You are on page 1of 15

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A
Umur : 5 tahun
Alamat : Brangsong
Agama : Islam
Nomor RM : 557XXX
Tanggal pemeriksaan : 18 Juni 2018

II. ANAMNESA

Autoanamnesis dengan pasien dan Alloanamnesis dengan ibu penderita di bangsal dahlia
RSUD Dr. H. Soewondo tanggal 18 Juni 2018 jam 10.00 WIB.

Keluhan Utama
Keluhan Obyektif : terdapat bercak-bercak merah pada hampir seluruh tubuh
Keluhan Subyektif : gatal di seluruh tubuh

Riwayat Penyakit Sekarang


 Onset : ± 1 hari SMRS

 Lokasi : kelopak mata, belakang telinga, leher, dada, perut,

punggung, selangkangan, kelamin, paha kanan dan kiri.

 Kualitas : Gatal

 Kuantitas : Gatal dirasakan terus menerus

 Faktor memperberat : Gatal dirasakan semakin bertambah apabila berkeringat

 Faktor memperingan : -

 Gejala penyerta : pasien mengeluhkan demam

 Kronologi

1
Pasien datang ke IGD RSUD dr. Soewondo Kendal dengan keluhan timbul bercak
merah pada dada kemudian menyebar keseluruh tubuh dan gatal-gatal seluruh
tubuh. Awalnya pasien mengeluh nyeri tenggorokan dan demam sehingga pasien
berobat ke dokter BPJS yang kemudian diberikan obat paracetamol dan
kotrimoksazol. Sebelum berobat pasien mengkonsumsi obat paracetamol tetapi
tidak ada keluhan apa-apa. Keluhan gatal dan timbul bercak kemerahan muncul
setelah sekitar beberapa jam pasien minum obat kotrimoksazol untuk nyeri
tenggorok.

Riwayat penyakit dahulu

 Keluhan yang sama sebelumnya (-)


 Riwayat alergi makanan dan obat (-)
 Riwayat gigitan serangga (-)
 Riwayat atopi (-)

Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan serupa

Sosial Ekonomi
Biaya pengobatan menggunakan BPJS. Kesan ekonomi cukup.

III. PEMERIKSAAN FISIK


 Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tekanan Darah : Tidak dilakukan
Nadi : 80x/m
Suhu : 36,8
Respirasi Rate : 18
Thorax : dbn
Abdomen : dbn
Ekstremitas : dbn
BB : 15 kg

2
 Status Dermatologi
Inspeksi
 Distribusi : Universal
 Ad Regio : Wajah, leher , dada, perut, punggung, kedua tangan ,bokong,
kelamin, dan kedua kaki
 Lesi : Multipel, diskret sebagian konfluens, bentuk bulat, batas tegas,
ukuran lentikular sampai plakat, menimbul, dan kering.
 Efloresensi : Makula eritema, eksantema morbiliformis, skuama

3
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hb : 11,6
Leukosit : 6,73
Trombosit : 288
Hematokrit : 33,9%

V. RESUME
Anak laki-laki datang dengan keluhan timbul bercak-bercak merah dimulai dari
dada kemudian menyebar keseluruh tubuh disertai gatal. Keluhan ini muncul
setelah beberapa jam minum obat kotrimoksazol. Menurut pengakuan pasien,
gatal semakin terasa terutama saat berkeringat. Terdapat keluhan lain seperti
demam.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik. Pemeriksaan
dermatologi tampak makula eritema, urtikaria, eksantema morbiliformis, skuama.

VI. DIAGNOSIS BANDING

 Drug Eruption
 Urtikaria akut
 Eritema multiforme
 Eritroderma

4
VII. DIAGNOSIS KERJA
Erupsi obat alegi tipe maculopapular dengan perbaikan pada anak
VIII. TERAPI
UMUM: stop obat penyebab alergi (kotrimoksazol)
KHUSUS:
 HARI I-III
IVFD:
- Infus RL 15 tpm
PO:
- Metilprednisolon 4mg/8jam
- Cetirizine syrup 1x1cth
TOPIKAL:
- Vaselin album pada bagian skuama
 HARI IV
IVFD:
- Infus RL 15 tpm
PO:
- Metilprednisolon 4mg/12jam
- Cetirizine syrup 1x1cth
TOPIKAL:
- Vaselin album pada bagian skuama

 HARI V-VI
IVFD:
- Infus aff
PO:
- Metilprednisolon 4mg/8jam
- Cetirizine syrup 1x1cth
TOPIKAL:
- Vaselin album pada bagian skuama
IX. PROGNOSIS

Ad Vitam : ad bonam
Ad Sanam : ad bonam
Ad Kosmetikum : ad bonam

5
X. EDUKASI
 Menerangkan kepada pasien mengenai penyakit dan penatalaksanaannya
 Menghentikan konsumsi obat yang dicurigai sebagai penyebabnya
 Memberikan pengertian kepada penderita bahwa pengobatan untuk penyakitnya
membutuhkan waktu yang cukup lama, diharapkan pasien mau bersabar
 Menganjurkan agar melakukan pengobatan secara teratur dan disiplin
 Menjelaskan kepada pasien tentang penularan penyakitnya
 Menjelaskan kepada pasien tentang risiko yang mungkin terjadi
 Monitoring keadaan umum pasien
 Memberikan motivasi kepada pasien

FOLLOW UP

6
GATAL TIMBUL LESI KELUHAN LAIN

BARU (DEMAM, NYERI PERUT)

I + - -

II + - -

III + - -

IV + - -

V BERKURANG - -

VI BERKURANG - -

PEMBAHASAN

7
Erupsi Obat alergik disebut juga adverse cutaneous drug eruption adalah reaksi
hipersensitivitas terhadap obat dengan manifestasi pada kulit yang dapat disertai maupun tidak
keterlibatan mukosa. Terdapat dua jenis tipe reaksi simpang obat, yaitu tupe reaksi A yang dapat
diprediksi karena sifat fakmakologik obatnya, dan tipe B yaitu reaksi yang tidak dapat diprediksi
dan terjadi pada populasi tertentu, misalnya idiosinkrasi dan reaksi hipersensitivitas.1
Berdasarkan klasifikasi Coombs and Gell, patomekanisme yang mendasari erupsi obat
alergik dibagi menjadi 2 mekanisme. Tipe I dimediasi oleh imunoglobin (Ig)E yang dapat
menyebabkan reaksi anafilaksis, urtikaria dan angiodema, timbul sangat cepat, terkadang dapat
urtikaria/angiodema persisten beberapa minggu setelah obat dihentikan. Tipe II merupakan
mekanisme sitotoksik yang diperentarai reaksi antigen, IgG dan komplemen terhadap eritrosit,
leukosit, trombosit, atau sel prekusor hematoligik lain. Obat yang dapat menyebabkan
hipersensivitas tipe ini antara lain golongan penisilin, sefalosporin, streptomisin, klorpromazin,
sulfonamid, analgesik, dan antipiretik. Sedangkan tipe III adalah reaksi imun kompleks yang
sering terjadi akibat penggunaan obat sistemik tinggi dan terapi jangka panjang, menunjukan
manifestasi berupa vaskulitis pada kulit dan penyakit autoimun yang diinduksi obat. Tipe
terakhir yaitu tipe IV (tipe lambat) yang diperantarai oleh limfosit T dengan manifestasi klinis
erupsi ringan hingga berat.

Faktor Risiko Timbulnya Erupsi Obat Alergi


Faktor-faktor risiko yang menimbulkan erupsi obat adalah:1
1. Jenis kelamin dan usia
Banyak orang menyatakan bahwa anak-anak lebih jarang tersensitisasi akibat obat
jika dibandingkan dengan orang dewasa. Akan tetapi beberapa jenis kasus erupsi obat
alergi yang memiliki prognosis buruk lebih sering mengenai anak-anak. Pada anak –
anak, ruam merah yang timbul akibat virus sering mengaburkan gambaran klinis erupsi
alergi obat akibat antimikroba yang diberikan. Wanita lebih sering menderita erupsi obat
alergi dibandingkan pria.
2. Faktor genetik

1
Pudukadan, D. & Thappa, D.M. Adverse Cutaneous Drug Reactions: Clinical Pattern and Causative
Agents in a Tertiary Care Center in South India. Indian Journal of Dermatology, Venereology and
Leprology. 2004; 70(1):20-4.

8
Erupsi obat alergik berhubungan dengan faktor genetik dan lingkungan misalnya pada
kasus nekrolisis epidermal toksik akibat sulfonamida. Hal ini berhubungan dengan gen
human leukocyte antigen. Diantara para remaja yang memiliki orang tua dengan riwayat
alergi antibiotika, 25,6% remaja tersebut juga memiliki alergi obat yang sama.
3. Pajanan obat sebelumnya
Hal yang terpenting dari erupsi alergi obat adalah pajanan obat yang sebelumnya
menimbulkan alergi ataupun obat-obatan lain yang memiliki struktur kimia yang sama.
Akan tetapi, alergi obat tidak bersifat persisten. Setelah pajanan, IgE dapat bertahan dari
55 hingga 2000 hari.
4. Riwayat penyakit yang dimiliki pasien
Pasien dengan riwayat penyakit asma cenderung mudah menderita dermatitis atopi.
5. Bentuk obat
Beberapa jenis obat seperti antibiotika beta laktam dan sulfonamida memiliki
potensial untuk mensensitisasi tubuh.
6. Cara masuk obat
Obat yang diaplikasikan secara kutaneus cenderung lebih menyebabkan erupsi alergi
obat. Antibiotika beta laktam dan sulfonamida jarang digunakan secara topikal karena
alasan ini. Dosis dan durasi pemberian obat juga berperan dalam timbunya erupsi alergi
obat.

Gambaran Klinis
Gambaran klinis erupsi alergi obat yang timbul akan mempunyai kemiripan dengan gangguan
kulit lain pada umumnya, yaitu:2
1. Erupsi makulapapular atau morbiliformis
Erupsi makulapapular atau morbiliformis disebut juga erupsi eksantematosa dapat
diinduksi oleh hampir semua obat. Seringkali terdapat erupsi generalisata dan simetris
yang terdiri atas eritema dan selalu ada gejala pruritus. Kadang-kadang ada demam,
malaise, dan nyeri sendi. Lesi biasanya timbul dalam 1-2 minggu setelah dimulainya

2
Docrat, M.E. Skin Focus. Current Allergy & Clinical Immunology. 2005; 18(1):24.

9
terapi. Erupsi jenis ini sering disebabkan oleh ampisilin, obat anti inflamasi non steroid,
sulfonamid, dan tetrasiklin.
2. Urtikaria dan angioedema
Urtikaria menunjukkan kelainan kulit berupa urtikaria, kadang disertai angioedema.
Pada angioedema yang berbahaya ialah terjadinya asfiksia bila menyerang glotis.
Keluhannya umumnya gatal dan panas pada tempat lesi. Biasanya timbul mendadak dan
hilang perlahan-lahan dalam 24 jam. Urtikaria dapat disertai demam, dan gejala-gejala
umum, misalnya malaise, nyeri kepala dan vertigo. Angioedema biasanya terjadi di
daerah bibir, kelopak mata, genitalia eksterna, tangan dan kaki. Kasus-kasus angioedema
pada lidah dan laring harus mendapat pertolongan segera. Penyebab tersering ialah
penisilin, asam asetilsalisilat, dan obat anti inflamasi non steroid.
3. Eritroderma (dermatitits eksfoliativa)
Eritroderma adalah terdapatnya eritema universal yang biasanya disertai skuama.
Eritroderma dapat disebabkan oleh bermacam-macam penyakit lain di samping alergi
karena obat, misalnya psoriasis, penyakit sistemik temasuk keganasan pada sistem
limforetikular (penyakit Hodgkin, leukemia). Pada eritroderma karena alergi obat terlihat
eritema tanpa skuama; skuama baru timbul pada stadium penyembuhan. Obat-obat yang
biasa menyebabkannya ialah sulfonamid, penisilin, dan fenilbutazon.
Diagnosis Erupsi Obat Alergi
Dasar diagnosis erupsi obat alergi adalah anamnesis yang teliti mengenai obat-obatan yang
dipakai, kelainan kulit yang timbul akut atau dapat juga beberapa hari sesudah masuknya obat,
dan rasa gatal yang dapat pula disertai demam yang biasanya subfebris. Selain itu dilihat juga
kelainan kulit yang ditemukan baik distribusi yang menyeluruh dan simetris serta bentuk
kelainan yang timbul.3
Penegakkan diagnosis harus dimulai dari pendeskripsian yang akurat dari jenis lesi dan
distribusinya serta tanda ataupun gejala lain yang menyertainya. Data mengenai semua jenis obat
yang pernah dimakan pasien, dosisnya, data kronologis mengenai cara pemberian obat serta
jangka waktu antara pemakaian obat dengan onset timbulnya erupsi harus ikut dikumpulkan.
Tetapi ada kalanya hal ini sulit untuk dievaluasi terutama pada penderita yang mengkonsumsi

3
Hamzah M. Erupsi Obat Alergik. In: Menaldi SLSW, Bramono K, Indriatmi W, editors. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin, 5th ed. Badan Penerbit FKUI: Jakarta; 2007:154-8.

10
obat yang mempunyai waktu paruh yang lama atau mengalami erupsi obat alergi yang bersifat
persisten.3

Pemeriksaan Penunjang Erupsi Obat Alergi


Pemeriksaan diagnostik untuk kasus erupsi obat alergi adalah dengan mengkonfirmasi
marker biokemikal atau marker imunologi yang menyatakan aktivasi jalur imunopatologi reaksi
obat. Pemilihan pemeriksaan penunjang didasarkan atas mekanisme imunologis yang mendasari
erupsi obat. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilaksanakan untuk memastikan penyebab erupsi
obat alergi adalah:3
1. Biopsi kulit
Pemeriksaan histopatologi dan imunofloresensi direk dapat membantu menegakkan
diagnosis erupsi obat alergi. Hal ini dapat dilihat dari adanya eosinofil dan edema
jaringan. Akan tetapi pemeriksaan ini tidak dapat menentukan obat penyebab erupsi.
2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mengevaluasi dan menegakkan diagnosis
serta melihat kemungkinan etiologi penyebab erupsi. Pemeriksaan ini mencakup
perhitungan darah lengkap (atypical lymphocytosis, neutrofilia, eosinofilia, dan lain-lain)
serta fungsi kerja hati dan ginjal. Peningkatan jumlah eosinofil dapat menunjukkan erupsi
obat alergi dimana bila perhitungan eosinofil lebih dari 1000 sel/mm3 menunjukkan
erupsi obat alergi yang serius. Level obat dapat terdeteksi apabila terdapat overdosis dari
obat tersebut.
3. Pemeriksaan uji tempel dan uji provokasi
Uji tempel (patch test) memberikan hasil yang masih belum dapat dipercaya. Uji
provokasi (exposure test) dengan melakukan pemaparan kembali obat yang dicurigai
adalah yang paling membantu untuk saat ini, tetapi risiko dari timbulnya reaksi yang
lebih berat membuat cara ini harus dilakukan dengan cara hati-hati dan harus sesuai
dengan etika maupun alasan mediko legalnya.

Terapi
Pengobatan erupsi obat alergik belum memuaskan, antara lain karena kesukaran dalam

11
memastikan penyebabnya, apakah oleh obatnya sendiri atau metabolitnya. Pengobatan dibagi
dalam:

a. Pengobatan kausal : 
 Dilaksanakan dengan menghindari obat tersangka (apabila obat

tersangka telah dapat dipastikan). Dianjurkan pula untuk rnenghindari obat yang
mempunyai struktur kimia dengan obat tersangka (satu golongan).
b. Pengobatan simtomatik :
Pengobatan dapat diberikan secara 1:
1. Sistemik
a) Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid sangat penting pada alergi obat sistemik. Dosis
pemberian kortikosteroid dikonversikan dengan dosis prednisone yaitu 0,5-
1mg/kgBB/hari. Pada pasien ini diberikan metilprednisolon 12mg/kgBb/hari.
Pemberian kortikosteroid ini perlu dievaluasi setiap harinya mengigat efek
samping dari steroid. Apabila tanda inflamasi sudah tidak ada dan tidak
muncul lesi baru maka dosis steroid diturunkan perlahan. Sampai pasien
tersebut terbebas dari pemberian steroid.
b) Antihistamin
Antihistamin yang bersifat sedative dapat juga diberikan, jika terdapat rasa
gatal.
2. Topikal
Pengobatan topikal bergantung pada keadaan kelainan kulit, apakah kering atau
basah. Pemberian pelembab sangat membantu untuk penyembuhan pada pasien
erupsi obat alergi. Pelembab dibagi menjadi 3:
- Emolien: bahan kosmetik yang digunakan untuk menjaga kulit tampak
lunak, halus, licin dan lembut. Emolien dapat berfungsi sebagai
pelembab karena kemampuannya membentuk lapisan pada permukaan
kulit dan berfungsi sebagai pelumas (lubrikan), untuk mengurangi kulit
bersisik dan memperbaiki kulit.
- Humektan: merupakan bahan aktif dalam kosmetik yang ditujukan untuk
meningkatkan kandungan air pada permukaan kulit terluar. Bahan-bahan
yang termasuk ke dalam humektan terutama adalah bahan-bahan yang

12
bersifat higroskopis yang dapata digunakan secara khusus untuk tujuan
melembabkan kulit.
- Oklusif: bahan aktif kosmetik yang dapat menghambat terjadinya
penguapan air dari permukaan kulit. Dengan menghambat terjadinya
penguapan air pada permukaan kulit, bahan-bahan oklusif dapat
meningkatkan kandungan air dalam kulit. Pada pasien ini diberikan
pelembab berbahan oklusif untuk menghambat terjadinya penguapan air.

Prognosis Erupsi Obat Alergi


Pada dasarnya erupsi kulit karena obat akan menyembuh bila obat penyebabnya dapat
diketahui dan segera disingkirkan. Akan tetapi pada beberapa bentuk, misalnya eritroderma dan
kelainan berupa sindrom Lyell dan sindrom Steven Johnson, prognosis sangat tergantung pada
luas kulit yang terkena.7
Sindrom Steven Johnson memiliki angka mortalitas dibawah 5% sedangkan toxic epidermal
necrolysis mencapai 20-30% dan kebanyakan pasien meninggal akibat sepsis.3

DAFTAR PUSTAKA

13
1. Budianti WK. Erupsi Obat Alergik. In: Menaldi SLSW, Bramono K, Indriatmi W,
editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, 7th ed. Badan Penerbit FKUI:
Jakarta;2015:190-3.

2. Chatterjee, S., Ghosh, A.P., Barbhuiya, J. & Dey, S.K. Adverse Cutaneous Drug
Reactions: A One Year Survey at a Dermatology Outpatient Clinic of a Tertiary Care
Hospital. Indian Journal of Pharmacology. 2006; 38(6):429-31.

3. Nayak, S. & Acharjya, B. Adverse Cutaneus Drug Reactions. Indian Journal of


Dermatology, Venereology and Leprology. 2008; 53(1):2-8.

4. Adithan, C. Stevens-Johnson Syndrome. In: Drug Alert Departement of Pharmacology.


2006; 2(1):1-4.

5. Pudukadan, D. & Thappa, D.M. Adverse Cutaneous Drug Reactions: Clinical Pattern and
Causative Agents in a Tertiary Care Center in South India. Indian Journal of
Dermatology, Venereology and Leprology. 2004; 70(1):20-4.

6. Docrat, M.E. Skin Focus. Current Allergy & Clinical Immunology. 2005; 18(1):24.

7. Hamzah M. Erupsi Obat Alergik. In: Menaldi SLSW, Bramono K, Indriatmi W, editors.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, 5th ed. Badan Penerbit FKUI: Jakarta; 2007:154-8.

14
15

You might also like