Professional Documents
Culture Documents
KASUS DIFTERI
B. Etiologi/Klasifikasi
Penyebab penyakit difteri adalah Corynebacterium diphtheriae. Berbentuk batanggram
positif, tidak berspora, bercampak atau kapsul. Infeksi oleh kuman sifatnya tidak invasive,
tetapi kuman dapat mengeluarkan toxin, yaitu exotoxin. Toxin difteri ini, karena mempunayi
efek patoligik meyebabkan orang jadi sakit. Ada tiga type variants dari Corynebacterium
diphtheriae ini yaitu : type mitis, type intermedius dan type gravis.
Corynebacterium diphtheriae dapat dikalsifikasikan dengan cara bacteriophage lysis
menjadi 19 tipe. Tipe 1-3 termasuk tipe mitis, tipe 4-6 termasuk tipe intermedius, tipe 7
termasuk tipe gravis yang tidak ganas, sedangkan tipe-tipe lainnya termasuk tipe gravis yang
virulen. Corynebacterium diphtheriae ini dalam bentuk satu atau dua varian yang tidak ganas
dapat ditemukan pada tenggorokan manusia, pada selaput mukosa.(Depkes,2007).
Klasifikasi penyakit difteri secara klinis adalah menurut lokasinya sebagai berikut:
a. Difteri nasal anterior
b. Difteri nasal posterior
c. Difteri fausial (farinks)
d. Difteri laryngeal
e. Difteri konjungtiva
f. Difteri kulit
g. Difteri vulva/vagina
Menurut tingkat keparahannya:
1. Infeksi ringan, apabila pseudomembrane hanya terdapat pada mukosa hidung dengan
gejala hanya pilek dan nyeri waktu menelan.
2. Infeksi sedang, apabila pseudomembrane telah menyerang sampai faring dan laring
sehingga keadaan pasien terlihat lesu dan agak sesak
3. Infeksi berat, apabila terjadi sumbatan nafas yang berat dan adanya gejala-gejala yang
ditimbulkan oleh eksotoksin seperti miokarditis, paralisis dan nefritis.
C. Manifestasi Klinis
a. Gejala umum : demam tidak terlalu tinggi, lesu pucat, nyeri kepala atau anoreksia.
b. Gelaja klinis :
- Gejala ringan : pilek, sekret yang keluar terkadang bercampur darah, radang selaput
lendir.
- Gejala berat : radang akut, tenggorokan, suhu tinggi, nafas berbau, pembengkakan
kelenjar getah bening (bullneck), suara serak, sesak nafas, sianosis.
D. Patofisiologi/ Woc
Terpapar Corynebacterium difteria diudara
Difteri
Membentuk Pseudomonia
Lokal Sistemik
Infeksi Nasal Infeksi tonsil Infeksi kel. Geth bening Infeksi pada laring Miokarditis Infeksi kutaneus
dan laring dan trakea
Peradangan mukosa hidung Nyeri Pada tonsil Demam Penumpukan Pembesaran gagal jantung Nefritis vagina konjungtifa
MK: Resiko Sekret pseudomembran
kekurangan
Influensa Hidung serosa Nyeri menelan Mual muntah volume cairan Obstruksi jalan nafas
Anoreksia
MK: nutrisi Kurang MK: bersihan
dari kebutuhan jalan nafas tidak
tubuh efektif
Apneu
Lemah dan lesu
Sianosis
MRS
Tindakan infasif pemisahan lingkungan baru (isolasi) kurangnya informasi situasi krisis
F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Jika anak menderita difteri, ia harus dirawat di rumah sakit karena sering kali menjadi
gawat.
a. Racun yang dihasilkan oleh kuman dieliminasi dengan pemberian anti racun yang
disebut dengan anti toksin yang spesifik untuk kuman difteri.
b. Antibiotik diberikan dalam jangka waktu tertentu untuk mengeliminasi kuman,
menghentikan produksi racun oleh kuman, dan mengobati infeksi lokal saluran napas
bagian atas.
c. Istirahat total sangat dibutuhkan, terutama pada anak dengantanda-tanda komplikasi
pada jantung.
Pengobatan/ terapi dengan menggunakan obat, seperti :
1) Antitoksin: serum anti diphtheria (ADS). Dosis serum anti diphtheria ditentukan secara
empiris berdasarkan berat penyakit, tidak tergantung pada berat badan penderita, dan
berkisar antara 20.000-120.000 KI.
2) Antimikrobial
Penisilin prokain 50.000-100.000 KI/BB/hari selama 7-10 hari,
bila alergi bisa diberikan eritromisin 40 mg/kg/hari.
3) Kortikosteroid
Kortikosteroid diberikan kepada penderita dengan gejala obstruksi saluran nafas
bagian atas dan bila terdapat penyulit miokardiopati toksik.
4) Pengobatan penyulit
Pengobatan terutama ditujukan terhadap menjaga agar hemodinamika penderita tetap baik
oleh karena penyulit yang disebabkan oleh toksin pada umumnya reversibel.
5) Pengobatan Carrier
Carrier adalah mereka yang tidak menunjukkan keluhan, mempunyai reaksi Schick
negatif tetapi mengandung basil diphtheria dalam nasofaringnya. Pengobatan yang dapat
diberikan adalah penisilin oral atau suntikan, atau eritromisin selama satu minggu.
Mungkin diperlukan tindakan tonsilektomi / adenoidektomi.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Pasien difteri harus dirawat di kamar isolasi yang tertutup. Petugas harus memakai
gaun khusus (celemek) dan masker yang harus diganti tiap pergantian tugas atau sewaktu-
waktu bila kotor (jangan dari pagi sampai malam hari). Sebaiknya penunggu pasien juga
harus memakai celemek tersebut untuk mencegah penularan ke luar ruangan. Harus
disediakan perlengkapan cuci tangan: desinfektan, sabun, lap, atau handuk yang selalu
kering (bila ada tisu) air bersih jika ada kran juga tempat untuk merendam alat makan yang
diisi dengan desinfektan. Jika anak menderita difteri, ia harus dirawat di rumah sakit karena
seringkali menjadi gawat.
G. Komplikasi
Komplikasi bisa dipengaruhi oleh virulensi kuman, luas membran, jumlah toksin, waktu antara
timbulnya penyakit dengan pemberian antitoksin. Komplikasi difteri terdiri dari :
1. Infeksi sekunder, biasanya oleh kuman streptokokus dan stafilokokus
2. Infeksi Lokal : obstruksi jalan nafas akibat membran atau oedema jalan nafas
3. Infeksi Sistemik karena efek eksotoksin
Komplikasi yang terjadi antara lain kerusakan jantung, yang bisa berlanjut menjadi gagal
jantung. Kerusakan sistem saraf berupa kelumpuhan saraf penyebab gerakan tak
terkoordinasi. Kerusakan saraf bahkan bisa berakibat kelumpuhan, dan kerusakan ginjal.
Hidung simetris/tidak, - - -
tampak bersih/tidak,
ada secret/tidak, ada
pernafasan cuping
hidung/tidak.
Wajah Pucat/tidak - - -
Mulut mukosa bibir - - -
terlihat lembab,
tidak bersih, tampak
ada stomatitis/tidak.
Telinga Ada secret tidak Ada nyeri - -
tekan tidak
Leher tampak pembesaran teraba - -
kelenjar tyorid, pembesaran
kelenjar lymfe kelenjar
maupun pembesaran tyorid,
vena jugolaris/tidak kelenjar
lymfe
maupun
pembesaran
vena
jugolaris/tidak
Dada simetris/tidak, - - Terdengar ronchi
tampak benjolan dan
yang wheezing/tidaktidak
abnormal/tidak, ada bising aorta dan
nafas teratur/tidak. mur-mur, suara
jantung S1 “Lup”,
S2 “Dup”
Abdomen Tampak kembung Ada nyeri Ada tidak Peristaltic 3-5
tidak, ada lesi tidak tekan tidak bunyi x/menit
nyaring
khas
kembung
Ekstremitas Replek bisep (+), Akral teraba - -
trisep (+), kekuatan hangat atau
otot (1-5) panas.
Genetalia Bersih tidak, ada - - -
lesi.
Integument Tampak sianosis, - - -
turgor kulit
menurun normal (2-
5 detik)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Analisa data
Data yang dikumpulkan harus dianalisa untuk menentukan masalah pasien adapun analisa
data dapat pada difteria sebagai berikut :
Tabel Analisa Data :
No. Systom Etiologi Problem
1. Ds :Biasanya ibu klien Kuman Ketidak efektifan bersihan
mengatakan anaknya jalan nafas
mengeluh sesak.
Do : Masuk ke traktus respiratori
1. Terdapat sianosis atas
2. Terdapat stridor atau
nafas bunyi saat inspirasi,
3. Suara serak, batuk, Membentuk
dyspnea pseudomembran
4. Pseudomembran +
5. Nafas bau, banyak secret
Infeksi pada laring
Penumpukan secret
Pembesaran
pseodomembran
2. Ds :Biasanya ibu klien Kuman Nutrisi Kurang dari
mengatakan anaknya kebutuhan tubuh
mengeluh tidak nafsu makan.
Do : Masuk ke traktus respiratori
1. Pseudomembran + atas
2. Berat badan menurun
3. Tonus otot menurun
4. Membran mukosa pucat Infeksi tonsil dan laring
nyeri menelan
anoreksia
mual muntah
ganda).
secara ilmiah).
Nugroho, Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, Penyakit Dalam.
Jakarta : Nuha Medika
Hidayat, aziz alimul A. 2008. Pengantar ilmu keperawatan anak. Jilid 2. Jakarta: Salemba
Medika.
Nurarif, Amin Huda dkk. 2013. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnose
medis & NANDA. Jakarta: Medi Action.
Suriadi, dan Rita Yuliani. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 2. Jakarta: Sagung
seto