You are on page 1of 24

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1 Debit Rencana

Debit rencana adalah besarnya debit pada periode ulang tertentu yang

diperkirakan akan melalui bangunan air yang telah direncanakan.

3.1.1. Hujan rerata kawasan

Hujan rerata kawasan adalah curah hujan yang dapat ditangkap pada suatu

daerah tadah hujan yang memiliki lebih dari satu stasiun hujan pada DAS yang

ditinjau. Untuk menentukan tinggi curah hujan rerata pada suatu daerah ini dapat

dilakukan dengan tiga metode yaitu :

a) Metode rerata aritmatik (aljabar)

Metode rerata aritmatik merupakan cara yang paling sederhana dari ketiga

metode dalam penentuan hujan rerata pada suatu daerah tertentu. Penggunaan

metode akan sangat tepat apabila penyebaran stasiun hujan dan distribusi

hujan relatif merata pada seluruh DAS.

b) Metode poligon thiessen

Pada metode ini dianggap bahwa suatu luasan didalam DAS memiliki hujan

yang sama dengan stasiun terdekatnya. Perhitungan curah hujan rerata

metode thiessen memerlukan bobot untuk masing-masing stasiun yang

mewakili luasannya.

10
11

c) Metode isohiet

Metode isohiet merupakan metode yang membutuhkan data dan ketelitian

yang lebih diantara metode lainnya dalam menentukan kedalaman hujan

rerata sauatu daerah.

3.1.2. Pengisian data hujan yang hilang

Data curah hujan sering kali menunjukkan data hilang atau data yang

mengalami kekosongan dalam pencatatannya. Banyak faktor yang menjadi

penyebab hilangnya data, seperti alat pengukur mengalami kerusakan, kesalahan

pada pengamat saat melakukan penctatan dan lain sebagainya. Untuk melengkapi

data hilang tersebut dapat dilakukan pengisian dengan Resiprocal Method atau

metode perbandingan jarak, dengan persamaan sebagai berikut :

12 12
(RA  )  ( RB  )
d xA d xB
Rx  (3-1)
12

dx

Keterangan :

Rx : data hilang yang akan dihitung

RA : curah hujan harian di stasiun A

RB : curah hujan harian di stasiun B

dx : jarak atara stasiun yang diketahui terhadap stasiun yang dicari


12

3.1.3. Uji Korelasi

Uji korelasi merupakan salah satu teknik analisis statistik untuk

mengetahui seberapa besar ketergantungan atau hubungan suatu variabel dengan

variabel lainya. Uji korelasi yang digunakan yaitu korelasi spearman yang terdiri

dari uji ketiadaan trend, uji homogenitas, dan uji persistensi.

a) Uji Ketiadaan trend

Dalam perhitungan ini, digunakan uji ketiadaan trend dengan menggunakan

Uji Korelasi Peringkat dengan Metode Spearman. Langkah – langkah

pengujian adalah sebagai berikut :

1. Perumusan H0 : data tidak mempunyai trend

(Rt dan Tt independen, tidak saling tergantung)

2. Perumusan H1 : data mempunyai trend

3. Derajat kepercayaa (α) : 0,05

4. Statistik uji : koefisien korelasi peringkat Spearman, uji t

n
6 dt
2

KP = 1  i l
; Rt – Tt = dt (3-2)
n n
3

5. Hitung nilai t

1
n2 2
t = KP  (3-3)
1  KP 
2

Keterangan :

KP : koefisien korelasi
13

t : nilai distribusi t, dengan dk = n – 2

Tt : peringkat dari tahun terkecil sampai dengan terbesar

Rt : peringkat curah hujan dari yang terbesar sampai

dengan yang terkecil

dt : selisih antara Rt dan Tt

6. Penarikan kesimpulan

Pembacaan t tabel dilakukan dengan cara menentukan derajat kebebasan

terlebih dahulu, dengan rumus: Dk = n – 2. Kemudian dilakukan

pembacaan t, nilai t yang dibaca menyesuaikan nilai α = 0,05 dan pada

pembacaan nilai t dilakukan dalam dua arah, sehingga t yang dibaca

adalah = 1 – 0,05/2 = 0,975. Dari nilai t hitung yang didapat, kemudian

dibandingkan terhadap t tabel.

b) Uji Homogenitas (stasioner)

Uji homogenitas dilakukan untuk menguji kesetabilan data. Pengujian

dimulai dengan membagi data menjadi dua kelompok kemudian dilanjutkan

dengan uji kesetabilan varian dan uji kesetabila nilai rata-rata.

1. Kestabilan varian (F test)

Perumusan H0 : varian stabil

Perumusan H1 : varian tidak stabil

Derajat kepercayaan (α) : 0.05

Penentuan statistik uji dan daerah kritis :


14

n1 s12 ( n2  1)
F= (3-4)
n2 s 22 (n1  1)

Keterangan :

n1 : jumlah data kelompok 1

n2 : jumlah data kelompok 2

s1 : simpangan baku kelompok 1

s2 : simpangan baku kelompok 2

Penarikan kesimpulan : dk1 = n1 – 1 dan dk2 = n2 – 1

2. Kestabilan rata-rata (t test)

Perumusan H0 : Rata-rata stabil

Perumusan H1 : Rata-rata tidak stabil

Derajat kepercayaan (α) : 0,05 (dua arah)

Hitung t :
__ __
x1  x 2
t= 1
(3-5)
1 1 2
   
 n1 n2 
Keterangan :

x1 : nilai rata-rata kelompok 1

x2 : nilai rata-rata kelompok 2

n1 : jumlah data kelompok 1

n2 : jumlah data kelompok 2


15

Statistik uji :

1
 n s 2  n 2 s 22 2
σ =  1 1  (3-6)
 n1  n2  2 

Keterangan :

n1 : jumlah data kelompok 1

n2 : jumlah data kelompok 2

s1 : simpangan baku kelompok 1

s2 : simpangan baku kelompok 2

3. Penarikan kesimpulan

Pembacaan t tabel dilakukan dengan cara, menentukan derajat kebebasan

terlebih dahulu, dengan rumus : dk1 = n1 + n2 – 2. Kemudian dilakukan

pembacaan t, nilai t yang dibaca menyesuaikan nilai α = 0,05 dan pada

pembacaan nilai dilakukan dalam dua arah, sehingga t yang dibaca adalah

= 1 – 0,05/2 = 0,975. Dari nilai t hitung yang didapat, kemudian

dibandingkan dengan t tabel.

c) Uji Persistensi (keacakan)

Uji persistensi bertujuan untuk mengetahui keacakan data atau sampel.

Persistensi sendiri dapat diartikan sebagai tidak adanya ketergantungan dalam

suatu populasi yang sama.

1. Perumusan H0 : data acak

2. Perumusan H1 : data tidak acak


16

3. Derajat kepercayaan (α) : 0,05 (satu arah)

4. Penentuan statistik uji : koefisien korelasi peringkat Spearman, uji t :

6i l (di ) 2
m

KS = 1  (3-7)
m3  m

5. Hitung t :

1
 m 2 2
t = KS  (3-8)
1  KS 
2

Keterangan :

KS : koefesien korelasi serial

m :n–1

n : jumlah data

di : beda peringkat data ke 1 dan i + 1

t : nilai distribusi t pada derajat kebebasan m–2 dan derajat

kepercayaan tertentu (umumnya dipakai 5% ditolak, atau

95% diterima)

dk :m–2

6. Penarikan kesimpulan

Pembacaan t tabel dilakukan dengan cara, menentukan derajat kebebasan

terlebih dahulu, dengan rumus: Dk = m – 2. Kemudian dilakukan

pembacaan t, nilai t yang dibaca menyesuaikan nilai α = 0,05 dan pada

pembacaan nilai t dilakukan dalam satu arah, sehingga t yang dibaca


17

adalah = 1 – 0,05 = 0,95. Dari nilai t hitung yang didapat, kemudian

dibandingkan terhadap t tabel.

3.1.4 Distribusi data

Menentukan jenis distribusi data dapat menggunakan deviasi standar

(standard deviation) dan varian. Hal ini dikarenakan tidak semua variat sama

dengan nilai reratanya. Untuk itu diperlukan perhitungan koefisien varian,

koefisien kemencengan, dan koefisien kurtosis.

Tabel 3.1 Parameter Statistik


No Distribusi Persyaratan
CS ≈ 0
1 Normal
Ck ≈ 3
CS = C v3  3C v
2 Log Normal
C k  C v8  6C v6  15C v4  16C v2  3
CS = 1,14
3 Gumbel
CK = 5,4
4 Log Pearson III Selain dari nilai di atas
Sumber: Bambang Triatmodjo (2010)

a) Koefisien Varian (CV)

Koefisien Varian merupakan perbandingan antara nilai deviasi standar dan

nilai rata-rata data.

X 
X i
(3-9)
n

S
 (x i  x) 2
(3-10)
n 1

S
CV = __
(3-11)
X
18

Keterangan :

CV : koefisien variasi

S : standar deviasi

X : rata-rata hitung = Hrerata

N : jumlah data hujan (tahun)

b) Koefisien Kemencengan (CS)

Koefisien kemencengan adalah suatu asimetri yang dihasilkan oleh suatu

distribusi..

__ 3
n
a=
(n  1)(n  2)
 i
X  X (3-12)

a
CS = (3-13)
S3

c) Koefisien Kurtosis (CK)

Koefisien kurtosis adalah pengukuran terhadap keruncingan kurva distribusi

yang terbagi menjadi tiga jenis yaitu mesokurtis (tidak begitu runcing dan

datar), leptokurtis (memiliki puncak yang sangat runcing), dan platikurtis

(puncak yang lebih datar).

n2 __
CK =
(n  1)(n  2)(n  3) S 4
 ( Xi  X ) 4 (3-14)
19

3.1.5. Uji kebaikan suai (chi-kuadrat)

Uji kebaikan suai bertujuan untuk menentukan apakah persamaan

distribusi yang dipilih sudah sesuai dengan data yang ada.

X2 
 (Oi  Ei) 2

(3-15)
Ei

Keterangan :

X2 : parameter chi-kuadrat terhitung

G : jumlah sub-kelompok

Oi : jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok ke-i

Ei : jumlah nilai teoritis pada sub kelompok ke-i

3.1.6. Perhitungan nilai hujan rencana

a) Tentukan logaritma dari semua nilai X (curah hujan)

Xi =
 Xi (3-16)
n

b) Tentukan nilai standar deviasi dari (S)

2
S =
 ( x  x) 2

(3-17)
n 1

c) Hitung nilai koefisien kemencengan (CS)

a
CS = (3-18)
S3
20

n
a= (3-19)
(n  1)(n  2). ( Xi  X ) 3

d) Berdasarkan tabel Nilai K Distribusi Pearson tipe III dari nilai CS yang

diperoleh, maka didapatkan harga k.

Y  X  k .S (3-20)

Rn = arc log Yi (3-21)

3.1.7 Perhitungan debit banjir rencana

Metode yang digunakan dalam menentukan debit banjir rencana adalah

Metode Weduwen.

Qmaks =     I  A (3-22)

Keterangan :

Qmaks : debit maksimum (m3/s)

α : koefisien pengairan

 : koefisien reduksi

I : intensitas hujan ( m 3 / s / km 2 )

A : luas daerah tadah hujan (km2)

Rn
Qn = Qmaks  (3-23)
240

Keterangan :

Qn : debit banjir rencana pada kala ulang n tahun (m3/s)


21

Qmaks : debit maksimum (m3/s)

Rn : curah hujan dengan kala ulang n tahun (mm)

Dalam perhitungan debit puncak banjir, yang harus dihitung terlebih

dahulu adalah:

a) Waktu konsentrasi (t)

Penentuan waktu konsentrasi (t) didefinisikan sebagai waktu yang


dibutuhkan oleh limpasan untuk melalui jarak terjauh di daerah tadah
hujan,yaitu dari suatu titik di hulu sampai titik di hilir.

0.467  A3 8
t= (3-24)
(    I )1 8  S

Keterangan :

α : koefisien pengairan

 : koefisien reduksi

I : intensitas hujan ( m 3 / s / km 2 )

A : luas daerah tadah hujan (km2)

b) Perhitungan intensitas hujan (qn)

67,65
I= (3-25)
t  1,45

Keterangan :

I : intensitas hujan ( m 3 / s / km 2 )

t : waktu konsentrasi (jam)


22

c) Koefisien reduksi (  )
t 1
120  A
 = t 9 (3-26)
120  A

Keterangan :

t : waktu konsentrasi (jam)

A : luas daerah tadah hujan (km2)

d) Koefisien pengairan (α)


4,1
α = 1 (3-27)
 I 7

Keterangan :

 : koefisien reduksi

I : intensitas hujan ( m 3 / s / km 2 )

3.2. Perencanaan Bendung

3.2.1. Dimensi bendung

a) Tinggi air di atas mercu

Persamaan untuk bagunan peluap ambang lebar :

3
Q  1,71  Cd  b  H 2
(3-28)

Keterangan :

Q : debit puncak (m3/s)


23

Cd : koefisien debit

Ambang lebar Cd = 1,03 dan H 1


tb

b : lebar bukaan (m)

H : tinggi air di atas mercu atau peluap (m)

b) Tebal mercu atau peluap ( t )

H 1 (3-29)
tb

Keterangan :

H : tinggi air di atas mercu atau ambang (m)

tb : tebal mercu atau peluap (m)

3.2.2. Kolam olak

Kolam olak merupakan bangunan yang berfungsi sebagai peredam energi

yang timbul pada suatu aliran. Panjang kolam olak dapat ditentukan dengan

menggunakan persamaan sebagai berikut :

a) Tinggi terjun ( Z )

Z = Tinggi jatuh air (3-30)

b) Kedalaman air kritis ( dc )

Q2
dc = 3 (3-31)
(g  b2 )
24

Keterangan :

Q : debit banjir rencana (m3/s)

g : percepatan gravitasi (m/s2)

B : lebar bukaan (m)

c) Tinggi ambang di hilir ( a )

a = 1  dc (3-32)
2

Keterangan :

dc : kedalaman kritis (m)

d) Panjang olakan ( LO )

dc d
C1 = 2,5  1,1  ( )  0,7  ( c ) 3 (3-33)
z z

LO = C1  Z  d c  0,25 (3-34)

Keterangan :

dc : kedalaman kritis (m)

z : tinggi terjun (m)


25

3.2.3. Profil Muka Air

Perhitungan profil muka air bertujuan untuk mengetahui seberapa besar

pengaruh tinggi muka air akibat adanya pembangunan bendung. Metode yang

digunakan yaitu metode langkah langsung (direct step method).

A= b x h (3-35)

Keterangan :

A : Luas tampang aliran (m)

b : Lebar bendung (m)

h : Tinggi muka air di hulu bendung (m)

P = b + 2h (3-36)

Keterangan :

P : Keliling basah (m)

b : Lebar efektif bedung (m)

h : Tinggi muka air di hulu bendung (m)

A
R= (3-37)
P
26

Keterangan :

R : Jari-jari hidraulis (m)

A : Luas tampang aliran (m)

P : Keliling basah (m)

Q
V= (3-38)
A

Keterangan :

V : Kecepatan aliran (m/s)

Q : Debit aliran (m3/s)

A : Luas tampang (m2)

V2
Es = h + (3-39)
2g

Keterangan :

Es : Kehilangan tenaga (m)

h : Tinggi muka air di hulu bendung (m)

V : Kecepatan aliran (m/s)

g : Percepatan gravitasi = 9,81 m/s2


27

(nQ ) 2
If = 4
(3-40)
A2 R 3

Keterangan :

If : Kemiringan garis energi

n : Koefisien manning

If1  If 2
Ifr = (3-41)
2

Keterangan :

Ifr : Kemiringan garis energi rerata

If : Kemiringan garis energi

Es 2  Es1
∆x = (3-42)
I  Ifr

Keterangan :

∆x : Jarak antara tampang lintang (m)

Es : Kehilangan tenaga (m)


28

3.3. Neraca Air

Neraca air dapat digunakan untuk mengetahui ketika kondsi air mengalami

kelebihan (surplus) ataupun kekurangan (defisit) serta untuk mengantisipasi

bencana yang mungkin terjadi pada saat musim tertentu, baik musim kemarau

maupun musim penghujan.

3.3.1 Volume inflow

Volume air masuk (inflow) berasal dari curah hujan rerata pada periode

tertentu pada suatu daerah dengan luas tangkapan hujan tertentu. Curah hujan

yang digunakan adalah curah hujan rerata per bulan selama satu tahun setelah

ditentukan debit andalan yaitu sebesar 80% berdasarkan ketetapan untuk

keperluan irigasi. Debit dengan keandalan 80% artinya kemungkinan terjadinya

debit andalan akan terpenuhi selama 80% dari waktu yang ditentukan (1 tahun).

3.3.2 Volume outflow

Volume outflow meliputi kebutuhan air untuk peternakan, kebutuhan air

untuk pertanian dan kehilanagan air akibat adanya evaporasi serta infiltrasi

embung.
29

a) Kebutuhan Air

Tabel 3. 2 Standar Koefisien Kebutuhan Air

Standar
Jenis Pemakaian Standar Satuan Sumber
Terpilih
Pertanian 1 1 liter/det/ha 2
Perikanan Tambak 3,91-5,91 4,91 1 liter/det/ha 2
Peternakan
Kuda 37,85 1 liter/ekor/hari 2
Sapi 40 1 liter/ekor/hari 2
Kerbau 40 1 liter/ekor/hari 2
Catatan sumber data
1. Pedoman Teknis Bidang Air Bersih, Direktorat Air Bersih, Direktorat Jendral
Cipta Karya, 1984.

2. Neraca Sumber Air Nasional, Kerjasama Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan
Nasional dengan Dit.Bina Program Pengairan Dep. P. U.

Sumber : SNI 19-6728.1-2002 (Penyusunan neraca sumber daya)

A = L x It x a (3-43)

Keterangan :

A : Penggunaan air

L : Luas daerah irigasi (Ha)

It : Intensitas tanaman dalam porsen (%) musim/tahun

a : Standar penggunaan air (1 L/det/ha)

atau A = 0,001 m/det/ha x 3600 x 24 x 120 hari/musim


30

Q = 365 x q x p (3-44)

Keterangan :

Q : Kebutuhan air untuk ternak (m3/tahun)

q : Kebutuhan air untuk sapi/kerbau (lt/ekor/hari)

p : Jumlah sapi/kerbau

b) Kehilangan Air

1. Evaporasi

Evaporasi merupakan kehilangan air akibat terjadinya penguapan.

Pengukuran evaporasi dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah

satunya adalah metode transfer massa.

E = 0,35 x (0,5 + 0,54 u2) x (es - ed) (3-45)

ed
r= = 60 % (3-46)
es

ed = es x 60% (3-47)

Keterangan :

u2 : kecepatangan angina (m/s)

es : tekanan uap jenuh (mm Hg)

ed : tekanan uap udara (mm Hg)

r : kelembaban relatif
31

Tekanan uap air jenuh ditentukan berdasarkan keadaan suhu lokasi

yang ditinjau, seperti pada tabel 3.3 sebagai berikut:

Tabel 3.3 Tekanan Uap Air Jenuh es

Tekanan Uap Air Jenuh es


Suhu (⁰ C)
mm Hg mm bar. Pa
10 9,20 12,27 1228
11 9,84 13,12 1313
12 10,52 14,02 1403
13 11,23 14,97 1498
14 11,98 15,97 1599
15 12,78 17,04 2706
16 13,63 18,17 1819
17 14,53 19,37 1938
18 15,46 20,61 2065
19 16,46 21,94 2198
20 17,53 23,37 2339
21 18,65 24,86 2488
22 19,82 26,42 2645
23 21,05 28,06 2810
24 22,27 29,69 2985
25 23,75 31,66 3169
26 25,31 33,74 3363
27 26,74 35,65 3567
28 28,32 37,76 3781
29 30,03 40,03 4007
30 31,82 42,42 4244
31 33,70 44,93 4494
32 35,66 47,54 4756
33 37,73 50,30 5023
34 39,90 53,19 5321
35 42,18 56,23 5625
Sumber : Bambang Triatmodjo (Hidrologi Terapan)
32

Untuk mendapatkan nilai evaporasi setiap bulannya maka akan

dilakukan pembobotan dengan menggunakan data yang tertera pada Tabel

3.4 berikut ini :

Tabel 3.4 Koefisien Bobot Evaporasi

Evaporasi
Bulan Bobot
(mm/hari)

Januari 7.51 0.809

Februari 7.59 0.818

Maret 6.13 0.661

April 6.03 0.650

Mei 5.96 0.642

Juni 6.77 0.730

Juli 5.79 0.624

Agustus 6.07 0.654

September 6.32 0.681

Oktober 9.28 1

November 7.17 0.773

Desember 6.2 0.668


Sumber : Jakkon M. S. (Analisis Pola Tanam dan Efisiensi Saluuran
Primer di Daerah Irigasi Kalibawang)
33

2. Infiltrasi

Infiltrasi merupakan aliran air yang masuk ke dalam tanah. Laju

infiltrasi dipengaruhi oleh kondisi tanah dan intensitas hujan. Penentuan

infiltrasi dengan klasifikasi jenis tanah dapat menggunakan tabel 3.5

berikut ini :

Tabel 3.5 Klasifikasi Tanah Secara Hidrologi Berdasar Tekstur Tanah

Laju Infiltrasi Minimum Pengelompokan Tanah


Tekstur Tanah
(fc) (mm/jam) Secara Hidrologi
Sand 210 A
Loamy sand 61 A
Sandy loam 26 B
Loam 13 B
Silty loam 6,9 C
Sandy clay loam 4,3 C
Silty clay loam 2,3 D
Clay loam 1,5 D
Sandy clay 1,3 D
Silty clay 1 D
Clay 0,5 D
Sumber : Bambang Triatmodjo (Hidrologi Terapan)

You might also like