Professional Documents
Culture Documents
A. Definisi
GBS mengambil nama dari dua Ilmuwan Perancis, Guillain (baca Gilan)
dan Barré (baca Barre), yang menemukan dua orang prajurit perang di tahun
1916 yang mengidap kelumpuhan kemudian sembuh setelah menerima
perawatan medis. Penyakit ini menjangkiti satu dari 40,000 orang tiap
tahunnya. Bisa terjangkit di semua tingkatan usia mulai dari anak-anak sampai
dewasa, jarang ditemukan pada manula. Lebih sering ditemukan pada kaum
pria. Bukan penyakit turunan, tidak dapat menular lewat kelahiran, ternfeksi
atau terjangkit dari orang lain yang mengidap GBS. Namun, bisa timbul
seminggu atau dua minggu setelah infeksi usus atau tenggorokan.
Sindroma Guillain Barre (SGB) merupakan suatu sindroma klinis yang
ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan
proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus
kranialis. ( Bosch, 1998 )
B. Etiologi
Paling banyak pasien-pasien dengan sindroma ini ditimbulkan oleh adanya
infeksi, 1 sampai 4 minggu sebelum terjadi serangan penurunan neurologik.
Pada beberapa keadaan. Dapat terjadi setelah vaksinasi atau pembedaha. Ini
juga dapat terjadi dapat diakibatkan oleh infeksi virus primer, reaksi imun,
cedera medula spinalis dan beberapa proses lain atau sebuah kombinasi
proses. Penyakit ini timbul dari pembengkakan syaraf peripheral, sehingga
mengakibatkan tidak adanya pesan dari otak untuk melakukan gerakan yang
dapat diterima oleh otot yang terserang. Karena banyak syaraf yang terserang
termasuk syaraf immune sistem maka sistem kekebalan tubuh kita pun akan
kacau. Dengan tidak diperintahakan dia akan menngeluarkan cairan sistem
kekebalan tubuh ditempat-tempat yang tidak diinginkan. Dengan pengobatan
maka sistem kekebalan tubuh akan berhenti menyerang syaraf dan bekerja
sebagaimana mestinya.
Etiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti
penyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa
keadaan/penyakit yang mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan
terjadinya SGB, antara lain:
1. Infeksi
2. Vaksinasi
3. Pembedahan
4. Penyakit sistematik:
a. Keganasan
b. systemic lupus erythematosus
c. tiroiditis
d. penyakit Addison
e. Kehamilan atau dalam masa nifas SGB sering sekali berhubungan
dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus SGB yang
berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1
sampai 4 minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi
saluran pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal.
Serangan auto-imun terhadap saraf perifer akan terjadi kerusakan pada Myelin,
lapisan lemak pada sel saraf, dan satu bagian sel saraf. Menyebabkan
kelumpuhan otot yang dapat disertai oleh kerusakan sensoris atau gangguan
saraf otonom.
Pada kasus sedang bagian fungsi saraf Axon tidak terganggu dan pemulihan
dapat terjadi dengan cepat jika remyelination (pembentukkan Myelin kembali).
Pada kasus yang lebih berat terjadi kerusakan pada bagian Axon dan proses
pemulihan tergantung pada regenarasi jaringan yang penting ini. Penelitian
terbaru menunjukkan bahwa sekitar 80% dari pasien GBS terjadi kerusakan
Myelin, dan 20% sisanya terjadi kerusakan pada Axon. Untuk mengetahui lebih
lanjut mengenai system saraf silahkan klik disini.
3. MANIFESTASI KLINIS
Pasien dengan GBS umumnya hanya akan mengalami satu kali
serangan yang berlangsung selama beberapa minggu, kemudian berhenti
spontan untuk kemudian pulih kembali. Perjalanan penyakit GBS dapat
dibagi menjadi 3 fase:
a. Fase progresif
Umumnya berlangsung 2-3 minggu, sejak timbulnya gejala awal
sampai gejala menetap, dikenal sebagai ‘titik nadir’. Pada fase ini akan
timbul nyeri, kelemahan progresif dan gangguan sensorik; derajat
keparahan gejala bervariasi tergantung seberapa berat serangan pada
penderita. Kasus GBS yang ringan mencapai nadir klinis pada waktu
yang sama dengan GBS yang lebih berat. Terapi secepatnya akan
mempersingkat transisi menuju fase penyembuhan, dan mengurangi
resiko kerusakan fisik yang permanen. Terapi berfokus pada
pengurangan nyeri serta gejala.
b. Fase plateau
Fase infeksi akan diikuti oleh fase plateau yang stabil, dimana tidak
didapati baik perburukan ataupun perbaikan gejala. Serangan telah
berhenti, namun derajat kelemahan tetap ada sampai dimulai fase
penyembuhan. Terapi ditujukan terutama dalam memperbaiki fungsi
yang hilang atau mempertahankan fungsi yang masih ada. Perlu
dilakukan monitoring tekanan darah, irama jantung, pernafasan, nutrisi,
keseimbangan cairan, serta status generalis. Imunoterapi dapat dimulai
di fase ini. Penderita umumnya sangat lemah dan membutuhkan
istirahat, perawatan khusus, serta fisioterapi. Pada pasien biasanya
didapati nyeri hebat akibat saraf yang meradang serta kekakuan otot dan
sendi; namun nyeri ini akan hilang begitu proses penyembuhan dimulai.
Lama fase ini tidak dapat diprediksikan; beberapa pasien langsung
mencapai fase penyembuhan setelah fase infeksi, sementara pasien lain
mungkin bertahan di fase plateau selama beberapa bulan, sebelum
dimulainya fase penyembuhan.
c. Fase penyembuhan
Akhirnya, fase penyembuhan yang ditunggu terjadi, dengan perbaikan
dan penyembuhan spontan. Sistem imun berhenti memproduksi
antibody yang menghancurkan myelin, dan gejala berangsur-angsur
menghilang, penyembuhan saraf mulai terjadi. Terapi pada fase ini
ditujukan terutama pada terapi fisik, untuk membentuk otot pasien dan
mendapatkan kekuatan dan pergerakan otot yang normal, serta
mengajarkan penderita untuk menggunakan otot-ototnya secara
optimal. Kadang masih didapati nyeri, yang berasal dari sel-sel saraf
yang beregenerasi. Lama fase ini juga bervariasi, dan dapat muncul
relaps. Kebanyakan penderita mampu bekerja kembali dalam 3-6 bulan,
namun pasien lainnya tetap menunjukkan gejala ringan samapi waktu
yang lama setelah penyembuhan. Derajat penyembuhan tergantung dari
derajat kerusakan saraf yang terjadi pada fase infeksi.
GBS merupakan penyebab paralisa akut yang dimulai dengan rasa
baal, gejala-gejala neurologi diawali dengan parestesia (kesemuatan dan
kebas) dan kelemahan otot kaki, yang dapat berkembang ke ekstremitas
atas, batang tubuh dan otot wajah. Gejala awal antara lain adalah: rasa
seperti ditusuk-tusuk jarum diujung jari kaki atau tangan atau mati rasa di
bagian tubuh tersebut. Kaki terasa berat dan kaku atau mengeras, lengan
terasa lemah dan telapak tangan tidak bisa menggenggam erat atau
memutar sesuatu dengan baik (buka kunci, buka kaleng dll).
f. Kegagalan pernapasan.
Kegagalan pernapasan merupakan komplikasi utama yang dapat
berakibat fatal bila tidak di tangani dengan baik. Kegagalan
pernapasan ini di sebabkan paralisis pernapasan dan kelumpuhan otot-
otot pernapasan, yang di jumpai pada 10-33% penderita.
A. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan neurologis ditemukan adanya kelemahan otot
yang bersifat difus dan paralisis. Refleks tendon akan menurun atau
bahkan menghilang. Batuk yang lemah dan aspirasi mengindikasikan
adanya kelemahan pada otot-otot intercostal. Tanda rangsang
meningeal seperti perasat kernig dan kaku kuduk mungkin
ditemukan. Refleks patologis seperti refleks Babinsky tidak
ditemukan.
2. Pemeriksaan laboratorium
Gambaran laboratorium yang menonjol adalah peninggian kadar
protein dalam cairan otak (> 0,5 mg%) tanpa diikuti oleh peninggian
jumlah sel dalam cairan otak, hal ini disebut disosiasi sito-albuminik.
Peninggian kadar protein dalam cairan otak ini dimulai pada minggu
1-2 dari onset penyakit dan mencapai puncaknya setelah 3-6 minggu.
Jumlah sel mononuklear < 10 sel/mm3. Walaupun demikian pada
sebagian kecil penderita tidak ditemukan peninggian kadar protein
dalam cairan otak. Imunoglobulin serum bisa meningkat. Bisa timbul
hiponatremia pada beberapa penderita yang disebabkan oleh SIADH
(Sindroma Inapproriate Antidiuretik Hormone).
3. Pemeriksaan elektrofisiologi (EMG)
Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosis GBS adalah
kecepatan hantaran saraf motorik dan sensorik melambat. Distal
motor retensi memanjang kecepatan hantaran gelombang-f
melambat, menunjukkan perlambatan pada segmen proksimal dan
radiks saraf. Di samping itu untuk mendukung diagnosis
pemeriksaan elektrofisiologis juga berguna untuk menentukan
prognosis penyakit : bila ditemukan potensial denervasi
menunjukkan bahwa penyembuhan penyakit lebih lama dan tidak
sembuh sempurna.
4. Pemeriksaan LCS
Dari pemeriksaan LCS didapatkan adanya kenaikan kadar protein ( 1
– 1,5 g/dl ) tanpa diikuti kenaikan jumlah sel. Keadaan ini oleh
Guillain (1961) disebut sebagai disosiasi albumin sitologis.
Pemeriksaan cairan cerebrospinal pada 48 jam pertama penyakit
tidak memberikan hasil apapun juga. Kenaikan kadar protein
biasanya terjadi pada minggu pertama atau kedua. Kebanyakan
pemeriksaan LCS pada pasien akan menunjukkan jumlah sel yang
kurang dari 10/mm3 (albuminocytologic dissociation).
5. Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan MRI akan memberikan hasil yang bermakna jika
dilakukan kira-kira pada hari ke-13 setelah timbulnya gejala. MRI
akan memperlihatkan gambaran cauda equina yang bertambah besar.
Hal ini dapat terlihat pada 95% kasus SGB.
a. Pemeriksaan serum CK biasanya normal atau meningkat sedikit.
b. Biopsi otot tidak diperlukan dan biasanya normal pada stadium
awal. Pada stadium lanjut terlihat adanya denervation atrophy.
8. KOMPLIKASI
GBS dapat berdampak pada kinerja dan kehidupan pribadi pasien
dalam jangka waktu yang lama, dapat sampai 3 sampai 6 tahun setelah
onset penyakit. Kesembuhan biasanya berlangsung perlahan dan dapat
berlangsung bertahun-tahun. Baik pasien maupun keluarga pasien harus
diberitahu tentang keadaan pasien yang sebenarnya untuk mencegah
ekspektasi yang berlebihan atau pesimistik. Kesembuhan pasien
berlangsung selama tahun – tahun pertama, terutama enam bulan pertama,
tetapi pada sebagian besar pasien dapat sembuh sempurna pada tahun
kedua atau setelahnya.
Kecacatan yang permanen terlihat pada 20% - 30% pasien dewasa,
tetapi lebih sedikit pada anak-anak. Disabilitas yang lama pada dewasa
lebih umum pada axonal GBS dan GBS yang berbahaya, misalnya pada
pasien dengan ventilator.
Gangguan fungsi otonomik yang serius dan fatal termasuk aritmia
dan hipertensi ekstrim atau hipotensi terjadi kurang lebih 20% dari pasien
dengan GBS. Gangguan lain yang signifikan adalah ileus dinamik,
hipontremia, dan defisiensi dari fungsi mukosa bronchial.
Komplikasi yang dapat terjadi pada prognosis yang lanjut adalah
a. Kolaps pernafasan dan kardiovaskular yang dapat menyebabkan
kematian. Kegagalan pernapasan merupakan komplikasi utama yang
dapat berakibat fatal bila tidak di tangani dengan baik. Kegagalan
pernapasan ini di sebabkan paralisis pernapasan dan kelumpuhan otot-
otot pernapasan, yang di jumpai pada 10-33% penderita.
b. Kelemahan beberapa otot dapat menetap
c. Komplikasi yang dapat terjadi adalah gagal napas, aspirasi makanan
atau cairan ke dalam paru, pneumonia, meningkatkan resiko terjadinya
infeksi, trombosis vena dalam, paralisis permanen pada bagian tubuh
tertentu, dan kontraktur pada sendi.
EMG Elektromiografi (EMG) adalah teknik yang digunakan untuk
mengevaluasi fungsi saraf dan otot dengan cara merekam aktivitas
listrik yang dihasilkan oleh otot skeletal. Ini merupakan tes penting
yang digunakan untuk mendiagnosis kelainan otot dan saraf.