Professional Documents
Culture Documents
MAKALAH
Oleh :
Kelompok 3
Fierda Ria Fairuz (1610118120005)
Jumiati (1610118220010)
Nur Indah Martiyani (1610118320018)
ii
A. TAKSONOMI BLOOM
1. Sejarah dan Pengertian Taksonomi Bloom
Taksonomi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani yaitu tassein yang
berarti mengklasifikasi dan nomos yang berarti aturan. Jadi, Taksonomi adalah
klasifikasi berhierarki dari sesuatu atau prinsip yang mendasari klasifikasi.
Istilah ini kemudian digunakan oleh Benjamin Samuel Bloom, seorang psikolog
bidang pendidikan yang melakukan penelitian dan pengembangan mengenai
kemampuan berfikir dalam proses pembelajaran.
Sejarah taksonomi bloom bermula ketika awal tahun 1950-an, dalam
konferensi Asosiasi Psikolog Amerika sebagai lanjutan dari konferensi yang
dilakukan pada tahun 1948, Bloom dan kawan-kawan mengemukakan bahwa
dari evaluasi hasil belajar yang banyak disusun di sekolah, ternyata persentase
terbanyak butir soal yang diajukan hanya meminta siswa untuk mengutarakan
hapalan mereka.
Menurut Bloom, hapalan sebenarnya merupakan tingkat terendah dalam
kemampuan berfikir (thinking behaviors). Masih banyak level lain yang lebih
tinggi yang harus dicapai agar proses pembelajaran dapat menghasilkan siswa
yang kompeten di bidangnya. Akhirnya pada tahun 1956, Bloom, Englehart,
Furst, Hill dan Krathwohl berhasil mengenalkan kerangka konsep kemampuan
berfikir yang dinamakan Taxonomy Bloom.
Jadi, Taksonomi Bloom adalah struktur hierarkhi yang
mengidentifikasikan skills mulai dari tingkat yang rendah hingga yang
tinggi.Tentunya untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, level rendah harus
dipenuhi terlebih dulu. Dalam tujuan pendidikan berdasarkan Bloom terdapat 3
(tiga) domain/ranah kemampuan intelektual (intellectual behaviors) yaitu
kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Pada tahun 1956 Benyamin Bloom menyampaikan gagasannya berupa
taksonomi tujuan pendidikan dengan menyajikannya dalam bentuk hierarki.
Tujuan pendidikan oleh Bloom dibagi menjadi tiga domain/ranah kemampuan
intelektual (intellectual behaviors) yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor :
1
a. Cognitive Domain (Ranah Kognitif) berisi perilaku-perilaku yang
menekankan aspekintelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan
keterampilan berpikir.
b. Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan
aspekperasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara
penyesuaian diri.
c. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang
menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan,
mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.
2
pengetahuan dengan dimensi proses kognitif. Pemisahan ini dilakukan sebab
dimensi pengetahuan berbeda dari dimensi kognitif. Pengetahuan merupakan
kata benda sedangkan proses kognitif merupakan kata kerja. Sejalan dengan
pendapat tersebut, Rukmini (2008: 157) menjelaskan bahwa revisi taksonomi
Bloom diajukan untuk melihat ke depan dan merespon tuntutan berkembangnya
komunitas pendidikan, termasuk pada bagaimana anak-anak berkembang dan
belajar serta bagaimana guru menyiapkan bahan ajar.
3
Dimensi proses kognitif dalam taksonomi yang baru dibuat konsisten dan
dengan objek yang ingin dicapai (Rukmini, 2008: 159). Tujuan atau objek
merupakan suatu aktivitas dalam mengerjakan sesuatu. Oleh karena itu, dalam
taksonimi yang telah direvisi, mengubah keenam kategori dalam taksonomi
Bloom yang lama yang berupa kata benda menjadi kata kerja. Kata kerja yang
digunakan dalam masing-masing level kognisi mencirikan penguasaan yang
diinginkan. Anderson (dalam Widodo 2006: 5) menjelaskan bahwa dimensi
4
proses kognitif dalam taksonomi Bloom yang baru secara umum sama dengan
yang lama yang menunjukkan adanya perjenjangan, dari proses kognitif yang
sederhana ke proses kognitif yang lebih kompleks. Namun, perjenjangan pada
taksonomi yang baru lebih fleksibel sifatnya. Artinya, untuk dapat melakukan
proses kognitif yang lebih tinggi tidak mutlak disyaratkan penguasaan proses
kognitif yang lebih rendah.
Anderson dan Krathwohl pada tahun 2001 (dalam Iriyati) merevisi
taksonomi Bloom dalam bukunya yang berjudul: A Taxonomy for Learning,
Teaching, dan Assessing : A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational
Objectives. Revisi yang mereka lakukan mencakup beberapa perubahan antara
lain :
a. Mengubah jenis kata dalam taksonomi Bloom, dari jenis kata benda (noun)
menjadi kata kerja (verb).
b. Melakukan organisasi ulang urutan jenjang.
c. Mengganti kategori pengetahuan (knowledge) menjadi mengingat
(remembering), pemahaman (comprehension) menjadi memahami
(understanding) dan sintesis (synthesis) menjadi menciptakan (creating).
5
siswa diberi soal yang berkaitan dengan proses kognitif recognizing
(mengenal kembali) dan recalling (mengingat).
a) Recognizing (mengenal kembali).
Recognizing adalah memperoleh kembali pengetahuan yang
relevan dari memori jangka panjang kemudian membandingkannya
dengan informasi yang tersaji. Dalam Recognizing, siswa mencari
potongan informasi dalam memorijangka panjang yang identik atau
hampir sama dengan informasi yang baru disampaikan. Ketika
menemui informasi baru, siswa menentukan mana informasi yang
berkaitan dengan pengetahuan yang sebelumnya diperoleh kemudian
mencari yang cocok.
b) Recalling (mengingat)
Recalling adalah memperoleh kembali pengetahuan yang sesuai
dari memori jangka panjang ketika merespon suatu masalah atau
diberikan suatu perintah. Perintah dapat berupa sebuah pertanyaan.Dalam
recalling, siswa mencari sebagian informasi dalam memori jangka
panjang, kemudian membawanya untuk mengerjakan memori dimana
informasi ini dapat diproses.
2. Understand (memahami)
Memahami adalah kemampuan merumuskan makna dari pesan
pembelajaran dan mampu mengkomunikasikannya dalam bentuk lisan,
tulisan maupun grafik. Siswa mengerti ketika mereka mampu menentukan
hubungan antara pengetahuan yang baru diperoleh dengan pengetahuan
mereka yang lalu. Kategori understand terdiri dari proses kognitif
interpreting (menginterpretasikan), exemplifying (memberi contoh),
classifying (mengklasifikasikan), summarizing (menyimpulkan), inferring
(menduga), comparing (membandingkan), dan explaining (menjelaskan).
a) Interpreting (menginterpretasikan)
Interpreting adalah kemampuan siswa untuk mengubah informasi
yang disajikan dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Interpreting dapat
berupa mengubah kalimat ke kalimat, gambar ke kalimat, angka ke
kalimat, kalimat ke angka, dan lain sebagainya.
6
b) Exemplifying (memberi contoh)
Exemplifying adalah kemampuan siswa untuk memberikan
contoh yang spesifik atau contoh mengenai konsep secara umum.
Exemplifying dapat pula berarti mengidentifikasi pengertian dari bagian-
bagian pada konsep umum.
c) Classifying (mengklasifikasikan)
Classifying adalah ketika siswa mengetahui bahwa sesuatu
merupakan bagian dari suatu kategori.Classifying dapat diartikan pula
sebagai mendeteksi ciri atau pola yang menunjukkan bahwa ciri atau pola
tersebut sesuai dengan kategori tertentu atau konsep tertentu. Jika
exemplifying dimulai dari konsep umum dan meminta siswa untuk
mencari contoh khususnya, maka classifying dimulai dari contoh khusus
dan meminta siswa untuk mencari konsep umumnya.
d) Summarizing (menyimpulkan)
Siswa dikatakan memiliki kemampuan summarizing ketika siswa
dapat memberikan pernyataan tunggal yang menyatakan informasi yang
disampaikan atau topik secara umum.
e) Inferring (menduga)
Inferring berarti dapat mencari pola dari beberapa contoh kasus.
Siswa dikatakan memiliki kemampuan Inferring jika siswa dapat
membayangkan konsep atau prinsip yang merupakan bagian dari contoh
dengan cara mengkode karakteristik yang sesuai dari masing-masing
contoh dan lebih penting lagi dengan tidak ada hubungan antara
contoh-contoh tersebut.
f) Comparing (membandingkan)
Comparing adalah kemampuan menunjukkan persamaan dan
perbedaan antara dua atau lebih objek. Comparing dapat juga diartikan
sebagai mencari korespondensi satu-satu antara objek yang satu dengan
objek yang lain.
g) Explaining (menjelaskan)
Explaining adalah kemampuan merumuskan dan menggunakan
model sebab akibat sebuah sistem. Siswa yang memiliki kemampuan
7
menjelaskan dapat menggunakan hubungan sebab akibat antar bagian
dalam suatu sistem.
3. Apply (menerapkan)
Menerapkan adalah kemampuan menggunakan prosedur untuk
menyelesaikan masalah. Siswa memerlukan latihan soal sehingga siswa
terlatih untuk mengetahui prosedur apa yang akan digunakan untuk
menyelesaikan soal. Kategori menerapkan (apply) terdiri dari proses
kognitif kemampuan melakukan (executing) dan kemampuan menerapkan
(implementing).
a) Executing (melakukan)
Dalam executing jika siswa menemui soal yang sudah dikenal,
siswa akan mengetahui prosedur yang akan digunakan. Keadaan yang
sudah dikenal ini sering memberikan petunjuk kepada siswa mengenai
cara apa yang akan digunakan. Executing lebih cenderung kepada
kemampuan menyelesaikan masalah secara skill dan algoritma dari pada
kemampuan teknik dan metode. Skill dan algoritma memiliki ciri sebagai
berikut:
1) Langkah pengerjaan soal lebih berurutan.
2) Jika setiap langkah dikerjakan dengan benar, maka hasil yang akan
diperoleh juga pasti benar.
b) Implementing (menerapkan)
Dalam implementing siswa memilih dan menggunakan prosedur
untuk menyelesaikan soal yang belum dikenal siswa. Karena itu, siswa
harus memahami benar masalah tersebut sehingga siswa dapat
menemukan prosedur yang tepat digunakan untuk menyelesaikan
masalah tersebut.
Implementing berhubungan dengan dua kategori yang lain yaitu
understand dan create karena siswa belum mengenal soal yang dihadapi
sehingga siswa belum mengetahui prosedur apa yang akan digunakan.
Kemungkinan prosedur yang akan digunakan bukan hanya satu,
mungkin membutuhkan beberapa prosedur yang dimodifikasi.
8
Implementing berhubungan dengan teknik dan metode daripada skill dan
algoritma. Teknik dan metode memiliki dua ciri, yaitu:
1) Prosedur mungkin lebih cenderung berupa flowchart dari pada langkah
yang berurutan, karena itu prosedur memiliki beberapa titik tujuan.
2) Jawaban mungkin tidak tunggal. Jawaban yang tepat mungkin terjadi
jika setiap langkah dilakukan dengan benar.
4. Analyze (menganalisis)
Menganalisis kemampuan untuk memecah suatu kesatuan menjadi
bagian yang menentukan bagaimana bagian-bagian tersebut dihubungkan
satu dengan yang lain atau bagian tersebut dengan keseluruhannya.
Analisis menekankan pada kemampuan merinci sesuatu unsur pokok
menjadi bagian-bagian dan melihat hubungan antar bagian tersebut. Tingkat
analisis seseorang akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan
membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih
kecil untuk mengenali pola atau hubungannya dan mampu mengenali
serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang
rumit. Kategori apply terdiri kemampuan membedakan (differentiating),
mengorganisasi (organizing) dan memberi simbol (attributing).
a) Differentiating (membedakan)
Membedakan meliputi kemampuan membedakan bagian-bagian
dari keseluruhan struktur dalam bentuk yang sesuai.
b) Organizing (mengorganisasi)
Mengorganisasi meliputi kemampuan mengidentifikasi unsur-
unsur secara bersama-sama menjadi struktur yang saling terkait.
c) Attributing (Menemukan pesan tersirat)
Attributing adalah kemampuan siswa untuk menyebutkan tentang
sudut pandang, bias, nilai atau maksud dari suatu masalah yang
diajukan. Attributing membutuhkan pengetahuan dasar yang lebih agar
dapat menerka maksud dari inti permasalahan yang diajukan.
9
menentukan kualitas, efektivitas, efisiensi, dan konsistensi, sedangkan
standar digunakan dalam menentukan kuantitas maupun kualitas. Evaluasi
mencakup kemampuan untuk membentuk suatu pendapat mengenai
sesuatu atau beberapa hal, bersama dengan pertanggungjawaban pendapat
itu yang berdasar kriteria tertentu. Adanya kemampuan ini dinyatakan
dengan memberikan penilaian terhadap sesuatu. Kategori menilai terdiri dari
checking (memeriksa) dan critiquing (mengkritik).
a) Checking (memeriksa)
Cheking adalah kemampuan untuk mengetes konsistensi internal
atau kesalahan pada operasi atau hasil. mendeteksi keefektifan prosedur
yang digunakan.
b) Critiquing (mengkritik)
Critique adalah kemampuan memutuskan hasil atau operasi
berdasarkan kriteria dan standar tertentu. Mendeteksi apakah hasil
yang diperoleh berdasarkan suatu prosedur menyelesaikan suatu masalah
mendekati jawaban yang benar.
6. Create (Berkreasi)
Create didefinisikan sebagai menggeneralisasi ide baru, produk atau
cara pandang yang baru dari sesuatu kejadian. Create disini di artikan
sebagai meletakkan beberapa elemen dalam satu kesatuan yang menyeluruh
sehingga terbentuklah dalam satu bentuk yang koheren atau fungsional. Siswa
dikatakan mampu create jika dapat membuat produk baru dengan merombak
beberapa elemen atau bagian ke dalam bentuk atau stuktur yang belum pernah
diterangkan oleh guru sebelumnya. Create dapat dipecah menjadi tiga fase
yaitu masalah diberikan, dimana siswa mencoba untuk memahami soal, dan
mengeluarkan solusi yang mungkin; perencanaaan penyelesaian, dimana
siswa memeriksa kemungkinan dan memikirkan rancangan yang
dilaksanakan; dan pelaksanaan penyelesaian, dimana siswa berhasil
melaksanakan rencana. Proses kreatif dapat diartikan sebagai awalan yang
memiliki fase yang berbeda dimana akan muncul kemungkinan
penyelesaian yang bermacam-macam sebagaimana yang dilakukan siswa
yang mencoba untuk memahami soal (generating). Langkah ini dilanjutkan
10
dengan langkah yang mengerucut, dimana siswa memikirkan metode
penyelesaian dan menggunakannya dalam rancangan kegiatan (planning).
Terakhir rencana dilaksanakan dengan cara siswa menyusun penyelesaian
(producing).
11
Pembagian domain kognitif dalam 6 level dari rendah ke tinggi kini dinilai
sebagai penyederhanaan yang berlebihan. Menerapkan 3 kategori kognitif tinggi
secara terpisah dengan 3 kategori kognitif rendah terbukti gagal karena otak
manusia ternyata tidak bekerja dengan cara demikian. Bloom juga lebih merujuk
pada behaviorisme yang tidak lagi cocok dengan teori-teori belajar baru
khususnya konstruktivisme sosial yang menjadi dasar pengembangan
collaborative learning.
12
Bila pengetahuan sudah dikuasai maka siswa siap untuk melakukan
kegiatan belajar yang dirancang untuk mengembangkan dimensi proses kognitif.
Menurut Marzano ada 3 tahapan pokok (disebut juga dimensi pembelajaran)
dalam pengembangan dimensi proses kognitif yaitu; extending and refine
knowledge, use knowledge meaningfully dan habit of minds. Dengan kata lain
pengetahuan akan mudah dilupakan bila tidak diperdalam dan tidak pernah
digunakan.
Aktivitas kognitif yang bisa dikembangkan untuk memperdalam
pengetahuan adalah: comparing, classifying, abstraction, inductive reasoning,
deductive reasoning, constructing support, analyzing errors, analyzing
perspective. Sedangkan aktivitas kognitif yang bisa dikembangkan untuk
memamfaatkan pengetahuan adalah; decision making, problem solving,
invention, experimental inquiry, investigation dan system analysis. Dengan
banyak melakukan aktivitas kognitif ini pengetahuan siswa akan semakin
mendalam sekaligus siswa melatih kemampuan kognitifnya dari level rendah
hingga atas, dari kemampuan mengingat, memahami hingga kemampuan
tertinggi yaitu mencipta.
B. TUJUAN INSTRUKSIONAL
1. Definisi Tujuan Instruksional
Materi suatu bidang studi tidak mungkin menjadi milik kita, tanpa
dipelajari terlebih dahulu, baik dipelajari sendiri maupun diajarkan oleh guru.
Proses atau kegiatan mempelajari materi ini terjadi dalam saat terjadinya situasi
belajar mengajar atau pengajaran (instruksional). Dari perkataan pengajaran atau
instruksional inilah maka timbul istilah tujuan instruksional merupakan bagian
dari pembelajaran. Ada berbagai definisi tujuan instruksional yang disampaikan
oleh beberapa tokoh diantaranya :
Robert F. Magner (1962) yang mendefinisikan tujuan instruksioanal sebagai
tujuan perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa
pada kondisi tingkat kompetensi tertentu.
Eduard L. Dejnozka dan David E. Kavel (1981) yang mendefinisikan tujuan
instruksional adalah suatu pernyataan spesifik yang dinyatakan dalam bentuk
13
perilaku yang diwujudkan dalam bentuk tulisan yang menggambarkan hasil
belajar yang diharapkan.
Fred Percival dan Henry Ellington (1984) yang mendefinisikan tujuan
instruksional adalah suatu pernyataan yang jelas menunjukkan
penampilan/keterampilan yang diharapkan sebagai hasil dari proses belajar.
14
2. Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Menurut Groundlund dalam Harjanto (2008) tujuan instruksional umum
(TIU) adalah hasil belajar yang diharapkan yang dinyatakan secara umum dan
berpedoman pada perubahan tingkah laku dalam kelas. Tujuan instuksional
umum (TIU) merupakan hasil belajar yang bersifat khusus.
Kegunaan TIU dalam proses belajar mengajar menurut Harjanto (2008)
adalah :
a. Memberikan kriteria yang pasti untuk mengukur kemajuan belajar peserta
didik.
b. Memberikan kepastian mengenai kemampuann yang diharapkan dari peserta
didik.
c. Memberikan dasar untuk mengembangkan alat evaluasi untuk mengukur
efektifitas pengajaran.
d. Menentukan petunjuk dalam menentukan materi dan strategi instruksional.
e. Petunjuk bagi peserta didik tentang apa yang dipelajari dan apa yang akan
dinilai dalam mengikuti suatu pelajaran.
f. Peserta didik akan mengorganisasikan usaha dan kegiatannya untuk mencapai
tujuan instruksional yang telah ditentukan.
15
3. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Menurut Bryl Shoemakar dalam Harjanto (2008), Tujuan Instruksional
Khusus (TIK) adalah pernyataan yang menjelaskan rencana perubahan dari
seseorang yang belajar tentang apa yang diinginkan jika ia menyelesaikan suatu
pengalaman belajar. Dengan demikian dapat diartikan perumusan tujuan
instruksional khusus (TIK) adalah perumusan perubahan tingkah
laku/kemampuan yang diharapkan dimiliki peserta didik setelah mengikuti suatu
program pengajaran tertentu.
Menurut Suparman (2004), merumuskan tujuan instruksional khusus
(TIK) merupakan :
a. Dasar dan pedoman bagi seluruh proses pengembangan tujuan instruksional
selanjutnya (perumusan TIK merupakan titik permulaan sesungguhnya dari
proses pengembangan instruksional).
b. Alat untuk menguji validitas isi tes (isi pelajaran yang akan diajarkan
disesuaikan dengan apa yang akan dicapai).
c. Arah proses pengembangan instruksional karena di dalamnya tercantum
rumusan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang akan dicapai peserta
didik pada akhir proses instruksional.
16
sistem klasifikasi mengenai tujuan instruksional termasuk tujuan
instruksional khusus adalah kita dapat memperoleh gambaran tujuan
instruksional ditinjau dari segi jenis perilaku yang mungkin dicapai oleh
siswa. Menurut bloom jenis perilaku disusun secara hierarkis sehingga
menjadi taraf-taraf yang menjadi semakin kompleks.
Adapun taksonomi atau klasifikasi tujuan instruksional menurut Bloom
adalah sebagai berikut :
1) Ranah Kognitif (Cognitive Domain)
a) Pengetahuan (knowledge), mencakup ingatan yang pernah dipelajari
dan disimpan dalam ingatan.
b) Pemahaman (comprehension), mencakup kemampuan untuk
menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari.
c) Penerapan (application), mencakup kemampuan menerapkan suatu
kaidah atau metode yang baru.
d) Analisis (analysis), mencakup kemampuan untuk merinci suatu
kesatuan ke dalam bagian-bagian.
e) Sintesis (synthesis), mencakup kemampuan membentuk suatu
kesatuan.
f) Evaluasi (evaluation), mencakup kemampuan untuk membentuk suatu
pendapat.
2) Ranah Afektif (Affective Domain)
a) Penerimaan (receiving), mencakup kepekaan akan adanya suatu
perangsang dan kesediaan untuk memperhatikan.
b) Partisipasi (responding), mencakup kerelaan untuk memperhatikan
secara aktif.
c) Penilaian/penentuan sikap (valuing), mencakup kemampuan untuk
memberikan penilaian terhadap sesuatu.
d) Organisasi (organization), mencakup kemampuan untuk membentuk
suatu sistem nilai.
e) Pembentukan pola hidup (characterization by a value or value
complex), mencakup kemampuan untuk menghayati nilai nilai
kehidupan.
17
3) Ranah Psikomotorik (Psychomotoric Domain)
a) Persepsi (perception), mencakup kemampuan untuk membedakan ciri
ciri fisik.
b) Kesiapan (set), mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya
dalam memulai gerakan.
c) Gerakan terbimbing (guided response), mencakup kemampuan untuk
melakukan sesuatu rangkaian gerak gerik.
d) Gerakan yang terbiasa (mechanical response), mencakup kemampuan
untuk melakukan sesuatu rangkaian gerak gerik dengan lancar.
e) Gerakan kompleks (complex response), mencakup kemampuan untuk
melaksanakan suatu keterampilandengan lancar, efisien dan tepat.
f) Penyesuaian pola gerakan (adjustment), mencakup kemampuan untuk
mengadakan perubahan dan menyesuaikan Pola gerak gerik yang
mahir.
g) Kreativitas (creativity), mencakup kemampuan untuk melahirkan aneka
pola gerak gerik yang baru.
b. Menurut Isi
Dalam suatu TIK dibedakan dua aspek yaitu aspek perilaku yang
dituntut dari siswa dan aspek terhadap hal apa perilaku itu yang harus
dilakukan (isi = content). Untuk istilah isi kerap digunakan pula istilah materi
dan bahan. Istilah isi menunjukkan pada aspek tertentu dalam tujuan
instruksional, terhadap hal apa siswa harus melakukan sesuatu sesuai jenis
perilaku yang dituntut. Istilah materi/bahan pelajaran menunjuk pada hal-hal
yang dilakukan selama pengalaman belajar siswa berlangsung.
18
Menunjukkan kerelaan untuk
Objektivitas laporan
melaporkan secara objektif
19
4. Degree = D, Yaitu tingkat ukuran yag dicapai untuk menentukan
keberhasilan atau penguasaan siswa terhadap tingkah laku khusus yang
ditetapkan. Tingkat keberhasilan ditunjukkan dengan batas minimal dari
penampilan suatu perilaku yang dapat dianggap diterima. Contohnya: “siswa
dapat menjelaskan lima karakteristik pemimpin yang demokratis” (siswa
dianggap belum menguasai tujuan tersebut jika hanya mampu menjelaskan
dua atau tiga karakteristik ersebut) atau “siswa dapat menjelaskan dua alas
an penting transmigrasi” (siswa dianggap belum menguasai tujuan tersebut
bila siswa hanya mampu menjelaskan satu alasan saja).
20
DAFTAR PUSTAKA
Pasani, M.Si, Dr. Chairil Faif , and Dra. Hj. Agni Danaryanti, M.Pd. 2016. Bahan
Ajar Penilaian Pembelajaran Matematika. Banjarmasin: Universitas
Lambung Mangkurat.
21