You are on page 1of 4

ANAK DENGAN KELAINAN FISIK

Untuk membedakan anak berkelainan dengan yang tidak berkelainan dalam praktek
kehidupan sehari-hari dikalangan orang awam tidak jarang mengalami kerancuan kriteria
sehingga untuk menetapkan “status” anak dalam kategori tertentu sering kali terjadi salah
tafsir. Hal ini dikarenakan batas antara kondisi normal dan tidak normal sangat tipis.
Misalnya, seseorang yang sebelumya dianggap berkelainan karena tanda-tanda yang menjadi
acuan berkelainan tampak melekat pada dirinya, tetapi setelah melalui proses penanganan
yang intensif ternyata tanda-tanda kelainan tersebut tidak tampak lagi pada dirinya.

Contoh dari kondisi tersebut dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari misalnya
seorang anak yang lahir dengan kondisi anggota tubuh tidak normal seperti tidak memiliki
jari-jari tangan yang lengkap, lahir tanpa tangan atau kaki, kelainan pada indra pendengaran
(tuli), kelainan pada indra penglihatan (buta), kelainan pada fungsi organ bicara (bisu),
kelainan otot, tulang dan daerah persendian (Efendi, 2008). Menurut pusat data dan
informasi kementrian kesehatan RI 2014 jenis kecacatan fisik yaitu amputasi pada kaki atau
tangan, cacat tulang persendian, tungkai, tangan dan sebagainya, cacat tulang punggung,
cedera syaraf tulang belakang, cacat akibat sakit polio.

Informasi faktor penyebab terjadinya kelainan pada seseorang sangat beragam


jenisnya, namun secara umum dilihat dari masa terjadinya kelainan itu sendiri dapat
diklasifikasikan menjadi: sebelum kelahiran (prenatal), pada saat kelahiran (neonatal), dan
setelah kelahiran (postnatal) (Abdullah, 2013).
Kelainan terjadi sebelum anak lahir, yaitu masa di mana anak masih berada dalam
kandungan diketahui telah mengalami kelainan atau ketunaan. Kelainan yang terjadi pada
masa prenatal, berdasarkan periodisasinya dapat terjadi pada periode embrio, periode janin
muda, dan periode janin aktini (Arkandha, dalam Abdullah, 2013). faktor lain yang
mempengaruhi terhadap kelainan anak pada sebelum kelahiran antara lain penyakit kronis,
diabetes, anemia, kanker, kurang gizi, radiasi, kelainan genetik, obat-obatan dan bahan kimia
lainnya yang berinteraksi dengan ibu anak semasa hamil (Efendi, 2008).
Penyebab kelainan saat anak dilahirkan antara lain anak lahir sebelum waktunya, lahir
dengan bantuan alat, posisi bayi tidak normal, kelahiran ganda, atau karena kesehatan bayi
yang bersangkutan (Efendi, 2008). Penyebab kelainan yang terjadis setelah anak lahir antara
lain infeksi, luka, bahan kimia, meningitis dan lain-lain.
Berdasarkan berbagai data yang ada dari setiap 10 anak yang lahir didunia seorang
diantaranya menderita cacat bawaan ataupun mengalami cacat pasca masa kelahiran akibat
beragam insiden. Sebagian besar kasus yang terjadi pasca kelahiran disebabkan gizi buruk,
kemiskinan, minimnya pengetahuan soal kesehatan, dan kecerobohan menajga kesehatan
serta beragam faktor lainnya yang merupakan dampak dari ketertinggalan masyarakat
(Menkes RI, 2014).
Kelainan yang dialami oleh anak sering kali menimbulkan masalah bagi
lingkungannya. kehadiran secara langsung atau tidak langsung mengundang berbagai dimensi
sikap dan tanggapan lingkungan terhadap kondisi anak berkelainan. Tanggapan atau reaksi
yang berasal dari lingkungan dalam memandang anak berkelainan akan menjadi dasar
penyikapan anak berkelainan selanjutnya. Menurut Efendi (2008) menyatakan bahwa apabila
sikap dan tanggapan lingkungan terhadap anak berkelainan kurang positif, dan tidak
memandang sosok anak berkelaianansebagai individu yang mempunyai harkat sebagaimana
manusia normal lainnya karena ketidaksempurnaannya, maka hal itu dapat menyudutkan
keberadaannya ditengah-tengah komunitas masyarakat normal, terutama pemberdayaan untuk
melakukan fungsi kehidupannya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Nandiyah. 2013. Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus. Magistra No. 86


Th.XXV.

Efendi, Mohammad.2008. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta:Bumi


Aksara.
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2014.
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin_disabilitas.pdf
ANAK DENGAN KELAINAN KOGNITIF

Anak berkelainan dalam aspek kognitif adalah anak yang memiliki penyimpangan
kemampuan berfikir secara kritis, logis dalam menganggapi dunia sekitarnya
(Abdullah,2013). Menurut Efendi (2008) Kelainan pada aspek kognitif ini dapat menyebar ke
dua arah, yaitu kelainan kognitif dalam arti lebih (supernormal) dan kelainan kognitif dalam
arti kurang (subnormal). Kelainan kognitif dalam arti lebih atau anak unggul, menurut
tingkatannya dikelompokkan menjadi: (a) anak mampu belajar dengan cepat, (b) anak
berbakat, dan (c) anak genius. Menurut Abdullah (2013) Karakteristik anak yang termasuk
dalam kategori mampu belajar dengan cepat jika hasil kecerdasan menunjukkan, bahwa
indeks kecerdasannya yang bersangkutan berada pada rentang 110-120, anak berbakat jika
indeks kecerdsannya berada pada rentang 120-140, dan anak sangat berbakat atau genius jika
indeks kecerdasannya berada pada rentang di atas 140.

Secara umum karakteristik anak dengan kemampuan kognitif lebih, disamping


memiliki potensi kecerdasan yang tinggi dalam prestasi, juga memiliki kemampuan menonjol
dalam bidang tertentu, antara lain (1) kemampuan intelektual umum misalnya kemampuan
menyanyi, menggambar. (2) kemampuan akademik khusus misalnya, kemampuan berbahasa,
musik, berhitung, mekanik, olahraga, dan sebagainya. (3) kemampuan berfikir kreatif
produktif misalnya, keterlibatan mahasiswa secara aktif baik intelektual maupun emosional
melalui eksplorasi konsep yang dikaji, bertanggung jawab menyelesaikan tugas secara
bersama, bekerja keras, berdedikasi tinggi, mahasiswa mengkonstruksi sendiri konsep yang
dikaji, serta percaya diri untuk menjadi kreatif. 4) kemampuan dalam salah satu bidang
kesenian misalnya, arsitek, musikus, ahli alam, designer, penari, terapis, entrepreneurs, dan
lain-lain. (5) kemampuan psikomotorik dan (6) kemampuan psikososial dan kepemimpinan
(Tirtonegoro, dalam Efendi, 2008).

Anak yang berkelainan kognitif dalam arti kurang, yaitu anak yang diidentifikasi
memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (di bawah normal ) sehingga untuk
meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara khusus, terutama di
dalamnya kebutuhan program pendidikan dan bimbingannya. Contoh anak yang kurang
dalam kognitifnya antara lain Kemampuan memecahkan masalah berkurang, Gangguan daya
ingat dan memori, serta menyusun urutan obyek berdasar atas ukuran panjang-pendek, besar-
kecil, tinggi-rendah, berat-ringan, atau berdasar atas pola-pola urutan tertentu, misal berdasar
atas warnanya.
Penyebab anak berkelainan kognitif menurut kurun waktu terjadinya, yaitu dibawa
sejak lahir dan faktor dari luar seperti penyakit atau keadaan lainnya (Efendi, 2008).
Kondisi anak berkelainan kognitf dalam praktik kehidupan sehari- hari di kalangan
awam seringkali disalah persepsikan, terutama bagi keluarga yang mempunyai anak dengan
kelainan kognitif, yakni berharap dengan memasukkan anak mereka ke dalam lembaga
pendidikan, kelak anaknya dapat berkembang sebagaimana anak normal lainnya.
Sebagai makhluk individu dan sosial anak berkelainan kognitif mempunyai hasrat
untuk memenuhi segala kebutuhan sebagaimana layaknya anak normal lainnya, tetapi upaya
anak berkelainan kogntif dalam arti kurang, lebih sering mengalamai kegagalan atau
hambatan yang berarti. Akibatnya anak mudah frustrasi lalu muncul perilaku menyimpang
sebagai reaksi dari mekanisme pertahanan diri misalnya
Penyesuaian diri pada anak berkelainan kognitif yang di atas rata-rata dalam proses
belajar, dia akan lebih mudah mengatasi masalahnya dan cenderung bisa mencapai tujuan
pembelajaran. Ini dikarenakan seorang pelajar yang memiliki inteligensi tinggi cenderung
bisa menentukan tujuannya tanpa harus mendapatkan bimbingan lebih dari gurunya, dan
dapat menyesuaikan dirinya untuk mencapai tujuan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Nandiyah. 2013. Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus. Magistra No. 86


Th.XXV.

Efendi, Mohammad.2008. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta:Bumi


Aksara.

You might also like