Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Rematik paling banyak ditemui dan biasanya dari faktor usia, selain
itu faktor lain yang mempengaruhi terhadap penyakit rematik adalah tingkat
pengetahuan penyakit rematik sendiri memang masih sangat kurang, baik
pada masyarakat awam maupun kalangan medis. Penyakit rematik meliputi
cakupan luas dari penyakit yang dikarakteristikkan oleh kecenderungan untuk
mengefek ke tulang, sendi, dan jaringan lunak. Penyakit rematik kebanyakan
terjadi pada masyarakat lansia (lanjut usia) yang memang dekat dengan
gangguan rematik yang merupakan salah satu dari penyakit degeneratif
(Primadi, F., & Maliya, A, 2018).
Populasi lansia didunia dari tahun ke tahun semakin meningkat,
pada tahun 2050, satu dari lima orang di dunia akan berusia 60 dan lebih tua,
pada tahun 2015 dan 2030 jumlah orang lanjut usia di seluruh dunia
meningkat menjadi 56 persen, dari 901 juta menjadi lebih dari 1,4 miliar.
Pada tahun 2030, jumlah orang berusia 60 ke atas akan melebihi usia muda
yang berusia 15 sampai 24 tahun ( Dewi, S. R, 2014).
Menurut World Health Organization (WHO), kawasan Asia Tenggara
mempunyai populasi sebesar 8% atau sekitar 142 jiwa pada tahun 2016. Pada
tahun 2050, diperkirakan populasi lansia akan meningkat 3 kali lipat dari
tahun 2016. Sekitar 8 tahun yang lalu, yaitu pada tahun 2010 jumlah lansia
sekitar 5,300,000 (7,4%) dari total populasi, sedangkan 5 tahun berikutnya
pada tahun 2015 jumlah lansia meningkat menjadi 24,000,000 (9,77%) dari
total populasi global. Tahun 2020, sekitar 2 tahun dari sekarang, diperkirakan
jumlah lansia akan mencapai 28,800,000 (11,34%) dari total populasi global.
Sedangkan di Indonesia sendiri pada tahun 2020 diperkirakan jumlah lansia
akan meningkat menjadi sekitar 80,000,000 orang (KEMENKES, 2016:1).
karena itu latihan rentang gerak baik untuk penderita rematik agar dapat
mempertahankan atau meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina
umum (Stanley, 2015).
Latihan rentang gerak merupakan latihan pada sendi dengan tujuan
meningkatkan rentang gerak sendi, meningkatkan tonus otot, dan mencegah
kekakuan sendi. Selain kekuatan otot, pergerakan sendi juga memperbaiki
keseimbangan (Muhammad, Tantut, & Hanny, 2014).
Kekuatan otot adalah merupakan kekuatan suatu otot atau group otot
yang dihasilkan untuk dapat melawan tahanan dengan usaha yang maksimum.
Menurut Janssen Kekuatan otot merupakan suatu hal penting untuk setiap
orang, karena kekuatan otot merupakan suatu daya dukung gerakan dalam
menyelesaikan tugas. Latihan dan aktivitas fisik pada lansia dapat
mempertahankan kenormalan pergerakan persendian, tonus otot dan
mengurangi masalah fleksibilitas. Range of motion (ROM) merupakan salah
satu indikator fisik yang berhubungan dengan fungsi pergerakan (Ronald ,
2017).
Berdasarkan hasil penelitian sebulumnya yang dilakukan oleh Lukki
Apriliana Jaya dalam karya tulis ilmiahnya yang berjudul pemberian Range
Of Motion (ROM) terhadap peningkatan kekuatan otot pada pada lansia yang
menderita rematik di wilayah kerja puskesmas batang III Kabupaten Batang
tahun 2016 dari 4 responden yang telah dilakukan pemeriksaan derajat
kekuatan otot. Responden tersebut memiliki penurunan derajat kekuatan otot
dengan presentase 3 responden memiliki kekuatan otot yang berada di derajat
3 ( dapat menggerakkan sendi, otot dan dapat melawan grvitasi tetapi tidak
kuat terhadap tahanan yang diberikan). Sedangkan 1 responden memiliki
kekuatan otot yang berada di derajat 2 (hanya mampu mengerakkan sendi tapi
kekuatannya tidak mampu melawan gravitasi).
Setelah dilakukan Range Of Motion (ROM) oleh peneliti pada ke-4
responden tersebut, 2 responden yang awalnya memiliki kekuatan otot yang
berada di derajat 3 terjadi peningkat kekuatan otot ke derajat 4 dan 1
responden yang awalnya memiliki kekuatan otot yang berada di derajat 2 juga
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
8
yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula.
Contoh : lansia yang tinggal bersama keluarga sering tidak dilibatkan
untuk pengambilan keputusan karena dianggap pola pikirnya kuno,
kondisi inilah yang menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan,
cepat tersinggung dan bahkan memiliki harga diri yang rendah
(Kholifah, 2016).
2.1.2 Klasifikasi Lansia
Klasifikasi lansia dibagi menjadi lima yaitu pralansia, lansia, lansia
resiko tinggi, lansia potensial, lansia potensial. Pralansia (prasenelis)
adalah seseorang yang berusia antara 45−59 tahun. Lansia yaitu seseorang
yang berusia 60 tahun atau lebih untuk Lansia Resiko tinggi yaitu
seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih dan bermasalah dengan
kesehatan seperti menderita rematik, demensia, mengalami kelemahan dan
lain-lain, lansia potensial yaitu lansia yang masih mampu melakukan
pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.
Lansia tidak potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Kholifah, 2016).
2.1.3 Tipe-tipe lansia
Pada umumnya lansia lebih dapat beradaptasi tinggal di rumah
sendiri daripada tinggal bersama anaknya. Menurut Nugroho W ( 2010)
adalah:
1. Tipe arif bijaksana, yaitu kaya dengan hikmah, pengalaman,
menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan,
bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi
undangan dan menjadi panutan.
2. Tipe mandiri, yaitu menganti kegiatan yang hilang dengan yang baru,
selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan
memenuhi undangan.
3. Tipe tidak puas, yaitu konflik lahir batin menentang proses penuaan
sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit
dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.
10
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat
tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit
(Kholifah, 2016).
c. Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory)
Sistem immune menjadi efektif dengan bertambahnya usia
dan masuknya virus kedalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan
organ tubuh (Kholifah, 2016).
d. Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan
tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan
lingkungan internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-
sel tubuh lelah terpakai (Kholifah, 2016).
e. Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya
radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen
bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal
bebas ini dapat menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi
(Kholifah, 2016).
f. Teori Rantai Silang
Teori ini menjelaskan bahwa menua disebabkan oleh lemak,
protein, kerbohidrat, dan asam nukleat atau molekul kolagen
bereaksi dengan zat kimia dan radiasi, yang mengubah fungsi
jaringan yang akan menyebabkan perubahan pada membran
plasma, yang mengakibatkan terjadinya jaringan yang kaku,
kurang elastis, dan hilangnya fungsi pada proses menua.
g. Teori Menua Akibat Metabolisme
Telah dibuktikan dalam percobaan hewan, bahwa
pengurangan asupan kalori ternyata bisa menghambat
pertumbuhan dan memperpanjang umur, sedangkan perubahan
asupan kalori yang menyebabkan kegemukan dapat
memperpendek umur (Kholifah, 2016).
12
2. Teori Psikososial
a. Teori Penarikan Diri / Pelepasan
Teori ini merupakan teori sosial tentang penuaan yang
paling awal dan pertama kali diperkenalkan oleh Gumming dan
Henry (1961). Teori ini menyatakan bahwa mayarakat dan
individu selalu berusaha untuk mempertahankan diri mereka
dalam keseimbangan dan berusaha untuk menghindari
gangguan. Oleh karena itu lansia mempersiapkan pelepasan
terakhir yaitu kematian dengan pelepasan mutual dan pelepasan
yang dapat diterima masyarakat. Pelepasan ini meliputi
pelepasan peran sosial dan aktivitas sosial. Menurut teori ini
seorang lansia akan dinyatakan mengalami proses penuaan yang
berhasil apabila ia menarik diri dari kegiatan terdahulu dan dapa
memusatkan diri pada persoalan pribadi serta mempersiapkan
diri dalam menghadapi kematian (Kholifah, 2016).
b. Teori Aktivitas
Penuaan yang sukses bergantung dari bagaimana
seseorang lansia merasakan kepuasan dalam melakukan
aktivitas dan memepertahankan aktivitas tersebut. Teori ini
menyatakan bahwa lanjut usia yang sukses adalah mereka yang
aktif dan banyak ikut serta dalam kegiatan sosial (Kholifah,
2016).
c. Teori Interaksi Sosial
Teori ini menjelaskan mengapa lansia bertindak pada
suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai
masyarakat. Kemampuan lansia untuk terus menjalin interaksi
sosial merupakan kunci untuk mempertahankan status sosialnya
atas dasar kemampuannya bersosialisasi (Kholifah, 2016).
d. Teori Kepribadian Berlanjut
Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada
seorang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personalitas
yang dimilikinya. Teori ini mengemukakan adanya
13
5. Sistem Cardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku,Kemampuan jantung
menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, kehilangan
sensitivitas dan elastisitas pembuluh darah: kurang efektifitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi perubahan posisidari tidur ke
duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun
menjadi 65mmHg dan tekanan darah meninggi akibat meningkatnya
resistensi dari pembuluh darah perifer, sistole normal ±170 mmHg,
diastole normal ± 95 mmHg.
6. Sistem pengaturan temperatur tubuh
Pada pengaturan suhu hipotalamus dianggap bekerja sebagai
suatu thermostat yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran
terjadi beberapa factor yang mempengaruhinya yang sering ditemukan
antara lain: Temperatur tubuh menurun, keterbatasan reflek
menggigildan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga
terjadi rendahnya aktifitas otot
7. Sistem Respirasi
Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat,
menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun
dan kedalaman nafas turun. Kemampuan batuk menurun (menurunnya
aktifitas silia), O2 arteri menurun menjadi 75 mmHg, CO2 arteri tidak
berganti.
8. Sistem Gastrointestinal
Banyak gigi yang tanggal, sensitifitas indra pengecap menurun
pelebaran esophagus, rasa lapar menurun, asam lambung menurun,
waktu pengosongan menurun, peristaltik lemah, dan sering timbul
konstipasi, fungsi absorbsi menurun.
9. Sistem Genitourinaria
Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya
menurun sampai 200 mg, frekuensi BAK meningkat, pada wanita
sering terjadi atrofi vulva, selaput lendir mongering, elastisitas jaringan
16
c. Genetic
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya rematik missal,
pada ibu dari seorang wanita dengan rematik pada sendi-sendi inter
falang distal terdapat dua kali lebih sering rematik pada sendi-sendi
tersebut, dan anak-anaknya perempuan cenderung mempunyai tiga
kali lebih sering dari pada ibu dananak perempuan dari wanita tanpa
rematik.
d. Suku.
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada rematik nampaknya
terdapat perbedaan diantara masing-masing suku bangsa, misalnya
rematik paha lebih jarang diantara orang-orang kulit hitam dan usia
dari pada kaukasia. Osteoartritis lebih sering dijumpai pada orang –
orang Amerika asli dari pada orang kulit putih. Hal ini mungkin
berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada
frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan.
e. Kegemukan
Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan
meningkatnya resiko untuk timbulnya rematik baik pada wanita
maupun pada pria. Kegemukan ternyata tak hanya berkaitan dengan
osteoartritis pada sendi yang menanggung beban, tapi juga dengan
osteoartritis sendi lain (tangan atau sternoklavikula).
(Hembing,2013).
2.2.4 Patofisiologi rematik
Inflamasi mula-mula terjadi pada sendi-sendi synovial seperti
edema, kongesti vaskuler, eksudat fibrin dan infiltrasi selular. Peradangan
yang berkelanjutan, synovial menjadi menbal, terutama pada sendi artiluar
kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk panus atau
penut yang menutupi kartilago. Panus masuk ke tulang subchondria.
Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada
nutrisi kartilago artikuler. Kartilago menjadi nekrosis, tingkat erosi dari
kartilago menetukan tingkat ketidak mampuan sendi. Bila kerusakan
kartilago sangat luas maka menjadi adhesi di antara permukaan sendi,
20
c. Aspirasi sendi
Cairan synovial menunjukan adanya proses radang aseptic,
cairan dari sendi di kultur dan bisa diperiksa secara makrosop
(Mujahidullah, 2012)
2.2.7 Penatalaksanaan Rematik
a. Medikamentosa
Tidak ada pengobatan medikamentosa yang spesifik, hanya
bersifat simtomatik. Obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) bekerja
hanya sebagai analgentik dan mengurangi peradangtan, tidak mampu
menghentikan proses patologis.
1) Analgetik yang daapt dipakai adalah asetaminofen dosis2,6-4
g/hr atau propeksifen HCL. Asam salisilat juga cukup efektif
namun perhatikan efek samping pada saluran cerna dan ginjal.
2) Jika tidak berpengaruh atau jika terdapat tanda peradangan, maka
OAINS seprti fenoprofin, piroksikam, ibuprofen, dan sebagianya
dapt digunakan. Dosis untuk osteoarthritis biasanya ½-1/3 dosis
penuh untuk arthritis rheumatoid. Oleh karena itu pemakaian
biasanya untuk jangka panjang, efek samping utama adalah
ganguan mukosa lambung dan gangguan faal ginjal
b. Perlindungan sendi
Rematik mungkin timbul atau diperkuat karena mekanisme tubuh
yang kurang baik. Perlu dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi
yang sakit. Pemakaian tongkat, alat-alat listrik yang dapat
memperingan kerja sendi juga perlu diperhatikan. Beban pada lutut
berlebihan karena kakai yang tertekuk (pronatio).
c. Diet
Diet untuk menurunkan berat badan pasien osteoartritis yang
gemuk harus menjadi program utama pengobatan osteoartritis.
Penurunan berat badan seringkali dapat mengurangi timbulnya keluhan
dan peradangan.
22
d. Dukungan psikososial
Dukungan psikososial diperlukan pasien osteoartritis oleh karena
sifatnya yang menahun dan ketidakmampuannya yang ditimbulkannya.
Disatu pihak pasien ingin menyembunyikan ketidakmampuannya,
dipihak lain dia ingin orang lain turut memikirkan penyakitnya. Pasien
osteoartritis sering kali keberatan untuk memakai alat-alat pembantu
karena faktor-faktor psikologis.
e. Persoalan Seksual
Gangguan seksual dapat dijumpai pada pasien rematik terutama
pada tulang belakang, paha dan lutut. Sering kali diskusi karena ini
harus dimulai dari dokter karena biasanya pasien enggan
mengutarakannya.
f. Fisioterapi
Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan rematik, yang
meliputi pemakaian panas dan dingin dan program latihan ynag tepat.
Pemakaian panas yang sedang diberikan sebelum latihan untk
mengurangi rasa nyeri dan kekakuan. Pada sendi yang masih aktif
sebaiknya diberi dingin dan obat-obat gosok jangan dipakai sebelum
pamanasan. Berbagai sumber panas dapat dipakai seperti Hidrokolator,
bantalan elektrik, ultrasonic, inframerah, mandi paraffin dan mandi dari
pancuran panas.
Program latihan bertujuan untuk memperbaiki gerak sendi dan
memperkuat otot yang biasanya atropik pada sekitar sendi rematik.
Latihan isometric lebih baik dari pada isotonic karena mengurangi
tegangan pada sendi. Atropi rawan sendi dan tulang yang timbul pada
tungkai yang lumpuh timbul karena berkurangnya beban ke sendi oleh
karena kontraksi otot. Oleh karena otot-otot periartikular. memegang
peran penting terhadap perlindungan rawan senadi dari beban, maka
penguatan otot-otot tersebut adalah penting.
g. Operasi
Operasi perlu dipertimbangkan pada pasien osteoartritis dengan
kerusakan sendi yang nyata dengan nyari yang menetap dan kelemahan
23
Rasional :
1. Membantu dalam menetukan dalam menentukan
kebutuhan menejemen nyeri dan keefektifan program
2. Matras yang lembut/ empuk, bantal yang besar akan
memelihara kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan
stress pada sendi yang sakit. Peninggian linen tempat
tidur menurunkan tekanan pada sendi yang nyeri
3. Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan
mempertahankan posisi netral. Penggunaan brace dapat
menurunkan nyeri dan dapat mengurangi kerusakan pada
sendi
4. Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan
sendi, menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/ rasa
sakit pada sendi
5. Panas meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas,
menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan di pagi
hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka
dermal dapat disembuhkan
Kriteria Hasil :
Intervensi Keperawatan :
1) Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa
sakit pada sendi
2) Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan
jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat
yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak
terganggu
3) Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif, demikian juga
latihan resistif dan isometris jika memungkinkan
4) Ubah posisi dengan sering dengan jumlah personel
cukup. Demonstrasikan/ bantu tehnik pemindahan dan
penggunaan bantuan mobilitas
5) Posisikan dengan bantal, kantung pasir, gulungan
trokanter, bebat, brace
Rasional :
1) Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/
resolusi dari peoses inflamasi
2) Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan
seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah
kelelahan mempertahankan kekuatan
3) Mempertahankan/ meningkatkan fungsi sendi, kekuatan
otot dan stamina umum. Catatan : latihan tidak adekuat
menimbulkan kekakuan sendi, karenanya aktivitas yang
berlebihan dapat merusak sendi
4) Menghilangkan tekanan pada jaringan dan
meningkatkan siirkulasi Memepermudah perawatan diri
dan kemandirian pasien. Tehnik pemindahan yang tepat
dapat mencegah robekan abrasi kulit
5) Meningkatkan stabilitas (mengurangi resiko cidera) dan
memerptahankan posisi sendi yang diperlukan dan
kesejajaran tubuh, mengurangi kontraktor.
30
aktif). Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi
dengan menggunakan otot-ototnya secara aktif.
2. Range Of Motion (ROM) Pasif
Range Of Motion (ROM) yaitu energi yang dikeluarkan untuk latihan
berasal dari orang lain (perawat) atau alat mekanik. Perawat
melkukan gerakan sendi pasien sesuai dengan rentang gerakan
normal. Range Of Motion (ROM) pasif berguna untuk menjaga
kelenturan otot dan persendian pasien secara pasif.
2.3.3 Tujuan Rentang gerak
Adapun tujuan dari rentang gerak menurut (Hidayat & AA, 2013).
a. Tujun Umum
1) Mempertahankan atau memelihara fleksibilitas dan kekuatan
otot.
2) Memelihara mobilitas persendian
3) Meningkatkan kekuatan otot
4) Merangsang sirkulasi darah
5) Mencegah kelainan bentuk, kekakuan dan kontraktur
6) Mempertrahankan fungsi jantung dan pernapasan
b. Tujuan khusus
1) Range Of Motion Aktif
a) Latihan ini dapat mempertahankan atau meningkatkan
kekuatatn dan kelenturan otot.
b) Mempertahankan fungsi kardiorespiratori.
c) Menceca kontraktur dan kekuatan pada persendihan
2) Range Of Motion Pasif yaitu menjaga fleksibilitas dari masing-
masing persendian.
2.3.4 Manfaat Rentang gerak
Adapun manfaat rentang gerak menurut (Hidayat & AA, 2013) yaitu :
a. Memperbaiki tonus otot
b. Meningkatkan mobilisasi sendi
c. Memperbaiki toleransi otot untuk latihan
d. Meningkatkan massa otot
35
8. Tahap Terminasi
a. Mengevaluasi hasil tindakan
b. Berpamitan dengan pasien
c. Membereskan dan kembalikan alat ke tempat semula
d. Mencuci tangan
e. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan.
2.4 Tinjauan Umum Kekuatan Otot
2.4.1 Penegertian Kekuatan Otot
Kekuatan adalah kemampuan otot untuk melakukan kerja yang
berfungsi meningkatkan ketegangan terhadap suatu tekanan. Otot-otot
yang kuat dapat melindungi persendian disekelilingnya dan
mengurangi kemukinan terjadinya cedera karena aktifitas fisk. Oleh
karena itu otot-otot perlu dilatih untuk memiliki kekuatan. Kekuatan
otot adalah kemanpuan menggunakan tekanan maksimum yang
berlawanan (Nur W. , 2015)
2.4.2 Faktor yang mempengaruhi kekuatan otot
a. Usia
Kecepatan perkembangan kekuatan otot sama dengan wanita. Baik
pria maupun wanita mencapai puncak usia >25 tahun, kemudian
akan menurun 65% -75 % pada usia 65 tahun.
b. Jenis kelamin
Perbedaan kekuatan otot pada pria dan wanita (rata-rata kekuatan
wanita 2/3 dari pria) disebabkan karena ada perbedaan otot dalam
tubuh.
c. Suhu otot
Kontraksi otot akan lebih cepat bila suhu otot sedikit lebih tinggi
pada suhu normal. (Yaniati, 2015)
2.4.3 Pemeriksaan kekuatan otot
Pemerikassan kekuatan otot dapat dilakukan dengan menggunakan
pengujian otot secara manual ( manual muscle testing, MMT).
Pemeriksaan ini ditunjukkan untuk mengetahui kemampuan peningkatan
otot sebagai respon motorik. Salah satu hasil evaluasi dari latihan rentang
43
gerak ( range of motion ) kekuatan otot. Hal ini karena kekuatan otot
merupakan hal yang paling dominan yang mengalami penurunan fungsi
pada yang paling dominan mengalami penurunan fungsi pada ekstrenitas
pasien dibandingkan dengan gerakan otot. Kekuatan otot dapat dievaluasi
dengan secara aktif melawan gravitasi dan melawan tahanan yang
diberikan pemeriksa (Yaniati, 2015).
Marlina (2011) dalam (Nur W. , 2015) mengungkapkan bahwa
pelaksanaan latihan ROM pada pasien rematik secara intens, terarah dan
tertur, maka dapat mempengaruhi kekuatan otot pasien. Setelah latihan
ROM dilakukan maka pasien dapat melakukan aktifitas sehari-hari.
Perubahan struktur otot sangat bervariasi. Penurunan jumlah dan
serabut otot, atrofi, pada beberapa serabut otot dan hipertropi pada
beberapa serabut otot yang lain, peningkatan jaringan lemak dan jaringan
penghubung dan lain-lain mengakibatkan efek negative. Efek tersebut
adalah penurunan kekuatan, penurun fleksibilitas, perlambatan waktu
reaksi dan penurunan kemampuan fungsional (Muhammad, Tantut, &
Hanny, 2014)
Penilaian Kekuatan Otot mempunyai skala ukur yang umumnya
dipakai untuk memeriksa penderita yang mengalami kelumpuhan selain
mendiagnosa status kelumpuhan juga dipakai untuk melihat apakah ada
kemajuan yang diperoleh selama menjalani perawatan atau sebaliknya
tidak dapat melawan pengaruh gravitasi, (4) Nilai 3: dapat menggerakkan
sendi, otot juga dapat melawan pengaruh gravitasi tetapi tidak kuat
terhadap tahanan yang diberikan pemeriksa, (5) Nilai 4: kekuatan otot
seperti pada derajat 3 disertai dengan kemampuan otot terhadap tahanan
yang ringan, (6) Nilai 5: kekuatan otot normal. (Suratun & dkk, 2015)
Untuk mengetahui kekuatan atau kemampuan otot perlu dilakukan
pemeriksaan derajat kekuatan otot yang di buat ke dalam enam derajat ( 0
– 5 ) . Derajat ini menunjukan tingkat kemampuan otot yang berbeda-beda.
44
BAB III
METODE STUDI KASUS
47
48
setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sample. Purposive
sampling adalah teknik pengambilan data dengan pertimbangan tertentu.
Sedangkan subjek studi kasus dalam tulisan ini adalah klien penderita
rematik yang bersedia menjadi partisipan dan mau diwawancarai serta bersedia
untuk dilakukan tindakan latihan rentang gerak.
1. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian dapat
mewakili dalam sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel
(Notoatmodjo, 2010).
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Lansia yang memiliki umum 50-60 tahun
2. Bersedia menjadi partisipan
3. Memiliki diagnose medis rematik
4. Bersedia dinilai tingkat kekuatan otot
5. Memiliki penurunan derajat kekuatan otot
6. Bersedia untuk dilakukan latihan rentang gerak
2. Kriteria ekslusi
Kriteria ekslusi merupakan criteria dimana subjek penelitian tidak
dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sumple
penelitian (Notoatmodjo, 2010).
Kriteria ekslusi pada penelitian ini sebagai berikut :
1. Pasien yang meiliki umur di bawah 50 tahun
2. Tidak bersedia menjadi partisipan
3. Tidak memiliki diagnose medis rematik
4. Tidak bersedia dinilai tingkat kekuatan otot
5. Yang memilki nilai kekuatan otot normal
6. Tidak bersedia untuk dilakukan latihan rentang gerak
3.3 Fokus Studi
Fokus studi kasus adalah kajian utama dari masalah yang akan
dijadikan titik acuan studi kasus. Fokus studi adalah spesifikasi kasus dalam
suatu kejadian baik itu yang mencakup individu, kelompok budaya ataupun
suatu potret kehidupan (Crewesswell, 2010) dalam (Wakhidah, 2015)
49
Instrumen studi kasus adalah alat yang digunakan untuk menggali data
dilapangan.
1. Observasi dengan menggunakan lembar wawancara terstruktur
dengan menggunakan skala ya/tidak (skala guttman). Dan Kueisioner
(pengumpulan data secara formal untuk mejawab pertanyaan tertulis).
2. Lembar observasi untuk mengetahui tingkat kekuatan otot dengan
rentang gerak pada lanjut usia yang menderita rematik.
50