You are on page 1of 14

ANTAGONISME ANTAR BAKTERI

LAPORAN PRAKTIKUM

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Mikrobiologi

Yang Dibimbing oleh Ibu Sitoresmi Prabaningtyas, S.Si, M.Si

Disusun oleh:

Kelompok 6 / Offering I

Anggi Klaritasari 160342606275


Benedektio Jose Cristian 160342606285
Dhita Humaira E. 160342606283
Emilda Firdiana Avis 160342606272
Imroatun Nafiah 160342606231

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
April 2018
A. Topik
Antagonisme Antar Bakteri
B. Hari, tanggal Praktikum
Kamis, 12 April 2018
C. Tujuan
Untuk mempelajari sifat antagonisme antara kapang dengan bakteri
D. Dasar Teori
Seperti halnya makhluk hidup lain, mikroba (mikroorganisme) juga
melakukan interaksi baik dengan individu sejenis maupun individu yang
berlainan. Presscott (2002: 605) menyebutkan interaksi microbial tidak hanya
terjadi antar mikroba saja, melainkan juga dengan tumbuhan dan hewan. Interaksi
ini bisa bersifat positif maupun negatif, seperti dijelaskan dalam gambar berikut:

Selain itu, secara garis besar interaksi microbial (interaksi antar mikroba)
terbagi menjadi interaksi simbiotik dan non-simbiotik. Dikatakan simbiotik
apabila spesies yang satu dengan yang lain saling berkaitan dan membutuhkan.
Dalam asosiasi ini, hubungan antar mikroba terbagi menjadi hubungan
mutualisme, komensalisme, dan parasitisme. Sementara asosiasi non-simbiotik
terjadi pada 2 spesies yang tidak saling terkait untuk mendukung kehidupannya.
Dalam hubungan ini terdapat hubungan sinergisme dan antagonism (Talaro, 2001
: 215).

Antagonisme merupakan suatu bentuk asosiasi antara spesies yang tidak


saling berkaitan (secara alamiah) dan akan terbentuk (asosiasi ini) ketika terjadi
persaingan komunitas. Jacquelyn (2012) menyebutkan bahwa asosiasi ini
ditunjukkan dengan adanya interaksi antara 2 spesies yang saling merusak satu
sama lain. Dalam hal ini, suatu mikroba mensekresikan substansi kimia tertentu
ke lingkungan sekitar yang dapat menghambat atau menghancurkan mikroba lain
di habitat yang sama. Mikroba yang mensekresikan substansi tersebut biasanya
mendapat keuntungan karena dapat memperluas wilayah dan menyerap nutrisi
yang ada pada daerah tersebut (Talaro, 2001: 217). Biasanya, interaksi ini terjadi
di lingkungan tanah, dimana pada lingkungan tersebut banyak terdapat nutrisi dan
koloni-koloni microbial. Namun begitu, interaksi antagonisme juga terdapat di
dalam tubuh manusia, semisal pada sistem respiratori, di usus besar, maupun di
sistem reproduksi (Cowan, 2012: 624).
Dalam suatu lingkungan yang kompleks yang berisi berbagai macam
organisme, aktivitas metabolisme suatu organisme akan berpengaruh terhadap
lingkungannya. Mikroorganisme seperti halnya organisme lain yang berada dalam
lingkungan yang komplek senantiasa berhubungan baik dengan pengaruh faktor
abiotik dan pengaruh faktor biotik. Sedikit sekali di alam ada suatu jenis
mikroorganisme yang hidup secara individual. Sekalipun suatu biakan
mikroorganisme murni yang tumbuh dalam suatu medium, tetap akan
beruhubungan dengan pengaruh faktor lingkungan secara terbatas (UPI, 2010).
Mikroorganisme umumnya hidup dalam bentuk asosiasi membentuk suatu
konsorsium laksana suatu “Orkestra” yang satu dengan lainnya bekerja sama.
Hubungan mikroorganisme dapat terjadi baik dengan sesama mikroorganisme,
dengan hewan dan dengan tumbuhan. Hubungan ini membentuk suatu pola
interaksi yang spesifik yang dikenal dengan simbiosis (sym = bersama, bios =
hidup). Interaksi antar mikroorganisme yang menempati suatu habitat yang sama
akan memberikan pengaruh positif, saling menguntungkan dan pengaruh negatif;
saling merugikan dan netral; tidak ada pengaruh yang berarti. Interaksi yang
“netral” sebenarnya jarang terjadi hanya dapat terjadi dalam keadaan dorman
seperti endospora. Jumlah populasi mikroorganisme dalam suatu komunitas
supaya dapat mencapai jumlah yang optimal, maka mikroorganisme berinteraksi
dan mempengaruhi organisme lain. Mikroorganisme harus berkompetisi dengan
organisme lain dalam memperoleh nutrisi dari lingkungannya, sehingga dapat
terus “lulus hidup” dan dapat berkembangbiak dengan sukses (UPI, 2010).
Berikut bentuk-bentuk interaksi antar organisme:
1. Komensalisme
Interaksi antara mikroorganisme dengan organisme lain dimana satu jenis
dapat diuntungkan dan jenis lain tidak dirugikan, hubungan interaksi semacam ini
disebutkomensalisme atau metabiosis. Interaksi bentuk komensalisme antar
mikroorganisme biasanya berhubungan dalam proses metabolisme, satu jenis
mikroorganisme memberikan kondisi yang cocok untuk pertumbuhan
mikroorganisme lain. Sebagai contoh dalam saluran pencernaan manusia
mikroorganisme anaerob obligat merupakan mikroorganisme yang berlimpah dan
tumbuh dengan optimal. Bakteri asam asetat dan khamir terjadi hubungan
komensalisme selama proses fermentasi asam asetat, dimana sel khamir
menyediakan substrat alkohol bagi pertumbuhan bakteri asam asetat.
2. Mutualisme
Interaksi antar mikroorganisme dapat saling menguntungkan, interaksi
semacam ini disebut mutualisme. Hubungan interaksi mutualisme dapat terjadi
antar mikroorganisme yang berkerjasama dalam proses metabolisme. Biasanya
satu jenis mikroorganisme menyediakan nutrisi bagi mikroorganisme lain
begitupula sebaliknya. Contohnya: Streptococcus faecalis dan Lactobacillus
arabinosis yang bisanya tidak dapat tumbuh pada medium tanpa glukosa. S.
faecalis membutuhkan asam folat yang dihasilkan oleh L. arabinosus sebaliknya
L. arabinosus membutuhkan fenilalanin yang dihasilkan oleh S. faecalis. Ketika
kedua baiakan mikroorganisme ditumbuhkan dalam medium yangsama, maka
mereka mendapatkan nutrisi yang lengkap. Contoh lain antara bakteri Escherichia
coli dan Proteus vulgaris, dimana E.coli menghidroslisis laktosa bagi Proteus
vulgaris, sementara itu P. vulgaris menguraikan urea yang melepaskan sumber
Nitrogen bagi pertumbuhan E.coli.
3. Antagonisme
Hubungan antara mikroorganisme dengan organisme lain yang saling
menekan pertumbuhannya disebut antagonisme. Bentuk interaksi ini merupakan
suatu hubungan asosial. Biasanya Spesies yang satu menghasilkan suatu senyawa
kimia yang dapat meracuni spesies lain yang menyebabkan pertumbuhan spesies
lain tersebut terganggu. Senyawa kimia yang dihasilkan dapat berupa sekret atau
metabolit sekunder. Contoh dari antagonisme antara lain Streptococcus lactis
dengan Bacillus subtilis. Pertumbuhan B.subtilis akan terhambat karena asam
laktat yang dihasilkan oleh S. lactis. Interaksi antagonisme disebut juga antibiois.
Bentuk lain dari interaksi antagonisme di alam dapat berupa kompetisi,
parasitisme, amensalaisme dan predasi. Biasanya bentuk interaksi ini muncul
karena ada beberapa jenis miktororganisme yang menempati ruang dan waktu
yang sama, sehingga mereka harus memperebutkan nutrisi untuk tetap dapat
tumbuh dan berkembangbiak. Akhirnya dari interaksi semacam ini memberikan
efek beberapa mikroorganisme tumbuh dengan optimal, sementara
mikroorganisme lain tertekan pertumbuhannnya (UPI, 2010). Kemampuan jamur
untuk berada di habitat tertentu seperti tanah ataupn di permukaan bagian tanaman
sebagian ditentukan oleh hubungan interaksi dengan mikro-organisme lainnya.
Hubungan yang bersifat antagonis satu dengan lainnya sehingga berpotential
digunakan sebagai agensia hayati. Diantara contoh jamur yang bersifat antagonis
ini adalah Trichoderma spp, Peniillium spp dan Gliocladium spp. Jamur-jamur
tersebut dapat bersifat antagonis (Nurhayati, 2011).

E. Alat dan Bahan


Alat :

 Jarum Inokulasi berkolong


 LAF (Laminar Air Flow)
 Kompor gas
 Inkubator
 Beaker Glass
 Spirtus
 Cawan Petri Steril.
Bahan :

 Medium lempeng Skim Milk Agar


 Medium tegak Nutrien Agar Steril
 Biakan murni Penicillium chrysogenum
 Staphylococcus aureus

F. Cara Kerja
Diinokulasikan satu ose penuh spora biakan murni Penicillium
chrysogenum ke medium SMA

Diinkubasikan pada suhu kamar dengan cawan dalam keadaan terbalik


selama 6-7 x 24 jam pada suhu 25ᴼ C sampai terdapat bintik cairan
kekuningan di sekitar koloni
Dicairkan medium nutrien agar lalu didinginkan sampai suhu kira-kira 50ᴼ
C

Diinokulasikan segera 2 ose biakan murni Staphylococcus aureus,


goyangkan diantara kedua tangan lalu dituangkan secara aseptis ke dalam
cawan petri steril

Diltekkan potongan koloni Penicillium chrysogenum berbentuk lingkaran


dengan diameter 5 mm setelah agar menjadi padat pada permukaan nutrien
agar

Diinkubasikan pada suhu 37ᴼ C (jangan dibalik) selama 1 x 24 jam

Diamati adanya zone-zone penghambat pertumhuhan bakeri pada medium


tersebut.
G. Data

Data yang kami peroleh adalah sebagai berikut :

Ulangan ke- Diameter zona Diameter koloni Diameter zona


jernih (mm) P. Chrysogenum (mm) hambat (mm)
U1 2,20 5,70 7,90

U2 0,86 5,25 6,11

Rata-rata 1,53 5,475 7,005

H. Analisa Data

Pada praktikum ini, langkah pertama yang dilakukan adalah


menginokulasikan satu ose penuh spora biakan murni Penicillium chrysogenum
ke medium Skim Milk Agar steril, kemudian menginkubasikan pada suhu kamar
dengan cawan dalam keadaan terbalik selama 6-7 x 24 jam pada suhu 25 C
sampai terdapat bintik cairan kekuningan di sekitar koloni kapang, setelah itu
langkah selanjutnya adalah mencairkan medium nutrien agar lalu didinginkan
sampai suhu kira-kira 50˚C, kemudian Menginokulasikan segera 2 ose biakan
murni Staphylococcus aureus, goyangkan diantara kedua tangan lalu dituangkan
secara aseptis ke dalam cawan petri steril, Setelah agar menjadi padat pada
permukaan nutrien agar diletakkan potongan koloni Penicillium chrysogenum
berbentuk lingkran dengan diameter 5 mm atau 0,5 cm, langkah terakhir adalah
menginkubasikan pada suhu 37˚C selama 1 x 24 jam dengan peletakan tidak
terbalik, kemudian diamati adanya zone-zone penghambat pertumhuhan bakeri
pada medium tersebut.

. Pada dua ulangan tersebut diameter zona hambat yang didapatkan


berbeda hal tersebut dikarenakan ukuran dan bentuk zona hambat berbeda. Oleh
karenanya perlu diukur jarak antara sisi terluar dari zona jernih terhadap pusat
koloni P. Chrysogenum pada dua tempat yang berbeda. Berdasarkan hasil
perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan antara ulangan 1
dan ulangan 2. Diameter zona jernih pada ulangan 1 adalah 2,20 mm, sedangkan
pada ulangan 2 adalah 0,86 mm. Kemudian Diameter koloni P. Chrysogenum
pada ulangan 1 adalah 5,70 dan pada ulangan 2 adalah 5,25 mm, selanjutnya
Diameter zona hambat P. Chrysogenum terhadap bakteri S. aureus yang
ditunjukkan pada ulangan 1 yaitu 7,19 m dan ulangan 2 yaitu 6,11 mm. Dengan
adanya perbedaan ini, maka pengamat mengambil kesimpulan sementara bahwa
zona hambat P. Chrysogenum terhadap bakteri S. aureus berkisar antara 6,11 –
7,19 mm.

I. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini dilakukan untuk mempelajari sifat antagonisme antara
kapang dengan bakteri. Pada praktikum ini digunakan koloni Penicillium
chrysogenum yang menghasilkan cairan berwarna kekuning-kuningan yang
sebelumnya dikembangbiakan di dalam medium SMA (Skim Milk Agar).
Digunakan medium ini karena medium ini kaya akan nutrisi sehingga
pertumbuhan Penicillium chrysogenum akan optimal. Menurut Rathnayaka,
(2013) skim milk merupakan agensia cryprotenctant paling baik. Skim milk 10%
sebagai cryprotectant sel mikroba dikatakan lebih unggul dalam mempertahankan
daya hidup sel dibandingkan gliserol 15%, hal ini di dimungkinkan karena adanya
efek dari skim milk terhadap kandungan asam lemak yang terdapat pada membran
sel sehingga mengubah fluiditas membran mungkin juga di sebabkan adanya
kalsium (Ca) pada skim milk yang berkontribusi terhadap enzim selular (Cody et
al., 2008). Langkah kedua yaitu menginkubasikan pada suhu kamar dengan cawan
dalam keadaan terbalik selama 6-7 x 24 jam pada suhu 25˚C sampai terdapat
bintik cairan kekuningan di sekitar koloni kapang, penerapan rentang waktu
tersebut dikarenakan dalam kisaran waktu 6-7 x 24 jam Penicillium chrysogenum
telah menghasilkan penisillin.
Menurut Volk dan Wheeler, (1993) menyatakan bahwa penisilin
merupakan senyawa metabolit sekunder yang disintesis oleh mikrobia pada fase
stasioner. Selanjutnya ditambahkan oleh Crueger (1990), fase pertumbuhan
stasioner Penicillium terjadi pada inkubasi jam ke-140. Walaupun demikian,
waktu terjadinya fase stasioner dipengaruhi oleh komposisi medium dan faktor
lingkungan. Sedangkan digunakan suhu 25 ˚C pada inkubasi Penicillium
chrysogenum dikarenakan suhu tersebut merupakan suhu optimun kapang jenis ini
tumbuh. Menurut Pitt dan Hocking (1979), koloni Penicillium chrysogenum
tumbuh secara cepat di atas medium standar pada suhu 25˚C. Kemudian
digunakan bakteri Staphyllococcus aureus yang sudah diinokulasikan kedalam
cawan steril dari medium NA. Menurut Baird-Parker, (2000) menyatakan bahwa
Staphyllococcus aureus merupakan suatu bakteri yang dapat memproduksi toksin,
Gram positif, dan termasuk bakteri aerob. Langkah selanjutnya adalah memotong
Penicillium chrysogenum berbentuk lingkaran dengan diameter 5 mm. Pada
potongan tersebut disertakan juga cairan kekuning-kuningan yang merupakan
senyawa antibiotik yang dihasilkan oleh kapang Penicillium chrysogenum.
Setelah itu meletakkan potongan kapang diatas medium NA yang telah
diinokulasikan bakteri Staphyllococcus aureus. Langkah selanjutnya yaitu
menginkubasikan pada suhu 37˚C selama 1 x 24 jam dengan posisi tidak terbalik,
suhu tersebut merupakan suhu pertumbuhan maksimal dari Staphyllococcus
aureus, menurut Baird-Parker, (2000) menyatakan bahwa suhu pertumbuhan
paling baik bakteri Staphyllococcus aureus yaitu 37 ˚C, faktor-faktor pemicu
pertumbuhan Staphyllococcus aureus dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis data tersebut, diketahui sampel


Pencillium chrysogenum berbentuk lingkaran dengan diameter 5,5 mm yang
diletakkan pada biakan bakteri bakteri S. aureus akan membentuk zona bewarna
bewarna jernih. Zona tersebut meliputi bagian di bawah sampel kapang dan
lingkaran di luar sampel kapang yang masih bewarna jernih. Zona tersebut dikenal
sebagai zona jernih. Sementara bagian lingkaran jernih di luar sisi sampel kapang
disebut sebagai zona hambat. Adanya zona jernih dan zona hambat menandakan
tidak tumbuhnya bakteri pada bagian tersebut. Tidak berkembangnya bakteri di
dekat sampel kapang Penicillium chrysogenum terjadi akibat adanya hubungan
antagonisme antara kapang Penicillium chrysogenum dan baketri S. aureus.
Hubungan antagonisme tersebut terjadi akibat adanya senyawa antibiotik
berupa penisilin yang dihasilkan oleh Penicillium chrysogenum. Senyawa
penisilin ini merupakan senyawa yang dapat menghambat sintesis peptidoglikan
dinding sel bakteri (Giguere et al, 2006). Maka dari itu, kehadiran Pencillium
chrysogenum dapat meghambat pertumbuhan bakteri S. aureus. Berikut
merupakan gambar zona bening dan zona hambat pada biakan bakteri S. aureus.

A A

Gambar 1. A. Zona Bening. B. Zona Hambat pada Biakan Bakteri


Staphylococcus aureus, Ulangan 1 (kiri) dan Ulangan 2 (kanan).
(Sumber: Dokumen Pribadi).

Berdasarkan hasil pengukuran, diketahui bahwa zona putih yang muncul


pada biakan S. aureus sedikit besar. Hal ini terjadi karena S. aureus lebih rentan
terhadap antimikroba penisilin. Menurut Navarre dan Schneewind (1999),
beberapa antibiotik asal Penicillium diketahui mempunyai aktivitas yang baik
terhadap bakteri Staphylococcus yang merupakan bakteri gam positif. Bakteri
Gram-positif diketahui lebih sensitif daripada bakteri Gram-negatif, hal ini
disebabkan oleh struktur dinding sel bakteri Gram-positif yang lebih sederhana
dibandingkan dengan bakteri Gram-negatif karena hanya terdiri dari lapisan
peptidoglikan yang tebal, selain itu pada bakteri Gram-positif, peptidoglikan tidak
terlindungi oleh membran luar. Perbedaan struktur lapisan membran tersebut
menyebabkan bakteri Gram-negatif kurang sensitif terhadap antibiotik daripada
bakteri Gram-positif terutama antibiotik golongan β-laktam yang merupakan
antibiotik asal Penicillium sp. Antibiotik β-laktam bekerja membunuh bakteri
dengan cara mengganggu sintesis dinding sel melalui penghambatan enzim
transpeptidase yang mengakibatkan dinding sel menjadi lebih lemah, sensitif dan
mudah terdegradasi (Giguere et al, 2006).

J. KESIMPULAN

Hubungan antara mikroorganisme dengan organisme lain yang saling


menekan pertumbuhannya disebut antagonisme. Bentuk interaksi ini merupakan
suatu hubungan asosial. Biasanya Spesies yang satu menghasilkan suatu senyawa
kimia yang dapat meracuni spesies lain yang menyebabkan pertumbuhan spesies
lain tersebut terganggu
Hubungan antagonisme tersebut terjadi akibat adanya senyawa antibiotik
berupa penisilin yang dihasilkan oleh Penicillium chrysogenum. Senyawa
penisilin ini merupakan senyawa yang dapat menghambat sintesis peptidoglikan
dinding sel bakteri (Giguere et al, 2006). Maka dari itu, kehadiran Pencillium
chrysogenum dapat meghambat pertumbuhan bakteri S. aureus. Berdasarkan hasil
pengukuran, diketahui bahwa zona putih yang muncul pada biakan S. aureus
sedikit besar. Hal ini terjadi karena S. aureus lebih rentan terhadap antimikroba
penisilin
DAFTAR RUJUKAN
Baird-Parker, T.C. 2000. Staphylococcus aureus. p1317-1335. In The
Microbiological Safety and Quality of Food. Volume II. Lund, B.M.,
Baird-Parker, T.C. and Gould, G.W. eds. Published by Aspen Publishers.
Cody WL, Wilson JW, Hendrixson DR, Mclver KS, Hagman KE, Ott CM,
Nickerson CA and Schurr MJ. 2008. Skim milk enhances the
preservation of thawed -80°C bacterial stocks. Journal Microbiol
Methods. Vol 75(1): 135–138.
Cowan, Marjerie Kelly. 2012. Microbiology, a system approach 3rd edition.
USA: McGraw-Hill companies.

Crueger, W., dan Crueger, A. 1990. Biotechnology : A texbook of Industrial


Microbiology. Sunderland: Sinauer Associates Inc., p. 239-240.
Giguère S, Prescott JF, Baggot JD, Walker RD, Dowling PM. 2006. Antimicrobial
Therapy in Veterinary Medicine, 4th ed. Ames, Iowa: Blackwell Publishing.
Jacquelyn, Black. 2012. Microbiology 8thed, Principles and Exploration. USA:
John Wiley & sons, Inc.

Navarre WW, Schneewind O. 1999. Surface Proteins of Gram-Positive Bacteria


dan Mechanisms of Their Targeting to the Cell Wall. Microbiology and
Molecular Biology Reviews 63(1) : 174-229.
Nurhayati. 2011. Penggunaan Jamur dan Bakteri dalam Pengendalian Penyakit
Tanaman Secara Hayati yang Ramah Lingkungan. (Online), (http: // eprints.
unsri.ac.id/1068/2/penggunaan_jamur_dan_Bakteri_pdf.pdf), diakses 17
April 2018.
Pitt, J.I., dan Hocking,A.D. 1979. Fungi dan Food Spoilage. Second edition.
London: Blackie Academic and Professional an imprint of Chapman &
Hall, p. 289,762-789.
Prescott, Lansing M. 2002. Microbiology 5th edition. USA: McGraw-Hill
companies.

Rathnayaka K. 2013. Effect of freeze-drying on viability and probiotic properties


of a mixture of probiotic bacteria. Journal of Science and Technology.
Vol 3(11): 1074.
Talaro, Kathleen Park & Arthur Talaro. 2001. Foundations in Microbiology 4th
edition. USA: McGraw-Hill companies.
UPI. 2010. Interaksi Mikroorganisme. (Online), (http://file.upi.edu.pdf), diakses
18 April 2018.
Volk, A.W., dan Wheeler, M.F. 1993. Mikrobiologi Dasar. Jilid 1. Jakarta:
Penerbit Erlangga.

You might also like