir ini. Dengan berlandaskan pola kerja
yang “multidisiplin”, akan memberikan hasil meningkatnya angka interval bebas tumor dan
meningkatnya angka survival.

I. INSIDENS & EPIDEMIOLOGI


Sarkoma merupakan tumor asal mesenkimal yang relatif jarang ditemukan, dengan
estimasi jumlah kasus 8100 pada jaringan lunak dan 2500 pada tulang dan sendi pada tahun
2000.

Jaringan lunak merupakan 75% dari berat badan total, tetapi angka kejadian SJL cukup
jarang, hanya merupakan 1% dari keganasan pada orang dewasa dan 6% -15% dari keganasan
pada anak-anak. Distribusi terbanyak pada kelompok umur dekade ke 2, 3, dan 4. Juga
diestimasikan bahwa sedikitnya ada 100 tanor jinak untuk setiap 1 tumor ganas pada jaringan
lunak. SJL didapatkan sekitar 0,7% dari keganasan pada pria dan 0,6% dari keganasan pada
wanita. Perbandingan angka kejadian SJL ini pada pria dan wanita 1,15 : 1.

Insidensnya sekitar 8300 kasus baru per tahun di USA dengan 3900 pasien meninggal per
tahun dengan SJL. Sebagian besar kasus, yaitu sekitar 50% ditemukan berlokasi pada
ekstremitas. Di UK, jumlah kasus ini mencapai 1000 kasus baru per tahun.

Distribusi anatomis dari SJL :

Lokasi %

Ekstremitas inferior 44

Ekstremitas superior 21

Kepala-leher 12

Badan 10

Retroperitoneum 6

Lainnya 7

Angka kejadian masing-masing subtipe histologis dari SJL dapat dilihat pada tabel
berikut;
%

Malignant fibrous histiocytoma 40

Liposarcoma 14

Synovial sarcoma 13

Neurofibrosarcoma 12

Leiomyosarcoma 9

Clear cell sarcoma 3

Angiosarcoma 3

Alveolar soft part sarcoma 2

Fibrosarcoma 1

Epithelioid sarcoma 1

Spindle cell sarcoma <1

Not specified <1

II. ETIOLOGI

Sebagian besar SJL tumbuh secara sporadik. Tidak ditemukan agen etiologi spesifik yang
dapat diidentifikasi pada sebagian besar kasus sehingga etiologinya masih belum diketahui.
Berkembangnya SJL disebutkan ada kaitannya dengan sindrom penyakit genetik, namun pada
kasus-kasus yang jarang. Disebutkan bahwa mutasi germline berperan dalam berkembangnya
sarkoma.
Beberapa sindrom penyakit genetik yang berkaitan dengan timbulnya kasus-kasus SJL
dapat dilihat pada tabel berikut;

Syndrome Inheritance Locus Gene Associated Soft Tissue

pattern Sarcomas

Familial gastrointestinal stromal tumor syndr. AD 4q12 KIT Gastrointestinal stromal tumor

Familial infiltrative fibromatosis AD 5q21 APC Desmoid fibromatosis

Li-Fraumeni syndrome AD 17p13 TP53 Multiple types

22q11 CHK2

Neurofibromatosis type I AD 17q11 NFI Malignant peripheral nerve

(van Recklinghausen’s disease) sheath tumors

Retinoblastoma AD 13q14 RBI Multiple types

Rhabdoid predisposition syndrome AD 22q11 SNF5/IINI 1 Malignant rhabdoid tumors

Werner’s syndrome AR 8p11-12 WRN Multiple types

AD: Autosomal dominant, AR: Autosomal recessive

Sejumlah besar kasus sarkoma ditemukan memiliki abnormalitas kromosom yang khas.
Perubahan pada kromosom ini bermanfaat untuk diagnostik, penting juga untuk memperkirakan
prognosis, dan telah dapat memberikan petunjuk terhadap patogenesis berkembangnya sarkoma,
diharapkan pada masa yang akan datang lebih lanjut dapat memberikan petunjuk sasaran terapi
farmakologis yang tepat untuk sarkoma.

Translokasi kromosom merupakan abnormalitas sitogenetik yang paling sering


ditemukan pada kasus-kasus neoplasma jaringan lunak, dan tampaknya berperan dalam
tumorigenesis pada sebagian besar kasus. Terjadinya translokasi kromosom ini dapat
diidentifikasi dengan analisis sitogenetik, fluorescence in situ hybridization (FISH), reverse
transcriptase polymerase reaction (RT-PCR). Delesi dan trisomi juga pernah dilaporkan dan
diyakini telah menyebabkan perubahan terhadap progresifitas sel. Delesi cenderung
menyebabkan hilangnya gen supresor sel (p53 dan/atau RB1), sedangkan trisomi menyebabkan
munculnya onkogen.

Selain pada kasus genetik, SJL biasanya dihubungkan dengan adanya paparan terhadap
zat karsinogen, misalnya terapi radiasi. Frekuensi sarkoma yang terinduksi oleh radiasi
meningkat pada anak-anak yang diterapi dengan radiasi, biasanya pada kasus-kasus sarkoma
Ewing dan retinoblastoma. Penggunaan radiasi ionisasi untuk terapi- limfoma, tumor solid untuk
kepala-leher, payudara, organ kandungan, dan kulit diduga berhubungan dengan perkembangan
SJL. Mayoritas dari sarkoma yang berhubungan dengan terapi radiasi merupakan jenis sarkoma
yang high-grade

Sarkoma juga dihubungkan dengan paparan terhadap beberapa agen kimia seperti
phenoxyacetic acid yang ditemukan pada herbisida, 2,4-dichlorphenoxyacetic acid (2,4-D) yang
terdapat pada beberapa ekstrak tumbuhan, 2,4,5 trichlorphenoxyacetic acid (2,4,5-T), 2 methyl -
4 chlorphenoxyacetic acid (MCPA), dioxin atau TCDD (2,3,7 - tetrachlordibenzo-p-dioxin),
chlorphenol, thorotrast yang merupakan suspensi koloid dari thorium dioxide yang digunakan
sebagai kontras intravena pada pembuatan foto radiologis, vinyl chloride, dan arsenic.

Selain itu, zat-zat kemoterapi seperti melphalan, procarbazine, nitrosoureas, dan


chlorambucil, merupakan faktor resiko bagi terbentuknya sarkoma. Sedangkan faktor resiko
relatif ialah akumulasi obat-obatan.

Limfedema kronis dapat menjadi limfoangiosarkoma, jenis ini tumbuh pada lengan yang
limfedematous kronik, terutama pada wanita dengan kanker payudara yang diterapi dengan
mastektomi radikal. Limfedema kongenital atau filariasis yang berkomplikasi limfedema kronik
beresiko menjadi limfoangiosarkoma pada ekstremitas inferior.

Terdapatnya riwayat trauma disebutkan juga dapat berpredisposisi untuk menjadi


sarkoma pada ekstremitas. Sedangkan proses inflamasi yang kronis dapat menjadi faktor resiko
terjadinya sarkoma.
B. DIAGNOSIS

I. GEJALA KLINIS

Lebih dari separuh pasien datang pertama kali karena keluhan adannya massa atau
pembesaran tanpa rasa nyeri. Ukuran massa tersebut tergantung pada lokasi tumor. Tumor yang
lebih kecil terdapat pada ekstremitas bawah namun pada ekstremitas atas dan retroperitoneum
dapat tumbuh sangat besar.

Sarkoma pada retroperitoneal mencapai 15% dari semua sarkoma. Adanya massa pada
abdomen ditemukan pada hampir semua kasus (80%) dan merasakan rasa nyeri perut. Nyeri
terasa tak spesifik, jarang menimbulkan penurunan berat badan, dengan keluhan awal mual dan
muntah pada kurang dari 40% kasus. Manifestasi neurologic berupa parestesia, terjadi pada lebih
dari 30% kasus.

Sarkoma viseral, sebanyak 15% dari semua kasus sarkoma jaringan lunak. Gejala dan
tanda berhubungan dengan asal dari jaringan. Sebagai contoh, sarkoma gaster sering timbul
dengan keluhan dyspepsia atau perdarahan saluran cerna. Perdarahan rectum dan tenesmus
ditemukan pada sarkoma rectum. Disfagia dan nyeri dada sering menandakan gejala dari
sarkoma esophagus. Perdarahan dari vagina tanpa disertai rasa nyeri ditemukan pada
leimiosarkoma uteri.

Untuk tumor yang letaknya lebih dalam khususnya yang ada dalam rongga badan, sering
sulit di deteksi. Tumor ireguler, lobular, atau nodular, untuk stadium dini tumor masih bersifat
mobile, belum ada fiksasi dengan jaringan sekitar ataupun keterlibatan kulit, otot, tulang,
pembuluh darah, dan saraf. Pertumbuhan yang progresif menandakan keganasan.

Sarkoma jaringan lunak umumnya tidak menimbulkan rasa nyeri tapi ketika tumor
mengenai jaringan saraf sekitar, tulang, atau disertai infeksi maka timbul rasa nyeri. Nyeri yang
samar-samar menunjukkan tumor mengalami nekrosis yang meluas atau kompresi saraf sensorik
somatic. Timbulnya nyeri pada sarkoma sering menandakan prognosis buruk. Tumor pada
retroperitoneum juga dapat menimbulkan perdarahan gastrointestinal, obstruksi usus, atau
gangguan neurovascular.
Dari pemeriksaan yang harus dilakukan, informasi yang didapatkan mengenai lokasi,
ukuran, warna, batasnya, konsistensi, nyeri atau tidaknya, mobile atau tidak, fiksasi pada
jaringan sekitar, keterlibatan lesi kulit, otot, tulang, bendungan pembuluh darah, dan saraf,
pembesaran kelenjar getah bening sekitar.

II. RADIOLOGI

1. Foto polos

Untuk menilai ada tidaknya infiltrasi pada tulang, selain itu sangat bermanfaat untuk
melihat tumor jaringan lunak yang melibatkan tulang, ataupun tumor primer pada tulang
dengan massa jaringan lunak, adanya kalsifikasi di dalam massa jaringan lunak (misalnya
sarkoma sinovia) dan untuk menyingkirkan miositis osifikans.

2. MRI/CT-scan

Untuk menilai infiltrasi pada jaringan sekitarnya. MRI merupakan metode yang paling
bermanfaat untuk menggambarkan struktur ekstremitas dan kepala-leher dalam
mendeteksi lesi yang sedang berproses menjadi keganasan. CT-scan dada diindikasikan
pada kasus dengan tumor T2 yang high-grade untuk menilai adanya metastasis jauh.
Gambaran CT-scan potongan axial memperlihatkan liposarkoma

low-grade di peritoneum

Gambaran CT-scan dengan kontras memperlihatkan malignant fibrous histiocytoma di

retroperitoneal, tampak massa besar (tanda panah) yang terletak di antara aorta dan vena cava inferior
Gambaran MRI dari massa malignant fibrous histiocytoma di paha kiri seorang pasien

laki-laki berusia 47 tahun. Potongan axial dengan kontras memperlihatkan massa yang

besar terletak di otot vastus intermedius

3. Angiografi atas indikasi, yaitu jika terdapat tanda-tanda penekanan pembuluh darah.

4. Foto toraks

Posisi AP & lateral dilakukan untuk mengevaluasi adanya metastasis jauh diindikasikan
pada kasus tumor yang low-grade atau lesi Tl yang high-grade

5. USG hepar / sidik tulang atas indikasi untuk menilai metastasis

III. PATOLOGI ANATOMI

Gambaran patologik subtipe sarkoma jaringan lunak:

 Malignant fibrous histiocytoma (MFH)

Merupakan tumor dewasa tua dengan insiden puncak di dekade 70an. Awalnya, terlihat
massa tanpa nyeri. Predileksi tersering ada di ekstremitas bawah, diikuti dengan
ektremitas atas, dan retroperitoneum.

 Liposarkoma
Tumor pada orang dewasa dengan insiden puncak antara usia 50-65 tahun. Dapat terjadi
di lokasi manapun di tubuh, tetapi yang paling sering terjadi di retroperitoneum.
Liposarkoma berdiferensiasi baik, tak bermetastasis. Liposarkoma sklerosing merupakan
lesi tingkat rendah, myxoid dan liposarkoma sel bulat (lipoblastik) merupakan sarkoma
tingkat rendah hingga menengah. Liposarkoma fibroblastic dan pleomorfik merupakan
lesi tingkat tiinggi.

 Leimiosarkoma dapat muncul dimana saja, tetapi lebih dari setengah berlokasi di
uterus, retroperitoneum, atau region intraabdominal. Dapat juga terjadi di struktur
vascular yang besar sehingga menyumbat aliran darah, tempat yang sering adalah
arteri pulmonalis (manifestasi klinis menyerupai emboli pulmonal).

 Sinoviosarkoma sering terjadi di sendi lutut. Tak seperti yang lainnya, lesi disertai rasa
nyeri.

 Rabdomiosarkoma adalah tumor ganas otot lurik. Dibagi menjadi, pleomorfik,


alveolar, embrional, dan botryoid. Rabdomiosarkoma pleomorfik biasanya terjadi di
ekstremitas, pada usia 30 tahun. Bersifat anaplastic. Angka survival 5 tahun mencapai
25%. Tipe alveolar bersifat agresif, meyerang dewasa muda. Survival rate 5 tahun
mencapai 10%. Rabdomiosarkoma embrional muncul di kepala dan leher, terutama di
daerah orbita. Menyerang bayi dan anak-anak, insiden puncak usia 4 tahun. Tumor ini
, yang paling sensitive terhadap kemoterapi. Angka kesembuhannya tinggi dengan
terapi kombinasi. Tipe botryoid memiliki penampilan sperti massa polipoid dengan
predileksi di daerah genital dan traktus urinarius. Terjadi pada anak dengan usia rata-
rata 7 tahun.

IV. BIOPSI

Hasil pemeriksaan patologi anatomi dapat memberikan gambaran subtipe histologis,


grade, dan penilaian batas-batas tumor. Biasanya dianjurkan biopsi yang minimal invasif
terlebih dahulu untuk diagnostik histologis definitif dan penilaian stadium.
- Tidak dianjurkan pemeriksaan Fine-needle aspiration (FNA/sitologi). Pemeriksaan
FNA ini tidak layak pada SJL, karena tidak dapat menentukan grading, dan adanya
spindle cdell yang bentuknya memanjang jadi tidak bisa tersedot semuanya.

- Sebaiknya dilakukan core needle biopsy atau trucut biopsy dan lebih dianjurkan
untuk dilakukan biopsi terbuka, yaitu bila ukuran tumor  3 cm dilakukan biopsi
eksisi dan bila > 3 cm dilakukan biopsi insisi.

Potongan melintang dari sarkoma jaringan lunak pada paha

Massa (tanda panah) menginfiltrasi otot skelet dan jar .tulang (femur)

V. KLASIFIKASI STADIUM SARKOMA JARINGAN LUNAK


Penentuan stadium dilakukan sesuai sistem American Joint Committee on Cancer Staging
(AJCC) dan International Union Against Cancer (IUCC) edisi ke-6 tahun 2002. Sistem ini
menyusun kriteria mencakup grade, ukuran, dan lokasi relatif terhadap fasia otot, status nodus,
dan metastasis jauh yang diinvasi oleh tumor.

 Tumor primer (T)

Tx : tumor tidak dapat diukur

T0 : tidak terdapat tumor

T1 : tumor berukuran  5 cm

 T1a : tumor terletak di atas / superfisial dari fasia muskular

 T1b : tumor terletak di bawah / profunda dari fasia muskular

T2 : tumor berukuran >5 cm

 T2a : tumor terletak di atas / superfisial dari fasia muskular

 T2b : tumor terletak di bawah / profunda dari fasia muscular

 Kelenjar limfe regional (N)

NX : kelenjar limfe regional tidak dapat diperiksa

N0 : tidak terdapat metastase ke kelenjar limfe regional

N1 : terdapat metastase ke kelenjar limfe regional

 Metastase jauh (M)

MX : metastase jauh tidak dapat diketahui

M0 : tidak terdapat metastase jauh

M1 : terdapat metastase jauh

 Histopatologic Grade (G)


Berdasarkan pemeriksaan histologis, maka SJL ditentukan
derajatkeganasannya. Penilaian ditentukan berdasarkan jumlah mitosis,
derajatselularitas, nuklear pleomorfisme, sel nekrosis, dan neo vaskularisasi

Gx : grade tidak dapat diketahui

G1 : diferensiasi baik

G2 : diferensiasi sedang

G3 : diferensiasi jelek

G4 : undifferentiated

 Penentuan stadium (Staging)

Stage G T N M

Stadium I a G1-2 T1a-b NO MO

Stadium I b G1-2 T2a NO MO

Stadium II a G1-2 T2b NO MO

Stadium II b G3-4 T1a-1b NO MO

Stadium II c G3-4 T2a NO MO

Stadium III G3-4 T2b NO MO

Stadium IV Any G Any T N1 MO

Any G Any T NO Ml

 Klasifikasi
Sarkoma terbagi atas sarkoma jaringan lunak (soft tissue sarcoma) dan sarkoma tulang
atau osteosarkoma (bone sarcoma). Menurut diferensiasinya, sarkoma jaringan lunak dapat
dilihat pada tabel berikut:

No. Jaringan Asal Bentuk Maligna

1. Fibrous Fibrosarcoma

2. Fibrohistiocytic Malignat fibrous histiocytoma

3. Lipomatous Liposarcoma

4. Smooth muscle Leimyosarcoma

5. Skeletal muscle Rhabdomyosarcoma

6. Blood vessel Angiosarcoma

7. Lymph vessel Lymphangiosarcoma

8. Perivascular Malignant hemangio pericytoma

9. Synovial Synovial sarcoma

10. Paraganglionic Malignant paragnglioma

11. Mesothelial Malignant schwannoma

12. Extra skeletal cartilaginous Extraskeletal chondrosarcoma


and osseus
Extraskeletal osteosarcoma

13. Pluripotential mesenchymal Malignant mesechymoma

14. Neural - Neuroblastoma

- Extraskeletal Ewing’s sarcoma


15. Miscellaneous - Alveolar soft part sarcoma

- Epithelioid sarcoma

- Malignant extra renal rhabdoid tumor

- Desmoplastic small cell tumor

Klasifikasi ini penting untuk mengenali sifat dan perilaku masing-masing jenis sarkoma
dan suseptibilitasnya terhadap terapi. Perangai biologik penyebaran SJL biasanya hematogen ke
organ-organ misalnya paru, otak, dan tulang. Pola metastase berbeda pada masing-masing
subtipe sarkoma, misalnya beberapa jenis sarkoma jaringan lunak seperti sarkoma epiteloid,
clear-cell sarcoma, angiosarkoma, dan rhabdomyosarkoma memiliki resiko yang besar untuk
terjadinya metastasis ke kelenjar limfe regional. Lebih dari 50% kasus SJL bermetastasis
pertama kali ke paru, kecuali myxoid liposarcoma yang cenderung bermetastasis ke jaringan
lunak termasuk ke retroperitoneum.

Dari beberapa penelitian didapatkan presentasi rata-rata kejadian metastasis ke kelenjar


limfe hanya sejumlah 2,7%, angka ini lebih tinggi pada angiosarcoma (13,5%), embryonal
rhabdomyosarcoma (13,6%) dan epiteloid sarcoma (16,7%).

C. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan tergantung dari diagnosa spesifik dan stadium sarkoma jaringan lunak,
tujuannya untuk mengeliminasi tumor primer dan metastasisnya.

I. PEMBEDAHAN
Tipe reseksi bedah ditentukan oleh lokasi tumor, ukuran tumor, kedalaman invasi, dan
keterlibatan struktur sekitar, kebutuhan untuk skin graft, atau kemampuan rekonstruksi jaringan,
kondisi pasien.

Untuk sarkoma pada ekstremitas, harus menggunakan pendekatan multidisiplin, termasuk


penggunaan reseksi dengan margin negative ditambah dengan radioterapi yang menghasilkan
angka control hingga 90%. Sarkoma jaringan lunak memiliki pseudokapsul, penting untuk tak
memotongnya karena berhubungan dengan rekurensi. Lokal kontrol dari sarkoma jaringan lunak
memerlukan reseksi dengan tepi dari jaringan normal. Untuk sarkoma tingkat rendah (selain
epiteloid) seminimal mungkin memiliki tepi yang bersih dari sarkoma sebanyak 1 cm.
Sedangkan untuk, tingkat tinggi, jarak yang diperlukan adalah 4 cm. Untuk tumor yang berada
dibagian tengah otot, tujuan dapat dicapai dengan membuang atau mengangkat seluruh bagian
dari origo hingga insersio, yang mana menyebabkan morbiditas fungsi dan kosmetik. 3% dari
sarkoma jaringan lunak pada ekstremitas terjadi pada bagian yang dalam dan hanya setengahnya
yang bias diterapi dengan reseksi bagian tersebut atau miektomi primer.

Figure 23.15 Compartmentectomy. The diagram illustrates the wide surgical


excision of soft tissue situated, in this case, in the rectus femoris.
Pengelolaan sarkoma jaringan luunak di daerah ekstremitas sedapat mungkin haruslah
dengan tindakan “limb-sparing operation” dengan atau tanpa terapi ajuvan (radiasi atau
kemoterapi). Tindakan amputasi harus ditempatkan sebagai pilihan terakhir. Pada pasien dengan
tumor yang tak dapat direseksi dengan prosedur limb-sparing dan penyelamatan fungsi < 5%,
amputasi merupakan pilihannya.1,7. Untuk sarkoma tingkat tinggi pada kaki, amputasi di bawah
lutut dibutuhkan, sedangkan pada panggul dilakukan hemipelvitomi.

II. RADIOTERAPI

Radioterapi digunalan untuk terapi primer untuk mencegah kekambuhan sarkoma dan
mengurangi efek dari operasi definitive.

External Beam Radiation Therapy (EBRT) merupakan radiasi yang paling sering
digunakan saat lebih mudah digunakan dibandingkan dengan brachytherapy (implantasi
radioaktif yang bersifat sementara di dasar tumor). Keduanya menunjukkan penurunan resiko
kekambuhan, tapi ERBT meingkatkan control lokal dari sarkoma tingkat rendah.

. Tumor dengan ukuran kecil (≤ 5 cm) tidak berhubungan dengan kekambuhan sehingga
radioterapi tidak terlalu diperlukan Batas radiasi yang standar adalah 5-7 cm. Radioterapi
preoperasi menggunakan dosis 50 Gy diberikan dalam 25 fraksi. Rencana radioterapi post
operatif didasarkan oleh tingkat tumor, penilaian terhadap tepi yang dibedah, dan pilihan
institusi. Dosis post operatif yang digunakan 60-70 Gy.

III. KEMOTERAPI

Ajuvan

Penelitian menunjukkan kemoterapi gagal menunjukkan peningkatan kesembuhan


pasien. Meta analisis dari 14 penelititan doxorubicin menunjukkan peningkatan free-
survival rate, tetapi angka absolut dari semuanya yang dapat meningkatkan survival
hanya 4 %.
Neoajuvan (preoperative kemoterapi)

Angka rasional penggunaan neoajuvan hanya 30-50% yang berspon terhadap


kemoterapi standar. Neoajuvan memperlihatkan onkologis untuk mengidentifikasi pasien
yang berspon terhadap kemoterapi. Pendekatan penatalaksaan nya adalah kombinasi
kemoterapi sistemik dengan radiosensitisasi, EBRT. Penggunaan kemoterapi, radiasi, dan
pembedahan , dan rehabilitasi membutuhkan waktu 6-9 bulan.

D. PROGNOSIS

Sarkoma jaringan lunak tergolong keganasan yang relatif jarang ditemukan. Dari
semua jenis kanker yang ada, insiden kanker ini 2 dari 100.000,mendekati angka 1%,
hampir 50% meninggal akibat penyakit tersebut. Lebih dari separuh pasien datang
pertama kali karena keluhan adannya massa atau pembesaran tanpa rasa nyeri dengan
predileksi terbanyak di ekstremitas.

Penatalaksanaan tergantung dari diagnosa spesifik dan stadium sarkoma jaringan


lunak, tujuannya untuk mengeliminasi tumor primer dan metastasisnya. Untuk sarkoma
pada ekstremitas, harus menggunakan pendekatan multidisiplin. Radioterapi digunakan
untuk terapi primer untuk mencegah kekambuhan sarkoma dan mengurangi efek dari
operasi definitif. Angka rasional penggunaan neoajuvan hanya 30-50% yang berespon
terhadap kemoterapi standar

You might also like