You are on page 1of 23

“TAKSONOMI BLOOM (REVISI) DAN TUJUAN INSTRUKSIONAL”

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Penilaian Pembelajaran Matematika


Diasuh Oleh :
Dra. Agni Danaryanti, M.Pd.
Asdini Sari, M.Pd.

Oleh :
Kelompok 3
Fierda Ria Fairuz (1610118120005)
Jumiati (1610118220010)
Nur Indah Martiyani (1610118320018)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FEBRUARI 2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii


A. TAKSONOMI BLOOM .................................................................................. 1
1. Sejarah dan Pengertian Taksonomi Bloom ................................................1
2. Taksonomi Bloom Revisi ..............................................................................2
3. Taksonomi Bloom Kurikulum 2013 .......................................................... 11
4. Kelemahan Taksonomi Bloom ...................................................................11
5. Implikasinya Dalam Pembelajaran ........................................................... 12
B. TUJUAN INSTRUKSIONAL ....................................................................... 13
1. Definisi Tujuan Instruksional ....................................................................13
2. Tujuan Instruksional Umum (TIU)........................................................... 15
3. Tujuan Instruksional Khusus (TIK) ......................................................... 16
4. Klasifikasi Tujuan Instruksional ............................................................... 16
5. Format dalam Menulis Tujuan Instruksional ..........................................19
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 21

ii
A. TAKSONOMI BLOOM
1. Sejarah dan Pengertian Taksonomi Bloom
Taksonomi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani yaitu tassein yang
berarti mengklasifikasi dan nomos yang berarti aturan. Jadi, Taksonomi adalah
klasifikasi berhierarki dari sesuatu atau prinsip yang mendasari klasifikasi.
Istilah ini kemudian digunakan oleh Benjamin Samuel Bloom, seorang psikolog
bidang pendidikan yang melakukan penelitian dan pengembangan mengenai
kemampuan berfikir dalam proses pembelajaran.
Sejarah taksonomi bloom bermula ketika awal tahun 1950-an, dalam
konferensi Asosiasi Psikolog Amerika sebagai lanjutan dari konferensi yang
dilakukan pada tahun 1948, Bloom dan kawan-kawan mengemukakan bahwa
dari evaluasi hasil belajar yang banyak disusun di sekolah, ternyata persentase
terbanyak butir soal yang diajukan hanya meminta siswa untuk mengutarakan
hapalan mereka.
Menurut Bloom, hapalan sebenarnya merupakan tingkat terendah dalam
kemampuan berfikir (thinking behaviors). Masih banyak level lain yang lebih
tinggi yang harus dicapai agar proses pembelajaran dapat menghasilkan siswa
yang kompeten di bidangnya. Akhirnya pada tahun 1956, Bloom, Englehart,
Furst, Hill dan Krathwohl berhasil mengenalkan kerangka konsep kemampuan
berfikir yang dinamakan Taxonomy Bloom.
Jadi, Taksonomi Bloom adalah struktur hierarkhi yang
mengidentifikasikan skills mulai dari tingkat yang rendah hingga yang
tinggi.Tentunya untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, level rendah harus
dipenuhi terlebih dulu. Dalam tujuan pendidikan berdasarkan Bloom terdapat 3
(tiga) domain/ranah kemampuan intelektual (intellectual behaviors) yaitu
kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Pada tahun 1956 Benyamin Bloom menyampaikan gagasannya berupa
taksonomi tujuan pendidikan dengan menyajikannya dalam bentuk hierarki.
Tujuan pendidikan oleh Bloom dibagi menjadi tiga domain/ranah kemampuan
intelektual (intellectual behaviors) yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor :

1
a. Cognitive Domain (Ranah Kognitif) berisi perilaku-perilaku yang
menekankan aspekintelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan
keterampilan berpikir.
b. Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan
aspekperasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara
penyesuaian diri.
c. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang
menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan,
mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.

Taksonomi Bloom yang dimaksud terdiri atas:


a. Pengetahuan (knowledge), selanjutnya disebut C1 yaitu kemampuan
menangkap informasi dan menyatakan kembali informasi tersebut tanpa
memahaminya.
b. Pemahaman (Comprehension), selanjutnya disebut C2 yaitu kemampuan
memahami makna dari apa yang dilihat dan dipelajari dan melihat hal tersebut
dari berbagai segi.
c. Penerapan (Application), selanjutnya disebut C3 yaitu kemampuan
menggunakan konsep yang diterima dalam situasi baru secara nyata.
d. Analisis (Analysis), selanjutnya disebut C4 yaitu mengkategorikan materi dan
konsep-konsep ke dalam bagian-bagian sehingga struktur susunannya mudah
dipahami.
e. Sintesis (Synthesis), selanjutnya disebut C5 yaitu kemampuan untuk
mengintegrasikan bagian-bagian yang terpisah menjadi suatu keseluruhan
yang terpadu.
f. Evaluasi (Evaluation), selanjutnya disebut C6 yaitu kemampuan untuk
membuat penilaian terhadap suatu situasi, nilai atau ide.

2. Taksonomi Bloom Revisi


Pada tahun 2001, Anderson dkk (dalam Widodo, 2006: 1) melakukan
revisi terhadap taksonomi Bloom. Revisi ini perlu dilakukan untuk lebih bisa
mengadopsi perkembangan dan temuan baru dalam dunia pendidikan.
Taksonomi yang baru melakukan pemisahan yang tegas antara dimensi

2
pengetahuan dengan dimensi proses kognitif. Pemisahan ini dilakukan sebab
dimensi pengetahuan berbeda dari dimensi kognitif. Pengetahuan merupakan
kata benda sedangkan proses kognitif merupakan kata kerja. Sejalan dengan
pendapat tersebut, Rukmini (2008: 157) menjelaskan bahwa revisi taksonomi
Bloom diajukan untuk melihat ke depan dan merespon tuntutan berkembangnya
komunitas pendidikan, termasuk pada bagaimana anak-anak berkembang dan
belajar serta bagaimana guru menyiapkan bahan ajar.

Perubahan-perubahan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:


a. Pada level 1, knowledge diubah menjadi remembering (mengingat).
b. Pada level 2, comprehension dipertegas menjadi understanding (memahami).
c. Pada level 3, application diubah menjadi applying (menerapkan).
d. Pada level 4, analysis menjadi analyzing (menganalisis).
e. Pada level 5, synthesis dinaikkan levelnya menjadi level 6 tetapi dengan
perubahan mendasar, yaitu creating (mencipta).
f. Pada level 6, Evaluation turun posisisinya menjadi level 5, dengan sebutan
evaluating (menilai).
Jadi, Taksonomi Bloom baru versi Kreathwohl pada ranah kognitif terdiri
dari enam level:
a. remembering (mengingat),
b. understanding (memahami),
c. applying (menerapkan),
d. analyzing (menganalisis, mengurai),
e. evaluating (menilai), dan
f. creating (mencipta).

Perubahan istilah dan pola level taksonomi bloom dapat digambarkan


sebagai berikut:

3
Dimensi proses kognitif dalam taksonomi yang baru dibuat konsisten dan
dengan objek yang ingin dicapai (Rukmini, 2008: 159). Tujuan atau objek
merupakan suatu aktivitas dalam mengerjakan sesuatu. Oleh karena itu, dalam
taksonimi yang telah direvisi, mengubah keenam kategori dalam taksonomi
Bloom yang lama yang berupa kata benda menjadi kata kerja. Kata kerja yang
digunakan dalam masing-masing level kognisi mencirikan penguasaan yang
diinginkan. Anderson (dalam Widodo 2006: 5) menjelaskan bahwa dimensi

4
proses kognitif dalam taksonomi Bloom yang baru secara umum sama dengan
yang lama yang menunjukkan adanya perjenjangan, dari proses kognitif yang
sederhana ke proses kognitif yang lebih kompleks. Namun, perjenjangan pada
taksonomi yang baru lebih fleksibel sifatnya. Artinya, untuk dapat melakukan
proses kognitif yang lebih tinggi tidak mutlak disyaratkan penguasaan proses
kognitif yang lebih rendah.
Anderson dan Krathwohl pada tahun 2001 (dalam Iriyati) merevisi
taksonomi Bloom dalam bukunya yang berjudul: A Taxonomy for Learning,
Teaching, dan Assessing : A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational
Objectives. Revisi yang mereka lakukan mencakup beberapa perubahan antara
lain :

a. Mengubah jenis kata dalam taksonomi Bloom, dari jenis kata benda (noun)
menjadi kata kerja (verb).
b. Melakukan organisasi ulang urutan jenjang.
c. Mengganti kategori pengetahuan (knowledge) menjadi mengingat
(remembering), pemahaman (comprehension) menjadi memahami
(understanding) dan sintesis (synthesis) menjadi menciptakan (creating).

Menurut Anderson dan Krathwohl (2001: 66-88) dimensi proses


kognitif terdiri atas beberapa tingkat, yaitu:
1. Remember (mengingat)
Mengingat adalah kemampuan memperoleh kembali pengetahuan yang
relevan dari memori jangka panjang. Mengingat merupakan dimensi yang
berperan penting dalam proses pembelajaran yang bermakna (meaningful
learning) dan pemecahan masalah (problem solving). Kemampuan ini
dimanfaatkan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang jauh
lebih kompleks. Mengingat merupakan proses kognitif yang paling rendah
tingkatannya. Kondisi agar “mengingat” bisa menjadi bagian belajar
bermakna, tugas mengingat hendaknya selalu dikaitkan dengan aspek
pengetahuan yang lebih luas dan bukan sebagai suatu yang lepas dan
terisolasi. Kategori remember terdiri dari proses kognitif recognizing
(mengenal kembali) dan recalling (mengingat). Dalam menilai remember,

5
siswa diberi soal yang berkaitan dengan proses kognitif recognizing
(mengenal kembali) dan recalling (mengingat).
a) Recognizing (mengenal kembali).
Recognizing adalah memperoleh kembali pengetahuan yang
relevan dari memori jangka panjang kemudian membandingkannya
dengan informasi yang tersaji. Dalam Recognizing, siswa mencari
potongan informasi dalam memorijangka panjang yang identik atau
hampir sama dengan informasi yang baru disampaikan. Ketika
menemui informasi baru, siswa menentukan mana informasi yang
berkaitan dengan pengetahuan yang sebelumnya diperoleh kemudian
mencari yang cocok.
b) Recalling (mengingat)
Recalling adalah memperoleh kembali pengetahuan yang sesuai
dari memori jangka panjang ketika merespon suatu masalah atau
diberikan suatu perintah. Perintah dapat berupa sebuah pertanyaan.Dalam
recalling, siswa mencari sebagian informasi dalam memori jangka
panjang, kemudian membawanya untuk mengerjakan memori dimana
informasi ini dapat diproses.

2. Understand (memahami)
Memahami adalah kemampuan merumuskan makna dari pesan
pembelajaran dan mampu mengkomunikasikannya dalam bentuk lisan,
tulisan maupun grafik. Siswa mengerti ketika mereka mampu menentukan
hubungan antara pengetahuan yang baru diperoleh dengan pengetahuan
mereka yang lalu. Kategori understand terdiri dari proses kognitif
interpreting (menginterpretasikan), exemplifying (memberi contoh),
classifying (mengklasifikasikan), summarizing (menyimpulkan), inferring
(menduga), comparing (membandingkan), dan explaining (menjelaskan).
a) Interpreting (menginterpretasikan)
Interpreting adalah kemampuan siswa untuk mengubah informasi
yang disajikan dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Interpreting dapat
berupa mengubah kalimat ke kalimat, gambar ke kalimat, angka ke
kalimat, kalimat ke angka, dan lain sebagainya.

6
b) Exemplifying (memberi contoh)
Exemplifying adalah kemampuan siswa untuk memberikan
contoh yang spesifik atau contoh mengenai konsep secara umum.
Exemplifying dapat pula berarti mengidentifikasi pengertian dari bagian-
bagian pada konsep umum.
c) Classifying (mengklasifikasikan)
Classifying adalah ketika siswa mengetahui bahwa sesuatu
merupakan bagian dari suatu kategori.Classifying dapat diartikan pula
sebagai mendeteksi ciri atau pola yang menunjukkan bahwa ciri atau pola
tersebut sesuai dengan kategori tertentu atau konsep tertentu. Jika
exemplifying dimulai dari konsep umum dan meminta siswa untuk
mencari contoh khususnya, maka classifying dimulai dari contoh khusus
dan meminta siswa untuk mencari konsep umumnya.
d) Summarizing (menyimpulkan)
Siswa dikatakan memiliki kemampuan summarizing ketika siswa
dapat memberikan pernyataan tunggal yang menyatakan informasi yang
disampaikan atau topik secara umum.
e) Inferring (menduga)
Inferring berarti dapat mencari pola dari beberapa contoh kasus.
Siswa dikatakan memiliki kemampuan Inferring jika siswa dapat
membayangkan konsep atau prinsip yang merupakan bagian dari contoh
dengan cara mengkode karakteristik yang sesuai dari masing-masing
contoh dan lebih penting lagi dengan tidak ada hubungan antara
contoh-contoh tersebut.
f) Comparing (membandingkan)
Comparing adalah kemampuan menunjukkan persamaan dan
perbedaan antara dua atau lebih objek. Comparing dapat juga diartikan
sebagai mencari korespondensi satu-satu antara objek yang satu dengan
objek yang lain.
g) Explaining (menjelaskan)
Explaining adalah kemampuan merumuskan dan menggunakan
model sebab akibat sebuah sistem. Siswa yang memiliki kemampuan

7
menjelaskan dapat menggunakan hubungan sebab akibat antar bagian
dalam suatu sistem.

3. Apply (menerapkan)
Menerapkan adalah kemampuan menggunakan prosedur untuk
menyelesaikan masalah. Siswa memerlukan latihan soal sehingga siswa
terlatih untuk mengetahui prosedur apa yang akan digunakan untuk
menyelesaikan soal. Kategori menerapkan (apply) terdiri dari proses
kognitif kemampuan melakukan (executing) dan kemampuan menerapkan
(implementing).
a) Executing (melakukan)
Dalam executing jika siswa menemui soal yang sudah dikenal,
siswa akan mengetahui prosedur yang akan digunakan. Keadaan yang
sudah dikenal ini sering memberikan petunjuk kepada siswa mengenai
cara apa yang akan digunakan. Executing lebih cenderung kepada
kemampuan menyelesaikan masalah secara skill dan algoritma dari pada
kemampuan teknik dan metode. Skill dan algoritma memiliki ciri sebagai
berikut:
1) Langkah pengerjaan soal lebih berurutan.
2) Jika setiap langkah dikerjakan dengan benar, maka hasil yang akan
diperoleh juga pasti benar.
b) Implementing (menerapkan)
Dalam implementing siswa memilih dan menggunakan prosedur
untuk menyelesaikan soal yang belum dikenal siswa. Karena itu, siswa
harus memahami benar masalah tersebut sehingga siswa dapat
menemukan prosedur yang tepat digunakan untuk menyelesaikan
masalah tersebut.
Implementing berhubungan dengan dua kategori yang lain yaitu
understand dan create karena siswa belum mengenal soal yang dihadapi
sehingga siswa belum mengetahui prosedur apa yang akan digunakan.
Kemungkinan prosedur yang akan digunakan bukan hanya satu,
mungkin membutuhkan beberapa prosedur yang dimodifikasi.

8
Implementing berhubungan dengan teknik dan metode daripada skill dan
algoritma. Teknik dan metode memiliki dua ciri, yaitu:
1) Prosedur mungkin lebih cenderung berupa flowchart dari pada langkah
yang berurutan, karena itu prosedur memiliki beberapa titik tujuan.
2) Jawaban mungkin tidak tunggal. Jawaban yang tepat mungkin terjadi
jika setiap langkah dilakukan dengan benar.
4. Analyze (menganalisis)
Menganalisis kemampuan untuk memecah suatu kesatuan menjadi
bagian yang menentukan bagaimana bagian-bagian tersebut dihubungkan
satu dengan yang lain atau bagian tersebut dengan keseluruhannya.
Analisis menekankan pada kemampuan merinci sesuatu unsur pokok
menjadi bagian-bagian dan melihat hubungan antar bagian tersebut. Tingkat
analisis seseorang akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan
membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih
kecil untuk mengenali pola atau hubungannya dan mampu mengenali
serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang
rumit. Kategori apply terdiri kemampuan membedakan (differentiating),
mengorganisasi (organizing) dan memberi simbol (attributing).
a) Differentiating (membedakan)
Membedakan meliputi kemampuan membedakan bagian-bagian
dari keseluruhan struktur dalam bentuk yang sesuai.
b) Organizing (mengorganisasi)
Mengorganisasi meliputi kemampuan mengidentifikasi unsur-
unsur secara bersama-sama menjadi struktur yang saling terkait.
c) Attributing (Menemukan pesan tersirat)
Attributing adalah kemampuan siswa untuk menyebutkan tentang
sudut pandang, bias, nilai atau maksud dari suatu masalah yang
diajukan. Attributing membutuhkan pengetahuan dasar yang lebih agar
dapat menerka maksud dari inti permasalahan yang diajukan.

5. Evaluate (menilai/ mengevaluasi)


Menilai di definisikan sebagai kemampuan melakukan judgement
berdasar pada kriteria dan standar tertentu. Kriteria sering digunakan adalah

9
menentukan kualitas, efektivitas, efisiensi, dan konsistensi, sedangkan
standar digunakan dalam menentukan kuantitas maupun kualitas. Evaluasi
mencakup kemampuan untuk membentuk suatu pendapat mengenai
sesuatu atau beberapa hal, bersama dengan pertanggungjawaban pendapat
itu yang berdasar kriteria tertentu. Adanya kemampuan ini dinyatakan
dengan memberikan penilaian terhadap sesuatu. Kategori menilai terdiri dari
checking (memeriksa) dan critiquing (mengkritik).
a) Checking (memeriksa)
Cheking adalah kemampuan untuk mengetes konsistensi internal
atau kesalahan pada operasi atau hasil. mendeteksi keefektifan prosedur
yang digunakan.
b) Critiquing (mengkritik)
Critique adalah kemampuan memutuskan hasil atau operasi
berdasarkan kriteria dan standar tertentu. Mendeteksi apakah hasil
yang diperoleh berdasarkan suatu prosedur menyelesaikan suatu masalah
mendekati jawaban yang benar.

6. Create (Berkreasi)
Create didefinisikan sebagai menggeneralisasi ide baru, produk atau
cara pandang yang baru dari sesuatu kejadian. Create disini di artikan
sebagai meletakkan beberapa elemen dalam satu kesatuan yang menyeluruh
sehingga terbentuklah dalam satu bentuk yang koheren atau fungsional. Siswa
dikatakan mampu create jika dapat membuat produk baru dengan merombak
beberapa elemen atau bagian ke dalam bentuk atau stuktur yang belum pernah
diterangkan oleh guru sebelumnya. Create dapat dipecah menjadi tiga fase
yaitu masalah diberikan, dimana siswa mencoba untuk memahami soal, dan
mengeluarkan solusi yang mungkin; perencanaaan penyelesaian, dimana
siswa memeriksa kemungkinan dan memikirkan rancangan yang
dilaksanakan; dan pelaksanaan penyelesaian, dimana siswa berhasil
melaksanakan rencana. Proses kreatif dapat diartikan sebagai awalan yang
memiliki fase yang berbeda dimana akan muncul kemungkinan
penyelesaian yang bermacam-macam sebagaimana yang dilakukan siswa
yang mencoba untuk memahami soal (generating). Langkah ini dilanjutkan

10
dengan langkah yang mengerucut, dimana siswa memikirkan metode
penyelesaian dan menggunakannya dalam rancangan kegiatan (planning).
Terakhir rencana dilaksanakan dengan cara siswa menyusun penyelesaian
(producing).

3. Taksonomi Bloom Kurikulum 2013


Dalam SKL K13 (permen 54 2013)dalam domain pengetahuan
dirumuskan: individu memiliki pengetahuan faktual, konseptual, procedural, dan
metakognitif. Rumusan ini mengacu pada taksonomi baru yang dikembangkan
oleh Anderson yang melakukan revisi atas taksonomi Bloom. Anehnya
taksonomi pengetahuan ini tidak dibahas secara detail dalam panduan K13.
Tidak juga dibahas bahwa taksonomi pengetahuan yang baru ini sesungguhnya
telah memuncukan paradigma baru dalam pembelajaran yang kini menjadi
acuan praktis pendidikan di negara-negara maju.

4. Kelemahan Taksonomi Bloom


Bloom membagi domain kognitif ke dalam 6 kategori yang dikenal:
knowledge, comprehension, application, analysis, synthesis, evaluation.
Penerapannya dalam bahasa Indonesia kita rumuskan dalam kata kerja
operasional; mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, membuat
sintesa, mengevaluasi. Tiga kategori awal kadang disebut Low Order Thinking
Skills dan tiga katagori akhir (analysis, synthesis, evaluation) kadang dikenal
dengan Higher Order Thinking Skill (HOTS).
Dipublikasikan tahun 1956 dalam buku “Taxonomy of Educational
Objective, The Classification of Educational Goals, Handbook I, Cognitive
Domains”, taksonomi Bloom hingga kini masih memiliki pengaruh yang kuat.
Enam kategori domain kognitif yang digunakan dalam taksonomi ini masih
mudah dijumpai dalam rumusan kurikulum-kurikulum di banyak Negara.
Taksonomi Bloom disusun ketika pemahaman tentang proses kognitif dan
pembelajaran masih sangat sedikit. Pun tidak ada satupun riset yang dibuat untuk
mendukung pembagian domain kognitif dalam 6 level secara hirarkis. Tak heran
taksonomi ini memiliki beberapa kelemahan, Bloom memasukkan pengetahuan
sebagai level terendah proses kognitif, tak ada pembedaan antara pengetahuan
dan proses kognitif.

11
Pembagian domain kognitif dalam 6 level dari rendah ke tinggi kini dinilai
sebagai penyederhanaan yang berlebihan. Menerapkan 3 kategori kognitif tinggi
secara terpisah dengan 3 kategori kognitif rendah terbukti gagal karena otak
manusia ternyata tidak bekerja dengan cara demikian. Bloom juga lebih merujuk
pada behaviorisme yang tidak lagi cocok dengan teori-teori belajar baru
khususnya konstruktivisme sosial yang menjadi dasar pengembangan
collaborative learning.

5. Implikasinya Dalam Pembelajaran


Perubahan taksonomi dari satu dimensi menjadi dua dimensi dengan
pemisahan dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif membuka
pemahaman yang lebih jelas tentang bagaimana proses belajar itu berlangsung
dalam diri siswa. Siswa memperoleh pengetahuan dan menyimpannya dalam
memori, pengetahuan yang ada dalam memorinya inilah yang terutama akan ia
gunakan untuk melakukan proses kognitif lainnya mulai dari memahami hingga
mencipta.
Pembelajaran dengan demikian berlangsung dalam dua dimensi yaitu
memperoleh pengetahuan (get it and keep it: acquicition) dan menggunakan
pengetahuan itu untuk mengembangkan kemampuan kognitif. Pengetahuan
ibarat bahan bakar dan proses kognitif adalah mesinnya. Semakin mendalam
pengetahuan seseorang di suatu bidang semakin tinggi kemampuannya
menganalisa suatu fenomena dalam bidang yang digelutinya. Semakin sedikit
pengetahuan yang dimiliki semakin sulit ia menganalisa sesuatu. Factual
knowledge precedes skills.
Sejalan dengan pemahaman di atas maka kemampuan memperoleh
pengetahuan menjadi vital dalam proses belajar. Adalah Marzano yang
kemudian secara detail mengembangkan pemahaman terhadap proses ini. Untuk
menguasai pengetahuan (acquire and integrate knowledge) harus dipisahkan
dulu tipe pengetahuan yang akan dipelajari, apakah pengetahuan deklaratif
(factual, konseptual) atau pengetahuan procedural? Pengetahuan dekralatif
dikuasai dengan; constructing meaning, organizing dan stroring, sedangkan
pengetahuan procedural dikuasai dengan: constructing model, shaping,
internalizing.

12
Bila pengetahuan sudah dikuasai maka siswa siap untuk melakukan
kegiatan belajar yang dirancang untuk mengembangkan dimensi proses kognitif.
Menurut Marzano ada 3 tahapan pokok (disebut juga dimensi pembelajaran)
dalam pengembangan dimensi proses kognitif yaitu; extending and refine
knowledge, use knowledge meaningfully dan habit of minds. Dengan kata lain
pengetahuan akan mudah dilupakan bila tidak diperdalam dan tidak pernah
digunakan.
Aktivitas kognitif yang bisa dikembangkan untuk memperdalam
pengetahuan adalah: comparing, classifying, abstraction, inductive reasoning,
deductive reasoning, constructing support, analyzing errors, analyzing
perspective. Sedangkan aktivitas kognitif yang bisa dikembangkan untuk
memamfaatkan pengetahuan adalah; decision making, problem solving,
invention, experimental inquiry, investigation dan system analysis. Dengan
banyak melakukan aktivitas kognitif ini pengetahuan siswa akan semakin
mendalam sekaligus siswa melatih kemampuan kognitifnya dari level rendah
hingga atas, dari kemampuan mengingat, memahami hingga kemampuan
tertinggi yaitu mencipta.

B. TUJUAN INSTRUKSIONAL
1. Definisi Tujuan Instruksional
Materi suatu bidang studi tidak mungkin menjadi milik kita, tanpa
dipelajari terlebih dahulu, baik dipelajari sendiri maupun diajarkan oleh guru.
Proses atau kegiatan mempelajari materi ini terjadi dalam saat terjadinya situasi
belajar mengajar atau pengajaran (instruksional). Dari perkataan pengajaran atau
instruksional inilah maka timbul istilah tujuan instruksional merupakan bagian
dari pembelajaran. Ada berbagai definisi tujuan instruksional yang disampaikan
oleh beberapa tokoh diantaranya :
 Robert F. Magner (1962) yang mendefinisikan tujuan instruksioanal sebagai
tujuan perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa
pada kondisi tingkat kompetensi tertentu.
 Eduard L. Dejnozka dan David E. Kavel (1981) yang mendefinisikan tujuan
instruksional adalah suatu pernyataan spesifik yang dinyatakan dalam bentuk

13
perilaku yang diwujudkan dalam bentuk tulisan yang menggambarkan hasil
belajar yang diharapkan.
 Fred Percival dan Henry Ellington (1984) yang mendefinisikan tujuan
instruksional adalah suatu pernyataan yang jelas menunjukkan
penampilan/keterampilan yang diharapkan sebagai hasil dari proses belajar.

Dari beberapa definisi diatas maka tujuan instruksional adalah suatu


pernyataan yang menggambarkan pengetahuan, kemampuan, keterampilan dan
sikap yang harus dimiliki oleh siswa sebagai akibat dari hasil pengajaran yang
dinyatakan dalam bentuk tingkah laku (behaviour) yang dapat diamati dan
diukur.
Setelah kita mengetahui beberapa definisi tujuan instruksional yang
dikemukakan dari beberapa tokoh kita dapat mengambil beberapa manfaat yaitu:
a. Pendidik dapat menentukan tujuan proses belajar mengajar
b. Menentukan persyaratan awal instruksional
c. Merancang strategi instruksional
d. Memilih media pembelajaran
e. Menyusun instrumen tes sebagai evaluasi belajar
f. Melakukan tindakan perbaikan pembelajaran
g. Pendidik mempunyai arahan untuk memilih bahan pembelajaran dan memilih
prosedur(metode) mengajar
h. Setiap pendidik mempunyai batas-batas tugas dan wewenangnya dalam
mengajarkan suatu bahan sehingga diperkecil kemungkinan timbulnya celah
(gap) atau saling menutup (overlap) antar pendidik
i. Pendidik mempunyai patokan dalam menilai kemajuan belajar peserta didik
j. Pendidik mempunyai kriteria untuk mengevaluasi kualitas maupun efisiensi
pembelajarannya

Dalam proses belajar mengajar tujuan instruksional dapat di bagi menjadi


dua yaitu tujuan instruksional umum yang menggariskan hasil hasil di aneka
bidang studi yang harus dicapai siswa dan tujuan instruksional khusus (TIK)
yang merupakan penjabaran dari tujuan instruksional umum yang menyangkut
suatu pokok bahasan sebagai tujuan pengajaran yang konkrit dan spesifik.

14
2. Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Menurut Groundlund dalam Harjanto (2008) tujuan instruksional umum
(TIU) adalah hasil belajar yang diharapkan yang dinyatakan secara umum dan
berpedoman pada perubahan tingkah laku dalam kelas. Tujuan instuksional
umum (TIU) merupakan hasil belajar yang bersifat khusus.
Kegunaan TIU dalam proses belajar mengajar menurut Harjanto (2008)
adalah :
a. Memberikan kriteria yang pasti untuk mengukur kemajuan belajar peserta
didik.
b. Memberikan kepastian mengenai kemampuann yang diharapkan dari peserta
didik.
c. Memberikan dasar untuk mengembangkan alat evaluasi untuk mengukur
efektifitas pengajaran.
d. Menentukan petunjuk dalam menentukan materi dan strategi instruksional.
e. Petunjuk bagi peserta didik tentang apa yang dipelajari dan apa yang akan
dinilai dalam mengikuti suatu pelajaran.
f. Peserta didik akan mengorganisasikan usaha dan kegiatannya untuk mencapai
tujuan instruksional yang telah ditentukan.

Masih menurut Gronlund dalam Harjanto (2008), dalam perumusan tujuan


umum instruksional (TIU) terlebih dahulu menyusun jenis hasil belajar yang
diharapkan dan jenis-jenis hasil belajar yang dapat digunakan sebagai sumber
dalam perumusan tujuan instruksional umum (TIU) yaitu harus memperhatikan
hal-hal seperti berikut :
a. Mencakup tujuan yang diharapkan secara umum tentang apa yang dapat
dicapai dalam proses pengajaran dalam satu waktu tertentu.
b. Tidak terlepas dari konteks tujuan-tujuan kurikuler maupun tujuan yang
diatasnya.
c. Selaras dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip belajar.
d. Cukup realistis dengan keadaan kemampuan peserta didik waktu yang
tersedia dan fasilitas yang ada.
e. Mempunyai indikasi yang kuat bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah
laku peserta didik.

15
3. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Menurut Bryl Shoemakar dalam Harjanto (2008), Tujuan Instruksional
Khusus (TIK) adalah pernyataan yang menjelaskan rencana perubahan dari
seseorang yang belajar tentang apa yang diinginkan jika ia menyelesaikan suatu
pengalaman belajar. Dengan demikian dapat diartikan perumusan tujuan
instruksional khusus (TIK) adalah perumusan perubahan tingkah
laku/kemampuan yang diharapkan dimiliki peserta didik setelah mengikuti suatu
program pengajaran tertentu.
Menurut Suparman (2004), merumuskan tujuan instruksional khusus
(TIK) merupakan :
a. Dasar dan pedoman bagi seluruh proses pengembangan tujuan instruksional
selanjutnya (perumusan TIK merupakan titik permulaan sesungguhnya dari
proses pengembangan instruksional).
b. Alat untuk menguji validitas isi tes (isi pelajaran yang akan diajarkan
disesuaikan dengan apa yang akan dicapai).
c. Arah proses pengembangan instruksional karena di dalamnya tercantum
rumusan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang akan dicapai peserta
didik pada akhir proses instruksional.

Kriteria dalam merumuskan TIK menurut Harjanto (2008) adalah sebagai


berikut :
a. Menggunakan kata kerja operasional
b. Berorientasi kepada peserta didik
c. Berbentuk tingkah laku
d. Hanya memuat satu perubahan tingkah laku

4. Klasifikasi Tujuan Instruksional


a. Menurut Jenis Perilaku (internal)
Ilmu psikologi mengenal pembagian aspek kepribadian atas tiga
kategori yaitu aspek kognitif yang mencakup pengetahuan serta pemahaman,
aspek afektif yang mencakup perasaan, minat, motivasi, sikap, kehendak serta
nilai dan aspek psikomotorik yang mencakup pengamatan dan segala gerak
motorik. Dalam kenyataannya dasar pembagian yang demikian kerap menjadi
pedoman dalam menggolongkan segala jenis perilaku. Kegunaan dari suatu

16
sistem klasifikasi mengenai tujuan instruksional termasuk tujuan
instruksional khusus adalah kita dapat memperoleh gambaran tujuan
instruksional ditinjau dari segi jenis perilaku yang mungkin dicapai oleh
siswa. Menurut bloom jenis perilaku disusun secara hierarkis sehingga
menjadi taraf-taraf yang menjadi semakin kompleks.
Adapun taksonomi atau klasifikasi tujuan instruksional menurut Bloom
adalah sebagai berikut :
1) Ranah Kognitif (Cognitive Domain)
a) Pengetahuan (knowledge), mencakup ingatan yang pernah dipelajari
dan disimpan dalam ingatan.
b) Pemahaman (comprehension), mencakup kemampuan untuk
menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari.
c) Penerapan (application), mencakup kemampuan menerapkan suatu
kaidah atau metode yang baru.
d) Analisis (analysis), mencakup kemampuan untuk merinci suatu
kesatuan ke dalam bagian-bagian.
e) Sintesis (synthesis), mencakup kemampuan membentuk suatu
kesatuan.
f) Evaluasi (evaluation), mencakup kemampuan untuk membentuk suatu
pendapat.
2) Ranah Afektif (Affective Domain)
a) Penerimaan (receiving), mencakup kepekaan akan adanya suatu
perangsang dan kesediaan untuk memperhatikan.
b) Partisipasi (responding), mencakup kerelaan untuk memperhatikan
secara aktif.
c) Penilaian/penentuan sikap (valuing), mencakup kemampuan untuk
memberikan penilaian terhadap sesuatu.
d) Organisasi (organization), mencakup kemampuan untuk membentuk
suatu sistem nilai.
e) Pembentukan pola hidup (characterization by a value or value
complex), mencakup kemampuan untuk menghayati nilai nilai
kehidupan.

17
3) Ranah Psikomotorik (Psychomotoric Domain)
a) Persepsi (perception), mencakup kemampuan untuk membedakan ciri
ciri fisik.
b) Kesiapan (set), mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya
dalam memulai gerakan.
c) Gerakan terbimbing (guided response), mencakup kemampuan untuk
melakukan sesuatu rangkaian gerak gerik.
d) Gerakan yang terbiasa (mechanical response), mencakup kemampuan
untuk melakukan sesuatu rangkaian gerak gerik dengan lancar.
e) Gerakan kompleks (complex response), mencakup kemampuan untuk
melaksanakan suatu keterampilandengan lancar, efisien dan tepat.
f) Penyesuaian pola gerakan (adjustment), mencakup kemampuan untuk
mengadakan perubahan dan menyesuaikan Pola gerak gerik yang
mahir.
g) Kreativitas (creativity), mencakup kemampuan untuk melahirkan aneka
pola gerak gerik yang baru.

b. Menurut Isi
Dalam suatu TIK dibedakan dua aspek yaitu aspek perilaku yang
dituntut dari siswa dan aspek terhadap hal apa perilaku itu yang harus
dilakukan (isi = content). Untuk istilah isi kerap digunakan pula istilah materi
dan bahan. Istilah isi menunjukkan pada aspek tertentu dalam tujuan
instruksional, terhadap hal apa siswa harus melakukan sesuatu sesuai jenis
perilaku yang dituntut. Istilah materi/bahan pelajaran menunjuk pada hal-hal
yang dilakukan selama pengalaman belajar siswa berlangsung.

Tujuan Instruksional Isi Tujuan Instruksional

Soekarno sebagai presiden


Menyebutkan nama presiden RI
pertama republik Indonesia

Menjelaskan mengapa bahan besi Relasi antara pemanasan dan


yang dipanaskan memuai pemuaian

18
Menunjukkan kerelaan untuk
Objektivitas laporan
melaporkan secara objektif

5. Format dalam Menulis Tujuan Instruksional


Sehubungan dengan teknis penulisan, maka dalam menulis tujuan
intruksional sebaiknya dinyatakan dengan jelas, artinya tanpa diberi penjelasan
tambahan apapun, pembaca (guru atau siswa) sudah dapat menangkap
maksudnya.
Menurut Knirk dan Gustafson dalam Hernawan (2005) dalam
merumuskan tujuan instruksional sebaiknya dinyatakan dalam bentuk ABCD
format, artinya :
1. Audience = A, Yaitu siswa yang belajar untuk mencapai tujuan. Artinya
tujuan yang dirancang untuk siswa bukan guru. Oleh sebab itu komponen
siswa harus selalu ada pada setiap perumusan TIK. Contohnya: siswa kelas
1, siswa kelas 6 dan sebagainya.
2. Behavior = B, Yaitu kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa setelah
mengikuti pembelajaran. Komponen ini terdiri atas kata kerja yang
menunjukkan kemampuan yang harus ditampilkan siswa dan materi yang
dipelajari siswa. Kemampuan tersebut dinyatakan dalam bentuk kata kerja
operasional seperti menjelaskan, memberi, contoh, menyusun, membuat,
merakit,menunjukkan, mengenal dan sebagainya. Contohnya: membuat
larutan oralit, menunjukkan letak ibukota propinsi dan sebagainya.
3. Condition = C, Yaitu keadaan yang dipersyaratkan ketika siswa diminta
menunjukkan atau mendemonstrasikan perilaku atau kemampuan yang
diharapkan. Contohnya: “diberikan sejumlah data, siswa dapat….”(ini
berarti bahwa pada saat kita meminta siswa menunjukkan kemampuan
tersebut kita harus menyediakan data) atau “dengan menggunakan rumus
ABC, siswa dapat….” (ini berarti siswa dianggap sudah menguasai
kemampuan tersebut apabila siswa melakukannya dengan menggunakan
rumus ABC. Apabila tidak menggunakan rumus ABC berarti siswa belum
menguasai tujuan tersebut).

19
4. Degree = D, Yaitu tingkat ukuran yag dicapai untuk menentukan
keberhasilan atau penguasaan siswa terhadap tingkah laku khusus yang
ditetapkan. Tingkat keberhasilan ditunjukkan dengan batas minimal dari
penampilan suatu perilaku yang dapat dianggap diterima. Contohnya: “siswa
dapat menjelaskan lima karakteristik pemimpin yang demokratis” (siswa
dianggap belum menguasai tujuan tersebut jika hanya mampu menjelaskan
dua atau tiga karakteristik ersebut) atau “siswa dapat menjelaskan dua alas
an penting transmigrasi” (siswa dianggap belum menguasai tujuan tersebut
bila siswa hanya mampu menjelaskan satu alasan saja).

20
DAFTAR PUSTAKA

Pasani, M.Si, Dr. Chairil Faif , and Dra. Hj. Agni Danaryanti, M.Pd. 2016. Bahan
Ajar Penilaian Pembelajaran Matematika. Banjarmasin: Universitas
Lambung Mangkurat.

Wahyudin, Uyu. n.d. "Perumusan Tujuan Instruksional." Direktori File UPI.


Accessed Februari 23, 2018.
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_SEKOLAH/196009
261985031-UYU_WAHYUDIN/Perumusan_tujuan_instruksional.pdf.

21

You might also like