You are on page 1of 48

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bakteri memiliki beberapa bentuk yaitu basil (tongkat), kokus, dan spirilum. Bakteri
yang berbentuk tongkat maupun kokus dibagi menjadi beberapa macam. Pada bentuk
basil pembagiannya yaitu basil tunggal, diplobasil, dan tripobasil. Sedangkan pada kokus
dibagi monokokus (satu buah bakteri berbentuk kotak), diplococcus, sampai
staphylococcus (bentuknya mirip buah anggur. Khusus pada spirul hanya dibagi 2 yaitu
setengah melengkung dan tidak melengkung (texbook, 2008).
Bakteri juga dapat dibedakan melalui teknik pewarnaan gram. Teknik pewarnaan gram
tersebut dapat menghasilkan warna merah dan ungu. Bakteri gram negatif ditandai dengan
pewarnaan ungu sedangkan yang positif berwarna merah (Textbook, 2008). Hal ini
bertujuan untuk memberikan warna pada bakteri pada akhirnya dapat diidentifikasi
dengan mudah. Selain itu, ada endospore yang bisa diwarnai. Endospora adalah organisme
yang dibentuk dalam kondisi yang stres karena kurang nutrisi, yang memiliki
kemungkinan untuk tetap berlanjut di lingkungan sampai kondisi menjadi baik (Ncbi,
2008).
Salah satu teknik pewarnaan yang cukup sering digunakan adalah pewarnaan
gram.Pewarnaan Gram atau metode Gram adalah salah satu teknik pewarnaan yang paling
penting dan luas yang digunakan untuk mengidentifikasi bakteri. Teknik pewarnaan gram
haruslah sesuai prosedur karena dapat mengakibatkan kesalahan identifikasi data apakah
gram positif atau gram negatif sehingga diperlukan adanya praktikum agar mengetahui
jalannya mekanisme pewarnaan gram. Dalam proses ini, olesan bakteri yang sudah
terfiksasi dikenai larutan-larutan berikut : zat pewarna kristal violet, larutan yodium,
larutan alkohol (bahan pemucat), dan zat pewarna tandingannya berupa zat warna safranin
atau air fuchsin. Bakteri yang terwarnai dengan metode ini dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu bakteri Gram Positif ((berwarna ungu/biru) dan bakteri Gram negatif (berwarna
merah). Gram positif akan mempertahankan zat pewarna kristal violet dan karenanya akan
tampak berwarna ungu tua di bawah mikroskop.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah definisi bakteri kokus gram positif?
2. Apa saja jenis bakteri kokus gram positif ?
3. Bagaimana morfologi dan identifikasi bakteri dari jenis kokus gram positif ?
4. Bagaimana patogenesis bakteri dari jenis kokus gram positif ?
5. Bagaimana patologi bakteri dari jenis kokus gram positif ?
6. Bagaimana gambaran klinis bakteri dari jenis kokus gram positif ?
7. Bagaimana uji laboratorium diagnostik untuk bakteri jenis kokus gram positif ?
8. Bagaimana resistensi dan imunitas bakteri dari jenis kokus gram positif ?
9. Apakah penyakit yang disebabkan oleh bakteri dari jenis kokus gram positif ?
10. Bagaimana pengobatan untuk penyakit yang disebabkan oleh bakteri dari jenis
kokus gram positif ?
11. Bagaimana epidemiologi, pencegahan dan pengendalian untuk bakteri dari jenis
kokus gram positif ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi dari bakteri kokus gram positif.
2. Mengetahui jenis-jenis bakteri kokus gram positif.
3. Mengetahui serta memahami morfologi dan identifikasi dari berbagai jenis
bakteri kokus gram positif.
4. Mengetahui dan memahami patogenesis dari berbagai jenis bakteri kokus
gram positif.
5. Mengetahui dan memahami patologi dari berbagai jenis kokus gram positif.
6. Mengetahui dan memahami gambaran klinis dari berbagai jenis kokus gram
positif.
7. Mengetahui dan memahami uji laboratorium diagnostik untuk berbagai jenis
kokus gram positif.
8. Mengetahui dan memahami resistensi dan imunitas dari berbagai jenis kokus
gram positif.
9. Mengetahui penyakit apa pada manusia yang disebabkan oleh berbagai jenis
kokus gram positif.
10. Mengetahui dan memahami pengobatan bagi penyakit yang disebabkan oleh
berbagai jenis kokus gram positif.
11. Mengetahui dan memahami epidemiologi, pencegahan dan pengendalian dari
berbagai jenis kokus gram positif..
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Bakteri Kokus Gram Positif

Gram-positif adalah bakteri yang mempertahankan zat warna kristal violet sewaktu
proses pewarnaan Gram sehingga akan berwarna biru atau ungu di bawah mikroskop.
Sedangkan Kokus adalah bakteri yang berbentuk bulat. Bakteri kokus ada yang tersusun
sendiri (monokokus), ada juga yang berbentuk seperti rantai (streptokokus). Sehingga
Bakteri kokus gram positif merupakan bakteri yang berbentuk bulat yang termasuk dalam
golongan bakteri gram positif.

2.2 Jenis – Jenis Bakteri Kokus Gram Positif

 Micrococcus
Micrococcus lylae, Micrococcus kristinae, Micrococcus nishinomiyaensis,
Micrococcus sedentarius dan Micrococcus halobius
 Staphylococcus
Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus auereus
 Streptococcus
Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumoniae
 Leuconostoc
 Methanosarcina
 Thiosarcina
 Sarcina
 Ruminococcus

3
 Jenis bakteri gram positif yang paling sering menimbulkan penyakit

2.2.1 Staphylococcus aureus


2.2.1.1 Morfologi dan indentifikasi

S. aureus merupakan mikroflora normal manusia. Bakteri ini biasanya terdapat


pada saluran pernapasan atas dan kulit. Keberadaan S. aureus pada saluran pernapasan
atas dan kulit pada individu jarang menyebabkan penyakit, individu sehat biasanya
hanya berperan sebagai karier.

Infeksi S. aureus diasosiasikan dengan beberapa kondisi patologi, diantaranya


bisul, jerawat, pneumonia, meningitis, dan arthritits. Sebagian besar penyakit yang
disebabkan oleh bakteri ini memproduksi nanah, oleh karena itu bakteri ini disebut
piogenik. S. aureus juga menghasilkan katalase, yaitu enzim yang mengkonversi H2O2
menjadi H2O dan O2, dan koagulase, enzim yang menyebabkan fibrin berkoagulasi dan
menggumpal.

A. Ciri-ciri organisme
Bakteri staphylococcus berbentuk bulat menyerupai bentuk buah anggur yang
tersusun rapi dan tidak teratur satu sama lain.Sifat dari bakteri ini umumnyaa sama dengan
bakteri coccus yang lain yaitu :
- Berbentuk bulat dengan diameter kira-kira 0,5-1,5 µm.
- Sel-selnya bersifat positif-gram , dan tidak aktif
melakukan pergerakan (non motile)
- Bersifat pathogen dan menyebabkan lesi local yang
oportunistik.
- Bersifat anaerob fakultatif
- Menghasilkan katalase
- Sebagian besar adalah saprofit yang hidup di alam
bebas,namun habitat alamiahnya adalah
pada permukaan epitel golongan prismatic/mamalia.
- Bersifat -hemolitik
- Toleran gram ( halodurik )
- Memiliki protein A pada permukaannya yang mengikat Fe Ig ( menghambat fagositosis )
- Menghasilkan pigmen kuning dan mungkin memproduksi eksotoksin.
4
B. Biakan
Staphylococcus mudah tumbuh pada berbagai macam-macaam
media,bermetabolisme aktif dengan meragikan kaarbohidrat dan menghasilkan pigmen
yang bervariasi mulai dari pigmen berwarna putih sampai kuning tua.Bakteri
Staphylococcus sebagian menjadi anggoota flora normal kulit dan selaput lendir pada
manusia,sebagian lagi menjadi bakteri pathogen yang menyebabkan bermacam-
maacam penyakit atau gangguaan dalaam tubuh seperti radang bernanah,sampai sepsis
yang isa berakibat fatal.Sehungga bakteri ini dapat menyebabkan hemolysis yaitu
pemecahan sel-sel darah , menggumpalkan plasma karena sigat koagulasinya dan
menghasilkan berbagai macam enzim-enzim yang daapat merusak system imun daan
kaandungan toksin pada bakteri tersebut yang bersifat destruktif.Staphylococcus aure
tumbuh pada kebanyakan perbenihan dalam keadaan aerobik atau mikroaerofilik.
Bakteri ini tumbuh paling cepat pada suhu 370C, tetapi membentuk pigmen paling
baik pada suhu kamar ( 20-250C). Koloni pada perbenihan padat berbentuk bundar,
halus, menonjol, dan berkilau dengan koloni berwarna abu-abu sampai kuning emas
tua.

C. Sifat-sifat Pertumbuhan
Staphylococcus aureus yang patogen menghasilkan beberapa zat ekstraseluler.
Staphylococcus aureus relatif resisten terhadap pengeringan, panas (bakteri ini tahan
terhadap suhu 50 C selama 30 menit), dan terhadap natrium klorida 9% tetapi mudah
dihambat oleh zat kimia tertentu, seperti heksaklorofen 3%.

D. Variasi
Suatu biakan Staphylococcus
aureus mengandung beberapa bakteri
tertentu yang dibedakan dari sebagian
besar populasi bakteri lainnya dalam
penampilan sifat-sifat khas koloni
(ukuran koloni, pigmen, hemolisis),
perlengkapan enzim, resistensinya
terhadap obat, dan sifat patogennya.

5
Secara in vitro, penampilan sifat khas seperti dipengaruhi oleh kondisi
pertumbuhan. Bila Staphylococcus aureus yang resisten terhadap nafsilin di eram pada
suhu 37oC di atas agar darah, maka satu dari 107 organisme akan menunjukkan
resistensi terhadap nafsilin, bila bakteri tersebut di eram pada suhu 37oC di atas agar-
agar yang mengandung 2-3 % natrium klorida, maka satu dari 103 organisme
menunjukkan resistensi terhadap nafsilin.

2.2.1.2 Patogenesis Staphylococcus Aureus


Kemampuan patogenik dari galur Staphylococcus aureus adalah pengaruh
gabungan antara faktor ekstraseluler dan toksin bersama dengan sifat daya sebar
invasif. Pada satu sisi semata-mata diakibatkan oleh ingesti enterotoksin dan pada sisi
lain adalah bakteremia dan penyebaran abses pada berbagai organ. Peranan sebagai
bahan ekstraseluler pada patogenesis berasal dari sifat masing-masing bahan tersebut.

Staphylococcus aureus yang patogenik dan hanya bersifat invasif menghasilkan


koagulase dan cenderung untuk menghasilkan pigmen kuning dan menjadi hemolitik.
Staphylococcus aureus yang nonpatogenik dan tidak bersifat invasif seperti
Staphylococcus epidermidis adalah koagulase negatif dan cenderung nonhemolitik.
Organisme semacam itu jarang menyebabkan supurasi tetapi dapat menginfeksi
proteosa di bidang ortopedi atau kardiovaskular atau menyebabkan penyakit pada
orang yang mengalami penurunan daya tahan tubuh (Jawetz, dkk, 2005 : 322).
Staphylococcus aureus ini terbawa di hidung, tenggorokan, aksila, sela jari kaki,
dan perineum pada 30-50% orang sehat tanpa menyebabkan infeksi klinis. Pembawa
asimtomatik ini penting secara klinis karena bakteri dapat dipindahkan ke bagian
tubuh yang rentan (misalnya dari hidung ke luka) atau dari individu asimtomatik sehat
ke seseorang yang kurang sehat yang akan menderita infeksi klinis
(Gould, 2003 : 152).

6
2.2.1.3 Patologi Staphylococcus Aureus
Kelompok Staphylococcus aureus yang menetap di folikel rambut menyebabkan
nekrosis jaringan (faktor dermonekrotik). Koagulase dihasilkan dan mengkoagulasi
fibrin di sekitar lesi dan di dalam limfatik membentuk dinding yang menghambat
proses penyebaran dan diperkuat lagi oleh akumulasi sel inflamasi dan kemudian
jaringan fibrosa. Di dalam pusat lesi, terjadi likuefaksi dan nekrosis jaringan (dipacu
oleh hipersensitivitas tipe lambat) pada bagian abses yang lemah. Drainase cairan
pusat jaringan nekrotik diikuti dengan pengisian secara kavitas oleh jaringan dan
akhirnya terjadilah penyembuhan.
Supurasi lokal (abses) adalah khas untuk infeksi stafilokokus. Dari tiap fokus
manapun, organisme dapat menyebar melalui aliran limfatik dan aliran darah ke
bagian lain dalam tubuh. Pada osteomielitis, fokus primer pertumbuhan
Staphylococcus aureus khas adalah di pembuluh darah tepi dari metafisis tulang
panjang, mengakibatkan nekrosis tulang dan supurasi kronik. Staphylococcus aureus
dapat menyebabkan pneumonia, meningitis, empiema, endokarditis atau sepsis dengan
supurasi di tiap organ. Stafilokokus yang mempunyai kemampuan invasi yang rendah,
terlibat dalam banyak infeksi kulit (misalnya akne, pioderma atau impetigo).
Stafilokokus juga menyebabkan penyakit melalui produksi toksin tanpa infeksi
invasif yang nyata. Eksfoliasi bulosa, sindroma kulit terkelupas disebabkan oleh toksin
eksfoliatif. Sindroma syok toksik berhubungan dengan toksin sindroma syok toksik
(TSST-1) (Jawetz, dkk, 2005 : 323).
Staphylococcus aureus dapat menyebabkan penyakit apabila pada keadaan
abnormal seperti infeksi folikel (akar) rambut dan kelenjar keringat, bisul, infeksi pada
luka, meningitis, pneumonia (Entjang, 2001 : 96).

2.2.1.4 Gambaran Klinis Staphylococcus Aureus


Infeksi lokal Staphylococcus muncul sebagai suatu infeksi folikel rambut atau
abses. Biasanya reaksi peradangan berlangsung hebat, terlokalisasi, dan nyeri, yang
mengalami pernanahan sentral dan sembuh dengan cepat bila nanah dikeluarkan.
Dinding fibrin dan sel-sel disekitar inti abses cenderung mencegah penyebaran
organisme dan sebaliknya tidak dirusak oleh manipulasi atau trauma.

7
Infeksi S. aureus dapat juga disebabkan oleh kontaminasi langsung pada luka,
misalnya luka pasca bedah atau infeksi setelah trauma. Bila S. aureus menyebar dan
terjadi bakteriemi, dapat terjadi endokarditis, osteomielitis akut hematogen,
meningitis, atau infeksi paru-paru. Gambaran klinisnya mirip dengan gambaran klinis
yang terlihat pada infeksi lain yang melalui aliran darah. Lokalisasi sekunder dalam
suatu organ atau sistem diikuti oleh tanda-tanda dan gejala disfungsi organ dan
pernanahan setempat yang hebat.
Keracunan makanan yang disebabkan enterotoksin ditandai oleh masa inkubasi yang
pendek (1-8 jam), rasa mual, muntah-muntah, dan diare yang hebat, dan penyembuhan
yang cepat. Tidak ada demam.

2.2.1.5 Tes Diagnostik Laboratorium Staphylococcus Aureus


A. Bahan
Usapan permukaan, nanah, darah, asfirat trakea, atau cairan spinal untuk
biakan, bergantung pada lokalisasi proses. Pemeriksaan antibodi pada serum biasanya
tidak berguna.

B. Sediaan
Ciri khas Staphylococcus terlihat pada sediaan apus nanah atau sputum yang
diwarnai. Tidak mungkin membedakan organisme saprofitik (Staphylococcus
epidermidis) dengan organisme patogen (Staphylococcus aureus) berdasarkan sediaan
apus.

C. Biakan
Bahan yang ditanam pada lempeng agar darah akan menghasilkan koloni khas
dalam 18 jam pada 370C, tetapi hemolisis dan pembentukan pigmen mungkin tidak
terjadi sampai beberapa hari sesudahnya dan akan optimal pada suhu kamar. Bahan
yang terkontaminasi flora campuran dapat ditanam dalam pembenihan yang
mengandung NaCl 7,5%; garam akan menghambat pertumbuhan kebanyakan flora
normal lainnya, kecuali Staphylococcus aureus.

8
D. Tes Katalase
Setetes larutan hidrogen peroksida diletakkan di atas kaca objek, dan sedikit
pertumbuhan bakteri diletakkan di atas larutan tersebut. Pembentukan gelembung
udara (pelepasan oksigen) menunjukan tes positif. Tes juga dapat dilakukan dengan
menuangkan larutan hidrogen peroksida di atas bakteri yang tumbuh subur pada agar
miring dan meneliti gelembung yang muncul.

E. Tes Koagulase
Plasma kelinci (atau manusia) yang telah diberi sitrat dan diencerkan 1 : 5
dicampur dengan biakan kaldu yang sama banyaknya dan kemudian dieramkan pada
370C. Sebagai kontrol, dalam suatu tabung dicampurkan plasma dan kaldu steril,
kemudian dieramkan. Jika terjadi pembekuan dalam waktu 1 – 4 jam, tes itu positif.
Semua Staphylococcus yang bersifat koagulase–positif dianggap patogen bagi
manusia. Infeksi alat-alat prostetik dapat disebabkan oleh organisme golongan
Staphylococcus epidermidis koagulase– negatif.

F. Tes Kepekaan
Tes pengenceran mikro kaldu atau tes kepekaan lempeng di gusi sebaiknya
dilakukan secara rutin pada isolat Staphylococcus dari infeksi yang bermakna secara
klinik. Resistensi terhadap penisilin G dapat diperkirakan melalui tes positif untuk -
laktamase; kurang lebih 90 % Staphylococcus aureus menghasilkan - laktamese.
Resistensi terhadap nafsilin (dan oksasilin dan metisilin terjadi pada 10 – 20 %
Staphylococcus aureus) dan kurang lebih 75 % isolat S. epidermidis. Resistensi
nafsilin berkorelasi dengan adanya mec A, suatu gen yang menjadi protein terikat –
penisilin yang tidak dipengaruhi oleh obat ini. Gen dapat dideteksi dengan
menggunakan reaksi rantai polimerase, tetapi hal ini tidak berguna karena
Staphylococcus yang tumbuh pada agar Mueller – Hinton mengandung 4 % NaCL dan
6 ug/mL oksasilin yang secara khas merupakan mec A positif dan resisten oksasilin.

G. Tes Serologik dan Penentuan Tipe


Antibodi terhadap asam teikoat dapat dideteksi pada infeksi yang dalam dan
lama (misalnya endokarditis Staphylococcus). Tes serologik ini hampir tidak
mempunyai nilai praktis.

9
Pola kepekaan antibiotika dapat membantu untuk melacak infeksi
Staphylococcus aureus dan dalam menentukan apakah isolate staphylococcus
epidermidis ganda dari biakan darah mewakili bakterimia yang disebabkan strain
yang sama, yang berasal dari suatu tempat infeksi.
Penentuan tipe faga hanya dipakai untuk melacak infeksi dalam penelitian
epidemielogi pada wabah infeksi Staphylococcus aureus yang luas, yang dapat terjadi
di rumah sakit

2.2.1.6 Resistensi dan Imunitas Staphylococcus Aureus


A. Resistensi bakteri ini dapat dibagi menjadi beberapa golongan:
 Sering membentuk -laktamase
 Di bawah kendali pasmid, dan menyebabkan organisme resisten terhadap
beberapa penisilin (penisilin G, ampisilin, tikarsilin, dan obat-obat sejenis).
Plasmid dipindahkan melalui transduksi dan mungkin pula konyugasi.
 Resistensi terhadap nafsilin (dan terhadap metisilin serta oksasilin) tidak
bergantung pada pembentukan -laktamase. Gen tersebut mungkin berada pada
kromosom dan ekspresinya bermacam-macam. Mekanisme resistensi terhadap
nafsilin dikaitkan dengan tidak ada atau sukar dicapainya protein pengikat
penisilin (PBP) pada organisme itu.
 “Toleransi” berarti bahwa obat dapat menghambat tetapi tidak mematikan
Staphylococcus, artinya terdapat perbedaan yang sangat besar antara kadar
hambat minimal dan kadar letal minimal suatu obat antimikroba. Toleransi
kadang-kadang disebabkan oleh tidak adanya proses aktivasi enzim autolitik
dalam dinding sel..
 Hampir semua isolat S. aureus resisten terhadap penisilin G. Hal ini disebabkan
oleh keberadaan enzim β-laktamase yang dapat merusak struktur β-laktam pada
penisilin. Untuk mengatasi hal ini, dapat digunakan penisilin yang bersifat resisten
β-laktamase, contohnya nafcillin atau oksasilin
 Sebagian isolat S. aureus resisten terhadap methisilin karena adanya modifikasi
protein pengikat penisilin. Protein ini mengkode peptidoglikan transpeptidase
baru yang mempunyai afinitas rendah terhadap antibiotic β-laktam, sehingga
terapi β-laktam tidak responsif.Salah satu contoh antibiotik yang digunakan
terhadap MRSA adalah vankomisin.

10
B. Struktur Antigen
Staphylococcus mengandung polisakarida dan protein yang bersifat
antigen yang merupakan substansi penting di dalam struktur dinding sel (Gambar
2–1). Peptidoglikan, suatu polimer polisakarida yang mengandung subunit-subunit
yang terangkai, merupakan eksoskeleton kaku pada dinding sel. Peptidoglikan
dihancurkan oleh asam kuat atau lisozim.
Hal ini penting dalam patogenesis infeksi: zat ini menyebabkan monosit
membuat interleukin –1 (pirogen – endogen) dan antibodi opsonik, dan zat ini juga
dapat menjadi zat kimia penarik (kemoaktraktan) untuk leukosit polimorfonuklir,
mempunyai aktivitas mirip endotoksin, menghasilkan fenomena Shwartzman lokal,
dan mengaktifkan komplemen.
Asam teikoat, yang merupakan polimer gliserol atau ribitol fosfat, berkaitan
dengan peptidoglikan dan menjadi bersifat antigenik. Antibodi antiteikoat, yang
dapat dideteksi dengan difusi gel, dapat ditemukan pada penderita endokarditis
aktif yang disebabkan Staphylococcus aureus.
Protein A merupakan komponen dinding sel kebanyakan strain
Staphylococcus aureus yang terikat pada bagian Fc molekul Ig G, kecuali Ig G3.
Bagian Fab pada Ig G yang terikat pada protein A bebas untuk berikatan dengan
antigen spesifik. Protein A merupakan reagen penting dalam imunologi dan
teknologi diagnostik laboratorium; contohnya, protein A yang berikatan dengan
molekul Ig G yang diarahkan terhadap antigen bakteri tertentu akan mengaglutinasi
bakteri yang mempunyai antigen itu (“koaglutinasi“).
Beberapa Staphylococcus aureus mempunyai simpai yang dapat
menghambat fagositosis oleh leukosit polimorfonuklir, kecuali kalau ada antibodi
spesifik. Kebanyakan strain Staphylococcus aureus mempunyai koagulase, atau
faktor penggumpal, pada permukaan dinding sel; koagulase terikat secara non
enzimatik dengan fibrinogen, sehingga bakteri beragregasi.
Kegunaan tes serologi dalam mengidentifikasi Staphylococcus terbatas.
Penentuan tipe faga didasarkan pada lisis Staphylococcus aureus oleh satu atau satu
seri bakteriofaga khusus; hal ini hanya dilakukan di laboratorium rujukan dan
digunakan untuk penelitian epidemiologik.

11
2.2.1.7 Penyakit pada manusia yang disebabkan oleh mikroorganisme jenis
Staphylococcus Aureus
a. Penyakit miokarditis merupakan suatu kondisi medis yang ditandai dengan
peradangan pada otot jantung yang terletak di lapisan tengah dinding jantung
(miokardium). Dalam perjalanan penyakitnya, penyakit miokarditis bisa terjadi akut,
sub akut, atau kronis. Bakteri staphylococcus aureus, yang juga dapat menyebabkan
infeksi pada katup jantung, dan orang yang menderita infeksi bakteri difteri
mengalami miokarditis.
b. Toxic shock syndrome adalah penyakit yang disebabkan oleh racun-racun yang
dikeluarkan bakteri-bakteri Staph aureus yang tumbuh dibawah kondisi-kondisi
dimana ada sedikit atau tidak ada oksigen. Toxic shock syndrome dikarakteristikan
oleh penimbulan tiba-tiba dari demam yang tinggi, muntah, diare, dan nyeri-nyeri
otot, diikuti oleh tekanan darah rendah (hipotensi), yang dapat menjurus pada
guncangan (shock) dan kematian. Mungkin ada ruam kulit yang menirukan terbakar
sinar matahari, dengan terkupasnya kulit. Toxic shock syndrome pertamakali
digambarkan dan masih terjadi terutama pada wanita-wanita yang bermenstruasi
yang menggunakan tampons.
c. Bisul (Furunkel), adalah penyakit yang disebabkan oleh adanya infeksi
Staphylococcus aureus melalui folikel rambut dan dua kelenjar minyak-keringat.
Bisul berupa benjolan yang mengandung nanah dan dapat tumbuh di semua bagian
tubuh terutama di bagian yang lembap.
d. Impetigo, adalah penyakit kulit yang diakibatkan oleh bakteri dan cenderung
menular. Gejala awal adalah rasa gatal, melepuh seperti cacar yang mengandung
cairan, dan cenderung berwarna merah.
Staphylococcus aureus juga dapat menyebabkan infeksi pada folikel rambut
dan kelenjar keringat,infeksi pada luka,meningitis,pneumonia,pyelonipritis dan
osteomyelitis.
Bakteri ini dapat menimbulkan infeksi bernanah dan abses.Infeksi nya akan
lebih berat bila menyerang anak-anak,usia lanjut dan orang daya tahan tubuhnya
menurun seperti penderita diabetes mellitus,luka bakar dan AIDS.
Sedangkan di rumah sakit sering menimbulkan nosocomial infection pada
bayi,pasien luka bakar atau bedah yang sebagian besar disebabkan kontaminasi oleh
personel rumah sakit ( medis dan paramedis ).

12
2.2.1.8 Pengobatan penyakit akibat Staphylococcus Aureus
Pengobatan terhadap infeksi S. aureus dilakukan melalui pemberian
antibiotik, yang disertai dengan tindakan bedah, baik berupa pengeringan abses
maupun nekrotomi. Pemberian antiseptik lokal sangat dibutuhkan untuk
menangani furunkulosis (bisul) yang berulang. Pada infeksi yang cukup berat,
diperlukan pemberian antibiotik secara oral atau intravena, seperti penisilin,
metisillin, sefalosporin, eritromisin, linkomisin, vankomisin, dan rifampisin.

Sebagian besar galur Stafilokokus sudah resisten terhadap berbagai antibiotik


tersebut, sehingga perlu diberikan antibiotik berspektrum lebih luas seperti
kloramfenikol, amoksilin, dan tetrasiklin.
(Ryan et al., 1994; Warsa, 1994; Jawetzet al., 1995

2.2.1.9 Epidemiologi, Pencegahan dan Pengendalian penyakit Staphylococcus


Aureus
Staphylococcus aureus dapat menyebabkan penyakit oleh produksi toksin
preformed serta dengan menginfeksi baik jaringan lokal dan sirkulasi sistemik.
Penularan penyakit dapat terjadi dalam pengaturan berikut:

a. Gastrointestinal: Staphylococcus aureus menyebabkan episode akut keracunan


makanan melalui enterotoksin preformed. Bahan makanan mungkin terinfeksi
oleh keracunan makanan staphylococcal termasuk daging dan produk daging,
produk unggas dan telur, salad seperti telur, tuna, ayam, kentang, dan makaroni,
produk roti seperti kue isi krim, kue krim, dan cokelat éclairs , sandwich
tambalan, dan susu dan produk susu.

b. Kulit dan rambut infeksi: Staphylococcus aureus sering berkolonisasi banyak


permukaan kulit pada nasofaring, dan perineum, tetapi dapat menyebabkan infeksi
permukaan ini terutama jika penghalang kulit telah terganggu atau rusak.

c. Infeksi sistemik: Staphylococcus aureus sering menyebabkan endokarditis infektif


di IV narkoba pelaku, osteomyelitis, infeksi sinus pada populasi umum, dan
epiglotitis pada anak-anak.

13
d. Infeksi nosokomial: Methicillin resisten stafilokokus aureus (MRSA) adalah strain
dari bakteri yang biasa terlibat dalam infeksi nosokomial. Faktor risiko untuk
kolonisasi MRSA atau infeksi dalam pengaturan rumah sakit mencakup paparan
sebelum antibiotik, masuk ke unit perawatan intensif, sayatan bedah, dan paparan
pasien yang terinfeksi.

 Pencegahan penyakit akibat Staphylococcus Aureus


Pencegahan bisa dilakukan dengan cara menjaga kebersihan, tidak bertukar-
tukar pakaian, memasak sampai matang dan benar, menggunakan alat-alat yang steril.
Sedangkan untuk penanganannya adalah dengan menambahkan atau memberikan
suatu antibiotik baik itu alami ataupun kimiawi, dan juga meningkatkan imunitas
tubuh dengan gaya hidup yang sehat. Pencegahan secara total mungkin tidak dapat
dilakukan. Resiko paling besar adalah kontaminasi silang, yaitu apabila makanan yang
sudah dimasak bersentuhan dengan bahan mentah atau peralatan yang terkontaminasi
(misalnya alas pemotong). Penanganan dan penyimpanan makanan yang tidak benar
menyebabkan bakteri berkembang biak dan menghasilkan racun. Pemasakan makanan
sesudahnya mungkin tidak cukup untuk menghancurkan racun.

 Pengendalian penyakit Staphylococcus Aureus


Untuk pengendalian Staphylococcus aureus ( mencakup MRSA) melalui
human-to-human, walaupun beberapa dokter hewan sudah menemukan yang dapat
menyebabkan infeksi ke host, dengan pencemaran lingkungan. Penekanan pada cuci
tangan basis dasar teknik kemudian efektif mencegah transmisi Staphylococcus
aureus. Penggunaan sarung tangan dapat sehingga mengurangi kontak skin-to-skin.

Penggunaan Alkohol telah terbukti sanitizer melawan MRSA. Quaternary


ammonium dapat digunakan bersama dengan alkohol untuk membersihkan dan
mencegahan infeksi nosocomial. Nonprotein amino L-Homoarginine asam adalah
suatu penghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus seperti halnya Candida
albicans, hal ini diasumsikan untuk;menjadi suatu antimetabolite arginine. BBC
melaporkan bahwa suatu penyemprotan alat penguap beberapa kotoran minyak (
mencakup pohon teh oil) ke dalam atmospir mengurangi 90% peningkatan bakteri di
udara dan mengendalikan MRSA yang dapat menyebabkan infeksi/peradangan.

14
2.2.2.1 Streptococcus pneumoniae

Pneumokokus ( S pneumoniae) adalah diplokokus gram positif, sering bebrbentuk-


lanset atau tersusun seperti rantai, memiliki kapsul polisakarida yang digunakan untuk
penentuan tipe dengan antiserum spesifik. Pneumokokus dapat dengan mudah dilisiskan oleh
zat aktif-permukaan seperti garam empedu. Zat aktif-permukaan kemungkinan memindahkan
atau mengaktivasi inhibitor autolisin dinding sel. Pneumokokus normalnya terdapat di saluran
nafas atas pada sekitar 5-40% manusia dan dapat menyebakan pneumonia, sinusitis, otitis,
bronkitis, bakteremia, meningitis, dan proses infeksi lainnya.

Diplokokus positif gram yang berbentuk lanset ini ditemukan dalam saliva manusia
oleh Sternbergdan Pasteur pada tahun 1881 di tempat yang terpisah. Meskipun kedua orang
tersebut masing-masing berhasil membuat septikimia dengan jalan menyuntikkan kuman ini
pada kelinci, namun mereka tidak menghubungkannya dengan penyakit pneumonia, mungkin
karena tidak tahu bahwa orang sehat dapa menjadi karier kokus virulen. Baru pada tahun 1886
diketahui bahwa kuman ini dapat menyebabkan pneumonia lobaris, oleh Frunkel dan
Weichselbaum di tempat yang terpisah pula.

2.2.2.1 Morfologi dan Identifikasi


A. Ciri khas Organisme

Diplokokus gram positif berbentuk


lancet yang khas sering terlihat pada
spesimen biakan muda. Pada sputum
atau pus, juga terlihat kokus tunggal
atau rantai kokus. Dengan
bertambahnya usia, organisme ini cepat
menjadi gram negatif dan cenderung
mengalami lisis secara spontan.

Autolisis pneumokokus sangat meningkat bila adazat aktif-permukaan. Lisis


pneumokokus terjadi dalam beberapa menit bila empedu sapi (10%) atau natrium deoksikolat
(2%) ditambahkan ke dalam biakan atau suspensi organisme di dalam kaldu pada pH netral.
Streptokokus viridans tidak mengalami lisis sehingga mudah dibedakan dari pneumokokus.
Pada medium padat, pertumbuhan pneumokokus dihambat di sekitar diskus optikon;
streptokokus viridans tidak dihambat oleh optokin.

15
Faktor lain yang mengidentifikasikan pneumokokus antara lain adalah hampir semua
bersifat virulen bagi tikus bila disuntikkan secara intraperitoneal dan “tes pembengkakan
kapsule (capsule swelling test)”, atau reaksi quellung

B. Biakan
Pneumokokus membentuk koloni bulat yang bulat yang kecil, awalnya
berbentuk kubah dan kemudian timbul lekukan di bagian tengahnya dengan pinggiran
yang meninggi. Pneumokokus bersifat α-hemolitik pada agar darah. Pertumbuhan
bakteri ditingkatkan oleh 5-10% CO2.

C. Sifat Pertumbuhan
Sebagian besar energi didapatkan dari fermentasi glukosa; proses ini disertai
oleh produksi asam laktat secara cepat, yang membatasi pertumbuhan. Bila pada
selang waktu tertentu dilakukan netralisasi biakan kaldu dengan basa, akan
menyebabkan pertumbuhan yang masif.

D. Variasi
Isolat pneumokokus yang menghasilkan banyak kapsul menumbuhkan koloni
mukoid yang besar. Produksi kapsul tidak diperlukan untuk pertumbuhan pada
medium agar sehingga tidak terjadi produksi kapsul sesudah dilakukan beberapa
subbiakan. Namun, pneumokokus akan menghasilkan kapsul lagi dan meningkatkan
virulensi bila diijeksikan pada tikus.

E. Transformasi
Bila organisme berkoloni kasar (kurang polisakarida) dari satu tipe
ditumbuhkan dengan ekstrak ADN dari tipe pneumokokus lain, organisme halus
(berkapsul) dari tipe yang terakhir terbentuk. Reaksi transformasi yang sama pernah
dilakukan dalam hal perubahan dalam resistensi obat.

16
2.2.2.2 Patogenesis Streptococcus pneumoniae
A. Tipe – Tipe Pneumokokus
Pada orang dewasa, tipe 1-8 menyebabkan sekitar 75% kasus pneumonia
pneumokokus dan menyebabkna lebih dari separuh kasus bakteremia
pneumokokus yang fatal; pada anak-anak, tipe 6, 14, 19, dan 23 merupakan
penyebab setting.

B. Produksi Penyakit
Pneumokokus menimbulkan penyakit melalui kemampuannya bermultiplikasi
di jaringan. Organisme ini tidak menghasilkan toksin yang bermakna. Virulensi
organisme ditentukan oleh kapsulnya, yang mencegah atau menghambat
fagositosis. Serum yang mengandung antibodi mengandung polisakarida spesifik-
tipe melindungi dari infeksi. Jika serum seperti ini diabsorbsi oleh polisakarida
spesifik-tipe, serum ini akan kehilangan fungsi proteksinya. Hewan atau manusia
yang diimunisasi dengan polisakrida pneumokokus tipe tertentu akan kebal
terhadap pneumokokus tipe yang sama dan memiliki antibodi presipitasi dan
opsonisasi untuk tipe polisakarida tersebut.

C. Kehilangan Kekebalan Alami


Karena sekitar 40-70% manusia suatu waktu menjadi carrier pneumokokus
yang virulen, mukosa saluran nafas yang normal harus memiliki pertahanan alami
yang baik terhadap pneumokokus. Beberapa faktor yang dapat melemahkan
pertahanan ini sehingga menjdai predisposisi infeksi pneumokokus adalah sebagai
berikut:
a. Infeksi saluran nafas akibat virus atau lainnya yang merusak permukaan
sel, akumulasi mukus yang abnormal ( misalnya alergi), yang melindungi
pneumokokus dari proses fagositosis, obstruksi bronkus ( misalnya atelektasis) dan
trauma pada saluran nafas akibat iritan yang mengganggu fungsi mukosiliar.
b. Intoksikasi alkohol atau obat, yang menekan aktivitas fagositik, menekan
refleks batuk dan memudakan terjadinya aspirasi benda asing.
c. Dinamika sirkulasi yang abnormal (misal: kongesti paru, gagal jantung)
d. Mekanisme lain, misalnya malnutrisi, debilitas umum, anemia sel sabit,
hiposplenisme, nefrosis atau defisiensi komplemen.

17
2.2.2.3 Patologi Streptococcus pneumoniae
Infeksi pneumokokus menyebabkan melimpahnya cairan edema
fibrinosa ke dalam alveoli, diikuti oleh sel darah merah dan leukosit, yang
menyebabkan konsolidasi beberapa bagian paru. Banyak neumokokus
ditemukan di seluruh eksudat ini, dan organisme tersebut dapat mencapai
peredaran darah melalui drainase limfatik paru. Dinding alveoli tetap utuh
normal selama terjadinya infeksi. Kemudian, sel mononuklear melakukan
fagositosis terhadap debris secara aktif, dan fase liquid ini secara berangsur-
angsur akan diabsorbsi. Pneumokokus dibawa oleh sel fagosit dan dicerna di
dalam sel.

2.2.2.4 Gambaran Klinis Streptococcus pneumoniae


Onset pneumonia pneumokokus biasanya mendadak, disertai oleh
demam, menggigil dan nyeri pleura yang tajam. Sputumnya mirip dengan
eksudat alveoli, secara khas mengandung darah atau seperti karat. Pada awal
penyakit ini, ketika demam tinggi, terjadi bakteremia pada 10-20% kasus.
Dengan terapi antimikroba, penyakit biasanya dapat sembuh dengan cepat, jika
obat diberikan lebih awal, pembentukan konsolidasi dapat dicegah.
Pneumonia pneumokokus harus dibedakan dari infark paru,
atelektaksis, neoplasma, gagal jantung ko`ngestif dan pneumonia yang
disebabkan oleh berbagai bakteri lain. Empiema (pus di dalam ruang pleura)
merupakan komplikasi penting dan memerlukan aspirasi dan drainase.
Dari saluran nafas, pneumokokus dapat mencapai tempat lain. Sinus
dan telinga tengah merupakan daerah yang paling sering terlibat. Infeksi
kadang – kadang menyebar dari mastoid ke meninges. Bakteremia akibat
pneumonia memiliki tiga serangkai komplikasi: meningitis, endokarditis, dan
artritis septik. Dengan menggunakan kemoterapi secara dini, endokarditis
pneumokokus akut dan artritis pneumokokus akut menjadi jarang terjadi.

18
2.2.2.5 Uji Laboratorium Diagnostik Streptococcus pneumoniae
Darah diambil untuk biakan, dan sputum dikumpulkan untuk melihat
pneumokokus dengan apusan dan biakan. Pemeriksaan antibodi serum tidak
praktis dilakukan. Sputum dapat diperiksa dengan berbagai cara.

A. Pewarnaan Sediaan Apus


Pewarnaan Gram pada sputum yang berwarna kuning kecoklatan
menunjukkan organisme yang khas, banyak neutrofil polimorfonuklear
dan banyak sel darah merah.

B. Tes Pembengkakan Kapsul


Emulsifikasi sputum segar yang dicampur dengan antiserum
menyebabkan pembengkakan kapsul (reaksi quellung) untuk
mengidentifikasi pneumokokus dan penentuan tipe yang mungkin.
Eksudat peritoneal juga dapat digunakan untuk tes pembengkakan kapsul.

C. Biakan
Sputum dibiakkan pada agar darah dan diinkubasi dalam CO2 atau
tabung lilin. Biakan darah.

D. Injeksi Sputum Secara Intraperitoneal pada Tikus


Hewan mati dalam 18-48 jam, jantung memberikan biakan
pneumokokus murni. Bentuk biakan pneumokokus ini sangat sensitif
tetapi jarang digunakan karena harus merawat koloni tikus.

E. Meningitis Pneumokokus
Pemeriksaan secara saksama dan biakan cairan serebrospinal akan
menegakkan diagnosis ini.

19
2.2.2.6 Resistensi dan Imunitas Streptococcus pneumoniae
A. Imunitas
Kekebalan terhadap infeksi pneumokokus bersifat spesifik terhadap
setiap tipe dan bergantung pada antibodi terhadap polisakarida kapsular
dan keutuhan fungsi fagosit. Vaksin dapat menginduksi produksi antibodi
terhadap polisakarida kapsular.

B. Daya Tahan Kuman


Kuman pneumokokus dalam sputum yang kering yang tidak terkena
sinar matahari secara langsung dapat tahan beberapa bulan. Dalam
perbenihan biasa mati setelah beberapa hari, tetapi dapat dipertahankan
dan tetap virulen berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun bila disimpan
dalam keadaan liofil. Kuman ini mati setelah 10 menit pada 52oC, 1 jam
oleh sinar matahari langsung, 1 ½ jam oleh sinar matahari yang difus.
Pneumokokus lebih mudah mati dengan fenol, HgCl2, Kalium Permangat
dan antiseptikum lainnya daripada Mikrokokus dan Streptokokus. Selain
itu Pneumokokus rentan terhadap sabun,empedu, natrium oleat, zat warna
dan derivat kuinin. Pneumokokus dihambat oleh sulfadiazin, tetapi sering
terjadi resistensi sesudah beberapa hari. Kuman ini sangat sensitif terhadap
Penisilin.

C. Struktur Antigen
Antigen terpenting adalah polisakarida, yang menentukan virulensi dan
lima jenis tipe spesifik. Jika kuman dicampur dengan serum anti spesifik,
maka selubung akan membengkak. Reaksi ini disebut reaksi quellung.

2.2.2.7 Penyakit pada manusia yang disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae


Yang khas ialah menyebabkan penyakit pneumonia lobaris. Selain itu dapat
pula menimbulkan sinusitis, otits media, osteomielitis, artritis, peritonitis, ulerasi
kornea dan meningitis. Dari pneumonia lobaris dapat terjadi komplikasi berupa
septikemia, empiema, endokarditis, perikarditis, meningitis dan artritis.
Pneumonia sekunder oleh Pneumokokus setelah infeksi virus (campak, influenza)
lebih jarang terjadi daripada oleh Streptokokus dan hal yang sebaliknya dengan
infeksi Stafilokokus.

20
2.2.2.8 Pengobatan penyakit akibat Streptococcus pneumoniae
Antiserum tipe-spesifik dahulu diberikan intravena pada penderita yang tidak
memiliki antibodi. Tidak adanya adanya antibodi ditentukan oleh tidak adanya
reaksi pada penyuntikan polisakarida tipe-spesifik secara intradermal (tes
Francis).
Karena pneumokokus sensitif terhadap berbagai obat antimikroba, pengobatan
dini biasanya menimbulkan pemulihan yang cepat dan respons antibodi
tampaknya sangat berperan dalam menghilangkan organisme ini. Penisilin G
merupakan obat pilihan, tetapi di Amerika Serikat, 5-10% pneumokokus resisten
terhadap penisilin (MIC ≥ 2 µg/mL) dan sekitar 20% pneumokokus memiliki
resisten sedang (MIC 0,1-1 µg/mL). Penisilin G dosis tinggi dengan MIC 0,1-2
µg/mL tampaknya efektif untuk mengobati pneumonia yang disebabkan oleh
pneumokokus tetapi tidak efektif untuk pengbatan meningitis yang disebabkan
oleh strain yang sama. Beberapa strain yang resistan terhadap penisilin, juga
resisten terhadap seftizoksime. Juga terjadi resistensi terhadap tetrasiklin dan
eritromisin. Pneumokokus tetap sensitif terhadap vankomisin.

2.2.2.9 Epidemiologi, Pencegahan dan Pengendalian penyakit Streptococcus


pneumoniae
Pneumokokus kira-kira merupakan 60-80% dari semua kasus
pneumonia oleh kuman. Penyakit ini adalah penyakit endemik dengan jumlah
pembawa kuman yang tinggi. Faktor-faktor predisposisi lebih penting dalam
timbulnya penyakit daripada kontak dengan penyebab infeksi, dan pembawa
kuman yang sehat lebih penting dalam penyebaran penyakit daripada penderita
yang sakit.
Adalah mungkin untuk mengimunisasi individu dengan polisakarida
tipe-spesifik. Vaksin demikian mungkin dapat memberikan perlindungan 90%
terhadap pneumonia bakterial. Diantara pekerja-pekerja tambang emas di
Afrika Selatan, vaksin yang mengandung 12 tipe SSS telah memberikan
respon antibodi yang baik dan perlindungan yang baik terhadap penyakit.
Suatau vaksin mengandung 14 tipe pneumokokus bermanfaat pada penderita
dengan penyakit sel sabit atau setelah splenektomi. Pada tahun 1983, suatu
vaksin polisakarida yang dikembangkan mengandung 23 tipe telah diakui di
Amerika Serikat. Vaksin demikian digunakan terutama pada anak-anak tetapi
dapat pula cocok untuk orang berumur, lemah atau tertekan daya tahannya.
21
Pada anak-anak dibawah umur 2 tahun dan penderita limfoma, vaksin
pneumokokus sangat berkurang imunogenisitasnya. Pada penderita dengan
resiko tinggi demikian, pencegahan dengan penisilinharus menyertai
vaksinasi.
Selain itu, ada hasrat untuk menghindari faktor-faktor “predisposisi”
menetapkan diagnosa dengan cepat dan memulai kemoterapi yang cukup sedini
mungkin. Saat ini kematian, (10%) dari pneumonia pneumokokus terbatas pada
bayi-bayi muda, orang yang lebih tua dari 50 tahun atau orang dengan
gangguan resistensi alami dan orang yang menderita bakteremia.

2.2.3 Staphylococcus epidermidis

2.2.2.1 Morfologi dan Identifikasi

Staphylococcus epidermidis memiliki beberapa karakteristik, antara lain:

1. Bakteri fakultatif.
2. Koagulase negatif, katalase positif, gram
positif.
3. Berbentuk kokus, dan berdiameter 0,5 –
1,5 µm.
4. Hidup pada kulit dan membran
mukosa manusia.

Staphylococcus epidermidis adalah gram-positif, kokus koagulase-negatif yang


merupakan bagian dari flora normal manusia. Akibatnya, itu adalah patogen
oportunistik yang benar, karena membutuhkan pelanggaran utama dalam pertahanan
bawaan host. Ini adalah salah satu patogen terkemuka infeksi nosokomial, khususnya
yang berkaitan dengan infeksi benda asing. Mereka yang paling rentan terhadap
infeksi adalah pengguna narkoba suntikan, bayi baru lahir, tua, dan mereka yang
menggunakan kateter atau peralatan buatan lainnya. Organisme ini menghasilkan
Glikokaliks "lendir" yang bertindak sebagai lem mengikuti ke plastik dan sel, dan juga
menyebabkan resistensi terhadap fagositosis dan beberapa antibiotics.

22
S. epidermidis keluarga memberikan kontribusi sekitar 65-90% dari semua
staphylococci pulih dari tumbuhan aerobik manusia . Orang yang sehat dapat dimiliki
hingga 24 strain dari spesies, beberapa di antaranya dapat bertahan di permukaan yang
kering untuk waktu yang lama. (Nilsson, et al. 1998). Ini adalah sekitar 0,5 sampai 1,5
mikrometer diameter. Sementara S. epidermidis adalah anaerob fakultatif, tumbuh
terbaik dalam kondisi aerobik. Tuan rumah bagi organisme adalah manusia dan hewan
berdarah panas lainnya. (Nilsson, et al. 1998).

2.2.3.2 Patogenesis Staphylococcus epidermidis


S. epidermidis adalah anggota flora normal kulit manusia dan saluran
pernafasan serta saluran pencernaan, kuman ini juga ditemukan secara teratur dalam
udara dan lingkungan sekitar manusia. Patogenesitas suatu strain stafilokokus tertentu
adalah efek gabungan faktor-faktor ekstraseluler yang tersebut di atas dan toksin-
toksin bersama dengan sifat-sifat invasif strain, dan meliputi skala yang luas. Pada
satu ujung adalah keracunan stafilokokus, yang semata-mata diakibatkan termakannya
enterotoksin yang sudah terbentuk, pada ujung lainnya bakteremia stafilokokus dan
abses-abses yang tersebar pada semua organ. Sumbangan potensial berbagai faktor
ekstraseluler pada patogenesis ternyata dari sifat kerja masing-masing fakta.
Stafilokokus tidak invasif seperti S. Epidermidis cenderung tidak hemolitik dan
meragikan manitol. Organisme demikian jarang menyebabkan pernanahan tetapi dapat
menginfeksi protesa ortopedik atau kardiovaskuler. Beberapa mikrokokus dapat
menyebabkan pernanahan seperti pada stafilokokus dan kadang-kadang menyebabkan
pneumonia.

2.2.3.3 Patologi Staphylococcus epidermidis


Prototip lesi stafilokokus dalah furunkel atau abses setempat lainnya.
Golongan stafilokokus yang tinggal dalam folikel rambut menimbulkan nekrosis
jaringan (faktor demonekrotik). Koagulase dihasilkan dan mengkoagulasi fibrin di
sekitar lesi dan di dalam saluran getah bening mengakibatkan pembentukkan dinding
yang membatasi proses dan yang diperkuat oleh penumpekkan sel-sel radang dan
selanjutnya jaringan fibrosa. Di tengah-tengah lesi, terjadi pencairan jaringan nekrotik
(diperbesar oleh hipersensitivitas lambat) dan abses “mengarah” pada resistensi yang
paling rendah. Penyaluran cairan jaringan nekrotik sentral diikuti oleh pengisisan
rongga secara lambat dengan jaringan granulasi dan akhirnya penyembuhan.
23
Pernanahn fokal adalah sifat khas infeksi stafilokokus. Dari setiap fokus,
organisme dapat menyebar melalui saluran getah bening dan darah ke bagian-bagian
tubuh lainnya. Pernanahan dalam vena, dihubungkan dengan trombosis, adalah
gambaran umum penyebaran tersebut.
Stafilokoku yang daya invasinya rendah berperana pada banyak infeksi kulit
ringan (misalnya, jerawat, impetigo). Stafilokokus dari golongan faga II menyebabkan
bulla eksfoliatif-sindroam “scalded skin” melalui pembentukkan tokssin eksfoliatif
(eksfoliatin). Sindrom syok toksik (SST) timbul secara tiba-tiba dengan gajala- gejala
demam tinggi, muntah, diare, mialgia, ruam skarlitiniform, dan hipotensi denagn
kagagalan jantung dan ginjal pada sebagian kasus berat. Sindrom syok toksik sring
terjadi dalam 5 hari permulaan haid pada wanita muda yang menggunakan tampon,
tetapi terjadi pula pada anak-anak atau laki-laki dengan infeksiluka stafilokokuss
setelah dioprasi. Sindrom ini dapat berulang dan sementara dianggap karena toksin
stafilokokus. SST yang berhubungan dengan stafilokokus dapat ditemukan di tampon,
luka atau dalam tenggorokkan, tetapi sebenarnya, tidak pernah ditemukan dalam alran
darah. Organisme ini biasanya menghasilkan enterotoksin F dan eksotoksin C yang
mungkin secar antigenik berhunbungan atau identik. Pada osmeomielitis fokus primer
pertumbuhan stafilokokuas dalah khas pada pembuluh-pembuluh darahterminal
metafisis tulang panjang, mengakibatkan nekrosis tulang dan pernanahan menahun.
Stafilokokus mungkin organisme penyebab pada pneumonisa, meningiis, epiema,
endokarditis tatau sepsis dengan pernanahan pada bagian tubuh manapun.

2.2.3.4 Gambaran Klinis Staphylococcus epidermidis


Infeksi lokal Staphylococcus muncul sebagai suatu infeksi folikel rambut atau
abses. Biasanya reaksi peradangan berlangsung hebat, terlokalisasi, dan nyeri, yang
mengalami pernanahan sentral dan sembuh dengan cepat bila nanah dikeluarkan.
Dinding fibrin dan sel-sel disekitar inti abses cenderung mencegah penyebaran
organisme dan sebaliknya tidak dirusak oleh manipulasi atau trauma.
Infeksi S. aureus dapat juga disebabkan oleh kontaminasi langsung pada luka,
misalnya luka pasca bedah atau infeksi setelah trauma. Bila S. aureus menyebar dan
terjadi bakteriemi, dapat terjadi endokarditis, osteomielitis akut hematogen,
meningitis, atau infeksi paru-paru. Gambaran klinisnya mirip dengan gambaran klinis
yang terlihat pada infeksi lain yang melalui aliran darah. Lokalisasi sekunder dalam
suatu organ atau sistem diikuti oleh tanda-tanda dan gejala disfungsi organ dan
pernanahan setempat yang hebat.
24
Keracunan makanan yang disebabkan enterotoksin ditandai oleh masa
inkubasi yang pendek (1-8 jam), rasa mual, muntah-muntah, dan diare yang hebat, dan
penyembuhan yang cepat. Tidak ada demam.

2.2.3.5 Uji Laboratorium Diagnostik Staphylococcus epidermidis


Sampel yang digunakan untuk menentukan bakteri Staphylococcus adalah
a. Apusan mukosa atau kulit
b. Nanah
c. Darah
d. Bilasan trachea/bronchus
e. Cairan liquor

Identifikasi dilakukan dengan cara :


a. Preparat hapus, dibuat langsung dari bahan pemeriksaan dan diwarnai
dengan cara pewarnaan Gram
b. Biakan dan identifikasi dengan melakukan tes-tes biokimia
c. Tes serologi dan tes tiping
d. Tes kepekaan antibiotik

2.2.3.6 Resistensi dan Imunitas Staphylococcus epidermidis


Berikut adalah distribusi kuman gram positif yang sensitif dan resisten
terhadap bebagai jenis antibiotik berdasarkan uji kuman di RS Fatmawati Jakarta pada
tahun 2001-2002, termasuk Staphylococcus epidermidis:

a) Antibiotika golongan amino glikosida


Data hasil pengujian menunjukkan bahwa jumlah sampel yang diuji kecil,
kepekaan paling tinggi ditemukan terhadap kanamisin, netilmisin dan tobramisin
pada Staphylococcus epidermidis (100%), netilmisin pada Streptococcus β
haemoliticus (90.0%), dibekasin, gentamisin, netilmisin, tobramisin pada
Staphylococcus aureus (100%). Tingkat resistensi paling tinggi ditunjukkan terhadap
tobramisin pada Streptococcus β haemoliticus (100%) dan gentamisin untuk
Staphylococcus epidermidis (33,3%).

25
b) Antibiotika golongan sefalosporin
Data hasil uji kepekaan kuman terhadap antibiotika golongan ini menunjukkan
sampel yang diuji juga dalam jumlah kecil, kepekaan tertinggi terlihat terhadap
sefotaksim dan seftizoksim pada Staphylococcus epidermidis (100%), seftizoksim
dan seftriakson untuk Streptococcus β haemoliticus (100%) sedangkan
Staphylococcus aureus terhadap semua antibiotika yang diuji masih sensitif.
Resistensi tertinggi terlihat terhadap seftriakson untuk Staphylococcus epidermidis
(50,0%) sefaleksin untuk Streptococcus β haemoliticus (75,0%).

c) Antibiotik golongan penisilin


Disini terlihat sampel yang diuji juga dalam jumlah kecil. Kepekaan tertinggi
terlihat terhadap amoksisilin-asam klavulanat untuk Staphylococcus epidermidis
(100%), sulbenisilin, penisilin G terhadap Streptococcus β haemoliticus (100%).
Resistensi tertinggi terlihat terhadap amoksisilin, ampisilin, penisilin G pada
Staphylococcus epidermidis (100%) dan Staphylococcus aureus telah resisten
terhadap semua antibiotika yang diuji (100%).

d) Antibiotika golongan lainnya


Sampel yang diuji juga dalam jumlah kecil. Kepekaan tertinggi ditunjukkan
oleh Staphylococcus aureus (100%) terhadap tetrasiklin, kotrimoksazol dan fosmisin,
Staphylococcus epidermidis (83.3%) terhadap kotrimoksazol, Streptococcus β
haemoliticus (100%) terhadap siprofloksasin dan fosmisin. Resistensi tertinggi
diperlihatkan kloramfenikol, siprofloksasin pada Staphylococcus aureus (100%),
tetrasiklin untuk Staphylococcus epidermidis (85.7%) dan Streptococcus β
haemoliticus (57.1%).
Dapat diambil kesimpulan, bahwa Staphylococcus epidermidis mempunyai
kepekaan tertinggi berturut-turut terhadap kanamisin, netilmisin, tobramisin,
sefotaksim, seftizoksim, amoksisilin-asam klavulanat dan kotrimoksazol. Resistensi
tertinggi berturut-turut diberikan untuk ampisilin, amoksisilin, penisilin G. tetrasiklin
dan kloramfenikol.
Meskipun ada banyak penelitian tentang S. virulensi faktor epidermidis, sedikit
yang telah dilakukan untuk mengetahui modus kerjanya.

26
2.2.3.7 Penyakit akibat bakteri Staphylococcus epidermidis
Infeksi yang terkait dengan alat intravaskular (katup jantung prostetik,
shunt, dll) tetapi juga sering terjadi pada sendi prostetik, kateter, dan luka
besar. Infeksi kateter bersama dengan kateter-induced UTI menyebabkan
peradangan serius dan sekresi nanah. Dalam hal ini, buang air kecil sangat
menyakitkan. Septicemia dan endokarditis juga penyakit yang berhubungan
dengan S. epidermidis. Gejala mereka menjalankan keseluruhan dari demam,
sakit kepala, dan kelelahan anoreksia dan dyspnea. Septikemia sangat lazim
dihasilkan dari infeksi neonatal, terutama dalam berat lahir sangat rendah.
Endokarditis adalah infeksi pada katup jantung dan bagian dari lapisan dalam
dari otot jantung. S. epidermidis sangat mungkin mencemari peralatan
perawatan pasien dan permukaan lingkungan, mungkin menjelaskan tingginya
insiden S. epidermidis di rumah sakit. Organisme ini menghasilkan lapisan
lendir, yang membentuk biofilm hidrofobik. Film ini adalah perekat untuk
biopolimer hidrofobik prosthetics, menciptakan penyakit seperti endokarditis.
Gen icaADBC telah ditemukan kode untuk kedua kapsul polisakarida dan
polisakarida intraseluler adhesin digunakan dalam pembentukan biofilm.
Biofilm S. epidermidis terdiri dari kelompok sel yang tertanam dalam
ekstraseluler lendir zat yang hingga 160 mikrometer tebal, lebih dari 50 sel.
Biofilm sebagai tindakan tersebut sebagai penghalang difusi terhadap
antibiotik dan pertahanan tuan rumah. (Nilsson, et al. 1998)
Potensi faktor virulensi lain yang saat ini sedang diteliti adalah
pengikatan fibrinogen S. epidermidis. Lengkap gen, disebut FBE, ditemukan
terdiri dari open frame pembacaan 3.276 nukleotida pengkodean protein, yang
disebut FBE, dengan massa molekul disimpulkan dari ~ 119 kDa. (Nilsson, et
al. 1998) biomaterial Implan akan segera ditutupi oleh sirkulasi komponen
plasma, seperti fibrinogen, mempromosikan adhesi sel inang. Salah satu
komplikasi yang mungkin timbul adalah ketika bakteri mengkontaminasi
mematuhi komponen yang sama pada permukaan biomaterial, yang
menyebabkan infeksi. (Nilsson, et al. 1998)
Meskipun ada banyak penelitian tentang faktor virulensi S.
epidermidis, sedikit yang telah dilakukan untuk memahami cara kerjanya.

27
2.2.3.8 Pengobatan penyakit akibat Staphylococcus epidermidis
Seperti S. epidermidis merupakan bagian dari flora normal manusia, telah
mengembangkan resistensi terhadap antibiotik banyak umum seperti methicillin,
novobiocin, klindamisin, dan benzil penisilin. Akibatnya, vankomisin atau rifampisin
digunakan untuk mengobati infeksi. Infeksi Staphylococcus epidermidis berhubungan
dengan perangkat intravaskular (katup jantung buatan, shunts, dll), tetapi biasanya
terjadi pada sendi buatan, kateter, dan luka besar. Infeksi kateter bersama dengan
kateter-induced UTI menyebabkan peradangan serius dan sekresi nanah. Dalam hal
ini, buang air kecil sangat menyakitkan.
Septicaemia dan endokarditis termasuk penyakit yang berhubungan dengan
Staphylococcus epidermidis. Gejala yang timbul adalah demam, sakit kepala, dan
kelelahan untuk anoreksia dan dyspnea. Septicemia terjadi akibat infeksi neonatal,
terutama ketika bayi lahir dengan berat badan sangat rendah.Sedangkan, Endokarditis
adalah infeksi katup jantung dan bagian lapisan dalam dari otot jantung.
Staphylococcus epidermidis dapat mencemari peralatan perawatan pasien dan
permukaan lingkungan.

2.2.2.9 Epidemiologi, Pencegahan dan Pengendalian Staphylococcus epidermidis

Sebuah studi besar infeksi neonatal dilakukan di Naples antara Januari 1996 dan
Desember 1998. Hasil yang ditemukan menunjukkan bahwa dari total 184 infeksi, 56
secara langsung dikaitkan dengan S. epidermidis (30,4%). Dari jumlah tersebut, S.
epidermidis adalah patogen penyebab utama yang mengarah ke infeksi aliran darah
(39,8%), infeksi permukaan (29,8%), dan meningitis (58,3%). Persentase disediakan
menunjukkan jumlah infeksi yang disebabkan oleh S. epidermidis dari total infeksi dari
tipe tersebut. (Villari, et al. 2000).

28
2.2.4 Streptococcus Pyogenes

2.2.2.1 Morfologi dan Identifikasi

Streptococcus pyogenes ialah


bakteri Gram-positif bentuk bundar
yang tumbuh dalam rantai panjang
dan merupakan penyebab infeksi
Streptococcus Grup A.
Streptococcus terdiri dari kokus
yang berdiameter0,5μm. Dalam
bentuk yang khas, kokus agak
memanjang pada arah sumbu rantai.
Streptokokus pathogen jika ditanam dalam perbenihan cair atau padat yang cocok,
sering membentuk rantai panjang yang terdiri delapan buah kokus atau lebih.
Streptococcus pyogenes merupakan kelompok besar pathogen manusia yang
berhubungan dengan invasi logam atau sistemik dan kelainan pasca stretokok
disebabkan reaksi-reaksi imunologi. Kuman ini biasanya sessitif-basitrasin.
Streptococcus pyogenes Streptococcus pyogenes menampakkan antigen grup A
di dinding selnya dan beta-hemolisis saat dikultur di plat agar darah.
Streptococcus pyogenes khas memproduksi zona beta-hemolisis yang besar,
gangguan eritrosit sempurna dan pelepasan hemoglobin, sehingga kemudian
disebut Streptococcus Grup A (beta-hemolisis). Streptococcus bersifat katalase-
negatif.

A. Sifat Pertumbuhan
Streptokokus umumnya bersifat anaerob fakultatif, hanya beberapa
jenis yang bersifat anerob obligat. Pada umumnya tekanan O2 harus dikurangi,
kecuali untuk enterokokus. Pada perbenihan biasa, pertumbuhannya kurang
subur jika kedalamnya tidak ditambahkan darah atau serum. Kuman ini
tumbuh baik pada PH (7,4 – 7,6), suhu optimum untuk pertumbuhan 37oC,
pertumbuhannya cepat berkurang pada 40oC. Streptococcus pyogenes mudah
tumbuh dalam semua enriched media.

29
Untuk isolasi primer harus dipakai media yang mengandung darah
lengkap, serum atau transudat misalnya cairan asites atau pleura. Penambahan
glukosa dalam konsentrasi 0,5% meningkatkan pertumbuhannya tetapi
menyebabkan penurunan daya lisisnya terhadap sel darah merah. Dalam
lempeng agar darah yang dieram pada 37oC setelah 18-24 jam akan
membentuk koloni kecil ke abu-abuan dan agak opalesan, bentuknya bulat,
pinggir rata, pada permukaan media, koloni nampak sebagai setitik cairan.
Streptococcus membentuk dua macam koloni, mucoid dan glossy. Yang
dahulu disebut bentuk matt, sebenarnya bentuk mucoid yang telah mengalami
dehidrasi. Koloni berbentuk mucoid dibentuk oleh kuman yang berselubung
asam hialuronat. Tes katalasa negative untuk streptokokus, ini dapat
membedakan dengan stafilokokus dimana tes katalase positif.

B. Daya tahan kuman


Dalam sputum, eksudat dan ekskreta binatang, kuman ini dapat hidup
terus sampai beberapa minggu. Pada media biasa pada suhu kamar, biasanya
mati sessudah 10-14 hari. Kuman dapat tetap hidup tanpa berubah virulensinya
sampai berbulan-bulan atau bertahun-tahun bila disimpan secara liofil.
Beberapa varietas mati setelah 10 menit pada 55oC, dan praktis semua spesies
mati setelah 30-60 menit pada 60oC. Pasteirisasi (62oC selama 30 menit) cukup
untuk mematikan semua kuman streptokokus yang pathogen dalam air susu.
Kuman dalam 15 menit akan mati dalam zat kimia pada konsentrasi seperti ini:

Iodium tincture 1/50

Fenol 1/200

Kresol 1/175

HgCl2 1/200-1/500

Merkurokrom 1/50

Heksilerosorsinol 1/1000

30
Praktis semua varietas streptokokus yang pathogen peka terhadap efek
bakteriostatik sulfonamide, kecuali Streptococcus faecalis. Resistensinya terhadap
obat ini terjadi apabila obat diberikan dalam dosis yang tidak adekuat. Jenis yang
resisten ini dapat menyebabkan epidemic. Penisilin dalam dosis yang relative rendah
sangat efektif terhadap Streptococcus hemolyticus tipe beta dari lancefield group A,
tetapi kurang efektif terhadap streptokokus yang termasuk kedalam grup B, C, E, F
dan G. banyak jenis yang perlu dosis yang sangat besar, sedang enterokokus semua
resisten. Streptococcus hemolyticus yang anerob jauh lebih resisten terhadap penisilin
daripada yang aerob. Streptokokus umumnya rentan terhadap tetrasiklin dan
kloramfenikol. Aktivitas streptomisis sangat variabel, beberapa jenis terhambat oleh 1
mikrogram dan yang lain memerlukan 120 mikrogram/ml cairan perbenihan.
Basitrasin agaknya efektif terhadap jenis yang anaerob dan mikroaerofilik telah
resisten terhadap penisilin dengan antibiotika lainnya.

C. Struktur Antigen
Jika dibandingkan dengan Pneumokokus, Streptokokus mempunyai struktur
atntigen yang jauh lebih kompleks ,
- Karbohidrat C
Zat ini terdapat dalam dinding sel dan oleh Lancefield dipakai sebagai dasar
untuk membagi Streptokokus dalam grup-grup spesifik dari A sampai T. Sifat khas
dari karbohidrat C secara serologic ditunjukkan oleh suatu amino sugar.

Misalnya pada grup A oleh rhamnose-N-acetylglucosamine, grup B oleh rhamnose-


glucosamine, grup C oleh rhamnose-N-acetylgalactosamine, grup D oleh glycerol
teichoic acid yang mengandung D-alamine dan glukosa, dan grup F oleh
glucopyranosyl-N-
acetylactosamine.

31
- Protein M
Protein ini ada hubungannya dengan virulensi kuman Streptokokus grup A,
kerjanya menghambat fagositosis.
Terutama dihasilkan oleh kuman dengan koloni tipe mukoid. Pembentukannya
berkurang jika kuman telah mengalami penanaman berulang-ulang, dan
pembentukannya akan pulih kembali jika kuman disuntikan pada binatang
percobaan berulang kali.

- Substansi T
Antigen ini tidak ada hubungannya dengan virulensi kuman. Rusak pada
ekstrasi dengan asam atau pemanasan. Antigen ini merangsang pembentukan
agglutinin. Atas dasar antigen ini Streptokokus grup A juga dibagi dalam tipe
spesifik.

- Protein R
Antigen R tipe 20 tahan terhadap tripsin, tetapi tidak tahan pepsin dan dirusak
secara perlahan-lahan oleh asam dan pemanasan. Antigen R dirusak oleh enzim
proteolitik.

- Nukleoprotein
Ekstrasi Streptokokus dengan basa lemah, menghasilkan suatu campuran yang
terdiri dari protein dan substansi P yang mungkin merupakan bagian dari badan sel
kuman.

- Bakteriofaga
Krause dan McCarty berhasil menemukan bakteriofaga yang dapat melisiskan
tipe 1, 6, 12, 25, dan Streptococus hemolyticus grup C human. Bakteriofaga
lainnya berhasil ditemukan pada Streptokokus grup D.

- Metabolit Bakteri
Jika pada seekor binatang percobaan disuntikkan kuman Streptokokus yang
masih utuh, tetapi telah dicuci dan dimatikan dengan pemanasan, maka sebagai
akibatnya hanya akan terjadi reaksi sedikit. Sebaliknya jikia kuman ditanam dalam
suatu perbenihan yang sesuai, maka akan dihasilkan metabolit ekstraseluler baik
yang bersifat toksik maupun nontoksik.
32
2.2.4.2 Patogenesis Streptococcus pyogenes

Streptococcus pyogenes adalah penyebab banyak penyakit penting pada


manusia yang berkisar dari infeksi kulit permukaan yang ringan hingga penyakit
sistemik yang mengancam hidup. Infeksi khasnya bermula di tenggorokan atau
kulit. Infeksi ringan Streptococcus pyogenes termasuk faringitis ("radang
kerongkongan") dan infeksi kulit setempat ("impetigo"). Erisipelas dan selulitis
dicirikan oleh perbiakan dan penyebaran samping Streptococcus pyogenes di
lapisan dalam kulit. Serangan dan perbiakan Streptococcus pyogenes di fasia dapat
menimbulkan fasitis nekrosis, keadaan yang besar kemungkinan mengancam
hidup yang memerlukan penanganan bedah.

Infeksi akibat strain tertentu Streptococcus pyogenes bisa dikaitkan dengan


pelepasan toksin bakteri. Infeksi kerongkongan yang dihubungkan dengan
pelepasan toksin tertentu bisa menimbulkan penyakit jengkering (scarlet fever).
Infeksi toksigen Streptococcus pyogenes lainnya bisa menimbulkan sindrom syok
toksik streptococcus, yang bisa mengancam hidup.

Streptococcus pyogenes juga bisa menyebabkan penyakit dalam bentuk


sindrom "non-pyogenik" (tak dihubungkan dengan perbiakan bakteri dan
pembentukan nanah setempat) pascainfeksi. Komplikasi yang diperantarai
autoimun itu mengikuti sejumlah kecil persentase infensi dan termasuk penyakit
rematik dan glomerulonefritis pasca-streptococcus akut. Kedua keadaan itu
muncul beberapa minggu menyusul infeksi awal streptococcus. Penyakit rematik
dicirikan dengan peradangan sendi dan/atau jantung menyusul sejumlah faringitis
streptococcus.

Infeksi Streptokokus timbulnya dapat dipengaruhi oleh bermacam-macam


faktor, antara lain sifat biologik kuman, cara host memberikan respons, dan port
d’entre kuman. Penyakit yang ditimbulkan oleh kuman Streptokokus dapat dibagi
dalam beberapa kategori, sebagai berikut :

33
 Penyakit yang terjadi karena invasi Streptococcus beta hemolyticus grup A.
Port d’entrée sangat mempengaruhi gambaran klinik. Pada setiap kasus
dapat terjadi selulitis yang cepat meluas secara difus kejaringan sekitarnya dan
saluran getah bening, tetapi peradangan setempatnya sendiri hanya terjadi
secara ringan. Dari saluran getah bening infeksi cepat meluas kedalam
peredaran darah, sehingga terjadi bakterimia.

- Erisipelas

Jika port d’entrée-nya kuliat atau selaput lender dapat terjadi


erysipelas, suatu selulitis superfisialis cdengan batas lesi yang tegas,
edematous,berwarnah merah terang dan sangat nyeri. Penderita nampak sakit
berat dengan demam tinggi. Pada pemeriksaan ditemukan leukositosis, lebih dari
15.000 leukosit. Titer ASO meningkat setelah 7-10 hari. Kuman tidak ditemukan
dalam pembuluh darah, melainkan di dalam cairan getah bening dari pinggir lesi
yang sedang meluas, terutama dalam jaringan subkutan. Pada pemyakit ini dapat
terjadi bakterimia yang menyebabkan infeksi metastatic di lain organ. Dengan
pemakaian antibiotika mortalitasnya dapat ditekan, tetapi pada bayi, orang tua
yang debil, dan pada penderita yang mendapat pengobatan dengan
kortikosteroid, penyakit ini dapat berkembang demikian cepat sehingga
berakibat fatal.

Penyakit ini cenderung untuk kambuh di tempat yang sama, sehingga


terjadi sumbatan pada saluran getah bening yang bersifat menahun. Kulit
setempat tumbuh secara tidak teratur, sehingga terjadi elephantiasis notras
verrucosa. Jika lokasinya di bibir dapat trejadi macrocheilia, suatu
pembengkakan bibir yang bersifat persisten.

- Spesis puerpuralis

Kuman Streptokokus masuk kedalam uretus sehabis persalinan.


Septikemia terjadi karena luka yang terkena infeksi, yaitu berupa endometritis.

34
- Sepsis

Sepsis terjadi karena luka bekas operasi atau karena trauma, terkena
infeksi oleh kuman Streptokokus. Ada yang menyebut penyakit ini sebagai
surgical scarlet fever.

 Penyakit yang terjadi karena infeksi local Streptococcus beta hemolyticus


grup A
- Radang tenggorok atau Faringitis Streptokokus.

Suatu penyakit yang hampir semua pernah merasakannya. Disebabkan


oleh Streptococcus beta hemolyticus. Pada bayi dan anak kecil timbul sebagai
nasofaringitis subakut dengan secret serosa dan sedikit demam; dan infeksinya
cenderung untuk meluas ke telinga tengah, prosesus mastoideus dan selaput otak.
Kelenjat getah bening cervical biasanya membesar. Penyakitnya dapat
berlangsung berminggu-minggu. Pada anak-anak yang lebih besar dan pada orang
dewasa, penyakitnya berlangsung lebih akut dengan nasofaringitis dan tonsillitis
yang hebat, selaput lendir hiperemis dan membengkak dengan eksudat yang
purulen. Kelenjar getah bening servikal membesar dan nyeri, biasanya disertai
demam tinggi. Dua puluh persen dari infeksi ini tidak menimbulkan gejala
(asimtomatik).

Jika kuman dapat membuat toksin eritrogenik, dapat timbul scarlet


fever rash. Pada scarlet fever kuman terdapat dalam faring, tetapi toksin
eritrogenik yang dihasilkannya menyebabkan terjadinya erupsi kemerah-merahn
yang difus. Eritemia mulai timbul di leher, meluas ke tubuh, kemudian menyebar
ke ekstermitas. Secara histopatologik terlihat adanya ekstravasasi leukosit
polymorphonuclear dan sel darah merah dari pembuluh darah kecil ke dalam
kulit. Zat anti eritrogenik dapat mencegah rash, tetapi tidak berpengaruh terhadap
infeksi kuman Streptokokus. Jika peradangannya hebat, dapat timbul abses
peritonsiler ata Ludwig’s angina, dengan pembengkakan masih di dassar mulut
dapat menyumbat pernafasan. Dengan reaksi Schultz-Charlton dapat dibuktikan
apakah suara rash terjadi karena toksin eritrogenik atau bukan. Infeksi kuman
Streptokokus pada traktus respiratorius bagian atas biasanya tidak mengenai paru-
paru. Pneumonia karena Streptococcus beta hemolyticus biasanya terjadi setelah
infeksi virus, misalnya influenza atau morbili.

35
- Pioderma Stretokokus (Impetigo)

Pada impetigom lokalisasi infeksi sangat superfisial, dengan


pembentukan vesicopustulae di bawah stratum korneum. Terutama pada anak
kecil, penyebaran terjadi per continuitatum. Bagian kulit yang mengelupas
diliputi oleh crusta yang berwarna kuning madu. Penyakit ini sangat menular
pada anak-anak, dan biasanya disebabkan oleh Streptokokus tipe 49 dan 57 pada
kulit, sering menyebabkan timbulnya nephritis post streptococcalis.

 Endokarditis Bakterialis

- Endokarditis Bakterialis Akuta

Penyakit ini timbul pada bakterimia oleh Streptococcus beta


hemolyticus, pneumokokus, stafilokokus ataupun coliform organism negatif
Gram. Pada pecandu narkotika, stafilokokus dan kandida merupakan penyebab
utama terjadinya endokarditis. Penyakit ini dapat mengenai katup jantung yang
normal ataupun yang mengalami deformasi, dan menyebabkan terjadinya
endokarditis bakterialis ulseratif yang akut. Destruksi katup jantung yang
terjadi secara cepat ataupun rupture chordate tendineae, seringkali
menyebabkan terjadinya kematian dalam waktu beberapa hari atau beberapa
minggu.

- Endokarditis bakterialis subakuta

Penyakit ion ini terutama mengenai katup jantung yang abnormal, lesi
rematik, klasifiaksi ataupun penyakit jantung congenital. Penyebabnya
terutama Streptococcus viridians dan Streptococcus faecalis; stafilokokus
kadang-kadang dapat menjadi penyebabnya, tetapi pada hakikatnya setiap
mikroorganisme termasuk fungsi, dapat menjadi penyebabnya. Setelah ekstrasi
gigi, paling sedikit pada 30% dari penderita terjadi bakteremia oleh
Streptococcus alpha hemolyticus. Kuman ini merupakan flora normal pada
traktus respiratorius bagian atas dan penyebab utama ebdokarditis subakut.
Sedangkan 5-10% dari kasus disebabkan oleh streptococcus
faecalis(enterokokus). Lesinya bersifat progesif, suatu penyembuhan yang
sedang terjadi akan disertai suatu peradangan yang aktif. Timbul suatu vegetasi
yang terdiri dari fibrin, trombosit dan bakteri yang melekat padda daun katup
jantung.
36
Pada pengobatan penyakit bersifat fatal. Klinis akan ditemukan adanya
demam, anemia, kelelahan, bising jantung yang abnormal, kelainan ginjal,
pembesaran limpa dan emboli.

 Infeksi Lainnya

Berbagai macam Streptokokus terutama enterokokus, merupakan


penyebab infeksi traktus urinarius. Streptokokus anaerob, normal dapat ditemuakn
dalam traktus genitalis wanita, dalam mulutr dan dalam intestinum. Kuman ini
dapat menimbulkan lesi supuratif, baik sendirian ataupun beserta kuman anaerob
lainnya, biasanya golongan bakteroides. Infeksi yang demikian dapat terjadi dalam
luka, endometritis postpartum, sehabis terjadi rupture dari suatu viscus
abdominalis, atau pada peradangan paru-paru yang kronis. Pus yang timbul
biasanya berbau busuk.

- Penyakit paska infeksi Streptococcus beta hemolyticus grup A

Setelah suatu infeksi Streptokokus grup A, terutama radang


tenggorokan, dapat disusul suatu masa laten selama 2-3 minggu, setelah mana
dapat timbul nefritis atau demam rheuma. Adanya masa laten ini menunjukan
bahwa penyakit yang timbul setelah infeksi Streptokokus bukan merupakan akibat
langsung dari penyebaran bakteri, melainkan merupakan reaksi hipersensitif
daripada organ yang terkena terhadap zat anti Streptokokus.

- Glomerulonefritis akut

Penyakit ini dapat timbul 3 minggu setelah infeksi kuman


Streptokokus, terutama dari tipe 1, 4, 12, 18, 25, 49, dan 57. Jenis tertentu memang
bersifat nefritogenik. Pada 23% dari anak-anak yang terkena infeksi kulit oleh
Streptokokus tipe 49 terkena nefritis dan hematuria. Tetapi pada infeksi kuman
Streptokokus secara random, incidence untuk terjadinya nefritis kurang dara 0,5%.
Pada penyakit ini terjadi kompleks antigen zat anti pada selaput basal dari
glomerulus. Antigen yang terpenting kemungkinan terdapat dalam selaput protoplas
dari Streptokokus. Klinis ditemukannya adanya demam ringan, malaise, sakit
kepala, anoreksia, edema ringan tetapi meliputi seluruh tubuh, hipertensi ringan dan
pendarahan retina.

37
Pada pmeriksaan urin akan ditemukan gross hematuria, protein, silinder
yang terdiri dari sel darah merah, hialin dan granula, dan ditemukannya juga adanya
sel darah putih dan sel epitel. Pada pemeriksaan darah, titer ASO meningkat dan
ada retensi nitrogen. Beberapa penderita dapat meninggal atau dapat timbul
glomerulonefritis kronik dengan payah ginjal, tetapi sebagian besar dari penderita
sembuh sepenuhnya.

- Jantung Rheuma

Demam rheuma atau rheumatic fever merupakan sequale infeksi


Streptococcus hemolyticus yang paling serius, sebab dapat mengakibatkan kerusakan
pada otot dan katup jantung. Phatogenesis demam rheuma belum jelas tetapi ada
yang menyatakan bahwa Streptococcus grup A mempunyai struktur glikoprotein
yang sama dengan otot dan katup jantung manusia. Timbulnya demam rheuma
biasanya didahului oleh infeksi Streptokokus grup A 2-3 minggu sebelumnya.
Infeksinya mungkin hanya ringan tanpa memberikan gejala. Infeksi Streptokokus
yang tidak mendapat pengobatan, pada 0,3%-3% dari penderita dapat menyebabkan
timbulnya demam rheuma.

Diagnosis jantung rheuma hamper pasti jika ditemukan dua kriteria mayor atau
lebih. Pada penyakit ini terdapat penebalan dan deformitas katup jantung, dan
pembentukan badan-badan Aschoff dalam miokardium, yang berupa granuloma
perivaskuler yang kecil-kecil yang selanjutnya akan diganti oleh jaringan parut.

Jantung rheuma mempunyai kecenderungan untuk menjadi aktif kembali


dengan adanya infeksi Streptokokus, sedangkan pada nefritis tidak terdapat sifat
seperti ini. Pada serangan pertama dari jantung rheuma hanya menimbulkan sedikit
kerusakan pada jantung, tetapi kerusakan terus bertambah pada serangan-serangan
berikutnya. Jadi yang terpenting ialah mencegah terjadinya infeksi Streptococcus
beta hemolyticus grup A pada penderita yang bersangkutan, yaitu dengan
memberikan penisilin sebagai profilaksis satu bulan satu kali. Jika sampai terjadi
infeksi oleh kuman tersebut di atas, harus diberikan penisilin dalam dosis eradikasi.
Jika penderita tidak tahan penisilin dapat diberikan eritromisin. Pengobatan
profilaktik diberikan terus sampai umur 25 tahun bahkan seumur hidup.

38
2.2.4.3 Patologi Streptococcus Pyogenes

Streptococcus pyogenes adalah penyebab banyak penyakit penting pada


manusia berkisar dari infeksi kulit permukaan untuk penyakit sistemik yang
mengancam hidup. Infeksi khasnya bermula di tenggorokan atau kulit. Contoh infeksi
ringan Streptococcus pyogenes termasuk faringitis (radang kerongkongan) dan
infeksi kulit setempat (impetigo). Erisipelas dan selulitis dicirikan oleh perkalian dan
penyebaran samping Streptococcus pyogenes di lapisan dalam kulit. Streptococcus
pyogenes invasi dan multiplikasi dalam fasia dapat menimbulkan necrotizing
fasciitis, kondisi berpotensi mengancam jiwa yang memerlukan perawatan bedah.

Streptococcus beta hemolyticus grup A dapat mengakibatkan penyakit jantung


rematik merupakan gejala sisa dari Demam Rematik (DR) akut yang juga merupakan
penyakit peradangan akut yang dapat menyertai faringitis. Penyakit ini cenderung
berulang dan dipandang sebagai penyebab penyakit jantung didapat pada anak dan
dewasa muda di seluruh dunia. Streptococcus β-hemolyticus grup A merupakan agen
pencetus yang menyebabkan terjadinya demam reumatik akut. Infeksi Streptococcus
beta hemolyticus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya demam
rematik, baik pada serangan pertama maupun serangan ulang. Streptococcus beta
hemolyticus grup A juga dapat meneyebabkan penyakit Erisipelas, Spesis puerpuralis,
Sepsis, Impetigo, Glomerulonefritis akut, Jantung Rheuma.

2.2.4.4 Gambaran klinis Streptococcus pyogenes

Streptococcus pyogenes merupakan bakteri gram positif berbentuk bola yang


tumbuh dalam rantai panjang dan merupakan penyebab infeksi Streptococcus Grup
A. S. pyogenes memiliki antigen streptokokus grup A di dinding selnya.
Streptococcus pyogenes memiliki ciri khas,yaitu memproduksi zona besar beta-
hemolisis (gangguan eritrosit sempurna dan pelepasan hemoglobin) saat dikultur di
plat agar darah dan karenanya juga disebut Grup A (beta-hemolitik) Streptococcus
(disingkatGAS).

Streptococcus adalah katalase-negatif. Dalam kondisi ideal, Streptococcus


pyogenes memiliki masa inkubasi sekitar 10 hari. Ini adalah bagian yang jarang
terjadi tetapi biasanya patogen dari flora kulit.
39
2.2.4.5 Pemeriksaan Laboratorium Streptococcus pyogenes

A. Bahan Pemeriksaan
Bahan untuk pemeriksaan dapat diperoleh dengan cara swabbing dari hidung
atau tenggorokan, atau langsung dari darah, pus, sputum, likuor serebrospinalis,
eksudat dan urin.

B. Pemeriksaan Langsung
Pemeriksaan langsung dari sputum seringkali hanya menemukan kokus
tunggal atau berpasangan, jarang ditemukan dedalam bentuk rantai . Jika pemeriksaan
langsung terlihat adanya Streptokokus tetapi tidak tumbuh dalam suatu perbenihan,
harus dipikirkan kemungkinan kumannya bersifat anaerob. Pemeriksaan langsung dari
usap tenggorokan kurang begitu bernilai, karena normal selalu ditemukan adanya
Streptococcus viridans ditempat ini. Sediaan yang di warnai : sediaan dari nanah lebih
sering menunjukan kokus tunggal atau berpasangan daripada rantai. Kokus kadang-
kadang bersifat negatif, , karena organism tidak lagi aktif (non viable) dan kehilangan
kemampuannya untuk menahan pewarnaan biru (kristal violet) sehingga tidak terjadi
gram positif. Bila sedian nanah menunjukkan streptokokus tetapi biakan tidak
tumbuh, harus diperkirakan organism anaerobic. Sediaan dari biakan kaldu usap
tenggorokan berumur 2-3 jam dapat diberi pewarnaan khususuntuk pemeriksaan
imunofluoresensi. Dengan cara ini dapat ditentukan adanya Streptokokus grup A
secara baik pada pendeerita ataupun karier.

C. Perbenihan
Bahan pemriksaan ditanam pada lempeng agar darah, jika diduga kumannya
bersifat anaerob juga ditanam dalam perbenihan tioglikoat. Pada lempeng agar darah
Streptococcus hemolyticus grup A akan tumbuh dalam beberapa jamatau hari. Didalm
perbenihan dari bahan darah kuman Streptococcus viridians dan enterococcus
tumbuhnya dapat sangat lambat, jika diduga ada endokarditis perbenihan dibiarkan
dieram selama 1-2 minggu baru dibuang. Kadar CO2 10% dapat mempercepat
terjadinya hemolisis. Cakram basitrasin yang mengandung 0,2 unit menghambat
pertumbuhan streptococcus grup A.

40
D. Uji Deteksi Antigen
Beberapa alat komersial tersedia untuk menguji antigen Streptokokus grup
Adari usapan tenggorok secara cepat. Peralatan ini menggunakann metode enzimatik
atau kimiawi untuk mengekskresikan antigen dari usapan, lalu menggunakan EIA atau
tes aglutinasi untuk menunjukan adanya antigen. Tes ini dapat selesai dalam beberapa
menit atau jam setelah specimen diambil. Sensitivitas tes ini adalah 60-90% dan
spesifitasnya 98-99% bila dibandingkan dengan metode biakan. Tes ini lebih cepat
dari pada biakan.

E. Pemeriksaan Serologi
Peningkatan titer antibodi terhadap berbagai antigen Streptokokus grup A
dapat dihitung : Antibodi tersebut antara lain adalah anti Dnase dan antihialuronidase,
khususnya pada infeksi kulit; antistreptokinase, antibodi sspesifik tipe anti-M; dan
lain-lain. Di antara semua ini yang paling sering digunakan adalah titer anti-ASO.

2.2.4.6 Resistensi dan Imunitas Streptococcus pyogenes


Daya tahan terhadap infeksi streptokokus bersifat tipe spesifik, artinya tahan
terhadap infeksi kuman dari tipe yang sama tetapi rentan terhadap tipe yang lain. Daya
tahan ini ada hubungannya dengan zat anti protein M. Ini terlihat pada apa yang
dinamakan “tes bakterisidal” yang memanfaatkan bukti bahwa streptokokus cepat
terbunuh ssetelah fagositosa. Protein M menghalangi fagositosa, tetapi dengan adanya
antibodi tipe spesifik terhadap protein M, streptokokus terbunuh oleh leeukosit.
Perubahan gambaran penyakit Streptokokus dengan meningkatnya umur menunjukan
bahwa dalam masa infeksi oleh Streptokokus beta-hemolitik reaktivitas umum
terhadap semua tipe diperbesar, dengan bertambahnya lokalisasi dan intensitas respon
peradangan.
Kekebalan terhadap toksik eritrogenik berdasarkan adanya antitoksin di dalam
darah. Antitoksin ini mencegah terjadi rash pada scarlet fever. ASO timbul setelah
terjadi infeksi, teteapi tidak memberikan kekebalan pada infeksi berikutnya. Titer
ASO yang tinggi (>250 satuan) menunjukan adanya infeksi atau adanya infeksi yang
berulang-ulang, dan biasanya sering ditemukan pada penderita rematik dari pada
penderita infeksi Streptokoku tanpa komplikasi.

41
2.2.4.7 Penyakit pada Manusia yang disebabkan Streptococcus pyogenes

Infeksi Streptococcus pyogenes dapat dipengaruhi oleh bermacam-macam


factor, antara lain sifat biologis bakteri dan cara host memberikan respon.Manusia
termasuk salah satu mahluk yang paling rentan terhadap infeksi Streptococcus
pyogenes dan tidak ada alat tubuh atau jaringan dalam tubuhnya yang betul-betul
kebal.Bakteri ini dapat menyebabkan penyakit epidemik antara lain scarlet fever,
erisipelas, pharyngitis (strep throat), impetigo, cellulitis, myositis ,streptococcal toxic
shock syndrome, rheumatic fever, glomerulonephritis akut dan bermacam-macam
penyakit lainnya.

2.2.4.8 Pengobatan penyakit akibat Streptococcus pyogenes

Antibiotika telah mengubah prognosis semua jenis infeksi Streptokokus secara


radikal. Pengobatan yang dini dan teratur dengan antibiotika pada umumnya
memberikan penyembuhan. Semua Streptococcus beta hemolyticus grup A sensitif
terhadap penisilin G. Ada beberapa yang resisten terhadap tetrasiklin. Pada
endokarditis bakterialis, tes sensitivitas kuman terhadap berbagai macam antibiotika
sangat diperlukan, karena hasinya penting untuk menentukan pengobatan yang
optimum. Aminoglikosida sering dapat mempertinggi daya kerja penisilin terhadap
kuman Streptokokus, terutama enterokokus. Obat-obat antibiotika tidak berpengaruh
terhadap glomerulonefritis dan demam rheuma yang telah terjadi. Namun pada infeksi
Streptokokus yang akut, harus diusahakan untuk membasmi bersih kuman
Streptokokus dari tubuh penderita, yang berarti mencegah terbentuknya antigen yang
dapat menyebabkan timbulnya penyakit-penyakit setelah infeksi Streptokokus. Obat-
obat antibiotika juga bermanfaat untuk mencegah atau untuk mengobati penderita
rheuma terhadap infeksi oleh Streptococcus beta hemolyticus grup A.

2.2.4.9 Epidemologi, Pencegahan dan Pengendalian penyakit Streptococcus


pyogenes

Dua dasawarsa terakhir telah membawa mengkhawatirkan kenaikan


Streptococcus pyogenes parah penyakit global. Untuk meneliti dan membandingkan
pola epidemiologi penyakit ini di Eropa, data yang dikumpulkan melalui program Uni
Eropa FP-5-didanai (Strep-EURO).

42
Surveilans berbasis populasi infeksi S. pyogenes parah didiagnosis selama
tahun 2003 dan 2004 dilakukan di 11 negara di Eropa (Siprus, Republik Ceko,
Denmark, Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, Italia, Rumania, Swedia, dan Britania
Raya) menggunakan definisi kasus standar. Sebanyak 5.522 kasus telah diidentifikasi
di 11 negara selama periode ini. Harga infeksi melaporkan bervariasi, menjangkau 3 /
100, 000 penduduk di negara-negara Eropa bagian utara. Pola musiman infeksi
menunjukkan keselarasan antara negara yang luar biasa. Resiko infeksi tertinggi di
antara orang tua, dan tingkat lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan di banyak
negara. Lesi atau luka pada kulit merupakan faktor predisposisi yang paling umum,
dilaporkan pada 25% kasus; 21% tidak memiliki faktor predisposisi dilaporkan. Kulit
dan jaringan lunak adalah fokus infeksi paling umum, dengan 32% dari pasien
mengalami selulitis dan 8% necrotizing fasciitis. Temuan dari Strep-EURO
mengkonfirmasi insiden tinggi penyakit S. pyogenes parah di Eropa. Selanjutnya, hasil
ini telah mengidentifikasi target intervensi kesehatan masyarakat, terhadap S.
pyogenes yang telah menyebabkan penyakit yang cukup parah di seluruh Eropa.
Sebagai bagian dari inisiatif Eropa-lebar untuk mengeksplorasi pola
epidemiologi saat ini penyakit parah yang disebabkan oleh Streptococcus pyogenes,
Britania Raya melakukan peningkatan surveilans berbasis populasi selama 2003-2004.
Sebanyak 3.775 dikonfirmasi kasus infeksi S. pyogenes parah diidentifikasi selama 2
tahun, 3.33/100, 000 penduduk, jauh lebih banyak daripada yang sebelumnya
diperkirakan. Kulit atau infeksi jaringan lunak adalah manifestasi yang paling umum
(42%), diikuti oleh infeksi saluran pernafasan (17%). Penggunaan narkoba suntikan
diidentifikasi sebagai faktor resiko sebesar 20% dari kasus-pasien. Satu dari 5 pasien
yang terinfeksi kasus-meninggal dalam waktu 7 hari diagnosis; tingkat kematian
tertinggi untuk kasus necrotizing fasciitis (34%). Obat nonsteroid antiinflamasi,
alkoholisme, usia muda, dan infeksi dengan emm/M3 jenis secara independen terkait
dengan peningkatan risiko sindrom syok toksik streptococcus. Memahami pola
penyakit dan prediktor dari hasil pasien miskin akan membantu dengan identifikasi
dan penilaian terhadap dampak potensial dari intervensi yang ditargetkan.
Sejumlah kuman streptokokus, misalnya Streptococcus viridians dan
enterokukus, merupakan sebagian flora normal pada tubuh manusia. Kuman-kuman
ini hanya akan menimbulkan penyakit jika terdapat diluar tempat-tempat dimana
mereka biasnya berada, misalnya pada katup jantung.

43
Untuk mencegah kemungkinan terjadi hal itu, terutama pada waktu melakukan
tindakan-tindakan operatif pada traktus respiratorius, traktus gastrointestinalis dan
traktus urinarius, dimana sering menyebabkan terjadinya bekterimia temporer,
pemberian obat-obat antibiotika sangat diperlukan untuk mencegah atau untuk
pengobatandini terhadap infeksi Streptococcus beta hemolyticus grup A pada
penderita yang diketahui kelainan katup jantung.
Sumber infeksi lkuman Streptokokus dapat berasal dari penderita atau dari
karier. Penularan terjadi secara droplet dari traktus respiratorius atau dari kulit. Susu
sapi mengandung Streptococcus hemolyticus dapat terjadi penyebab epidemic. Dalam
hal ini penentuan grup dan tipe kuman Streptokokus penting untuk mencari jejak dan
sumber penularannya.

Cara Kontrol yang terpenting ialah :

1. Pada penderita dengan infeksi Streptokokus grup A pada traktus respiratorius ataupun
kulitnya harus diberikan pengobatan antibiotika secara intensif. Ini memerlukan kadar
penisilin secukupnya secara terus-menerus dalam jaringan selama 10 hari (misalnya
benzatin penisilin G 1,2 juta satuan diberikan sekali saja secara intramuskuler).
Eritromisin adalah pilihan alternatif lainnya. Pemberantasan streptokokus yang cepat
dari infeksi dini secara efektif dapat mencegah timbulnya penyakit pasca streptokokus.
2. Pada penderita yang pernah mendapat serangan demam rheuma harus diberikan
antibiotika dalam dosis profilaksis. Pada penderita glomerulonefritis tidak diberikan
profilaksis, karena jumlah kuman Streptokokus tipe nefritogenik tidak banyak.
3. Eradikasi Streptokokus grup A dari dari karier. Ini khususnya penting bila pembawa
berada dalam daerah yang “peka” misalnya kamar bersalin, kamar bedah, bangsal,
atau kamar perawatan bayi. Sayangnya, Streptokokus hemolitik sering kali sulit
diberantasi dari pembawa permanen, dan kadang-kadang selama beberapa waktu
individu dapat disingkirkan dari daerah “sensitif”.
4. Untuk mencegah penyebaran kuman Streptokokus, dapat dilakukan dengan cara
mencegah pengotoran oleh debu, ventilasi yang baik, saringan udara, sinar ultraviolet,
dan pemakaian aerosol. Susu sapi harus selalu di pasteurisasikan.

44
5. Saat ini, streptokokus golongan B merupakan penyebab ada kebanyakan kasus sepsis
neonatal. Kuman ini berasal dari saluran kelamin ibu, dimana pembawa kuman
bersifat asimptomatik. Penyakit-penyakit neonatal dapat dipermudah oleh defisiensi
antibodi ibu. Profilaksis dengan obat pada ibu dan anak telah menunjukan sukses
sedikit.
6. Vaksin-vaksin terhadap Streptokokus grup A masih dalam penyelidikan.

45
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Gram positif adalah bakteri yang mempertahankan zat warna kristal violet
sewaktu proses pewarnaan gram sehingga akan berwarna biru atau ungu dibawah
mikroskop. Sedangkan Kokus adalah bakteri yang berbentuk bulat. Bakteri kokus ada
yang tersusun sendiri (monokokus), ada juga yang berbentuk seperti rantai
(streptokokus). Sehingga Bakteri kokus gram positif merupakan bakteri yang
berbentuk bulat yang termasuk dalam golongan bakteri gram positif. Staphylococcus
adalah kokus gram positif dimana tumbuh dalam kelompok mirip buah anggur
Staphylococcus ini dibagi atas golongan Staphylococcus albus, Staphylococcus
citreus, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, dll. Staphylococcus
aureus dapat menyebabkan penyakit apabila pada keadaan abnormal seperti infeksi
folikel (akar) rambut dan kelenjar keringat, bisul, infeksi pada luka, meningitis,
pneumonia (Entjang, 2001 : 96). Strestococcus adalah kokus gram positif yang
tumbuh dalam bentuk rantai juga merupakan patogen penting karena banyak infeksi
hebat yang disebabkan dan karena komplikasi yang mungkin terjadi setelah sembuh
dari infeksi akut. Streptococcus ini dibagi atas beberapa jenis Strestococcus pyogenes,
faecalis, Streptococcus vitidans, Streptococcus pneumoniae, dll. Septicaemia dan
endokarditis termasuk penyakit yang berhubungan dengan Staphylococcus
epidermidis.

3.2 Saran

Kami menghimbau kepada para pembaca agar dapat hidup lebih bersih dan
Higienis, sebab tanpa diawali dari diri kita sendiri maka kita tidak dapat menghindar
dari serangan penyakit-penyakit yang ada disekitar kita. Kita harus waspada terhadap
bakteri patogen karena bakteri ini ada dimana-mana dan dapat menyebabkan penyakit
yang fatal bagi tubuh kita. Kita harus mengenali gejala infeksi serta jalur infeksi
daripada bakteri-bakteri patogen. Dengan begitu, kita dapat mencegah dan bertindak
cepat dan tepat jika ada yang terkena infeksi bakteri patogen seperti Staphylococcus
aureus, Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus
epidermidis.
46
DAFTAR PUSTAKA

Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, Streptococcus Pyogenes, diakses 4 April


2014, http://id.wikipedia.org/wiki/Streptococcus_pyogenes

Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, Kokus, diakses 3 April 2014,


http://id.wikipedia.org/wiki/Kokus

Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, Streptococcus Aereus, diakses 4 April


2014,http://id.wikipedia.org/wiki/Staphylococcus_aureus

E.Jawetz, J.L dkk. 1986. Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan (Review of medical
microbiology) edisi 16. Jakarta : EGC.

E.Jawetz, J.L, dkk. 2007. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Radji, Maksum dkk. 2010. Buku Ajar Mikrobiologi Panduan Mahasiswa Farmasi dan
Kedokteran. Jakarta : 2010.

Staf Pengajar bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Ajar
Mikrobiologi Kedokteran edisi revisi. Jakarta : Binarupa Aksara.

Rudhyansyah Kevin 2013, Streptococcus pyogenes, diakses 3 April 2014,


http://kevinrudhy.blogspot.com/2013/01/ streptococcus-pyogenes_13.html

Total kesehatan anda, Infeksi Staph (Staphylococcus Aureus), diakses 2 April 2014,
http://www.totalkesehatananda.com/infeksistaph1.html

Rhimadhitz 2011, Staphylococcus aureus, diakses 2 April 2014


http://rhimadhitz.blogspot.com/2011/08/staphylococcus-aureus.html

Israyantianur 2013, Pewarnaan Gram , diakses 1 April 2014


http://israyantianur.blogspot.com/2013/05/pewarnaan-gram_31.html

Dewinadi 2011, Staphylococcus epidermidis, diakses 2 April


2014,http://nadidewi.blogspot.com/2011/01/staphylococcus-epidermidis.html

Scribd, Stphylococcus Aereus,di akses 3 April


2014,http://www.scribd.com/doc/31851981/Staphylococcus-Aureus
47
LAMPIRAN

(Pembagian Tugas)

1. Sellya Putri Widowati (P27820113001)


- Mencari materi tentang Staphylococcus aureus meliputi : Morfologi dan identifikasi,
patologi, pathogenesis, gambaran klinis, uji laboratorium diagnostik, resistensi dan
imunitas, penyakit pada manusia, pengobatan, epidemiologi, pencegahan dan
pengendalian.
- Mencari materi tentang Streptococcus pneumoniae meliputi : Uji laboratorium
diagnostik, resistensi dan imunitas.
- Editing
- Daftar Isi dan Kata Pengantar
2. Fitri Qur’ani (P27820113004)
- Mencari materi tentang Streptococcus pyogenes meliputi : Morfologi dan identifikasi,
patologi, pathogenesis, gambaran klinis, uji laboratorium diagnostik, resistensi dan
imunitas, penyakit pada manusia, pengobatan, epidemiologi, pencegahan dan
pengendalian.
- Pendahuluan
3. Mohammad Dheni A (P27820113011)
- Mencari materi tentang Streptococcus pneumoniae meliputi : Morfologi dan identifikasi,
patologi, pathogenesis, gambaran klinis, penyakit pada manusia, pengobatan,
epidemiologi, pencegahan dan pengendalian.
- Cover
- Print makalah
4. Wahyuningsih (P27820113038)
- Mencari materi tentang Staphylococcus epidermidis meliputi : Morfologi dan identifikasi,
patologi, pathogenesis, gambaran klinis, uji laboratorium diagnostik, resistensi dan
imunitas, penyakit pada manusia, pengobatan, epidemiologi, pencegahan dan
pengendalian.
- Penutup

48

You might also like