You are on page 1of 17

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN KEDARURATAN SISTEM

ENDOKRIN : DIABETES INSIPIDUS

S1 Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan


Universitas Airlangga
Surabaya
2017

1
2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes insipidus adalah gangguan kelenjar hipofisis posterior yang
ditandai dengan kekurangan hormon antidiuretik (ADH) atau vasopresin.
Polidipsia dan poliuri merupakan ciri gangguan ADH. Penyebab sekunder
penyakit diabetes insipidus seperti trauma kepala, tumor
otak, atau bedah ablasi atau iradiasi dari kelenjar pituitari. Diabetes insipidus
juga dapat terjadi karena infeksi sistem saraf pusat (meningitis, ensefalitis,
tuberkulosis) atau tumor (misalnya, penyakit metastatik, limfoma dari
payudara atau paru-paru). Penyebab lain diabetes insipidus adalah kegagalan
tubulus ginjal untuk menanggapi ADH, bentuk nephrogenik mungkin berhubu
ngan dengan hipokalemia, hiperkalsemia, dan berbagai obat-obatan misalnya,
lithium, demeclocycline (Declomycin) (Smeltzer et al, 2002).
Diabetes insipidus dapat terjadi pada setiap usia sesudah bayi, diabetes
insipidus nephrogenic warisan biasanya terjadi segera setelah lahir. Warisan
diabetes insipidus nephrogenic adalah terpaut pada kromosom x, karena itu
pada laki-laki hanya terpengaruh secara klinis, sedangkan perempuan adalah
pembawa. Warisan central diabetes insipidus sangat langka dan dapat
menunjukkan pola negatif atau resesif dominan. Prevalensi diabetes insipidus
ini terdapat 1 kasus per 25.000 penduduk, presentasi antara laki-laki dan
wanita sama (Smeltzer et al, 2002).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi Diabetes Insipidus?
2. Apa saja etiologi Diabetes Insipidus?
3. Bagaimana patofisiologi Diabetes Insipidus?
4. Apa saja manifestasi klinis sehingga seseorang dikatakan menderita
Diabetes Insipidus?
5. Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada Diabetes Insipidus?
6. Bagaimana penatalaksanaan pada Diabetes Insipidus?
7. Apa saja komplikasi yang terjadi pada pasien dengan Diabetes Insipidus?

3
8. Bagaimana prognosis pada pasien dengan Diabetes Insipidus?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan Diabetes Insipidus?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menyusun asuhan keperawatan kristis tentang
penyakit Diabetes Insipidus dengan baik dan benar.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mampu menjelaskan definisi Diabetes Insipidus.
2. Mampu menjelaskan etiologi Diabetes Insipidus.
3. Mampu menjelaskan patofisiologi Diabetes Insipidus.
4. Mampu menjelaskan manifestasi klinis sehingga seseorang dikatakan
menderita Diabetes Insipidus.
5. Mampu menjelaskan pemeriksaan diagnostik pada Diabetes Insipidus.
6. Mampu menjelaskan penatalaksanaan Diabetes Insipidus.
7. Mampu menjelaskan komplikasi yang terjadi pada pasien dengan
Diabetes Insipidus.
8. Mampu menjelaskan prognosis pada pasien dengan Diabetes
Insipidus.
9. Mampu menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan Diabetes
Insipidus.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Bagi Mahasiswa
Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami terkait dengan
definisi, etiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik tentang
Diabetes Insipidus juga konsep penatalaksanaan serta dapat
menerapkan asuhan keperawatan kristis pada pasien dengan Diabetes
Insipidus.
1.4.2 Manfaat Bagi Dosen
Makalah ini dapat dijadikan tolok ukur sejauh mana mahasiswa
mampu mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen dan sebagai
bahan pertimbangan dosen dalam menilai mahasiswa.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Diabetes Insipidus


Diabetes insipidus dipakai untuk menjelaskan keadaan-keadaan dimana
fungsi konservasi air oleh ginjal tidak memadai sehingga timbul polyuria
dan perasaan haus sekunder, baik karena insufisiensi vasoepresin
(diabetes insipidus sentral), ataupun suatu keadaan ginjal yang tidak
responsive terhadap vasopressin (diabetes insipidus nefrogenik). Pada
kedua keadaan ini, reabsorbsi air berkurang sepanjang nefron distal,
karena gerakan pasif air dari tubuli ke intersitium meduler bagian luar dan
dalam yang hipertonik adalah lambat. Meskipun kecepatan gerakan air
keluar dari duktus kolektivus adalah lambat untuk perbedaan osmotic
yang diberikan antara lumen tubulus dan cairan interstisial, cairan yang
mencapai duktus kolektivus sangat encer dan dalam volume yang sangat
besar dimana jumlah air yang mencapai medulla bagian dalam lebih
banyak dari normal, dan cairan-cairan dari medulla terkikis ke
dalam vasa rekta. Pembersihan tidak lengkap; meskipun pemberian
vasopressin dapat membentuk air kemih yang pekat, osmolalitas kemih
maksimal yang dicapai masih dibawah normal.
Diabetes insipidus peka vasopressin (sentral) dapat terjadi idiopatik
atau sekunder terhadap hipofisektomi atau trauma atau sebab neoplastic,
inflamasi, vaskuler, atau infeksi.Diabetes insipidus idiopatik juga dapat
diwariskan secara dominan autosomal, namun lebih sering timbul sporadic
dan pada masa kanak-kanak.Pada kedua bentuk diabetes insipidus dapat
ditemukan kerusakan selektif dari neuron penghasil vasopressin pada nucleus
supraoptik.
Diabetes insipidus nefrogenik jarang terjadi familial dan kongenital,
kondisi ini biasanya bersifat didapat.Hiperlaksemia dan nefropati
hipokalemik merupakan penyebab diabetes insipidus nefrogenik yang dapat
dipulihkan kembali.Litium karbonat, anastesia dengan metoksifluran, dan
demeklosiklin dapat juga menimbulkan diabetes nefrogenik.(Prof. Dr. Ahmad
H. Asdie, Sp. PD-KE)

5
Diabetes insipidus merupakan penyakit yang sangat jarang dijumpai,
akibat defisiensi ADH (vasopresin) (Rubenstein, Wayne, & Bradley, 2007).
Diabetes insipidus adalah penyakit yang ditandai oleh penurunan
produksi, sekresi, atau fungsi ADH. Istilah diabetes insipidus berhubungan
dengan kualitas dan kuantitas urine: penyakit berkaitan dengan jumlah urine
yang banyak, keruh, atau tawar. Tanpa ADH, tubulus koligen ginjal tidak
merabsorbsi air dan tidak dapat memekatkan urine. Diabetes insipidus dapat
disebabkan oleh berkurangnya produksi ADH secara total atau parsial oleh
hipotalamus, atau penurunan pelepasan ADH dari hipofisis posterior.
Berkurangnya ADH dapat disebabkan oleh tumor atau cedera kepala.Diabetes
insipidus juga dapat disebabkan oleh ginjal yang tidak berespon terhadap
ADH yang bersikulasi karena berkurangnya reseptor atau second
messenger.Jenis diabetes insipidus ini disebut nefrogenik, yaitu berasal di
ginjal.Penyebab diabetes insipidus nefrogenik meliputi, sifat resesif terkait-X
dan genetic, penyakit ginjal, hypokalemia, dan hiperkalsemia.(Corwin, 2008).
2.2 Klasifikasi Diabetes Insipidus
Diabetes Insipidus (DI) diklasifikasikan menjadi empat yaitu
neurogenik, nefrogenik, dipsogenic, atau gestagenik. DI dapat bersifat
sementara atau permanen, bergantung pada penyebab; akan tetapi, diuresis
berat tanpa memperhatikan penyebab akan terjadi. (Stillwell, 2011).
1. Diabetes Insipidus Neurogenik (Central)
Diabetes insipidus neurogenik merupakan keadaan diamana terjadi
penurunan produksi atau pelepasan ADH dapat bersifat idiopatik atau
disebabkan oleh pembedahan hipofisis atau kondisi yang mengganggu
hipotalamus. Misal seperti trauma kepala, tumor otak ganas, atau kematian
otak akibat anoksia.(Stillwell, 2011).
Diabetes insipidus merupakan kondisi adanya masalah dibagian
hipotalamus (nucleus supraoptik, paraventikular, dan filiformis
hipotalamus) yang mana sebagai tempat pembuatan ADH/vasopresin,
menyebabkan terjadi penurunan dari produksi hormon ADH.(Batticaca,
2008).
2. Diabetes Insipidus Nefrogenik (Central)

6
Diabetes insipidus nefrogenik terjadi jika reseptor ginjal tidak
sensitif atau resisten terhadap ADH sirkulasi. Penyebabnya adalah
penyakit ginjal atau terapi obat (litium karbonat, demeklosin). (Stillwell,
2011).
Ginjal tidak memberikan respon terhadap hormon antidiuretik
sehingga ginjal terus-menerus mengeluarkan sejumlah besar air kemih
yang encer. Pada diabetes insipidus lainnya, kelenjar hipofisa gagal
menghasilkan hormon antidiuretik.
Menurut (Batticaca, 2008), diabetes Insipidus Nefrogenik dapat
disebabkan oleh beberapa hal:
a. Penyakit ginjal kronik: ginjal polikistik, medullary cystic disease,
pielonefretis, obstruksi ureteral, gagal ginjal lanjut.
b. Gangguang elektrolit: Hipokalemia, hiperkalsemia.
c. Obat-obatan: litium, demoksiklin, asetoheksamid, tolazamid, glikurid,
propoksifen.
d. Penyakit sickle cell.
3. Diabetes insipidus Dipsogenic
Diabetes insipidus dipsogenic terjadi pada konsumsi air secara
kompulsif. (Stillwell, 2011).
4. Diabetes insipidus Gestagenic
Diabetes insipidus gestagenik disebabkan oleh kerusakan ADH
yang lebih cepat seelama kehamilan akibat peningkatan sementara
vasopresinase, suatu enzim yang emndegradasi ADH. (Stillwell, 2011).
Pada semua jenis diabetes insipidus, pasien mengeluarkan cairan
sebanyak 2-24 L/hari. Selama pasien dapat berespon terhadap mekanisme
haus, osmolalitas serum akan tetap normal dan dehidrasi dapat dicegah.
(Stillwell, 2011).
2.3 Etiologi Diabetes Insipidus
Ada beberapa keadaan yang mengakibatkan diabetes insipidus sentral,
termasuk di dalamnya yaitu beberapa hal (Mary et.al, 2009) :
1. Hipotalamus mengalami kelainan fungsi dan menghasilkan terlalu sedikit
hormon antidiuretik.

7
2. Kelenjar hipofisa gagal melepaskan hormon antidiuretik ke dalam aliran
darah.
3. Kerusakan hipotalamus atau kelenjar hipofisa akibat pembedahan.
4. Cedera otak (terutama patah tulang di dasar tengkorak).
5. Penyakit neoplasma :kraniofaringioma, limfoma, meningioma, dan tumor.
6. Penyakit granulomatosa seperti : Sarkoidosis atau tuberkulosis.
7. Penyakit iskemik / hipoksik : Aneurisma atau penyumbatan arteri yang
menuju ke otak , sindrom Sheehan, kematian otak.
8. Beberapa bentuk infeksi seperti ensefalitis atau meningitis.
9. Idiopatik, bawaan herediter.
Sedangkan Diabetes Insipidus Nefrogenik dapat disebabkan oleh
beberapa hal yaitu (Mary et.al, 2009) :
1. Penyakit ginjal kronik
a. Penyakit ginjal polikistik
b. Medullary cystic disease
c. Pielonefretis
d. Obstruksi ureteral
e. Gagal ginjal lanjut
2. Gangguan elektrolit
3. Obat –obatan yang merusak ginjal
4. Penyakit Autoimun seperti sickle cell
5. Kehamilan
6. Multiple mieloma
7. Gangguan diet.
Selain karena penyebab sentral dan nefrogen, beberapa kasus diabetes
insipidus tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik. Pada sejumlah kecil
kasus, diabetes insipidus merupakan kelainan herediter. Bentuk autosom
dominan ditandai dengan onsetnya yang bervariasi mulai sejak lahir sampai
umur beberapa tahun, dan semakin lama ada variasi keparahan dalam
keluarga dan individu. Gejala menurun pada dekade ke 3 dan ke 5 (Mary
et.al, 2009).

8
2.4 Manifestasi klinis Diabetes Insipidus
Manifestasi Klinis yang muncul pada Diabetes Insipidus menurut
National Kidney and Urologic Disease Information Clearinghouse (2009)
adalah
1. Poliuria dan polidipsia
Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan
polidipsia. Jumlah cairan yang diminum maupun produksi urin per 24 jam
sangat banyak, dapat mencapai 5–10 liter sehari. Berat jenis urin biasanya
sangat rendah, berkisar antara 1,001 – 1,005 atau 50 – 200 mOsmol/kg
berat badan. Poliuria yang terjadi ialah primer dan untuk
mengimbanginya penderita akan minum banyak (polidipsia). Polidipsia
karena rasa haus yang berlebihan.
2. Tidur terganggu karena poliuria dan nokturia.
3. Penggantian air yang tidak cukup bisa mengakibatkan:
a. Hiperosmolitas dan gangguan SSP (cepat marah, disorientasi, koma
dan hipertermia).
b. Hipovolemia, hipotensi, takikardi, mukosa kering, dan turgor kulit
buruk.
c. Dehidrasi, Bila tidak mendapat cairan yang adekuat akan terjadi
dehidrasi
4. Hipertermia
5. Nyeri kepala, lemah dan lesu, nyeri otot, hipotermia dan takikardia.
6. Berat badan turun dengan cepat
7. Enuresis, pada anak yang telah dapat mengendalikan kandung kencing
8. Tidak berkeringat atau keringat sedikit, sehingga kulit kering dan pucat
9. Anoreksia, lebih menyukai karbohidrat
2.5 Patofisiologi Diabetes Insipidus
Setiap lesi yang merusak unit neurohipofise dapat mengakibatkan
diabetes insipidus.Tumor suprasella dan daerah kiasma, terutama
kraniofaringoma, glioma optic, dan germinoma, merupakan penyebab yang
lazim; gejala-gejala kenaikan tekanan intrakranium dapat menyertai gejala-

9
gejala kenaikan tekanan intrakarium dapat menyertai gejala-gejala diabetes
insipidus atau dapat menyertai beberapa tahun kemudian.Sekitar 25%
penderita histiositosis sel Langerhans berkembang diabetes insipidus sebagai
akibat infiltrasi histiositosis hipotalamus dan kalenjar pituitary.Diabetes
insipidus jarang terjadi ketika hitiositosis didiagnosis, tetapi hampir selalu
terjadi dalam 4-5 tahun.Diabetes insipidus paling sering terjadi pada anak
dengan penyakit multisystem dan pada mereka yang dengan proptosis.Sekitar
setengah dari penderita memiliki antibody sioplasma terhadap sel-sel
penghasil AVP, menunjukkan respon autoimun terhadap invasi selhistiosit
pada hipotalamus. Ensefalitis, sakoidosis, tuberkolosis, aktinomikosis, dan
leukemia kadang-kadang menjadi penyebab. Luka pada kepala, terutama
fraktur dasar tengkorak, dapat mengakibatkan diabetes insipidus segera atau
setelah penundaan beberapa bulan.Prosedur operatif di dekat kalenjar pituitary
atau hipotalamus dapat mengakibatakan diabetes insipidus sementara atau
permanen.
Pada sejumlah kecil kasus, diabetes insipidus adalah herediter.Bentuk
autosom dominan ditandai dengan mulainya yang bervariasi.Sejak lahir
sampai umur beberapa tahun, dan semakin lama ada variasi keparahan dalam
keluarga dan individu. Gen berada pada kromosom 20, dan praprotein yang
mengkode berisi AVP dan neurofisin (NP II), protein pembawa hormon.
Rantai tunggal polipeptid ini terbelah dalam granula sekretori dan kemudian
disambung lagi ke dalam kompleks AVP-NP sebelum sekresi.Mutasi yang
menyebabkan diabetes insipidus autosom dominan telah dilokalisasi dalam
bagian NP II.Meskipun mutasi hanya melibatkan satu allele, mutan kompleks
AVP NP II mengganggu fungsi allele normal, mengakibatkan pewarisan
autosom dominan. Produk gen yang dimutasi diduga merupakan penyebab
kematian selektif neuron magnosellular pada penderita dengan diabetes
insipidus familial yang berlangsung lama.
Sindrom wolfram, juga dikenal dengan akronim DID-MOD, yang terdiri
dari diabetes insipidus, diabetes mellitus, atrofi optic, dan tuli (deafness).
Sindrom ini memiliki pola pewarisan autosom resesif, dan gen-nya
ditempatkan pada kromosom 4p.penelitian patologis menunjukkan proses

10
degeneratifyang melibatkan sel-sel β, nucleus paraventrikular dan supra optic,
saraf optic, dan saraf kranial VIII.
Tidak hanya antibody sel pulau dan haplotip HLA biasa disertai dengan
diabetes mellitus klasik tergantung insulin yang memebedakan penyebab
keadaan ini dari antibody diabetes mellitus tipe I. Diabetes insipidus kadang-
kadang menyertai dysplasia septo-optik.
Diabetes insipidus dilaporkan pada bayi baru lahir setelah asfiksia,
perdarahan intraventikular, koagulopati intravascular, sepsis Listeria
monocyogenes, dan meningitis streptokokus hemolitikus β grup B.
Pada beberapa keadaan, penyebab diabetes insipidus pada mulanya tidak
dapat ditemukan, tetapi penyakit ini hanya ada sekitar 20% penderita yang
terkena, yang akhirnya diklasifikasikan sebagai idiopatik. Pada lebih dari
setenga penderita dengan tumor intrakranium, tanda-tanda klinis atau
neuroradiologis (atau keduanya) tidak ditampakkan sampai setahun setelah
diabetes insipidus didiagnosis, dan pada 25%, keterlamabatan adalah selama 4
tahun sebelum wujud ini dapat di sebut idiopatik. Sekitar sepertiga penderita
dengan diabetes idiopatik memiliki antibody terhadap sel penghasil AVP,
yang menunjukkan dasar autoimun lain, terutama terbukti ada pada orang
dewasa.Diabetes insipidus semakin dikenali sebagai kejadian terminal pada
individu mati otak (Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000).

11
2.6 Pemeriksaan Penunjang Diabetes Insipidus
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa
diabetes insipidus yaitu (National Kidney and Urologic Disease Information
Clearinghouse, 2009) :
1. Laboratorium : darah, urinalisis fisis dan kimia.
Jumlah urin biasanya didapatkan lebih dari 4-10 liter dan berat jenis
bervariasi dari 1,001-1,005 dengan urin yang encer. Pada keadaan
normal, osmolalitas plasma kurang dari 290 mOsml/l dan osmolalitas urin
300-450 mOsmol/l. Pada keadaan dehidrasi, berat jenis urin bisa
mencapai 1,010, osmolalitas plasma lebih dari 295 mOsmoll dan
osmolalitas urin 50-150 mOsmol/l. Urin pucat atau jernih. Kadar natrium
urin rendah. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar natrium yang
tinggi dalam darah. Fungsi ginjal lainnya tampak normal.
Test deprivasi air diperlukan untuk pasien dengan diabetes insipidus
dengan defisiensi ADH parsial dan juga untk membedakan diabetes
insipidus dengan polidipsia primer pada anak. Pemeriksaan harus
dilakukan pagi hari. Hitung berat badan anak dan periksa kadar
osmolalitas plasma maupun urin tiap 2 jam. Pada individu normal,
osmolalitas akan naik (<300) namun output urin akan berkurang dengan
6
berat jenisyang naik (800-1200).
2. Radioimunoassay untuk vasopresin
Kadar plasma yang selalu kurang dari 0,5 pg/mL menunukkan
diabetes insipidus neurogenik berat. Kadar AVP yang subnormal pada
hiperosmolalitas yang menyertai menunjukkan diabetes insipidus
neurogenik parsial. Pemeriksaan ini berguna dalam membedakan
diabetes insipidus parsial dengan polidipsia primer.
3. Rontgen cranium
Rontgen cranium dapat menunjukkan adanya bukti tumor
intrakranium seperti kalsifikasi, pembesaran sella tursika, erosi prosesus
klinoid, atau makin melebarnya sutura.
4. MRI

12
MRI diindikasikan pada pasien yang dicurigai menderita diabetes
insipidus. Gambaran MRI dengan T1 dapat membedakan kelenjar
pituitaria anterior dan posterior dengan isyarat hiperintense atau yang
disebut titik terang/isyarat terang. Titik terang muncul pada MRI
kebanyakan penderita normal, namun tidak tampak pada penderita dengan
lesi jaras hipotalamik-neurohipofise. Penderita dengan dabetes insipidus
autosom dominan, titik terang biasanya muncul, mungkin disebabkan oleh
akumulasi mutan kompleks AVP-NP II. Menebalnya tangkai kelenjar
pituitaria dapat terlihat dengan MRI pada penderita dengan diabetes
insipidus dan histiositosis sel langerhans (LCH) atau infiltrasi limfosit.
Pada beberapa penderita abnormalitas MRI dapat dideteksi bahkan
sebelum bukti klinis LCH lain ada.
2.7 Penatalaksanaan Diabetes Insipidus
Sasaran dari terapi adalah menjamin penggantian cairan yang adekuat,
untuk menggantikan vasopresin, dan mencari serta memperbaiki patologi
intrakranial yang mendasarinya (Mary et.al, 2009).
1. Penggantian Vasopresin
a. Desmopressin (DDAVP), diberikan melalui intranasal, dua kali
pemberian per hari untuk mengontrol gejala.
b. Pemberian ADH intramuskular (vasopresin tannat dalam minyak
setiap 24 jam sampai 96 jam untuk mengurangi volume urine;
rotasikan tempat suntikan untuk mencegah lipodistrofi.
c. Lypressin (DIAPID) diserap melalui mukosa nasal kedalam darah;
durasinya mungkin akan singkat pada pasien dengan penyakit yang
parah.
2. Konservasi Cairan
a. Clofibrat, suatu preparat hipolipidemik, mempunyai efek antidiuretik
pada pasien yang mempunyai sebagian vasopresin hipotalamik
residual.
b. Klorpropamid (diabinase) dan diuretik tiasid digunakan dalam bentuk
ringan untuk memperkuat kerja vasopresin; dapat menyebabkan
reaksi hipoglikemia.

13
3. Asal nefrogenik
a. Diuretik tiasid, penipisan kadar garam ringan, dan inhibitor
prostaglandin (mis; ibuprofen, dan endometasin).
4. Resusitasi cairan (Horne, 2000) dan (Kusmana, 2016)
a. Penggantian air oral atau IV
Untuk mengatasi kehilangan air. Bila natrium >160mEq/L, D5W IV
atau salin hipotonik diberikan untuk menggantikan kekurangan air
murni.
b. Diuretik dalam kombinasi dengan penggantian air IV atau oral
Untuk mengatasi penambahan natrium.
c. Desmopressin asetat (DDAVP)
Untuk mengatasi diabetes insipidus sentral. Penurunan ADH
perlu mendapat terapi pengganti hormon ADH. DDAVP merupakan
penanganan diabetes insipidus sentral dengan analog ADH buatan
yang memiliki masa kerja panjang dan potensi antidiuretik dua kali
ADH. DDAVP tersedia dalam bentuk subkutan, intravena, intranasal
dan danoral. Pemberian diawali pada malam hari untuk mengurangi
gejala nokturia, sedangkan pada pagi hingga sore hari sesuai
kebutuhan dan saat munculnya gejala, DDAVP dapat larut di bawah
lidah, sehingga memudahkan terapi anak dan sangat efektif.
Dosis awal DDAVP oral adalah 2 x 0,05 mg dapat
ditingkatkan hingga 3 x 0,4 mg. Preparat nasal (100 mg/mL) dapat
dimulai dengan dosis 0,05-0,1 mL setiap 12-24 jam, selanjutnya
sesuai keparahan individu. Dengan catatan pada penyakit
hipornatrema dikoreksi dengan perlahan, lebih dari kira-kira 2 hari
untuk menghindari terlalu besarnya perpindahan air ke dalam sel-sel
otak yang dapat menyebabkan edema serebral.
d. Diuretik thiazide
Untuk mengatasi diabetes insipidus nefrogenik. Diuretik thiazide dan
restriksi garam bertujuan untuk mengurangi laju segmen filtrasi
menuju segmen dilusi pada nefron. Pengurangan penyerapan klorida

14
dan natrium pada tubulus distal, akan meningkatkan penyerapan
natirum dan air di tubulus proksimal.
2.8 Komplikasi Diabetes Insipidus
Diabetes insipidus kadang-kadang dapat menimbulkan komplikasi,
terutama jika tidak terdiagnosis atau tidak terkontrol. Dehidrasi dan
ketidakseimbangan elektrolit adalah dua komplikasi utama, yang akan
diuraikan sebagai berikut (NHS Choices, 2014) :
1. Dehidrasi
Tubuh seseorang dengan diabetes insipidus akan merasa sulit untuk
menahan air yang cukup, bahkan jika minum cairan terus-menerus. Hal
ini dapat menyebabkan dehidrasi (kekurangan parah air dalam tubuh).
Seorang penderita diabetes insipidus penting untuk mengetahui tanda
dan gejala dehidrasi, meliputi:
a) Pusing
b) Sakit kepala
c) Mulut dan bibir kering
d) Cekung (terutama mata)
e) Kebingungan dan mudah marah
Dehidrasi dapat diobati dengan menyeimbangkan tingkat air dalam
tubuh.
2. Ketidakseimbangan elektrolit
Diabetes insipidus juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan
elektrolit. Elektrolit adalah mineral dalam darah yang memiliki muatan
listrik kecil, seperti natrium, kalsium, kalium, klorin, magnesium dan
bikarbonat. Jika tubuh kehilangan terlalu banyak air, konsentrasi
elektrolit ini bisa meningkat karena jumlah air yang terkandung
menurun. Dehidrasi seperti ini mengganggu fungsi tubuh lainnya,
seperti cara kerja otot. Hal ini juga dapat menyebabkan sakit kepala,
kelelahan (merasa lelah sepanjang waktu), iritabilitas dan nyeri otot.
2.9 Prognosis Diabetes Insipidus
Diabetes insipidus jarang mengancam jiwa, tetapi mungkin menunjukkan
keadaan serius yang mendasari. Penderita dengan diabetes insipidus tanpa

15
komplikasi dapat hidup selama bertahun-tahun dengan kesulitan poliuria
dan polidipsia sepanjang mereka memiliki mekanisme haus yang utuh dan
mendapatkan air dengan bebas.

16
DAFTAR PUSTAKA

Asman Boedi Santoso. Diabetes Insipidus. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam.


Jakarta, FK UI, hal 816
Batticaca, F. B. (2008). Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika.
Behrman, Kliegman, & Arvin. (2000). Nelson : Ilmu Kesehatan Anak (15 ed.,
Vol. III). (Prof. Dr. dr. A. Samik Wahab, SpA (K), Ed.) Jakarta: EGC.
Baradero, Mary, Mary, dan Yakobus Siswadi. 2005. Klien Gangguan
Endokrin:Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Corwin, E. J. (2008). Buku Saku Patofisiologi (3 ed.). Jakarta: EGC.
Horne, M. M. (2000). Keseimbangan Cairan, Elektrolit and Asam basa - Google
Buku. (Indah Nurmala Dewi, Ed.) (2nd ed.). Jakarta: EGC. Retrieved from
https://books.google.co.id/books?id=AQsm1lRShhwC&printsec=frontcover
&hl=id&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false
Kusmana, F. (2016). Diabetes Insipidus – Diagnosis dan Terapi, 43(11), 825–830.
Mary Baradero, SPC, MN, Mary Wilfrid Dayrit, SPC, MAN, & Yakobus
Siswandi, MSN. Klien gangguan endokrin. 2009. Jakarta : EGC
National Kidney and Urologic Disease Information Clearinghouse. 2009. Diabetes
insipidus. from http://www.niddk.org. Diakses 14 Oktober 2016
Prof. Dr. Ahmad H. Asdie, Sp. PD-KE. (n.d.). Harrison : Prinsip - Prinsip Ilmu
Penyakit Dalam (13 ed., Vol. I). Jakarta: EGC.
Rubenstein, D., Wayne, D., & Bradley, J. (2007). Lecture Notes : Kedokteran
Klinis (6 ed.). (A. Safitri, Ed., & d. Rahmalia, Trans.) Jakata: Erlangga.
Stillwell, S. B. (2011). Pedoman Keperawatan Kritis (3 ed.). Jakarta: EGC.
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. EGC : Jakarta

17

You might also like