You are on page 1of 13

BAB II

TINJAUN TEORI

A. Pengertian Pendarahan Postpartum

Perdarahan pasca salin didefinisikan kehilangan darah 500 cc dalam

persalinan pervaginam atau 1000 cc dalam persalinan perabdominal

(Ramanathan G, Arulkumaran S,2006)

Perdarahan post partum adalah pendarahan yang terjadi sampai 24 jam

setelah kelahiran dan biasanya melibatkan kehilangan banyak darah melalui

saluran genital (Vicky Chapman, 2006).

Perdarahan pasca partum adalah perdarahan yang terjadi setelah

kelahiran bayi, sebelum, selama dan sesudah keluarnya plasenta (Harry

Oxorn, 2010).

B. Klasifikasi Pendarahan Postpartum

Menurut waktu terjadinya dibagi menjadi dua:

1. Perdarahan Pasca Persalinan Dini (Early Postpartum Haemorrhage, atau

Perdarahan Postpartum Primer, atau Perdarahan Pasca Persalinan Segera).

Perdarahan pasca persalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama.

Penyebab utama perdarahan pasca persalinan primer adalah atonia uteri,

retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri.

Terbanyak dalam 2 jam pertama.

2. Perdarahan masa nifas (perdarahan pasca salin kasep atau Perdarahan

Persalinan Sekunder atau perdarahan pasca persalinan lambat). Perdarahan

pasca persalinan sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Perdarahan


5

pasca persalinan sekunder sering diakibatkan oleh infeksi, penyusutan

rahim yang tidak baik (subinvolusio uteri), atau sisa plasenta yang

tertinggal.

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendarahan Postpartum

1. Perdarahan pasca persalinan dan usia ibu

Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau

lebih dari 35 tahun merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan

pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini

dikarenakan pada usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang wanita

belum berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia diatas 35 tahun

fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan

dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk

terjadinya komplikasi pascapersalinan terutama perdarahan akan lebih

besar. Perdarahan pascapersalinan yang mengakibatkan kematian maternal

pada wanita hamil yang melahirkan pada usia dibawah 20 tahun 2-5 kali

lebih tinggi daripada perdarahan pascapersalinan yang terjadi pada usia

20-29 tahun. Perdarahan pascapersalinan meningkat kembali setelah usia

30-35tahun (Tsu VD,1993). Teori ini sejalan dengan penelitian oleh

Purwanti (2014) di Purwokerto yang menunjukkan bahwa ada hubungan

yang signifikan umur kehamilan terhadap kejadian perdarahan karena

atonia uteri (Purwanti, 2014).


6

2. Perdarahan pascapersalinan dan gravida

Ibu-ibu yang dengan kehamilan lebih dari 1 kali atau yang

termasuk multigravida mempunyai risiko lebih tinggi terhadap terjadinya

perdarahan pascapersalinan dibandingkan dengan ibu-ibu yang termasuk

golongan primigravida (hamil pertama kali). Hal ini dikarenakan pada

multigravida, fungsi reproduksi mengalami penurunan sehingga

kemungkinan terjadinya perdarahan pascapersalinan menjadi lebih besar

(Tsu VD,1993).

Selain itu, menurut penelitian oleh Purwanti (2014) di Purwokerto

menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan jarak kehamilan

terhadap kejadian perdarahan karena atonia uteri (Purwanti, 2014). Hal ini

juga didukung oleh penelitian Rifdiani (2017) yang menunjukkan bahwa

ada pengaruh jarak kehamilan terhadap kejadian perdarahan postpartum

(Rifdiani, 2017) dan sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Natturini (2009), yang menyebutkan bahwa melahirkan kembali dengan

jarak < 2 tahun mempunyai risiko 7,280 kali mengalami perdarahan

dibandingkan dengan yang melahirkan dengan jarak ≥ 2 tahun.

3. Perdarahan pasca persalinan dan paritas

Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut

perdarahan pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal.

Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai angka kejadian

perdarahan pascapersalinan lebih tinggi. Pada paritas yang rendah (paritas

satu), ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan yang pertama


7

merupakan faktor penyebab ketidakmampuan ibu hamil dalam menangani

komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas (Tsu

VD,1993). Oxorn dan William pada tahun 2010 menyatakan bahwa

kejadian perdarahan postpartum pada multiparitas akan semakin besar

karena uterus yang telah melahirkan banyak anak akan cenderung bekerja

tidak efisien pada semua kala persalinan. Teori ini sejalan dengan

penelitian oleh Hendrawati (2017) di Yogyakarta yang mengatakan bahwa

terdapat hubungan yang bermakna antara paritas dengan kejadian

perdarahan postpartum primer setelah dikontrol kadar Hb. Risiko kejadian

perdarahan postpartum primer 3 kali lebih besar pada ibu grandemultipara

dibandingkan dengan ibu primipara dan multipara (OR = 3,184)

(Hendrawati, 2017).

4. Perdarahan pascapersalinan dan Antenatal Care

Tujuan umum antenatal care adalah menyiapkan seoptimal

mungkin fisik dan mental ibu serta anak selama dalam kehamilan,

persalinan dan nifas sehingga angka morbiditas dan mortalitas ibu serta

anak dapat diturunkan. Pemeriksaan antenatal yang baik dan tersedianya

fasilitas rujukan bagi kasus risiko tinggi terutama perdarahan yang selalu

mungkin terjadi setelah persalinan yang mengakibatkan kematian maternal

dapat diturunkan. Hal ini disebabkan karena dengan adanya antenatal care

tanda-tanda dini perdarahan yang berlebihan dapat dideteksi dan

ditanggulangi dengan cepat. (Tsu VD,1993). Hal ini didukung oleh hasil

penelitian oleh Fauziah tahun 2009 di Surakarta yang menyimpulkan


8

bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara keteraturan antenatal care

dengan kejadian perdarahan postpartum di RSUD DR. Moewardi

Surakarta, dan keteraturan ANC dapat menurunkan kejadian perdarahan

postpartum 0,125x atau 1/8x (Fauziah, 2009).

5. Perdarahan pascapersalinan dan kadar hemoglobin

Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan

nilai hemoglobin dibawah nilai normal. Dikatakan anemia jika kadar

hemoglobin kurang dari 8 gr%. Perdarahan pascapersalinan

mengakibatkan hilangnya darah sebanyak 500 ml atau lebih, dan jika hal

ini terus dibiarkan tanpa adanya penanganan yang tepat dan akurat akan

mengakibatkan turunnya kadar hemoglobin dibawah nilai normal (Tsu

VD,1993). Teori ini juga di dukung oleh hasil penelitian Putri (2016) di

Surabaya yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara

anemia dalam kehamilan dengan kejadian perdarahan postpartum primer

di RSUD Sampang dengan hasil coefficient contingency yaitu 0,593 yang

berarti kekuatan hubungannya sedang dan hasil odds ratio (OR) = 43,5

yang berarti ibu bersalin dengan anemia dalam kehamilan berpeluang

perdarahan postpartum primer 43,5 lebih besar daripada ibu bersalin tanpa

anemia dalam kehamilannya (Putri, 2016).

D. Etiologi Pendarahan Postpartum


Banyak faktor potensial yang dapat menyebabkan perdarahan pasca

salin, faktor-faktor yang menyebabkan perdarahan pasca salin adalah atonia

uteri, perlukaan jalan lahir, retensio plasenta, sisa plasenta, kelainan,


9

pembekuan darah. Secara garis besar dapat disimpulkan penyebab perdarahan

post partum adalah 4 T: ( Mukherjee S, Arulkumaran S, 2009 )

1. Atonia uteri (Tone Dimished)

Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk

berkontraksi dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim. Perdarahan

postpartum secara fisiologis di kontrol oleh kontraksi serat-serat

miometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang

mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi

ketika myometrium tidak dapat berkontraksi. Pada perdarahan karena

atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada palpasi. Atonia uteri juga

dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat

uterus dan mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan plasenta,

sedang sebenarnya bukan terlepas dari uterus. Atonia uteri merupakan

penyebab utama perdarahan pasca salin.

Disamping menyebabkan kematian, perdarahan pasca salin

memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita

berkurang. Perdarahan yang banyak bisa menyebabkan “ Sindroma

Sheehan “ sebagai akibat nekrosis pada hipofisis pars anterior sehingga

terjadi insufiensi bagian tersebut dengan gejala : astenia, hipotensi, dengan

anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan kakeksia, penurunan

fungsi seksual dengan atrofi alat-alat genital, kehilangan rambut pubis dan

ketiak, penurunan metabolisme dengan hipotensi, amenorea dan

kehilangan fungsi laktasi.


10

Beberapa hal yang dapat mencetuskan terjadinya atonia meliputi :

a. Manipulasi uterus yang berlebihan

b. General anestesi (pada persalinan dengan operasi )

c. Uterus yang teregang berlebihan

d. Kehamilan kembar

e. Fetal macrosomia ( berat janin antara 4500 – 5000 gram )

f. Polyhydramnion

g. Kehamilan lewat waktu

h. Partus lama

i. Grande multipara ( fibrosis otot-otot uterus ),

j. Anestesi yang dalam

k. Infeksi uterus ( chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia ),

l. Plasenta previa

m. Solutio plasenta
PATHWAY ATONIA UTERI

PERSALINAN

Plasenta lahir

Luka bekas implementasi


plasenta

Dikontrol oleh serabut-serabut


miometrium yang mengelilingi Miometrium terdiri dari 3
pembuluh darah dan lapis
memvaskularisasi darah implantasi
plasenta

Lapisan tengah tersusun


Lapisan tengah miometrium yang
sebagai anyaman dimana
berperan untuk terjadinya kontraksi
masing-masing serabut
mempunyai 2 buah
lengkungan yang berbentuk
Kontraksi menyebabkan angka 8
pepmbuluh darah
terjepit/tertutup

Jika otot-otot miometrium


tidak mampu berkontraksi
dengan baik

ATONIA UTERI
DAFTAR PUSTAKA

Akhter S, Begum MR, Kabir Z, Rashid M, Laila TR, Zabeen F.(2003): Use of a
condom to control massive PPH. Medscape General Medicine.

AlanH, DeCherney , Lauren Nathan ( 2003) Curren Obstretric & Gynecologic


Diagnosis & Tretment, Ninth edition; The McGraw-Hill Companies, Inc

Carroli G,Cuesta C, Abalos E,Gulmezoglu AM, (2008): Epidemiology of


postpartum haemorrhage:a systematic review; Best Practice & Research Clinical
Obstetrics and Gynaecology,vol 22:6 , 999-1012

Castaneda S, Karrison T, Cibils LA, (2000):Peripartum Hysterectomy , J Perinat


med, vol 28(6):472-81

Chandraharan E, Arulkumaran S.(2008) : Surgical aspects of postpartum


haemorrhage. Best Pract Res Clin Obstet Gynecol ;22: 1089–1102

Fauziah, Afroh.(2009) : Hubungan antara keteraturan antenatal care dengan


kejadian perdarahan postpartum di RSUD dr. Moewardi Surakarta, Surakarta :
Universitas Sebelas Maret.
Hendrawati, Eva.(2017) : Hubungan Paritas Dengan Kejadian Perdarahan
Postpartum Primer, Yogyakarta : Universitas Gajah Mada.
John M. Kirby, John R. Kachura, Dheeraj K. Rajan, Kenneth W. Sniderman,
Martin E. Simons, Rory C. Windrim, John C. Kingdom, (2009) : Arterial
embolization for primary postpartum hemorrhage, Journal of Vascular and
Interventional Radiology, Volume 20, Issue 8, Pages 1036-1045

Geri, Morgan dan Carol Hamilton. 2009. Obstetri dan Ginekoligi Panduan
Praktik. Jakarta: EGC

Kumar, Vinay et al. 2007. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease.
7th edition. Saunders

Manuaba, I.B.G., I.A. Chandranita Manuaba, dan I.B.G. Fajar Manuaba.


Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 2007
Mukherjee S, Arulkumaran S, (2009): Post-partum haemorrhage; Obsterics,
Gynaecology and Reproductive medicine, vol 19:5, hal 122-126

Prawirohardjo S.(2002) : Perdarahan Pasca Persalinan. Buku Acuan Nasional


Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP-

Purwanti, Sugi dan Trisnawati, Yuli.(2014) : Pengaruh Umur dan Jarak


Kehamilan terhadap kejadian Perdarahan karena Atonia Uteri. Purwokerto :
Akademi Kebidanan YLPP Purwokerto.

Rifdiani, Izfa.(2017) : Pengaruh Paritas, Bbl, Jarak Kehamilan Dan Riwayat


Perdarahan Terhadap Kejadian Perdarahan Postpartum. Surabaya : Universitas
Airlangga.

W.B.Siti Candra, et,al.(2016) : Hubungan Antara Partus Lama Dengan Kejadian


Perdarahan Postpartum Dini Di Kamar Bersalin Rumah Sakit Umum Dr. Saiful
Anwar Malang. Malang : Universitas Brawijaya.

You might also like