You are on page 1of 65

RESUME JURNAL

Development and pharmaceutical evaluation of the anticancer Anthrafuran/


Cavitron complex, a prototypic parenteral drug formulation

Kelompok : 4
Anggota Kelompok :
Adita Putri (162210101024)
Salma Aulia (162210101030)
Ida Ayu Yunita (162210101095)
Besty Mutiara (162210101106)
Dian Islami (162210101102)
Ainnur Rofiqoh (162210101113)
Eldinia Alifaisya (162210101115)
Harinditha Putra P (162210101122)

Dosen Pengampu: Indah Purnama Sary, M.Farm., Apt

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2018

KATA PENGANTAR

1
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan
rahmat,serta hidayah-Nya sehingga makalah “ANTIKANKER” ini dapat kami selesaikan dengan baik
tanpa hambatan.
Dalam penulisan makalah ini kami berusaha menyajikan bahasa yang mudah di merti dan
sederhana. Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan dan kekeliruan dalam
penulisan makalah dan masih jauh dari sempurna. Maka kami mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca dan terutama saran dari dosen pengampu mata kuliah kimia medisinal yang sifatnya
membangun agar penyusunan tugas yang berikutnya bisa lebih baik lagi.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dipergunakan dengan layak
sebagaimana mestinya. Kami sebagai penulis dan penyusun makalah ini mengucapkan terimakasih.

Jember, 30 mei 2018

Penyusun

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................................... 1
BAB I ....................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................................................... 6
2.1. Definisi Kanker ..................................................................................................................... 6
2.2. Patofisiologi Kanker.............................................................................................................. 6
2.3. Jenis-jenis dan Manifestasi Kanker ....................................................................................... 8
BAB III PEMBAHASAN ............................................................................................................................ 10
BAB IV PENUTUP ................................................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................. 24

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kanker merupakan istilah umum yang dipakai untuk menyebut semua jenis tumor ganas.
Tumor ganas merupakan tumor yang menyebar ke bagian lain tubuh dan menyerang organ serta
jaringan lain sehingga terjadi penghancuran sel normal (Nafrialdi dan Gan, 2008). Penyakit ini
menempati peringkat kedua sebagai penyebab kematian (Anderson, 2001). Kanker payudara
merupakan tumor yang paling banyak ditemukan pada wanita sebanyak 24.000 terdiagnosis kanker
payudara di Inggris tiap tahunnya dan 15.000 meninggal karena penyakit ini (Davey, 2005). Kekerapan
kanker payudara menempati peringkat kedua dari berbagai jenis kanker (Dalimarta, 2004). Upaya
pengobatan kanker dapat dilakukan dengan pembedahan, radiasi, kemoterapi, dan pemberian hormon-
hormon terapi (Di Piro et al., 2005). Pengobatan kanker membutuhkan biaya yang mahal selain itu,
selektivitas obat-obatan antikanker yang digunakan rendah (Katzung, 1995) ataupun karena
patogenesis kanker itu sendiri belum jelas (Di Piro et al., 2005). Saat ini, negara-negara berkembang
termasuk Indonesia terus mengembangkan penggunaan obat-obat tradisional herbal agar lebih aman
dan efektif untuk pengobatan kanker (Macabeo et al., 2008). Salah satu tanaman obat di Indonesia
yang menarik untuk diteliti sebagai antikanker adalah maitan (Lunasia amara Blanco). Maitan
merupakan tumbuhan asli Indonesia yang hanya tersebar di daerah Jawa Timur, Sulawesi, Papua,
Borneo, sedikit tersebar pada Negara Filipina, dan northern Queensland. Masyarakat sering
menggunakan daun maitan untuk segala macam pengobatan, seperti pengobatan penyakit jantung,
pengobatan antiinflamasi, mengobati iritasi pada mata, penangkal racun, malaria, sakit kulit, dan yang
paling terkenal yaitu digunakan sebagai obat diabetes dan aprodisiaka. Penelitian tentang tanaman
maitan yang telah dilakukan yaitu adanya kandungan alkaloid yang mempunyai efek antibakteri, anti
TBC, menguatkan otot jantung, dan aprodisiaka (obat kuat lelaki). Alkaloid lunakridin yang
terkandung pada Lunasia amara Blanco memiliki aktivitas menghambat Mycobacterium smegmatis
ATCC 607 yang merupakan agen penyebab TBC (Macabeo et al., 2008). Ekstrak airnya memiliki efek
sitotoksik terhadap sel Hela dan sel H226 (Prescott et al., 2006). Alkaloid 2’-O-trifluoroacetyl
lunacridine yang diisolasi dari daun Lunasia amara Blanco dapat menyebabkan apoptosis pada sel
HeLa dan memiliki aktivitas sitotoksik terhadap sel P388 murine leukemia dengan IC50 39,52 μg/ml
(Macabeo et al., 2008; Subehan dan Zubair, 2010). Penelitian ini dilakukan untuk menggali
kemampuan ekstrak etanol daun maitan dalam peranannya sebagai obat herbal kanker. Uji sitotoksik

4
daun maitan (Lunasia amara Blanco) dilakukan terhadap sel kanker payudara yang merupakan salah
satu penyebab kematian pada wanita. Jenis kanker payudara yang digunakan yaitu sel T47D.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan, sebagai berikut:

a. Golongan senyawa apa yang terdapat dalam ekstrak etanol daun maitan (Lunasia amara
Blanco)?
b. Apakah ekstrak etanol daun maitan (Lunasia amara Blanco) mempunyai efek sitotoksik
terhadap sel kanker payudara T47D?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Mengetahui golongan senyawa yang terdapat dalam ekstrak etanol daun maitan (Lunasia amara
Blanco) menggunakan metode skrining fitokimia dan kromatografi lapis tipis.
b. Menentukan efek sitotoksik ekstrak etanol daun maitan (Lunasia amara Blanco) terhadap sel
T47D dengan mengetahui nilai Inhibition Concentration50 (IC50) menggunakan metode MTT.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Definisi Kanker

Kanker adalah penyakit akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang
berubah menjadi sel kanker. Kanker sering dikenal oleh masyarakat sebagai tumor, padahal tidak
semua tumor adalah kanker. Tumor adalah segala benjolan tidak normal atau abnormal. Tumor dibagi
dalam dua golongan, yaitu tumor jinak dan tumor ganas. Kanker adalah istilah umum untuk semua
jenis tumor ganas (Brunicardi, et al, 2010).

2.2.Patofisiologi Kanker

Mekanisme pembentukan neoplasma atau tumor ganas disebut dengan karsinogenesis.


Karsinogenesis merupakan suatu proses multi-tahap. Proses transformasi sel normal menjadi sel ganas
melalui displasi terjadi melalui mekanisme yang sangat rumit, tetapi secara umum mekanisme
karsinogenesis ini terjadi melalui empat tahap (Campbell, Reece, Mitchell, 2007) yaitu:

1. Tahap Inisiasi

Tahap inisiasi merupakan tahap pertama karsinogenesis yang bersifat irreversible, dimana gen pada
sel normal bertransformasi menjadi malignan. DNA dirusak oleh zat-zat inisiator seperti radiasi dan
radikal bebas dapat mengganggu proses reparasi normal, sehingga terjadi mutasi DNA dengan kelainan
pada kromosomnya. Kerusakan DNA ini diturunkan pada anak-anak sel dan seterusnya.

Tahap inisiasi berlangsung dalam satu sampai beberapa hari.

2. Tahap Promosi

Pada proses proliferasi sel terjadi pengulangan siklus sel tanpa hambatan dan secara continue terus
mengulang. Diteruskan dengan proses metastasis dimana penyebab utama dari kenaikan morbiditas
dan mortalitas pada pasien dengan keganasan. Dalam berlangsungnya proses ini melibatkan interaksi
kompleks, tidak hanya ditentukan oleh jenis sel kanker itu sendiri, namun matriks ekstraseluler,
membran basal, reseptor endotel serta respon kekebalan host yang berpartisipasi. Mekanisme
metastasis merupakan indikasi bahwa mekanisme pertahanan pasien kanker gagal untuk mengatasi dan
memblokir penyebaran sel kanker. Setelah itu terjadi lagi proses neoangiogenesis.

3. Tahap angiogenesis

6
Tahap angiogenesis adalah proses pembentukan pembuluh darah baru yang terjadi secara normal
dan sangat penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Angiogenesis juga terlibat dalam
proses penyembuhan, seperti pembentukan jaringan baru setelah cidera. Angiogenesis juga merupakan
tahap yang sangat penting dalam karsiogenesis atau pertumbuhan sel kanker sehingga terjadi
perkembangan sel kanker yang tidak terkendali dan bersifat ganas.

Angiogenesis dapat berkembang menjadi sesuatu yang bersifat patologis dan berhubungan dengan
kanker, inflamasi, penyakit kulit dan penyakit mata. Kondisi patologi angiogenesis ini diawali oleh
pembentukkan pembuluh darah baru dan penghancuran sel normal yang ada di sekitarnya. Berbeda
dangan angiogenesis fisiologis, angiogenesis patologi ini dapat berlangsung lama sampai beberapa
tahun dan biasanya berhubungan dengan beberapa gejala klinis.

4. Tahap Progresif

Pada tahap progresif gen-gen pertumbuhan yang diaktivasi oleh kerusakan

DNA mengakibatkan mitosis dipercepat dan pertumbuhan liar dari sel-sel ganas. Terjadi aktivasi,
mutasi atau hilangnya gen. Pada tahap progresi ini timbul perubahan benigna menjadi pra-malignan
dan malignan. Metastasis kanker terjadi akibat penyebaran sel kanker utama dan terjadi pembentukan
tumor di tempat baru yang jauh dari sel kanker utama. Pada awalnya kanker primer harus memiliki
akses ke sirkulasi, baik melalui pembuluh darah maupun sistim limfatik, setelah sel kanker mampu
menembus saluran tersebut, sel kanker harus mampu bertahan hidup dan pada akhirnya sel kanker
tersebut akan menyebar ke organ dan membentuk jaringan baru. Selanjutnya sel kanker harus bisa
memulai pertumbuhan jaringan baru dengan membentuk vaskularisasi baru untuk suplay oksigen dan
nutrisi (Brunicardi, et al, 2010).

Dalam Brunicardi, et al (2010) terdapat faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko terkena
kanker, yaitu bahan kimia yang terdapat pada asap rokok dapat menyebabkan berbagai jenis kanker
pada perokok dan perokok pasif (orang bukan perokok yang tidak sengaja menghirup asap rokok orang
lain) dalam jangka waktu yang lama. Bahan kimia untuk industri serta asap yang mengandung senyawa
karbon dapat meningkatkan kemungkinan seorang pekerja industri menderita kanker. Penyinaran yang
berlebihan dari sinar ultra violet yang berasal dari matahari dapat menimbulkan kanker kulit. Sinar
radio aktif, sinar X yang berlebihan atau sinar radiasi dapat menimbulkan kanker kulit dan leukemia.
Beberapa jenis virus berhubungan erat dengan perubahan sel normal menjadi sel kanker. Jenis virus ini
disebut virus penyebab kanker atau virus onkogenik. Hormon adalah zat yang dihasilkan kelenjar
tubuh yang fungsinya adalah mengatur kegiatan alat-alat tubuh dari selaput tertentu. Pada beberapa
7
penelitian diketahui bahwa pemberian hormon tertentu secara berlebihan dapat menyebabkan
peningkatan terjadinya beberapa jenis kanker seperti payudara, rahim, indung telur dan prostat. Selain
itu, zat atau bahan kimia yang terdapat pada makanan tertentu juga dapat menyebabkan timbulnya
kanker misalnya makanan yang lama tersimpan dan berjamur dapat tercemar oleh aflatoxin. Aflatoxin
adalah zat yang dihasilkan jamur Aspergillus Flavus yang dapat meningkatkan resiko terkena kanker
hati.

2.3.Jenis-jenis dan Manifestasi Kanker

Jenis-jenis kanker menurut Brunicardi, et al (2010), yaitu karsinoma, limfoma, leukemia,


sarcoma, dan glioma. Karsinoma adalah setiap kanker ganas yang muncul dari sel-sel epitel. Limfoma
adalah kanker yang dimulai di dalam limfosit dari sistem kekebalan tubuh dan muncul sebagai tumor
padat dari sel-sel limfoid. Leukemia atau lebih dikenal sebagai kanker darah merupakan penyakit
dalam klasifikasi kanker pada darah atau sumsum tulang yang ditandai oleh perbanyakan secara tidak
normal atau transformasi maligna dari sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang dan jaringan limfoid
yang umumnya terjadi pada leukosit (sel darah putih). Sarkoma jarang terjadi tetapi tumor agresif
muncul dari subtipe jaringan primitif yang dikenal sebagai mesoderm, dan dengan demikian dapat
mempengaruhi berbagai jaringan dan organ dalam tubuh di berbagai kelompok usia, dari anak kecil
hingga orang tua. Glioma adalah jenis tumor yang dimulai di otak atau tulang belakang, hal ini disebut
glioma karena muncul dari sel glial.

Gejala kanker secara umum yaitu nyeri yang dapat terjadi akibat tumor yang meluas menekan
syaraf dan pembuluh darah disekitarnya, reaksi kekebalan dan peradangan terhadap kanker yang
sedang tumbuh, dan nyeri juga disebabkan karena ketakutan atau kecemasan. Pendarahan atau
pengeluaran cairan yang tidak wajar, misalnya ludah, batuk atau muntah yang berdarah, mimisan yang
terus menerus, cairan puting susu yang mengandung darah, cairan liang senggama yang berdarah
(diantara menstruasi/menopause), darah dalam tinja, darah dalam air kemih. Selain gejala umum,
gejala khusus juga biasanya dapat dilihat sesuai dengan organ yang terkena kanker, seperti pada kanker
otak gejala yang muncul adalah sakit kepala pada pagi hari dan berkurang pada tengah hari, epilepsi,
lemah, mati rasa pada lengan dan kaki, kesulitan berjalan, mengantuk, perubahan tidak normal pada
penglihatan, perubahan pada kepribadian, perubahan pada ingatan, sulit bicara. Hal ini diakibatkan sel
kanker menyerang saraf di otak (Brunicardi, et al, 2010).

Gejala yang muncul pada kanker mulut yaitu terdapat sariawan pada mulut, lidah dan gusi yang
tidak kunjung sembuh. Pada kanker saluran pernapasan gejala yang terjadi biasanya batuk terus

8
menerus, suara serak atau parau, dahak bercampur darah, rasa sakit di dada. Pada kanker payudara
gejala yang muncul biasnya terdapat benjolan, penebalan kulit (tickening), perubahan bentuk,
gatalgatal, kemerahan, rasa sakit yang tidak berhubungan dengan menyusui atau menstruasi. Pada
kanker saluran pencernaan biasanya terdapat darah pada feses yang ditandai dengan warna merah
terang atau hitam, nyeri perut, benjolan pada perut, rasa sakit setelah makan, penurunan berat badan,
serta adanya perubahan pola buang air besar (diare atau sulit buang air besar). Pada kanker saluran
reproduksi wanita biasanya akan terjadi perdarahan yang banyak saat periode menstruasi, pengeluaran
darah saat mens tidak seperti biasanya dan rasa sakit yang luar biasa. Kanker pada saluran reproduksi
juga dapat menyebabkan infertile (kemandulan). Pada kanker saluran perkemihan kandung kemih atau
ginjal gejala yang muncul biasanya terdapat darah pada urin, rasa sakit atau perih pada saat buang air
kecil, keseringan atau kesulitan buang air kecil, sakit pada kandung kemih, nyeri pada pinggang. Pada
kanker testis biasanya terdapat benjolan pada testis, ukuran penampungan pada testis yang membesar
dan menebal secara mendadak, nyeri pada perut bagian bawah. Pada leukemia gejala yang terjadi
adalah pucat, kelelahan kronis, penurunan berat badan, sering terkena infeksi, mudah terluka, rasa sakit
pada tulang dan persendian, mimisan. Gejala pada kanker kulit biasanya terdapat benjolan pada kulit
yang menyerupai kutil (mengeras seperti tanduk), infeksi yang tidak sembuh-sembuh, bintik-bintik
berubah warna dan ukuran, rasa sakit pada daerah tertentu, perubahan warna kulit berupa bercak-
bercak (Brunicardi, et al, 2010).

9
BAB III
PEMBAHASAN

3.1.Sejarah Pengenbangan Obat anti kanker.

Sejarah Perkembangan Antikanker Pengembangan Obat yang digunakan oleh National Cancer
Institute (NCI) dimulai dengan sebuah program penemuan obat. Sejak ascite tumor bermanfaat untuk
identifikasi agen yang memiliki potensi, sebuah tahap pemeriksaan menggunakan leukima tikus yang
sudah dievaluasi selama beberapa waktu dengan tumor lain. Induksi fase microbial atau pemeriksaan
inhibisi enzim. Pada tahap evaluasi in vivo selanjutnya, agen aktif yang potensial diuji lagi pada
beberapa jenis tumor seperti pada beberapa organ tikus yaitu usus besar, dada, dan paru-paru. Jika
senyawa tersebut terbukti aktifpada pemeriksaan tumor, maka senyawa-senyawa tersebut kemudian
dirumuskan untuk penggunaan secara intravenous atau penggunaan oral, teruji untuk toksisitasnya
terhadap mamalia yang lebih besar dan bila toksisitasnya beralasan maka akan dibawa untuk
pemeriksaan klinis tahap I (toksikologi dan aktivitas). Percobaan yang dilakukan dalam skala kecil ini
didesain untuk menemukan dosis maksimal yang dapat ditoleransi oleh manusia. Seringkali percobaan
tahap I dan II (potensi manfaat dan dosis) dilakukan secara bersamaan yang didesain untuk
mengevaluasi dosis maksimal yang dapat ditoleransi. Percobaan III dan IV (keamanan dan khasiat)
meneliti aktivitas obat baru terhadap agen yang lain. Pada akhirnya, jika terbukti unggul disbanding
agen lain, maka akan dibawa ke praktek pengobatan umum. Pengembangan obat baru menurut
Goodford dibagia menjadi 3 tahap. Tahap pertama adalah untuk menemukan senyawa aktif baru lewat
kimia, sintesis, ataupun isolasi, lalu menginisiasi aktivitas senyawa ini dengan studiex vivo, in vitro,
dan in viro lewat jalur Biologi. Ketika senyawa tersebut menunjukkan aktivitas yang menjanjikan,
senyawa ini digunakan sebagai Senyawa penuntun (Lead/Hit) untuk mendapatkan seri senyawa dari
struktur yang berkaitan. Pada tahap kedua, data aktivitas seri senyawa dapat menentukan senyawa
mana yang optimum, lewat studi hubungan antara struktur-aktivitas. Tahap terakhir adalah
pengembangan preklinis dan klinis, dimana prototip obat dibentuk dan diikuti oleh berbagai senyawa
homolog yang berpotensi.

Definisi dari Anti-tumor Drug design merupakan usaha untuk mendapatkan senyawa penuntun
baru untuk penanganan penyakit neoplastic pada basis rasional, menghindari kesalahan terapeutik.
Idealnya, molekul baru harus lebih aktif dan selektif, dengan lebih sedikit efek samping serta tanpa
efek toksisitas. Sehingga, usaha ini harus diarahkan untuk mencapai idealitas maksimal, karena
kemungkinan untuk mencapai pasaran didasarkan pada langkah ini. Namun pada kenyataannya khasiat
terapi sering terbatas karena untuk pengembangan resistensi multi-obat (MDR) dalam sel tumor (Shtil,
10
2002; Nussinov dkk., 2017; Kachalaki et al., 2016; Bugde et al., 2017). Oleh karena itu,
dipertimbangkan untuk evaluasi pra-klinis dan pengembangan klinis (Gangwar, dkk., 2016; Zha dkk.,
2017; Yong dkk., 2017; Rathore et al., 2017; Genova dkk. 2017). Derivatif antrakuinon (doxorubicin,
farmorubicin, valrubicin, mitoxantrone, dll.) telah menunjukkan aktivitas antitumor yang tinggi.
Derivat anthraquinone banyak digunakan dalam kimia medis untuk pencarian kandidat obat antikanker
baru (Soldi et al., 2015; Nicolaou et al., 2016; Chen et al., 2016; Ali et al., 2016). disintesis dan
dievaluasi serangkaian turunan heterosiklik antrakuinon dan mengidentifikasi chemotypes prospektif
(Cogoi et al., 2015; Shchekotikhin dkk., 2014; Tikhomirov et al., 2015).

Baru-baru ini, a anthra yang sangat kuat [2,3-b] furan LCTA-2034 ( A1) telah ditemukan
sebagai hasil dari optimalisasi struktural dari senyawa hit (Shchekotikhin et al., 2016). Turunan A1
telah menunjukkan efek pada beberapa target intraseluler (Topoisomerase (Top) 1, Top 2 dan protein
kinase). Pada konsentrasi rendah A1 dipicu sel apoptosis kematian di garis sel tumor termasuk subline
dengan MDR berbeda mekanisme. Selain itu, A1 menunjukkan aktivitas antitumor yang luar biasa
dalam model leukemia P388 murine, meningkatkan masa hidup binatang hingga 262% pada dosis yang
dapat ditoleransi (Shchekotikhin et al., 2016). Meskipun memiliki sifat-sifat baik ini A1 tidak larut
dalam air suling (~ 1,0 mg / ml pada suhu kamar) dan secara farmakologi diterima media berair dalam
kondisi fisiologis. Kendala ini memperkuat kebutuhan untuk mendapatkan formulasi obat yang dapat
larut dan stabil untuk penggunaan parenteral. Siklodekstrin dan turunannya, terutama hidroksialkilasi
siklodekstrin, diterapkan dalam farmasi sebagai agen pelarutan

(Meinguet et al., 2015; Yankovsky dkk., 2016; Thiry et al., 2017;Mohamed dkk., 2017; Vossen
et al., 2017). Akhirnya, dilakukan penelitian guna mengevaluasi penerapan β-cyclodextrin kompleks
untuk meningkatkan kelarutan A1 dan untuk mengembangkan prototipe untuk formulasi obat
parenteral antikanker.

3.2.Mekanisme kerja obat

DNA adalah target utama untuk obat-obatan di dalam sel.mekanisme dari banyaknya agen
kemoterapi diduga disebabkan oleh kemampuan mereka untuk melakukan interkalasi dengan pasang
basa pada double helix DNA. kemoterapi ini umumnya menggunakan aktivitas biologisnya melalui
pengikatan dengan DNA diikuti dengan interferensi replikasi DNA, transkripsi,dan penghambatan
ekspresi gen. Obat antikanker antrakuinon melakukan aktivitas sitotoksik mereka melalui interaksi
dengan DNA, terutama di situs yang kaya guanin / sitokin. Interaksi Ini diyakini menyebabkan
perubahan konformasi yang signifikan dalam DNA menyebabkan penghambatan replikasi DNA
11
sehingga DNA rusak. Di sisi lain, antrakuinon dapat menyebabkan penghambatan aktivitas
topoisomerase II, yang menyebabkan kerusakan DNA. Sebagian besar molekul target DNA memulai
ikatannya dengan double helix DNA secara nonkovalen yang selanjutnya dapat berkembang menjadi
ikatan kovalen. ikatan Non-kovalen mungkin termasuk ikatan π , ikatan hidrogen, elektrostatik,
transfer muatan, dan interaksi hidrofobik . Semua interaksi ini dapat berkontribusi pada mekanisme
interaksi obat / DNA.

3.3.Pengembangan obat anti kanker

Introduction

Kanker adalah penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan sel secara tidak terkendali, yang
memiliki kemampuan untuk menyusup dan merusak sel-sel sehat di dalam tubuh. Kanker tetap
menjadi salah satu penyebab utama kematian di seluruh dunia, dan jumlah insiden yang terdeteksi
meningkat dalam beberapa dekade terakhir. Layaknya sel normal, sel kanker juga memiliki sistem
perlindungan terhadap kondisi dan paparan senyawa yang dapat mengganggu aktivitas dan
perkembangannya. Sistem perlindungan tersebut berpotensi menyebabkan resistensi terhadap terapi
kanker. Oleh karena itu, diperlukan obat antikanker yang efektif dengan risiko resistensi yang rendah.

Turunan antrakuinon (doxorubicin, farmorubicin, valrubicin, mitoxantrone, dll.) Telah


menunjukkan aktivitas antitumor yang tinggi. Anthraquinone banyak digunakan dalam kimia medis
untuk pencarian kandidat obat antikanker baru. Dengan dilakukan sintesis dan evaluasi serangkaian
turunan heterosiklik antrakuinon dan mengidentifikasi kemungkinannya sebagai kemoterapi. Dari
optimalisasi struktural senyawa antrakuinon ditemukan turunan antrafuran (A1). Pada konsentrasi
tinggi menunjukkan efek pada beberapa target intraseluler (Topoisomerase dan protein kinase). Pada
konsentrasi rendah A1 memicu sel apoptosis atau kematian sel di sel tumor. Selain itu, A1
menunjukkan aktivitas antitumor yang luar biasa pada leukemia P388 murine, meningkatkan masa
hidup binatang hingga 262% pada dosis yang dapat ditoleransi.
Kendala yang didapat yaitu A1 tidak dapat larut dalam air (~ 1,0 mg / ml pada suhu kamar)
dan dalam media berair. Kendala ini yang mendorong untuk mendapatkan formulasi obat yang dapat
larut dan stabil untuk penggunaan parenteral. Penanganannya dapat dilakukan dengan penambahan
siklodekstrin sebagai pelarut. Siklodekstrin (CD) memilik permukaan bagian dalam (inner cavities)
yang bersifat lipofilik dan permukaan bagian luar hidrofilik, mampu berinteraksi dengan sejumlah
besar molekul tamu membentuk komplek inklusi non-kovalen.

12
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi interaksi Anthrafuran (A1) dengan
Cavitron (HP-βCD/ 2-hydroxypropyl) -β-cyclodextrin) dan untuk mengembangkan formulasi obat
parenteral.
Material dan method
i. Bahan

Substansi amorf dari (S) -3- (3-aminopyrrolidine-1 - karbonil) - 4,11-dihidroksi-2-

methylanthra [2,3-b] furan-5,10-dione methanesulfonate dyhydrate (A1/ Anthrafuran). Dan (2-


hydroxypropyl)-β-cyclodextrin (Сavitron) sebagai pelarut

ii. Evaluation of Anthrafuran/Cavitron complex formation


Larutan A1 (50 mmol / l dalam 20 mmol / l buffer Na asetat, pH 5, suhu 23 ° C) dititrasi
dengan larutan HP-βCD. Kemudian dispektrum fluoresensi pada panjang gelombang 450 nm
dengan lebar spektrum adalah 5 nm.

iii. Preparation of Anthrafuran/Cavitron complex (a lyophilized drug formulation A1/HP-βCD)


Campuran A1 (200 mg), (2-hydroxypropyl) -β-cyclodextrin / Сavitron (800 mg),
natrium sitrat (10 mg) dan air suling (15,0 ml) dimasukkan dalam labu steril dipanaskan
hingga suhu 95-98 ° C dan diaduk selama 10 menit. Setelah pendinginan larutan disaring
untuk menghilangkan kontaminasi bakteri dan kotoran melalui filter 0,22 μm.
Larutan yang dihasilkan diencerkan dengan air steril sebanyak 20 ml. kemudian
konsentrasi A1 diperiksa dengan HPLC (konsentrasi yang dibutuhkan adalah 10,0 ± 0,5 mg
/ ml), larutan tersebut diambil (2 ml) dan dimasukkan dalam botol kaca steril. Botol ditutup
dan dibiarkan selama 12 jam pada suhu −70 ° C.
Botol dyang berisi larutan beku dimasukkan kedalam mesin pengering dan lyophilised
(pengeringan) selama 24 jam pada tekanan (0,01 mbar). Botol-botol itu kemudian ditutup
dengan tutup karet steril dan dilapisi dengan aluminium. Setiap botol mengandung
sejumlah A1 / HP-βCD setara dengan 20 ± 1 mg A1 (komponen yang aktif secara
farmakologis).

iv. Pengukuran hamburan cahaya dinamis (DLS)


Pengukuran ini dilakukan untuk menentukan ukuran partikel dan distribusi ukuran
dalam larutan .Ppengukuranya dengan menggunakan alat Malvern Zetasizer Nano ZS

13
analyzer pada panjang gelombang m633 nm dengan laser He-Ne solid-state pada sudut
hamburan 173 ° pada suhu23 ° C.
Larutan A1, HP-βCD (4 mmol / l) dilarutkan dalam volume masing-masing buffer Na
asetat (20 mmol / l, pH 5.0). setiap sampel disaring melalui filter 0,2 mM dan dilakukan
pengukuran DLS. Distribusi ukuran partikel hamburan dihitung dengan Zetasizer Sofware
Nano 4.2 dengan prinsip mengubah waktu intensitas variasi cahaya ke diameter partikel.

v. Penentuan konsentrasi
Senyawa A1 (20 mg) atau obat A1 / HP-βCD yang terliofilisasi (100 mg) ditambahkan
aquabides (1 ml) ke dalam vial dan diinkubasi dalam water bath pada suhu 22 ° C selama 1
jam.
Supernatan disaring melalui filter Millex-HV Durapore® PVDF
(0,45 μm), 3 tetes pertama dibuang, dan larutan yang dihasilkan
(0,25 ml) diencerkan dengan aquadest sampai 50 ml selanjutnya larutan akan digunakan
untuk analisis kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC).

vi. HPLC
Metode analisis HPLC yaitu digunakan kolom dengan partikel 5 μm (250 × 6 mm)
dengan fase gerak yaitu campuran 0,01 M asam fosfat dan asetonitril (pH 2,7,sisitem A).
Suhu kolom dijaga konstan pada 22 ° C. sampel (20 μl) disuntikkan dan dielusi dengan
gradien asetonitril (20 hingga 60%) dalam fase gerak. Waktu kerja kromatografi ditetapkan
untuk 30 menit, laju aliran ditetapkan pada 1 ml / menit, deteksi panjang gelombang 260
nm, dan waktu retensi A1 (tR) mendekati 17 menit.
Kuantifikasi A1 didasarkan pada pengukuran luas puncak menggunakan standar
referensi Anthrafuran A1. kemurnian A1 dihitung dengan membagi luas puncak A1 dengan
total
area puncak (100%).
Metode HPLCyang digunakan untuk analisis tambahan kualitas zat A1dan formulasi
obat A1 / HP-βCD dengan menggunakan fase gerak
terdiri dari 0,2% amonium formiat dan asetonitril (pH 7,4, sistem B). Waktu retensi A1 (tR)
di bawah kondisi HPLC sama seperti untuk Sistem A, mendekati 21 menit.

vii. Stabilitas

14
Sampel dari formulasi obat A1 / HP-βCD yang diliofilisasi (dikeringkan) di tutup botol
kaca disimpan dalam lemari pada suhu 22 ± 1 ° C, dengan kelembaban relatif (RH) 60 ±
5% . Setiap botol mengandung jumlah yang setara dengan 20 mg zat A1.
Sampel yang disimpan pada kondisi penyimpanan jangka panjang (22 ° C) diuji pada
0,1, 3, 6 dan 12 bulan. Sampel disimpan pada kondisi yang dipercepat (60 ° C) juga
dianalisis pada 0, 1 dan 2 bulan.
Parameter yang diteliti adalah stabilitas fisik dan stabilitas kimia menggunakan Metode
HPLC . Ketidakstabilan fisik didefinisikan sebagai perubahan warna atau kualitas bentuk
kering-beku.
presipitasi setelah rekonstitusi sampel. ketidakstabilan fisik diamati pada setiap sampel
yang disimpan. Kemurnian Formulasi obat A1 / HP-βCD ditentukan oleh HPLC (deteksi
UV, 260 nm) dan dihitung dengan membagi luas puncak A1 secara total area puncak
(100%).
viii. Sitotoksisitas
Formulasi obat zat A1 dan A1 / HP-βCD dilarutkan dalam Dimethyl
sulfoxide ( DMSO ) 10% sebagai larutan stok 10 mM. . Tes ini dilakukan di piring
mikrotiter 96-sumur. Untuk masing-masing sumur 5 × 104 sel tumor dan konsentrasi
senyawa yang akan diuji yang ditambahkan. Sel dibiarkan berproliferasi selama 72 jam
pada suhu 37 ° C dengan udara yang terkontrol.
Di akhir masa inkubasi, sel dihitung dalam counter Coulter. IC50 didefinisikan sebagai
konsentrasi senyawa yang menghambat sel proliferasi sebesar 50%. Viabilitas sel
dievaluasi dengan tes MTT yaitu uji kolorimetrik untuk menilai aktivitas metabolisme sel.

ix. Toxicity in vivo


Toksisitas akut A1 dan A1 / HP-βCD dievaluasi dalam
tikus betina dengan berat 20-24 g. A1 dan A1 / HP-βCD (0,2% dalam glukosa 5%)
diberikan secara i.p. pada dosis tunggal (20–90 mg / kg). Dosis mematikan dievaluasi
menggunakan perangkat lunak “StatPlus-2006”, berdasarkan metode probit
LitchfieldWilcoxon untuk nilai standar penghitungan LD50.
x. Model tumor in vivo
Untuk penelitian ini dipilih tumor transplantasi strain yang tumbuh pada tikus biasa
secara intraperitoleal (i.p.) P388 atau P388 / ADR lympholeukaemia, yang terutama resisten
terhadap Adriamycin (ADR) dan cross-resisten terhadap anthracyclines, daunorubicin,
taxanes, alkaloid vinca, dan kemoterapi besar lainnya.
15
Untuk mendapatkan bahan inokulasi masing-masing strain model tumor
ditransplantasikan dua kali pada tikus donor. Kemudian disuspensi 1 × 10 6 sel leukemia
atau 50 mg / 0,2 ml jaringan melanoma dengan medium biakan 199 dan ditanamkan ke
masing-masing tikus. Untuk evaluasi eksperimental yang digunakan 2-10 bagian dari tumor
di tikus.

xi. Obat untuk perawatan hewan


Larutan zat A1 atau formulasi obat A1 / HP-βCD yang terliofilisasi mengandung 2 mg
/ ml bahan aktif A1. Substansi A1 dalam larutan glukosa isotonik (ISG) telah dipanaskan
hingga 50–60 ° С, kemudian didinginkan hingga suhu kamar dan disuntikkan i.p. ke dalam
binatang. Larutan dari A1 / HP-βCD ditambahkan 10 ml ISC per satu vial (mengandung 20
mg A1) dari formulasi obat terliofilisasi dan dikocok hingga homogen.
Tikus kontrol disuntik i.p. dengan ISC. Perawatan dilakukan setiap hari selama 5 hari
dimulai pada hari ke 2 setelah inokulasi tumor. Dosis harian obat adalah 30 mg / kg atau 40
mg / kg; dosis total adalah 150 mg /kg atau 200 mg / kg.

xii. Evaluasi aktivitas antitumor


Untuk perhitungan kriteria standar aktivitas antitumor adalah menggunakan kriteria
standar peningkatan masa hidup ILS ≥ 25% untuk tikus dengan P388, dan rata-rata rentang
hidup untuk P388 / ADR . Analisis statistik dari data yang diperoleh dibuat dengan metode
Fisher melalui statistik Program Excel 2013 dengan Fisher t-test; perbedaan yang dapat
dihasilkan adalah dihitung untuk p <0,05.

Toleransi terapi adalah evaluasi berdasarkan pada kondisi dan perilaku tikus. Pada tahap akhir
percobaan, semua hewan yang tersisa dianestesi menggunakan overdosis eter, kemudian dilakukan
otopsi dari tikus mati yang mengungkapkan gejala lokal kanker omatosis leukemia peritoneal: dengan
melihat peningkatan nodul limfatik dan cairan asites dalam rongga peritoneum. Efektivitas A1 / HP-
βCD digunakan untuk efikasi antitumor yang signifikan dan dapat memberikan efek antitumor yang
baik.

Evaluasi pembentukan kompleks Anthrafuran / Cavitron

Interaksi A1 dengan HP-βCD dalam larutan berair dievaluasi dengan intensitas fluoresensi dan
polarisasi fluoresensi. Fluoresensi dan polarisasi A1 meningkat dengan konsentrasi HP-βCD . Ini
menunjukkan bahwa kedua parameter mencerminkan proses kompleksasi. Bentuk fluoresensi spektra
16
tidak berubah, menunjukkan bahwa fluorophore dalam bentuk yang sama, bebas dalam larutan dan
terdapat dalam kompleks .

Peningkatan fluoresensi dan polarisasi menunjukkan peningkatan volume hidrodinamis dari


senyawa kompleks dibandingkan dengan senyawa bebas. Untuk mengkonfirmasi pengamatan ini
dilakukan dynamic light scattering (DLS) untuk A1, HP-βCD dan campuran stoikiometri dalam
larutan berair pada konsentrasi yang sama (4 mmol / l). Analisis distribusi ukuran menunjukkan
monodisperse nature sampel. Larutan free A1 dan HP-βCD memiliki nilai ukuran hidrodinamis 0,72
dan 0,83 nm dengan polydispersity index (PDI) masing - masing 0,11 dan 0,17. Campuran equimolar
A1 / HP-βCD juga menunjukkan dispersi unimodal dengan ukuran hidrodinamis 1,12 nm dan PDI =
0,27. Dengan demikian, interaksi A1 dengan HP-βCD pada rasio molar 1: 1 menyebabkan peningkatan
volume hidrodinamis (dibandingkan dengan free A1 dan HP-βCD) dan pembentukan partikel dengan
ukuran yang sesuai dengan inklusi kompleks (Connors, 1997; Lucio et al., 2017). Peningkatan
konsentrasi HP-βCD (> 4 mmol / l) menyebabkan munculnya ukuran lain dari hamburan benda-benda
dalam larutan. Pada rasio molar 1: 2,5 distribusi kedua muncul sekitar 68 nm dan sinyal ini meningkat
dengan konsentrasi HP-βCD. Distribusi bimodal serupa benda hamburan dapat dikaitkan dengan
agregasi dari siklodekstrin sendiri dan kompleks obat-siklodekstrin (Lucio et al., 2017). Formasi dari
nanoaggregat dalam larutan dengan rasio molar yang lebih tinggi dari HP-βCD mungkin penting dalam
peningkatan kelarutan A1.

17
Perkiraan perubahan fluoresensi dan polarisasi oleh persamaan 1 / (1 + [HP-βCD] / EC)
digunakan untuk menentukan konsentrasi efektif dari pengikatan A1 ke HP-βCD. Perkiraannya
ditampilkan sebagai kurva yang terus menerus (continue) pada Gambar 2. Perubahan fluoresensi
mencerminkan ECf = 1,2 mmol / l, dan untuk perubahan dalam polarisasi fluoresensi, ECp = 1.0 mmol
/ l. Lifetime dari fluoresensi A1 diukur dengan ada dan tidak adanya HP-βCD. Gambar 3B
menunjukkan bahwa konsentrasi yang lebih tinggi dari HP-βCD disertai dengan peningkatan lifetime
fluoresensi. Peningkatan intensitas fluoresensi dikaitkan dengan peningkatan rata-rata lifetime dan
karenanya hasil kuantum fluoresensi. Penyerapan A1 dengan penambahan HP-βCD tidak berubah
secara signifikan. Waktu korelasi rotasi A1 dan kompleknya dengan HP-βCD dihitung dengan lifetime
dari fluoresensi dan polarisasi. Interaksi A1 dengan HP-βCD menghasilkan peningkatan dalam waktu
korelasi rotasi sebesar 3,7 kali lipat, yang sesuai dengan rasio massa dari molekul bebas dan kompleks
dan karakter menginduksi pembentukan kompleks antara satu molekul A1 (Mr = 503) dan satu
molekul HP-βCD (Mr ~ 1579).

Preparasi dan evaluasi dari Formulasi Obat Anthrafuran / Cavitron

Parameter kompleksasi A1 digunakan untuk mengembangkan prototipe formulasi obat


terliofilisasi (lyophilized) berdasarkan kompleks A1 / HP – βCD.

Perbandingan molar A1 dan HP – βCD untuk formulasi obat dihitung :


A1 : HP – βCD = 1 : (1 + EC/S0) = 1 : 1,4

dimana EC = 1.0 mmol / l (konsentrasi efektif pengikatan); S 0 = 2,4 mmol / l (kelarutan dari
free A1, lihat Tabel 2). Optimasi formulasi obat menunjukkan bahwa rasio molar dapat sedikit
dikurangi menjadi 1: 1,3. Pengeringan beku dari campuran encer A1 / HP- βCD dalam rasio ini
mengarah pada pembentukan uniform red-colored cake yang cepat membentuk larutan homogen
setelah penambahan air atau 5% ISG pada suhu kamar.

Selanjutnya, konsentrasi A1 yang jenuh untuk zat obat dan formulasi A1 / HP-βCD
dibandingkan untuk menentukan apakah penambahan HP-βCD meningkatkan kelarutan A1 dalam air.
Seperti yang ditunjukkan di Tabel 2, HP-βCD secara signifikan meningkatkan kelarutan A1.
Konsentrasi jenuh dari A1 / HP-βCD adalah 19 mg / ml vs 1,2 mg / ml untuk A1. Hal ini menegaskan
bahwa terdapat kromofor hidrofobik A1 di rongga HP-βCD dapat meningkatkan kelarutandalam air
secara efisien. Dimasukkannya A1 ke HP-βCD bersifat reversibel sebagai penentu oleh data HPLC dan
spektrometri massa. Memang, A1 / HP-βCD dideteksi sebagai free A1 dengan analisis HPLC: waktu
18
retensi (tr) dari puncak utama dalam kromatogram dari reconstitued lyophilized A1 / HP-βCD pada
kondisi elusi yang berbeda (pH 2,5 dan 7,4) yang sesuai dengan t r dari puncak utama referensi A1.
Selain itu, free A1 dan HP-βCD dalam reconstitued lyophilized formulasi A1 / HP-βCD juga dideteksi
oleh spektrometri massa. Dengan demikian, dikembangkan komposisi freeze-dried A1 / HP βCD yang
menunjukkan formulasi prototipe yang nyaman untuk aplikasi parenteral A1.

19
Akhirnya, stabilitas fisik dan kimia dari prototipe A1 / HP-βCD di screen dengan
penyimpanan jangka panjang dan penuaan yang dipercepat. Formulasi obat lyophilized A1 / HP-βCD
stabil secara kimia, dengan ~ 99% (dari kuantitas awal agen) dari konten A1 yang tersisa setelah 12
bulan pada 22°C dan pada 60°C selama 2 bulan. Selama penyimpanan jangka panjang terdapat sedikit
peningkatan dari beberapa produk degradasi yang diamati, sebagian besar adalah komponen B dan C.
Unidentified impurities yang sama ditemukan dalam sampel A1. Kemungkinan besar terkait senyawa
anthrafuran karena memiliki spektrum UV yang serupa. Tidak ada perubahan warna, kualitas freeze-
dried cake dan kejelasan (clarity) setelah rekonstitusi komposisi diamati dalam setiap sampel uji. Oleh
karena itu peneliti mengevaluasi formulasi A1 / HP-βCD untuk aktivitas antitumor dan toksikologi.

Sitotoksisitas dalam kultur sel dan toksisitas in vivo akut Anthrafuran / Formulasi obat Cavitron

Kompleksasi bahan aktif dapat menyebabkan perubahan pada aktivitas spesifik atau toksisitas,
sehingga peneliti membandingkan sitotoksisitas dan toksisitas akut A1 dan kompleks A1 / HP-βCD.
Efek antiproliferatif A1 dan lyophilized A1 / HP-βCD diselidiki terhadap garis sel kanker kolon
HCT116 manusia. Nilai IC50 serupa untuk A1 dan A1 / HP-βCD menunjukkan bahwa kompleksasi
dengan HP-βCD tidak mempengaruhi potensi antiproliferatif dari A1. Kurangnya perbedaan yang
signifikan dalam aktivitas formulasi obat free A1 dan A1 / HP-βCD juga menunjukkan bahwa efikasi
dari pengembangan formulasi obat dikaitkan dengan pelepasan A1.

Berbeda dengan hasil dalam kultur sel, evaluasi toksisitas in vivo menunjukkan adanya
perbedaan antara formulasi lyophilized A1 / HP-βCD dan A1. Untuk A1 / HP-βCD, nilai LD50 68,3 ±
6,2 mg / kg terutama lebih tinggi dari itu untuk A1 (LD50 = 52,5 ± 5,4 mg / kg). Dengan demikian,
meskipun dimasukkannya bahan aktif dalam siklodekstrin tidak mempengaruhi tingkat pertumbuhan

20
sel tumor pada kultur, kompleksasi sangat mengurangi toksisitas akut. Fakta ini membuka kesempatan
untuk memperluas jendela terapeutik dan eskalasi dosis A1.

Aktivitas antitumor

Aktivitas spesifik dari A1 / HP-βCD dievaluasi dalam in vivo model tumor murine. Pertama,
membandingkan efikasi terapi A1 / HP- βCD dan A1 dalam model P388 di bawah kontrol toleransi.
Hasil terdapat pada Tabel 3. Dengan dosis harian 30 mg / kg (total dosis 150 mg / kg), baik A1 dan A1
/ HP-βCD memiliki aktivitas antitumor yang serupa di tingkat ILS yang signifikan = 140% (p <0,05).
Tidak ada statistik penyimpangan antara obat yang dibandingkan (p> 0,05). Hasil otopsi menunjukkan
tidak adanya peningkatan nodul limfatik atau akumulasi ascite pada semua tikus. Perlakuan dengan
masing-masing substansi ditoleransi sama baik tanpa efek samping atau kematian akibat toksisitas.

Karena A1 berpotensi menghambat proliferasi sel MDR (Shchekotikhin et al., 2016), peneliti
menganalisis aktivitas antikanker A1 / HP-βCD in vivo pada transplantasi Р388 / ADR MDR
(Donenko et al., 1993). Untuk pengobatan resisten untuk kemoterapi model tumor, dosis tunggal A1 /
HP-βCD telah ditingkatkan menjadi 40 mg / kg selama 5 hari (dosis total 200 mg / kg). Hasilnya
disajikan pada Tabel 4. Hanya A1 / HP-βCD dengan rute administrasi secara i.p. menunjukkan ILS
yang signifikan sebesar 36% (p <0,05) tanpa gejala canceromatosis peritoneal pada semua tikus, tapi
bukan ADR.

21
Investigasi aktivitas antitumor melanoma di i.p. B16 / F10 menunjukkan ALS yang signifikan
= 26,6 [25,9-27,3] hari setelah terapi A1 / HP-βCD dengan dosis 30 mg / kg (total 150 mg / kg)
terhadap ALS = 17,8 [17,6-18,0] hari dalam kelompok kontrol. A1 / HP- βCD secara signifikan
meningkatkan masa hidup hingga tingkat ILS = 50% (p <0,001) dengan toleransi yang baik.

22
BAB IV
PENUTUP

4.1.Kesimpulan

Peneliti mengembangkan formulasi obat untuk kandidat obat antikanker yang kelarutannya
rendah dalam air, turunan anthrax[2,3-b]furan A1. Untuk meningkatkan kelarutannya, interaksi A1
dengan HP-βCD (Cavitron®) dalam larutan berair diselidiki. Agen pelaryt membentuk kompleks
inklusi dengan A1 dalam stoikiometri 1 : 1 brdasarkan data ini, prototipe formulasi lyophilised
A1/HP-βCD dengan peningkatan kelarutan dan stabilitas jangka panjang dikembangkan dan dievaluasi
.

Pengukuran konsentrasi jenuh menunjukkan bahwa kompleksasi A1/HP-βCD meningkatkan


kelarutan dalam larutan berair >10 kali lipat dibandingkan A1. Pembentukan kompleks inklusi
reversible ditentukan oleh deteksi free A1 dalam larutan formulasi reconstituted lyophilised A1/HP-
βCD dengan HPLC dan MS. Aktivitas antiproliferatif A1 dan A1/HP-βCD yang sama juga
menegaskan pelepasan A1 dari kompleks A1/HP-βCD pada kondisi fisiologis.

Studi in vivo menunjukkan bahwa HP-βCD menurunkan toksisitas akut A1 dengan jelas,
terdapat kemungkinan terjadi perubahan distribusi, bioavailabilitas, dan farmakokinetik dari bahan
aktif. LD50 dari formulasi obat A1/HP-βCD 30% lebih tinggi dari A1 (masing-masing 52.5 ± 5.4 and
68.3 ± 6.3mg/kg). Aplikasi turunan β-CD dapat digunakan untuk mengembangkan kelarutan dari A1
sebagai upaya optimisasi toksikologi, keamanan, dan toleransi. formulasi obat A1/HP-βCD
menunjukkan potensi aktivitas antikanker pada model tumor murine. Kompleks A1/HP-βCD dan A1
dalam dosis (5 × 30 mg/kg) meningkatkan masa hidup hingga 140% tikus dengan transpalntasi
leukimia P388 secara i.p. Formulasi obat A1/HP-βCD menunjukkan efikasi antitumor pada resisten
model tumor Р388/ADR dan melanoma B16 / F10.

23
DAFTAR PUSTAKA
Treshalina, H. M., Romanenko, V. I., Kaluzhny, D. N., Treshalin, M. I., Nikitin, A. A., Tikhomirov, A.
S., & Shchekotikhin, A. E. (2017). Development and pharmaceutical evaluation of the anticancer
Anthrafuran/Cavitron complex, a prototypic parenteral drug formulation. European Journal of
Pharmaceutical Sciences, 109(May), 631–637. https://doi.org/10.1016/j.ejps.2017.09.025
Treshalina, H. M., Romanenko, V. I., Kaluzhny, D. N., Treshalin, M. I., Nikitin, A. A., Tikhomirov, A.
S., & Shchekotikhin, A. E. (2017). Development and pharmaceutical evaluation of the anticancer
Anthrafuran/Cavitron complex, a prototypic parenteral drug formulation. European Journal of
Pharmaceutical Sciences, 109(May), 631–637. https://doi.org/10.1016/j.ejps.2017.09.025
J.S. Al-Otaibi, P. Teesdale Spittle, T.M. El Gogary. 2016.Interaction of
anthraquinone anti-cancer drugs with DNA, experimental and computational quantum chemical
study.Journal of Molecular Structure.

24
European Journal of Pharmaceutical Sciences 109 (2017) 631–637

Contents lists available at ScienceDirect

European Journal of Pharmaceutical Sciences


journal homepage: www.elsevier.com/locate/ejps

Development and pharmaceutical evaluation of the anticancer Anthrafuran/ MARK


Cavitron complex, a prototypic parenteral drug formulation
Helen M. Treshalinaa, Vladimir I. Romanenkoa, Dmitry N. Kaluzhnyb, Michael I. Treshalinc,
Aleksey A. Nikitind,e, Alexander S. Tikhomirovc,f, Andrey E. Shchekotikhinc,f,⁎
a
Federal State Budgetary Scientific Institution “N.N. Blokhin Russian Cancer Research Center” of the Ministry of Health of the Russian Federation, 24 Kashirskoye Shosse,
Moscow 115478, Russia
b
Engelhardt Institute of Molecular Biology, Russian Academy of Sciences, 32 Vavilov Street, Moscow 119991, Russia
c
Gause Institute of New Antibiotics, 11 B. Pirogovskaya Street, Moscow 119021, Russia
d
National University of Science and Technology “MISIS”, 4 Leninsky prospect, Moscow, 119991, Russia
e
Lomonosov Moscow State University, 1–3 Leninskiye Gory, Moscow GSP-1, 119991, Russia
f
Mendeleyev University of Chemical Technology, 9 Miusskaya Square, Moscow 125190, Russia

A R T I C L E I N F O A B S T R A C T

Keywords: To improve the water solubility of the anticancer drug candidate LCTA-2034 (A1), we investigated the formation
Anthra[2,3-b]furan of complexes of this anthrax[2,3-b]furan congener with the solubilizing 2-hydroxypropyl derivative of β-cy-
2-Hydroxypropyl-β-cyclodextrin clodextrin HP-βCD (Cavitron®). The interaction of A1 with HP-βCD resulted in the inclusion complex A1/HP-
Drug formulation βCD in 1:1 stoichiometry. The A1/HP-βCD complex was used to develop a prototype of a lyophilised drug
Anticancer activity
formulation with enhanced (> 10-fold) aqueous solubility than A1 and a long-term stability. The use of HP-βCD
Acute toxicity
decreased the acute toxicity of A1 by > 30%. The A1/HP-βCD drug formulation as well as A1 in equal doses
(5 × 30 mg/kg) to increase the lifespan by up to 140% for mice with i.p. transplanted P388 leukaemia.
Furthermore, the A1/HP-βCD formulation demonstrated a significant and reliable antitumor efficacy in a Р388/
ADR drug resistant leukaemia and B16/F10 melanoma, proving a perspective of investigations of toxicology,
biodistribution and pharmacokinetics.

1. Introduction highly potent anthra[2,3-b]furan LCTA-2034 (A1, Fig. 1) has been


discovered as a result of structural optimization of hit compounds
Cancer remains one of the main causes of mortality worldwide, and (Shchekotikhin et al., 2016). The derivative A1 has demonstrated the
the number of detected incidents increased in recent decades (Torre effects on multiple intracellular targets (Topoisomerase (Top) 1, Top 2
et al., 2016; Fortin 2013). The therapeutic efficacy is often limited due and protein kinases). At low concentrations A1 triggered apoptotic cell
to the development of multidrug resistance (MDR) in tumor cells (Shtil, death in tumor cell lines including the sublines with different MDR
2002; Nussinov et al., 2017; Kachalaki et al., 2016; Bugde et al., 2017). mechanisms. Moreover, A1 showed an outstanding antitumor activity
Hence, agents that can circumvent MDR phenotypes are considered in a model of murine P388 leukaemia, increasing the animal lifespan up
promising for pre-clinical evaluation and clinical development to 262% at tolerable doses (Shchekotikhin et al., 2016).
(Gangwar, et al., 2016; Zha et al., 2017; Yong et al., 2017; Rathore Despite these good properties A1 is poorly soluble in distilled water
et al., 2017; Genova et al. 2017). (~ 1.0 mg/ml at room temperature) and in pharmacologically accep-
Derivatives of anthraquinone (doxorubicin, farmorubicin, valru- table aqueous media under physiological conditions. This obstacle
bicin, mitoxantrone, etc.) have demonstrated a high antitumor activity. substantiates the necessity to obtain a soluble and stable drug for-
The anthraquinone scaffold is widely used in medicinal chemistry for mulation for parenteral use.
the search of new anticancer drug candidates (Soldi et al., 2015; Cyclodextrins and their derivatives, particularly hydroxyalkylated
Nicolaou et al., 2016; Chen et al., 2016; Ali et al., 2016). Our group has cyclodextrins, are applied in pharmaceutics as solubilizing agents
synthesized and evaluated a series of heterocyclic derivatives of an- (Meinguet et al., 2015; Yankovsky et al., 2016; Thiry et al., 2017;
thraquinone and identified the prospective chemotypes (Cogoi et al., Mohamed et al., 2017; Vossen et al., 2017). These natural cyclic oli-
2015; Shchekotikhin et al., 2014; Tikhomirov et al., 2015). Recently, a goglucosides have an inner cavity that can enclose a wide range of


Corresponding author at: Gause Institute of New Antibiotics, 11 B. Pirogovskaya Street, Moscow 119021, Russia.
E-mail address: instna@sovintel.ru (A.E. Shchekotikhin).

http://dx.doi.org/10.1016/j.ejps.2017.09.025
Received 22 May 2017; Received in revised form 24 August 2017; Accepted 15 September 2017
Available online 18 September 2017
0928-0987/ © 2017 Elsevier B.V. All rights reserved.
H.M. Treshalina et al. European Journal of Pharmaceutical Sciences 109 (2017) 631–637

O 2.3. Preparation of Anthrafuran/Cavitron complex (a lyophilized drug


O OH N formulation A1/HP-βCD)
NH2
*MsOH
A mixture of A1 (200 mg), (2-hydroxypropyl)-β-cyclodextrin
(Сavitron® W7 HP5 Pharma, 800 mg), sodium citrate (10 mg) and
CH3 distilled water (15.0 ml) in a sterile flask was heated to 95–98 °C and
O stirred for 10 min. After cooling the bacterial contamination and me-
chanical impurities were removed by filtering the solution under
aseptic conditions through a 0.22 μm filter (Os050, GE Osmonics,
O OH Lenntech BV). The resulting solution was diluted with sterile water to
- 20 ml. After checking A1 concentration by HPLC (the required con-
LCTA 2034 (A1) centration is 10.0 ± 0.5 mg/ml), the solution was aliquoted (2 ml) in
sterile glass vials. The vials were closed with sterile tampons and al-
Fig. 1. Structure of anthrafuran LCTA-2034 (A1). lowed for 12 h at − 70 °C. The vials with the frozen solution were put
into a freeze-drying machine (Alpha 1–2 LDplus, Martin Christ
compounds. The inclusion can significantly improve the solubility and Gefriertrocknungsanlagen) and lyophilised for 24 h at a reduced pres-
stability of hydrophobic ingredients of pharmaceutical formulations sure (0.01 mbar). The vials were then sealed with sterile rubber stop-
(Connors, 1997; Loftsson et al., 2007; Loftsson and Brewster, 2012). pers and rolled with aluminium caps. Each vial contained an amount of
The aim of this study is to evaluate the applicability of β-cyclo- A1/HP-βCD equivalent to 20 ± 1 mg of A1 (pharmacologically active
dextrin complexes for an increased solubility of A1 and to develop a component).
prototype for the parenteral drug formulation. We investigated the in-
teraction of A1 with (2-hydroxypropyl)-β-cyclodextrin (Сavitron® W7 2.4. Dynamic light scattering (DLS) measurements
HP5, HP-βCD) in aqueous solutions and the stoichiometry of
Anthrafuran/Cavitron (A1/HP-βCD) inclusion complexes. We prepared These measurements were carried out using the Malvern Zetasizer
a prototype of a water-soluble lyophilized composition with an im- Nano ZS analyzer (Malvern Instruments Ltd., Malvern) at a wavelength
proved solubility and excellent stability. Finally, comparison of cyto- of 633 nm with a solid-state He–Ne laser at a scattering angle of 173° at
toxicity, acute toxicity and in vivo anticancer potency of A1 and A1/HP- 23 °C. Solutions of A1, HP-βCD (4 mmol/l) and their mixture in molar
βCD clearly demonstrated the advantages of the new formulation. ratios 1:1 and 1:2.5 were prepared by dissolving of samples in the re-
spective volumes of Na acetate buffer (20 mmol/l, pH 5.0) at room
2. Experimental section temperature. For DLS analysis, each sample was filtered through a
0.2 μm membrane (Macherey-Nagel) and immediately investigated.
2.1. Materials The size distribution of scattering objects was calculated with Zetasizer
Nano 4.2 software using an algorithm based upon the Mie theory which
An amorphous substance of (S)-3-(3-aminopyrrolidine-1‑carbonyl)- transforms time-varying intensities to particle diameters.
4,11-dihydroxy-2-methylanthra[2,3-b]furan-5,10-dione methanesulfo-
nate dyhydrate (A1) was synthesized following the previously reported 2.5. Determination of saturating concentrations
method (Shchekotikhin et al., 2016). The (2-hydroxypropyl)-β-cyclo-
dextrin (Сavitron® W7 HP5 Pharma, Ashland Inc.) was generously do- Compound A1 (20 mg) or the lyophilised A1/HP-βCD drug for-
nated by Ashland Specialty Ingredients. All other solvents, chemicals mulation (100 mg) were added to double-distilled water (1 ml) in a
and reagents were purchased from Sigma-Aldrich (unless specified sealed vial and incubated in a water bath at 22 °C for 1 h. The super-
otherwise) and used without purification. natant was filtered through Millex-HV Durapore® PVDF filter
(0.45 μm), the first 3 drops were discarded, and the resulting solution
2.2. Evaluation of Anthrafuran/Cavitron complex formation (0.25 ml) was diluted with double-distilled water to 50 ml for high-
performance liquid chromatography (HPLC) analysis.
A solution of (2-hydroxypropyl)-β-cyclodextrin (HP-βCD; 200 mM)
was prepared by dissolving HP-βCD in distilled water. A solution of A1 2.6. HPLC
(50 mmol/l in 20 mmol/l Na acetate buffer, pH 5.0, 23 °C) was titrated
with the HP-βCD solution. Fluorescence spectra were obtained with a The concentration of A1 in the aqueous solutions for preparation of
Varian Cary Eclipse spectrofluorimeter (USA). The fluorescence at the lyophilized drug formulation, as well as in the solubility and sta-
540 nm was registered with excitation at 450 nm. Spectral width of the bility tests was quantified by a validated HPLC method using a
slit was 5 nm. The fluorescence polarization (P) was calculated using Shimadzu Class-VP V6.12SP1 system. A GraceSmart® RP 18 analytical
the equations: column with 5 μm particles (250 × 6 mm) was used with a mobile
phase composed of a mixture of 0.01 M H3PO4 and acetonitrile (pH 2.7,
P = (Ivv –G × Ivh ) (Ivv + G × Ivh ); G = Ihh Ihv
System A). The column temperature was kept constant at 22 °C. The
where Ivv and Ivh are the intensities of the vertical and horizontal sample (20 μl) was injected and eluted with the gradient of acetonitrile
fluorescence components when excited vertically with polarized light, (from 20 to 60%) in the mobile phase. The chromatographic run time
Ihv and Ihh are the intensities when excited horizontally (Lakowicz, was set to 30 min, the flow rate was set at 1 ml/min, the detection
2006). wavelength was 260 nm, and the retention time of A1 (tR) was close to
The kinetics of the fluorescence decay was measured on an 17 min (see representative HPLC tracks in Supplementary material,
EasyLife™ V taumeter (OBB Corp) with excitation by a pulsed LED with Figs. S1, 2, 5, 6). Quantification of A1 was based on peak area mea-
spectral maximum 435 nm and IRF (Fig. 3). The lifetime (τ) was cal- surements using the interim reference standard Anthrafuran A1. The
culated by the single-exponential decay law with EasyLife™ software. purity of A1 was calculated by dividing the area of the A1 peak by total
The rotational relaxation time (Θ) was calculated as: peak area (100%). An alternative HPLC method with a mobile phase
composed of 0.2% ammonium formiate and acetonitrile (pH 7.4,
Θ = τ (1 P0 −1 3) (1 P − 1 P0 ),
System B) was used for an additional analysis of quality of A1 substance
where P0 = 0.5 is the limiting polarization. and A1/HP-βCD drug formulation. The retention time of A1 (tR) under

632
H.M. Treshalina et al. European Journal of Pharmaceutical Sciences 109 (2017) 631–637

the same HPLC condition as for System A, was close to 21 min Moscow). To obtain the inoculating material each of strain tumor
(Supplementary material, Figs. S3, 4). models was transplanted twice on the donor mice of DBA2 or C57Bl6j
accordingly. Then suspension of 1 × 106 leukaemia cells or 50 mg/
2.7. Stability studies 0.2 ml of melanoma tissues with the culture medium 199 were prepared
and implanted into each of mice. All the mice for the tumor trans-
Samples of the lyophilized A1/HP-βCD drug formulation in capped plantation were obtained from branch of Center of Biomedical
glass vials were stored in a climate cabinet at 22 ± 1 °C, 60 ± 5% re- Technologies “Stolbovaya” (Russia) and contained in the Animal
lative humidity (RH) and at 60 ± 1 °C, 60 ± 5% RH (Jouan EU170). Department of the “N.N. Blokhin Russian Cancer Research Center”. For
Each vial contained an amount equivalent to 20 mg of A1 substance. experimental evaluation there were used 2–10 passages of tumor in
Samples stored at long-term storage conditions (22 °C) were tested at 0, mice.
1, 3, 6 and 12 months. Samples stored at accelerated conditions (60 °C)
were also analysed at 0, 1 and 2 months. The studied parameters were 2.11. Drugs for animal treatment
physical stability (by visual inspection) and chemical stability using the
HPLC method described in Section 2.6. Physical instability was defined Solutions of A1 substance or lyophilized A1/HP-βCD drug for-
as changes in color or quality of a freeze-dried cake or by the visible mulation contained 2 mg/ml of the active ingredient A1. The substance
precipitation after reconstitution of samples. None of the above signs of of A1 in the isotonic solution glucose (ISG) was pre-warmed to 50–60°С,
physical instability were observed in any stored samples. The purity of then cooled down to room temperature and injected i.p. into the ani-
A1/HP-βCD drug formulation was determined by HPLC (UV detection, mals. The solution of A1/HP-βCD was prepared by adding 10 ml ISC
260 nm) and calculated by dividing the area of the A1 peak by total per one vial (contained 20 mg of A1) of the lyophilized drug formula-
peak area (100%). tion and shook 2–3 min for complete dissolution of the composition.
Control mice were injected i.p. with ISC. Treatment was performed
2.8. Cytotoxicity daily for 5 days beginning on day 2 after tumor inoculation. The daily
dose of the drugs was 30 mg/kg or 40 mg/kg; total doses were 150 mg/
The HCT116 colon carcinoma cell line (ATCC) was cultured in kg or 200 mg/kg, respectively. These dosages were chosen as equally
Dulbecco modified Eagle's medium supplemented with 5% fetal calf effective according to screening of a wide range of doses and similar
serum (HyClone, Logan, UT), 2 mM L-glutamine, 100 U/ml penicillin, schedule (Shchekotikhin et al., 2016). MDR in P388/ADR was main-
and 100 μg/ml streptomycin. Cells in logarithmic phase of growth were tained with 7.5 mg/kg single dose of Doxorubicin (Lance-Pharm Ltd.,
used in the experiments. The substance A1 and A1/HP-βCD drug for- Russia) (Goldenberg et al., 1986; Deffie et al., 1988; De Jong et al.,
mulation were dissolved in 10% aqueous DMSO as 10 mM stock solu- 1995; Nourbakhsh et al., 2015).
tions followed by serial dilutions in water immediately before experi-
ments. The assays were performed in 96-well microtiter plates. To each 2.12. Evaluation of the antitumor activity
well 5 × 104 tumor cells and a given concentration of the tested
compound were added. Cells were allowed to proliferate for 72 h at For calculation of the standard criteria of the antitumor activity was
37 °C in a humidified CO2-controlled atmosphere. At the end of the used the standard criteria as increasing of life span ILS ≥ 25% for the
incubation period, cells were counted in a Coulter counter. The IC50 mice with P388 (parental sensitive), and average of life span (ALS,
was defined as the concentration of the compound that inhibited cell days) for P388/ADR or B16/F10. Effectiveness of A1/HP-βCD on the
proliferation by 50%. Cell viability was evaluated by an MTT test above-mentioned criteria was used for the definition of significant and
(Shchekotikhin et al., 2016). reliable antitumor efficacy. Adequate groups of the mice for the both
tumor model were used for the efficacy control. Statistical analysis of
2.9. Toxicity in vivo obtained data was made with Fisher method through statistically
Program Excel 2013 with Fisher t-test; the reliable differences were
The acute toxicity of A1 and A1/HP-βCD was evaluated in calculated for p < 0.05. Calculated experimental results are presented
F1[DBA2 × C57Bl6j] female mice 20–24 g (bred at the Andreevka in corresponding illustrations. Tolerance of the therapy was evaluation
branch of Scientific Center of Biomedical Technologies, Russia). Each based on the mice condition and behaviour. At the final stage of the
cohort consisted of 6 mice. A1 and A1/HP-βCD (0.2% in 5% glucose) experiment, all the remaining animals were euthanized under the
and administered i.p. at single doses (20–90 mg/kg). Lethal doses were general anaesthesia using an ether overdose, in accordance with the
evaluated using a “StatPlus-2006” software, based on Litchfield- European Convention for the Protection of Vertebrate Animals Used for
Wilcoxon probit method for the standard calculating LD50 value Experimental and Other Scientific Purposes (Newcomer, 2012). By the
(Litchfield and Wilcoxon, 1949). autopsy of the dead mice were revealed the local symptoms of perito-
neal leukaemia canceromatosis: increasing of lymphatic nodules and
2.10. In vivo tumor models ascites liquid in peritoneal cavity.

For the study were chosen the following transplantable tumor 3. Results and discussion
strains growing on the regular mice intraperitoleally (i.p.) P388 or
P388/ADR lympholeukaemia, which is primarily resistant to 3.1. Evaluation of Anthrafuran/Cavitron complex formation
Adriamycin (ADR) and cross-resistant to other anthracyclines, dau-
norubicin, taxanes, vinca alkaloids, and other bulky chemotherapeutic The interaction of A1 with HP-βCD in an aqueous solution was
agents due to drug efflux associated with over-expression of trans- evaluated by fluorescence intensity and fluorescence polarization. The
membrane transporter P-gp in the tumor cells (Donenko et al., 1993; fluorescence and polarization of A1 synchronously increased with the
Gupta et al., 1991; Borst et al., 2000; Gottesman et al., 2002; Szakács concentration of HP-βCD (Fig. 2). This suggests that both parameters
et al., 2006). Moreover was used i.p. transpnanted murine B16/F10 reflect the process of the complexation. The shape of the fluorescence
melanoma (original cell culture №CRL-6475™ ATCC®) with more sen- spectra did not change, indicating that the fluorophore in the same form
sitive to i.p. chemotherapy then its subcutaneous strain (Goldin et al., are free in the solution and are present in the complex (Fig. 3A).
1980). The increased fluorescence and polarization indicate an increase in
Choosing tumor strains were obtained from the Tumor Strains the hydrodynamic volume of the complex compared to free compound.
Collection of the «N.N. Blokhin Russian Cancer Research Center» (TSC, To confirm this observation dynamic light scattering (DLS)

633
H.M. Treshalina et al. European Journal of Pharmaceutical Sciences 109 (2017) 631–637

Absorption of A1 with the addition of HP-βCD did not change sig-


nificantly. The rotational correlation time of A1 and its complex with
HP-βCD (Table 1) was calculated with the lifetime of fluorescence and
polarization. The interaction of A1 with HP-βCD resulted in an increase
in the rotational correlation time by 3.7-fold, which corresponds to the
ratio of molecular masses of free molecule and the complex and char-
acterizes the formation of a complex between one molecule of A1
(Mr = 503) and one molecule of HP-βCD (Mr ~ 1579).

3.2. Preparation and evaluation of Anthrafuran/Cavitron drug formulation

Interaction of A1 with HP-βCD in aqueous solutions and the effec-


tive concentration of binding strongly suggested the inclusion of A1 in
the HP-βCD cavity (Connors, 1997; Loftsson and Brewster, 2012;
Mallick et al., 2014). The parameters of complexation of A1 were used
to develop a prototype of lyophilized drug formulation based on the
Fig. 2. The fluorescence intensity of A1 and fluorescence polarization increase with in- A1/HP-βCD complex. Although the stoichiometry of complexation was
creasing concentrations of HP-βCD. defined as 1:1, the amount of cyclodextrin in pharmaceutical for-
mulations not necessarily reflects this ratio. Normally the concentra-
measurements were carried out for free A1, HP-βCD and their stoi- tions of cyclodextrin bigger than a stoichiometric (that depends on
chiometric mixture in aqueous solutions at equal concentrations complexation efficiency) are needed to achieve drug solubilisation (Rao
(4 mmol/l, Fig. 4A). The analysis of size distribution showed a mono- and Stella, 2003; Brewster and Loftsson, 2007; Loftsson et al., 2007).
disperse nature of samples. The solutions of free A1 and HP-βCD had The molar ratio of A1 and HP-βCD for drug formulation was calculated
mean hydrodynamic size values 0.72 and 0.83 nm with the poly- considering the complexation efficiency:
dispersity index (PDI) 0.11 and 0.17, respectively. The equimolar A1: HP − βCD = 1: (1 + EC So) = 1: 1.4
mixture A1/HP-βCD also showed unimodal dispersion with the hy-
drodynamic size 1.12 nm and PDI = 0.27. Accordingly, the interaction where EC = 1.0 mmol/l (the effective concentration of binding);
of A1 with HP-βCD at the molar ratio 1:1 led to an increased hydro- S0 = 2.4 mmol/l (the solubility of free A1, see Table 2).
dynamic volume (compared with free A1 and HP-βCD) and to the Optimization of the drug formulation showed that the molar ratio
formation of particles with a size corresponding to the inclusion com- can be slightly reduced to 1:1.3. Freeze-drying of the aqueous A1/HP-
plexes (Connors, 1997; Lucio et al., 2017). The increase of HP-βCD βCD mixture in this ratio led to the formation of uniform red-colored
concentrations (> 4 mmol/l) led to appearance of another size of cakes that quickly formed a homogeneous solution after the addition of
scattering objects in the solution. At the molar ratio 1:2.5 the second water or 5% ISG at room temperature.
distribution appeared around 68 nm and this signal increased with the Next, the saturating concentrations of A1 for the drug substance and
concentration of HP-βCD (Fig. 4B). Similar bimodal distribution of A1/HP-βCD formulation were compared to determinate whether the
scattering objects can be attributed to self-aggregation of cyclodextrins addition of HP-βCD increases water solubility of A1. As shown in
and drug-cyclodextrin complexes (Lucio et al., 2017). Formation of Table 2, HP-βCD significantly increased the solubility of A1. The sa-
nanoaggregates in solutions with higher molar ratios of HP-βCD may be turating concentration of A1/HP-βCD was 19 mg/ml vs 1.2 mg/ml for
important in further increase of A1 solubility. A1 substance. This confirms that holding the hydrophobic chromo-
An approximation of the fluorescence and polarization changes by phore of A1 in the cavity of HP-βCD can efficiently improve water
the equation 1 / (1 + [HP-βCD] / EC) was used to determine the ef- solubility. The inclusion of A1 into HP-βCD was reversible as de-
fective concentration of binding of A1 to HP-βCD. The approximation is termined by HPLC and mass-spectrometry data. Indeed, A1/HP-βCD
shown as continuous curves in Fig. 2. The fluorescence changes reflect was detected as free A1 by HPLC analysis: the retention time (tr) of the
ECf = 1.2 mmol/l, and for changes in the fluorescence polarization, main peak in chromatograms of the reconstituted lyophilized A1/HP-
ECp = 1.0 mmol/l. βCD at different eluting conditions (pH 2.5 and 7.4) corresponded to tr
The fluorescence lifetime of A1 was measured in the presence and of the main peak of the reference A1 (Figs. S1–4, Supplementary ma-
absence of HP-βCD. Fig. 3B demonstrates that a higher concentration of terial). Moreover, free A1 and HP-βCD in a reconstituted lyophilized
HP-βCD was accompanied by an increase of the fluorescence lifetime. A1/HP-βCD formulation were also detected by mass-spectrometry (Fig.
The increased fluorescence intensity is associated with an increase in S8, Supplementary material). Thus, the developed freeze-dried A1/HP-
average lifetime and hence the quantum yield of fluorescence. βCD composition demonstrates a convenient prototypic formulation for
the parenteral application of A1.

1000 1000
free IRF
Fluorescence intensity, au
Fluorescence intensity, au

800 1 mM 800 free


2 mM 1 mM
600 600 2 mM
4 mM
4 mM
400 6 mM 400
6 mM
10 mM
200 200 10 mM

0 0
450 550 650 750 58 63 68 73 78
Wavelength, nm A Time, ns B
Fig. 3. The fluorescence spectra (A) and fluorescence decay curves (B) of A1 upon binding to HP-βCD at different concentrations.

634
H.M. Treshalina et al. European Journal of Pharmaceutical Sciences 109 (2017) 631–637

Fig. 4. DLS measurements of size distribution in acetate buffer pH 5.0, 23 °C: A1, HP-βCD and A1/HP-βCD at 4 mmol/l (A); 4 mmol/l A1 in the presence of 10 mmol/l A1/HP-βCD (B).

Table 1 98,3
Fluorescence lifetime and rotational correlation time of free A1 and in complex with HP-

Anthrafuran A1 content, %
βCD.

HP-βCD, mM Fluorescence lifetime, ns χ2 Θ, ps


98,2
0 3.1 1.05 179 ± 5
10 3.8 1.00 671 ± 3 60OC
22OC
Table 2 98,1
Solubility of A1/HP-βCD and A1 in distilled water and parameters of in vitro/in vivo
toxicity.

Agent A1 saturating IC50a,c LD50d on F1♀, MTDe on F1♀,


concentrationa,b, mg/ml HCT116, mg/kg mg/kg 98,0
μmol

A1
A1/HP-
1.2 ± 0.1
19.1 ± 0.3
6.4 ± 0.6
6.2 ± 0.7
52.5 ± 5.4
68.3 ± 6.2
39.4 ± 1.9
47.6 ± 2.3
0 2 4 6 8 10 12
βC- Time, months
D
Fig. 5. Average anthrafuran A1 content with SD (n = 4) of the lyophilized A1/HP-βCD
a drug formulation stored at 22 °C and 60 °C.
Values are mean ± SD (n = 3).
b
T = 22°С.
c
IC50, concentration of A1 that inhibited cell proliferation by 50%.
d
LD50, dose causing death of 50% animals after i.p. administration. does not affect the antiproliferative potency of A1. The lack of sig-
e
MTD (maximum tolerated dose; LD10), dose causing death of 10% animals after i.p. nificant differences in the activity of free A1 and A1/HP-βCD drug
administration. formulation also indicates that the efficacy of the developed drug for-
mulation is associated with the released A1.
Finally, physical and chemical stability of the A1/HP-βCD proto- In contrast to the results in cell culture, evaluation of the toxicity in
type were screened by long-term storage and accelerated aging. The vivo revealed differences between the lyophilized A1/HP-βCD for-
lyophilized A1/HP-βCD drug formulation was chemically stable, with mulation and A1. For A1/HP-βCD, the LD50 value 68.3 ± 6.2 mg/kg
~ 99% (from an initial quantity of the agent) of A1 content remaining was notably higher than that for A1 (LD50 = 52.5 ± 5.4 mg/kg,
after 12 months at 22 °C and at 60 °C for 2 months (Fig. 5). During the Table 2). Thus, although the inclusion of the active ingredient in cy-
long-term storage a small increase of some degradation products was clodextrin does not influence for the growth rate of tumor cells in
observed, most of which were components B and C (Figs. S1, 2, 5, 6, culture, the complexation markedly reduced the acute toxicity. This fact
Supplementary material). The same unidentified impurities were found opens up an opportunity for widening the therapeutic window and
in the samples of A1 substance. Most likely they are anthrafuran related escalation of doses of A1.
compounds since they have similar UV spectra (Fig. S7, Supplementary
material). No changes in color, quality of a freeze-dried cake and clarity
after reconstitution of the composition were observed in any of tested 3.4. Antitumor activity
samples. We therefore evaluated the A1/HP-βCD formulation for an-
titumor activity and toxicology. The specific activity of A1/HP-βCD was evaluated in in vivo murine
tumor models. First, we compared the therapeutic efficacy of A1/HP-
3.3. Cytotoxicity in cell culture and acute in vivo toxicity of Anthrafuran/ βCD and A1 in the P388 model under control of tolerance. The results
Cavitron drug formulation are present in Table 3. With daily doses of 30 mg/kg (total dose of
150 mg/kg), both A1 and A1/HP-βCD had similar antitumor activity at
Complexation of the active ingredient may result in changes to its a significant level of ILS = 140% (p < 0.05). There was no statistical
specific activity or toxicity, so we compared the cytotoxicity and acute deviation among the compared drugs (p > 0.05). Autopsy results de-
toxicity of A1 and the A1/HP-βCD complex. The antiproliferative effect monstrated an absence of increasing lymphatic nodules or ascite ac-
of A1 and lyophilized A1/HP-βCD was investigated against human cumulation in all mice. The treatments with each substance were tol-
colon cancer cell line HCT116 (Table 2). Values of IC50 were similar for erated equally well without any side effects or death from toxicity.
A1 and A1/HP-βCD indicating that the complexation with HP-βCD Since A1 potently inhibited the proliferation of MDR cells

635
H.M. Treshalina et al. European Journal of Pharmaceutical Sciences 109 (2017) 631–637

Table 3 prototype of lyophilised A1/HP-βCD formulation with improved solu-


Antitumor efficacy of A1 and A1/HP-βCD in the Р388 model. bility and long-term stability was developed and evaluated.
Measurements of the saturating concentration showed that the A1/HP-
Group Single Antitumor efficacy
dosea βCD complexation enhanced the aqueous solubility >10-fold com-
ILS, % Number of mice with symptoms of pared to A1. The formation of the inclusion complex is reversible as
peritoneal canceromatosisb, determined by detection of free A1 in the solution of the reconstituted
lyophilized A1/HP-βCD formulation by HPLC and MS. Similar anti-
Ascites Lymphatic nodules
proliferative activity of A1 and A1/HP-βCD also confirmed the release
Control (5% 0.5 ml – 5/5 5/5 of A1 from the A1/HP-βCD complex at physiological conditions.
glucose) The in vivo study demonstrated that HP-βCD clearly decreased the
A1 30 mg/kg 143c 0/6 0/6 acute toxicity of A1, probably via changes in distribution, bioavail-
A1/HP-βCD 142c 0/5 0/6
ability, and pharmacokinetics of the active ingredient. Notably, LD50 for
a
Daily i.p. for 5 days; the A1/HP-βCD drug formulation was 30% higher than for A1
b
On the day of death from leukaemia; (52.5 ± 5.4 and 68.3 ± 6.3 mg/kg, respectively). Thus, the application
c
Significant deviation from control (p < 0.05) without significant deviation between of β-CD derivatives can be useful for improvement of solubility of A1 as
the treated groups. well as optimization toxicology, safety and tolerance.
Finally, the A1/HP-βCD drug formulation showed a potent anti-
Table 4 tumor activity in the murine tumor models. The A1/HP-βCD complex
Efficacy of A1/HP-βCD on MDR tumor model Р388/ADR.
and A1 in equal doses (5 × 30 mg/kg) increased life spans up to 140%
Group Single dose Antitumor efficacy of mice with i.p. transplanted P388 leukaemia. Furthermore, the A1/
HP-βCD drug formulation demonstrated significant and reliable anti-
ILS, % Number of mice with symptoms of tumor efficacy on the Р388/ADR resistant tumor model and B16/F10
peritoneal canceromatosisa,
melanoma. Further studies on animal models are underway to verify
Ascites Lymphatic nodules optimal protocols for application of the A1/HP-βCD formulation.
Additional studies are needed to fully characterize the toxicology,
Control (5% 0.5 m b
– 5/5 5/5 biodistribution, and pharmacokinetics of the A1/HP-βCD formulation
glucose)
b c
for further in-depth preclinical evaluation of A1.
A1/HP-βCD 40 mg/kg 36 3/6 3/6
ADR 7.5 mg/kgc 1 5/5
Acknowledgements
a
On the day of death from leukaemia;
b
Daily for 5 days; This study was supported by the Ministry of Industry and Trade of
c
Significant deviation were p < 0.05 against control or single dose of ADR, needed for
the Russian Federation (state contract 12411.1008799.13.007). The
to maintain resistance.
authors are thankful to Dr. L.G. Dezhenkova and N.M. Malyutina and
Dr. A.M. Korolev (Gause Institute of New Antibiotics, Moscow) for MTT
Table 5
Efficacy of the A1/HP-βCD against i.p. B16/F10 melanoma.
assays, HPLC and MS analysis, and to Olga Tyurina (Ashland Specialty
Ingredients) for providing HP-βCD (Cavitron®).
Group Single dosea ALSb, days ILS, %
Appendix A. Supplementary data
Control (5% glucose) 0.5 ml 17.8 [17.6 ÷ 18.0] –
A1/HP-βCD 30 mg/kg 26.6 [25.9 ÷ 27.3] 50c
Supplementary data to this article can be found online at http://dx.
a
Daily for 5 days; doi.org/10.1016/j.ejps.2017.09.025.
b
Average of life span;
c
Significant difference compared with control, p < 0.001. References

(Shchekotikhin et al., 2016), we analysed the anticancer activity of A1/ Ali, A.A.A., Lee, Y.R., Chen, T.C., Chen, C.L., Lee, C.C., Shiau, C.Y., Chiang, C.H., Huang,
HP-βCD in vivo on the Р388/ADR MDR transplants (Donenko et al., H.S., 2016. Novel anthra[1,2-c][1,2,5]thiadiazole-6,11-diones as promising antic-
1993). For treatment of this resistant to chemotherapy tumor model, ancer lead compounds: biological evaluation, characterization & molecular targets
determination. PLoS One 11 (4), e0154278.
the single dose of A1/HP-βCD was escalated to 40 mg/kg for 5 days Borst, P., Evers, R., Kool, M., Wijnholds, J., 2000. A family of drug transporters: the
(total dose of 200 mg/kg). The results are presented in Table 4. Only multidrug resistance-associated proteins. J. Natl. Cancer Inst. 92, 1295–1302.
A1/HP-βCD with i.p. administration revealed a significant ILS of 36% Brewster, M.E., Loftsson, T., 2007. Cyclodextrins as pharmaceutical solubilizers. Adv.
Drug Deliv. Rev. 59, 645–666.
(p < 0.05) without symptoms of peritoneal canceromatosis in all mice,
Bugde, P., Biswas, R., Merien, F., Lu, J., Liu, D.-X., Chen, M., Zhou, S., Li, Y., 2017. The
but not ADR. therapeutic potential of targeting ABC transporters to combat multi-drug resistance.
The investigation of the antitumor activity on i.p. B16/F10 mela- Expert Opin. Ther. Targets 21 (5), 511–530.
Chen, W.L., Wang, Z.H., Feng, T.T., Li, D.D., Wang, C.H., Xu, X.L., Zhang, X.J., You, Q.D.,
noma (Table 5) demonstrated a significant ALS = 26.6 [25.9–27.3]
Guo, X.K., 2016. Discovery, design and synthesis of 6H-anthra[1,9-cd]isoxazol-6-one
days after A1/HP-βCD therapy with doses of 30 mg/kg (total 150 mg/ scaffold as G9a inhibitor through a combination of shape-based virtual screening and
kg) against ALS = 17.8 [17.6–18.0] days in the control group. A1/HP- structure-based molecular modification. Bioorg. Med. Chem. 24, 6102–6108.
βCD significantly increased the lifespan up to the level of ILS = 50% Cogoi, S., Zorget, S., Shchekotikhin, A.E., Xodo, L.E., 2015. Potent apoptotic response
induced by chloroacetamidine anthrathiophenediones in bladder cancer cells. J. Med.
(p < 0.001) with good tolerance. Chem. 58, 5476–5485.
Connors, K.A., 1997. The stability of cyclodextrin complexes in solution. Chem. Rev. 97,
1325–1357.
4. Conclusion De Jong, G., Gelmon, K., Bally, M., Goldie, J., Mayer, L., 1995. Modulation of doxorubicin
resistance in P388/ADR cells by Ro44-5912, a tiapamil derivative. Anticancer Res.
We developed a drug formulation for a poorly water soluble antic- 15, 911–916.
Deffie, A.M., Alam, T., Seneviratne, C., Beenken, S.W., Batra, J.K., Shea, T.C., Henner,
ancer drug candidate, the anthrax[2,3-b]furan derivative A1. To im- W.D., Goldenberg, G.J., 1988. Multifactorial resistance to adriamycin: relationship of
prove its solubility the interaction of A1 with HP-βCD (Cavitron®) in DNA repair, glutathione transferase activity, drug efflux, and P-glycoprotein in
aqueous solutions was investigated. The solubilizing agent formed an cloned cell lines of adriamycin-sensitive and -resistant P388 leukemia. Cancer Res.
48, 3595–3602.
inclusion complex with A1 in 1:1 stoichiometry. Based on these data, a

636
H.M. Treshalina et al. European Journal of Pharmaceutical Sciences 109 (2017) 631–637

Donenko, F.V., Sitdikova, S.M., Kabieva, A.O., 1993. The cross resistance to cytostatics of Nourbakhsh, M., Jaafari, M.R., Lage, H., Abnous, K., Mosaffa, F., Badiee, A., Behravan, J.,
leukemia P388 cells with induced resistance to doxorubicin. Bull. Exp. Biol. Med. 116 2015. Nanolipoparticles-mediated MDR1 siRNA delivery reduces doxorubicin re-
(9), 309–311. sistance in breast cancer cells and silences MDR1 expression in xenograft model of
Fortin, S., 2013. Advances in the development of hybrid anticancer drugs. Expert Opin. human breast cancer. Iran J. Basic Med. Sci. 18, 385–392.
Drug Discovery 8, 1029–1047. Nussinov, R., Tsai, C.-J., Jang, H., 2017. A new view of pathway-driven drug resistance in
Gangwar, S., Vite, G., Pitsinos, M.N., 2016. Streamlined total synthesis of uncialamycin tumor proliferation. Trends Pharmacol. Sci. 38 (5), 427–437.
and its application to the synthesis of designed analogues for biological investiga- Rao, V.M., Stella, V.J., 2003. When can cyclodextrins be considered for solubilizing
tions. J. Am. Chem. Soc. 138 (26), 8235–8246. purposes? J. Pharm. Sci. 92, 927–932.
Genova, C., Rijavec, E., Biello, F., Rossi, G., Barletta, G., Dal Bello, M.G., Vanni, I., Coco, Rathore, R., McCallum, J.E., Varghese, E., Florea, A.M., Büsselberg, D., 2017. Overcoming
S., Alama, A., Grossi, F., 2017. New systemic strategies for overcoming resistance to chemotherapy drug resistance by targeting inhibitors of apoptosis proteins (IAPs).
targeted therapies in non-small cell lung cancer. Expert. Opin. Pharmacother. 18 (1), Apoptosis. http://dx.doi.org/10.1007/s10495-017-1375-1.
19–33. Shchekotikhin, A.E., Glazunova, V.A., Dezhenkova, L.G., Luzikov, Yu.N., Buyanov, V.N.,
Goldenberg, G.J., Wang, H., Blair, G.W., 1986. Resistance to adriamycin: relationship of Treshalina, H.M., Lesnaya, N.A., Romanenko, V.I., Kalyuzhny, D.N., Balzarini, J.,
cytotoxicity to drug uptake and DNA single- and double-strand breakage in cloned Agama, K., Pommier, Y., Shtil, A.A., Preobrazhenskaya, M.N., 2014. Synthesis and
cell lines of adriamycin-sensitive and -resistant P388 leukemia. Cancer Res. 46, evaluation of new antitumor 3-aminomethyl-4,11-dihydroxynaphtho[2,3-f]indole-
2978–2983. 5,10-diones. Eur. J. Med. Chem. 86, 797–805.
Goldin, A., Kline, I., Sof'ina, Z., Syrkin, A. (Eds.), 1980. Methods of selecting antitumor Shchekotikhin, A.E., Dezhenkova, L.G., Tsvetkov, V.B., Luzikov, Y.N., Volodina, Y.L.,
drugs in the United States and Soviet Union, chapter in experimental evaluation of Tatarskiy, V.V., Kalinina, A.A., Treshalin, M.I., Treshalina, H.M., Romanenko, V.I.,
antitumor drugs in USA and USSR and clinical correlation. NCI Monogr. 55, 25–50. Kaluzhny, D.N., Kubbutat, M., Schols, D., Pommier, D., Shtil, A.A., Preobrazhenskaya,
Gottesman, M.M., Fojo, T., Bates, S.E., 2002. Multidrug resistance in cancer: role of ATP- M.N., 2016. Discovery of antitumor anthra[2,3-b]furan-3-carboxamides: optimiza-
dependent transporters. Nat. Rev. Cancer 2, 48–58. tion of synthesis and evaluation of antitumor properties. Eur. J. Med. Chem. 112,
Gupta, S., Kim, J., Gollapudi, S., 1991. Reversal of daunorubicin resistance in P388/ADR 114–129.
cells by itraconazole. Itraconazole and multidrug resistance. J. Clin. Invest. 87, Shtil, A.A., 2002. Multifactorial drug resistance: P-glycoprotein on the apex of the pyr-
1467–1469. amyd. J. Hematother. Stem Cell Res. 11, 437–439.
Kachalaki, S., Ebrahimi, M., Khosroshahi, L.M., Mohammadinejad, S., Baradaran, B., Soldi, R., Horrigan, S.K., Cholody, M.W., Padia, J., Sorna, V., Bearss, J., Gilcrease, G.,
2016. Cancer chemoresistance; biochemical and molecular aspects: a brief overview. Bhalla, K., Verma, A., Vankayalapati, H., Sharma, S., 2015. J. Med. Chem. 58,
Eur. J. Pharm. Sci. 89 (30), 20–30. 5862–5864.
Lakowicz, J.R., 2006. Principles of Fluorescence Spectroscopy, 3rd ed. 954 Springer US. Szakács, G., Paterson, J.K., Ludwig, J.A., Booth-Genthe, C., Gottesman, M.M., 2006.
Litchfield Jr., J.T., Wilcoxon, F., 1949. A simplified method of evaluating dose-effect Targeting multidrug resistance in cancer. Nat. Rev. Drug Discov. 5, 219–234.
experiments. J. Pharmacol. Exp. Ther. 96, 99–113. Thiry, J., Krier, F., Ratwatte, S., Thomassin, J.-M., Jerome, C., Evrard, B., 2017. Hot-melt
Loftsson, T., Brewster, M.E., 2012. Cyclodextrins as functional excipients: methods to extrusion as a continuous manufacturing process to form ternary cyclodextrin in-
enhance complexation efficiency. J. Pharm. Sci. 101, 10–12. clusion complexes. Eur. J. Pharm. Sci. 96, 590–597.
Loftsson, T., Hreinsdottir, D., Masson, M., 2007. The complexation efficiency. J. Incl. Tikhomirov, A.S., Shchekotikhin, A.E., Lee, Y.H., Chen, Y.A., Yeh, C.A., Tatarskiy, V.V.,
Phenom. Macrocycl. Chem. 57, 545–552. Dezhenkova, L.G., Glazunova, V.A., Balzarini, J., Shtil, A.A., Preobrazhenskaya, M.N.,
Lucio, D., Irache, J.M., Font, M., Martínez-Ohárriz, M.C., 2017. Nanoaggregation of in- Chueh, P.J., 2015. Synthesis and characterization of 4,11-diaminoanthra[2,3-b]
clusion complexes of glibenclamide with cyclodextrins. Int. J. Pharm. 519, 263–271. furan-5,10-diones: tumor cell apoptosis through tNOX-modulated NAD+/NADH
Mallick, A., Majumdar, T., Haldar, B., Roy, U.K., 2014. Binding interaction of a newly ratio and SIRT1. J. Med. Chem. 58, 9522–9534.
developed bisindole drug molecule with α-cyclodextrin: face to face shielding of Torre, L.A., Siegel, R.L., Ward, E.M., Jemal, A., 2016. Global cancer incidence and
indole hoops. RSC Adv. 4, 38206–38212. mortality rates and trends - an update. Cancer Epidem. Biomar. 25 (1), 16–27.
Meinguet, C., Masereel, B., Wouters, J., 2015. Preparation and characterization of a new Vossen, A.C., Velde, I., Smeets, O.S.N.M., Postma, D.J., Eckhardt, M., Vermes, A., Koch,
harmine-based antiproliferative compound in complex with cyclodextrin: increasing B.C.P., Vulto, A.G., Hanff, L.M., 2017. Formulating a poorly water soluble drug into
solubility while maintaining biological activity. Eur. J. Pharm. Sci. 77, 135–140. an oral solution suitable for paediatric patients; lorazepam as a model drug. Eur. J.
Mohamed, E.A., Hashim, I.I.A., Yusif, R.M., Suddek, G.M., Shaaban, A.A.A., Badria, Pharm. Sci. http://dx.doi.org/10.1016/j.ejps.2017.01.025.
F.A.E., 2017. Enhanced in vitro cytotoxicity and anti-tumor activity of vorinostat- Yankovsky, I., Bastien, E., Yakovets, Y., Khludeyev, I., Lassalle, H.-P., Grafe, S.,
loaded pluronic micelles with prolonged release and reduced hepatic and renal Bezdetnaya, L., Zorin, V., 2016. Inclusion complexation with β-cyclodextrin deriva-
toxicities. Eur. J. Pharm. Sci. 96, 232–242. tives alters photodynamic activity and biodistribution of meta-tetra(hydroxyphenyl)
Newcomer, C.E., 2012. The evolution and adoption of standards used by AAALAC. J. Am. chlorine. Eur. J. Pharm. Sci. 95, 172–182.
Assoc. Lab. Anim. Sci. 51 (3), 293–297. Yong, L.D., Ting-Ren, L., Hong, Z., Jian, D., Bin, X., Shu, Y.W., 2017. Anticancer drug
Nicolaou, K.C., Wang, Y., Lu, M., Mandal, D., Pattanayak, M.R., Yu, R., Shah, A.A., Chen, development, getting out from bottleneck. Int. J. Mol. Biol. 2 (1), 2–10.
J.S., Zhang, H., Crawford, J.J., Pasunoori, L., Poudel, Y.B., Chowdari, N.S., Pan, C., Zha, G.F., Qin, H.L., Youssif, B.G.M., Amjad, M.W., Raja, M.A.G., Abdelazeem, A.H.,
Nazeer, A., Gangwar, S., Vite, G., Pitsinos, M.N., 2016. Streamlined total synthesis of Bukhari, S.N.A., 2017. Discovery of potential anticancer multi-targeted ligustrazine
uncialamycin and its application to the synthesis of designed analogues for biological based cyclohexanone and oxime analogs overcoming the cancer multidrug resistance.
investigations. J. Am. Chem. Soc. 138 (26), 8235–8246. Eur. J. Med. Chem. 135, 34–48.

637
PENGEMBANGAN OBAT
ANTIKANKER
KELOMPOK 4 :
Adita Putri (162210101024)
Salma Aulia (162210101030)
Ida Ayu Yunita (162210101095)
Besty Mutiara (162210101106)
Dian Islami (162210101102)
Ainnur Rofiqoh (162210101113)
Eldinia Alifaisya (162210101115)
Harindhita Putra P (162210101122)
• Sejarah Perkembangan Pengenmbangan obat Antikanker yang
digunakan oleh National Cancer Institute (NCI) dimulai dengan
sebuah program penemuan obat.
• Pada tahap evaluasi in vivo, agen aktif yang memiliki potensi diuji
beberapa jenis tumor seperti pada beberapa organ tikus yaitu usus
besar, dada, dan paru-paru
• Jika senyawa tersebut terbukti aktif pada pemeriksaan tumor, maka
senyawa-senyawa tersebut kemudian dirumuskan untuk penggunaan
secara intravenous atau penggunaan oral, teruji untuk toksisitasnya
terhadap mamalia yang lebih besar → bila ada pengaruh toksik maka
akan dibawa untuk pemeriksaan klinis tahap I (toksikologi dan
aktivitas).
• Fungsi pemeriksaan klinis tahap I → untuk menentukan dosis
maksimal yang dapat ditoleransi oleh manusia
• Fungsi pemeriksaan klinis tahap II → meneliti potensi dan maanfaat
dosis
• Percobaan III dan IV (keamanan dan khasiat) meneliti aktivitas obat
baru terhadap agen yang lain. jika terbukti unggul dibanding agen
lain, maka akan dibawa ke praktek pengobatan umum.
• Khasiat terapi sering terbatas karena untuk
pengembangan resistensi multi-obat (MDR)
dalam sel tumor → dipertimbangkan untuk
evaluasi pra-klinis dan pengembangan klinis
• Derivat anthraquinone banyak digunakan dalam
kimia medis untuk pencarian kandidat obat
antikanker baru → disintesis dan dievaluasi
serangkaian turunan heterosiklik antrakuinon dan
mengidentifikasi chemotypes prospektif
• Anthra yang sangat kuat [2,3-b] furan LCTA-
2034 ( A1) telah ditemukan sebagai hasil dari
optimalisasi struktural dari senyawa hit
• Turunan A1 telah menunjukkan:
– Efek pada beberapa target intraseluler
(Topoisomerase 1 dan 2, serta protein kinase)
– Aktivitas antitumor yang tinggi pada model
leukemia P388 murine, meningkatkan masa hidup
binatang hingga 262% pada dosis yang dapat
ditoleransi
• Kendala pada A1 → tidak larut dalam air suling dan
media air yang secara fisiologis diterima
• Solusi → dibuat formulasi obat yang dapat larut air
dan stabil untuk penggunaan parenteral
• →Digunakan agen pelarut (dalam kefarmasian) seperti
Siklodekstrin dan turunannya, terutama hidroksialkilasi
siklodekstrin
• → Dilakukan penelitian untuk mengevaluasi penerapan
β-cyclodextrin kompleks agar dapat meningkatkan
kelarutan A1 dan untuk mengembangkan prototipe
formulasi obat parenteral antikanker.
Pengertian
ANTIKANKER
Kanker adalah penyakit yang obat untuk mencegah dan
ditandai dengan pertumbuhan mengobati pertumbuhan sel-
sel secara tidak terkendali, yang sel jaringan tubuh yang tidak
memiliki kemampuan untuk normal.
menyusup dan merusak sel-sel
sehat di dalam tubuh.
Tujuan
untuk mengevaluasi interaksi Anthrafuran (A1)
dengan Cavitron (HP-βCD/ 2-hydroxypropyl) -β-
cyclodextrin) dan untuk mengembangkan
formulasi obat parenteral.
Material dan method

• Evaluation of Anthrafuran/Cavitron complex


formation
Larutan A1 (50 mmol / l dalam 20 mmol / l
buffer Na asetat, pH 5, suhu 23 ° C) dititrasi
dengan larutan HP-βCD. Kemudian dispektrum
fluoresensi pada panjang gelombang 450 nm
dengan lebar spektrum adalah 5 nm.
• Preparation of Anthrafuran/Cavitron complex (a
lyophilized drug formulation A1/HP-βCD)
1. Campuran A1 (200 mg), (2-hydroxypropyl) -β-
cyclodextrin / Сavitron (800 mg), natrium sitrat
(10 mg) dan air suling (15,0 ml) dimasukkan
dalam labu steril
2. dipanaskan hingga suhu 95-98 ° C dan diaduk
selama 10 menit
3. Setalah pendinginan larutan disaring untuk
menghilangkan kontaminasi bakteri dan kotoran
melalui filter 0,22 μm.
4. Larutan yang dihasilkan diencerkan dengan air
steril sebanyak 20 ml. kemudian konsentrasi A1
diperiksa dengan HPLC
HPLC

Kondisi analaisis:
• Kolom : c-18
• Fase gerak:0,01 M asam fosfat dan asetonitril
• Suhu : 22 °C
• Panjang gelombang: 260 nm
• Pengukuran hamburan cahaya dinamis (DLS)
Pengukuran ini dilakukan untuk menentukan
ukuran partikel dan distribusi ukuran dalam
larutan
stabilitas
• Sampel yang disimpan pada kondisi
penyimpanan jangka panjang (22 ° C) diuji
pada 0,1, 3, 6 dan 12 bulan.
• Sampel disimpan pada kondisi yang
dipercepat (60 ° C) juga dianalisis pada 0, 1
dan 2 bulan.
Sitotoksisitas

Mengukur nilai IC50 didefinisikan sebagai


konsentrasi senyawa yang menghambat sel
proliferasi sebesar 50%.
Toxicity in vivo

Toksisitas akut A1 dan A1 / HP-βCD dievaluasi


dalam tikus betina dengan berat 20-24 g. A1
dan A1 / HP-βCD (0,2% dalam glukosa 5%)
diberikan secara i.p. pada dosis tunggal (20–90
mg / kg).
Model tumor in vivo
• tumor transplantasi strain yang tumbuh pada
tikus biasa secara intraperitoleal (i.p.) P388
atau P388 / ADR lympholeukaemia, yang
terutama resisten terhadap Adriamycin (ADR)
dan kemoterapi lainnya.
Drugs for animal treatment

• Perawatan dilakukan setiap hari selama 5 hari


dimulai pada hari ke 2 setelah inokulasi tumor.
disuntik i.p. dengan ISC. Dengan Dosis harian
obat adalah 30 mg / kg atau 40 mg / kg
Evaluasi aktivitas antitumor

• semua hewan yang tersisa dianestesi


menggunakan overdosis eter, kemudian
dilakukan otopsi dari tikus mati yang
mengungkapkan gejala lokal kanker omatosis
leukemia peritoneal: dengan melihat
peningkatan nodul limfatik dan cairan asites
dalam rongga peritoneum
HASIL
1. Evaluasi pembentukan kompleks Antharufan /
Cavitron
Interaksi A1 dengan HP-βCD dalam larutan
berair dievaluasi dengan intensitas fluoresensi
dan polarisasi fluoresensi. Fluoresensi dan
polarisasi A1 meningkat dengan konsentrasi HP-
βCD . Ini menunjukkan bahwa kedua parameter
mencerminkan proses kompleksasi.
2. Preparasi dan evaluasi dari formulasi Obat
Antrafuran/Cavitron
Parameter kompleksasi A1 digunakan untuk
mengembangkan prototipe formulasi obat
terliofilisasi (lyophilized) berdasarkan
kompleks A1 / HP – βCD.
3. Sitotoksisitas dalam kultur sel dan toksisitas in vivo
akut Anthrafuran / Formulasi obat Cavitron
• Kompleksasi bahan aktif dapat menyebabkan
perubahan pada aktivitas spesifik atau toksisitas,
sehingga peneliti membandingkan sitotoksisitas dan
toksisitas akut A1 dan kompleks A1 / HP-βCD.
• Efek antiproliferatif A1 dan lyophilized A1 / HP-βCD
diselidiki terhadap garis sel kanker kolon HCT116
manusia.
• Nilai IC50 serupa untuk A1 dan A1 / HP-βCD
menunjukkan bahwa kompleksasi dengan HP-βCD tidak
mempengaruhi potensi antiproliferatif dari A1.
• Berbeda dengan hasil dalam kultur sel, evaluasi
toksisitas in vivo menunjukkan adanya perbedaan
antara formulasi lyophilized A1 / HP-βCD dan A1.
• Untuk A1 / HP-βCD, nilai LD50 68,3 ± 6,2 mg / kg
terutama lebih tinggi dari itu untuk A1 (LD50 = 52,5 ±
5,4 mg / kg).
• Dengan demikian, meskipun dimasukkannya bahan
aktif dalam siklodekstrin tidak mempengaruhi tingkat
pertumbuhan sel tumor pada kultur, kompleksasi
sangat mengurangi toksisitas akut. Fakta ini membuka
kesempatan untuk memperluas jendela terapeutik dan
eskalasi dosis A1.
4. Aktifitas Antitumor
• Aktivitas spesifik dari A1 / HP-βCD dievaluasi
dalam in vivo model tumor murine. Pertama,
membandingkan efikasi terapi A1 / HP- βCD dan
A1 dalam model P388 di bawah kontrol toleransi.
• Dengan dosis harian 30 mg / kg (total dosis 150
mg / kg), baik A1 dan A1 / HP-βCD memiliki
aktivitas antitumor yang serupa di tingkat ILS
yang signifikan = 140% (p <0,05).
Untuk pengobatan resisten untuk kemoterapi
model tumor, dosis tunggal A1 / HP-βCD telah
ditingkatkan menjadi 40 mg / kg selama 5 hari
(dosis total 200 mg / kg).
Hanya A1 / HP-βCD dengan
rute administrasi secara i.p.
menunjukkan ILS yang
signifikan sebesar 36% (p
<0,05)
aktivitas antitumor melanoma di i.p. B16 / F10
menunjukkan ALS yang signifikan = 26,6 [25,9-
27,3] hari setelah terapi A1 / HP-βCD dengan
dosis 30 mg / kg (total 150 mg / kg) terhadap
ALS = 17,8 [17,6-18,0] hari dalam kelompok
kontrol. A1 / HP- βCD secara signifikan
meningkatkan masa hidup hingga tingkat ILS =
50% (p <0,001)
KESIMPULAN
• Peneliti mengembangkan formulasi obat untuk kandidat obat antikanker
yang kelarutannya rendah dalam air, turunan anthrax[2,3-b]furan A1.
• Pengukuran konsentrasi jenuh menunjukkan bahwa kompleksasi A1/HP-
βCD meningkatkan kelarutan dalam larutan berair >10 kali lipat
dibandingkan A1.
• Studi in vivo menunjukkan bahwa HP-βCD menurunkan toksisitas akut A1
dengan jelas, terdapat kemungkinan terjadi perubahan distribusi,
bioavailabilitas, dan farmakokinetik dari bahan aktif. LD50 dari formulasi
obat A1/HP-βCD 30% lebih tinggi dari A1 (masing-masing 52.5 ± 5.4 and
68.3 ± 6.3mg/kg).
• Kompleks A1/HP-βCD dan A1 dalam dosis (5 × 30 mg/kg) meningkatkan
masa hidup hingga 140% tikus dengan transpalntasi leukimia P388 secara
i.p. Formulasi obat A1/HP-βCD menunjukkan efikasi antitumor pada
resisten model tumor Р388/ADR dan melanoma B16 / F10.
MEKANISME OBAT ANTI KANKER YANG
DIKEMBANGKAN
• Obat antikanker antrakuinon melakukan aktivitas
sitotoksik nya melalui interaksi dengan DNA,
terutama di situs yang kaya guanin / sitokin.
Interaksi Ini diyakini menyebabkan perubahan
konformasi yang signifikan dalam DNA
menyebabkan penghambatan replikasi DNA
sehingga DNA rusak.
• menghambat aktivitas topoisomerase II, yang
menyebabkan kerusakan DNA.

You might also like