You are on page 1of 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Paru mempunyai fungsi utama untuk melakukan pertukaran gas, yaitu


mengambil O2 dari udara luar dan mengeluarkan CO2 dari badan ke udara luar.
Bilamana paru berfungsi secara normal, tekanan parsial O2 dan CO2 di dalam darah
akan dipertahankan seimbang, sesuai dengan kebutuhan tubuh. Pemeriksaan analisis
gas darah merupakan pemeriksaan laboratorium yang penting sekali di dalam
penatalaksanaan penderita akut maupun kronis, terutama penderita penyakit paru.
Pemeriksaan analisis gas darah penting baik untuk menegakkan diagnosis,
menentukan terapi, maupun untuk mengikuti perjalanan penyakit setelah mendapat
terapi. Sama halnya dengan pemeriksaan EKG pada penderita jantung dan
pemeriksaan gula darah penderita diabetes millitus. Dengan majunya ilmu
pengetahuan, terutama setelah ditemukan alat astrup, tekanan parsial O2 dan CO2 serta
pH darah dapat diukur dengan mudah.

Pemeriksaan gas darah dan pH digunakan sebagai pegangan dalam


penanganan pasien-pasian penyakit berat dan menahun. Pemeriksaan analisa gas
darah dikenal juga pemeriksaan ASTRUP yaitu suatu pemeriksaan gas darah yang
dilakukan melalui darah arteri. Gas darah arteri memungkinkan untuk pengukuran pH
(dan juga keseimbagan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar
biokarbonat, saturasi oksigen, dan kelebihan atau kekurangan basa. Pemeriksaan gas
darah arteri dan pH sudah secara luas digunakan sebagai pegangan dalam
penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan
gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai tindakan penunjang yang
dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa hanya dari penelitian
analisa gas darah dan keseimbangan asam-basa saja, kita harus menghubungkan
dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-data laboratorium lainnya.

Hematokrit (HT) sangat diperlukan untuk menilai atau memberikan gambran


tentang kekentalan darah. Dimana semakin rendah nilai HT yang normalnya 45%
maka akan terjadi semakin haemodilusi (pengenceran), dan jika HT semakin tinggi

1
maka darah semakin meningkat visikositasnya (mengental).Pemantauan pertukaran
gas dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :

1. Pemantauan invasive (kateter arteri,punksi arteri,punksi vena,dan punksi kapiler).


2. Pemantauan non invasive (pulse oximetry,monitor transkutaneus,monitor
karbondioksida end-tidal).
Gas darah memberikan informasi tentang oksigenasi,homeostasis CO2,dan
keseimbangan asam basa,dank arena itu merupakan alat terpenting yang digunakan
dalam mengevaluasi adekuasi fungsi paru.Meskipun tekanan parsial O2 arteri (PaO2)
merupakan pengukuran standar oksigenasi darah,saturasi O2 dengan pulse oxmetry
(SapO2) merupakan penilaian non invasive oksigen darah yang dapat mendeteksi
hipoksemia.Pemantauan pulse oximetri yang kontinyu dapat membantu
mengobservasi keadaan kritis ataupun stabilitas penderita setiap saat.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud Analisa Gas Darah ?
2. Apakah tujuan pemeriksaan analisa gas darah ?
3. Apa saja komponen-komponen evaluasi analisa gas darah ?
4. Indikasi apa saja sehingga dilakukan Analisa Gas Darah ?
5. Kontraindikasi apa saja Analisa Gas Darah tidak dapat dilakukan ?
6. Komplikasi apa saja dalam permeriksaan Analisa Gas Darah ?
7. Apakah yang dimaksud dengan keseimbangan asam basa ?
8. Apa saja gangguan dan penyebab gangguan keseimbangan asam basa ?
9. Bagaimana cara pemeriksaan analisa gas darah ?
10. Bagaimana Interpretasi Hasil Analisa gas darah ?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa itu Analisa Gas Darah.
2. Untuk mengetahui tujuan pemeriksaan Analisa Gas Darah.
3. Untuk mengetahui komponen-komponen evaluasi analisa gas darah.
4. Untuk mengetahui Indikasi dilakukan Analisa Gas Darah.
5. Untuk mengetahui Kontraindikasi Analisa Gas Darah.
6. Untuk mengetahui Komplikasi dalam permeriksaan Analisa Gas Darah.
7. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan keseimbangan asam basa

2
8. Untuk mengetahui Apa saja gangguan dan penyebab gangguan keseimbangan asam
basa.
9. Untuk mengetahui Bagaimana cara pemeriksaan analisa gas darah.
10. Untuk mengetahui Bagaimana Interpretasi Hasil Analisa gas darah.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Analisa Gas Darah (AGD)


Pemeriksaan Astrup/AGD adalah pemeriksaan analisa gas darah melalui darah
arteri. Pengukuran gas darah arteri memberikan informasi dalam mengkaji dan
memantau respirasi klien dan metabolisma asam-basa, serta homeostatis elektrolit.
Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah secara luas digunakan sebagai pegangan
dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun.
Meskipun biasanya pemeriksaan ini menggunakan spesimen dari darah arteri,jika
sampel darah arteri tidak dapat diperoleh suatu sampel vena campuran dapat
digunakan. Analisa gas darah (AGD) atau BGA (Blood Gas Analysis) biasanya
dilakukan untuk mengkaji gangguan keseimbangan asam-basa yang disebabkan oleh
gangguan pernafasan dan/atau gangguan metabolik.
AGD juga digunakan untuk mengkaji oksigenasi. Istilah-istilah penting yang
harus diketahui dalam pemeriksaan gas darah arteri antara lain, pH, PCO2, HCO3-,
PO2, dan SaO2 Pemeriksaan gas darah dan PH digunakan sebagai pegangan dalam
penanganan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas
darah dipakai untuk menilai: Keseimbangan asam basa dalam tubuh, Kadar
oksigenasi dalam darah, Kadar karbondioksida dalam darah. Pemeriksaan analisa gas
darah penting untuk menilai keadaan fungsi paru-paru. Pemeriksaan dapat dilakukan
melalui pengambilan darah astrup dari arteri radialis, brakhialis, atau femoralis.
Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai tindakan
penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa hanya
dari penilaian analisa gas darah dan keseimbangan asam basa saja, kita harus
menghubungkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-data
laboratorium lainnya. Pada dasarnya pH atau derajat keasaman darah tergantung pada
konsentrasi ion H+ dan dapat dipertahankan dalam batas normal melalui 3 faktor,
yaitu:

1. Mekanisme dapar kimia


2. Mekansime pernafasan
3. Mekanisme ginjal.

4
B. Tujuan Pemeriksaan Analisa Gas Darah

Analisa gas darah atau dalam ilmu keperawatan disebut dengan “Astrup”,
biasanya dilakukan bertujuan untuk :

1. Menilai atau mengkaji gangguan keseimbangan asam-basa dalam tubuh, baik


yang disebabkan oleh gangguan pernafasan dan/atau gangguan metabolik
2. Menilai kadar oksigenasi dan kadar karbondioksida dalam darah
3. Sebagai pegangan dalam penanganan pasien-pasien penyakit berat yang akut
dan menahun
4. Mengetahui keadaan O2 dan metabolisme sel
5. Efisiensi pertukaran O2 dan CO2.
6. Sebagai tindakan pemantauan dalam pemberian obat anestetik.

C. Komponen Evaluasi Analisa Gas Darah


1. pH (Status asam basa)
pH darah mewakili seluruh keseimbangan asam (asidosis)dan basa
(alkalosis) yang diproses di dalam tubuh. Hal ini ditentukan dengan menghitung
perbandingan rasio komponen metabolik (HCO3-) dan respirasi (CO2) dari
keseimbangan asam basa (Irizarry dkk, 2009; Martini, 2006).
Secara umum, asidemia adalah kondisi dimana pH darah turun hingga kurang
dari 7,35 dan alkalemia jika pH darah lebih dari 7,45 (7,4 adalah netral)
(Dorland,2004). Berdasarkan persamaan Henderson-Hasselbach, pH dapat ditentukan
dengan rasio konsentrasi HCO3- dengan konsentrasi CO2 yang terlarut dalam
cairan ekstrasel.
pH = HCO3- (metabolik)

αPCO2 (respiratorik)
Dalam rumus tersebut, α adalah koefisien solubilitas untuk karbondioksida
dan setara dengan 0,03(Irizarry dkk, 2009). Perubahan pH akan sejalan dengan
gangguan utama yang terjadi
Proses perubahan pH darah ada dua macam, yaitu :

a. bersifat respiratorik, karena adanya tekanan parsial CO2 yang disebabkan


gangguan respirasi.

5
b. bersifat metabolik, karena adanya perubahan konsentrasi bikarbonat yang
disebabkan gangguan metabolisme

2. Tekanan parsial oksigen (PO2)


3. Tekanan parsial karbondioksida (PCO2)

PCO2 menyediakan informasi mengenai ventilasi atau komponen respirasi


dalam keseimbangan asam basa. Ventilasi alveoli didefinisikan sebagai volume udara
per unit waktu yang mencapai alveoli, tempat dimana pertukaran gas dengan
darah pulmonal terjadi (Irizarry dkk, 2009; Martini, 2006).

Hipoventilasi ditandai dengan adanya peningkatan PCO2 (>45 mmHg) akibat


retensi CO2 dalam darah. CO2 merupakan asam volatil, sehingga jika terjadi
retensi CO2 akan menyebabkan respiratori asidosis. Ringkasnya, respiratori
asidosis terjadi akibat beberapa aspek kegagalan ventilasi, dimana sejumlah
normal CO2 dihasilkan oleh jaringan tidak dapat diekskresikan dengan baik
melalui menit ventilasi alveolar. Penyebab umum terjadinya hipoventilasi berupa hal-
hal yang mempengaruhi sistem saraf respirasi (misal : anestesia, sedasi), mekanisme
pernapasan (misal : hernia diafragma, penyakit rongga pleura) atau aliran udara yang
melalui saluran nafas (misal : obstruksi saluran nafas atas ataupun bawah) ataupun
alveoli (Irizarry dkk, 2009; Martini, 2006).

Hiperventilasi ditandai dengan menurunnya PCO2, sebagai akibat CO2 telah


dibuang dari alveoli, yang mana menyebabkan respiratori alkalosis (PCO2<35
mmHg). Penyebab terjadinya hiperventilasi karena hipoksemia, penyakit
pulmonal, nyeri, cemas, dan ventilasi manual atau mekanik yang berlebihan.
Hiperventilasi juga dapat terjadi sebagai akibat kompensasi dari asidosis
metabolik(Irizarry dkk, 2009; Martini,2006)

4. Saturasi oksigen (SO2)

Oksigenasi (3 dan 4) harus tetap diperiksa pada pasien berpenyakit kritis,


meskipun tidak secara langsung mempengaruhi keseimbangan asam basa (Irizarry
dkk, 2009; Martini, 2006).

6
Hipoksemia mengacu pada berkurangnya oksigen dalam darah arteri, ditandai
dengan nilai PaO2 dibawah 80 mmHg. Kondisi hipoksemia dapat mengancam
nyawa dan nilai PaO2 dibawah 60 mmHg membutuhkan intervensi terapi segera.

5. Konsentrasi bikarbonat (HCO3-)

Nilai rujukan untuk HCO3- adalah 22–28 mmol/L (arteri). Nilai yang kurang

dari normal, dapat mengindikasikan asidosis metabolik sedangkan jika nilainya lebih

besar mengindikasikan alkalosis metabolik(Irizarry dkk, 2009).

Metabolik asidosis dapat disebabkan oleh peningkatan pembentukan ion

hidrogen (H+) dari faktor endogen (misal: laktat, keton) atau asam yang bersifat

eksogen (misal: ethylene glycol, salisilat) dan oleh inabilitas ginjal untuk

mengekskresikan H+ dari protein diet (gagal ginjal). Peningkatan H+ dalam tubuh

dibuffer oleh penurunan HCO3-, mengakibatkan penurunan rasio HCO3-:PCO2

sehingga menurunkan pH. Selain itu, asidosis metabolik dapat disebabkan oleh

kehilangan bikarbonat secara langsung melalui saluran gastrointestinal (diare)

atau ginjal (asidosis renal tubular) atau yang lebih jarang akibat pemberian cairan

intravena yang agresif yang tidak mengandung bikarbonat ataupun prekursor

bikarbonat (misal: saline). Metabolik alkalosis dapat terjadi akibat kehilangan H+

(muntah) atau dari peningkatan HCO3- (pemberian sodium bikarbonat, alkalosis

hipokloremia akibat penggunaan loop diuretic) (Irizarry dkk, 2009).

6. BE (base excesses/kelebihan basa)

Merupakan konsentrasi basa yang dapat tertitrasi pada suatu larutan untuk
mencapai pH 7.40 pada tekanan CO2 (pCO2) 40 mmHg.

D. Indikasi Analisa Gas Darah


1. Pasien kritis / Critical care
Penyakit kritis adalah setiap proses penyakit yang menyebabkan
ketidakstabilan fisiologis yang mengarah ke arah kecacatan atau kematian dalam
beberapa menit atau jam. Perburukan dari sistem neurologis dan kardiorespirasi

7
umumnya langsung mengancam nyawa. Untungnya ketidakstabilan tersebut dapat
terdeteksi lebih awal dengan melakukan pengamatan klinis sederhana terhadap
penyimpangan dari batas normal pada tingkat kesadaran, laju pernafasan, denyut
jantung, tekanan darah dan produksi urin (Frost dkk, 2007).
Karena pasien dengan kondisi penyakit kritis sangat berisiko untuk
mengalami komplikasi, dokter di ruang terapi intensif (RTI) harus tetap waspada
terhadap manifestasi dini disfungsi organ, komplikasi terapi, potensi interaksi obat
dan data premonitor lainnya. Pasien dengan penyakit yang mengancam nyawa di RTI
seringkali mengalami kegagalan organ lain karena gangguan hemodinamik, efek
samping terapi dan menurunnya fungsi organ, terutama pada pasien usia lanjut
atau debilitated kronis.
2. Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik
Penyakit paru obstruktif kronis yang ditandai dengan adanya hambatan aliran
udara pada saluran napas yang bersifat progresif non reversible ataupun reversible
parsial. Terdiri dari 2 macam jenis yaitu bronchitis kronis dan emfisema, tetapi bisa
juga gabungan antar keduanya.
3. Pasien dengan edema pulmo
Pulmonary edema terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan
yang merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya
udara. Ini dapat menyebabkan persoalan-persoalan dengan pertukaran gas (oksigen
dan karbon dioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah
yang buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai "air dalam paru-paru" ketika
menggambarkan kondisi ini pada pasien-pasien.
Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang berbeda.
Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema, atau
dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary
edema.
4. Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)
ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran alveolar
kapiler yang mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang interstisiel alveolar dan
perubahan dalarn jaring- jaring kapiler , terdapat ketidakseimbangan ventilasi dan
perfusi yang jelas akibat-akibat kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstansif
darah dalam paru-.paru. ARDS menyebabkan penurunan dalam pembentukan

8
surfaktan, yang mengarah pada kolaps alveolar . Komplians paru menjadi sangat
menurun atau paru- paru menjadi kaku akibatnya adalah penurunan karakteristik
dalam kapasitas residual fungsional, hipoksia berat dan hipokapnia ( Brunner &
Suddart 616)
5. Infark miokard
Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (Fenton,
2009). Klinis sangat mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak umumya
pada pria 35-55 tahun, tanpa gejala pendahuluan (Santoso, 2005).
6. Pneumonia
Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem dimana
alveoli(mikroskopik udara mengisi kantong dari paru yang bertanggung jawab untuk
menyerap oksigen dari atmosfer) menjadi radang dan dengan penimbunan cairan.
Pneumonia disebabkan oleh berbagai macam sebab,meliputi infeksi karena
bakteri,virus,jamur atau parasit. Pneumonia juga dapat terjadi karena bahan kimia atau
kerusakan fisik dari paru-paru, atau secara tak langsung dari penyakit lain seperti
kanker paru atau penggunaan alkohol.
7. Pasien syok
Syok merupakan suatu sindrom klinik yang terjadi jika sirkulasi darah arteri
tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Perfusi jaringan
yang adekuat tergantung pada 3 faktor utama, yaitu curah jantung, volume darah dan
pembuluh darah. Jika salah satu dari ketiga faktor ini kacau dan faktor lain tidak dapat
melakukan kompensasi maka akan terjadi syok. Pada syok juga terjadi hipoperfusi
jaringan yang menyebabkan gangguan nutrisi dan metabolisme sel sehingga
seringkali menyebabkan kematian pada pasien.
8. Post pembedahan coronary arteri baypass
Coronary Artery Bypass Graft adalah terjadinya suatu respon inflamasi
sistemik pada derajat tertentu dimana hal tersebut ditandai dengan hipotensi yang
menetap, demam yang bukan disebabkan karena infeksi, DIC, oedem jaringan yang
luas, dan kegagalan beberapa organ tubuh. Penyebab inflamasi sistemik ini dapat
disebabkan oleh suatu respon banyak hal, antara lain oleh karena penggunaan
Cardiopulmonary Bypass (Surahman, 2010).
9. Resusitasi cardiac arrest

9
Penyebab utama dari cardiac arrest adalah aritmia, yang dicetuskan oleh
beberapa faktor,diantaranya penyakit jantung koroner, stress fisik (perdarahan yang
banyak, sengatan listrik,kekurangan oksigen akibat tersedak, tenggelam ataupun
serangan asma yang berat), kelainan bawaan, perubahan struktur jantung (akibat
penyakit katup atau otot jantung) dan obat-obatan. Penyebab lain cardiac arrest adalah
tamponade jantung dan tension pneumothorax. Sebagai akibat dari henti jantung,
peredaran darah akan berhenti. Berhentinya peredaran darahmencegah aliran oksigen
untuk semua organ tubuh. Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat
tidak adanya suplai oksigen, termasuk otak. Hypoxia cerebral atau ketiadaan oksigen
ke otak, menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas normal.
Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5 menit dan
selanjutnyaakan terjadi kematian dalam 10 menit. Jika cardiac arrest dapat dideteksi
dan ditangani dengansegera, kerusakan organ yang serius seperti kerusakan otak,
ataupun kematian mungkin bisa dicegah.

E. Kontraindikasi Analisa Gas Darah


1. Denyut arteri tidak terasa, pada pasien yang mengalami koma (Irwin& Hippe,
2010).
2. Modifikasi Allen tes negatif , apabila test Allen negative tetapi tetap dipaksa untuk
dilakukan pengambilan darah arteri lewat arteri radialis, maka akan terjadi
thrombosis dan beresiko mengganggu viabilitas tangan.
Test Allen’s merupakan uji penilaian terhadap sirkulasi darah di tangan, hal ini
dilakukan dengan cara yaitu: pasien diminta untuk mengepalkan tangannya,
kemudian berikan tekanan pada arteri radialis dan arteri ulnaris selama beberapa
menit, setelah itu minta pasien unutk membuka tangannya, lepaskan tekanan pada
arteri, observasi warna jari-jari, ibu jari dan tangan. Jari-jari dan tangan harus
memerah dalam 15 detik, warnamerah menunjukkan test allen’s positif. Apabila
tekanan dilepas, tangan tetap pucat, menunjukkan test allen’s negatif. Jika
pemeriksaan negative, hindarkan tangan tersebut dan periksa tangan yang lain.
3. Selulitis atau adanya infeksi terbuka atau penyakit pembuluh darah perifer pada
tempat yang akan diperiksa
4. Adanya koagulopati (gangguan pembekuan) atau pengobatan dengan antikoagulan
dosis sedang dan tinggi merupakan kontraindikasi relatif.

10
F. Komplikasi
1. Apabila jarum sampai menebus periosteum tulang akan menimbulkan nyeri
2. Perdarahan
3. Cidera syaraf
4. Spasme arteri
G. Keseimbangan Asam Basa
Derajat keasaman merupakan suatu sifat kimia yang penting dari darah dan
cairan tubuh lainnya. Derajat keasaman adalah pH, dimana pH 7,0 adalah netral,
pH>7,0 adalah basa/alkali dan pH dibawah 7,0 adalah asam. Darah memiliki pH
antara 7,35-7,45. Keseimbangan asam basa darah dikendalikan secara seksama karena
perubahan pH yang sangat kecilpun dapat memberikan efek yang serius terhadap
beberapa organ.

Tubuh menggunakan 3 mekanisme untuk mengendalikan keseimbangan asam


basa darah, yaitu:

1. Kelebihan asam akan dibuang oleh ginjal, sebagian besar dalam bentuk ammonia.
Ginjal memiliki kemampuan untuk merubah jumlah asam atau basa yang dibuang,
yang biasanya berlangsung beberapa hari.
2. Tubuh menggunakan penyangga pH/buffer dalam darah sebagai pelindung
terhadap perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dalam pH darah. Suatu penyangga
pH yang paling penting dalam darah adalah bikarbonat. Bikarbonat (suatu
komponen basa) berada dalam keseimbangan dengan CO2 (suatu komponen
asam). Jika lebih banyak asam yang masuk ke aliran darah, maka akan dihasilkan
lebih banyak bikarbonat dan lebih sedikit CO2. Jika lebih banyak basa yang masuk
ke aliran darah, maka akan dihasilkan lebih banyak CO2 dan lebih sedikit
bikarbonat.
3. Pembuangan CO2. CO2 adalah hasil tambahan penting dari metabolisme oksigen
dan terus menerus dihasilkan oleh sel. Darah membawa CO2 ke paru-paru dan di
paru-paru CO2 tersebut dikeluarkan/dihembuskan. Pusat pernafasan di otak
mengatur jumlah CO2 yang dihembuskan dengan mengendalikan kecepatan dan
kedalaman pernafasan. Jika pernafasan meningkat, kadar CO2 darah menurun dan
darah menjadi lebih basa. Jika pernafasan menurun, kadar CO2 darah meningkat
dan darah menjadi lebih asam. Dengan mengatur kecepatan dan kedalaman

11
pernafasan, maka pusat pernafasan dan paru-paru mampu mengatur pH darah
menit ke menit.

H. Gangguan Keseimbangan Asam Basa


1. Asidosis
Adalah keadaan dimana darah terlalu banyak mengandung asam atau
terlalu sedikir mengandung basa dan sering menyebabkan menurunnya pH darah.
2. Alkalosis

Adalah suatu keadaan dimana darah terlalu banyak mengandung basa atau
terlalu sedikit mengandung asam dan kadang menyebabkan meningkatnya pH
darah.

Asidosis dan alkalosis bukan merupakan suatu penyakit tetapi lebih


merupakan suatu akibat dari sejumlah penyakit. Terjadinya asidosis dan alkalosis
merupakan petunjuk dari adanya masalah metabolisme yang serius.

Asidosis dan alkalosis dibagi dua tergantung dengan penyebabnya, yaitu :

a. Asidosis metabolik dan alkalosis metabolik, karena adanya perubahan


konsentrasi bikarbonat yang disebabkan gangguan metabolisme, yaitu
ketidakseimbangan dalam pembuangan asam dan basa oleh ginjal.
b. Asidosis respiratorik dan alkalosis respiratorik, karena adanya tekanan parsial
CO2 yang disebabkan gangguan respirasi terutama oleh penyakit paru-paru
atau kelainan pernapasan.

12
Asidosis meningkatkan kadar konsentrasi K dalam darah, sehingga fungsi sel
dan enzim tubuh memburuk, kemudian mengakibatkan aritmia ventrikuler. Alkalosis
akan menurunkan konsentrasi K dalam darah, sehingga afinitas Hb-O2 meningkat.
Akibatnya pelepasan O2 ke jaringan sulit sehingga terjadi hipoksemia.

Kenaikan pCO2 akan mengakibatkan koma dan aritmia serta vasodilatasi


pembuluh darah. Bila hal ini terjadi di otak maka aliran darah ke otak akan meningkat
dan mengakibatkan kenaikan tekanan intra cranial. Penurunan pCO2 (<25 mmHg)
akan mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah, sehingga aliran darah ke
jaringan turun. Bila hal ini terjadi di otak, maka akan terjadi hipoksemia otak.

Dalam gangguan keseimbangan asam basa, tubuh melakukan proses yang


disebut dengan kompensasi. Kompensasi adalah proses mengatasi gangguan asam-
basa primer (gangguan utama yang menyebabkan perubahan pH) oleh gangguan
asam-basa sekunder (normalisasi rasio HCO3-:PCO2) yang bertujuan membawa pH
darah mendekati pH normal. Kompensasi ini dilakukan oleh penyangga/buffer tubuh,
alat respirasi dan organ ginjal.

Yang perlu diketahui dan digaris bawahi dari proses dalam tubuh ini,
kompensasi ini tidak pernah membawa pH ke rentang normal.

Kondisi Gangguan Kompensasi

↓pH dan Primer


Metabolik ↓PCO2
↓HCO3- Asidosis
(↓BEecf)
↑pH dan ↑ Metabolik ↑ PCO2
HCO3- Alkalosis
(↑BEecf)
↓ pH dan ↑ Respiratori ↑ HCO3- (↑
PCO2 asidosis BEecf)

↑pHdan Respiratori ↓HCO3- (↓BEecf)


↓PCO2 alkalosis

13
Secara khas, perubahan pH didapatkan dari satu komponen (misal:

metabolik) akan dilawan oleh komponen lain (respirasi) untuk menjaga rasio yang

sesuai dari metabolik terhadap kontribusi respirasi untuk keseluruhan pH. Sebagai

contoh, dengan asidosis metabolik, konsentrasi HCO3- menurun, karenanya

menurunkan rasio HCO3-: PCO2 dan menyebabkan acidemia (pH <7.35). Secara

singkat, kompensasi tubuh dengan menurunkan PCO2 atau hiperventilasi bertujuan

untuk mempertahankan rasio (↓HCO3-,↓PCO2). Dengan kata lain, komponen

respirasi mengkompensasikan asidosis metabolik dengan usaha meningkatkan pH

menjadi netral. Kompensasi fisiologis jarang menyelesaikan abnormalitas asam

basa primer secara lengkap dan tidak pernah mengakibatkan overkompensasi.

Karenanya, pH akan berdeviasi dari netral meski dengan kompensasi adekuat,

meskipun masih dalam rentangan acuan pasien dengan gangguan asam basa

ringan(Irizarry dkk, 2009).

Gangguan keseimbangan asam-basa dalam tubuh dapat disebabkan karena:

1. Gangguan fungsi pernafasan

2. Gangguan fungsi ginjal

3. Tambahan beban asma/basa dalam tubuh secara abnormal

4. Kehilangan asma/basa dari dalam tubuh secara abnormal

I. Pemeriksaan AGD

Analisa Gas Darah ( AGD ) atau yang disebut dengan Arterial Blood Gas
(ABG) analysis atau Blood Gas Analisa (BGA) adalah sebuah pemeriksaan atau tes
yang mengukur jumlah oksigen dan karbondioksida dalam darah, dan keasaman
(pH) dalam darah.

1. Pra-analitik
A. Alat-Alat :
a) Spuit Disposable 2.5 cc
b) Perlak/alas

14
c) Antikoagulan Heparin / Lithium Heparin
d) Kapas alkohol
e) Bak spuit
f) Bengkok
g) Penutup udara dari karet
h) Wadah berisi es (baskom atau kantong plastik)
i) Beri label untuk menulis status klinis pasien yang meliputi : nama,
tanggal dan waktu, apakah menerima O2, bila ya berapa liter dan
dengan rute apa
B. Persiapan spesimen : darah arteri
Ciri-ciri darah arteri : teraba denyutan, lokasi tusukan lebih dalam,
warna darah lebih terang dan darah akan mengalir sendiri ke dalam semprit
C. Lokasi pengambilan spesimen
a. Radial Artery (RA) / Arteri Radialis
Merupakan pilihan pertama yang paling aman dipakai untuk fungsi
arteri kecuali terdapat banyak bekas tusukan atau hematome juga apabila
Allen test negatif. Arteri yang berada di pergelangan tangan pada posisi ibu
jari. Terdapat sirkulasi kolateral (suplai darah dari beberapa arteri).
Kesulitannya ukuran arteri kecil, sulit memperoleh kondisi pasien dengan
curah jantung yang rendah.

Pengambilan Darah Arteri Radialis :


1. Beri tahu pasien tujuan pengambilan darah
2. Pasang alas/perlak pada lokasi yang akan diambil darah

15
3. Usahakan agar lengan dalam posisi abduksi dengan telapak tangan menghadap ke
atas dan pergelangan tangan ekstensi 30 agar jaringan lunak terfiksasi oleh ligamen
dan tulang. Bila perlu bagian bawah pergelangan dapat diganjal dengan bantal kecil
4. Jari pemeriksa diletakkan di arteri radialis (proksimal dari lipatan kulit telapak
pergelangan) untuk meraba denyut nadi agar dapat memperkirakan letak dan
kedalaman pembuluh darah.
5. 1 ml heparin diaspirasi ke dalam spuit, sehingga dasar spuit basah dengan heparin
dan kelebihan heparin dibuang melalui jarum, dilakukan secara perlahan sehingga
pangkal jarum penuh dengan heparin dan tidak ada gelembung udara.
6. Pastikan denyutan/pulpasi dari arteri terbesar kemudian dengan memakai tangan
kiri antara telunjuk dan jari tengah beri batas daerah yang akan ditusuk, dan titik
maksimum denyut ditemukan.
7. Lakukan tindakan asepsis/antisepsis, bersihkan tempat tersebut dengan kapas
alkohol.
8. Setelah melakukan tindakan sepsis/antisepsis, jarum 5-10 mm ditusukkan pada
daerah distal dari jari pemeriksa dengan menekan arteri. Jarum ditusukkan dengan
membentuk sudut 30o dengan permukaan lengan dengan posisi lubang jarum/bevel
menghadap ke atas.
9. Jarum yang masuk ke arteri akan menyebabkan torak semprit terdorong oleh
tekanan darah.
10. Pada pasien hipotensi, torak akan ditarik perlahan (jangan terlalu cepat karena
akan menghisap udara), indikasi satu-satunya bahwa darah tersebut darah arteri adalah
adanya pemompaan darah dalam spuit dengan kekuatan sendiri.
11. Sejumlah darah yang diperlukan terpenuhi (minimal 1 ml), cabut jarum
dengan cepat dan di tempat tusukan jarum lakukan penekanan dengan jari selama 5
menit untuk mencegah keluarnya darah dari pembuluh arteri (10 menit untuk pasien
yang mendapat antikoagulan).
12. Lepaskan jarum dan tempatkan penutup udara pada spuit, putar spuit diantara
telapak tangan untuk mencampurkan heparin.
13. Spuit diberi label dan tempatkan dalam es atau air es/termos berisi air es dan
es batu [semprit dibungkus plastik agar air tidak masuk dalam semprit, keaadan dingin
(4oC) bertujuan memperkecil terjadinya perubahan biokimiawi/proses metabolisme
yang akan meningkatkan CO2 kemudian langsung dibawa ke laboratorium

16
b. Brachial Artery / Arteri Brachialis
Arteri yang berada pada medial anterior bagian antecubital fossa,
terselip diantara otot bisep. Ukuran arteri besar sehingga mudah dipalpasi
dan ditusuk. Sirkulasi kolateral cukup, tetapi tidak sebanyak RA.
Kesulitannya letak arteri lebih dalam, letaknya dekat dengan basillic vein
dan syaraf median, kemungkinan terjadi hematoma.

Pengambilan Darah Arteri Brakhialis


1. Arteri brakhialis letaknya lebih dalam daripada arteri radialis yaitu di
fosa antecubiti. Pengambilan dari arteri brakhialis harus dilakukan
dengan memperhatikan letak syaraf, jangan sampai mencederai nervus
medius yang letaknya berdampingan dengan arteri brakhialis
2. Lengan pasien dalam keadaan ekstensi maksimal, siku
dihiperekstensikan setelah meletakkan handuk di bawah siku
3. Raba denyut arteri brakhialis dengan jari
4. Lakukan tindakan asepsis/antisepsis
5. Tusukkan jarum dengan sudut 45o dan lubang jarum menghadap ke atas,
5-10 mm distal dari jari pemeriksa yang menekan pembuluh darah
6. Setelah pengambilan, tekan daerah tusukan selama 5 menit atau lebih
hingga perdarahan berhenti
Catatan : Penambahan lithium heparin 240-250 unit tiap 1 cc darah.

c. Femoral Artery / Arteri Femoralis


Arteri yang paling besar untuk AGD. Berada pada permukaan paha
dalam di dalam, di sebelah lateral tulang pubis. Dapat dilakukan AGD
sekalipun pada pasien dengan curah jantung yang rendah. Kesulitannya
sirkulasi kolateral sedikit sehingga mudah terjadi infeksi pada tempat

17
pengambilan, sulit untuk bekerja aseptis, pada orang tua (gangguan pada
dinding arteri sebelah dalam), letaknya dekat dengan vena paha (salah
tusuk).

d. Pada bayi : Arteri kulit kepala dan arteri tali pusat.

Arteri Femoralis atau Brakialis sebaiknya jangan digunakan jika masih


ada alternative lain karena tidak memiliki sirkulasi kolateral yang cukup
untuk mengatasi bila terjadi spasme atau thrombosis. Sedangkan arteri
temporalis atau axillaris sebaiknya tidak digunakan karena adanya resiko
emboli ke otak.

2. Analitik
Sampel darah arteri diperiksa dengan menggunakan alat BGA.

3. Pasca Analitik
1. Langkah-Langkah Mengevaluasi Hasil
Langkah-langkah yang dianjurkan untuk mengevaluasi nilai gas darah arteri
adalah sebagai berikut :
a. Evaluasi pH
pH <7,35 = asidosis
pH >7,45 = alkalosis
pH = 7,4 = normal
pH normal dapat menunjukkan gas darah yang benar-benar
normal atau pH yang normal ini mungkin suatu indikasi
ketidakseimbangan yang terkompensasi. Ketidakseimbangan yang

18
terkompensasi adalah suatu ketidakseimbang dimana tubuh mampu
memperbiki pH baik dengan perubahan respiratorik maupun metabolik
(tergantung pada masalah utama).
b. Menentukan penyebab primer gangguan dengan mengevaluasi PaCO2 dan
HCO3 yang hubungannya dengan pH
pH >7,4 = alkalosis
- Jika PaCO2< 40 mmHg : gangguan primer adalah alkalosis
respiratorik (situasi ini timbul jika pasien mengalami hiperventilasi
dan lebih banyak CO2 yang dikeluarkan)
- Jika HCO3 >24 mEq/L : gangguan primer adalah
alkalosismetabolik (situasi ini timbul jika tubuh memperoleh
terlalu banyak bikarbonat, suatu substansi alkali, bikarbonat adalah
basa, atau bagian alkali dari sistem buffer asam karbonik
bikarbonat)
pH <7,4 = asidosis
- Jika PaCO2 >40 mmHg : gangguan utama adalah asidosis
respiratorik (situasi ini timbul jika pasien mengalami hipovalensi
dan karenanya menahan terlalu banyak CO2, suatu substansi asam)
- Jika HCO3 <24 mEq/L : gangguan primer adalah asidosis metabolik
(situasi ini timbul jika kadar bikarbonat dalam tubuh turun, baik
karena kehilangn langsung bikarbonat atau karena penambahan
asam seperti asam laktat atau keton
c. Menentukan apakah kompensasi telah terjadi
Hal ini dengan melihat nilai selain gangguan primer. Jika nilai ini
bergerak kearah yang sama dengan nilai primer, kompensasi sedang
berjalan.

19
Nilai normal Analisa Gas Darah :

Arteri Vena
pH 7,35 – 7,45 7,31 – 7,41

PCO2 (kPa) 4,7 – 6,0 5,5 – 6,8


PCO2 (mmHg) 35 – 45 41 – 51
Bikarbonat 22 – 28 23 – 29
(mmol/L)

PO2 (kPa) 10,6 – 13,3 4,0 – 5,3


PO2 (mmHg) 80 – 100 30 – 40
SaO2 (%) >95 75

BE -2 - +2 -3 - +3

J. Interpretasi Analisa Gas Darah


1) Nilai Normal AGD
1. pH atau ion H+, menggambarkan apakah pasien mengalami asidosis atau
alkalosis. Nilai normal pH berkisar antara 7,35 sampai 7,45.
2. PO2, adalah tekanan gas O2 dalam darah. Kadar yang rendah menggambarkan
hipoksemia dan pasien tidak bernafas dengan adekuat. PO2 dibawah 60 mmHg
mengindikasikan perlunya pemberian oksigen tambahan. Kadar normal PO2
adalah 80-100 mmHg
3. PCO2, menggambarkan gangguan pernafasan. Pada tingkat metabolisme normal,
PCO2 dipengaruhi sepenuhnya oleh ventilasi. PCO2 yang tinggi menggambarkan
hipoventilasi dan begitu pula sebaliknya. Pada kondisi gangguan metabolisme,
PCO2 dapat menjadi abnormal sebagai kompensasi keadaan metabolik. Nilai
normal PCO2 adalah 35-45 mmHg.
4. HCO3-, menggambarkan apakah telah terjadi gangguan metabolisme, seperti
ketoasidosis. Nilai yang rendah menggambarkan asidosis metabolik dan begitu
pula sebaliknya. HCO3- juga dapat menjadi abnormal ketika ginjal

20
mengkompensasi gangguan pernafasan agar pH kembali dalam rentang yang
normal. Kadar HCO3- normal berada dalam rentang 22-26 mmol/l
5. Base excess (BE), menggambarkan jumlah asam atau basa kuat yang harus
ditambahkan dalam mmol/l untuk membuat darah memiliki pH 7,4 pada kondisi
PCO2 = 40 mmHg dengan Hb 5,5 g/dl dan suhu 37C0. BE bernilai positif
menunjukkan kondisi alkalosis metabolik dan sebaliknya, BE bernilai negatif
menunjukkan kondisi asidosis metabolik. Nilai normal BE adalah -2 sampai 2
mmol/l
6. Saturasi O2, menggambarkan kemampuan darah untuk mengikat oksigen. Nilai
normalnya adalah 95-98 %.
Komponen Nilai Normal Satuan
Ph 7,35 - 7,45.
PO2 80-100 mmHg
PCO2 35-45 mmHg
HCO3- 22-26 mmol/l
BE -2 - 2 mmol/l
Saturasi O2 95-98 %

Dari komponen-komponen tersebut dapat disimpulkan menjadi empat keadaan


yang menggambarkan konsentrasi ion H+ dalam darah yaitu:
a) Asidosis respiratorik
Adalah kondisi dimana pH rendah dengan kadar PCO2 tinggi dan kadar
HCO3- juga tinggi sebagai kompensasi tubuh terhadap kondisi asidosis tersebut.
Ventilasi alveolar yang inadekuat dapat terjadi pada keadaan seperti kegagalan otot
pernafasan, gangguan pusat pernafasan, atau intoksikasi obat. Kondisi lain yang juga
dapat meningkatkan PCO2 adalah keadaan hiperkatabolisme. Ginjal melakukan
kompensasi dengan meningkatkan ekskresi H+ dan retensi bikarbonat. Setelah terjadi
kompensasi, PCO2 akan kembali ke tingkat yang normal.
b) Asidosis Metabolik
Ditandai dengan menurunnya kadar HCO3-, sehingga pH menjadi turun.
Biasanya disebabkan oleh kelainan metabolik seperti meningkatnya kadar asam
organik dalam darah atau ekskresi HCO3- berlebihan. Pada kondisi ini, paru-paru
akan memberi respon yang cepat dengan melakukan hiperventilasi sehingga kadar

21
PCO2 turun. Terlihat sebagai pernafasan kussmaul. Pemberian ventilasi untuk
memperbaiki pola pernafasan justru akan berbahaya, karena menghambat kompensasi
tubuh terhadap kondisi asidosis.
c) Alkalosis respiratorik
Perubahan primer yang terjadi adalah menurunnya PCO2 sehingga pH
meningkat. Kondisi ini sering terjadi pada keadaan hiperventilasi, sehingga banyak
CO2 yang dilepaskan melalui ekspirasi. Penting bagi dokter untuk menentukan
penyebab hiperventilasi tersebut apakah akibat hipoksia arteri atau kelainan paru-
paru, dengan memeriksa PaO2. Penyebab hiperventilasi lain diantaranya adalah nyeri
hebat, cemas, dan iatrogenik akibat ventilator. Kompensasi ginjal adalah dengan
meningkatkan ekskresi bikarbonat dan K+ jika proses sudah kronik.
d) Alkalosis metabolik
Adalah keadaan pH yang meningkat dengan HCO3- yang meningkat pula.
Adanya peningkatan PCO2 menunjukkan terjadinya kompensasi dari paru-paru.
Penyebab yang paling sering adalah iatrogenik akibat pemberian siuretik (terutama
furosemid), hipokalemia, atau hipovolemia kronik dimana ginjal mereabsorpsi sodium
dan mengekskresikan H+, kehilangan asam melalui GIT bagian atas, dan pemberian
HCO3- atau prekursornya (laktat atau asetat) secara berlebihan. Persisten metabolik
alkalosis biasanya berkaitan dengan gangguan ginjal, karena biasanya ginjal dapat
mengkompensasi kondisi alkalosis metabolik.
2) Pembacaan AGD
Asidosis HCO3 PCO2 PH

Metabolik Tak ↓ N ↓
terkompensasi
Terkompensasi ↓ ↓ ↓
sebagian
Terkompensasi ↓ ↓ N
sempurna

22
Alkalosis HCO3 PCO2 PH

Metabolik Tak ↑ N ↑
terkompensasi
Terkompensasi ↑ ↑ ↑
sebagian
Terkompensasi ↑ ↑ N
sempurna

Ada tiga jenis kompensasi dalam keseimbangan asam basa, yaitu kompensasi
penuh, sebagian atau tidak ada kompensasi.
1. Tidak Ada Kompensasi
Dikatakan tidak ada kompensasi bila status asam basa yang tidak sesuai
dengan status pH dalam batas normal.
2. Kompensasi Sebagian
Dikatakan terdapat kompensasi sebagian bila status asam basa yang tidak
sesuai dengan status pH berada diluar batas normal dan nilai pH sendiri juga diluar
batas normal.
3. Kompensasi Penuh
Dikatakan kompensasi penuh bila status asam basa yang tidak sesuai dengan
status pH diluar batas normal, tetapi nilai pH dalam batas normal.

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemeriksaan analisa gas darah merupakan pemeriksaan penting penderita sakit
kritis atau seseorang yang mempunyai penyakit komplikasi untuk mengetahui atau
mengevaluasi pertukaran oksigen, karbondiosida, dan status asam-basa dalam darah.

Tujuan pemeriksaan analisa gas darah adalah :

1. Menilai atau mengkaji gangguan keseimbangan asam-basa dalam tubuh

2. Menilai kadar oksigenasi dan kadar karbondioksida dalam darah

3. Mengetahui keadaan O2 dan metabolisme sel

4. Efisiensi pertukaran O2 dan CO2.

5. Sebagai pegangan dalam penanganan pasien-pasien penyakit berat yang akut


dan menahun

6. Sebagai tindakan pemantauan dalam pemberian obat anestetik.

Komponen-komponen dasar evaluasi AGD mencakup :

1. pH (Status asam basa)


2. Tekananparsialoksigen (PO2)
3. Tekananparsialkarbondioksida (PCO2)\
4. saturasi oksigen (SO2)
5. Konsentrasibikarbonat(HCO3-)
6. BE (base excesses/kelebihan basa)

B. Saran
a. Perlu dikaji dan ditambah lebih dalam lagi tentang teori AGD dan penjelasannnya
agam menambah lebih banyak lagi manfaat dan kegunaan dari AGD.
b. Diharapkan para pembaca setelah membaca makalah ini mampu mengaplikasi-
kannya di dalam kehidupan sehari-hari.

24
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2005. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC
Fenton, Drew. 2009. Myocardial Infarction. Diakses tanggal 3 September dari
http://emedicine.medscape.com.
Irizarry Ricardo, Arterial and venous Blood Gasess : Indications, Interpretations and
Clinical Applications, CE Article, 2009.
Guyton AC, Hall JE. (2006). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta : EGC
McCann, J. A. S. (2004). Nursing Procedures.4th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
Potter,P.A. & Perry, A.G.(1997). Fundamental of Nursing : Concept, Process and
Practice.4th Ed. St. Louise, MI: Elsevier Mosby,Inc
Wilson.D.D.(1997). Understanding Laboratory and Diagnostik Tests. Philadelphia:
Lippincolt.

25

You might also like