You are on page 1of 22

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan serius yang terjadi
di masyarakat. Sepsis menjadi salah satu dari sepuluh penyebab kematian
terbesar di dunia. Diagnosis awal sepsis seringkali sulit ditegakkan, karena
klinis sepsis yang muncul sangat beragam. Jika sepsis tidak segera
ditangani dapat mengakibatkan kegagalan fungsi organ yang dapat
berujung pada kematian.
Sepsis adalah penyakit mengancam jiwa yang disebabkan oleh
reaksi tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis merupakan respon
host terhadap infeksi yang bersifat sistemik dan merusak. Sepsis dapat
mengarah pada sepsis berat (disfungsi organ akut pada curiga infeksi) dan
syok septik (sepsis ditambah hipotensi meskipun telah diberikan resusitasi
cairan). Sepsis berat dan syok septik adalah masalah kesehatan utama,
yang mempengaruhi jutaan orang di seluruh dunia setiap tahun,
menewaskan satu dari empat orang (dan sering lebih).
Sepsis terjadi sekitar 750.000 kasus setiap tahun di Amerika
Serikat, meningkat dari 2,1% menjadi 4,3% pada pasien rawat inap, dan
11% dari seluruh perawatan di ICU (Intensive Care Unit). Dari tahun 1979
sampai tahun 2000, kasus sepsis meningkat setiap tahunnya sekitar
8,7%, dari 164.000 kasus (82,7 kasus per 100.000 penduduk) menjadi
hampir 660.000 kasus (240,4 kasus per 100.000 penduduk). Sepsis
menyebabkan angka kematian yang tinggi, dengan mortalitas 22-76%
pada sepsis berat. Sepsis merupakan penyebab kematian ketiga dari 10
penyebab kematian terbesar secara keseluruhan di Amerika Serikat,
setelah penyakit jantung dan neoplasma ganas. Kejadian sepsis
meningkat sesuai dengan bertambahnya usia, kondisi ini menunjukkan
bahwa jumlah kasus akan meningkat di masa mendatang.
Sepsis secara umum terjadi pada sekitar 2% dari semua pasien
rawat inap di negara maju. Sepsis dapat terjadi di antara 6-30% dari semua
unit perawatan intensif pasien (ICU), dengan variasi yang cukup besar

1
karena heterogenitas antara ICU. Di sebagian besar negara maju angka
kejadian sepsis berat telah diidentifikasi antara 50-100 kasus per 100.000
orang dalam populasi. Sepertiga sampai setengah dari semua pasien sepsis
meninggal dunia. Di negara berkembang, sepsis menyumbang 60-80%
dari semua kematian. Ini membunuh lebih dari 6 juta bayi dan anak kecil,
dan 100.000 ibu baru setiap tahunnya. Setiap 3-4 detik, seseorang di
dunia meninggal karena sepsis.

B. Rumusan Masalah
1.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Sepsis adalah suatu keadaan ketika mikroorganisme menginvasi
tubuh dan menyebabkan respon inflamasi sitemik. Respon yang
ditimbulkan sering menyebabkan penurunan perfusi organ dan disfungsi
organ. Jika disertai dengan hipotensi maka dinamakan Syok sepsis. ( Linda
D.U, 2006)
Sepsis adalah respon inflamasi sistemik yang disebabkan oleh
berbagai macam organisme yang infeksius; bakteri gram negatif, bakteri
gram positif, fungi, parasit, dan virus. Tidak semua individu yang
mengalami infeksi menjadi sepsis, dan terdapat suatu rangkaian dari
beratnya infeksi dari proses yang terlokalisisir menjadi bakteriemia sampai
ke sepsis dan menjadi septik syok(Norwitz,2010).
Sepsis adalah suatu respon sistemik terhadap infeksi. Pada sepsis
gejala klinis yang terdapat pada SIRS diikuti oleh adanya bukti infeksi.
Terminologi sepsis masih membingungkan karena penggunaan yang tidak
tepat dan berba-gai macam definisi yang meyebabkan kebingungan pada
literatur medis. saat ini telah dibuat standardisasi terminologi infeksi,
bakteriemia, sepsis, dan septik syok sebagai usaha untuk meningkatkan
kemampuan untuk mendiagnosis, mengobati, dan membuat formulasi
untuk prognosa dari infeksi ini. Dalam terminologi yang baru, sepsis
mewakili subgrup dalam “Systemic Inflamatory Response Syndrome”
(SIRS) (Gordon MC 1997, Wheeler AP 2004).

B. Etiologi
Mayoritas dari kasus-kasus sepsis disebabkan oleh infeksi-infeksi
bakteri gram negatif (-) dengan persentase 60-70% kasus, beberapa
disebabkan oleh infeksi-infeksi jamur, dan sangat jarang disebabkan oleh
penyebab-penyebab lain dari infeksi atau agen-agen yang mungkin
menyebabkan SIRS. Agen-agen infeksius, biasanya bakteri-bakteri, mulai
menginfeksi hampir segala lokasi organ atau alat-alat yang ditanam

3
(contohnya, kulit, paru, saluran pencernaan, tempat operasi, kateter
intravena, dll.).
Agen-agen yang menginfeksi atau racun-racun mereka (atau
kedua-duanya) kemudian menyebar secara langsung atau tidak langsung
kedalam aliran darah. Ini mengizinkan mereka untuk menyebar ke hampir
segala sistim organ lain. Kriteria SIRS berakibat ketika tubuh mencoba
untuk melawan kerusakan yang dilakukan oleh agen-agen yang dilahirkan
darah ini. Sepsis bisa disebabkan oleh mikroorganisme yang sangat
bervariasi, meliputi bakteri aerobik, anareobik, gram positif, gram negatif,
jamur, dan virus
Bakteri gram negative yang sering menyebabkan sepsis adalah E.
Coli, Klebsiella Sp. Pseudomonas Sp, Bakteriodes Sp, dan Proteus Sp.
Bakteri gram negative mengandung liposakarida pada dinding selnya yang
disebut endotoksin. Apabila dilepaskan dan masuk ke dalam aliran darah,
endotoksin dapat menyebabkan berbagai perubahan biokimia yang
merugikan dan mengaktivasi imun dan mediator biologis lainnya yang
menunjang timbulnya shock sepsis.
Organisme gram positif yang sering menyebabkan sepsis adalah
staphilococus, streptococcus dan pneumococcus. Organime gram positif
melepaskan eksotoksin yang berkemampuan menggerakkan mediator
imun dengan cara yang sama dengan endotoksin.
Jenis infeksi yang sering dihubungkan dengan sepsis yaitu:
1. Infeksi paru-paru (pneumonia)
2. Flu (influenza)
3. Appendisitis
4. Infeksi lapisan saluran pencernaan (peritonitis)
5. Infeksi kandung kemih, uretra, atau ginjal (infeksi traktus

urinarius)
6. Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika infus 
atau
kateter telah dimasukkan ke dalam tubuh melalui kulit
7. Infeksi pasca operasi
8. Infeksi sistem saraf, seperti meningitis atau encephalitis.

4
C. Patofisiologi
Pada sepsis akibat kuman gram (+), eksotoksin berperan sebagai
super-antigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan
sebagai antigen processing celldan kemudian ditampilkan sebagai antigen
presenting cell (APC). Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik
yang berasal dari major histocompatibility complex (MHC), kemudian
berikatan dengan CD42+(limposit Th1 dan Th2) dengan perantaraan T cell
receptor(TCR).
Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis maka limposit
T akan mengeluarkan substansi dari Th1 yang berfungsi sebagai
imunomodulator yaitu: IFN-γ, IL-2, dan macrophage colony stimulating
factor (M-CSF0. Limposit Th2 akan mengeluarkan IL-4, IL-5, IL-6, dan
IL-10. IFN-γ meransang makrofag mengeluarkan IL-1ß dan TNF-α. Pada
sepsis IL-2 dan TNF-α dapatmerusak endotel pembuluh darah. IL-1ß juga
berperandalam pembentukan prostaglandin E2 (PG-E) dan meransang
ekspresi intercellular adhesion molecule-1(ICAM-1). ICAM-1 berperan
pada proses adhesi neutrofil dengan endotel.Neutrofil yang beradhesi
dengan endotel akan mengeluarkan lisosim yang menyebabkan dinding
endotel lisis. Neutrofil juga membawa superoksidan radikal bebas yang
akan mempengaruhi oksigenasi mitokondria. Akibat proses tersebut terjadi
kerusakan endotel pembuluh darah. Kerusakan endotel akan menyebabkan
gangguan vaskuler sehingga terjadi kerusakan organ multipel.
Masuknya mikroorganisme penginfeksi ke dalam tubuh akan
menimbulkan reaksi yang berlebihan dari sistem imun dan menyebabkan
aktivasi APC yang akan mempresentasikan mikroorganisme tersebut ke
limfosit. APC akan mengeluarkan mediator-mediator proinflamasi seperti
TNF-α, IL-1, IL-6, C5a dan lainnya, yang menimbulkan SIRS dan MOD
yang dihasilkan oleh sel limfosit akan menyebabkan limfosit teraktivasi
dan berproliferasi serta berdiferensiasi menjadi sel efektor (Abbas dan
Litchman, 2005; Remick, 2007)
Sel limfosit yang telah berdiferensiasi ini kemudian akan
mengeluarkan mediator-mediator proinflamasi yang berlebihan tanpa

5
diimbangi medioator antiinflamasi yang memadai. Ketidakseimbangan
antara proinflamasi dan antiinflamasi ini kemudian akan menimbulkan
keadaan hiperinflamasi sel endotel yang selanjutnya akan menyebabkan
rangkaian kerusakan hingga kegagalan organ yang merugikan (Guntur,
2008).

D. Manifestasi Klinis
1. Umum : panas, hipotermi, malas minum, letargi, sklerema
2. Saluran cerna: distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare,
hepatomegali
3. Saluran nafas: apnu, dispnue, takipnu, retraksi, nafas cuping hidung,
merintih, sianosis
4. Sistem kardiovaskuler: pucat, sianosis, kulit lembab, hipotensi,
takikardi, bradikardi
5. Sistem syaraf pusat: iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas
minum, pernapasan tidak teratur, ubun-ubun membonjol
6. Hematologi: Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura,
perdarahan. (Arif, 2000)
Bentuk manisfetasi klinis yang lain adalah:
1. Tersangka bakteri
2. Sepsis neonatorum
3. Saluran pernapasan dispnea, takipnea, apnea.
4. Tampak tarikan otot pernapasan
5. Merintih, dan mengorok
6. Mengalami hiportemia
7. Aktivitas lemah atau tanpa tidak ada yang sakit
8. Dan berat badan menurun secara tiba-tiba.

E. Komplikasi
Sepsis dapat bertambah parah dan berkembang menjadi syok septik
ketika tekanan darah pengidap turun drastis. Apabila penderita sepsis

6
lanjut mengalami syok septik, gejala-gejala yang muncul umumnya
meliputi:
1. Kulit yang pucat dan dingin
2. Mual muntah
3. Diare
4. Nyeri otot yang parah
5. Pingsan
Atau bisa juga bertambah parah dan berkembang menjadi berbagai
penyakit:
1. Meningitis
2. Hipoglikemi
3. Asidosis
4. Gagal ginjal
5. Disfungsi miokard
6. Perdarahan intra cranial
7. Icterus
8. Gagal hati
9. Disfungsi system saraf pusat
10. Kematian
11. Sindrom distress pernapasan dewasa (ARDS)

F. Penatalaksanaan
Menurut Davey (2005) penatalaksanaan sepsis yang optimal mencakup
eliminasi patogen penyebab infeksi, mengontrol sumber infeksi dengan
tindakan drainase atau bedah bila diperlukan, terapi antimikroba yang
sesuai, resusitasi bila terjadi kegagalan organ atau renjatan. Vasopresor
dan inotropik, terapi suportif terhadap kegagalan organ, gangguan
koagulasi dan terapi imunologi bila terjadi respons imun maladaptive host
terhadap infeksi.
1. Terapi antibiotik. Antibiotik dosis tinggi perlu segera diberikan.
Antibiotic yang dipilih tergantung hasil kultur (darah, urin, dan kultur
cairan).

7
2. Terapi penggantian cairan. Pasien dengan shock septik biasanya
hipovolemik secara fungsional dengan kehilangan cairan yang tidak
terlihat namun terus terjadi
3. Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai dengan
penurunan kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik
segera dilakukan
4. Bantuan hemodinamik. Tekanan darah rendah walaupun curah jantung
tinggi sering ditemukan. Apabila fungsi organ vital baik tidak
diperlukan bantuan hemodinamik. Namun bila terjadi gagal ginjal,
vasokonstriktor perifer dapat digunakan inotropik.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Kultur (luka, sputum, urine, darah) untuk mengindentifikasi
organisme penyebab sepsis. Sensitivitas menentukan pilihan obat-
obatan yang paling efektif. Ujung jalur kateter intravaskuler mungkin
diperlukan untuk memindahkan dan memelihara jika tidak diketahui
cara memasukannya.
2. SDP : Ht mungkin meningkat pada status hipovolemik karena
hemokonsentrasi. Leukopenia (penurunan SDP) terjadi sebelumnya,
dikuti oleh pengulangan leukositosis (15.000 – 30.000) dengan
peningkatan pita (berpiondah ke kiri) yang mempublikasikan produksi
SDP tak matur dalam jumlah besar.
3. Elektrolit serum ; berbagai ketidak seimbangan mungkin terjadi dan
menyebabkan asidosis, perpindahan cairan, dan perubahan fungsi
ginjal.
4. Pemeriksaan pembekuan : Trombosit terjadi penurunan
(trombositopenia) dapat terjadi karena agregasi trombosit. PT/PTT
mungkin memanjang mengindentifikasikan koagulopati yang
diasosiasikan dengan iskemia hati atau sirkulasi toksin atau status
syok.
5. Laktat serum meningkat dalam asidosis metabolic,disfungsi hati, syok.

8
6. Glukosa serum terjadi hiperglikemia yang terjadi menunjukan
glukoneo-genesis dan 
glikogenolisis di dalam hati sebagai respon
dari perubahan selulaer dalam metabolisme.
7. BUN/Kr terjadi peningkatan kadar disasosiasikan dengan dehidrasi ,
ketidakseimbangan / 
gagalan hati.
8. GDA terjadi alkalosis respiratori dan hipoksemia dapat terjadi
sebelumnya dalam tahap 
lanjut hioksemia, asidosis respiratorik dan
asidosis metabolic terjadi karena kegagalan 
mekanisme kompensasi.
9. Urinalisis adanya SDP / bakteri penyebab infeksi. Seringkali muncul
protein dan SDM.
10. Sinar X film abdominal dan dada bagian bawah yang
mengindentifikasikan udara bebas 
didalam abdomen dapat
menunjukan infeksi karena perforasi abdomen / organ pelvis.
11. EKG dapat menunjukan perubahan segmen ST dan gelombang T dan
disritmia yang 
menyerupai infark miokard.

9
H. Pathways

10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN SEPSIS
A. Pengkajian
Pengkajian primer selalu menggunakan pendekatan ABCDE.
1. Airway
a. Yakinkan kepatenan jalan napas
b. Berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
c. Jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli
anestesi dan bawa segera mungkin ke ICU
2. Breathing
a. kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala
yang signifikan
b. kaji saturasi oksigen
c. periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan
kemungkinan asidosis
d. berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
e. auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
f. periksa foto thorak
3. Circulation
a. kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda
signifikan
b. monitoring tekanan darah, tekanan darah < >
c. periksa waktu pengisian kapiler
d. pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar
e. berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel
f. pasang kateter
g. lakukan pemeriksaan darah lengkap
h. siapkan untuk pemeriksaan kultur
i. catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature
kurang dari 36
j. siapkan pemeriksaan urin dan sputum
k. berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.

11
4. Disability
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis
padahal sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat
kesadaran dengan menggunakan AVPU.
5. Exposure
Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan
tempat suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.
Pengkajian Sekunder
1. Aktivitas dan istirahat
Subyektif : Menurunnya tenaga/kelelahan dan insomnia
2. Sirkulasi
a. Subyektif : Riwayat pembedahan jantung/bypass cardiopulmonary,
fenomena embolik (darah, udara, lemak)
b. Obyektif : Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya
hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock)
c. Heart rate : takikardi biasa terjadi
d. Bunyi jantung : normal pada fase awal, S2 (komponen pulmonic) dapat
terjadi disritmia dapat terjadi, tetapi ECG sering menunjukkan normal
e. Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat, dingin. Cyanosis biasa
terjadi (stadium lanjut)
3. Integritas Ego
a. Subyektif : Keprihatinan atau ketakutan, perasaan dekat dengan
kematian.
b. Obyektif : Restlessness, agitasi, gemetar, iritabel, perubahan mental.
4. Makanan atau Cairan
a. Subyektif : Kehilangan selera makan, nausea
b. Obyektif : Formasi edema/perubahan berat badan, hilang atau
melemahnya bowel sounds
5. Neurosensori
Subyektif atau Obyektif : Gejala truma kepala, kelambatan mental,
disfungsi motorik.

12
6. Respirasi
a. Subyektif : Riwayat aspirasi, merokok/inhalasi gas, infeksi pulmolal
diffuse, kesulitan bernafas akut atau khronis, “air hunger”
b. Obyektif : Respirasi : rapid, swallow, grunting
7. Rasa Aman
Subyektif : Adanya riwayat trauma tulang atau fraktur, sepsis, transfusi
darah, episode anaplastik
8. Seksualitas
Subyektif atau obyektif : Riwayat kehamilan dengan komplikasi eklampsia

B. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1. DS: Biasanya pasien Infeksi kuman Gangguan
dengan Sepsis akan Pertukaran Gas
mengeluh sesak bakteri gram (-) dan
nafas bakteri gram (+)
DO:
1. Pernafasan disfungsi dan kerusakan
abnormal endotel dan disfungsi
(kecepatan, irama, organ multipel
kedalaman)
2. Warna kulit SEPSIS
abnormal (pucat,
kehitaman) Perubahan ambila dan
3. Hiperkapnia penyerapan O2
(kondisi dimana terganggu
kadar karbon
dioksida dalam Suplai O2 terganggu
tubuh meningkat)
4. Hipoksemia sesak
(keadaaan dimana
terjadi penurunan

13
konsentrasi oksigen gangguan pertukaran
dalam pembuluh Gas
arteri)
5. Hipoksia (kondisi
kurangnya pasokan
oksigen di sel dan
jaringan tubuh
untuk menjalankan
fungsi normalnya)
6. Takikardi
2. DS: Perubahan sensasi Infeksi kuman Ketidakefektifan
DO: Perfusi jaringan
 TD turun/hipotensi bakteri gram (-) dan
 RR meningkat bakteri gram (+)
 CRT >2 detik
 Akral ekstremitas disfungsi dan kerusakan
dingin endotel dan disfungsi

 Kulit pucat organ multipel

 Edema ekstremitas
SEPSIS
 Nadi lemah

perubahan fungsi
miokardium

kontraksi jantung
menurun

curah jantung menurun

Ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer

14
3. DS : Pasien dengan sepsis Infeksi kuman Hipertermia
akan mengeluh badannya
deman bakteri gram (-) dan
DO : bakteri gram (+)
 Demam lebih dari
37 ͦ C disfungsi dan kerusakan
 Pasien biasanya endotel dan disfungsi
mengigil organ multipel

SEPSIS

Hipotalamus

Suhu tubuh meningkat

Hipertemia
4. DS: pasien dengan sepsis Infeksi kuman Ketidak
biasanya akan kehilangan seimbangan
nafsu makan. bakteri gram (-) dan nutrisi kurang
DO: bakteri gram (+) dari kebutuhan
 Perubahan berat tubuh
badan disfungsi dan kerusakan
 Melemahnya suara endotel dan disfungsi
bising usus organ multipel

SEPSIS

Terganggunya sistem
pencernaan

Nafsu makan menurun

15
Ketidak seimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
5. DS: Infeksi kuman Resiko Infeksi
Pasien atau keluarga pasien
biasanya mengatakan bakteri gram (-) dan
pasien menderita sakit bakteri gram (+)
kronis, demam
DO (faktor risiko): disfungsi dan kerusakan
 Adanya penyakit endotel dan disfungsi
kronis organ multipel
 Penekanan sistem
imun SEPSIS
 Pertahanan primer
yang tidak adekuat Terhambatnya fungsi
(luka, trauma jaringan miokondria
kulit)
 Pertahanan sekunder Kerja sel menurun

inadekuat (hb turun,


leukopenia) Penurunan respon imun

 Prosedur infasif
malnutrisi Resiko Infeksi

6. DS:- Infasi mikroba Resiko Syok


DO:
 Pernafasan Pelepasan endotoksin
abnormal atau eksotoksin
(kecepatan, irama,
kedalaman) Respon sistemik tubuh
 Warna kulit terhadap infeksi
abnormal (pucat,
kehitaman) SEPSIS
 Hiperkapnia

16
 Hipoksemia Efek berbagai mediator
 Hipoksia inflamasi (protaglandin,
 Takikardi kinin, histamin)

Vasodilatasi,
peningkatan
permeabilitas kapiler

Volume intravaskuler

gangguan
kontraktilitas)

Resiko syok

C. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplai O2 menurun
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan curah
jantung menurun
3. Hipertermi berhubungan dengan hipotalamus
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan terganggunya sistem pencernaan
5. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan respon imun
6. Resiko syok berhubungan dengan ganggguan kontraktilitas

D. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplai O2 menurun
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan kondisi klinis klien terkait pertukaran gas membaik
Kriteria Hasil:
- Pernafasan normal (kecepatan, irama, kedalaman)

17
- Warna kulit normal (tidak pucat/kehitaman)
- RR ( 16-24x/menit)
- Hb ( 14-18gr/dl)
- Nadi ( 60-100x/menit)
Intervensi :
a. Kaji pola pernapasan pasien Monitor TTV
Rasional : Untuk mengetahui kedaan umum pasien
b. Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia
Rasional : Untuk mengetahui resiko terjadinya hipoksia dan
hiperkapnia.
c. Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya
kecenderungan kenaikan dalam PaCO2 atau penurunan dalam
PaO2
Rasional : Untuk mengetahui tekanan gas darah (O2 dan CO2)
sehingga kondisi pasien tetap dapat dipantau.
d. Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji
perlunya CPAP atau PEEP
Rasional : Untuk mempelancar pernafasan klien dan memenuhi
kebutuhan oksigen klien
e. Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam
Rasional : untuk mengetahui apakah ada bunyi tambahan.
f. Pantau irama jantung
Rasional : Untuk mendeteksi adanya gangguan pernapasan
g. Berikan cairan parenteral sesuai hasil kolaborasi
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh
h. Berikan obat-obatan sesuai pesanan: bronkodilator, antibiotik,
steroid.
Rasional : untuk mengobati infeksi dan jenis obat yang digunakan
sebagai anti inflamasi atau anti peradangan pada tubuh.

18
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan curah
jantung menurun
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan perfusi jaringan perifer klien meningkat.
Kriteria Hasil:
- TD (100-130 mmhg)
- RR (16-24x/menit)
- CRT < 3 detik
- akral ekstremitas hangat
- warna kulit tidak pucat
- ekstremitas tidak edema
- kekuatan nadi normal
Intervensi
a. Lakukan pengkajian komprehensif terhadap sirkulasi perifer
Rasional :
b. Pantau tingkat ketidaknyamanan atau nyeri saat melakukan latihan fisik
Rasional : untuk mengetahui skala nyeri dan cara meminimalkan rasa
nyeri.
c. Pantau status cairan termasuk asupan dan haluaran
Rasional : untuk mengetahui perbandingan intake output nya
d. Pantau perbedaan ketajaman atau ketumpulan, panas atau dingin
Rasional : untuk mengetahui perbedaannya.
e. Pantau parestesia, kebas, kesemutan, hiperestesia dan hipoestesia
Rasional : agar bisa dilakukan intervensi selanjutnya
f. Anjurkan pasien atau keluarga untuk memantau posisi bagian tubuh
saat pasien mandi, duduk, berbaring atau mengubah posisi
Rasional : untuk menghindari terjadi terjatuh dan kelainan pada anggota
tubuh.
g. Ajarkan pasien atau keluarga untuk memeriksa kulit setiap hari untuk
mengetahui perubahan integritas kulit
Rasional : agar mengetahui perubahan pada kulit.

19
3. Hipertermia berhubungan dengan hipotalamus
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam suhu tubuh
kembali normal 36 ͦ C-37,5 ͦ C
Kriteria Hasil :
- Menunjukkan suhu dalam batas normal
- Bebas dari kedinginan
- Tidak mengalami komplikasi yang berhubungan
Intervensi:
a. Pantau suhu pasien
Rasional : Suhu lebih dari normal menunjukkan infeksius akut
b. Berikan kompres hangat
Rasional : Dapat membantu mengurangi demam
c. Berikan antiseptik
Rasional : Untuk mengurangi demam
d. Berikan selimut pendingin
Rasional : Untuk mengurangi demam pada waktu terjadi gangguan pada
otak

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan terganggunya sistem pencernaan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
kebuthan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil:
- Nafsu makan bertambah
- Berat badan kembali normal / adanya peningkatan.
Intervensi:
a. Pantau TTD
Rasional : untuk mengetahui keadaan umum pasien.
b. Kaji status pasien
Rasional : untuk mengetahui status nutrisi pasien sehingga dapat
menentukan intervensi selanjutnya.
c. Jaga kebersihan mulut, anjurkan untuk selalu melakukan oral hygiene

20
Rasional : mulut yang bersih dapat meningkatkan nafsu makan.
d. Anjurkan pasien makan sedikit demi sedikit tapi sering
Rasional : makan sedikit demi sedikit dapat meningkatkan intake nutrisi
e. Anjurkan pasien untuk makan selagi hangat
Rasional : makanan dalam kondisi hangat dapat menurunkan rasa mual
f. Diskusikan dengan keluarga dan pasien pentingnya intake nutrisi dan
hal hal yang menyebabkan penurunan berat badan
Rasional : membantu memilih alternatif pemenuhan nutrisi yang
adekuat

5. Resiko syok berhubungan dengan responsivitas terhadap katekolamin


terganggu
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan klien dapat terhindar dari risiko syok.
Kriteria Hasil:
- Tekanan darah (110-130/70-90 mmHg)
- Nadi (60-100x/menit)
- RR (16-24 x/menit)
- Suhu (36,5-37,50C)
- Hb (12 – 18 gr/dL)
- CRT < 3 detik
Intervensi :
a. Monitor nilai laboratorium sebagai bukti terjadinya perfusi jaringan
yang inadekuat (misalnya peningkatan kadar asam laktat, penurunan
pH arteri)
Rasional : untuk mengetahui ada kelainan lain atau tidak
b. Berikan cairan IV kristaloid sesuai dengan kebutuhan (NaCl 0,9%;
RL; D5%W)
Rasional : untuk membantu memenuhi kebutuhan cairan tubuh
c. Berikan medikasi vasoaktif
Rasional : untuk terapi syok
d. Berikan terapi oksigen dan ventilasi mekanik

21
Rasional : membantu memenuhi kebutuhan oksigen
e. Monitor tanda awal syok
Rasional : meminimalkan terjadi nya syok
f. Tempatkan pasien pada posisi supine, kaki elevasi
Rasional : untuk peningkatan preload dengan tepat.

6. Resiko infeksi berhubungan dengan produksi sitokin proinflamasi berlebih


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan klien dapat terhindar dari risiko infeksi
Kriteria Hasil :
- Suhu (36,5-37,50C)
- Jumlah leukosit (4000-10.000/mm3)
- tidak terdapat tanda-tanda infeksi yang semakin memburuk
Intervensi :
a. Instruksikan pengunjung untuk mencuci tangan saat memasuki dan
keluar dari ruangan pasien
Rasional : untuk mengurangi penyebaran infeksi.
b. Gunakan sarung tangan dalam setiap tindakan pada pasien
Rasional : untuk mengurangi terjadinya infeksi nosokomial
c. Kolaborasi dengan tenaga medis pemberian terapi antibiotic
Rasional : untuk mengobati infeksi
d. Monitor kerentanan terhadap infeksi
Rasional : untuk mengetahui agar tidak terjadi penyebaran infeksi.

22

You might also like