You are on page 1of 20

TIPOLOGI BANGUNAN

MENGIDENTIFIKASI TIPOLOGI SUATU KAWASAN TERPILIH

OLEH :

MAURA BINTANG LESTARI

1615012011

DOSEN PEMBIMBING : 1. Agung Cahyo N., S.T., M.T.

2. Dini Hardila, S.T., M.T.

PRODI S1 ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

T.A. 2018/2019
BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Bandar Lampung merupakan salah satu kota yang sedang berkembang di


Indonesia dengan segala fasilitas dan infrastrukturnya, dua diantaranya
adalah pasar dan mall. Dalam percakapan sehari-hari, tipologi suatu pasar
selalu dihubungkan dengan tempat/bangunan yang di dalamnya berkumpul
banyak penjual dan pembeli untuk memperjualbelikan berbagai barang.
Pengertian tersebut merupakan pengertian pasar secara konkret. Menurut
ilmu ekonomi, pasar lebih dihubungkan dengan kegiatan, bukan tempat.
Alasannya, tempat untuk bertemunya penjual dan pembeli bisa di mana saja.
Mereka bisa bertemu di toko, di dalam bus, di pinggir jalan, dan di warung
makan. Berarti yang membedakan pasar dan bukan pasar adalah kegiatan
yang dilakukan. Kegiatan yang dilakukan oleh penjual dan pembeli dalam
pasar adalah transaksi jual beli.

Tipologi yang ada kemudian dikaitkan dengan kemajuan teknologi yang


berkembang saat ini, yaitu internet. Sekarang banyak sekali orang – orang
yang melakukan transaksi tidak secara fisik melainkan melalui fasilitas
teknologi yang ada. Dengan dilakukannya analisis maka diharapkan kita
dapat mengetahui tipologi dari suatu pasar.

2. RUMUSAN MASALAH
a. Tipologi apakah yang digunakan pada kawasan Pasar Tengah ?
b. Bagaimanakah tipologi ke -1 yang dipakai pada toko furniture yang ada
di Pasar Tengah?
3. TUJUAN DAN SASARAN

Tujuan

Mengidentifikasi tipologi arsitektur pada toko furniture yang ada di Pasar


Tengah berdasarkan teori tipologi ke – 1 yang dikemukakan oleh Aanthony
Vidler

Sasaran

Mengetahui dan memahami tipologi suatu kawasan dengan pemahaman


teori tipologi ke – 1 oleh Anthony Vidler.

4. LINGKUP PEMBAHASAN
Adapun batasan masalah yang ditetapkan dalam laporan ini adalah hanya
berfokus pada kawasan Pasar Tengah (Bandar Lampung) sebagai objek dan
sumber data pembuatan laporan.

5. METODOLOGI PEMBAHASAN
Metode pembahasan yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu
menguraikan dan menjelaskan data kemudian dianalisa untuk mendapatkan
suatu kesimpulan. Pengumpulan data diperoleh dengan cara :
a. Studi Literatur
Mengumpulkan semua referensi dan data – data terkait yang nantinya
akan menjadi arahan dan panduan dalam menganalisis tipologi yang
digunakan.
b. Survey kawasan
Mengenali site dengan cara meninjau secara langsung untuk mengetahui
karakter site berkaitan dengan analisis kawasan dan analisis bangunan.
c. Analisis Data
Menganilisi seluruh data baik data literatur maupun data lapangan
terkait dengan kebutuhan sarana dan prasarana yang dibutuhkan, standar
– standar yang ada sehingga dapat menentukan jenis tipologi yang
digunakan.
d. Penemuan tipologi kawasan
Mengolah data yang telah didapatkan dari suervey kawasan dan analisis
data untuk menemukan topologi bangunan yang digunakan yang
kemudian akan dijadikan acuan dalam menentukan tipologi selanjutnya.

6. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
BAB I PENDAHULUAN
BAB ini brisi tentang latar belakang masalah, rumushan masalah,
tujuan dan sasaran, lingkup bahasan, dan metodologi peneliatian dan
sistematika pembahasan terkait teori dan lokasi amatan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB ini memuat uraian tentang tinjauan pustaka dan teori relevan
yang terkait dengan teori tipologi menurut Anthony Vindler.
BAB III GAMBARAN KAWASAN TERPILIH
BAB ini berisi data – data terkait kawasan yang terpilih, yaitu
sejarah kawasan, data umum kawasan dan data – data lapangan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB ini berisi tentang hasil dan pembahasan permasalahan terkait


kawasan yang terpilih.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. KAJIAN LITERATUR
a. Pengertian tipologi
Tipologi adalah suatu studi yang berkaitan dengan tipe dari beberapa
objek yang memiliki jenis yang sama. Tipologi merupakan sebuah
bidang studi yang mengklasifikasikan, mengkelaskan,
mengelompokkan objek dengan ciri khas struktur formal yang sama
dan kesamaan sifat dasar ke dalam tipe-tipe tertentu dengan cara
memilah bentuk keragaman dan kesamaan jenis. Aspek klasifikasi
dalam pengenalan tipologi mengarah pada usaha untuk
mengklasifikasikan, mengkelaskan, mengelompokkan objek
berdasarkan aspek-aspek/kaidah-kaidah tertentu. Aspek-aspek yang
dapat diklasifikasikan dapat berupa fungsi, bentuk, maupun gaya.
Tipologi merupakan ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang
berkaitan dengan tipe. Arti kata ‘tipe’ sendiri berasal dari bahasa
Yunani typos yang berarti ‘the root of…’, atau dalam bahasa
Indonesia diartikan sebagai ‘akar dari…’(Loekito, 1994). Moneo
(1976) dalam Loekito (1994), secara konsepsional mendefinisikan
tipologi sebagai sebuah konsep yang mendeskripsikan sebuah
kelompok obyek atas dasar kesamaan karakter bentuk-bentuk
dasarnya.

b. Pengertian tipologi menurut Anthony Vidler


Tipologi bangunan adalah sebuah studi/ penyelidikan tentang
penggabungan elemen-elemen yang memungkinkan untuk
mencapai/ mendapatkan klasifikasi organisme arsitektur melalui
tipe-tipe. Klasifikasi mengindikasikan suatu perbuatan meringkas/
mengikhtiarkan, yaitu mengatur penanaman yang berbeda, yang
masing-masing dapat diidentifikasikan, dan menyusun dalam kelas-
kelas untuk mengidentifikasikan data umumnya dan memungkinkan
membuat perbandingan-perbandingan pada kasus-kasus khusus.
Klasifikasi tidak memperhatikan suatu tema pada suatu saat tertentu
(rumah, kuil, dsb.) melainkan berurusan dengan contoh-contoh
konkrit dari suatu tema tunggal dalam suatu periode atau masa yang
terikat oleh ke-permanen-an dari karakteristik yang tetap/ konstan.

c. Alasan pentingnya tipologi dalam arsitektur


Tiga alasan pentingnya tipologi dalam arsitektur, yaitu antara lain
(Aplikawati 2006:13):
1. Membantu proses analisis terhadap objek arsitektur yang sudah
ada (dalam hal ini berfungsi sebagai penggambaran objek);
2. Berfungsi sebagai media komunikasi, dalam hal ini terkait
dengan transfer pengetahuan; dan
3. Membantu kepentingan proses mendesain (membantu
menciptakan produk baru).

Tipologi arsitektur dibangun dalam bentuk arsip dari ”given tipes”,


yaitu bentuk arsitektural yang disederhanakan menjadi bentuk
geometrik. ”Given tipes” dapat berasal dari sejarah, tetapi dapat juga
bersal dari hasil penemuan yang baru (Palasello dalam Sulistijowati
1991:13). Menurut Sulistijowati (1991:12), pengenalan tipologi
akan mengarah pada upaya untuk ”mengkelaskan”,
mengelompokkan atau mengklasifikasikan berdasar aspek atau
kaidah tertentu. Aspek tersebut antara lain:

1. Fungsi (meliputi penggunaan ruang, struktural, simbolis, dan


lain-lain);
2. Geometrik (meliputi bentuk, prinsip tatanan, dan lain-lain); dan
3. Langgam (meliputi periode, lokasi atau geografi, politik atau
kekuasaan, etnik dan budaya, dan lain-lain).

Dalam pandangan Krier (2001), wajah bangunan menyampaikan


keadaan budaya saat bangunan tersebut dibangun, wajah bangunan
mengungkap kriteria tatanan dan penataan, dan berjasa dalam
memberikan kemungkinan dan kreativitas dalam ornamentasi dan
dekorasi. Krier (2001) mempertegas pendapatnya, bahwa muka
bangunan merupakan wajah bangunan yang memamerkan
keberadaan sebuah bangunan kepada publik. Muka bangunan
dibentuk oleh dimensi, komposisi, serta ragam hias. Komposisi
muka bangunan mempertimbangkan persyaratan fungsional pada
dasarnya berkaitan dengan kesatuan proporsi yang baik, harmonis,
dan selaras, penyusunan elemen horizontal dan vertikal yang
terstruktur, bahan, warna, dan elemen dekoratif lainnya. Hal lainnya
tidak kalah penting untuk mendapatkan perhatian lebih adalah
proporsi bukaan, ketinggian bangunan, prinsip perulangan,
keseimbangan komposisi yang baik, serta tema yang tercakup ke
dalam variasi.

Selanjutnya menurut Krier (2001), wajah bangunan juga


menceritakan dan mencerminkan kepribadian penghuni
bangunannya, memberikan semacam identits kolektif sebagai suatu
komunitas bagi mereka, dan pada puncaknya merupakan
representasi komunitas tersebut dalam publik. Aspek penting dalam
wajah bangunan adalah pembuatan semacam pembedaan antara
elemen horizontal dan vertikal, dimana proporsi elemen tersebut
harus sesuai terhadap keseluruhannya. Setelah prinsip penyusunan
wajah bangunan ini, kondisi konstruksi dapat dibuat terlihat,
misalnya artikulasi vertikal pada tiang sebagai penyangga.
Penggunaan elemen-elemen naratif seperti balok jendela untuk
mempertegas independensi jendela, teritisan yang menghasilkan
bayangan, bahan-bahan yang menonjolkan massa juga dapat
digunakan (Krier,2001). Pendapat Lippsmeier (1980:74-90)
mempertegas lagi mengenai elemen wajah bangunan dari sebuah
bangunan yang sekaligus merupakan komponen-komponen yang
mempengaruhi wajah bangunan adalah: 1. Atap; 2. Dinding; dan 3.
Lantai.
Elemen-elemen pendukung wajah bangunan menurut Krier (2001),
antara lain adalah sebagai berikut:
1. Pintu, pintu memainkan peranan penting dan sangat
menentukan dalam menghasilkan arah dan makna yang tepat
pada suatu ruang. Ukuran umum pintu yang biasa digunakan
adalah perbandingan proporsi 1:2 atau 1:3. ukuran pintu selalu
memiliki makna yang berbeda, misalnya pintu berukuran
pendek, digunakan sebagai entrance ke dalam ruangan yang
lebih privat. Skala manusia tidak selalu menjadi patokan untuk
menentukan ukuran sebuah pintu. Contohnya pada sebuah
bangunan monumental, biasanya ukuran dari pintu dan bukaan
lainnya disesuaikan dengan proporsi kawasan sekitarnya. Posisi
pintu ditentukan oleh fungsi ruangan atau bangunan, bahkan
pada batasan-batasan fungsional yang rumit, yang memiliki
keharmonisan geometris dengan ruang tersebut. Proporsi tinggi
pintu dan ambang datar pintu terhadap bidang-bidang sisa pada
sisi-sisi lubang pintu adalah hal yang penting untuk
diperhatikan. Sebagai suatu aturan, pengaplikasian sistem
proporsi yang menentukan denah lantai dasar dan tinggi sebuah
bangunan, juga terhadap elemen-elemen pintu dan jendela.
Alternatif lainnya adalah dengan membuat relung-relung pada
dinding atau konsentrasi suatu kelompok bukaan seperti pintu
dan jendela;

2. Jendela, jendela dapat membuat orang yang berada di luar


bangunan dapat membayangkan keindahan ruangan-ruangan
dibaliknya, begitu pula sebaliknya. Albert (tt) dalam Krier
(2001), mengungkapkannya sebagai berikut: “...dari sisi
manapun kita memasukkan cahaya, kita wajib membuat bukaan
untuknya, yang selalu memberikan kita pandangan ke langit
yang bebas, dan puncak bukaan tersebut tidak boleh terlalu
rendah, karena kita harus melihat cahaya dengan mata kita, dan
bukanlah dengan tumit kita: selain ketidaknyamanannya, yaitu
jika seseorang berada di antara sesuatu dan jendela, cahaya
akan terperangkap, dan seluruh bagian dari sisa ruangan akan
gelap...” Pada beberapa masa, valuasi dan makna dari tingkat-
tingkat tertentu diaplikasikan pada rancangan jendelanya.
Susunan pada bangunan-bangunan ini mewakili kondisi-kondisi
sosial, karena masing-masing tingkat dihuni oleh anggota dari
kelas sosial yang berbeda.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan jendela pada
wajah bangunan, antara lain adalah sebagai berikut:
Proporsi geometris wajah bangunan; - Penataan komposisi, yaitu
dengan pembuatan zona wajah bangunan yang terencana; -
Memperhatikan keharmonisan proporsi geometri; - Jendela
memberikan distribusi pada wajah bangunan, oleh karena itu,
salah satu efek atau elemen tertentu tidak dapat dihilangkan atau
bahkan dihilangkan; dan - Jendela dapat bergabung dalam
kelompok-kelompok kecil atau membagi wajah bangunan
dengan elemen-elemen yang hampir terpisah dan membentuk
simbol atau makna tertentu;
3. Dinding, keberadaan jendela memang menjadi salah satu unsur
penting dalam pembentukan wajah bangunan bangunan, akan
tetapi dinding juga memiliki peranan yang tidak kalah
pentingnya dengan jendela, dalam pembentukan wajah
bangunan. Penataan dinding juga dapat diperlakukan sebagai
bagian dari seni pahat sebuah bangunan, bagian khusus dari
bangunan dapat ditonjolkan dengan pengolahan dinding yang
unik, yang bisa didapatkan dari pemilihan bahan, ataupun cara
finishing dari dinding itu sendiri, seperti warna cat, tekstur, dan
juga tekniknya. Permainan kedalaman dinding juga dapat
digunakan sebagai alat untuk menonjolkan wajah bangunan;
4. Atap, jenis atap ada bermacam-macam. Jenis yang sering
dijumpai saat ini adalah atap datar yang terbuat dari beton cor
dan atap miring berbentuk perisai ataupun pelana. Secara umum,
atap adalah ruang yang tidak jelas, yang paling sering
dikorbankan untuk tujuan eksploitasi volume bangunan. Atap
merupakan mahkota bagi bangunan yang disangga oleh kaki dan
tubuh bangunan, bukti dan fungsinya sebagai perwujudan
kebanggaan dan martabat dari bangunan itu sendiri.

Secara visual, atap merupakan sebuah akhiran dari wajah


bangunan, yang seringkali disisipi dengan loteng, sehingga atap
bergerak mundur dari pandangan mata manusia. Perlunya bagian
ini diperlakukan dari segi fungsi dan bentuk, berasal dari
kenyataan bangunan memiliki bagian bawah (alas) yang
menyuarakan hubungan dengan bumi, dan bagian atas yang
memberitahu batas bangunan berakhir dalam konteks vertikal;
dan

5. Sun Shading/Luifel, wajah bangunan memerlukan


perlindungan dari cuaca dan iklim, oleh karena itu perlu adanya
penggunaan ornamen atau bentukan-bentukan yang dapat
melindungi wajah bangunan dari kedua faktor tersebut.
Ornamen tersebut dapat berupa sun shading yang biasanya
diletakkan di bagian atas wajah dan bukaan-bukaan yang ada
pada wajah bangunan. Sun shading juga dapat menimbulkan
efek berupa bayangan pada wajah bangunan yang dapat
menjadikan wajah bangunan terlihat lebih indah.

c. Pengertian Pasar
Pasar adalah tempat bertemunya pembeli dan penjual untuk
melakukan transaksi jual beli barang atau jasa. Menurut ilmu
ekonomi, pasar berkaitan dengan kegiatannya bukan tempatnya. Ciri
khas sebuah pasar adalah adanya kegiatan transaksi atau jual beli.
Para konsumen datang ke pasar untuk berbelanja dengan membawa
uang untuk membayar harganya. Stanton, mengemukakan
pengertian pasar yang lebih luas. Pasar dikatakannya merupakan
orang-orang yang mempunyai keinginan untuk puas, uang untuk
berbelanja, dan kemauan untuk membelanjakannya. Jadi, dalam
pengertian tersebut terdapat faktor-faktor yang menunjang
terjadinya pasar, yakni: keinginan, daya beli, dan tingkah laku dalam
pembelian.
BAB III
GAMBARAN UMUM KAWASAN

1. PROFIL SINGKAT KAWASAN PASAR TENGAH


Pasar Tengah sudah bediri sejak tahun 80an yang dulunya merupakan pasar
tradisional yang induknya adalah UPT Pasar Bawah yang lama – kelamaan
banyak orang menyebutnya dengan sebutan Pasar Tengah karena lokasinya
yang berada di tengah – tengah, yang sebenarnya merupakan gabungan dari
Pasar Bawah. Berikut bagian – bagian dari Pasar Tengah, yakni :

No. Bagian Pasar Lokasi


1. Barat Jl. Kartini, Kec. Tj. Karang Pusat
2. Timur Jl. Raden Intan, Kec. Tj. Karang Pusat
3. Utara Jl. Kartini dan Jl. Raden Intan, Kec. Tj.
Karang Pusat

Luas wilayah Pasar tengah sekitar 500 M dari Jl. Kartini sampai dengan Jl.
Raden Intan, 750 M dari kantor POS sampai Jl. Pemuda, 1000 M dari Jl.
Kartini sampai Jl. Kotaraja.

Kemudian adanya pasar tengah juga dilatarbelakangi adanya Penataan


kawasan pasar di Kota Bandar Lampung. Pasar-pasar di kota Bandar
Lampung (Terutama Pasar Tradisional) sebagian besar mengalami ketidak
seimbangan antara sarana dan prasarana pasar dengan tuntutan
kebutuhan pelayanan bagi para “pengguna Pasar” (pedagang, pembeli
dan pengunjung).

Hal ini berdampak pada penyalahgunaan fasilitas umum (ruang publik)


disekitar pasar untuk kegiatan sektor informasi (PKL) yang pada akhirnya
menimbulkan persoalan kebersihan, ketertiban, keindahan, dan keamanan
serta kenyamanan kota. Kemudian adanya kebijakan pemerintah merespon
tuntutan kebutuhan masyarakat akan terciptanya kawasan pasar yang
bersih, tertib, indah, aman dan nyaman. Dasar Hukum Penataan
Kawasan Pasar di Kota Bandar lampung:
 Peraturan Presiden No. 112 Tahun 2007 tentang penataan dan
pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan Toko modern.
 Perda Kota Bandar Lampung No. 10 Tahun 1989 tentang pengaturan
dan pembinaan pedagang kaki lima.
 Perda Kota Bandar Lampung No. 08 tahun 2000 tentang Pembinaan
umum, ketertiban, kebersihan, dan keapikan dalam wilayah kota Bandar
Lampung.
 Keputusan Walikota Bandar Lampung
No.331/02.2/HK/2011 tentang pembentukan tim penataan
pedagang kaki lima (PKL) dalam wilayah kota Bandar Lampung.

Kemudian, para pedagang kaki Lima (PKL) yang berada dikawasan


Pasar Bawah/Pasar Tengah direlokasi ke Terminal Ramayana dengan
tujuan untuk mengembalikan fungsi jalan dikawasan Pasar.
BAB IV

HASIL ANALISIS

1. Jenis Objek yang Diamati

Jenis objek yang diamati adalah toko furniture yang ada di kawasan Pasar
Tengah. Toko furniture adalah toko yang menyediakan dan menjual
berbagai kebutuhkan perabot rumah tangga, biasanya barang yang dijual
adalah kasur, lemari, kursi, meja, dll.

2. Ciri Ruang Berdasarkan Tipologi ke – 1


a. Bentuk Bangunan
Bentuk bangunan toko furniture yang diamati memiliki bentukan massif
berupa rumah toko (riko), yang terbentuk dari dinding – dinding beton
yang massif yang bersifat permanen.
Bangunan ruko yang diamati adalah ruko tiga lantai yang merupakan
penggabungan dari dua ruko yang dijadikan satu.

b. Fungsi Bangunan
Bangunan ruko ini berfungsi sebagai tempat usaha di lantai satu dan
tempat tinggal di lantai dua.

c. Batas antar Bangunan

Antar bangunan satu dan bangunan lainnya dibatasi oleh dinding


bangunan itu sendiri dan bangunan yang bersebarangan dibatai oleh
adanya sikulasi (jalan).

d. Material bangunan
Pada bangunan toko furniture material yang digunakan antara lain :
 Dinding : Dinding bata plester yang kemudian ditutup
menggunakan cat.
 Plafond : Plafond menggunakan triplek
 Pintu : Pintu pada lantai satu menggunakan rolling door
yang umum digunakan pada ruko. Pada lantai dua menggunakan
pintu dengan tinggi 180cm.
 Jendela : Pada lantai dua jendela menggunakan lis
alumunium berbentuk kotak dengan gaya arsitekut modern.
Berdasarkan amatan jendela telah mengalami modifikasi,
sebelumnya jendela berbentuk sirap – sirap. Sedangkan pada
lantai tiga menggunakan kaca nako.
e. Struktur
 Dinding : Menggunakan dinding struktur diseluruh bagian
dinding.
 Atap : Menggunakan dak beton.
 Pondasi : Menggunakan strauss pile.

f. Atap
Pada bangunan toko furbiture yang diamati menggunakan atap dak
3. KOMPONEN PENYUSUN FASAD

Komponen yang menyusun fasad pada bangunan adalah rolling door yang
difungsikan sebagai pintu. Pada lantai dua terdapat jendela yang lis nya
menggunakan alumunium dan pada lantai tiga menggunakan kaca nako,
serta terdapat tralis besi yang mencerminkan ciri khas tionghoa.

Secara keseluruhan bangunan toko menggunakan arsitektur nusantara yang


dipengaruhi oleh kebudayaan tionghoa. Kaca nako merupakan ciri dri
arsitektur tradisional sedangan trails besi yang digunakan merupakan ciri
dari arsitekur tionghoa.

4. LUAS BANGUNAN DAN ZONING

Luas bangunan toko furniture yang diamati untuk satu 16x12 meter.

Berikut adalah zoning lantai bangunan :


Keterangan :
: Tangga dan toilet
: Kasir
: zona barang – barang
Lantai 2 difungsikan sebagai tempat istirahat sedangkan di lantai 3 ruangan
dikosongkan.
BAB V

PENUTUP

KESIMPULAN

Secara umum ruko memiliki fungsi sebagai tempat usaha sekaligus tempat tinggal
yang dijadikan satu dalam satu bangunan. Secara keseluruhan, bangunan toko
furniture ini telah memnuhi persyaratan sebagai bangunan ruko yang memiliki
fungsi sebagai tempat usaha sekaligus tempat tinggal yang dijadikan satu dalam
sebuah bangunan. dari aspek tipologi dapat disimpulkan bahwa bangunan yang
diamati telah memnuhi kriteria dari tipologi sebuah ruko.
DAFTAR PUSTAKA

http://belajarkreatifhappy.blogspot.com/2018/01/pendahuluan-tipologi-tipe-
berasaldari.html diakses pada 12 Oktober 2018 pada pukul 17.13

http://hermanusyos.blogspot.com/2017/01/tipologi-fungsi-bangunan-rsud-
pasar.html diakses pada 12 Oktober 2018 pada pulu 17.33

You might also like