You are on page 1of 8

1

PERTEMUAN 10

ANALISIS FOURIER
5.1 PENDAHULUAN

Sejauh ini beberapa metode untuk mencari tanggapan dari sebuah sistem linear yang
diberi rangsangan atau fungsi pemaksa telah dibahas. Dalam integral (atau jumlah)
konvolusi, fungsi pemaksa diuraikan ke dalam suatu jumlah impuls-impuls dan kemudian
mencari tanggapan terhadap masing-masing impuls secara terpisah. Menurut
superposisi, tanggapan total semata-mata merupakan jumlah dari tanggapan-tanggapan
tunggal dalam bentuk suatu integral (atau jumlah) konvolusi. Hal ini secara konsep
merupakan metode yang ampuh dan sangat bermanfaat bagi analisis. Tetapi, secara
perhitungan sangatlah merumitkan. Di samping itu metode konvolusi ini bergantung pada
pengetahuan seseorang mengenai tanggapan impuls sistem.

Sebagaimana dibahas pada bagian sebelumnya, operasi konvolusi dalam


kawasan waktu dapat dialihkan menjadi suatu perkalian transformasi fungsi-fungsi
integral dalam kawasan transformasi. Metode-metode transformasi juga memberikan
suatu pemahaman intuitif terhadap sinyal dan sistem. Seperti halnya dalam menguraikan
rangsangan ke dalam impuls, maka pada prinsipnya masukan dan tanggapan dari sistem
dapat pula diuraikan ke dalam fungsi-fungsi basis lainnya. Pemilihan himpunan fungsi-
fungsi basis ini terutama bergantung pada bagaimana mudahnya penguraian masukan
ke dalam dan pembentukan kembali tanggapan dari fungsi-fungsi basis. Bila impuls
digunakan sebagai fungsi basis, maka penguraian menjadi sederhana. Impuls-impuls di
sini semata-mata diskalakan amplitudonya dan digeserkan-waktunya. Sedangkan
pembentukan kembali keluaran ternyata menjadi lebih rumit. Di sini integral atau jumlah
konvolusi harus digunakan.

Pada bagian ini, metode transformasi Fourier baik untuk sinyal akan ditinjau.
Metode Fourier didasarkan pada penggunaan sinusoida-sinusoida riil atau kompleks
sebagai fungsi-fungsi dasar. Seperti dibicarakan, untuk sistem-sistem linear dengan
parameter tetap, rnaka tanggapannya terhadap sinusoida berfrekuensi  , merupakan
bentuk sinus lain dengan frekuensi yang tepat sama, yang amplitudo dan fasenya diubah
oleh sistem linear. Sifat dasar ini merupakan alasan utama yang sering digunakan bagi
analisis Fourier. Analisis Fourier dapat'dilakukan dengan menggunakan sinusoida riil
bentuk cos(t   ) atau dengan sinusoida kompleks berbentuk e jt . Di sini bentuk
sinusoida kompleks lebih banyak digunakan karena bentuk ini memberikan kemudahan
secara matematis. Sebaliknya, transformasi Laplace menggunakan est , dengan

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Dr. Ir. Hamzah Hillal M.Sc
Sistem Linier
2

s    j sebagai fungsi-fungsi basis. Himpunan fungsi-fungsi basis ini jauh lebih umum
daripada sinusoida kompleks karena memungkinkan untuk meninjau suatu kelas fungsi
waktu yang lebih luas. Namun, untuk sistem-sistem riil, metode Fourier telah cukup
memadai bagi kebanyakan kasus. Dan memang metode Fourier lebih disukai terutama
dikarenakan penafsiran fisis dari penguraian dan pembentukan kembali tanggapan lebih
bersifat intuitif.

Disini akan disebut transformasi Fourier atau pernyataan deret dari suatu fungsi
waktu, barisan spektrum dari fungsi atau barisan itu. Spektrum dari suatu fungsi dapat di-
ukur dengan menganalisis spektrum. Banyak proses fisis yang jauh lebih mudah
dimengerti dengan menggunakan konsep spektrum dari fungsi atau barisannya.

5.2 DERET FOURIER UMUM: FUNGSI-FUNGSI

ORTOGONAL
Kunci untuk menganalisis berbagai sistem linear adalah suatu pernyataan yang benar
dari sinyal masukan. Pernyataan deret Fourier bagi suatu fungsi seringkali digunakan
karena banyak memberikan keuntungan. Pernyataan deret Fourier didasarkan pada
pemakaian fungsi-fungsi ortogonal sebagai fungsi-fungsi basis penguraian. Andaikan

dipunyai sebuah fungsi f(t) yang dinyatakan pada suatu selang terbatas  t1 , t 2  oleh

sekelompok n-fungsi 1 (t ),  2 (t ),... n (t ). Anggaplah bahwa n fungsi tersebut

ortogonal pada  t1 , t 2  yakni:

t2 0, i j

t1
i (t ) j (t ) dt  
k i i j
(10.1)

Penulisan (i ,  j ) akan digunakan untuk menunjukkan integral pada ruas kiri dari
(10.1). Gagasan mengenai ortogonalitas ini sama seperti yang diterapkan pada vektor.

Pernyataan penguraian dalam fungsi-fungsi i (t ), i  1,2,..., n . pada prinsipnya sama


dengan pernyataan vektor f, katakanlah dalam suatu himpunan vektor ortogonal yang
membangun ruang yang mengandung f seperti diilustrasikan pada gambar 10.1.

Pernyataan f dalam basis-basis ortogonal, v1 , v2 , v3 diberikan oleh:

f  c1v1  c 2 v 2  c3 v3

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Dr. Ir. Hamzah Hillal M.Sc
Sistem Linier
3

Gambar 10.1 Pernyataan vektor f dalam penguraian dasar ortogonal v1, v2 dan v3

Sekarang dapat ditanyakan, bagaimana seharusnya menyatakan f(t) pada  t1 , t 2 

dalam himpunan fungsi-fungsi {i (t )}i 1 ? Marilah menganggap suatu pernyataan atau
n

hampiran bagi f(t) pada  t1 , t2  sebagai suatu kombinasi linear dari fungsi-fungsi

i (t ), i  1, 2,..., n yakni:

f (t )  c11 (t )  c22 (t )  ...  cnn (t ) (10.2)

Tanda sama dengan (=) tidak digunakan pada (10.2) karena , pada umumnya,


n
permyataan i 1
cii (t ) tidak sama dengan f(t). Pernyataan atau pendekatan ini

diinginkan sedekat mungkin dengan f(t). Salah satu kriteria yang sering digunakan adalah
bahwa hampirannya digunakan sedemikian rupa sehingga meminimumkan kesalahan
purata kuadrat (mean square error = MSE) antara nilai f(t) yang sebenarnya dengan


n
hampiran i 1
cii (t ) . Secara perlambang, ci , i  1,2,..., n dipilih untuk

meminimumkan:

2
1 t2  n

MSE 
t 2  t1 
t1 

f (t )  
i 1
cii  dt

(10.3)

Integrand pada (10.3) tentu saja adalah kesalahan yang dikuadratkan. Integral dan

tetapan 1 /(t 2  t1 ) merata-ratakan kuadrat kesalahan ini pada seluruh selang permyataan

 t1 , t 2  . Sehingga dapat ditulis sebagai:


1 2

t  f (t )  c11 (t )  c22 (t )  ...  cnn (t )


t2
MSE  dt (10.4)
t 2  t1 1

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Dr. Ir. Hamzah Hillal M.Sc
Sistem Linier
4

Bila integran dalam (10.4) dikuadratkan, maka pernyataan bagi MSE dapat
diperoleh sebagai berikut:

 f 
1 t2
MSE  2
(t )  c1212 (t )  c2222 (t )  ...  cn2n2 (t )  2c1 f (t )1 (t )  2c2 f (t ) 2 (t )  2cn f (t )n (t ) dt
t 2  t1 t1

1  t2 2
  f (t ) dt  c12 k1  c22 k 2  ...  cn2 k n  2c1 1  2c2 2  ....  2cn n 
t 2  t1 
 t1 

(10.5)

dimana telah didefinisikan  i , i  1,2,..., n sebagai:

t2
 i   f (t )i (t )dt  ( f , i ) (10.6)
t1

Pernyataan tiap-tiap suku (ci k i  2ci  i ) pada (10.5) dapat dituliskan dalam
2

bentuk kuadrat dengan menambahkan dan mengurangkan  i / ki . Yakni, dapat ditulis:


2

2
  
  i
2
c k  2ci  i   ci ki  i
2
i i
 ki  ki
  (10.7)

Jadi pernyataan bagi MSE pada (10.5) dapat dituliskan sebagai:

 n  
2
2 
 ci ki   i    i 
n
1  t2 2
MSE  
t 2  t1  1t
f (t ) dt   
i 1  ki  i 1 k i 
(10.8)
  

Jelas dari (10.3) bahwa MSE selalu lebih besar atau sama dengan nol; yaitu
MSE  0 . Dari (10.8). dapat disimpulkan bahwa MSE memiliki nilai terkecil apabila:

i
ci k i  , i  1, 2,...n (10.9)
ki

Yakni, ci harus dipilih sebagai:

t2


ci  i 
 t1
f (t )i (t )dt

( f , i )
(10.10)
ki t2
(i , i )

t1
i2 (t ) dt

Rangkuman: diberikan n fungsi yang saling ortogonal 1 (t ), 2 (t ),...,  n (t )

pada selang  t1  t 2 , maka hampiran paling baik bagi suatu fungsi sebarang f(t) pada

selang  t1  t 2  dalam bentuk 


n
i 1
cii (t ) diperoleh dengan memilih ci sesuai dengan

(10.10). Kriteria yang digunakan dalam pemilihan hampiran ini adalah untuk

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Dr. Ir. Hamzah Hillal M.Sc
Sistem Linier
5


n
meminimumkan kesalahan kuadrat purata antara f (t ) dan i 1
cii (t ) .

Pada (10.10), koefisien ci dapt ditafsirkan secara bebas sebagai proyeksi f(t) dalam

"arah" fungsi i (t ). . Tafsiran vektor analognya adalah sebuah vektor, katakanlah vektor
f, yang diproyeksikan pada suatu himpunan basis dari vektor-vektor ortogonal
vi , i  1,2,...n.

10.2.1 Kesalahan Kuadrat Purata

Koefisien-koefisien ci yang dipilih sesuai dengan (10.10) menjamin bahwa suatu


n
kesalahan kuadrat purata antara f(t) dan hampirannya i 1
cii (t ), adalah minimum.

Seberapa kecilkah kesalahan tersebut? Untuk menjawab pertanyaan ini, persamaan

(10.8) perlu ditinjau dengan nilai-nilai ci , i  1,2,...n yang optimal. Nilai minimum dari
MSE (dilambangkan dengan MMSE) adalah:

1  t2 2 n
 12 
 f (t )dt   
t 2  t1  t1
MMSE 
i 1 k i 

Dari (10.9),  i / ki  ci ki. . Oleh karena itu:


2 2

1  t2 2
MMSE   f (t )dt  (c12 k1  c22 k 2  ...  cn2 k n )  (10.11)

t 2  t1  1t 

Persamaan (10.11) memberi kesan bahwa bila n diperbesar, yakni ortogonal,


maka nilai minimum dari kesalahan kuadrat purata berkurang. Pemikiran ini tampaknya
masuk akal, karena bila n bertambah, maka di dalam ruang yang mengandung f(t) "berisi
arah-arah yang lebih banyak". Persamaan (10.3) menyatakan bahwa MSE selalu positif.


n
Jadi, bila n bertambah tanpa batas, maka penjumlahan i 1
ci2 k i dapat konvergen ke

t2
integral 
t1
f 2 (t ) dt , yang mana dalam kasus itu MSE nol dan:

t2 

t1
f 2 (t ) dt  c
i 1
2
i ki (10.12)

10.2.2 Tipe Keortogonalan Lainnya

Pembahasan sejauh ini telah dibatasi pada kasus di mana fungsi-fungsi basis {i (t )}

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Dr. Ir. Hamzah Hillal M.Sc
Sistem Linier
6

bernilai riil. Jika sebagai gantinya fungsi-fungsi basis merupakan fungsi-fungsi bernilai
kompleks dari variabel riil t, maka keortogonalan didefinisikan sebagai berikut:

t2  0, i j
(i ,  *j )   t1
i (t ) *j (t )dt  
k i , i j
(10.13)

dengan  j adalah kompleks konyugat dari  j (t ) . Koefi'sien-koefisien Fourier diperluas


*

dalam kasus ini adalah:

t2

ci 
( f ,  *j )

 t1
f (t )i* (t )dt
(10.14)
(i ,  *j ) t2
 t1
1 (t )i* (t ) dt

Keortogonalan ini dapat pula didefinisikan terhadap fungsi bobot (weight function)

w(t). Himpunan fungsi {i (t )} dikatakan ortogonal relatif terhadap w(t) pada  t1 , t 2  jika:

t2  0, i j
t1
i (t ) j (t ) w(t ) dt  
k i , i j
(10.15)

5.3 DERET FOURIER EKSPONENSIAL

Dalam berbagai penerapan, fungsi-fungsi ortogonal yang paling sering digunakan adalah
sinusoid kompleks, yang menghasilkan Deret Fourier eksponensial. Alasan pemilihan ini
sebagiannya berlatar historis dalam pengertian bahwa fungsi-fungsi tersebut adalah yang
pertama kali digunakan untuk menyatakan suatu fungsi sebarang. Dalam tahun 1807
Joseph Fourier mengemukakan sebuah makalah tentang hantaran panas kepada
Akademi Ilmu Pengetahuan Paris. Dalam makalah tersebut is kemukakan bahwa
sebarang fungsi terbatas f(t) yang terdefinisi pada (-a, a) dapat dinyatakan sebagai:


 jnt 
f (t )  F
n  
n exp
 a 

dimana koefisien-koefisien Fn, dihitung sebagai berikut

1 a  nt 
Fn  
2a  a
f (t )ekp 

dt
a 

Namun demikian, alasan historis ini bukanlah merupakan landasan utama bagi
jn0t
penggunaan fungsi eksponensial {e } sebagai himpunan fungsi basis. Alasan
utamanya adalah, karena fungsi-fungsi eksponensial ini relatif lebih mudah dimanipulasi
secara matematis. Lagi pula, tafsiran fisis dari pernyataan Fourier menjadi lebih bermakna
dan seringkali lebih bermanfaat.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Dr. Ir. Hamzah Hillal M.Sc
Sistem Linier
7

jn0t
Tinjaulah himpunan fungsi eksponensial {e }, n  0,  1,  2,... Fungsi-fungsi

ini ortogonal pada selang  t 0 , t 0  2 / 0  untuk sebarang nilai to. Keortogonalan ini dapat
diperlihatkan dengan mudah dengan menghitung integral I sebagai berikut:

t 0  2  / 0
I  (e jn0t , e  jn0t )  t0
e jn0t e  jm0t dt (10.16)

t0  2  / 0 2
Jika n=m, maka integral tersebut menjadi: I  t0
dt 
0
. Jika n  m , maka

integral tersebut menjadi:

t0  2
0
I 
1
j (n  m)0
e j ( nm )0t 
1
j ( n  m)0

e j ( nm )0t0 e j 2 ( nm )  1  0 
t0

Karena e j 2k besarnya selalu satu untuk setiap bilangan bulat k. Jadi diperoleh:

 0, nm
 n , m   
*
t0
t 0  2  / 0 
e jn0t e  jm0t dt   2 , nm

 0
(10.16)

Himpunan fungsi-fungsi {e jn0t }, n  0,  1,  2,..., membentuk suatu himpunan fungsi

ortogonal lengkap pada (t 0 , t 0  T ) dengan T  2 / 0 . Fungsi f(t) dapat dinyatakan pada

selang (t 0 , t 0  T ) ini sebagai berikut:


f (t )  F e
n  
n
jn0t
(10.17)

dimana koefisien-koefisivnya diberikan oleh:

t0 T
 f ,    * f (t )e  jn0t dt 1 t0 T
 f (t )e  jn0t dt
j t0
Fn  
 ,   
n
*
j
t0 T
e jn0t
e  jn0t
dt T t0
t0

(10.18)

Koefisien-koefisien Fn dapat diperoleh secara langsung dari (10.17) dengan

memperkalikan kedua ruas (10.17) dengan e  jn0t dan mengintegrasikannya terhadap t

untuk seluruh selang (t 0 , t 0  T ) . Penerapan syarat keortogonalan pada penjumlahan


ruas kanan menghilangkan semua suku-suku pada penjumlahan kecuali suku ke-n.
Pernyataan ini kemudian dipecahkan bagi Fn.

Rangkuman: Sebarang fungsi f(t) dapat dinyatakan pada selang (t 0 , t 0  T )

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Dr. Ir. Hamzah Hillal M.Sc
Sistem Linier
8

sebagai suatu penjumlahan tak berhingga dari bentuk eksponensial.



f (t )  F e
n  
n
jn0t
, t0  t  t0  T

(10.19)

Koefisien-koefisien Fn , n  0,  1,  2,... didapati dalam pernyataan himpunan fungsi


jn0t
basis {e }, n  0,  1,  2,... . sebagai:

1 t0 T
Fn 
T  t0
f (t )e  jn0t dt (10.20)

Contoh 10.1: Tinjau uraian fungsi f (t )  e  t pada selang (-1, 1) ke dalam deret Fourier.
Karena periodenya T=2, maka koefisien Fouriernya adalah:

1 1 2
2 1
Fn  f (t )e  jn0t dt , 0  
T

Jadi:
1
1 1 t  jn0t 1  e  (1 nj )t  ee jn  e 1e  jn
Fn   e e
2 1
dt   
2   (1  nj )  1

21  jn 

(10.21)

Bentuk Fn dapat disederhanakan dengan menggunakan kenyataan bahwa

e j  1 , yang mengakibatkan bahwa:

e jn  (1) n (10.22)

Sehingga

( 1) n  e  e 1  (1) n sinh(1) (1) n (1  jn ) sinh(1)


Fn      (10.23)
1  jn  2  1  jn 1  n 2 2

Oleh karena itu, uraian deret Fourier bagi f(t) adalah:

 
( 1) n (1  jn ) sinh(1)e jnt
f (t )  F e
n  
n
jnt
 
n   1  n 2 2
(10.24)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Dr. Ir. Hamzah Hillal M.Sc
Sistem Linier

You might also like